ANALISIS SEMIOTIKA MOTIF BATIK SENDANG
LAMONGAN
Skripsi
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom)
OLEH : Uswatun Khasanah
NIM. B36213055
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
Uswatun Khasanah, B36213055, 2017, Analisis Semiotika Motif Batik Sendang Lamongan, Skripsi Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci : Analisis Semiotik, Motif Batik
Batik sudah lama dikenal sebagai warisan budaya Nusantara. Selama berabad-abad dunia mengenal batik berasal dari Indonesia. setiap daerah di Indonesia memiliki corak atau motif batik yang berbeda-beda, termasuk salah satu motif batik yang saat ini cukup dikenal adalah motif batik yang berasal dari Lamongan. Fokus penelitian ini adalah bagaimana penanda dan petanda serta makna dari motif Batik Sendang Lamongan berdasarkan Analisis Semiotika.
Untuk menjawab fokus penelitian tersebut, peneliti menggunakan metode analisis semiotika Roland Barthes dan menggunakan teori simbol dari Susanne K. Langer serta teori acuan untuk menganalisis data mengenai petanda dan penanda dari Batik Sendang Lamongan, kemudian data tersebut dianalisis secara mendalam dengan dasar pemikiran Roland Barthes, sehingga diperoleh makna dari Motif Batik Sendang Lamongan.
Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa petanda dan penanda dalam analisis semiotika ini terlihat pada bentuk-bentuk motif batik sendang yang berupa gambar tumbuh-tumbuhan, hewan laut, dan garis geometris lainnya , sehingga bentuk penanda dan petanda tersebut menghasilkan makna motif diantaranya: (1) Unsur Dakwah Kultural, yang memiliki tujuan sebagai pergerseran budaya hindunisme ke Islam, (2) Unsur Animisme dan Dinamisme, kepercayaan terhadap bentuk atau motif yang mengandung unsur tahayyul, (3) Unsur Kehidupan Sosial, dilambangkan oleh Ikan Dorang dan Ikan Udang yang saling berdampingan yang memiliki makna tentang perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat, dan (4) Unsur Kepemimpinan, melambangkan hubungan manusia dengan sang pencipta dan tentang seorang pemimpin.
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN ... i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi A. Konteks Penelitian ... 1
B. Fokus Penelitian ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat penelitian ... 4
E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu ... 6
F. Definisi Konsep ... 10
G. Kerangka Pikir Penelitian ... 16
H. Metode Penelitian ... 19
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 19
2. Unit Analisis ... 19
3. Jenis dan Sumber Data ... 19
4. Tahapan Penelitian ... 20
5. Teknik Pengumpulan Data ... 22
6. Teknik Analisis Data ... 24
I. Sistematika Pembahasan ... 26
BAB II : KAJIAN TEORITIS A. Kajian Pustaka 1. Batik Kain ... 28
a. Pengertian Batik Kain ... 28
b. Sejarah perkembangan batik di Indonesia ... 29
c. Motif Batik Kain ... 31
a. Jenis Batik dilihat secara umum ... 41
b. Batik menurut proses pembuatannya ... 42
3. Makna Simbolis suatu Bentuk Gambar ... 43
4. Batik dan dakwah Islam ... 44
a. Dakwah Para Wali di Nusantara ... 46
5. Kajian Batik di Lamongan ... 48
B. Kajian Teori 1. Teori Analisis Semiotika Roland Barthes ... 50
2. Teori Simbol ... 61
3. Teori Acuan ... 64
BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Subyek, Obyek dan Wilayah Penelitian ... 66
1. Profil Batik Sendang ... 62
2. Macam-macam dan Jenis Batik Sendang ... 67
B. Deskripsi Data Penelitian 1. Petanda dan Penanda Motif Batik Sendang ... 71
BAB IV : ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian ... 80
1. Dakwah Kultural ... 80
2. Animisme Dinamisme ... 84
3. Kehidupan Sosial ... 87
4. Kepemimpinan ... 90
B. Konfirmasi Temuan Dengan Teori ... 92
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 101
B. Saran ... 102
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu ... 10
Tabel 1.2 Semiotik Roland Barthes ... 15
Tabel 3.1 Motif Petetan ... 72
Tabel 3.3 Motif Kluwung ... 74
Tabel 3.4 Motif Dorang Urang... 76
Tabel 3.5 Motif Nam Kathil ... 78
Tabel 4.1 Petanda dan Penanda Motif Petetan ... 80
Tabel 4.2 Petanda dan Penanda Motif Kluwung ... 84
Tabel 4.3 Penanda dan Petanda Motif Dorang Urang... 87
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR BAGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai macam budaya. Keanekaragaman serta
corak dari berbagai kultur masyarakatnya merupakan ciri khas tersendiri yang
dimiliki oleh bangsa indonesia. Salah satu icon atau identitas yang menjadi
kebanggaan kita sebagai warga negara Indonesia adalah ciri khas pakaian
yang beranekaragam dan varian warna yang menunjukkan identitas
kedaerahan disetiap kepulauan yang ada.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai atas budayanya,
banyak warisan budaya bangsa Indonesia, termasuk salah satunya ialah batik.
Batik sudah lama dikenal sebagai warisan budaya Nusantara. Selama
berabad-abad dunia mengenal batik berasal dari Indonesia. Semenjak tanggal
2 Oktober 2009 United Nations Education Scientific and Culure Organitation
(UNESCO) menetapkan bahwa batik sebagai salah satu Warisan Budaya
Dunia yang dihasilkan oleh Bangsa Indonesia1. Batik Indonesia juga pernah
diakui dan di klaim oleh Malaysia, bahwa batik adalah warisan dari negara
Malaysia. Maka seiring dengan perkembangan otonomi daerah. Di setiap
daerah sekarang ini sedang mencari identitas daerahnya masing-masing.
Salah satunya dengan membuat motif batik dengan ciri khasnya
masing-masing. Disetiap daerah pasti memiliki kekayaan alam ataupun ciri khas.
Entah dari hasil bumi atau hasil tani, kebiasaan masyarakat, makanan khas
1
2
dan lain-lain. Maka dari itu otonomi daerah sangat berpengaruh kepada
perkembangan daerah itu sendiri.
Industri batik di Indonesia secara tidak langsung telah muncul sejak
adanya tradisi membatik di Nusantara. Dengan perjalanannya yang panjang,
industri batik Indonesia tetap eksis hingga sekarang. Bahkan dengan adanya
pengukuhan dari PBB bahwa batik adalah warisan budaya dunia asli dari
Indonesia, muncul semangat baru untuk melestarikan dan mengembangkan
batik.2
Batik selain digunakan untuk kain dan pakaian juga memiliki makna
secara tersirat. Hal yang dimaksud yaitu adanya estetika serta makna simbolik
yang terdapat pada motif batik. Motif atau corak batik memiliki beragam
jenis dan tingkat kerumitan yang berbeda-beda. Motif yang dibuat oleh
pembatik mempunyai maksud dan tujuan tersendiri, tergantung dari motif
yang dibuat.
Motif batik menjadi unsur yang sangat menentukan karena dari motif
itulah kita dapat mengetahui apakah sebuah batik memiliki “roh” atau tidak.
Motif batik juga menunjukkan dari mana suatu batik berasal. Di masyarakat,
usaha batik biasanya dilakukan berkelompok dengan melibatkan banyak
orang dengan berbagai keahlian, mulai dari keahlian menggambar pola
mencanting, mencolet, memproses pewarnaan, mencuci hingga menjemur
kain. Oleh karena itu disuatu wilayah, baik didesa atau dikota muncul istilah
2
3
“kampung batik” yaitu tempat berkumpulnya orang-orang yang mempunyai
keahlian untuk mengerjakan batik.3
Kesenian batik ini sangat berkaitan erat dengan kerajaan Majapahit dan
perkembangan agama Islam di pulau Jawa. Perkembangan batik tidak hanya
di pulau jawa. Tetapi, batik menyebar dan berkembang sampai seluruh
Indonesia. Perkembangan batik tersebut menghasilkan motif dan corak baru
di setiap daerah. Sehingga, tidak heran kalau setiap daerah di Indonesia
memiliki motif dan corak yang berbeda-beda. Salah satu motif batik yang saat
ini cukup terkenal adalah motif batik yang berasal dari Lamongan.
Lamongan mempunyai cukup banyak motif dan corak yang biasa
disebut dengan batik sendang. Dinamakan batik sendang karena sentra batik
Lamongan terdapat di desa Sendangagung dan Sendang Duwur, maka dari itu
disebut motif batik sendang. Motif batik sendang dibuat dengan berbagai
goresan gambar yang dianggap sebagai seni budaya warisan dari leluhur dan
memiliki arti tersendiri.
Setiap praktik komunikasi pada dasarnya adalah suatu representasi
budaya, atau tepatnya suatu peta atas suatu realitas (budaya) yang sangat
rumit. Komunikasi dan budaya adalah dua entitas yang tak terpisahkan,
bagaimana dikatan Edward T. Hall, Budaya adalah Komunikasi dan
Komunikasi adalah Budaya, begitu kita mulai berbicara tentang komunikasi,
tak terhindarkan, kita pun berbicara tentang budaya.4
3 Yusak Anshori & Adi, Kusrianto, Keeksotisan Batik Jawa Timur: Memahami Motif dan Keunikannya, (Jakarta: Gramedia, 2011),hlm. xii.
4
Komunikasi saat ini tidak hanya sebatas bagaimana menyampaikan
pesan kepada orang lain. Namun juga berkembang baik modern maupun
tradisional. Budaya dan komunikasi sendiri memiliki hubungan timbal balik.
Budaya mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya komunikasi
mempengaruhi budaya. Oleh karena itu peneliltian ini berusaha untuk
menganalisis motif batik Sendang dengan menggunakan analisis semiotika.
B. Fokus Penelitian
Dari latar belakang dapat ditarik permasalahan yang berkaitan
dengan tema. Adapun fokus penelitian tersebut adalah, bagaimana
penanda dan petanda serta makna dari Motif Batik Sendang Lamongan
berdasarkan Analisis Semiotika?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
Ingin mengetahui penanda dan petanda serta makna dari Motif Batik
Sendang Lamongan berdasarkan Analisis Semiotika.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih sebagai
berikut :
1. Dilihat dari segi teoritis
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam disiplin Ilmu
komunikasi terutama terhadap bidang semiotika komunikasi, dimana
dengan memahami semiotika kita memahami tanda (sign) yang dapat
5
2. Dilihat dari segi praktis
Hasil penelitian ini juga diharapkan bermanfaat dari segi praktis, yakni
a. Memberikan informasi kepada masyarakat terutama pengusaha
batik dalam hal menarik minat pembeli dengan mensosialisasikan
makna dan pesan dari motif batik sehingga diketahui oleh para
penerus.
b. Sebagai Referensi bagi penelitian berikutnya untuk melakukan
penelitian yang berhubungan dengan semiotika, khususnya
6
E. Penelitian Terdahulu
1. Jurnal
a. ANALISIS SEMIOTIKA REPRESENTASI KEBUDAYAAN
INDONESIA DALAM IKLAN KUKU BIMA ENERGI VERSI
FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR DI MEDIA TELEVISI oleh
Andreas Stenly Kolly eJournal Ilmu Komunikasi, 2013, 1 (4): 38-52
ISSN 0000-0000, ejournal.ilkom.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2013
Berdasarkan hasil analisis dengan pendekatan semiotika terhadap
tanda- tanda dalam iklan “Kuku Bima Energi” versi Flores, Nusa
Tenggara Timur maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tanda-tanda
dalam iklan “Kuku Bima Energi” versi Flores, Nusa Tenggara Timur
merupakan sejumlah tanda yang mengandung unsur pariwisata di
Indonesia sebagai konsep cerita dalam iklan, dimana dalam konsep
tersebut menampilkan beberapa kebudayaan Flores yang merupakan
salah satu bagian dari kebudayaan Indonesia. Melalui konsep
pariwisata Indonesia dalam Iklan Kuku Bima Energi versi Flores, Nusa
Tenggara Timur ini, PT. SidoMuncul ingin menyampaikan bahwa
Indonesia memiliki kekayaan yang melimpah. Tidak hanya dari sumber
daya alam saja, akan tetapi juga keragaman budaya yang tersebar di
berbagai pulau di Indonesia, salah satunya yang ditampilkan melalui
iklan “Kuku Bima Energi” versi Flores. Selain itu melalui iklan ini, PT.
Sido Muncul mengajak pemirsa atau penonton dan masyarakat
7
pariwisata dan budaya yang merupakan keistimewaan dan kekayaan
dari Indonesia itu sendiri.
b. KAJIAN SEMIOTIKA DALAM FILM oleh Yoyon Mudjiono, Jurnal
Ilmu Komunikasi, Vol. 1, No.1, April 2011 ISSN: 2088-981X
Jurnal ini membahas mengenai semiotika yang terdapat dalam
sebuah film. Semiotika merupakan suatu studi ilmu atau metode
analisis untuk mengkaji tanda dalam suatu konteks skenario, gambar,
teks, dan adegan di film menjadi sesuatu yang dapat dimaknai.
Memaknai berarti bahwa obyek-obyek tidak hanya membawa
informasi, dalam hal ini obyek-obyek itu hendak berkomunikasi, tetapi
juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda yang digunakan dalam
film tersebut.
2. Tesis/Disertasi
a. NILAI TANDA OBJEK DALAM MASYARAKAT KONSUMEN
(ANALISIS SEMIOTIKA BARTHES TERHADAP BLACKBERRY)
oleh Ahmad Rudy Fardiyan
Tesis ini membahas nilai-tanda BlackBerry yang merupakan
bagian dari komodifikasi yang muncul ada era masyarakat konsumen
menggantikan nilai guna suatu objek konsumsi. Penelitian ini adalah
penelitian kritis dengan desain kualitatif yang menggunakan metode
semiotika. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlu dilakuakan
lebih banyak penelitian kritis terhadap objek-objek konsumsi,
mengingat objek-objek ini merupakan artifak dari suatu peradaban
8
dari sebuah wacana yang berkembang dalam peradaban dimana objek
tersebut diproduksi, didistribusi dan dikonsumsi.
b. DEKONSTRUKSI MAKNA SIMBOLIK BATIK SOLO, Tesis oleh
Kawasaki Naomi, Program Studi Kajian Budaya Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012.
Dalam penelitian ini batik Solo diposisikan sebagai teks budaya
yang harus dibaca untuk mengungkap makna simbolik yang
dikandungnya sesuai dengan ruang dan waktu si pemakna (subyek).
Pemaknaan batik Solo harus dipandang sebagai suatu proses dan juga
harus dimaknai secara kontekstual.
Penelitian ini dilakukan dalam ranah ilmu Kajian Budaya dengan
menggunakan metode analisis data kualitatif dan teknik analisis data
secara deskriptif dan interpretatif dengan menggunakan pendekatan
hermeneutik.
Judul Hasil Penelitian Persamaan dengan
peneliti
Andreas Stenly Kolly
tanda-tanda dalam Iklan Kuku
Bima Energi versi Flores,
Nusa Tenggara Timur
merupakan sejumlah tanda
yang mengandung unsur
pariwisata di Indonesia
sebagai konsep cerita dalam
iklan
Yoyon Mudjiono, Jurnal
Ilmu Komunikasi, Vol.
1, No.1, April 2011
ISSN: 2088-981X
Suatu film sebaiknya dinilai
dari segi artistic bukan secara
rasional saja, sebab jika hanya
dinilai secara rasional, sebuah
film artistic boleh jadi tidak
berharga karena tidak
mempunyai maksud dan
makna tertentu.
Pembahasan yang
dibahas dalam jurnal
ini membahas tentang
analisis semiotika yang
juga berhubungan
dengan tanda-tanda
Penerapan metode pada
penelitian ini berupa
film yang mencakup
teks, suara, dan gambar
sedangkan dalam
penelitian ini berupa
gambar atau bentuk
Tesis ini membahas
nilai-tanda BlackBerry yang
merupakan bagian dari
komodifikasi yang muncul ada
era masyarakat konsumen
menggantikan nilai guna suatu
objek konsumsi
Menggunakan analisis
semiotika Roland
Barthes
Kajian tentang budaya
masyarakat konsumen
serta kajian semiotika
terhadap kajian
komoditas tanda pada
objek.
DEKONSTRUKSI
MAKNA SIMBOLIK
BATIK SOLO, Tesis
oleh Kawasaki Naomi,
Program Studi Kajian
Budaya Pascasarjana
sebagai Warisan Budaya oleh
UNESCO, penelitian ini
memperoleh hasil tentang
deskonstruksi makna simbolik
10
disebabkan kematian
metafisika.
F. Definisi Konsep
Konsep adalah cara memahami dan mengorganisasi ide atau gagasan
dengan menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti dimana
konsep ini di tentukan batasan masalah dan ruang lingkup dari penelitian agar
menghindari kemungkinan terjadinya penafsiran yang berbeda dalam
penelitian ini, perlu dijelaskan beberapa konsep yang terkandung dalam judul
penelitian ini, antara lain:
1. Motif Batik Sendang
Batik sudah dikenal berabad-abad dan berkembang di bumi Indonesia.
Dari zaman ke zaman batik berkembang seirama dengan perkembangan
mode busana. Dulu batik dipakai dalam upacara-upacara agama atau yang
bersifat ritual sampai sekarang pun masih dipakai dalam upacara-upacara
resmi (misalnya dalam upacara penganten Jawa).
Batik diciptakan untuk busana jadi, merupakan seni pakai, tetapi
kira-kira awal (tahun tujuh puluhan, batik oleh sekelompok pelukis) Indonesia
mulai diangkat ketempat yang lebih tinggi, tidak hanya merupakan seni
pakai tetapi diangkat kearah seni untuk seni. Jadi batik tumbuh dan Tabel 1.1
11
berkembang baik nilai seninya, pola (coraknya), maupun proses
pembuatannya.5
Secara etimologi, kata batik berasal dari Bahasa Jawa, yaitu amba
yang berarti tebar, luas, kain dan titik yang berarti titik atau matik (kata
kerja membuat titik) yang kemudian berkembang menjadi istilah batik,
yang berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain
yang luas atau lebar. Batik juga mempunyai pengertian segala sesuatu
yang berhubungan dengan membuat titik-titik tertentu pada kain mori.
Dalam bahasa Jawa, batik ditulis dengan bathik, mengacu pada huruf Jawa
tha yang menunjukan bahwa batik adalah rangkaian dari titik-titik yang
membentuk gambaran tertentu. Berdasarkan etimologi tersebut,
sebenarnya batik tidak dapat diartikan sebagai satu atau dua kata, maupun
satu padanan kata tanpa penjelasan lebih lanjut.6
Sedangkan motif adalah pola, corak hiasan yang indah pada kain,
bagian rumah, bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis/elemen, yang
terkandung begitu kuat dipengaruhi oleh bentuk-bentuk stilisasi alam,
benda, dengan gaya dan ciri khas tersendiri.7
Batik Sendang merupakan jenis batik yang dikerjakan dan dibuat oleh
masyarakat desa Sendangagung sebagai sebuah seni budaya warisan nenek
moyang. Diperkirakan berawal dari generasi pada masa Dewi Tilarsih istri
R. Noer Rochmat (dikenal sunan Sendang sekitar abad ke 15).
5 Didik Riyanto, Proses Batik, Batik Tulis-Batik Cap-Batik Printing (dari awal persiapan bahan dan alat mendesain corak sampai finishing), (Solo : Aneka, 1995), hlm. 5.
6
Wulandari, Batik Nusantara Makna Filosofis, Cara Pembuatan, dan Industri Batik. (Yogyakarta : ANDI, 2011), hlm. 4.
7
12
Para perajin batik Sendang lebih memilih untuk menekuni proses
teknik membatik tanpa diimbangi dengan upaya pelestarian pemahaman
nilai-nilai filosofi yang terkandung didalamnya, sehingga pada saat ini
makna filosofi batik sendang hanya diketahui dan dipahami oleh
orang-orang tertentu dan para perajin yang sudah berusia lanjut.
Motif batik sendang sendiri memiliki beberapa macam motif yang
paling terkenal diantaranya, motif Petetan, Kluwung, Dorang Urang, dan
Nam Kanthil. Didalam setiap motif tersebut mengandung makna dan
pesannya masing-masing yang tidak semua orang mengetahui.
2. Analisis Semiotika Roland Barthes
Semiotika berasal dari kata Yunani “Semion” atau tanda, kerap
diartikan sebagai ilmu tanda. Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda.
Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara
berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan
penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya.8
Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan
kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari
sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda
tersebut mempunyai arti.9
Sedangkan menurut Pawito10 dalam buku Penelitian Komunikasi
Kualitatif: “Tradisi semiotika ini lebih memusatkan perhatian pada
lambang-lambang dan simbol-simbol, serta memandang komunikasi
8 Rachmat Kriyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, (Jakarta : Prenada Media, 2009), hlm. 263.
9 Menurut Preminger dalam Kriyantono,...hlm. 263.
13
sebagai suatu jembatan antara dunia pribadi individu-individu (misalnya
seniman, aktor, atau politikus) dengan ruang di mana lambang-lambang
digunakan oleh individu-individu untuk mengangkut makna-makna
tertentu kepada khalayak atau publik”.
Secara terminologis, semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan
dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
tanda, seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi tanda. Semiotik
merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek,
peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Tanda dalam pengertian
semiotika meliputi bahasa, suara, gambar, lambang, dan segala sesuatu
yang dapat mewakili suatu objek dan memberikan makna bagi seseorang.11
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik
pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat
menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat
yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang
berbeda situasinya.
Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan
interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural
penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang
dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal
dengan “order of signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya
sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman
kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes
14
meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang
diusung Saussure.
Ada beberapa model pendekatan dalam analisis semiotik tapi banyak
penelitian yang menggunakan model Barthes. Barthes menjadi tokoh yang
begitu identik dengan kajian semiotik. Pemikiran semiotik Barthes bisa
dikatakan paling banyak digunakan dalam penelitian. Konsep pemikiran
Barthes terhadap semiotik terkenal dengan konsep mythologies atau mitos.
Sebagai penerus dari pemikiran Saussure, Roland Barthes menekankan
interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural
penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang
dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Konsep pemikiran Barthes
yang operasional ini dikenal dengan Tatanan Pertandaan (Order of
Signification).12 Secara sederhana, kajian semiotik Barthes bisa
dijabarkan sebagai berikut :
a. Penanda (signifier) adalah bentuk formal yang menandai petanda.
b. Petanda (signified) adalah sesuatu yang ditandai penanda itu, yakni
artinya.
c. Denotasi adalah makna sesungguhnya, atau sebuah fenomena yang
tampak dengan panca indera, atau bisa juga disebut deskripsi dasar.
d. Konotasi adalah makna-makna kultural yang muncul atau bisa juga
disebut makna yang muncul karena adanya konstruksi budaya
sehingga ada sebuah pergeseran, tetapi tetap melekat pada simbol atau
tanda tersebut.
15
Dua aspek kajian dari Barthes di atas merupakan kajian utama dalam
meneliti mengenai semiotik. Kemudian Barthes juga menyertakan aspek
mitos, yaitu di mana ketika aspek konotasi menjadi pemikiran populer di
masyarakat, maka mitos telah terbentuk terhadap tanda tersebut. Pemikiran
Barthes inilah yang dianggap paling operasional sehingga sering
digunakan dalam penelitian.
Tabel 1.2
Table semiotik Roland Barthes
Peneliti menggunakan analisis semiotik model Roland Barthes untuk
mengkaji penanda dan petanda serta makna dari motif batik. Dimana
dalam motif Batik Sendang Lamongan pastinya terdapat makna atau
sebuah pesan yang dapat di analisis berdasarkan model Roland Barthes.
3. Definisi Makna
Dalam penelitian ini fokus penelitian peneliti adalah untuk mencari
tahu bagaimana petanda penanda serta makna dari motif Batik Sendang
Lamongan. Makna mempunyai ruang lingkup yang luas untuk
dijabarkan, maka tak jarang menyebabkan suatu keragaman dalam
mengartikan suatu makna dari ujaran atau gambar.
Makna dapat dikonstruksikan secara individu, sosial, atau gabungan
16
individu (person’s own perception), sedangkan pada tataran sosial,
makna dipersepsikan dengan norma atau opini masyarakat (norms or
shared perception), atau gabungan dari keduanya.13
Pemaknaan terhadap suatu hal banyak dipengaruhi oleh persepsi
masing-masing individu, meskipun dapat juga dipengaruhi oleh konteks
sosial dan lingkungan.
Dengan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa makna merupakan
output dari hasil pemikiran dan persepsi seorang individu terhadap
sesuatu/tanda yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor sosial
lainnya.
G. Kerangka Pikir Penilitian
Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol
memperkenalkan model liguistik dan semiologi Saussurean. Ia berpendapat
bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi dari
suatu masyarakat tertentu dalam kurun waktu tertentu. Hubungan Teori
Semiotika Model Roland Barthes dengan penelitian ini yaitu seperti
dijelaskan pada poin sebelumnya bahwa semiotika adalah ilmu tentang tanda,
fungsi tanda-tanda dan produksi tanda. Analisis Semiotika merupakan cara
atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap
lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau
teks. Pesan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala bentuk motif
17
yang ada dalam batik. Dalam penelitian ini yang dijadikan objek untuk diteliti
adalah Batik Sendang Lamongan. Hal yang akan diteliti yaitu segala sesuatu
yang berkaitan dengan motif Batik Sendang, dan dari bermacam-macam
motif. Pada penelitian ini, peneliti hendak mengungkap Petanda dan Penanda
motif batik Sendang serta makna yang terdapat didalamnya.
Model semiotika Roland Barthes ini menjelaskan tentang bagaimana
menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatiannya tertuju pada
gagasan tentang signifikasi dua tahap. Pada signifikasi tahap pertama, berisi
tentang hubungan antara signifier dan signified didalam sebuah tanda
terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi yang mana
dalam pengertian umum denotasi biasanya dimengerti sebagai makna harfiah,
makna yang sesungguhnya. Jadi denotasi yaitu makna paling nyata dari
sebuah tanda. Sedangkan tahap yang kedua adalah konotasi, yaitu istilah yang
barthes gunakan untuk menyebut signifikasi tahap kedua yang
menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan
atau emosi dari pembaca, serta nilai-nilai kebudayaannya. Oleh karena itu,
denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap subyek, sedangkan
konotasi adalah bagaimana menggambarkannya.
Jika dikaitkan dengan penelitian ini maka motif yang terdapat dalam
batik Sendang merupakan sebuah tanda, dan dalam motif tersebut dapat
ditarik gambaran makna yang seperti apa.
Untuk menguatkan penelitian ini, peneliti juga menggunakan teori
18
Acuan (Referential Theory) untuk mempermudah memahami dengan
pemecahan yang sederhana.
Berikut adalah bagan kerangka pikir peneliti tentang “Analisis Motif
Batik Sendang Lamongan”
Bagan 1.1
Analisis Semiotika Motif Batik Sendang Lamongan
Petanda Penanda
Batik Sendang Motif Batik Sendang
Makna Motif Batik
Analisis Semiotika Motif Batik Sendang Lamongan
19
H. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah semiotika,
yaitu penelitian yang berusaha untuk menemukan dan menjelaskan makna
atau arti dari sebuah tanda-tanda, simbol, dan lambang.
1. Pedekatan dan Jenis Penelitian
Adapula jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian Analisis
Teks Media dengan pendekatan analisis semiotika model Roland Barthes.
Metode Konotasi, Denotasi dan Mitos dengan objek yang dikaji oleh
peneliti disini adalah analisis semiotika dari motif (corak) batik. Salah
satu yang paling penting dalam studi analisis Roland Barthes adalah
tentang tentang tanda, peran pembaca (The Reader). Konotasi, walaupun
merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat
berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut
sistem pemaknaan tataran kedua, yaitu konotatif, dan didalam
Mythologies-nya secara tegas ia membedakan dari denotatif.
2. Unit Analisis
Pada peneltian ini, yang menjadi objek penelitian adalah kajian
semiotika yang terdapat pada motif dari batik sendang dengan Batik
Sendang yang menjadi Subjeknya. Adapun lokasi penelitian berada di
Desa Sendangagung Paciran Lamongan.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya,
20
dokumentasi, maupun observasi yang dilakukan pada pengrajin
batik sendang, untuk memahami dan mendalami jenis-jenis batik
sendang yang diproduksi. Adapun data ini diperoleh dari beberapa
sumber yaitu : Pemerintahanan Setempat, Pengrajin Batik dan
Sesepuh yang mengetahui Sejarah Batik Sendang.
b. Data sekunder adalah data yang sebagai pendukung data primer.
Data disini dapat berupa buku, majalah ilmiah, jurnal, dokumen,
dll yang bersangkutan dengan tema penelitian.
4. Tahapan Penelitian
a. Tahap Pra-lapangan14
Pada tahap pra-lapangan merupakan tahap penjajakan
lapangan. Ada enam langkah yang dilakukan oleh peneliti yaitu :
a) Menyusun rancangan penelitian
Pada tahap ini, peneliti membuat usulan penelitian atau
proposal penelitian yang sebelumnya, peneliti berkonsultasi
kepada dosen pembimbing mengenai tema penelitian yang
akan di lakukan
b) Memilih lapangan penelitian
Pemilihan lapangan penelitian diarahkan oleh teori
substansif yang dirumuskan dalam bentuk hipotesis kerja
walaupun tentatif sifatnya. Dalam penelitian ini peneliti
memilih
c) Menjajaki dan Menilai Lapangan
14
21
Tahap ini dilakukan untuk memperoleh gambaran umum
tentang Motif Batik Sendang. Agar peneliti lebih siap terjun ke
lapangan serta untuk menilai keadaan, situasi, latar belakang
dan konteksnya sehingga dapat ditemukan dengan apa yang
dipikirkan oleh peneliti.
d) Memilih dan Memanfaatkan Informan
Tahap ini peneliti memilih seorang informan yang
merupakan orang yang benar-benar tahu dan terlibat dalam
pembuatan batik Sendang dan Sejarahnya. Kemudian
memanfaatkan informan tersebut untuk melancarkan penelitian
e) Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan segala sesuatu
atau kebutuhan yang akan dipergunakan dalam penelitian ini.
Dalam tahap ini peneliti menyiapakan naskah untuk
wawancara, data-data mengenai Batik Sendang.
b. Tahap Lapangan15
Dalam tahap ini dibagi atas tiga bagian yaitu :
a) Memahami latar penelitian dan persiapan diri
Tahap ini selain mempersiapkan diri, peneliti harus
memahami latar penelitian agar dapat menentukan model
pengumpulan datanya.
Studi literatur, dengan meneliti sejumlah literatur yang
relevan berkaitan dengan motif batik.
22
b) Berperan serta sambil mengumpulkan data
Observasi lapangan, melakukan pengamatan, dokumentasi
dan pencatatan secara langsung untuk mencari gejala atau
fenomena yang diselidiki dan untuk memperoleh data yang
valid.
Dalam tahap ini peneliti mencatat data yang diperolehnya
ke dalam field notes, baik data yang diperoleh dari
wawancara atau pengamatan. Peneliti mengumpulkan data
dengan mencatat data lapangan yang telah diperoleh dari
pengrajin Batik Sendang.
c. Tahap Penulisan Laporan
Penulisan laporan merupakan hasil akhir dari suatu penelitian,
sehingga dalam tahap akhir ini peneliti mempunyai pengaruh
terhadap hasil pemulisan laporan. Penulisan laporan yang sesuai
dengan prosedur penulisan yang baik karena menghasilkan kualitas
yang baik pula terhadap hasil penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Dokumentasi
Teknik dokumentasi, yakni penelusuran dan perolehan data yang
diperlukan melalui data yang telah tersedia. Biasa berupa data dari
pemerintah daerah setempat, sejarah, dan hal lainnya yang berkaitan
23
Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan bahan penelitian yang
akan dianalisis dengan menggunakan analisis semiotika Roland
Barthes.
b. Wawancara
Wawancara adalah teknik pecarian data/informasi mendalam
yang diajukan kepada responden/informan dalam bentuk pertanyaan
susulan setelah teknik angket dalam bentuk pertanyaan lisan. Teknik
ini sangat diperlukan untuk mengungkap bagian terdalam
(tersembunyi) yang tidak dapat terungkap lewat angket atau
dokumentasi yang ada.16
Wawancara dilakukan dengan beberapa narasumber yang
memiliki pengaruh terhadap perkembangan batik Sendang. Teknik ini
dilakukan untuk memperkuat dokumentasi yg sudah ada.
c. Studi Pustaka
Metode ini dilakukan peneliti melalui pencarian
literatur-literatur dari beberapa buku pendukung yang berhubungan dengan
ilmu komunikasi, batik dan semiotika untuk mencari informasi yang
penting. Selain itu data-data juga diperoleh dari kamus, internet dan
lain-lain, yang dapat mendukung dan relevan untuk digunakan dalam
penelitian ini.
24
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan interpretasikan.17 Teknik analisis data yang
akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan menggunakan
semiotika model Roland Barthes.
Analisis semiotik dapat digunakan untuk menganalisis segala bentuk
komunikasi Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua
bahan-bahan dokumentasi yang lain. Pada penelitian ini analisa data pada
obyek yaitu motif batik Sendang peneliti mengunakan analisis semiotik
Roland Barthes. Analisis yang dikemukanan oleh Roland Barthes
berfokus pada signifikasi dua tahap. Signifikasi tahap pertama
merupakan hubungan antara signifier dan signified didalam sebuah tanda
terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi, yaitu
makna paling nyata dari tanda18. Sedangkan tahap kedua Signifikasi
disebut dengan konotasi, bagaimana menggambarkan tanda tersebut.
Batik ini akan diungkapkan berdasarkan gambar motifnya dengan
menggunakan metode semiotika Roland Barthes. Dengan metode yang
ditawarkan Barthes ini peneliti akan membongkar isi pesan dalam motif
batik, yaitu dengan obyek penelitiannya berupa tanda-tanda dan
simbol-simbol yang muncul dalam unsur-unsur motif yang terdapat dalam batik
Sendang. Peneliti menggunakan analisis semiotik model roland barthes
untuk menganalisis penanda dan petanda dari motif batik Sendang
17Marsi Singarimbun, Metode Penelitian Survey (Jakarta: LP3LS, 1989), hlm. 263.
18
25
Lamongan. Setelah itu peneliti mencoba menganalisis makna dari setiap
motif.
Langkah-langkah analisis data yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Mengumpulkan data-data yang akan diteliti
Peneliti mencatat dan mendokumentasi tentang motif batik juga saat
melakukan wawancara pada pihak-pihak yang berkaitan dengan Batik
Sendang.
b) Pemaparan hasil temuan data sesuai model analisis
Peneliti memaparkan penanda dan petanda yang ada dalam motif
batik Sendang sesuai dengan model Roland Barthes sehingga akan
memunculkan makna pesan yang disampaikan (konotasi dan
denotasi).
c) Menarik kesimpulan
Peneliti menyimpulkan hasil analisis motif batik Sendang sesuai
26
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mengetahui gambaran singkat tentang keseluruhan
pembahasan laporan penelitian ini, maka dapat dirumuskan sistematika
pembahasan sebagai berikut:
BAB I. Pendahuluan yang terdiri atas konteks penelitian, fokus
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian hasil penelitian
terdahulu, definisi operasional, metode penelitian, dan dalam metode
penelitian ini juga membahasa; pendekatan dan jenis penelitian, unit
analisis , Jenis dan Sumber Data, Tahap- Tahap Penelitian, Teknik
Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Selanjutnya yaitu sistematika
pembahasan.
BAB II. Kajian teoritis yang tersusun berdasarkan bahan pustaka dan
literatur mencakup di dalamnya tentang kajian pustaka dan kajian teori.
BAB III. Penyajian data pada bagian ini berisi sekumpulan data yang
sudah diperoleh dari berbagai sumber. Data yang disajikan dalam bab ini
merupakan bahan yang akan dianalisis dalam bab selanjutnya(bab IV).
Pada bab ini terdiri atas deskripsi subjek dan lokasi penelitian, serta
deskripsi data penelitian.
BAB IV. Analisis data yang di dalamnya menjelaskan mengenai
analisis tentang permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Pada
bagian ini terdiri atas temuan penelitian, dan konfirmasi temuan dengan
teori.
BAB V. Merupakan penutup yang terdiri atas simpulan dan
27
DAFTAR PUSTAKA. Daftar bahan yang menjadi sumber dan dasar
penelitian laporan penelitian. bahan tersebut dapat berupa buku teks,
artikel dalam jurnal, makalah, skripsi dan sebagainya.
LAMPIRAN. Lampiran dipakai untuk menemukan data atau
keterangan lain yang berfungsi untuk melengkapi uraian yang telah
BAB II
MOTIF BATIK KAIN
A. KAJIAN PUSTAKA
1. BATIK KAIN
a. Pengertian Batik Kain
Kata batik berasal dari bahasa Jawa, “amba” yang berarti
lebar, luas, kain, dan “titik” yang berarti titik atau mantik (kata
kerja membuat titik), yang kemudian berkembang menjadi istilah
“batik”, yang berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar
tertentu pada kain yang luas atau lebar. Batik juga mempunyai
pengertian segala sesuatu yang berhubungan dengan membuat
titik-titik tertentu pada kain mori.1
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nian S Djumena:
“Membatik pada dasarnya sama dengan melukis di atas sehelai
kain putih. Sebagai alat melukis dipakai canting dan sebagai bahan
melukis dipakai cairan malam. Canting terdiri dari mangkok kecil
yang mempunyai carat dengan tangkai dari bambu. Carat
mempunyai berbagai ukuran, tergantung dari besar kecilnya
titik-titik dan tebal halusnya garis-garis yang hendak dilukis. Kegunaan
mangkok kecil adalah sebagai tempat cairan malam. Sesudah kain
yang dilukis atau ditulisi dengan malam, lalu dihilangkan atau
dilorod, maka bagian yang tertutup malam akan tetap putih, tidak
29
menyerap warna. Ini disebabkan karena malam berfungsi sebagai
perintang warna (cat). Karena itu cara pembuatan ini didunia
pertekstikan dinamakan dengan teknik resist dye atau pencelupan
rintang. Teknik resist dye sudah lama dikenal diberbagai negara.
Pada umumnya sebagai bahan perintang warna dipakai berbagai
jenis bubur terbuat dari gandum, beras ketan dan parafin, dan
sebagai alat melukis dipakai berbagai bentuk alat, antara lain
kuas.”2
Berdasarkan uraian diatas, definisi Batik kain menurut peneliti
yaitu kain yang lebar dan memiliki corak atau motif yang
bermacam-macam dimana motif tersebut adalah sekumpulan dari
titik-titik dan garis yang terhubung dengan pewarnaan yang berasal
dari bahan alami, namun pada saat ini sudah berkembang dengan
menggunakan pewarna sintetis. Proses pembuatan batik itu sendiri
menggunakan bahan malam untuk membentuk pola dan melalui
proses panjang sehingga kain batik dapat digunakan sebagai
busana.
b. Sejarah Perkembangan Batik di Indonesia
Batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman Kerajaan
Majapahit, kemudian terus berkembang hingga kerajaan
berikutnya. Mulai meluasnya batik, khususnya di Jawa terjadi
setelah akhir abad ke XVIII. Pada zaman dahulu, membuat batik di
30
Jawa hanya dilakukan oleh kalangan tertentu dalam keraton dan
merupakan kegiatan yang penuh nilai rohani. Selain memerlukan
pemusatan pikiran dan kesabaran, membuat batik juga dilakukan
dengan kebersihan jiwa. Ritual ini dilakukan untuk memohon
petunjuk agar mendapatkan ilham dalam menciptakan motif batik.
Awalnya batik dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat
pakaian raja, keluarga, serta para pengikutnya. Dalam
perkembangannya, keterampilan membuat batik kemudian diikuti
oleh masyarakat sekitar. Pada perkembangan selanjutnya batik
mulai digunakan oleh masyarakat umum, tapi hanya sebagai
pakaian resmi. Misalnya, pada upacara pernikahan atau pada
upacara adat lainnya. Meski begitu, tidak semua motif batik bisa
digunakan oleh masyarakat umum. Bahkan sampai saat ini,
beberapa motif batik tradisional hanya dipakai oleh keluarga
keraton Yogyakarta dan Surakarta.3
Pembuatan batik tulis masih terus berjalan hingga awal abad
XX. Batik cap baru dikenal usai Perang Dunia I atau sekitar tahun
1920. Batik terus mengalami perkembangan. Saat ini, corak dan
jenis batik di Indonesia sangat beragam. Setiap daerah memiliki ciri
khas masing-masing sesuai dengan filosofi dan budaya daerah
tersebut. Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO menetapkan batik
Indonesia sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan
Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of
31
Humanity), dan tanggal 2 Oktober kemudian diperingati sebagai
hari Batik Nasional.4
c. Motif Batik Kain
Motif batik dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan
“suatu gambaran yang menjadi pokok”, Sedangkan menurut Utoro
(1979) motif adalah “ gambaran bentuk, merupakan sifat dan corak
dari suatu perwujudan” pendapat yang lebih khusus lagi di
sampaikan oleh Sewan susanto (1974) bahwa “motif adalah
kerangka gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan”.
Motif atau corak juga disebut sebagai lukisan berupa hiasan.
Corak atau motif batik dari daerah ke daerah pembatikan
mempunyai ciri khasnya masing-masing. Dari sehelai batik dapat
terungkap segala sesuatu tentang daerah pembuat batik tersebut
seperti, keterampilan, selera, sifat, letak geografis dan sebagainya.5
Motif batik menjadi unsur yang sangat menentukan karena dari
motif itulah kita dapat mengetahui apakah sebuah batik memiliki
“roh” atau tidak. Motif batik juga menunjukkan darimana suatu
batik berasal. Dimasyarakat, usaha batik biasanya dilakukan secara
berkelompok dengan melibatkan banyak orang dengan berbagai
keahlian mulai dari keahlian menggambar pola, mencanting,
mencolet, proses pewarnaan, mencuci, hingga menjemur kain.6
4 Abiyu Mifzal, Mengenal Ragam Batik Nusantara, (Yogyakarta: Javalitera, 2012), hlm. 8 5 Nian S Djumena, Batik dan Mitra, (Jakarta: Djambatan, 1990), hlm. 2
32
Berdasarkan beberapa uraian diatas, arti motif batik kain dalam
penelitian ini adalah corak atau gambar pokok yang terdapat pada
selembar kain dan memiliki makna yang ingin disampaikan oleh
pengrajin serta menjadi ciri khas suatu daerah.
Batik yang tersebar diberbagai daerah di Indonesia memiliki
ratusan, bahkan ribuan motif. Ada yang dibuat berdasarkan suatu
harapan, keindahan, atau lambang falsafah hidup masyarakat.
Meskipun beragam, tidak menutup kemungkinan beberapa daerah
memiliki motif batik yang sama.
Motif dan corak yang tertuang pada batik Indonesia tidak lepas
dari pengaruh datangnya para pedagang atau bangsa asing ke
Indonesia. Misalnya, Bangsa Tionghoa memberi pengaruh
warna-warna cerah seperti merah. Bangsa eropa memberi pengaruh corak
kereta kuda, gedung atau bunga-bunga yang sebelumnya tidak kita
kenal, misalnya tulip. Warna biru pada batik juga merupakan hasil
pengaruh dari Bangsa Eropa.7
Bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari
tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri, antara lain pohon
mengkudu, tinggi, soga, dan nila. Sodanya dibuat dari soda abu,
serta garamnya dibuat dari tanah lumpur. Bahan kainnya umumnya
berupa mori, sutra, katun, ataupun media lainnya.
33
Bahan lain yang biasa digunakan adalah malam atau lilin
lebah. Dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa malam
adalah hasil sekresi dari lebah madu dan jenis lebah lainnya untuk
keperluan tertentu tidak dapat digantikan dengan lilin buatan.
Pada awal keberadaannya, motik batik terbentuk dari
simbol-simbol yang bermakna, yang bernuansa tradisional Jawa, Islami,
Hindunisme, dan Budhisme. Dalam perkembangannya, batik
diperkaya oleh nuansa budaya lain seperti Cina dan Eropa modern.8
Perkembangan batik dipengaruhi oleh Hindunisme, misalnya
pada motif kawung. Secara spesifik, Amri Yahya memandang
bahwa secara sekilas memang ada hubungan antara motif kawung
yang dipakai oleh patung-patung Hindu pada sinjangan. Jika kita
mau menerawang lebih jauh, mestinya motif itu dipergunakan lebih
dahulu pada sinjangan sebelum dipahatkan pada patung.
Asti Musman dan Ambar B.Arini berpendapat dalam buku
Batik: Warisan Adiluhung Nusantara; “Memang pada dasarnya
jiwa batik adalah kelembutan, kedamaian, dan toleransi. Jiwa batik
bersedia membuka pintu bagi masuknya kebudayaan-kebudayaan
lain yang justru memperkaya pernak-pernik dalam kehidupannya.
Itulah yang merupakan kedigdayaan budaya batik sehingga mampu
bertahan hidup dan berkembang hingga rambahannya secara
34
signifikan menembus batas-batas kedaerahan, menjadi identitas
nasional, dan menjadi bagian dari budaya dunia”.9
Menurut Sri Sultan Hamengku Buwono X, pada masa silam,
seni batik bukan sekedar melatih keterampilan melukis dan
sungging. Seni batik sesungguhnya sarat akan pendidikan etika dan
estetika bagi wanita zaman dulu. Selain itu, batik pun punya makna
untuk menandai peristiwa penting dalam kehidupan manusia Jawa.
Misalnya, batik corak truntum cocok untuk upacara ijab atau
midodareni. Sementara itu, motif grompol, semen rama dan naga
sari cocok untuk pernikahan. Namun juga ada semacam larangan
mengenakan kain parang rusak, aga terhindar dari pernikahan yang
rusak. Dengan menggunakan kain motif sidoluhur atau sidomukti,
para orangtua berharap anaknya nanti menjadi orang yang
terpandang.10
Motif batik tradisional dikatakan sebagai kreasi seni, dan
masyarakat luas mengakuinya. Karya seni adalah suatu kreasi yang
melibatkan cipta, rasa, dan karsa manusia, merupakan
pengejawantahan dari ekspresi manusia yang menyangkut rasa,
emosi, cita-cita, harapan, gagasan, khayalan, serta pengalamannya,
yang divisualisasikan pada suatu media, dengan keterampilan
dalam bentuk-bentuk berstruktur yang merupakan satu kesatuan
yang organis, dengan menggunakan media indrawi, sehingga dapat
9
Ibid., hlm. 6
35
ditangkap dan ditanggapi oleh indera manusia sebagai suatu yang
bermakna bagi pencipta dan pengamatnya. Dalam hal batik
tradisional medianya adalah kain.11
Bahan pembuatan batik pada masa itu mutlak bergantung pada
alam. Kain putih yang digunakan untuk membatik didapat dari
menenun sendiri. Lalu, untuk bahan-bahan pewarna diambil dari
tumbuh-tumbuhan, antara lain pohon nila, soga, dan mengkudu.
Bahan lain yang digunakan untuk membatik adalah soda abu dan
garam.12
1) Dasar Motif Batik
Batik memiliki berbagai bentuk, seperti bentuk alam
maupun geometris. Asal penciptaan motif batik berasal dari
daya cipta nenek moyang. Selanjutnya batik dikembangkan
secara turun temurun oleh masyarakat, sehingga antara
masyarakat di daerah satu dengan yang lainnya memiliki
perbedaan.13
Bagian-bagian dalam pola bidang motif kain batik
dibagi menjadi 4, diantaranya:
a) Corak Utama
Cora utama merupakan penghayatan pembatik terhadap
alam fikiran serta falsafah yang dianutnya. Bagian ini
merupakan ungkapan perlambangan atau biasanya
11Asti Musman & Ambar B. Arini, Batik: Warisan Adiluhung Nusantara, (Yogyakarta: G-Media, 2011), hlm. 7
12 Abiyu Mifzal, Mengenal Ragam Batik Nusantara, (Yogyakarta: Javalitera, 2012), hlm. 13
36
menjadi nama kain. Corak-corak tersebut antara lain
alas-alasan (alas = hutan). Alas-alasan melukiskan
kehidupan flora dan fauna khususnya yang terdapat di
dalam hutan. Ada pula corak kawung yang
menggambarkan biji buah kawung / buah aren (
Arenga saccharifera Labil) yang tersusun diagonal dua
arah. Ragam hias ini biasanya menjadi corak utama
pada sehelai kain. Namun tidak jarang pula corak ini
digunakan sebagai hiasan latar kain yang digabung
dengan corak lainnya.
b) Isen-isen
Isen-isen merupakan corak tambahan. Corak ini hanya
sebagai pengisi latar kain khususnya pada bidang
kosong di sela-sela corak utama. Umumnya isen-isen
berukuran kecil dan dibuat sesudah corak utama selesai
digambar. Corak isen-isen memiliki nama tersendiri
untuk setiap macamnya. Proses pembuatannya
membutuhkan waktu yang cukup lama sebab setiap
bidang kosong diisi sa,pai serinci mungkin. Tidak
jarang isen-isen ini dibentuk lebih rinci dan rumit
daripada corak utama. Secara umum jenis ragam hias
ini dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu:
Yang pertama, pengisi latar kain di sela-sela corak
37
horizontal), rawan (alur garis berombak), ukel (kecil),
dan udar (besar), belara sinerep (sirap daun), anam
klasa (anyaman), sisik melik, dan sebagainya.
Yang kedua, pengisi didalam ragam hias, seperti cecek
waljinah, kembang jeruk, kembang cengkeh, sawut
gabahan, kemukus, serit (deretan garis rinci), atau untu
walang (segitiga berderet sejajar) dan sebagainya.
Corak isen-isen dibuat berdasarkan penghayatan
terhadap kesan keseluruhan yang diterima, tanpa
mempersoalkan ketepatan bentuk. Faktor inilah yang
senantiasa banyak digemari orang karena dapat
menampilkan keindahan hasil penghayatan yang
mendalam dan bukan ketepatan bentuk.
c) Corak Pinggir
Corak pinggir kain atau pinggiran biasanya dijumpai
pada kain-kain panjang batik pesisir dan kain sarung.
Pada kedua jenis kain ini pinggiran terletak pada sisi
memanjang kain. Seperti juga corak utama dan
isen-isen, corak pinggir hadir dalam aneka ragam bentuk.
Ada yang amat sederhana, seperti sered, atau
bentuk-bentuk geometris segitiga (untu walang) yang
menghiasi bagian tepi pinggir pada kain panjang dan
selendang. Selain itu, ada juga corak pinggir yang
38
Cina dan Indo. Tidak semua corak pinggiran terletak
pada tepi kain, bisa juga corak pinggir terletak ditengah
sebagai pembatas antara kelompok corak utama.
d) Corak-corak Larangan
Pada batik keraton terdapat corak-corak tertentu yang
hanya diperuntukan bagi kalangan raja dan kerabatnya
saja. Corak-corak ini disebut corak larangan. Artinya,
masyarakat umum yang bukan keturunan ningrat tidak
diperkenankan mengenakannya. Menurut informasi,
sejauh ini hanya keraton Yogyakarta dan Surakarta
yang mengumumkan peraturan seperti itu. Masa awal
pemberlakuan peraturan corak larangan tercatat tahun
1769, 1784, dan 1790 melalui maklumat Sunan Solo.
Corak-corak tersebut adalah: Sawat, Parang Rusak,
Cemukiran, Kawung dan Udan Liris. Sementara itu
pihak keraton Yogyakarta mengeluarkan peraturan
serupa dengan terperinci. Pemilihan corak bergantung
pada tingkat keningratan seseorang.
2) Ragam Hias Pada Batik Kain
Ragam hias batik merupakan ekspresi jati diri dan
lingkungan pembuatnya. Ragam hias menjadi tempat curahan
imajinasi perorangan maupun kelompok masyarakat. Ragam
hias juga menggambarkan cita-cita mereka terhadap hal-hal
39
menerus, maka kebiasaan ini akan menjadi tradisi. Seperti
halnya kebudayaan, ragam hias juga dapat mengalami
perubahan yang dipengaruhi oleh berkembangnya keadaan
lingkungan dan norma yang dianut. Sehubungan dengan itu
ragam hias batik dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu
Batik Keraton dan Batik Pesisiran.
a) Batik Keraton
Batik keraton adalah batik yang tumbuh dan berkembang
didalam lingkungan masyarakat keraton, khususnya
keraton di Jawa Tengah. Ragam hias kelompok batik ini
dibuat atas dasar filsafat kebudayaan Jawa yang mengacu
pada nilai-nilai spiritual dan pemurnian diri. Paham ini
juga memandang manusia dalam konteks keselarasan
dalam semesta alam yang tertib, serasi dan seimbang.
Tata krama Jawa, khususnya di lingkungan keraton
sangat berpengaruh dalam pembuatan batik. Berbagai
ketentuan tentang perilaku turut mengatur keluarga raja
beserta kerabat keraton, baik dalam bertindak, berbicara.
Maupun berbusana.
Perwujudan bentuk yang jelas, teratur dan formal serta
hubungan antara corak utama dengan corak latar
merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan
dalam membuat batik keraton. Oleh karena itu, batik
40
nilai dan makna spiritual, serta perlambangan alam
semesta. Bagi pembatik keraton, membatik adalah
ibadah, suatu seni tinggi yang mengikuti aturan dan
arahan filosofi aristokrasi Jawa. Kesemuanya
menyebabkan batik memiliki daya tarik tersendiri.
Karena itu, hingga kini batik masih digemari masyarakat
dunia.
b) Batik Pesisiran
Batik pesisiran adalah kain-kain batik yang berasal dari
luar benteng keraton. Batik ini mengalami pertumbuhan
yang berbeda dengan batik keraton. Faktor penyebabnya
antara lain adalah masyarakat pembuat batik pesisiran
berasal dari kalangan ini yang tidak berinduk kepada
alam pikiran keraton. Sifat iklim serta kondisi
masyarakat pesisiran berbeda dengan penghuni keraton.
Aktivitas membuat batik bukan pekerjaan utama
masyarakat pesisir. Mereka membuat batik disela-sela
pekerjaan utama, yakni bertani, beternak dan menangkap
ikan. Bagi masyarakat pesisiran kain batik lebih
berfungsi sebagai barang dagangan. Ragam hias yang
dipilih masyarakat pesisiran umumnya sudah dikenal
secara turun-temurun dan menjadi tradisi di daerah
41
2. JENIS-JENIS BATIK KAIN
Semula batik hanya dibuat di atas bahan dengan warna putih yang
terbuat dari kapas yang dinamakan kain mori. Dewasa ini batik yang
sudah menjadi kain tradisional Indonesia juga dibuat di atas bahan lain
seperti sutera, polyester, rayon, dan bahan sintesis lainnya. Di samping
itu, cara pembuatannya juga mengalami perubahan. Selain batik tulis,
kini juga ada batik cap, batik printing, batik painting, dan sablon.
a. Jenis Batik Dilihat Secara Umum
Menurut Murtihadi, sebagaimana yang dikutip oleh Siswati
dalam skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Industri Batik di Kawasan Sentra Batik Laweyan Solo” berpendapat bahwa batik digolongkan menjadi 3 macam.
Yaitu: Batik tradisional, Batik modern, dan Batik Komtemporer.14
1) Batik tradisional yaitu batik yang corak dan gaya motifnya
terikat oleh aturan-aturan tertentu dan dengan isen-isen tertentu
pula tidak mengalami perkembangan atau biasa dikatakan
sudah pakem.
2) Batik modern yaitu batik yang motif dan gayanya seperti batik
tradisional, tetapi dalam penentuan motif dan ornamennya
tidak terikat pada ikatan-ikatan tertentu dan isen-isen tertentu.
3) Batik kontemporer yaitu batik yang dibuat oleh seseorang
secara spontan tanpa menggunakan pola, tanpa ikatan atau
14 Nama: Siswanti, Skripsi “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Industri
42
bebas dan merupakan penuangan ide yang ada dalam
pikirannya. Sifatnya tertuju pada seni lukis.
b. Batik Menurut Proses Pembuatannya
Desain Batik dapat ditengarai juga dari proses pembuatan,
meliputi proses pembatikan dan produksinya. Apresiasi terhadap
desain batik juga terletak pada apresiasi terhadap kesabaran,
ketelitian, ketelatenan dan kretivitas perempuan serta pemrosesan
kain (mencelup, melorotkan lilin sampai proses finishing) oleh
laki-laki.
1) Batik tulis: Batik tulis merupakan jenis batik spesial dan mahal
dibanding batik yang lain, karena didalam pembuatan batik ini
sangat diperlukan keahlian serta pengalaman, ketelitian,
kesabaran, dan juga waktu yang lama untuk menyelesaikan
sebuah batik tulis. Untuk sebuah batik tulis paling cepat dapat
diselesaikan selama dua minggu oleh seorang pembatik, itupun
dikarenakan cuaca yang cerah dan desain motif yang biasa dan
juga tidak terlalu rumit.
2) Batik cetak: Batik cetak atau disebut juga dengan batik cap,
merupakan proses pembatikan yang menggunakan cap atau
alat cetak atau stempel yang terbuat dari tembaga dan pada cap
tersebut telah terpola batik. Sehingga proses pembatikan cetak
(cap) ini dapat jauh lebih cepat dan mudah. Untuk pengerjaan
43
diperlukan waktu satu minggu untuk menyelesaikan proses
pembatikan ini.
3) Batik printing: Batik printing disebut juga dengan batik sablon,
karena proses pembatikan jenis batik ini sangant mirip dengan
proses penyablonan. Motif batik telah di buat dan desain
diprint diatas alat offset/sablon, sehingga dapat sangat
memudahkan pengerjaan batik khususnya pewarnaan dapat
langsung dilakukan dengan alat ini.15
3. MAKNA SIMBOLIS SUATU BENTUK GAMBAR
Meski dalam hal bentuk, fungsi, dan makna batik dapat
dipilah-pilah, namun akan terasa pincang bila membedah makna kreasi seni
batik tanpa membedah juga bentuk-bentuk simbolisnya. Dengan
kaidah seni, bentuk itu menjadi motif atau pola-pola yang bermakna
simbolis filosofis.
Simbol adalah kreasi manusia untuk mengejawantahkan ekspresi
dan gejala-gejala alam dengan bentuk-bentuk bermakna, yang artinya
dapat dipahami dan disetujui oleh masyarakat tertentu. Manusia tidak
dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya tanpa simbol-simbol
karena manusia sebagai makhluk budaya tidak dapat mengekspresikan
jalan pikiran atau penalarannya.
Bentuk adalah segala sesuatu yang memiliki diameter, tinggi, dan
lebar. Bentuk-bentuk dasar yang pada umumnya dikenal adalah bentuk
15
44
kotak (rectangle), lingkaran (circle), segitiga (triangle), lonjong
(elips), dan lain-lain. Pada kategori sifat, bentuk dapat dikategorikan
menjadi tiga16:
a. Bentuk Geometrik
Bentuk-bentuk berupa kubus, lingkaran memanjang berupa
silinder, segitiga berupa kerucut, bentuk-bentuk tersebutlah
yang sering kita sebut bentuk geometrik, bentuk yang segala
sesuatunya dapat diukur.
b. Bentuk Natural
Segala bentuk yang dapat berubah-ubah dan bertumbuh secara
ukuran, serta dapat berubah dan berkembang, itulah yang
dimaksud dengan bentuk natural. Seperti tanaman,
pepohonan, bunga, bahkan manusia.
c. Bentuk Abstrak
Bentuk abstrak merupakan segala sesuatu yang kasat mata,
tidak jelas, dan tidak berdefinisi. Apabila dalam bentuk seni,
dapat berupa bentuk yang tidak sesuai dengan bentuk aslinya.
4. BATIK DAN DAKWAH ISLAM
Batik erat kaitannya dengan penyebaran ajaran islam karena
banyak daerah pusat perbatikan di Jawa adalah
daerah-daerah santri dan batik menjadi alat perjuangan ekonomi
tokoh-tokoh pedagang muslim saat melawan perekonomian Belanda.
45
Pedagang-pedagang pribumi Muslim yang dihimpun oleh Haji
Samanhudi pada saat mendirikan organisasi Serekat Dagang Islam
didominasi oleh pedagang batik.
Salah satu yang terkenal mengenalkan batik ke seantero
masyarakat saat itu adalah putri keraton Solo yang menjadi istri
Kyai Hasan Basri atau yang dikenal dengan nama Kyai Agung
Tegalsari yang mengasuh pesantren Tegalsari Ponorogo Jawa
Timur. Batik yang menjadi bagian dari keraton dibawa oleh istri
Kyai Hasan Basri ke Tegalsari dan oleh pengikut-pengikutnya.
Hingga akhirnya, santri-santri di Tegalsari menyumbangkan
kemampuannya dibidang kepamongan dan agama, serta
penyebaran kemampuan membatik.
Pada masa perkembangan Islam di Nusantara, batik juga
mengalami perkembangan dan mendapat pengaruh yang cukup
besar dari kebudayaan timur tengah khususnya Islam. Batik pada
zaman Islam tetap merupakan karya seni budaya istana.
Perkembangan yang dicapai pada zaman Islam antara lain dengan
diketemukannya ragam hias baru yang bersifat Islami. Ragam hias
Islami yang selalu disebut dalam karya seni Islam pada umumnya
ialah kaligrafi Arab, motif masjid dan motif permadani.
Motif-motif hias Islam itu banyak terdapat pada kain untuk panji,
bendera, hiasan dinding; jadi tidak seperti motif hias lainnya yang
tampil pada hiasan batik untuk pakaian.17