• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN MOTIF BATIK BANYUMASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN MOTIF BATIK BANYUMASAN"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN MOTIF BATIK BANYUMASAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan

guna Melengkapi Gelar Sarjana Seni Jurusan Kriya Seni / Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh

APRIL LIANA PUSPITASARI

C0905003

JURUSAN KRIYA SENI/TEKSTIL

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

KAJIAN MOTIF BATIK BANYUMASAN

Disusun Oleh

APRIL LIANA PUSPITASARI C0905003

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing

Drs. Sarwono, M.Sn NIP. 19590909 198603 1 002

Mengetahui Ketua Jurusan Kriya Seni/Tekstil

(3)

KAJIAN MOTIF BATIK BANYUMASAN

Disusun Oleh

APRIL LIANA PUSPITASARI C0905003

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal 2010

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dra. Sarah Rum Handayani, M. Hum …….. NIP. 19521208 198103 2 001

Sekretaris Dra. Tiwi Bina Affanti …….

NIP. 19590709 198601 2 001

Penguji I Drs. Sarwono, M. Sn ……..

NIP. 19590909 198603 1 002

Penguji II Drs. Felix Ari Dartono, M. Sn …….. NIP. 19581120 198703 1 002

Dekan

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

(4)

PERNYATAAN

Nama : April Liana Puspitasari NIM : C0905003

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Kajian Motif Batik Banyumasan adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi

(kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta,

Yang membuat pernyataan,

(5)

MOTTO

1. Untuk apa kaki bila kau tak berjalan

Untuk apa mata bila tak menatap masa depan

Untuk apa bermimpi bila kau tak melangkah

Untuk apa kesempatan bila kau tak ambil celah

2. Patience calm and sure in everything you do.

3. Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan.

4. Jatuh itu biasa, berusaha bangun dari jatuh baru luar biasa.

5. Jangan tanya apa yg orangtua dapat berikan kepada engkau anakku, tapi

tanyakanlah hatimu apa yg telah dan akan engkau berikan kepada Orangtuamu.

6. Kuolah kata, kubaca makna, kuikat dalam alinea, kubingkai dalam bab sejumlah

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada:

1. Alm Bapak, Ibu serta seluruh keluarga yang telah banyak memberikan dukungan

2. Rekan Mahasiswa Kriya Seni/ Tekstil angkatan 2005

3. Teman-teman wisma Putri Sejati yang telah menjadi keluarga kedua bagi penulis

(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul : Kajian Motif Batik Banyumasan

dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak mengalami

kesulitan dan hambatan. Berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak,

maka penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan lancar. Oleh karena itu,

dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Theresia Widiastuti, M. Sn, Selaku Ketua Jurusan Kriya Seni/Tekstil

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Drs. Sarwono, M. Sn selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, arahan, dan dukungan dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak/Ibu Dosen Seni Rupa, khususnya Jurusan Kriya Seni/Tekstil yang selama

ini telah memberikan ilmu yang berguna dan mendukung penulis dalam

menyelesaikan kuliah di Jurusan Kriya Seni/Tekstil Fakultas Sastra dan Seni

Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Bapak dan Ibu Darmono selaku pemilik usaha Batik Banyumasan di Desa

Pakunden, Bapak Slamet Hadipriyanto selaku pemilik usaha Batik Banyumasan

di Desa Mruyung, Bapak Iskandar Tirtabrata selaku Ketua PERBAIN serta Bapak

(8)

6. Alm. Bapak, Ibu dan seluruh keluarga tercinta serta seluruh teman-teman

angkatan ’05 yang telah memberikan doa dan dukungan dalam penyusunan

skripsi ini.

Semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta bermanfaat

bagi jurusan Kriya Seni/ Tekstil untuk menjadi lebih baik. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat kekurangan,

untuk itu diharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari berbagai

pihak guna memperbaiki kekurangan dan kesalahan.

Surakarta,

(9)
(10)

C. Pengertian Batik ……….. 14

D. Motif Batik ……….. 17

1. Motif Batik Klasik ………. 18

2. Motif Batik Modern ……… 19

E. Desain ………. 20

F. Estetika ……… 22

G. Estetika Timur ……… 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ……… 25

B. Lokasi Penelitian ……… 25

C. Populasi dan Sampel ……….. 25

D. Strategi dan Bentuk Penelitian ……… 26

E. Sumber Data ……….. 27

1. Karya Batik ……… 27

2. Informan ……… 28

3. Dokumen dan Arsip ……….. 28

F. Teknik Pengumpulan Data ……… 29

G. Validitas Data ……… 30

1. Trianggulasi Data ……….. 31

2. Trianggulasi Metode ………. 31

(11)

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Latar Belakang Penciptaan Batik Banyumas ……… 34

B. Jenis, Proses dan Bahan Batik di Banyumas ……… 36

1. Jenis ………. 36

2. Proses ……… 37

3. Bahan ……… 57

C. Analisis Estetika ……… 61

1. Motif Batik Banyumasan ……….. 61

D. Analisis Fungsi Motif Batik Banyumasan ……… 93

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……….. 95

B. Saran ……… 98

DAFTAR PUSTAKA ……….. 100

(12)

DAFTAR SINGKATAN

Alm = Almarhum/almarhumah

M = Masehi

JDF = Japan Design Foundation

Dr = Doktor

M, Sn = Magister Seni

Hjh = Hajah

PERBAIN = Persatuan Batik Indonesia

m = Meter

cc = Centimeter Cubik

cm = Centimeter

TRO = Turkish Red Oil

kg = Kilogram

C = Celcius

VOC = Vereenigde Oost Indische Companie

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Istilah

Lampiran 2. Peta Wilayah Banyumas

Lampiran 3. Motif Batik Banyumasan

Lampiran 4. Surat Keterangan Observasi

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 6. Proses Memberi Isen-isen ……… 44

Gambar 7. Kain yang telah ditemboki ……… 44

Gambar 8. Proses Wedel ………. 45

Gambar 9. Proses Penjemuran Kain ……… 46

Gambar 10. Proses Pelorodan ……… 47

Gambar 11. Proses Penjemuran Tahap Kedua ……… 47

Gambar 12. Proses Mbironi ……… 48

Gambar 13. Proses Nyoga ……….. 49

Gambar 14. Tungku yang Digunakan untuk Melorod ……… 49

Gambar 15. Proses Pencucian Kain ……… 50

Gambar 16. Proses Pencapan Pertama Pada Kain ………. 51

Gambar 17. Bak untuk Proses Pencelupan Pertama ……….. 52

Gambar 18. Proses Penjemuran ………. 53

Gambar 19. Proses Cap Tahap Kedua ………... 54

Gambar 20. Proses Pewarnaan Tahap Kedua ……….... 54

Gambar 21. Bahan aci yang digunakan pada proses sebelum pelorodan …….. 55

(15)

Gambar 23. Proses Menjemur Kain ………. 56

Gambar 24. Kain Mori untuk Pembuatan Batik Banyumasan ………. 58

Gambar 25. Lilin Batik ……… 60

Gambar 26. Motif Jonas Ukel ………... 61

Gambar 27. Pecah Pola yang Membentuk Motif Burung ……….. 62

Gambar 28. Pecah Pola yang Membentuk Motif Belah Ketupat ………. 62

Gambar 28. Pecah Pola yang Membentuk Motif Pinggiran ………. 63

Gambar 29. Pecah Pola yang Membentuk Motif Bunga ………... 63

Gambar 30. Motif Ayam Puger ………. 67

Gambar 31. Pecah Pola Motif Ayam Puger ……….. 67

Gambar 32. Motif Ayam Puger yang telah Mengalami Perkembangan ……… 70

Gambar 33. Motif Godong Telo ……… 72

Gambar 34. Pecah Pola Motif Godong Telo ………. 72

Gambar 35. Motif Jahe Srimpang ………. 74

Gambar 36. Pecah Pola yang Membentuk Motif Jahe ………... 74

Gambar 37. Motif Jahe Srimpang yang Telah Mengalami Perubahan ……….. 76

Gambar 38. Motif Jahe Srimpang yang Telah Mengalami Perkembangan …… 77

Gambar 39. Bentuk Modifikasi dari Motif Jahe Srimpang ... 79

Gambar 40. Motif Kawung Ketib dengan Lung-lungan ……… 80

Gambar 41. Pecah Pola motif Kawung Ketib dengan Lung-lungan ………... 80

Gambar 42. Motif Kawung Ketib ……….. 83

Gambar 43. Motif Parang Bebek ……… 85

(16)

Gambar 45. Motif Kekayon ………. 87

Gambar 46. Pecah Pola yang Membentuk Motif Naga ……… 87

Gambar 47. Pecah Pola berupa Isen-Isen Testes ………. 88

Gambar 48. Pecah Pola berupa Isen-isen Sawut ………. 88

Gambar 49. Motif Lumbon ………. 90

Gambar 50. Pecah Pola Motif Lumbon ………. 90

Gambar 51. Motif Lumbon telah Mengalami Perkembangan ……… 91

(17)

ABSTRAK

April Liana Puspitasari, Kajian Motif Batik Banyumasan, Skripsi: Jurusan Kriya Seni/ Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu (1) Bagaimana Latar belakang dalam penciptaan batik Banyumasan?

(2) Bagaimana jenis, proses dan fungsi batik Banyumasan? (3) Bagaimana kajian estetis dalam batik Banyumasan?

Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui, (1) latar belakang dalam penciptaan batik Banyumasan (2) jenis, proses dan fungsi batik Banyumasan (3) kajian estetis pada batik Banyumasan.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Lokasi penelitian meliputi Desa Mruyung, Desa Pakunden dan Daerah Sokaraja. Sample yang dipakai adalah

purposive sampling. Bentuk dan strategi penelitian adalah studi kasus tunggal yang meliputi self report dan observasi. Sumber data yang digunakan adalah informan, tempat atau lokasi penelitian, dokumen dan arsip serta foto. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi dan wawancara. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis interaktif.

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa latar belakang penciptaan batik di Banyumas tercipta karena adanya Kademangan-kademangan atau Kadipaten atau sekarang disebut dengan Kabupaten di daerah Banyumas. Kabupaten ini diibaratkan sebagai kerajaan sehingga memunculkan tradisi membatik dan para pengrajin batik di daerah Banyumas. Hal lain yang melatarbelakangi terciptanya Batik Banyumas yaitu karena adanya para pengungsi dari Kerajaan Mataram. Selain para Demang, para pengikut Pangeran Diponegoro guna mencukupi kebutuhan pakaian maka mereka juga membuat batik. Pengikutnya yang terkenal yaitu Najendra dan beliaulah yang mengembangkan batik celup di daerah Banyumas.

Terdapat 2 jenis batik di Banyumas yaitu batik tulis dan batik cap. Media pada pembuatan batik tulis dengan menggunakan canting, batik cap dengan menggunakan cap atau canting cap. Baik canting tulis maupun cap mempunyai persamaan yaitu sama-sama terbuat dari bahan plat tembaga. Bedanya hanya pada bentuknya yaitu canting tulis yang berukuran kecil, berbentuk seperti kepala burung sedangkan pada canting cap berukuran besar dan berbentuk seperti stempel.

Proses pembuatan batik Banyumasan baik pada batik tulis maupun batik cap pada dasarnya sama, yaitu sama-sama menggunakan alat yang berupa canting tulis atau

(18)

dan mencolet tetapi pada batik cap pewarnaannya hanya dilakukan dengan teknik celupan.

Fungsi batik yang semula hanya digunakan dalam upacara-upacara ritual sekarang banyak digunakan untuk aktivitas-aktivitas yang lain dalam kehidupan sehari-hari begitu pula yang terjadi pada Batik Banyumasan. Pada masa kejayaannya yaitu pada sekitar tahun 70an, Batik Banyumasan berfungsi sebagai identitas para raja. Artinya bahwa Batik Banyumasan hanya boleh digunakan oleh kaum bangsawan sebagai simbol status sosial seseorang namun sekarang semua lapisan masyarakat bisa mempergunakan.

Kajian estetis dalam batik Banyumasan sangat beraneka ragam yang dapat dilihat dari segi motif, warna, bentuk secara visual maupun nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Seni batik adalah salah satu warisan budaya masyarakat Banyumas. Jika dilihat

dari segi estetika, maka seni batik tidak dapat dipisahkan dengan nilai batik dalam

kehidupan masyarakat. Batik selain berfungsi untuk melindungi badan dari pengaruh

iklim, cuaca serta serangan dari binatang kecil, juga dapat menunjukkan tingkat

peradaban dan budaya dari masyarakat pendukungnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

motif batik Banyumasan. Motif-motif tersebut terkandung gagasan, ide-ide,

norma-norma, nilai etika dan estetika yang secara umum menggambarkan keadaan budaya

masyarakat.

Batik Banyumas mempunyai sejarah yang tidak terlepas dari budaya asli

Banyumas maupun pengaruh budaya lain seperti Surakarta, Yogyakarta dan Pekalongan.

Dari informasi para sesepuh dan penggiat batik Banyumas, disebutkan bahwa batik

Banyumas berasal dari adanya Kademangan-Kademangan di Daerah Banyumas dan juga

adanya pengikut Pangeran Diponegoro yang mengungsi di Daerah Banyumas.

Motif-motif yang berkembang sekarang ini antara lain Lumbon (lumbu), Jahe serimpang,Ayam

puger, Sekarsurya, Sidoluhung, Cempaka mulya, Kawung jenggot, Madu bronto, Satria

busana, Pring sedapur, Kopi susu, Gambang sulung, Blaburan kantil, Gondosuli putih,

Limaran, Tirtatejo, Bondowono dan lain sebagainya..

Pentingnya penelitian ini yaitu agar didapat suatu pengetahuan serta wawasan

(20)

dipertahankan keberadaannya. Dengan mengerti dan memahami nilai-nilai yang

terkandung dalam batik Banyumasan baik dari latar belakang penciptaan batik

Banyumasan, jenis, proses, fungsi serta kajian estetis yang terdiri dari bentuk motif,

warna dan corak maka akan tercipta suatu rasa untuk menyayangi dan mencintai

kebudayaan bangsa sendiri. Dalam proses penelitian inilah yang menjadi sangat penting

dilakukan sebagai wujud kepedulian terhadap kebudayaan Indonesia termasuk di

dalamnya kain tradisi seperti Batik Banyumasan. Hal ini sangat penting karena jika

kain-kain tradisi seperti Batik Banyumasan ini sudah tidak mendapat respon dari bangsa

sendiri maka tidak menutup kemungkinan bahwa suatu kebudayaan tradisi di Negara ini

akan cepat punah. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya suatu penelitian mengenai

masalah yang menyangkut tentang berbagai macam kebudayaan di Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan diteliti adalah :

1. Bagaimana latar belakang penciptaan Batik Banyumasan ?

2. Bagaimana jenis, proses dan fungsi Batik Banyumasan ?

3. Bagaimana kajian estetis dalam Batik Banyumasan ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui latar belakang penciptaan Batik Banyumasan

(21)

3. Mengetahui kajian estetis pada Batik Banyumasan

D. Manfaat

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi kepentingan berbagai pihak,

antara lain :

1. Bagi Penulis

Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang Batik Banyumasan sehingga

penulis dapat mengaplikasikannya kepada masyarakat luas.

2. Lembaga Pendidikan

a. Menambah referensi pengetahuan dan wawasan mengenai Batik

Banyumasan khususnya bagi para Mahasiswa di Jurusan Kriya Seni/

Tekstil, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta

b. Memberikan masukan, dokumentasi sehingga pengajaran di Jurusan Kriya

Seni/Tekstil Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret

akan semakin mengalami perkembangan.

3. Bagi Masyarakat

a. Memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai batik Banyumasan

b. Diharapkan dapat memberi sumbangan pemahaman dan upaya pelestarian

budaya batik Banyumasan bagi masyarakat untuk dapat dikembangkan

(22)

Diharapkan dapat meningkatkan kreatifitas dalam menciptakan beragam jenis

kain batik Banyumasan agar terus mampu berkembang di dunia pertekstilan

(23)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Sejarah Batik

Menurut Soesanto dalam (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ronggowarsito,

2004 : 33) mengenai batik yaitu bahwa:

Masih banyak kesimpangsiuran dalam menentukan asal mula batik di Indonesia. Menurut analisis beberapa ahli asal-usul batik di Indonesia berasal dari India, Cina, Bangkok, Persi maupun Turkestan Timur. Seorang ahli bernama Rouffaer menyebutkan bahwa awal mula batik di Indonesia, khususnya di Jawa berasal dari India dibawa oleh para pedagang. Pendapat tersebut oleh para ahli lain diragukan kebenarannya. Berkaitan dengan hal itu, seorang ahli batik, Kuswadji Kawindrosusanto, menerangkan bahwa orang yang mengatakan batik berasal dari India kemungkinan didasarkan atas cara kerja dan kemiripan bentuk dari jenis alat yang digunakan. Di India batik dibuat dengan menggunakan kuas atau jegul.

Batik tidak dapat diartikan sama dengan satu dua kata ataupun padanan kata tanpa

penjelasan lanjut. Karena batik merupakan suatu proses yang panjang mulai dari melukis

motif hingga sampai pada tahap akhir nglorod.

Terdapat beberapa pendapat yang berbeda-beda berkaitan dengan sejarah asal

mula batik Indonesia. Pendapat tersebut antara lain :

Menurut Sutjipto Wirjosuparto yaitu bahwa “Bangsa Indonesia sebelum bertemu

dengan kebudayaan India, telah mengenal aturan-aturan untuk menyusun syair, mengenal

teknik untuk membuat kain batik, mengenal industri logam, penanaman padi di Sawah

dengan jalan pengairan dan suatu pemerintahan yang teratur”. (Sutjipto Wirjosuparto,

(24)

Menurut Dr. Alfred Steinnmann yang mengemukakan bahwa semacam batik

terdapat pula di Jepang pada zaman dynasty Nara sampai abad pertengahan, yang disebut

Ro-Kechi, di China pada zaman dynasty Tiang yang disebut Miao, di Bangkok disebut

dengan istilah Phanung dan di Rusia/ Turkestan Timur yang disebut Bhokara yang

sebagian besar merupakan motif geometris.

Selain itu, terdapat pula sejenis kain batik yang dibuat dengan proses lukisan lilin

yaitu dari Palikat dan Gujarat yang disebut dengan Kain Pelekat dan mencapai

puncaknya pada abad ketujuh belas sampai dengan abad kesembilan belas.

Menurut pendapat dari Sewan Susanto yaitu “Ditinjau dari seni ornamen

Indonesia, maka tidak terdapat persamaan seni ornamen dalam batik Indonesia dengan

ornamen-ornamen dalam batik dari India. Misalnya di India tidak terdapat tumpal, pohon

hayat, Garuda dan isen cecek sawut. (Sewan Susanto, 1980: 307).

Dalam bukunya De Batik Kunst, Rouffaer mengutarakan pendapatnya yaitu

bahwa asal mula batik Jawa berasal dari luar yang dibawa oleh para pedagang dari

Kalinga Koromandel dan mulai berpengaruh di Jawa kurang lebih sekitar 400 M-1222 M

pada masa Kerajaan Daha di Kediri. Setelah itu pada 1400 M mulai terjadi perubahan dan

meluas pengaruh islam di Jawa pada 1518 M yang mengakibatkan perkembangan Batik

Jawa menjadi bebas dan berdiri sendiri.

Berdasarkan beberapa penelitian dan berbagai pendapat mengenai Sejarah batik

Indonesia yang telah mengalami perkembangan, maka pendapat Rouffaer yang

menyatakan bahwa batik Indonesia berasal dari India menjadi diragukan kebenarannya.

Hal ini dikarenakan bahwa pada saat Rouffaer mengadakan penelitian dan di berbagai

(25)

tidak diketahui bahwa sebenarnya terdapat semacam batik di Negara Tiongkok yang pada

masa itu Negara Tiongkok berhubungan dengan Kerajaan Sriwijaya sekitar abad

kedelapan.

Batik merupakan suatu cara pemberian motif di atas kain dengan menggunakan

teknik pencapan rintang. Bahan perintang yang digunakan agar kain tidak terwarnai pada

saat dicelup yaitu lilin yang bersifat menolak air. Teknik tersebut dapat pula disebut

sebagai wax resist printing dan hasilkainnya disebut dengan kain batik.

Penggunaan teknik wax resist printing dalam pemberian motif pada kain akan

menimbulkan bentuk-bentuk motif yang khas , yang hanya dapat dicapai dengan

menggunakan teknik pencapan rintang dengan perintang lilin. Motif-motif yang khas

inilah yang dikenal sebagai motif batik.

B.

Jenis Batik berdasarkan Wilayah

Peran sebuah kerajaan mulai dari kerajaan Hindu sampai dengan kerajaan

Mataram islam menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan batik di

Indonesia.

Menurut Yahya dalam (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ronggowarsito, 2004 :

38) yaitu bahwa ”Dalam kerajaan telah ada dikotomi tentang seni yaitu seni untuk raja,

seni untuk priyayi agung serta seni untuk kawula alit”.

Terdapat anggapan bahwa seni dari dalam keraton merupakan seni yang paling

indah dan menjadi panutan masyarakat meskipun dapat dimungkinkan bahwa seni dari

dalam keraton tersebut merupakan hasil seni pinggiran dari kawula alit yang diklaim

(26)

Sementara itu, Raja seringkali memerintahkan para perajin untuk membuatkan

batik dengan motif-motif tertentu untuk memenuhi kebutuhan dan kelestarian batik di

dalam istana. Akibat hal ini maka di lingkungan keraton atau istana muncul perajin batik.

Hubungan yang cukup harmonis antara kalangan istana dengan perajin yang berada di

luar istana menyebabkan seni batik cukup berkembang dengan subur sehingga ragam

hias batik yang ada dikelompokkan berdasarkan asal batik tersebut dibuat yaitu sebagai

berikut :

1. Gaya Ragam hias batik pesisiran

Gaya ragam hias batik daerah pesisiran adalah batik dengan berbagai motif yang

dibuat di daerah pesisir utara Pulau Jawa seperti Pekalongan, Batang, Lasem (Rembang).

Contoh batik yang termasuk dalam Gaya Ragam hias batik pesisiran yaitu :

a. Batik Pekalongan

Berdasarkan keterangan dalam buku Gaya Ragam Hias Batik yang

diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ronggowarsito yaitu bahwa

“Asal-usul keberadaan batik di Pekalongan tidak diketahui secara pasti namun

demikian yang jelas di daerah tersebut keberadaan batik tidak lepas dari pengaruh

beberapa pihak diantaranya Cina, bangsa Arab keraton Solo-Yogya, Belanda

maupun jepang”. (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ronggowarsito, 2004 : 42).

Berlabuhnya bangsa Cina untuk melakukan perdagangan mengakibatkan

adanya akulturasi budaya antara bangsa Indonesia dan bangsa China. Adanya

akulturasi budaya di Daerah Pekalongan salah satunya dapat dilihat pada seni

(27)

terlihat pada motif batik yang bergaya Cina yang biasa disebut dengan istilah

Batik Encim. Tata warna khas Cina seperti tata warna porselin, bunga mawar dan

Simbol-simbol Cina seperti naga, kupu-kupu, banji dan lain sebagainya menjadi

ragam hias pada Batik ini.

Selain itu terdapat pula pengaruh pendatang lain yaitu pada zaman

Belanda. Pada masa itu, Pekalongan dijadikan sebagai tempat produksi utama

batik Belanda atau Batik Indo-Eropa. Pengusaha batik keturunan Belanda menjadi

penyumbang besar bagi perkembangan Batik di Pekalongan. Ragam hias dan

komposisi pewarnaan batik dikreasikan dengan motif-motif yang berkembang di

Eropa sehingga tercipta gaya khas Pekalongan atau pesisiran.

Menurut Veldhuisen dalam (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Ronggowarsito, 2004 : 45) yaitu:

Bangsa Belanda yang telah kalah perang dengan Jepang, ternyata mempengaruhi gaya batik Pekalongan yang juga tak berhenti begitu saja, namun menyesuaikan dengan pengaruh Jepang. Pada saat itu lahir Batik Jawa Hokokai. Nama Hokokai diambil dari nama organisasi propaganda Jepang. Propaganda dan telah mengindoktrinisasi penduduk yang berusia di atas 14 tahun dengan gaya Jepang. Pada saat itu Batik Hokokai dibuat di pabrik milik orang Indo-Eropa, Indo-Arab dan peranakan yang sudah terkenal sebelumnya sedangkan para pengusaha batik yang tidak mau menurut perintah Jepang akan ditangkap dan dipenjara.

b. Batik Batang

Sejarah batik di Batang tidak jauh berbeda dengan sejarah batik di

Pekalongan dikarenakan kedekatan wilayah administratife antara Batang dan

Pekalongan. Walaupun terdapat kedekatan wilayah antara Batang dan Pekalongan

serta sebagian besar pekerja batik di Pekalongan berasal dari kota Batang tetapi

(28)

Batik Pekalongan telah lebih dahulu terkenal daripada batik Batang sehingga

batik Batang kalah bersaing.

c. Batik Lasem

Tidak dapat diketahui secara pasti mengenai asal-usul batik Lasem. Akan

tetapi keberadaan batik Lasem erat kaitannya dengan datangnya bangsa asing

terutama bangsa Cina. Berdasarkan catatan sejarah yaitu bahwa orang Cina

pertama kali mendarat di Indonesia berada di Lasem yang kemudian berlanjut ke

Kudus, Demak dan seterusnya.

Kampung Pecinan yang terdapat di daerah Lasem sebagian besar

merupakan rumah-rumah tua berpagar tembok tinggi dan kokoh dengan corak

khas Cina. Di balik tembok yang kokoh itulah mereka melakukan aktivitas

membuat batik dengan pekerjanya yang sebagian dari penduduk pribumi.

Terdapat dua jenis batik di Lasem sebagai akibat aktivitas perbatikan yang

dikuasai oleh kaum Cina yang terdiri dari batik dengan selera Cina dan batik

dengan selera pribumi. Batik dengan selera pribumi juga dibagi lagi menjadi 2

bagian yang antara lain terdiri dari :

1. Motif Laseman

Wilayah Lasem merupakan daerah yang memiliki prosentase

tertinggi untuk kadar garam di Indonesia sehingga pohon mengkudu yang

ditanam di daerah tersebut menghasilkan buah mengkudu dengan warna

merah darah, yang tidak dihasilkan di daerah lain. Warna merah darah

(29)

Batik motif laseman ini merupakan jenis batik untuk selera

pribumi, yang bercirikan warna latar putih ecru atau putih kecoklatan

dengan warna pelengkapnya yaitu merah, biru tua, hijau, kuning dan krem.

Batik laseman ini menggunakan ragam hias dominan burung dalam

bentuk stilasi flora serta terdapat motif pelengkap berupa ceplok bunga,

sulur dan daun serta Isennya bermotif mrutu sewu sebagai motif latar kain.

2. Motif Bang Biru

Motif bang biru ini memiliki ciri warna latar berwarna putih ecru

atau putih kecoklatan, dengan ragam hias berwarna merah. Motif hias berbentuk burung phoenik dan tumbuh-tumbuhan. Pada sebagian daun dan ekor dari burung berwarna biru tua. Bagian pinggir bermotif untu walang dan garis tegak pendek-pendek. Bentuk motif tersebut termasuk jenis batik Laseman untuk selera Cina. (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ronggowarsito, 2004 : 121).

2. Gaya Ragam hias batik pedalaman

Gaya ragam hias batik daerah pedalaman adalah batik dengan berbagai macam

motif tertentu yang di buat di daerah pedalaman seperti Banyumas, Klaten maupun

Surakarta.

a. Batik Surakarta

Keraton menjadi salah satu peran penting dari keberadaan kota Surakarta.

Vorstenlanden merupakan istilah bagi daerah keraton pada zaman Belanda.

Keraton merupakan pusat segala tradisi, adat istiadat dan kebudayaan Hindu

Jawa. Oleh karena itu keraton dapat disebut pusat pemerintahan, agama, dan

kebudayaan. Membatik merupakan salah satu bentuk kebudayaan dan keberadaan

(30)

bagi kaum wanita keraton telah dikenalkan tradisi membatik termasuk juga para

abdi dalemnya dan raja mempunyai peran yang besar dalam melestarikan seni

batik di kalangan keraton maupun rakyat jelata.

Salah satu bentuk peran raja adalah adanya peraturan dalam pemakaian batik untuk acara-acara tertentu serta adanya perintah raja untuk membuat motif tertentu bagi kalangan Keraton. Akibat perintah raja tersebut menjadikan pembatik muncul dimana-mana di sekitar Keraton dan mempengaruhi pemakaian pakaian bagi rakyat jelata (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Museum Ronggowarsito, 2004 : 40).

b. Batik Klaten

Terciptanya batik Klaten erat kaitannya dengan keberadaan keraton

Surakarta. Sejak dahulu daerah Klaten khususnya daerah Bayat merupakan sentra

batik dan pesanan batik dari kalangan keraton maupun kawula alit dari Surakarta

banyak dibuat di daerah tersebut.

c. Batik Yogyakarta

Terdapat perbedaan antara batik Jogjakarta dan Surakarta yaitu terletak

pada warnanya. Batik Jogja berwarna putih dengan corak hitam, sedangkan batik

Solo berwarna kuning dengan corak tanpa putih.

Penggunaan kain batik ini pun berbeda-beda. Di Kraton Jogja, terdapat

aturan yang pakem mengenai penggunaan kain batik ini. Untuk acara perkawinan,

kain batik yang digunakan haruslah bermotif Sidomukti, Sidoluhur, Sidoasih,

Truntum, ataupun Grompol. Sedangkan untuk acara mitoni, kain batik yang boleh

dikenakan adalah kain batik bermotif Picis Ceplok Garudo, Parang Mangkoro,

(31)

d. Batik Banyumas

Tidak ada keterangan yang pasti mengenai asal-usul batik di Banyumas.

Berdasarkan informasi pengamat kebudayaan di Banyumas yaitu bahwa Batik

Banyumasan berasal dari adanya kademangan-kademangan atau kadipaten di

daerah Banyumas dan para pengungsi dari kerajaan Mataram.

Guna mencukupi kebutuhan pakaian maka para pengikut Pangeran

Diponegoro serta para Demang juga membuat batik. Akibat keahlian membatik di

lingkungan keraton disebarkan dan dihidupkan di daerah Banyumas, maka

tampak adanya motif-motif yang menyerupai motif dari Yogyakarta dan Solo.

Kekuasaan kademangan atau kadipaten diibaratkan sebagai raja kecil di

daerah sehingga para bangsawan atau kaum ningrat berkeinginan menciptakan

batik tulis untuk memenuhi kebutuhan pakaian di lingkungannya.

“Keluarga ningrat yang menaruh perhatian pada seni batik adalah

Pangeran Aria Gandasubrata, Bupati Banyumas (1913-1933)”. (Dinas Pendidikan

dan Kebudayaan Museum Ronggowarsito, 2004 : 39).

Sseorang misionaris Belanda yang bernama Van Osterom masuk ke

daerah Banyumas memperkenalkan batik Banyumasan di kalangan bangsa

Belanda atau orang manca dan hal inilah yang menyebabkan perkembangan batik

Banyumasan semakin maju dan dikenal dunia luar. Motif-motif batik dimodifikasi

sedemikian rupa untuk memenuhi minat batik bagi bangsa Belanda atau orang

manca. Gaya batiknya menyerupai batik gaya Solo-Yogya, namun diberi warna

tambahan terutama warna merah dan biru serta biasanya batik tersebut ada tulisan

(32)

C.

Pengertian Batik

Menurut pendapat dari Didik Riyanto mengenai pengertian batik yaitu bahwa

“Batik asal kata dari “Mbatik” (Jawa) yang artinya ialah membuat titik-titik. Jadi seni

batik adalah titik-titik yang diusahakan atau diciptakan manusia sehingga menimbulkan

rasa senang atau indah baik lahir maupun batin”. (Didik Riyanto, 2002: 5)

Batik adalah suatu gambar yang berpola, corak dan motifnya dibuat secara khusus

dengan menggunakan teknik tutup celup. Dalam proses teknik tutup celup menggunakan

bahan malam dan alatnya adalah canting tulis, canting cap, kuas atau alat lainnya. Proses

pembuatan dilakukan dengan ditulis, dicap atau dilukis pada kain mori, katun, sutera dan

lain sebagainya.

Menurut Shadily dalam (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Museum

Ronggowarsito 2004 : 31), batik adalah suatu cara melukis di atas kain (mori, katun,

teteron katun, adakalanya kain sutera dll) dengan cara melapisi bagian-bagian yang tidak

berwarna dengan lilin yang disebut juga malam (bahasa Jawa: lilin), yang biasanya dibuat

dari lilin lebah yang kuning dicampur dengan parafin damar atau colophonium.

Dalam proses pembuatan batik tulis menggunakan alat perlengkapan yang biasa

disebut dengan gawangan. Gawangan merupakan semacam rak yang terbuat dari kayu

atau bambu dan harus sedemikian rupa sehingga mudah dipindah-pindah dan harus

ringan tetapi kuat. Gawangan ini berfungsi untuk membentangkan mori agar mudah

dibatik dan jika akan dilakukan dengan proses cap maka kain dibentangkan di atas meja

yang sudah dilapisi kasa dan dicap. Pembuatan batik tulis dilakukan dengan memakai

(33)

dilakukan dengan mencap mori menggunakan alat cap atau semacam tembaga bertangkai

yang telah dicelupkan dengan lilin cair panas dan ditempelkan pada kain.

Berdasarkan seminar Nasional tentang Batik pada tanggal 12 Maret 1996 di

Jakarta maka telah dilakukan standart nasional mengenai pengertian batik yaitu:

Menurut Syafrina dalam (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Museum

Ronggowarsito 2004 : 32) “pengertian batik yaitu seni kain yang menggunakan proses

perintang lilin atau malam sebagai bahan media untuk menutup permukaan kain dalam

proses pencelupan warna”.

Dari pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa batik merupakan

sebuah kain bermotif yang dalam proses pembuatannya dengan menggunakan lilin atau

malam. Oleh karena itu apabila sehelai kain bercorak batik tidak dapat disebut batik

apabila tidak menggunakan proses perintang lilin atau malam sehingga kain tersebut

hanya disebut kain bercorak batik

Berdasarkan dari asal katanya, kemungkinan kata batik berasal dari aktivitas

orang saat menggambar kain berbentuk titik. Kata matik sebagai kata kerja yang artinya

merupakan aktivitas membuat titik. Ma sebagai awalan artinya perbuatan mengerjakan

sesuatu yang kemudian berkembang dari kata matik menjadi mbatik dan akhirnya batik.

Menurut Veldhuisen dalam (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Museum

Ronggowarsito 2004 : 32) yaitu bahwa:

(34)

D.

Motif Batik

Motif batik merupakan pola atau corak pada kerangka gambar yang mewujudkan

batik secara keseluruhan. Motif batik dibagi menjadi dua bagian yang terdiri dari

ornamen motif batik dan isen motif batik.

Ornamen motif batik terdiri dari ornamen utama dan ornamen tambahan atau

ornamen pelengkap. Ornamen utama merupakan ornamen pokok yang membentuk arti

atau jiwa dalam motif batik tersebut sedangkan ornamen tambahan tidak membentuk arti

atau jiwa dalam pola tersebut dan hanya berfungsi sebagai pengisi bidang.

Isen motif batik merupakan hiasan yang berupa titik-titik, garis-garis atau

gabungan titik dan garis yang berfungsi untuk memperindah atau menambah ragam hias

pada motif batik. Biasanya isen dalam seni batik mempunyai bentuk dan nama tertentu

dan mempunyai jumlah yang banyak.

Bila ditinjau dari segi paham Jawa Kuno maka ornamen mempunyai arti yang

antara lain terdiri dari unsur bumi atau tanah, api, air, angin dan mahkota atau penguasa

tertinggi. Unsur bumi atau tanah disimbolkan dengan bentuk meru, unsur api yang

melambangkan nyala api disimbolkan dengan bentuk berupa lidah api, unsur air yang

disebut juga tirta disimbolkan dengan bentuk ular atau naga, unsur angin atau maruta

disimbolkan dalam bentuk burung dan mahkota atau penguasa tertinggi disimbolkan

dalam bentuk garuda atau lar garuda.

Jika ditinjau dari paham kebudayaan Hindu Indonesia maka ornamen terdiri dari

beberapa unsur yang disimbolkan dengan bentuk burung, pohon dan ular. Burung

melambangkan dunia atas, pohon melambangkan dunia tengah dan ular melambangkan

(35)

Maksudnya yaitu apabila pengendalian hidup manusia itu salah maka akan masuk

dunia bawah atau lembah kesengsaraan, dunia tengah menggambarkan hidup manusia

yang tidak kekal sedangkan apabila pengendalian hidupnya dapat mencapai kebenaran

maka manusia itu akan masuk dunia atas atau kemuliaan abadi

Maka dapat disimpulkan bahwa motif tersebut secara keseluruhan

menggambarkan bahwa hidup itu tidak gampang, dan kesengsaraan atau kemuliaan

merupakan suatu hasil dari perbuatan dan pengendalian hidup dari manusia itu sendiri.

Motif-motif batik klasik pada umumnya mempunyai dua macam keindahan yaitu :

a. Keindahan visual, yaitu rasa indah yang diperoleh karena perpaduan yang harmoni dari susunan bentuk dan warna melalui penglihatan atau panca indera.

b. Keindahan jiwa atau keindahan filosofis, yaitu rasa indah yang diperoleh karena susunan arti lambang ornamen-ornamennya yang membuat gambaran sesuai dengan paham yang dimengertinya. (Sewan Susanto, 1980: 212-213).

1. Motif Batik Klasik

Batik klasik atau batik tradisi merupakan batik yang susunan motifnya terikat oleh

suatu ikatan tertentu dan dengan isen-isen tertentu. Bila menyimpang dari ikatan yang

sudah menjadi tradisi itu maka dikatakan menyimpang dari batik yang artinya

menyimpang dari batik tradisional.

Berdasarkan susunan dan bentuk ornamen maka di dalam motif batik klasik

dibagi menjadi 2 golongan yang terdiri dari motif batik geometris dan motif batik

nongeometris. Motif geometris yang antara lain terdiri dari motif banji, motif ganggong,

motif ceplokan, motif anyaman serta motif parang dan lereng dan motif batik

(36)

Apabila dilihat dari ornamennya maka golongan semen terdiri dari 3 susunan

motif yaitu motif semen yang hanya tersusun dari ornamen tumbuhan, motif semen yang

tersusun dari ornamen tumbuhan dan binatang serta motif semen yang tersusun dari

ornament tumbuhan, binatang dan lar-laran atau binatang bersayap.

2. Motif Batik Modern

Batik Modern adalah semua jenis batik yang motif dan gayanya tidak seperti batik

tradisional. Dalam batik modern yang biasa disebut dengan istilah batik gaya baru ini

lebih bersifat bebas serta tidak terdapat suatu ikatan tertentu dan isen-isen tertentu. Dalam

batik modern gambarnya tidak berulang dan pada bagian kain yang satu dengan kain

yang lain tidak akan sama.

Batik modern mulai muncul dan terkenal pada tahun 1967. Pola dasar yang

diperoleh dari batik ini merupakan pola lukisan lilin pada kain dan kemudian diselesaikan

secara batik yaitu diberi isen-isen, cecek, ukel dan garis-garis atau sesuatu ornamen.

Dalam batik modern dibagi menjadi beberapa gaya yang antara lain terdiri dari

gaya abstrak dinamis, gaya gabungan, gaya lukisan dan gaya khusus dari cerita lama.

Gaya abstrak dinamis misalnya menggambarkan burung terbang, ayam tarung, garuda

melayang, ledakan senjata, loncatan panah, rangkaian bunga dan sebagainya. Gaya

gabungan, yaitu pengolahan dari berbagai daerah sehingga menciptakan suatu rangkaian

yang indah. Gaya lukisan yang menggambarkan serupa lukisan seperti pemandangan,

bentuk bangunan dan sebagainya dan diisi dengan isen yang diatur rapi sehingga

(37)

diambil dari Ramayana, atau Maha Bharata dan terkadang seperti gaya campuran antara

real dan abstrak.

E. Desain

“Desain mencakup semua karya manusia yang sangat luas serta mencakup semua

upaya gagasan dan persepsi”. (Nanang Rizali, 2006 : 12).

Menurut JDF (Japan Design Foundation) dalam (Nanang Rizali, 2006 : 20),

terdapat lima kriteria desain produk yang baik (good design) yaitu :

a) Appearance : form, color, pattern and the like beautifully combined as whole, and must be original.

b) Function : must be functional, convenient and easily maintained c) Quality : must offer efficiency trough use of proper materials and

give adequate satisfaction regarding the level of the quality expected from the commodity.

d). Safety : full confideration must be given to the safety of the product.

e). Others : suitability for production, reasonable price, etc.

1. Appearance yang berarti rupa/perwajahan : maksudnya suatu karya tekstil yang

dalam hal ini adalah karya batik yang mempunyai bentuk, warna, pola dan seperti

gabungan keindahan sebagai keseluruhan dan harus yang asli.

2. Function yang berarti fungsi : harus fungsional, tepat dan dapat dipelihara dengan

mudah.

3. Quality berarti kualitas : harus siap menawarkan penggunaan yang efisien dari

bahan yang sepantasnya dan memberi cukup kepuasan berkenaan dengan tingkat

kualitas tenaga kerja yang diharapkan dari barang dagangan utama.

4. Safety berarti keselamatan : kepercayaan penuh harus diberikan untuk

(38)

5. Others : pantas tidaknya untuk produksi, layak harga.

Terdapat lima kriteria sentuhan-sentuhan estetis pada perwajahan (appearance)

yaitu :

a) Bentuk : Merupakan totalitas rupa produk. Dalam hal ini yaitu Motif

batik Banyumasan dengan berbagai bentuk motifnya.

b) Warna : Warna sogan khas Banyumasan adalah coklat sedikit kuning

kemerahan dan demikian pula warnalatar dengan nuansa yang lebih muda. Warna

latar ini diadaptasi dari daerah Ciamis, Tasikmalaya dan Garut dengan nuansa

warna yang lebih kuning lembut.

c) Detail : Detail atau bagian-bagian dari produk dapat dilihat pada

berbagai jenis isen-isen yang terdapat pada motif batik Banyumasan.

d) Ukuran : Dalam hal ini merupakan ukuran besar kecilnya bentuk motif

batik Banyumasan baik dilihat dari ornamen utama maupun ornamen tambahan

yang berkaitan dengan suatu nilai estetis sehingga menciptakan kenyamanan

dalam pemakaian sekaligus keamanan.

e) Daya Pikat/kesan : Suatu rasa yang dapat membangkitkan perasaan senang bagi

yang memandangnya sehingga suasana yang demikian akan menstimulur daya

pikat untuk memandang, menentukan pilihan terhadapnya, atau setidak-tidaknya

mendorong timbulnya ungkapan bahwa Batik Tradisi Banyumasan tersebut indah

atau menarik.

F. Estetika

(39)

melibatkan indera tetapi juga proses psikofisik seperti asosiasi, pemahaman, khayal, kehendak dan emosi. Pada awalnya estetika adalah bidang filsafat yang berurusan dengan pemahaman tentang keindahan alam dan seni. Dalam perkembangannya hingga kini estetika diartikan sebagai “inti seni” yang meliputi pemilikan dan penyusunan unsur-unsur seni (rupa), serta cara pengungkapannya (Nanang Rizali, 2006: 16).

Menurut Nanang Rizali dalam (2006: 49), Terdapat beberapa unsur-unsur desain

tekstil antara lain :

1. Garis yang terdiri dari garis yang bersifat grafis dan garis yang menjadi pengikat

ruang, warna bentuk dan massa. Garis yang bersifat grafis misalnya berupa garis

lengkung, garis lurus, bengkok, patah, bergelombang dan lain sebagainya

sedangkan garis yang menjadi pengikat ruang merupakan garis yang tidak ada dan

tidak jelas serta secara tergambarkan tidak terlihat. Jadi garis ini merupakan suatu

ilusi atau sugesti dan hanya sebagai pengikat dari sesuatu yang diperlukan pada

suatu komposisi atau susunan.

2. Bentuk. yang tercipta karena adanya suatu titik yang dihubungkan sehingga

terbentuk suatu daerah yang disebut bentuk. Terdapat beberapa macam bentuk

antara lain bentuk natural, figuratif, abstrak.

3. Warna yang menurut system Munsell terdapat tiga golongan penghayatan warna

yang terdiri dari Hue yang diartikan sebagai nama dari tiap-tiap warna, Value

yang diartikan sebagai gejala cahaya dari warna yang menyebabkan perbedaan

pancaran warna dalam perbandingan dengan hitam putih dan Chrome yang

diartikan sebagai gejala kekuatan pancaran dari warna untuk menyatakan

(40)

4. Tekstur yang dapat dilihat secara visual serta dapat dirasakan dengan indera

peraba karena tekstur terdapat pada permukaan sehingga memberikan efek-efek

tertentu pada tekstil.

G. Estetika Timur

Negara Indonesia dan sebagian besar wilayah Asia lainnya sering dikategorikan

sebagai Negara Timur, sedangkan Negara Amerika yang termasuk dalam wilayah Eropa

dikategorikan sebagai Negara Barat. Negara Timur dan Negara Barat selalu menjadi

pertentangan dalam peradaban Dunia. Antara Negara Timur dan Negara Barat lebih

berupa persaingan, perseteruan dan perang daripada bersahabat, bekerja sama dan saling

mengerti. Dunia merasa “Timur” jika lebih menekankan pada aspek intuisi daripada akal.

Pusat kepribadian masyarakat Timur bukanlah pada daya intelektualnya, melainkan ada

dalam hati, mempersatukan akal budi, kecerdasan dan perasaan. Menghayati hidup apa

adanya adalah salah satu karakter dari masyarakat Timur.

Negara Timur khususnya di Indonesia selalu memperhatikan esensi Tuhan yaitu

terdapatnya istilah hablum minanas dan hablum minallah. Negara Timur yang biasa

dianalogikan dengan suasana hati dan berkonotasi dengan negara-negara yang padat

penduduk, amat tradisional, serba miskin dan terbelakang ini selalu bertentangan dengan

Negara Barat yang sering dihubungan dengan kapitalisme, imperialisme dan teknologi.

Orang Timur khususnya orang Jawa selalu menggunakan sugesti alam karena

orang Jawa yakin bahwa dengan mendekatkan diri pada alam maka akan dekat dengan

Tuhan. Hanya dekat dengan alam maka dekat dengan Tuhan dan orang Timur

(41)

Di dunia Timur, aspek “rasa”, luar akal, misteri, teka-teki, kekacauan, ketidaklogisan, fantasi dan sebagainya, diterima sebagai suatu dunia yang berada “di atas” yang bersifat rasional. Masyarakat Timur adalah masyarakat yang hidup dalam kebudayaan agraris yang senantiasa terbiasa dengan bahasa diam, tenang, langit, musim, tanah, awan dan bulan. Umumnya mereka mengalami betapa alam menunjukkan diri dalam “diam”, tetapi mengesankan. Dalam kesederhaan hidup, masyarakat Timur lebih melatih dengan perasaan daripada pikiran. Perasaan lebih sulit diungkapkan lewat kata-kata, sehingga dihindari tingkah banyak berbicara, tetapi lebih banyak “diam”, lebih menggunakan tanda, sikap dan komunikasi. (Agus Sachari, 2002 : 10)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif yaitu

penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif tentang gejala yang diselidiki serta

menggambarkan atau melukiskan dan menafsirkan data tersebut. Dalam hal ini penelitian

difokuskan pada kajian estetis motif batik Banyumasan.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan study kancah ke lapangan secara langsung,

mengambil lokasi di Desa Pakunden, Desa Mruyung dan di Daerah Sokaraja Kulon,

(42)

C. Populasi dan Sample

Menurut Bobbie dalam (Sukardi, 2007: 28) “Populasi adalah aggregation of the

element from which the survey sample is actualy selected”.

“Populasi merupakan keseluruhan element dari mana sample diambil”. (Sukardi,

2007: 28)

Terdapat pendapat lain mengenai populasi menurut Fraenkel dalam (Sukardi,

2007: 28) yaitu “…. The group of interest to the study”.

Populasi dalam penelitian ini yaitu motif batik Banyumasan yang kurang lebih

berjumlah 1.500 motif.

Sample merupakan bagian dari populasi yang diambil secara sistematik yang bisa

memberi atau mewakili keseluruhan populasi.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu teknik Purposive Sampling

yaitu penarikan sampel yang didasarkan pada tujuan peneliti mengenai data apa yang

ingin diperoleh dari responden. Dalam hal ini maka sampel yang diambil yaitu mengenai

Batik Banyumasan. Dari jumlah populasi motif batik Banyumasan yang berjumlah

sekitar 1.500 motif, maka sampelnya yaitu dengan mengambil beberapa contoh motif

untuk dikaji. Jenis motif yang dikaji dalam penelitian ini yaitu motif Jonas Ukel, Ayam

Puger, Godong Telo, Jahe Srimpang, Kawung Ketib, Parang Bebek, Kekayon dan

Lumbon. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji motif batik Banyumasan,

mendapatkan informasi mengenai latar belakang penciptaan batik Banyumasan serta

(43)

D. Strategi dan bentuk penelitian

Studi kasus tunggal merupakan permasalahan yang berbentuk satu individu,

sedangkan studi kasus ganda merupakan permasalahan yang berbentuk satu sistem atau

satu golongan yang dianggap sebagai satu satuan. Studi kasus lebih sesuai untuk

penyajian penelitian metode kualitatif karena penelitian tersebut lebih mementingkan isi

baru menentukan bentuk laporannya. Dalam penelitian ini merupakan penelitian studi

kasus tunggal karena mengkaji motif batik Banyumasan dari beberapa lokasi yang masih

termasuk dalam satu jenis penelitian. Studi kasus ini dilakukan secara langsung pada

objek penelitian, yaitu di Desa Pakunden, Desa Mruyung dan Daerah Sokaraja,

Kabupaten Banyumas.

E. Sumber Data

Sumber data merupakan suatu cara yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan

informasi yang diinginkan. Data yang dicari yaitu dilakukan dengan cara observasi dan

wawancara. Suatu sumber data diperoleh dari Bapak dan Ibu Darmono selaku pemilik

usaha Batik Banyumasan di Desa Pakunden, Bapak Slamet Hadipriyanto selaku pemilik

usaha Batik Banyumasan di Desa Mruyung, Bapak Iskandar Tirtabrata selaku ketua

koperasi PERBAIN, Bapak Muin selaku salah satu pekerja di PERBAIN, Bapak Hadi

Siswanto selaku pemilik usaha batik Banyumasan di daerah Sokaraja Kulon beserta

pengrajin-pengrajinnya dan beberapa dokumen serta gambar yang didapat pada saat

dilakukan observasi.

(44)

Dari survey di Desa Pakunden, Desa Mruyung dan Desa Sokaraja Kulon maka

informasi yang diperoleh yaitu bahwa ciri khas Batik Banyumasan terletak pada

keindahan motifnya yang menggunakan warna utama cokelat soga dan biru wedelan

yang dahulu menggunakan zat warna alam. Dengan dua warna tersebut diproses dengan

teknik kerokan dan dikembangkan menjadi beratus-ratus motif yang umumnya berlatar

hitam. Keindahan Batik Banyumasan terlihat pada paduan warna yang serasi antara

bidang-bidang, garis, dan isian yang beraneka ragam.

2. Informan

Informan merupakan orang yang memberikan informasi sehubungan dengan

permasalahan.

Informan dibagi menjadi:

1. Informan yang paham: pemilik usaha Batik Banyumasan di Desa Pakunden yaitu

Bapak dan Ibu Darmono, Bapak Slamet Hadipriyanto selaku pemilik usaha Batik

Banyumasan di Desa Mruyung, Bapak Iskandar Tirtabrata selaku Ketua Koperasi

PERBAIN, Bapak Hadi Siswanto selaku pemilik usaha Batik Banyumasan di

Desa Sokaraja Kulon serta beberapa pengrajin/buruh batik di daerah Banyumas.

2. Informan yang ahli

a. Akademik : Dharsono sebagai pakar estetika dari ISI (Institut Seni

Indonesia) Surakarta.

b. Non akademik : Muin sebagai salah satu pekerja di Koperasi PERBAIN

(45)

Dokumen dan arsip yang didapat yaitu data yang berkaitan dengan Batik

Banyumasan baik dilihat dari sejarah, proses, ciri motif serta daftar berbagai macam

nama motif batik Banyumasan yang ada di Desa Pakunden, Desa Mruyung dan Di daerah

Sokaraja.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik sebagai

berikut:

1. Wawancara

a. Dilakukan wawancara secara langsung dengan pemilik usaha batik

Banyumasan serta orang yang ahli pada masalah yang diteliti. Teknik

wawancara yaitu dengan menggunakan teknik wawancara terstruktur

yaitu wawancara yang sebelumnya telah disediakan daftar pertanyaan

yang akan diajukan kepada informan/ narasumber dan wawancara

tidak berstruktur yaitu wawancara yang sebelumnya tidak terdapat

daftar pertanyaan yang dibuat.

Berdasarkan informasi yang didapat di daerah Mruyung dan di daerah

Pakunden berkaitan dengan Batik Banyumasan yaitu bahwa ciri dari

Batik Banyumasan dengan menggunakan warna cokelat soga dan biru

wedelan yang diproses dengan teknik kerokan. Warna ini digunakan

(46)

yang cerah adalah batik motif modern yang sudah mengalami

perkembangan.

2. Observasi

Yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan

langsung terhadap objek penelitian guna mendapat gambaran yang nyata

tentang objek yang diteliti. Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu teknik observasi tidak berpartisipasi. Jadi penulis hanya berperan

sebagai pengamat saja dan memberikan pertanyaan kepada pemilik usaha

Batik Tulis Banyumasan di Desa Pakunden yaitu Ibu Hj. Rusmini Darmono

beserta suaminya, Bapak Slamet Hadipriyanto selaku pemilik usaha batik di

Desa Mruyung, Bapak Iskandar Tirtabrata selaku ketua koperasi batik

Indonesia PERBAIN, dan beberapa buruh/pekerja yang bekerja pada usaha

pembuatan Batik Banyumasan. Pertanyaan yaitu seputar nilai estetis dari

Batik Banyumasan baik dilihat dari segi motif, warna, bahan, corak, proses

pembuatan, fungsi maupun latar belakang munculnya Batik Banyumasan itu

sendiri.

G. Validitas Data

Data yang telah berhasil digali di lapangan studi, dikumpulkan dan dicatat dalam

kegiatan penelitian, bukan hanya untuk kedalaman dan kemantapannya tetapi juga bagi

kemantapan dan kebenarannya. Cara pengumpulan data dengan beragam tekniknya harus

benar-benar sesuai dan tepat untuk menggali data yang diperlukan bagi kemantapan hasil

(47)

ketepatan memilih sumber data dan teknik pengumpulan datanya, tetapi juga diperlukan

teknik pengembangan validitas datanya. Validitas data ini merupakan jaminan bagi

kemantapan simpulan dan tafsir makna sebagai hasil penelitian.

1. Trianggulasi Data

Cara ini mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, peneliti wajib

menggunakan beragam sumber data yang berbeda-beda yang tersedia. Artinya, data yang

sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari sumber data yang

berbeda. Teknik trianggulasi data merupakan metode pengumpulan data yang sejenis

melalui beberapa sumber data yang berbeda seperti beberapa informan atau narasumber,

tempat, arsip dan dokumen yang berhubungan dengan Batik Banyumasan.

2. Trianggulasi Metode

Trianggulasi Metode meliputi pengumpulan data mengenai Batik Banyumasan

dengan menggunakan beberapa metode atau teknik yang berbeda, seperti observasi,

wawancara, mengcopy beberapa data dan mendokumentasikan berbagai benda yang

berkaitan dengan Batik Banyumasan.

I. Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik penganalisaan data menggunakan metode kualitatif

model analisis interaktif antara tiga komponen analisis, yaitu reduksi data, sajian data dan

penarikan simpulan dengan verifikasinya.

”Reduksi data adalah bagian dari proses analisis yang mempertegas,

(48)

data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan”. (H. B Sutopo,

2002: 92).

Jadi reduksi data adalah proses paling awal yang dilakukan seorang penulis

dengan mencatat data yang diperoleh di lapangan selanjutnya dilakukan proses

penyeleksian mengenai data-data yang berkaitan dengan batik Banyumasan sehingga

dihasilkan suatu rangkuman.

”Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam

bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan.”. (H. B Sutopo,

2002: 92).

Agar mudah dipahami maka data-data yang diperoleh di lapangan dibuat secara

narasi, hal ini merupakan bagian dari sajian data. Dalam penelitian ini sajian data terdiri

dari deskripsi motif batik Banyumasan baik dilihat dari segi kajian estetis, jenis, proses

(49)

Model Skema Analisis Data

Bagan 1. Model analisis interaktif Sumber: HB. Sutopo, 2002: 96

Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Penarikan simpulan/verifi

(50)

BAB IV

ANALISIS HASIL PENELITIAN

A.

Latar Belakang Penciptaan Batik di Banyumas

Latar belakang penciptaan batik di Daerah Banyumas memang belum dapat

dilacak permulaannya, namun dari informasi para sesepuh dan penggiat batik Banyumas,

disebutkan bahwa batik Banyumas berasal dari adanya Kademangan-Kademangan atau

Kadipaten di Daerah Banyumas dan juga adanya para pengikut Pangeran Diponegoro

yang mengungsi di Daerah Banyumas. Guna mencukupi kebutuhan pakaian maka para

Demang dan para pengikut Pangeran diponegoro juga membuat batik.

Keahlian membatik di lingkungan keraton disebarkan dan dihidupkan di daerah

Banyumas. Akibat hal ini tampak adanya motif-motif yang menyerupai motif Solo atau

Yogyakarta.

Seperti halnya sebuah kerajaan, kekuasaan kademangan atau kadipaten

diibaratkan sebagai raja kecil di daerah. Oleh karena itu, para bangsawan atau kaum

ningrat pun ada yang berkeinginan menciptakan batik tulis untuk memenuhi kebutuhan

pakaian keperluan di lingkungannya

Perkembangan batik Banyumasan semakin maju dan dikenal dunia luar ketika

seorang misionaris Belanda yang bernama Van Osterom masuk ke daerah Banyumas

memperkenalkan batik Banyumasan di kalangan bangsa Belanda atau orang manca.

Untuk memenuhi minat batik bagi bangsa Belanda atau orang manca, motif-motif batik

(51)

ada tulisan juragan batiknya. Gaya batiknya menyerupai batik gaya Solo dan Yogya,

namun diberi warna tambahan terutama warna merah dan biru.

Batik Banyumasan mencapai masa puncak popularitasnya pada tahun 1970.

Pada masa itu di Kabupaten Banyumas terdapat kurang lebih 105 pengusaha batik.

Jumlah pengrajin yang mengepul para pengobeng atau tenaga pembatik tidak terdata.

Produksi mereka tergantung dari keuletan dan kerja keras pengobeng yang berjumlah

sekitar 5.000-6.000 orang. Tiga puluh tahun kemudian banyak pengusaha, pengrajin, dan

pengobeng yang beralih untuk mengolah lahan pertanian dan berdagang sehingga hanya

tersisa kurang lebih sepuluh persennya.

Pada tahun 2003 jumlah pengusaha batik pada tahun itu hanya terdapat 12 orang

dengan mempekerjakan 446 pengobeng. Mereka tetap bertahan dengan membuat batik

tulis, batik cap dan beberapa diantaranya menggunakan sablon. Akibatnya harga batik

lebih tinggi daripada batik printing asal daerah lain.

Pada tahun 2004 pengusaha batik di Kabupaten Banyumas hanya terdapat 50

orang yang mengikuti Paguyuban Pengusaha Batik dan pada masa sekarang sekitar tahun

2009 terdapat kurang lebih 54 pengrajin batik yang terletak di 4 Kabupaten atau 1

Karesidenan Banyumas.

Lokasi sentra batik Banyumasan berada di kecamatan Sokaraja, Kota lama

Banyumas dan Kranji. Perkembangan batik di Banyumas dibawa oleh pengikut-pengikut

Pangeran Diponegero setelah selesainya peperangan tahun 1830 yang menetap didaerah

Banyumas. Pengikutnya yang terkenal yaitu Najendra dan beliau yang mengembangkan

(52)

obat pewarna yang dipakai pada masa itu yaitu pohon tom, pohon pace dan mengkudu

yang memberi warna merah kesemuan kuning.

Pembatikan menjalar pada rakyat Sokaraja dan pada akhir abad ke-XIX

berhubungan langsung dengan pembatik di daerah Solo dan Ponorogo. Daerah

pembatikan di Banyumas sudah dikenal sejak dahulu dengan motif dan warna khususnya

yang sekarang dinamakan batik Banyumas. Setelah perang dunia kesatu pembatikan

mulai pula dikerjakan oleh orang-orang Cina disamping mereka juga berdagang bahan

batik.

B. Jenis, Proses dan Bahan Batik di Banyumas

1. Jenis

Pengertian Jenis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti yang mempunyai

ciri, sifat, keturunan yang khusus. Berjenis-jenis berarti berbagai jenis, berbagai macam,

bermacam-macam, berbagai ragam dsb.

Terdapat 2 jenis batik di Banyumas yaitu :

a. Batik Tulis

Dalam membatik tulis alat yang dipergunakan untuk menuliskan lilin pada

kain yaitu canting atau canting tulis.Canting tulis dibuat dari plat tembaga yang

berbentuk seperti kepala burung. Canting tulis mempunyai ukuran yang fungsinya

berbeda-beda tergantung pada pemakainya. Pekerjaan dalam membatik tulis

tangan dengan alat canting meliputi membatik klowong, membatik tembokan,

(53)

b. Batik Cap

Membuat batik cap berarti membuat batik dengan cara mengecapkan lilin

batik pada permukaan kain dengan alat yang disebut cap atau canting cap.

Canting cap berbentuk seperti stempel yang terbuat dari plat tembaga.

Cara pengerjaan pencapan ialah pertama lilin batik dipanaskan di dalam

dulang tembaga yang pada dasar dulang diletakkan beberapa lapis kasa dari

anyaman kawat tembaga. Cap yang akan dipakai diletakkan di atas dulang yang

berisi lilin cair, kemudian diangkat dan dicapkan pada kain yang diletakkan pada

bantalan meja cap. Pekerjaan ini dilakukan secara berulang-ulang sampai

pencapan kain selesai.

2. Proses Pembuatan Motif Batik Banyumasan

Proses pembuatan Batik Banyumasan dengan metode batik tulis :

a. Proses pertama yang dilakukan yaitu dengan memotong mori sesuai ukuran yang

diinginkan yaitu apakah akan digunakan sebagai batik jenis jarik ataukah akan

dibuat baju. Kain batik atau mori yang masih berbentuk piece (geblokan)

dipotong-potong menurut panjang kain yang akan dibuat. Untuk membuat kain

panjang untuk wanita (kain tapih, jarit), mori kwalita primissima dengan panjang

17,5 yard dan lebar kurang lebih 105 cm (12 inchs) dibagi menjadi 6 potong kain,

demikian pula untuk mori kwalita prima, karena ukuran piece-prima sama dengan

ukuran piece-primissima. Untuk mori kwalita biru atau medium mempunyai

(54)

biasanya dipotong menjadi 19 (ukuran batik normal) atau menjadi 20 (ukuran

batik sandang). Ukuran yang lain adalah sebagai batik slendang, ikat kepala,

sarung, hiasan dinding dan sebagainya. Selesai dipotong-potong kemudian kain

tersebut dijahit ujung-ujungnya (diplipit) supaya benang yang paling tepi dengan

potongan tidak lepas.

Gambar 1. Proses Penyiapan kain mori

Sumber: http://www.banyumaskab.go.id/seputarbms/batik2.php

b. Setelah itu kain mori dicuci yang biasa disebut dengan istilah nggirah dengan

tujuan untuk menghilangkan kanji. Biasanya mori batik diperdagangkan dengan

diberi kanji berlebihan agar kain tampak tebal dan berat. Karena kanji tersebut

dianggap tidak baik untuk kain yang akan dibatik maka perlu dihilangkan

kemudian diganti dengan kanji ringan.

Cara menghilangkan kanji tersebut yaitu dengan cara merendam kain selama

semalam dalam air bersih kemudian pada pagi harinya “dikeprok” lalu dibilas

(55)

Bila mori tersebut akan dibuat mori batik yang halus (kwalita prima atau

primissima) maka mori itu tidak cukup hanya dicuci saja tetapi diketel atau

diloyor. Yang dipakai untuk mengetel pada dasarnya adalah campuran minyak

nabati (minyak kacang, minyak klenteng, minyak nyamplung) dan bahan-bahan

pembuat alkali (kostik soda, soda abu, air abu atau londo).

Kain dikerjakan dengan campuran tersebut berulang-uleng dengan setiap kali

pengerjaan kain dikeringkan atau dijemur.

Pekerjaan ngetel mori ini tidak hanya menghilangkan kanji, melainkan kain

mempunyai daya penyerapan lebih tinggi dan menjadi supel tetapi kekuatan kain

menjadi berkurang. Proses ini menyerupai proses merser (mercerize) dimana kain

dikerjakan dalam larutan alkali dingin.

Gambar 2. Proses pencucian kain Mori yang biasa disebut dengan istilah nggirah

Sumber: http://www.gudangukm.com

c. Tahap berikutnya yaitu pembuatan pola di atas kain. Pola ialah suatu motif batik

dalam mori ukuran tertentu sebagai contoh motif batik yang akan dibuat

Gambar

Gambar 2. Proses pencucian kain Mori yang biasa disebut dengan istilah  nggirahSumber: http://www.gudangukm.com
Gambar 3. Kain yang telah dipola Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari
Gambar 4. Proses Nglowong/ dibatik garis luarnya menggunakan Canting Sumber: Arsip tempat usaha Batik Banyumasan di Desa Pakunden
Gambar 7. Kain yang telah ditemboki Foto: Dokumentasi April Liana Puspitasari
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Dapat ditentukan atribut-atribut desain motif batik khas Kaltim yaitu: motif batik menarik, bentuk motif batik mempunyai ciri khas Kaltim, perpaduan warna motif

Pada motif batik Gajah Oling terdapat ornamen pokoknya yang terdiri dari. ornamen Gajah Oling, daun dilem, bunga melati dan bunga manggar;

Bentuk gambar atau desain pada batik tulis tidak ada pengulangan jelas, sehingga gambar atau motif nampak lebih luwes dengan ukuran garis motif relative lebih

Motif yang terdapat pada batik Trusmi atau batik Cirebon tidak hanya mendapat pengaruh dari keraton saja, tetapi motif batik Trusmi atau batik Cirebon juga

Keberadaan Batik Banyumasan kurang dikenal oleh masyarakat Indonesia oleh sebab itu perancangan ini memiliki tujuan untuk membantu memperkenalkan Batik Banyumasan kepada

1) Dapat ditentukan atribut-atribut desain motif batik khas Kaltim yaitu: motif batik menarik, bentuk motif batik mempunyai ciri khas Kaltim, perpaduan warna motif

Penelitian ini akan memfokuskan pada materi motif dasar batik (bidang, isen-isen, dan sebagainya) dan mengeksplorasi imajinasi anak, sehingga media modul berperan

Sebagian siswa menyelesaikan permasalahan pertama dalam aktivitas keempat dengan menggambar motif batik tulis dengan berbagai ukuran kemudian membuat sumbu