• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh Achmad Fathoni

Nim. C03212002

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab pertanyan bagaimana pertimbangan hakim terhadap tindak pidana percobaan pencurian dalam putusan No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda dan bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi tindak pidana percobaan pencurian dalam putusan No.488/Pid.B/2015/PN.Sda.

Data penelitian dihimpun melalui dokumentasi, menelaah dan mempelajari sumber-sumber data di atas serta menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen baik dokumen-dokumen tertulis maupun wawancara dengan menggunakan teknik deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pertimbangan yang digunakan majelis hakim dalam memutuskan kasus tersebut lebih rendah dari tuntuan Jaksa Penuntut Umum yaitu 4 bulan, namun hakim memutus 2 bulan 15 hari dengan beberapa pertimbangan yaitu, terdakwa berlaku sopan di persidangan, terdakwa telah berdamai dengan korban, terdakwa juga mempunyai tanggungan anak kecil, dan juga terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana (bukan residivis). dan dalam hukum pidana Islam hukuman bagi pelaku tindak pidana percobaan pencurian yaitu ta’zi>r, dalam hal ini hakim memutus lebih tepat dikarenakan melihat dari beberapa pertimbanagan kondisi pelaku, selain itu hukuman ta’zi>r juga dapat memberikan edukasi kepada terdakwa bahwa perbuatan yang telah dilakukannya itu salah dan juga ta’zi>r dapat memberikan efek jera kepada terdakwa agar terdakwa tidak mengulanginya lagi.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... ix

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D.Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G.Definisi Operasional... 13

H.Metode Penelitian ... 13

I. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II: TINDAK PIDANA PERCOBAAN PENCURIAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF ... 18

A. Tindak Pidana Percobaan Pencurian Menurut Hukum Pidana Islam ... 18

(8)

BAB III: PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO NO. 488/

PID.B/ 2015/PN.Sda TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN ... 39

A. Deskripsi Pengadilan Negeri Sidoarjo ... 39

B. Deskripsi Kasus ... 40

C. Landasan Hukum Yang Dipakai Oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo ... 46

D. Pertimbangan Hukum Yang Dipakai Oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo ... 47

E. Isi Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Tentang Percobaan Pencurian ... 49

BAB IV: ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO. 488/PID.B/ 2015/PN.Sda ... 52

A.Pertimbangan Hakim Terhadap Tindak Pidana Percobaan Pencurian Dalam Putusan No.488/Pid.B/ 2015/PN.Sda Ditinjau dari Hukum Pidana Islam ... 52

B. Sanksi Tindak Pidana Percobaan Pencurian Dalam Putusan No.488/Pid.b/2015/PN.Sda Ditinjau Dari Hukum Pidana Islam ... 56

BAB V: PENUTUP ... 70

A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(9)
(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum dibuat untuk ditaati, namun banyak masyarakat tidak

mengerti fungsi dari hukum tersebut, bahkan banyak masyarakat yang

melanggar bahkan berbuat kejahatan. Di Indonesia hukum yang mengatur

tentang hukuman bagi pelaku kejahatan diatur dalam KUHP (Kitab

Undang-undang Hukum Pidana) hukum pidana yaitu, peraturan hukum

yang mencakup keharusan dan larangan serta bagi pelanggarnya akan

dikenakan sanksi hukuman terhadapnya.1

Di Indonesia terdapat sumber hukum formil dan sumber hukum

materiil, mengenai sumber hukum formil dari hukum pidana yaitu

KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) dan sumber

hukum materiilnya adalah KUHP (Kitab Undang-undang Hukum

Pidana), dalam KUHP membahas tentang ketentuan-ketentuan dan

hukuman bagi pelaku tindak pidana sedangkan dalam KUHAP membahas

tentang beracara dalam persidangan. Tindak pidana harus dibedakan

antara pelanggaran dan kejahatan dalam kedua kata tersebut berbeda

karena ditinjau dari niat dan perbuatan itu disengaja atau tidak disengaja.

Dalam hukum pidana terdapat suatu hukuman, yang dimaksud

hukuman adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan

oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar

(11)

undang,2 didalam hukum pidana terdapat dua jenis hukuman seperti yang

dicantumkan dalam pasal 10 KUHP, hukuman-hukuman tersebut yaitu:3

1. Hukuman-hukuman pokok

a. Hukuman mati

b. Hukuman penjara

c. Hukuman kurungan

d. Hukuman denda

2. Hukuman-hukuman tambahan

a. Pencabutan beberapa hak yang tertentu

b. Perampasan barang yang tertentu

c. Pengumuman keputusan hakim

Di agama Islam pun terdapat hukum yang mengatur tentang

kejahatan (Jarimah) yang disebut dengan hukum pidana Islam,

pembahasan hukum pidana Islam ada yang menyebutnya fiqh jinayah dan

ada pula yang menjadikan fiqh jinayah sebagai subbagian yang terdapat di

bagian akhir isi sebuah kitab fiqh atau kitab hadis yang corak

pemaparanya seperti kitab fiqh.4 Ditinjau dari unsur-unsur jarimah atau

tindak pidana, objek utama kajian fiqh jinayah dapat dibedakan menjadi

tiga bagian, yaitu al-rukn al-sya>r’i atau unsur formil, al-rukn al-ma>di> atau

unsur materiil, al-rukn al-adabi> atau unsur moril.5Dalam hukum pidana

2R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, ( Bogor: Politea, 1991), 35. 3 Ibid., 34.

(12)

Islam terdapat tiga macam tindak pidana (jarimah) yaitu, jarimah hudud,

jarimah qishas atau diyat, dan jarimah ta’zir.6

Adapun yang dimaksud dengan jarimah hudud yaitu perbuatan

melanggar hukum yang jenis dan ancamannya ditentukan oleh nas, dan

yang dimaksud dengan jarimah qisas atau diyat yaitu perbuatan yang

diancam dengan qisas dan diyat, sedangkan jarimah ta’zir yaitu memberi

pelajaran, artinya suatu jarimah yang diancam dengan hukum ta’zir yaitu

hukuman selain had dan qisas diyat.7

Di Indonesia kejahatan telah marak di masyarakat,baik itu kejahatan

yang telah dilakukan atau hanya sekedar percobaan melakukan kejahatan,

terkadang seseorang yang akan melakukan tindak pidana dimulai dengan

adanya suatu percobaan, dengan adanya percobaan seseorang yang akan

melakukan tindak pidana tersebut bisa jadi akan melakukan suatu tindak

pidana akan tetapi jika percobaan tersebut berhasil maka hal tersebut

sudah menjadi suatu tindak pidana.

Tidak sedikit masyarakat yang melakukan tindak pidana percobaan

tersebut, walaupun itu hanya melakukan percobaan namun dalam hukum

pidana perbuatan tersebut bisa diancam dengan pasal 53 ayat (2) dan ayat

(3) KUHP yang berbunyi : Ayat (2) Maksimum hukuman pokok atas

kejahatan itu dalam hal percobaan dikurangi dengan sepertiga. Ayat (3)

Kalau kejahatan itu di ancam dengan hukuman mati atau penjara seumur

hidup, maka dijatuhkan hukuman penjara paling lama lima belas tahun.

(13)

Hukuman bagi percobaan sebagaimana diatur dalam pasal 53 ayat (2) dan

(3) KUHP dikurangi sepertiga dari hukuman pokok maksimum dan paling

tinggi lima belas tahun.8

Dalam pasal 54 KUHP menyatakan bahwa pelaku percobaan hanya

dapat di jatuhi pidana jika perbuatan pidana yang dicoba dilakukan

dikategorikan sebagai kejahatan. Dengan kata lain, mencoba melakukan

pelanggaran tidak dipidana.

Berdasarkan substansi ketentuan pasal 53 dan pasal 54 KUHP diatas,

terdapat dua hal yang perlu dikemukakan.Pertama, pada prinsipnya

mencoba melakukan suatu tindak pidana adalah perbuatan terlarang dan

bagi pelakunya dapat dikenai sanksi pidana, walaupun pengenaan

pidananya tidak sampai batas maksimum sesuai dengan yang ditentukan

dalam pasal hukum yang dilanggar, tapi dikurangi sepertiga dari

maksimum ancaman sanksi pidana. Kedua, yang dapat dikenakan pidana

hanya percobaan melakukan kejahatan, sedangkan percobaan melakukan

pelanggaran tidak dipidana.9

Jadi, suatu percobaan yang hanya dapat dipidana hanyalah suatu

percobaan melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana, namun

percobaan melakukan suatu pelanggaran itu tidak akan dikenakan

hukuman pidana.

Dalam Pasal 45 KUHP Mesir menjelaskan bahwa percobaan adalah mulai

melaksanakan suatu perbuatan dengan maksud melakukan (jinayah atau

(14)

janhah), tetapi perbuatan tersebut tidak selesai atau berhenti karena ada

sebab yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehendak pelaku.10

Dari uraian pasal diatas menggambarkan bahwa suatu tindak pidana

percobaan yaitu pelaku tindak pidana memulai melaksanakan suatu

perbuatan dengan maksud melakukan suatu tindak pidana, tetapi

perbuatan tersebut tidak selesai melakukan perbuatan tersebut

dikarenakan ada suatu sebab yang menjadikan perbuatan tersbut tidak

selesai namun hal tersebut buka karena kehendak sendiri, dalam kata lain

seorang pelaku tersebut suatu akan melakukan tindak pidana atau

percobaan, pelaku ditemui oleh orang atau ada hal lain sehingga

perbuatan tersebut urung atau berhenti tanpa kehendak sendiri.

Dalam hukum pidana Islam suatu percobaan dapat dikatakan sebagai

jarimah yang tidak selesai (al-Syuru>’) , dan percobaan dalam hukum

pidana Islam termasuk unsur materiil, hukuman bagi pelaku tindak pidana

percobaan pencurian dalam hukum Islam tidak dikenakan hukuman had

atau qishas melainkan dengan hukuman ta’zir.

Dalam hukum pidana Islam juga ada fase-fase pelaksanaan jarimah

yaitu, fase pemikiran dan perencanaan, fase persiapan, dan fase

pelaksanaan.

Pencurian dalam hukum positif mempunyai definisi, mengambil milik

orang lain tanpa izin atau dengan cara yang tidak sah dengan maksud

10Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: SinarGrafika,

(15)

untuk dimiliki secara melawan hukum.11 Pencurian dalam hukum pidana

di Indonesia diancam dengan Pasal 362 KUHP yang berbunyi “barang

siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian

termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu

dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian dengan hukuman

penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.

900”,12 namun pasal tersebut menjelaskan mengenai pencurian pada

umumnya, lain dengan pencurian yang disertai dengan kekerasan atau

pencurian yang lainnya.

Dalam hukum pidana Islam, pencurian menurut Mahmud Syaltut

adalah mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi yang

dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai menjaga barang tersebut. Dan

adapun unsur-unsur dalam pencurian ada lima yaitu: Pertama,

pengambilan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Kedua, yang

dicuri harus berupa harta.Ketiga, harta yang dicuri adalah sesuatu yang

berharga.Keempat, harta orang lain (bukan milik sendiri). Kelima, adanya

unsur kesengajaan.13

Pencurian ada dua macam yaitu : pencurian yang hukumannya had

dan pencurian yang hukumannya ta’zir, atau dengan kata lain pencurian

berat dan pencurian ringan.14 Dalam asas legalitas mengenai hukuman

11 M. Marwan dan Jimmy P, Kamus...,499. 12 R Soesilo, Kitab Undang-undang ..., 249.

13 Rahmat Hakim, Hukum Pidana islam,(Bandung: Pustaka Setia, 2000), 84.

(16)

bagi tindak pidana pencurian tertera dalam surat Al-Maidah ayat 38 yang

berbunyi:

ميكح زيزع ّّ ّّ نم ااكن ابسك امب ءازج ام يدْيأ اوعطْقاف ةقراّسلا قراّسلا

Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah.Dan Allah Maha perkasa, Maha bijaksana.15

Percobaan pencurian merupakan suatu tindak pidana yang masih

belum sempurna dalam artian, pelaku tindak pidana belum sempurna

melakukan tindak pidananya atau pelaku tindak pidana masih mencoba

akan melakukan pencurian namun belum sampai mencuri dikarenakan

suatu hal yang bukan atas kehendaknya sendiri.

Pelaku percobaan pencurian tersebut dapat dihukum dengan hukuman

pasal 362 jo pasal 53 ayat 1 KUHP, namun dalam putusan No.

488/Pid.B/2015/PN.Sda hakim tidak menjatuhkan hukuman sebagaimana

tertera dalam dakwaan yaitu 5 bulan dalam putusan itu hakim

memutuskan 2 bulan 15 hari, atas pertimbangan apa hakim dapat

memutuskan hukuman dalam putusan tersebut akan dibahas dalam isi

skripsi yang akan ditulis oleh penulis.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengangkat judul tersebut

dengan membahas pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman

dalam putusan No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda, serta hukuman percobaan

pencurian ditinjau dalam hukum pidana Islam.

15Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Pustaka Agung Harapan,

(17)

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang diatas terdapat beberapa masalah dalam

penelitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasi

sebagai berikut:

1. Analisis hukum pidana Islam terhadap tindak pidana percobaan

pencurian.

2. Sanksi tindak pidana percobaan pencurian.

3. Pertimbangan hakim terhadap tindak pidana percobaan pencurian.

Sedangkan batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Pertimbangan hakim terhadap tindak pidana percobaan pencurian.

2. Analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi tindak pidana

percobaan pencurian dalam putusan No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap tindak pidana percobaan

pencurian dalam putusan No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda ?

2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi tindak pidana

percobaan pencurian dalam putusan No.488/Pid.B/2015/PN.Sda ?

(18)

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau

penelitian yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan

diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak

merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang

telah ada.16

Penelitian tentang percobaan pencurian memang cukup banyak dan

beragam, namun keberagaman tema tersebut dapat memberikan refrensi

yang berbeda, baik dari objek maupun fokus penelitian. Hal ini dapat

dipahami dalam beberapa penelitian sebagai berikut:

“ Percobaan tindak pidana korupsi (Studi pasal 15 Undang-undang

nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi

perspektif hukum pidana Islam)17 yang dibahas oleh Muhammad Arafah

membahas tentang percobaan tindak pidana korupsi, dalam hal ini bisa

dilihat perbedaan objek dengan judul penulis.

Penelitian selanjutnya yaitu “Analisis yuridis terhadap percobaan

tindak pidana pencurian dengan kekerasan18 (Studi Kasus Putusan No.

256/Pid.B/2013/PN.Mks)”, yang dibahas oleh Junaedi Azis membahas

tentang percobaan pencurian dengan kekerasan dan ditinjau dari analisis

yuridis. Memang terdapat sedikit persamaan antara judul penulis namun

16Tim Penyusun Fakultas Syariah dan Hukum, Petunjuk Teknis PenulisanSkripsi, (Surabaya: t.p,

t.t), 8.

17

Muhammad Arafah, “Percobaan tindak pidana korupsi (Studi pasal 15 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi perspektif hukum pidana Islam)”, (Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan kalijaga,2010).

(19)

juga ada perbedaan yang terletak pada kekerasannya, judul penulis hanya

membahas percobaan pencurian tanpa kekerasan yang ditinjau dari hukum

pidana Islam.

Selanjutnya penelitian tentang “Studi Putusan Pengadilan Negeri

Kabupaten Madiun terhadap kasus pidana percobaan pembunuhan oleh

ayah kandung dalam perspektif hukum pidana positif dan hukum pidana

Islam”19 yang dibahas oleh Sandi Pahlevi Mohammad, skripsi ini

membahas tentang percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh ayah

kandung, terdapat suatu perbedaan dengan judul yang ditulis oleh penulis

dalam hal ini penulis membahas tentang percobaan pencurian bukan

percobaan pembunuhan memang sama-sama percobaan namun terdapat

perbedaan percobaan yaitu dalam hal pemunuhan dengan pencurian.

Dari beberapa uraian judul skripsi diatas, dapat dikatakan bahwa

penelitian skripsi ini berbeda dengan penelitian-penelitian tersebut.

Dalam penelitian ini peneliti mengkaji bagaimana dasar pertimbangan

hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No.

488/Pid.B/2015/PN.Sda, tentang percobaan pencurian dan bagaimana

pandangan hukum pidana Islam terhadap putusan Pengadilan Negeri

Sidoarjo No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda tentang tindak pidana percobaan

pencurian, objeknya putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No.

19 Sandi Pahlevi Mohammad,“Studi Putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun terhadap kasus pidana percobaan pembunuhan oleh ayah kandung dalam perspektif hukum pidana positif

(20)

488/Pid.B/2015/PN.Sda tentang tindak pidana percobaan pencurian

sedangkan subjeknya adalah hakim yang memutus perkara tersebut.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ditulis diatas, maka skripsi ini

bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui alasan hukum yang dijadikan pertimbangan

hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana percobaan

pencurian.

2. Untuk mengetahui analisis hukum pidana Islam terhadap sanksi

hukum dalam putusan hakim tentang tindak pidana percobaan

pencurian.

F. Kegunaan Penelitian

1. Aspek keilmuan (Teoritis)

Hasil studi ini menambah dan memperkaya pengetahuan,

khususnya tentang putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo terhadap

tindak pidana percobaan pencurian dan bagi peneliti berikutnya, dapat

digunakan sebagai acuan dalam melakukan penelitian yang berkaitan

dengan tindak pidana percobaan pencurian.

2. Aspek Terapan (Praktis)

Hasil studi ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi masyarakat

(21)

pencurian dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan,

penyuluhan khususnya bagi penegak hukum di Pengadilan Negeri

Sidoarjo serta bagi praktisi hukum pada umumnya.

G. Definisi Operasional

1. Hukum pidana Islam adalah segala perbuatan pidana yang diancam

dengan hukuman hudud , ta’zir dan qishas.20

2. Percobaan pencurian adalah usaha untuk mencoba melakukan suatu

tindak pidana pencurian .21

Agar pembaca lebih mudah memahami isi pokok dari judul yang

diangkat, maka penulis memberikan beberapa penjelasan diatas mengenai

judul “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan No.

488/Pid.B/2015/PN.Sda Tentang Percobaan Pencurian”. Makna dari judul

tersebut adalah suatu usaha manusia mencapai suatu tujuan dengan

melakukan tindak pidana pencurian yang pada ahirnya tidak atau belum

tercapai urusan tersebut serta dianalisis dari sudut pandang hukum pidana

Islam.

H. Metode Penelitian

20 A. Djazuli, Fiqh Jinayah, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo,1997), 1.

(22)

1. Data yang dikumpulkan

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, sehingga data yang

dikumpulkan yaitu berupa direktori putusan Pengadilan Negeri

Sidoarjo No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda tentang percobaan pencurian.

2. Sumber Data

Berdasarkan data-data diatas, penulis menggunakan dua sumber data

yaitu:

a. Sumber data Primer adalah sumber data yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data22, dalam hal ini penulis

mengumpulkan data primer berupa: Direktori Putusan No

488/Pid.B/2015/PN.Sda tentang percobaan pencurian dan hasil

wawancara kepada hakim yang bersangkutan.

b. Sumber data Skunder yaitu berkas-berkas yang berkaitan

langsung dengan kasus tersebut23, dalam hal ini kasus percobaan

pencurian yaitu:

1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

2) Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam.

3) M. Nurul Irfan dan Masyarofah, Fiqh Jinayah.

4) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam.

5) A. Jazuli, Fiqh Jinayah.

6) Rahmat Hakim, Hukum Pidana islam.

(23)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini digunakan

analisis kualitatif, sebagaimana pendapat Soerjono Soekanto24

dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan

data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau

observasi dan wawancara atau interview. Dimana penulis

mengumpulkan data yang berasal dari Pengadilan Negeri Sidoarjo

berupa putusan. Selain itu, penulis juga melakukan wawancara

kepada hakim yang memutus perkara tersebut.

a. Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan langkah awal dari setiap

penelitian hukum. Studi dokumen meliputi studi

bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan-bahan hukum primer atau

bahan hukum skunder.25

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu kegiatan komunikasi verbal

dengan tujuan mendapat informasi.26 Wawancara yang

dilakukan penulis dengan Hakum yang memutus perkara

tersebut. Sehingga akan mendapat gambaran yang

24 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI- Press, 1986), 90.

25 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2010), 68.

26 James a Black dan Dean J. Camphion, Methods and Issues In Social Research, (terjemahan), (

(24)

menyeluruh, juga akan mendapatkan informasi yang

penting.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan yaitu deskriptif analisis

verifikatif. Deskripttif analisis adalah metode yang digunakan

untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah dikumpulkan.27 dan dalam hal ini

penulis juga menverifikasi atas pertimbangan hakim dalam

memutus perkara tersebut. Dengan pola pikir deduktif yaitu

dengan cara mendeskripsikan teori tindak pidana percobaan

pencurian serta menganalisis hukuman tindak pidana percobaan

pencurian sesuai dengan Pasal 362 jo pasal 53 ayat 1 KUHP dalam

Putusan Pengadilan negeri Sidoarjo menurut hukum Pidana Islam.

5. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pembahasan masalah-masalah dalam

studi ini, dan dapat dipahami permasalahannya secara sistematis

dan lebih terarah, maka pembahasannya dibentuk dalam bab-bab

yang masing-masing terdiri dari sub-bab, sehingga tergambar

keterkaitannya secara sistematis. Sistematika pembahasannya

disusun sebagai berikut:

(25)

Bab pertama, memuat pendahuluan yang berisi latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,

kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian,

definisi operasional, metode penelitian, sumberdata, teknik

pengumpulan data, teknik analisa data dan sistematika

pembahasan.

Bab kedua, memuat tentang landasan teori yang berisi tentang

tindak pidana percobaan pencurian dalam hukum pidana Islam dan

juga hukum positif. Pada bab ini akan membahas tentang

pengertian tindak pidana percobaan pencurian, unsur-unsur

percobaan, dasar hukum percobaan pencurian serta sanksi

percobaan pencurian baik dari hukum pidana Islam juga hukum

positif.

Bab ketiga, memuat tentang deskripsi kasus percobaan

pencurian. Pada bab ini akan membahas pertimbangan hakim

terhadap sanksi pada pelaku percobaan pencurian (Putusan

Pengadilan Negeri Sidoarjo No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda), pada

bab ini juga memuat pasal-pasal yang didakwakan kepada

terdakwa.

Bab keempat, memuat tentang analisis data yang berisi

tentang analisis putusan hakim terhadap pelaku tindak pidana

percobaan pencurian ditinjau dari hukum pidana Islam. Dan pada

(26)

tentang sanksi pelaku tindak pidana percobaan pencurian yang

ditinjau dari hukum pidana Islam.

Bab kelima, bab ini merupakan penutup yang berisi tentang

(27)

BAB II

TINDAK PIDANA PERCOBAAN PENCURIAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Tindak Pidana Percobaan Pencurian Menurut Hukum Pidana Islam

1. Definisi percobaan pencurian

Percobaan adalah mulai melaksanakan suatu perbuatan dengan

maksud melakukan (jinayah atau janhah), tetapi perbuatan tersebut

tidak selesai atau berhenti karena ada sebab yang tidak ada sangkut

pautnya dengan kehendak pelaku.1

Para ulama tidak banyak membahas tentang percobaan

melakukan tindak pidana karena perbuatan ini termasuk jarimah

ta’zi>r yang banyak berubah sesuai ruang dan waktu, kebiasaan serta

karakter suatu masyarakat. Mereka lebih banyak mencurahkan

perhatiannya kepada masalah tindak pidana yang unsur dan syaratnya

tidak mudah berubah, seperti jarimah h}udud dan qishas/diyat.2

2. Dasar hukum percobaan

Dalam Al-Quran tidak dijelaskan tentang percobaan itu sendiri,

namun dalam Al-Quran hanya menjelaskan tentang dasar hukum akan

unsur-unsur yang ada dalam persiapan seperti halnya yang tercantum

dalam surah al-Maidah ayat 34 yang berbunyi:

ٌميح ٌ وفغ ّّ ّ او لْعاف ْم ْيلع ا ْقت ْ لْبق ْنم اوبات ني ّلا اإ

(28)

Kecuali orang-orang yang bertaubat sebelum kamu dapat menguasai

Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji diantara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya. Jika keduanya taubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sungguh, Allah Maha penerima taubat, Maha penyayang.4

Dan juga tercantum dalam hadis Nabi yang berbunyi:

ح

sesungguhnya Nabi Saw bersabda: siapa yang mencapai hukuman had bukan pada jarimah hudud (yang lengkap) maka dia termasuk orang yang menyeleweng (HR. Ahmad).

3. Unsusr-unsur atau fase-fase percobaan

Seseorang yang melakukan jarimah itu setidak-tidaknya melalui

tiga fase, yaitu fase pemikiran, fase persiapan dan fase pelaksanaan.

Seperti contoh, seseorang yang akan melakukan pencurian mula-mula

3 Departement Agama RI, Al-Qur’an..., 150. 4 Ibid., 104.

(29)

berpikir apakah jadi mencuri atau tidak, bila telah kuat niatnya untuk

mencuri, maka ia akan mempersiapkan alat-alatnya, seperti membeli

kunci atau pencongkel pintu. Selanjutnya, ia berangkat untuk

mencuri.

Untuk mengetahui sampai dimana suatu perbuatan percobaan

dapat dihukum maka kita harus membagi fase-fase pelaksanaan

jarimah. Pembagian fase-fase ini sangat penting, karena hanya pada

salah satu fase saja, pelaku dapat dituntut dan dikenakan hukuman,

sedangkan pada fase-fase yang lainnya tidak dapat dituntut.

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas macam-macam fase maka

penjelasannya sebagai berikut:6

a. Fase pemikiran dan perencanaan (Marh}alah al-Tafki>r)

Memikirkan dan merencanakan suatu jarimah tidak dianggap

sebagai maksiat yang dijatuhi hukuman, karena menurut ketentuan

yang berlaku dalam syariat Islam, seseorang tidak dapat dituntut

atau dipersalahkan karena lintasan hatinya atau niat yang

terkandung dalam hatinya.

Ketentuan ini sudah terdapat dalam syariat Islam sejak mulai

diturunkannya tanpa mengenal pengecualian.Akan tetapi, hukum

positif baru mengenalnya pada abad ke-18 Masehi, yaitu sesudah

(30)

revolusi Perancis. Sebelum masa itu niat dan pemikiran terhadap

perbuatan jarimah dapat dihukum kalau dapat dibuktikan.7

b. Fase persiapan (Marh}alah al-Tahdhi>r)

Fase ini merupakan fase yang kedua dimana pelaku

menyiapkan alat-alat yang akan dipakai untuk melaksanakan

jarimah. Misalnya, membeli senjata untuk membunuh orang lain

atau membuat kunci palsu untuk mencuri.8

Fase persiapan juga tidak dianggap sebagai maksiat yang

dapat dihukum kecuali apabila perbuatan persiapan itu sendiri

dipandang sebagai maksiat, seperti bercumbu dengan wanita lain

yang bukan istrinya ditempat yang sunyi, sebagai persiapan untuk

melakukan zina.

Alasan untuk tidak memasukkan fase persiapan ini sebagai

jarimah adalah bahwa perbuatan yang dapat dihukum itu harus

berupa maksiat dan baru terwujud apabila berisi pelanggaran

terhadap hak masyarakat atau hak individu. Sedangkan pada

penyiapan alat pada umumnya tidak berisi pelanggaran terhadap

hak-hak tersebut.

Akan tetapi menurut madzhab Hanbali dan Maliki, perbuatan

persiapan dianggap sebagai perantara kepada perbuatan yang

(31)

haram dan hukumnya adalah haram, sehingga dengan demikian

pelakunya dikenakan hukuman.9

c. Fase pelaksanaan (Marh}alah al-Tanfi>dz)

Fase ini merupakan fase ketiga setelah perencanaan dan

persiapan yang matang.Pada fase inilah perbuatan pelaku dapat

dianggap sebagai jarimah.

Untuk dapat dikenakan hukuman maka dalam hal ini cukup

apabila perbuatan ini sudah dianggap sebagai maksiat, yaitu

berupa pelanggaran terhadap hak masyarakat atau individu dan

perbuatan itu dimaksudkan pula untuk melaksanakan unsur

materiilnya masih terdapat beberapa langkah lagi.

Dalam jarimah pencurian misalnya, melubangi tembok atau

membongkar pintu sudah dianggap sebagai maksiat yang dijatuhi

hukuman merupakan percobaan pencurian atau pencurian tidak

selesai.

Dengan demikian keriteria untuk menentukan permulaan

pelaksanaan jarimah dan merupakan percobaan yang bisa dihukum

adalah apabila perbuatan tersebut sudah termasuk maksiat.

Disamping itu, niat dan tujuan pelaku juga sangat penting untuk

menentukan apakah perbuatan itu maksiat apa bukan.

Hukum positif sama pendapatnya dengan hukum Islam

tentang tidak adanya hukuman pada fase pemikiran atau perencanaan

(32)

dan persiapan serta membatasi hukuman pada fase pelaksanaan. Akan

tetapi, sarjana-sarjana hukum pisitif berbeda pendapatnya tentang

penentuan saat permulaan pelaksanaan tindak pidana itu.10

Menurut aliran objektif, saat tersebut adalah ketika pelaku

melaksanakan perbuatan materiil yang membentuk jarimah. Kalau

jarimah tersebut terdiri dari satu perbuatan saja maka percobaan

jarimah itu adalah ketika memulai perbuatan tersebut. Kalau jarimah

itu terdiri dari beberapa perbuatan maka memulai salah satunya

dianggap melakukan perbuatan jarimah itu.

Sedangkan menurut aliran subjektif, untuk dikatakan melakukan

percobaan cukup apabila pelaku telah memulai suatu pekerjaan apa

saja yang menunjukkan kekuatan maksudnya untuk melakukan

kejahatan.11

4. Sebab Tidak Selesainya Perbuatan (Percobaan)

Seorang pembuat yang telah memulai perbuatan jarimahnya

adakalanya dapat menyelesaikan atau tidak dapat menyelesaikannya.

Kalau dapat menyelesaikannya maka sudah sepantasnya ia dijatuhi

hukuman yang diancam terhadap perbuatan itu. Kalau tidak dapat

menyelesaikannya, maka adakalanya karena terpaksa atau karena

kehendak dirinya sendiri. Dalam keadaan tidak selesai karena

kehendak sendiri, maka adakalanya disebabkan karena ia bertaubat

dan menyesal serta kembali kepada Tuhan, atau disebabkan karena

(33)

sesuatu di luar taubat dan penyesalan diri, misalnya karena

kekurangan alat-alat atau khawatir terlihat oleh orang lain, atau

hendak mengajak temannya terlebih dahulu.12

Suatu perbuatan jarimah tidak selesai dilakukan oleh pembuat

disebabkan karena salah satu dari dua hal sebagai berikut:13

a.Adakalanya karena terpaksa, misalnya karena tertangkap

b.Adakalanya karena kehendak sendiri. Berdasarkan kehendak

sendiri ini ada dua macam:

1) bukan karena taubat

2) karena taubat.

Kalau tidak selesainya jarimah itu karena terpaksa maka pelaku

tetap harus dikenakan hukuman, selama perbuatannya itu sudah bisa

dikategorikan maksiat.Demikian pula halnya kalau pelaku tidak

menyelesaikan jarimahnya karena kehendak sendiri tetapi bukan

karena taubat.14

Akan tetapi, apabila tidak selesainya itu karena taubat dan

kesadarannya maka jarimahnya itu adakalanya jarimah hirabah dan

adakalanya bukan jarimah hirabah.

Apabila jarimah yang tidak diselesaikannya itu jarimah hirabah

maka pelaku dibebaskan dari hukuman. Hal ini didasarkan pada

firman Allah dalam surah al-Maidah ayat 34 yang berbunyi:

12 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam…, 127. 13 Ibid., 64.

(34)

ٌميح ٌ وفغ ّّ ّ او لْعاف ْم ْيلع ا ْقت ْ لْبق ْنم اوبات ني ّلا اإ

Kecuali orang-orang yang bertaubat sebelum kamu dapat menguasai mereka, maka ketahuilah, bahwa Allah Maha pengampun, Maha penyayang.15

Jadi, apabila orang yang melakukan jarimah hirabah itu sudah

menyatakan taubat maka hapuslah hukumannya, walaupun ia telah

menyelesaikan jarimah itu. Dengan demikian maka lebih-lebih lagi

kalau jarimah hirabahnya itu tidak diselesaikan.16

Apabila jarimah yang tidak selesai itu selain jarimah hirabah

maka pengaruh taubat disini masih diperselisihkan oleh para fuqaha.

Dalam hal ini ada tiga pendapat.

1) Menurut pendapat beberapa fuqaha dari madzhab Syafi’i dan

Hanbali, taubat bisa menghapuskan hukuman. Alasannya adalah

sebagai berikut.

a) Al-Quran menyatakan hapusnya hukuman untuk jarimah

hirabah, sedangkan hirabah adalah jarimah yang paling

berbahaya. Kalau taubat dapat menghapuskan hukuman untuk

jarimah yang paling berbahaya maka lebih-lebih lagi untuk

jarimah-jarimah yang lain.

b) Dalam menyebutkan beberapa jarimah, Al-Quran selalu

mengiringinya dengan pernyataan bahwa taubat dapat

menghapuskan hukuman. Misalnya, dalam hukuman zina yang

(35)

pertama kali diadakan dalam surah an-Nisaa’ ayat 16 yang

berbunyi:

اك ّّ ّ إ ا ْ ع اوضرْعأف احلْص ابات ْ إف ا ه ف ْم ْ م ا نايتْأي ا ّللا ا يح ا با ّوت

Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji diantara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya. Jika keduanya taubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sungguh, Allah Maha penerima taubat, Maha penyayang.17

Dalam jarimah pencurian setelah disebutkan hukumannya

dalam surah al-Maidah ayat 38, kemudian diikuti dengan

pernyataan tentang pengaruh taubat dalam jarimah qadzaf

disebutkan dalam surah an-Nur ayat 5.

ٌميح ٌ وفغ ّّ ّ إف اوحلْص كل ْعب ْنم اوبات ني ّلا اإ

Kecuali mereka yang bertaubat setelah itu dan

memperbaiki (dirinya), maka sungguh, Allah maha

pengampun, maha penyayang.18

Untuk hapusnya hukuman tersebut, para fuqaha

memberikan syarat sebagai berikut.

a) Jarimah yang dilakukan adalah jarimah yang menyinggung

hak Allah seperti zina, minum khamr, dan hirabah.

(36)

b) Taubatnya itu harus dibarengi dengan tingkah laku yang

baik. Hal ini menghendaki berlakunya suatu masa tertentu

yang cukup untuk mengetahui ketulusan taubatnya itu.19

2) Menurut pendapat Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan beberapa

fuqaha dari kalangan madzhab Syafi’i dan Hanbali, taubat tidak

menghapuskan hukuman kecuali hanya untuk jarimah hirabah yang

sudah ada ketentuannya saja, karena kedudukan hukuman adalah

sebagai kifarat maksiat. Alasannya adalah bahwa Rasulullah saw.

menyuruh melaksanakan hukuman rajam atas Ma’iz dan wanita

Ghamidiyah, walaupun orang-orang itu sudah mengakui

perbuatannya dan minta dibersihkan diri, dosa dengan jalan

menjatuhkan hukuman atas diri mereka.

Disamping itu kalau dengan bertaubat semata-mata hukuman

dapat hapus maka akibatnya ancaman hukuman tidak akan berguna,

sebab setiap pelaku jarimah tidak sukar untuk megatakan telah

bertaubat.20

3) Menurut pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn Al Qayyim dari pengikut

mazhab Hanbali, hukuman dapat membersihkan maksiat dan taubat

bisa menghapuskan hukuman untuk jarimah-jarimah yang

berhubungan dengan hak Allah (hak masyarakat), kecuali apabila

pelaku meminta untuk dihukum seperti halnya Ma’iz dan wanita dari

Ghamidiyah, ia bisa dijatuhi hukuman walaupun ia telah bertaubat.

(37)

Pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn Al Qayyim ini kelihatannya

merupakan jalan tengah yang mengompromikan pendapat pertama

dan kedua yang saling bertentangan. Walaupun demikian pengaruh

taubat terhadap hukuman menurut pendapat kedua Imam ini, hanya

berlaku dalam jarimah yang menyinggung hak masyarakat saja.

Sedangkan dalam jarimah yang menyinggung hak individu taubat

tetap tidak berpengaruh terhadap hukuman.

5. Hukuman percobaan pencurian

Menurut ketentuan pokok dalam syariat Islam yang berkaitan

dengan jarimah h}udud dan qishas, hukuman-hukuman yang telah

ditetapkan untuk jarimah telah selesai, tidak boleh diberlakukan

untuk jarimah yang belum selesai (percobaan).

Apabila tidak selesainya kejahatan itu disebabkan pelakunya

bertaubat, dalam kasus seperti ini, para ulama berbeda pendapat.

Sebagian ulama, seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam

Syafi’i, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa tobat itu tidak

menghapuskan hukuman. Sedangkan sebagian ulama yang lain, yakni

sebagian Syafi’iyah, menyatakan bahwa taubat dapat menghapuskan

hukuman.21

B. Tindak Pidana Percobaan Pencurian Menurut Hukum Positif

(38)

1. Definisi percobaan pencurian

Menurut arti kata sehari hari maksud dari percobaan yaitu menuju

kesesuatu hal, akan tetapi tidak sampai pada hal yang dituju itu, atau

hendak berbuat sesuatu, sudah dimulai akan tetapi tidak selesai.22

Menurut pendapat Pompe bahwa mencoba adalah berusaha tanpa

hasil. Makna mencoba dapat ditemukan dalam bahasa sehari-hari.

Kalau syarat-syarat tersebut ada. Timbullah perbuatan pidana baru

meskipun dalam bentuk delik tidak selesai, tetapi yang dapat dipidana.

Jadi, dapat dimengerti pemberian nama untuk percobaan oleh Pompe,

yaitu bentuk perwujudan dari perbuatan pidana sebab deliknya timbul,

menampakkan diri, tetapi dalam bentuk yang belum selesai.23

2. Dasar hukum

Dalam pasal 53 KUHP ditetapkan bahwa mencoba melakukan

kejahatan pidana jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya

permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan

semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.

Dapat dipidananya percobaan berarti perluasan dapat dipidananya

delik sekalipun perbuatan baru sebagian dilaksanakan dan seakan-akan

(39)

masih ada unsur-unsur yang tersisa, pidana sudah dapat dijatuhkan

meskipun dengan pengurungan 1/3 dari pidana maksimum.24

Pasal 54 KUHP dengan tegas menetapkan bahwa percobaan

melakukan pelanggaran tidak dipidana.Agaknya pembuat

undang-undang yang dalam sistem perundang-undang-undang-undangan pidana sudah

menentukan pelanggaran sebagai delik yang lebih ringan, menganggap

percobaan melakukan pelanggaran terlampau ringan untuk dipidana.

Disamping itu, karena pasal 103 KUHP berlaku juga untuk pembuat

undang-undang yang lebih rendah, seperti pada tingkat provinsi, kota

dan sebagainya yang dalam peraturan daerah masing-masing tidak

diperbolehkan untuk melarang percobaan melakukan pelanggaran

secara umum. Hal ini karena ketentuan pidana demikian tidak

mempunyai kekuatan mengikat.25

Menetapkan dapat dipidananya percobaan bukanlah suatu hal

dengan sendirinya. Dapat dipikirkan adanya kodifikasi tanpa ini.

Namun, jika pembuat undang-undang hendak memidana percobaan,

penting untuk menetapkan dengan syarat-syarat apa untuk suatu

percobaan dapat dipidana. Alasannya karena tanpa ini, jumlah

perbuatan pidana (pasal 1 KUHP) akan diperluas tanpa batas.

(40)

Pasal 53 KUHP ini menyebutkan apa percobaan itu, tetapi hanya

menetapkan dalam keadaan apa percobaan dapat dipidana, yaitu kalau

memenuhi syarat-syarat:26

a. harus ada niat dari pelaku

b. harus ada permulaan pelaksanaan

c. pengunduran diri yang tidak sukarela

Percobaan yang dapat dipidana mengandung arti perluasan dapat

dipidananya delik tampak jelas dalam tuntutan jaksa yang

menyebutkan rumusan pasal tertentu yang dihubungkan dengan

(juncto) Pasal 53 KUHP.27

3. Unsur-unsur percobaan pencurian

Pasal 53 KUHP ini menyebutkan apa percobaan itu, tetapi

hanya menetapkan dalam keadaan apa percobaan dapat dipidana,

yaitu kalau memenuhi syarat-syarat:28

a. harus ada niat dari pelaku

b. harus ada permulaan pelaksanaan

c. pengunduran diri yang tidak sukarela

Adapun unsur-unsur dari percobaan pencurian yaitu sebagai

berikut:

26 Ibid., 69.

(41)

a. Niat

Dipersoalkan apakah niat untuk melakukan kejahatan

mempunyai kedudukan yang sama pada percobaan sebagaimana

kedudukan kesengajaan pada delik dolus yang selesai. Dalam

yurisprudensi niat sering disamakan dengan kesengajaan.

Apabila orang berniat akan berbuat kejahatan dan ia telah

memulai melakukan kejahatan itu, akan tetapi karena timbul rasa

menyesal dalam hati ia mewurungkan perbuatannya, sehingga

kejahatan tidak jadi sampai selesai, maka ia tidak dapat dihukum

atas percobaan pada kejahatan itu, oleh karena tidak jadinya

selesai kejahatan itu disebabkan karena misalnya kepergok oleh

polisi yang sedang meronda, maka ia dapat dihukum, karena hal

yang mewurungkan itu terletak diluar kemauannya.

b. Permulaan pelaksanaan

Selanjutnya ialah bahwa kejahatan itu sudah mulai dilakukan.

Artinya orang harus sudah mulai dengan melakukan perbuatan

pelaksanaan pada kejahatan itu, kalau belum dimulai atau orang

baru melakukan perbuatan persiapan saja untuk mulai berbuat,

kejahatan itu tidak dapat dihukum, misalnya seorang berniat

akan mencuri sebuah sepeda di depan kantor pos dan ia baru

mendekati sepeda itu lalu ia tertangkap polisi. Perbuatan

mendekati sepeda disini baru dianggap sebagai perbuatan

(42)

untuk memegang sepeda tersebut, maka disini perbuatan

pelaksanaan pada pencurian dipandang telah dimulai, dan bila

waktu itu ditankap oleh polisi dan mengaku terus terang, ia dapat

dihukum atas percobaan pencurian.

Batas antara perbuatan persiapan yang belum dapat dipidana

dan perbuatan pelaksanaan yang sudah dapat dipidana, baru

ditentukan secara abstrak dalam pasal 53 KUHP, tetapi doktrin

dan praktiklah yang harus menariknya secara konkrit.29

Dalam literatur terdapat dua aliran yang menggunakan ukuran

yang berbeda untuk memisahkan perbuatan persiapan dari

perbuatan pelaksanaan. Dalam praktik, hasilnya tentu saja

berbeda. Berhadapanlah ajaran percobaan yang subjektif dan

objektif.

Ajaran yang subjektif lebih menafsirkan istilah “permulaan

pelaksanaan” dalam pasal 53 KUHP sebagai permulaan

pelaksanaan dari niat sehingga bertolak dari sikap batin yang

berbahaya dari pembuat dan menamakan perbuatan pelaksanaan

sebagai setiap perbuatan yang menunjukkan bahwa pembuat

secara psikis sanggup melakukannya.

Ajaran objektif menafsirkan istilah “permulaan pelaksanaan”

dalam pasal 53 KUHP lebih sebagai permulaan pelaksanaan dari

kejahatan sehingga bertolak dari berbahayanya perbuatan bagi

(43)

tertib hukum menamakan perbuatan pelaksanaan sebagai setiap

perbuatan yang mebahayakan kepentingan hukum.30

Pada umumnya dapat dikatakan, bahwa perbuatan itu sudah

boleh dikatakan sebagai perbuatan pelaksanaan, apabila orang

telah mulai melakukan suatu anasir atau elemen dari peristiwa

pidana, jika orang belum memulai dengan melakukan suatu

anasir atau elemen ini, maka perbuatannya itu masih harus

diapndang sebagai perbuatan persiapan.

c. Pengunduran diri yang tidak sukarela

Pada tahun 1924 HR menetapkan bahwa syarat untuk

percobaan yang dapat dipidana, yaitu bahwa kejahatan tidak

selesai semata-mata disebabkan oleh keadaan yang tidak

bergantung pada kehendak pembuat sehingga pembuat tersebut

tidak dipidana jika pengunduran dirinya secara sukarela telah

membantu tidak selesainya kejahatan itu.31 Dalam hal yang

demikian tidak dapat dikatakan lagi bahwa kejahatan dihalangi

oleh keadaan objektif belaka. Satu tahun kemudian Hoge Raad

menetapkan syarat-syarat yang lebih ketat, tetapi yurisprudensi

selanjutnya bersikap sejiwa dengan putusan 1924.

Terlepas dari pernyataan apa yang harus diberikan pada

unsur ketiga dari percobaan yang dapat dipidana ini, timbul

persoalan yang mendesak mengenai pembuktiannya.

30 Ibid., 204.

(44)

unsur percobaan sama seperti unsur-unsur perbuatan pidana

lainnya, harus dituduhkan dan dibuktikan oleh jaksa.

Kalau hakim menganggap pengunduran diri yang tidak

sukarela tidak terbukti, terdakwa harus dibebaskan. Sulit untuk

membuktikan unsur ketiga itu karena redaksinya yang negatif

(negativa non sunt probanda). Pembuktian unsur ini dalam

praktik menjadi dugaan, yang meskipun dimasukkan sebagai

unsur oleh jaksa dalam tuntutannya, baru dianggap sebagai

tidak terbukti oleh hakim kalau ada bantahan yang cukup dari

terdakwa. Dengan perkataan lain, unsur itu praktis menjadi

alasan penghapus pidana.

Orang melakukan percobaan yang tidak selesai tentu ada

sebab-sebabnya. Adapun sebab-sebab ini biasanya dapat

disimpulkan atas empat macam yaitu:32

a. Alatnya yang dipakai melakukan tidak sempurna sama

sekali ( absoluut ondeugdelijk middel).

b. Alat yang dipakai melakukan kurang sempurna (relatief

ondeugdelijk middel).

c. Obyek yang dituju tidak sempurna sama sekali (absolut

ondeugdelijk object)

d. Obyek yang dituju kurang sempurna sama sekali (relatief

ondeugdelijk

(45)

Beberapa unsur diatas dapat dihukum bila telah memenhui

semua unsur yang tercantum dapal pasal 53 KUHP. Menurut

para ahli hukum yang menganut teori percobaan yang subjektif

semuanya dapat dihukum, oleh karena teori ini telah

memandang cukup untuk dihukum, jika dari perbuatan

percobaan orang yang berbuat kejahatan itu niatnya jahat, maka

tidak perlu dilihat apakah sudah ada bahaya yang ditimbulkan

terhadap objek yang dituju, akan tetapi menurut ahli hukum

yang menganut teori percobaan yang objektif hanya yang ada

pada point b dan d sajalah yang dapat dihukum, sedangkan

point a dan c tidak, oleh karena itu teori ini mengajarkan bahwa

niat jahat saja belum cukup untuk dihukum, alasannya supaya

dapat dihukum, menurut teori ini titik berat terletak pada sudah

adanya bahaya yang ditimbulkan oleh perbuatan percobaan itu.

Perlu di ingat baik teori subjektif maupun objektif, bahwa

perbuatan pelaksanaan harus sudah dimulai, jika perbuatan

persiapan saja yang dilakukan itu belum cukup. Adapun yang

dianut oleh para hakim di Indonesia adalah teori percobaan

yang objektif.

4. Sanksi Pidana percobaan pencurian

Sanksi terhadap percobaan diatur dalam pasal 53 ayat (2) dan

(3) yang berbunyi sebagai berikut:33

(46)

(2) Maksimum hukuman utama, yang diadakan bagi kejahatan

dikurangkan dengan sepertiganya, dalam hal percobaan.

(3) Jika kejahatan itu diancam dengan hukuman mati, atau

hukuman penjara seumur hidup, maka bagi percobaan

dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya lima belas

tahun.

Hukuman bagi percobaan sebagaimana diatur dalam pasal 53

ayat (2) dan ayat (3) KUHP dikurangi sepertiga dari hukuman

pokok maksimum dan paling tinggi lima belas tahun penjara.34

(47)

BAB III

GAMBARAN UMUM DAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO No. 488/Pid.B/2015/PN.Sda TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN

kehakiman yang mandiri, efektif, efisien serta

mendapat kepercayaan publik, professional dalam

memberi pelayanan hukum yang berkualitas,

keterbukaan, etis, terjangkau, dan biaya rendah bagi

masyarakat , serta mampu menjawab pelayanan publik.

Misi :

1. Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan undang-undang dan

peraturan serta keadilan masyarakat.

2. Mewujudkan keadilan yang mandiri dan independent dari campur

tangan pihak lain.

3. Memperbaiki proses input internal pada proses peradilan

4. Memperbaiki akses pelayanan di bidang peradilan kepada

masyarakat.

5. Mewujudkan institusi Peradilan yang efektif, effisien, bermartabat

dan dihormati.

6. Melaksanakan kekuasaan kehakiman yang mandiri tidak memihak

(48)

7. Kemandirian anggaran Mahkamah Agung sesuai pasal 8/A

Undang-undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.

Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Sidoarjo: Pengadilan Negeri

Sidoarjo memiliki wilayah hukum sebanyak 18 Kecamatan yang terdiri

dari 325 Desa.

B. Deskripsi Kasus

Dalam skripsi ini akan dijelaskan bagaimana terungkapnya terdakwa

melakukan percobaan pencurian dan dengan cara apa kejadian percobaan

pencurian tersebut, isi pokok dari deskripsi kasus percobaan pencurian ini

adalah:

Bahwa terdakwa Siti Kumiaseh pada hari jum’at tanggal 17 Juli

2015 sekitar pukul 06.30 wib atau setidak-tidaknya pada waktu tertentu

pada bulan juli tahun 2015 bertempat di desa Modong RT.02/01

Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo atau setidak-tidaknya pada

suatu tempat tertentu yang masih dalam wilayah hukum Pengadilan

Negeri Sidoarjo, yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini,

telah mengambil suatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk

kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan

melawan hukum.

Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah

nyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya

pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya

(49)

Pada awalnya Siti Kumiaseh telah melihat seluruh penghuni rumah

Kisan keluar rumah untuk melakukan shalat Idul Fitri dan pada saat

korban beserta keluarganya keluar rumah, terdakwa yang sudah berniat

untuk melakukan pencurian, langsung membawa obeng yang sudah

dipersiapkan, kemudian menuju rumah Kisan (korban), lalu menuju

kearah jendela dan langsung mencongkel daun jendela, namun pada saat

mencongkel daun jendela Siti Maimunah memergoki terdakwa dan

sempat menegur terdakwa kemudian menyuruh terdakwah untuk pergi.

Fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan dipersidangan secara

berturut-turut berupa:

1. Keterangan saksi-saksi

a. Siti Maimunah, saksi adalah tetangga dari korban, pada

pokoknya memberi keterangan, bahwa kejadian pada hari

jum’at tanggal 17 juli 2015 sekitar pukul 06.30 wib di

Desa Modong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo,

bahwa saksi melihat terdakwa mau masuk rumah melalui

jendela dengan cara merusaknya dengan obeng namun

terpergok oleh saksi, tetapi barang-barang belum ada yang

diambil, dan didalam kamar terdapat uang atau perhiasan,

namun terdakwa belum sempat mengambilnya sehingga

barang-barang tidak ada yang hilang, terdakwa mengelak

(50)

memperbaiki jendela atas permintaan Devi (pemilik

rumah).

b. Usman, saksi adalah suami Siti Maimunah, bahwa istri

saksi bercerita setelah pulang salat Idul Fitri telah melihat

terdakwa membuka jendela dengan cara mencongkel daun

jendela dengan menggunakan obeng dan saksi melihat

sendiri bahwa jendela telah rusak , yang didalam rumah

terdapat uang dan perhiasannamun terdakwa belum sampai

mengambil.

c. Kisan, saksi adalah pemilik rumah, pada hari jum’at

tanggal 17 juli 2015 sekitar jam 06.30 wib di Desa Modong

Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo, saksi pulang

dari salat idul fitri dan melihat rumahnya dikrumuni orang

kemudian saksi mendekat dan ternyata jendela saksi ada

yang mencongkel, dan sesuai informasi dari Siti Maimunah

yang melakukannya adalah Siti Kumaiseh dengan cara

mencongkel daun jendela menggunakan obeng.

d. Devi Rudi Setiawan, saksi adalah anak Kisan, pada hari

jum’at tanggal 17 juli 2015 sekitar jam 06.30 wib di Desa

Modong Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo, saksi

pulang dari salat idul fitri dan melihat rumahnya

dikrumuni orang kemudian saksi mendekat dan ternyata

(51)

dari Siti Maimunah yang melakukannya adalah Siti

Kumaiseh dengan cara mencongkel daun jendela

menggunakan obeng, saat itu terdakwa beralasan disuruh

Devi untuk memperbaiki jendela namun itu hanya alasan

terdakwa saat ketahuan hendak melakukan pencurian.

2. Keterangan terdakwa

Terdakwa Siti Kumiaseh di persidangan memberikan

keterangan pada pokoknya bahwa pada hari jum’at tanggal 17 juli

2015 sekitar jam 06.30 wib di Desa Modong Kecamatan Tulangan

Kabupaten Sidoarjo, bahwa terdakwa mau melakukan pencurian

uang di rumah pak Kisan yang sebelumnya terdakwah sudah

berencana untuk mencuri uang namun masih mencari waktu yang

tepat, pada saat yang tepat terdakwa melakukan perbuatannya

dengan cara mencongkel jendela rumah korban namun terdakwa

tidak sampai masuk ke dalam rumah sehingga belum mengambil

uang sama sekali, terdakwa melakukan hal tersebut baru pertama

kali dikarenakan suami terdakwa tidak mau bekerja.

Adapun barang bukti yang diajukan dipersidangan yaitu berupa:

a. Satu buah obeng besi pegangan warna biru

b. Satu penyanggah daun jendela dari besi

c. Tiga sekrup

(52)

1) Barang siapa; bahwa yang dimaksud dengan “barang

siapa” ialah siapa saja yang dapat menjadi subjek hukum,

yang kepadanya dapat dipertanggung jawabkan atas segala

perbuatan yang dilakukannya. Dalam hukum pidana yang

dimaksud subjek hukum adalah orang atau perseorangan,

dalam perkara ini yang diajukan sebagai terdakwa adalah

Siti Kumiaseh, sehingga telah ditemukan suatu bukti yang

menyatakan bahwa terdakwa Siti Kumiaseh, mampu dan

dapat bertanggung jawab atas perbuatan dan kesalahan

yang telah dilakukannya dan tidak ada suatu alasan pemaaf

atau pembenar yang ada pada diri terdakwa.

2) Unsur mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau

sebagaian kepunyaan orang lain dengan maksud akan

memiliki barang itu dengan melawan hak; bahwa

perbuatan mengambil artinya membawa sesuatu benda

dibawah kekuasaannya secara mutlak, dimana berdasarkan

keterangan saksi-saksi, bahwa awalnya terdakwa sebelum

melakukan pencurian dirumah Kisan (korban), telah

melihat seluruh penghuninya keluar rumah untuk

menjalankan salat Idul Fitri, dan pada saat korban dan

keluarganya keluar rumah, terdakwa yang sudah berniat

untuk melakukan pencurian, langsung membawa obeng

(53)

Kisan, kemudian kearah jendela dan langsung mencongkel

daun jendela, saksi Siti Maimunah memergoki terdakwa

dan sempat menegur terdakwa kemudian menyuruh

terdakwa untuk pergi.

3) Unsur mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat

untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan

pelaksanaan, dan tidak selesai pelaksanaan itu, bukan

semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.

Sesuai keterangan saksi-saksi dan terdakwa serta barang

bukti yang ada, bahwa awalnya terdakwa sebelum

melakukan pencurian di rumah Kisan, telah melihat

seluruh penghuninya keluar rumah untuk melakukan salat

Idul fitri, dan pada saat korban dan keluarganya keluar

rumah, terdakwa yang sudah berniat untuk melakukan

pencurian, langsung membawa obeng yang sudah

dipersiapkan, kemudian menuju rumah saksi Kisan,

kemudian menuju kearah jendela dan langsung mencongkel

daun jendela, saksi Siti Maimunah memergoki terdakwa

dan sempat menegur terdakwah kemudian menyuruh

terdakwah untuk pergi.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas dihubungkan pula

dengan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan barang

(54)

telah memenuhi unsur-unsur tersebut dengan demikian terdakwa

telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 362 jo

pasal 53 ayat (1) KUHP sebagaimana yang didakwakan

kepadanya.

C. Landasan Hukum yang dipakai oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Sidoarjo.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka landasan hukum yang

dipakai oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo dalam

menyelesaikan perkara tersebut adalah sebagai berikut:

Bahwa terdakwa Siti Kumiaseh telah melakukan tindak pidana

percobaan pencurian yang dirumuskan dalam pasal 362 jo pasal 53 ayat

(1) KUHP. Adapun unsur-unsur tindak pidana percobaan pencurian

tersebut sebagai berikut:

1) Barang siapa, yang dimaksud barang siapa adalah terdakwah Siti

Kumiaseh umur 39 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, alamat

Desa Modong RT. 02/01 Kecamatan Tulangan Kabupaten

Sidoarjo.

2) Dengan sengaja, bahwa terdakwa Siti Kumiaseh dalam keadaan

sadar dengan sengaja melakukan pencurian di rumah Kisan.

3) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah

ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya

(55)

4) Barang yang digunakan terdakwa untuk melakukan tindak pidana

percobaan pencurian yaitu berupa obeng untuk mencongkel daun

jendela.

5) Dengan melawan hukum telah terpenuhi, yaitu perbuatan yang

dilakukan oleh terdakwa melakukan percobaan pencurian dirumah

Kisan telah melawan atas hak dan juga telah melawan hukum.

D. Pertimbangan Hukum yang Dipakai oleh Majelis Hakim Pengadilan

Negeri Sidoarjo

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh Majelis Hakim sebelum

menjatuhkan putusan kepada terdakwa dalam setiap kasus adalah dengan

mempertimbangan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang

meringankan.

Begitu juga dalam kasus tindak pidana percobaan pencurian yang

disidangkan di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Majelis Hakim Anggota

terlebih dahulu mengadakan musyawarah, mempertimbangkan tuntutan

dari Jaksa Penuntut Umum.

Hal-hal yang memberatkan terdakwa dalam kasus ini adalah

perbuatan terdakwa merugikan korban. Sedangkan hal-hal yang

meringankan terdakwa adalah:

1. Terdakwa berlaku sopan dalam persidangan;

2. Antara terdakwa dan saksi korban sudah berdamai dalam

(56)

3. Terdakwa seorang ibu rumah tangga yang mempunyai tanggungan

anak yang masih kecil.

Pertimbangan-pertimbangan inilah yang menjadikan berbedanya

putusan yang diambil Majelis Hakim pada setiap persidangan meskipun

dengan kasus yang sama.

Selain faktor pertimbangan diatas menurut Syafruddin, SH. Kondisi1

seorang terdakwa juga sangat menentukan berat dan ringannya sanksi

yang diberikan. Jika terdakwa baru pertama kali melakukan tindak

pidana, maka baginya hukuman atau putusan Majelis Hakim akan lebih

ringan bila dibandingkan dengan seorang terdakwa yang telah berulang

kali melakukan tindak pidana (residivis), baik dalam tindak pidana yang

berbeda ataupun yang serupa. Maka baginya sanksi yang diberikan akan

lebih berat. Hal ini bertujuan akan mereka jera melakukan perbuatan yang

serupa atau lebih dari yang sebelumnya.

Selanjutnya beliau menambahkan bahwa terdakwa belum sempat

mengambil suatu barang apapun dari rumah korban, dan sebelum Majelis

Hakim menjatuhkan vonis terhadap terdakwa, maka perlu diperhatikan

hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan disamping dari

tuntutan dari jaksa penuntut umum, sehingga dapat diperoleh sebuah

keputusan yang seadil-adilnya bagi kedua belah pihak baik terdakwa atau

korban.

(57)

E. Isi Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Tentang Kasus Tindak Pidana

Percobaan Pencurian.

Adapun isi putusan Pengadilan negeri Sidoarjo tentang hukuman

tindak pidana yang terdapat pada putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo

adalah sebagai berikut:

Berdasarkan kutipan putusan No. 488/Pid.B/ 2015/ PN.Sda, Demi

Keadilan Berdasarkan “Ketuhanan Yang Maha Esa” Pengadilan Negeri

Sidoarjo yang memeriksa dan mengadili perkara pidana pada pengadilan

tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan dalam perkara terdakwa yang

bernama Siti Kumiaseh, tempat lahir Sidoarjo, umur 39 tahun, jenis

kelamin perempuan, Kebangsaan Indonesia, tempat tinggal Desa Modong

RT 02/01 Kecamatan Tulangan Kabupaten Sidoarjo, agama Islam,

pekerjaan swasta.

Setelah mendengar tuntutan jaksa penuntut umum yang menyatakan

bahwa perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melanggar pasal 362 jo pasal 53 ayat (1) KUHP, dan menuntut

pidana penjara selama 4 bulan dikurangi selama terdakwa dalam tahanan

sementara. Dan setelah menimbang tentang hal yang memberatkan yaitu

perbuatan terdakwa merugikan saksi korban, sedangkan hal-hal yang

meringankan adalah terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, antara

(58)

terdakwa seorang ibu rumah tangga yang mempunyai tanggungan anak

yang masih kecil.

Dalam persidangan yang dipimpin Majelis Hakim Syafruddin, SH.

Mujahri, SH. Istining K., SH., M.Hum.memutuskan sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa Siti Kumiaseh terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Percobaan

Pencurian”;

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut diatas dengan

pidana penjara selama 2 bulan dan 15 hari;

3. Menetapkan masa tahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangi

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan terdakwa tetap ditahan;

5. Menetapkan barang bukti berupa: 1 buah obeng besi pegangan

warna biru, 1 penyanggah daun jendela dari besi, tiga sekrup;

dirampas untuk dimusnahkan;

6. Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp. 2500.-

(59)

BAB IV

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN NO.

488/PID.B/2015/PN.SDA TENTANG PERCOBAAN PENCURIAN

A. Pertimbangan Hakim terhadap Tindak Pidana Percobaan Pencurian dalam

Putusan No 488/Pid.B/2015/PN.Sda ditinjau dari Hukum Pidana Islam

Dalam memutus suatu perkara hakim selalu memperhatikan hal-hal yang

dapat meringankan maupun hal-hal yang dapat memberatkan hukuman

terdakwa. Dalam hal ini hal-hal yang meringankan hukuman terdakwa yaitu:

1. Terdakwa berlaku sopan dalam persidangan;

2. Antara terdakwa dan saksi korban sudah berdamai dalam

persidangan;

3. Terdakwa seorang ibu rumah tangga yang mempunyai tanggungan

anak yang masih kecil.

Pada tuntutan awal yang diberikan oleh penuntut umum adalah 4 bulan

namun oleh Majelis Hakim diputus 2 bulan 15 hari, mengingat Hakim juga

mempunyai otoritas dalam memberikan berat atau ringannya hukuman yang

akan dijatuhkan kepada terdakwa.

Melihat dari beberapa hal yang dapat meringankan hukuman terdakwa,

yang pertama yaitu karena terdakwa berlaku sopan di pengadilan, berlaku

sopan dalam hal ini berbicara masalah menghormati, dalam hal apapun bila

ada seseorang yang menghormati orang lain maka orang lain tersebut akan

membalas juga dengan menghormati dirinya. Dan sopan merupakan bagian

Referensi

Dokumen terkait

HASIL UJI VALIDASI MODEL Dalam bagian validasi model, ada beberapa hasil temuan yang perlu di- kemukakan di sini sejalan dengan per- masalahan penelitian, yaitu (a)

Tujuan utama garis panduan ini adalah untuk membantu pereka bentuk untuk melaksanakan aktiviti–aktiviti dalam proses pembangunan Penceritaan Digital mengikut prosedur

Hasil penelitian di Desa Pa’rappunganta menunjukkan bahwa frekuensi pembersihan kandang yang dilakukan peternak tidak berpengaruh pada penyakit yang menyerang sapi

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri individu sudah ada dorongan untuk

Pada kondisi setelah diberi perlakuan metode pembelajaran brainstorming, kelompok perlakuan memiliki pencapaian kreativitas sebesar 80%, sedangkan untuk kelompok kontrol

Penegakan hukum terhadap pidana di pasar modal yang dilakukan oleh badan otoritas di bidang pasar modal dan lembaga keuangan, Bapepam-LK sekarang ada pada Otoritas Jasa

Setelah dilakukan tahap diagnosis, maka tahap selanjutnya yaitu prognosis, yang menyimpulkan permasalahan konseli yang merupakan tahap penentuan terapi yang sesuai

sehingga tidak bisa menyatakan semangat kepada diri sendiri. 4) Konseli menganggap tugas- tugas yang ada adalah beban sehingga sering mengeluh dan mengerjakan