• Tidak ada hasil yang ditemukan

ProdukHukum BankIndonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ProdukHukum BankIndonesia"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

2. Perkembangan Makroekonomi

Terkini

Secara umum, perekonomian nasional pada triwulan I-2006 menunjukkan kinerja yang membaik. Kondisi tersebut tercermin pada terjaganya kestabilan makroekonomi dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi yang tidak seburuk dibandingkan perkiraan semula. Sebagaimana diperkirakan sebelumnya, perekonomian nasional dalam triwulan I-2006 tumbuh melambat, terutama melemahnya konsumsi karena menurunnya daya beli dan masih terbatasnya investasi khususnya investasi swasta. Meskipun demikian, perlambatan lebih lanjut dapat dicegah oleh tingginya pengeluaran Pemerintah. Sementara itu, melemahnya permintaan domestik telah menyebabkan kinerja transaksi berjalan mencatat surplus karena menurunnya impor, sementara ekspor meningkat di tengah kondisi perekonomian global yang cukup kondusif. Dibarengi dengan meningkatnya aliran masuk modal asing karena menariknya suku bunga domestik dan membaiknya premi risiko, neraca pembayaran secara keseluruhan membukukan surplus cukup tinggi.

PERTUMBUHAN EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2006 diperkirakan masih melambat dan berada pada kisaran 4,3√4,8% (y-o-y). Di sisi permintaan, perlambatan ini terutama disebabkan oleh melemahnya permintaan domestik dan pertumbuhan investasi swasta melambat. Di sisi penawaran, penurunan permintaan domestik juga diikuti dengan penurunan pada sektor-sektor utama penggerak perekonomian seperti sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor transportasi dan komunikasi. Meskipun pertumbuhan ekonomi cenderung melambat, kesenjangan output dalam perekonomian menunjukkan arah yang semakin menyempit. Hal ini lebih disebabkan oleh masih terbatasnya penambahan kapasitas ekonomi akibat masih belum banyaknya kebijakan struktural yang mampu mendukung peningkatan investasi. Dengan perkembangan ini, pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih dibawah kapasitas potensialnya meskipun perlu terus diwaspadai mengingat penambahan kapisitas produksi masih terbatas.

Permintaan Agregat

Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Dari sisi permintaan, perlambatan pertumbuhan ekonomi

terutama pada konsumsi rumah tangga dan investasi swasta yang terutama pada konsumsi rumah tangga dan investasi swasta yang terutama pada konsumsi rumah tangga dan investasi swasta yang terutama pada konsumsi rumah tangga dan investasi swasta yang terutama pada konsumsi rumah tangga dan investasi swasta yang

selama ini menjadi pendorong pertumbuhan PDB selama ini menjadi pendorong pertumbuhan PDB selama ini menjadi pendorong pertumbuhan PDB selama ini menjadi pendorong pertumbuhan PDB

selama ini menjadi pendorong pertumbuhan PDB. Perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan karena penurunan pendapatan riil masyarakat ƒkarena lonjakan

harga--20,00 -15,00 -10,00 -5,00 0,00 5,00 10,00 15,00

Persen (y-o-y)

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

(2)

harga pasca kenaikan harga BBM 1 Oktober 2005 dan memburuknya ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian. Sementara itu, perlambatan laju pertumbuhan investasi swasta terutama disebabkan oleh iklim investasi yang belum membaik dan melemahnya daya beli masyarakat, serta suku bunga nominal kredit yang dianggap tinggi oleh beberapa sektor investasi. Paket investasi yang dikeluarkan pemerintah di awal Maret 2006 belum akan berdampak pada iklim investasi saat ini. Disisi lain, konsumsi dan investasi pemerintah diperkirakan lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun sebelumnya dan menjadi salah satu faktor terpenting dalam menahan perlambatan pertumbuhan permintaan domestik. Di sisi perdagangan dengan luar negeri, net ekspor diperkirakan akan sedikit meningkat. Peningkatan yang terjadi pada net ekspor terutama berasal dari perlambatan laju pertumbuhan impor jika dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya dan

triwulan yang lalu.

Konsumsi rumah tangga pada Konsumsi rumah tangga padaKonsumsi rumah tangga pada Konsumsi rumah tangga padaKonsumsi rumah tangga pada triwulan I-2006 diperkirakan triwulan I-2006 diperkirakantriwulan I-2006 diperkirakan triwulan I-2006 diperkirakantriwulan I-2006 diperkirakan mengalami perlambatan mengalami perlambatanmengalami perlambatan mengalami perlambatanmengalami perlambatan pertumbuhan, atau hanya pertumbuhan, atau hanyapertumbuhan, atau hanya pertumbuhan, atau hanyapertumbuhan, atau hanya tumbuh sekitar 3,2 √ 3,7% (y-tumbuh sekitar 3,2 √ 3,7% (y-tumbuh sekitar 3,2 √ 3,7% (y-tumbuh sekitar 3,2 √ 3,7% (y-tumbuh sekitar 3,2 √ 3,7% (y-o-y), lebih rendah jika o-y), lebih rendah jikao-y), lebih rendah jika o-y), lebih rendah jikao-y), lebih rendah jika dibandingkan pertumbuhan dibandingkan pertumbuhandibandingkan pertumbuhan dibandingkan pertumbuhandibandingkan pertumbuhan triwulan yang sama tahun triwulan yang sama tahuntriwulan yang sama tahun triwulan yang sama tahuntriwulan yang sama tahun sebelumnya.

sebelumnya.sebelumnya.

sebelumnya.sebelumnya. Pada triwulan I-2006, perlambatan laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih disebabkan oleh penurunan daya beli masyarakat yang diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir semester I-2006. Kenaikan harga-harga yang terjadi sebagai dampak kenaikan BBM pada bulan Oktober 2005 belum dapat diikuti oleh peningkatan daya beli masyarakat yang signifikan hingga triwulan ini. Kondisi ini juga dikonfirmasikan oleh beberapa indikator yang memiliki pangsa besar dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga antara lain penurunan laju pertumbuhan penjualan mobil dan kendaraan bermotor. Indikator moneter dan perbankan yang terkait dengan konsumsi rumah tangga juga menunjukkan trend penurunan yaitu penurunan laju pertumbuhan uang kartal riil, penurunan laju pertumbuhan M1 riil, perlambatan laju pertumbuhan kredit konsumsi dan penurunan laju pertumbuhan kredit konsumsi baru. Indikator lain yang mengkonfirmasi laju perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga adalah survei konsumen (SK), survei penjualan eceran (SPE) dan indeks tendensi konsumen (ITK). Berdasarkan hasil Survei Konsumen pada Maret 2006, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) kembali meningkat namun masih berada pada kondisi yang pesimis. Peningkatan ini berasal dari Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang mulai sedikit optimis, sementara Indeks

% (y-o-y)

2004* 2005* 2006 **

I II III IV I II III IV I Total

% (y-o-y) Tabel 2.1

Pertumbuhan PDB Sisi Permintaan

Sektor 3. Pemerintah 12,48 6,82 -1,81 0,39 -9,60 -6,67 14,69 29,98 50,9 - 51,4 27,0 - 28,0 4. Investasi

4. Investasi 4. Investasi 4. Investasi

4. Investasi 11,4311,4311,4311,4311,43 28,8328,8328,8328,8328,83 11,0211,0211,0211,0211,02 27,8927,8927,8927,8927,89 25,8625,8625,8625,8625,86 21,1221,1221,1221,1221,12 14,2814,2814,2814,2814,28 -9,44-9,44-9,44-9,44-9,44

5. Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 10,46 14,12 17,36 16,08 14,11 15,58 9,37 1,78 4,0 - 4,5 7,7 - 8,7 6. Perubahan stok -45,16 -31,58 -81,55 552,88 131,38 -107,06 -40,60 -156,87

Diskrepansi statistik 1) 56,97 178,77 126,50 -36,05 88,12 230,83 174,14 20,95 Permintaan Domestik ( 1 + 4 )

Ekspor Neto ( 7 - 8 ) -25,96-25,96-25,96-25,96-25,96 -36,89-36,89-36,89-36,89-36,89 -7,72-7,72-7,72-7,72-7,72 -5,75-5,75-5,75-5,75-5,75 -17,44-17,44-17,44-17,44-17,44 -14,98-14,98-14,98-14,98-14,98 -16,92-16,92-16,92-16,92-16,92 23,2923,2923,2923,2923,29

7. Ekspor barang dan jasa 4,97 5,17 21,96 22,18 11,80 11,19 4,76 7,41 7,7 - 8,2 9,0 - 10,0 8. Dikurangi impor barang dan jasa 16,72 26,68 33,46 31,16 18,84 17,86 10,56 3,74 2,0 - 2,5 7,9 - 8,9 9. PRODUK DOMESTIK BRUTO

9. PRODUK DOMESTIK BRUTO 9. PRODUK DOMESTIK BRUTO 9. PRODUK DOMESTIK BRUTO

9. PRODUK DOMESTIK BRUTO 4,104,104,104,104,10 4,364,364,364,364,36 4,634,634,634,634,63 7,137,137,137,137,13 6,256,256,256,256,25 5,635,635,635,635,63 5,635,635,635,635,63 4,904,904,904,904,90 4,3 - 4,84,3 - 4,84,3 - 4,84,3 - 4,84,3 - 4,8 5,0 - 5,75,0 - 5,75,0 - 5,75,0 - 5,75,0 - 5,7 * Angka Sementara

* * Proyeksi

(3)

Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) masih berada pada kondisi pesimis. Dilihat dari sisi produsen, indeks riil penjualan eceran pada 2 bulan pertama 2006 mengalami penurunan. Penurunan ini terutama berasal dari kelompok pakaian dan perlengkapannya. Apabila dilihat berdasarkan kelompok barang, penurunan penjualan eceran tertinggi berasal dari kelompok pakaian dan

perlengkapannya.1 Pada survei BPS, Indeks Tendensi Konsumen

2 pada triwulan IV-2006 dan prospek triwulan I-2006

mengindikasikan bahwa kondisi ekonomi konsumen relatif stagnan (tidak terjadi perubahan pendapatan rumah tangga)

Pertumbuhan investasi (PMTB) dalam triwulan I-2006 masih Pertumbuhan investasi (PMTB) dalam triwulan I-2006 masih Pertumbuhan investasi (PMTB) dalam triwulan I-2006 masih Pertumbuhan investasi (PMTB) dalam triwulan I-2006 masih Pertumbuhan investasi (PMTB) dalam triwulan I-2006 masih mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sekitar 4,0√ 4,5% mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sekitar 4,0√ 4,5% mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sekitar 4,0√ 4,5% mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sekitar 4,0√ 4,5% mengalami perlambatan dengan pertumbuhan sekitar 4,0√ 4,5% (y-o-y) lebih rendah jika dibandingkan triwulan yang sama tahun (y-o-y) lebih rendah jika dibandingkan triwulan yang sama tahun (y-o-y) lebih rendah jika dibandingkan triwulan yang sama tahun (y-o-y) lebih rendah jika dibandingkan triwulan yang sama tahun (y-o-y) lebih rendah jika dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya

sebelumnya sebelumnya sebelumnya

sebelumnya. Dari sisi komponen, perlambatan laju pertumbuhan investasi terutama berasal dari investasi non-bangunan yang terus mengalami penurunan sejak pertengahan 2005, sementara investasi bangunan tumbuh relatif stabil. Secara umum, perlambatan laju pertumbuhan investasi dipengaruhi oleh iklim investasi yang belum membaik dan melemahnya daya beli masyarakat, serta suku bunga nominal kredit yang dianggap tinggi oleh beberapa sektor investasi. Perlambatan laju pertumbuhan investasi juga dikonfirmasi oleh beberapa indikator antara lain penurunan laju penjualan semen, penurunan laju penjualan truk, peningkatan suku bunga nominal kredit investasi yang diikuti oleh penurunan laju kredit investasi riil dan penurunan laju pertumbuhan impor barang modal. Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan BPS juga mengindikasikan adanya perlambatan investasi pada triwulan I-2006. Berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), rencana investasi pada semester I-2006 mengalami penurunan jika dibandingkan semester yang sama tahun 2005. Tingginya biaya modal, faktor teknis, dan kurangnya permintaan merupakan alasan utama para investor. Dari survei BPS, Indeks Tendensi Bisnis (ITB) juga mengindikasikan hal serupa dimana kondisi bisnis pada triwulan I-2006 relatif tidak berubah dibandingkan perlambatan pada triwulan IV-2005. Di sisi lain, faktor yang mendorong pertumbuhan investasi diperkirakan akan didorong oleh tingginya investasi pemerintah pada triwulan I-2006 yang jauh lebih besar dibandingkan investasi triwulan yang sama tahun sebelumnya. Dalam kaitan ini, survei Jetro yang merupakan survei terhadap perusahaan Jepang di Indonesia mengindikasikan adanya sentimen bisnis yang sudah meningkat (walaupun pada level yang rendah) selama triwulan I-2006.

Grafik 2.2

Kontribusi Pertumbuhan Investasi Bangunan & Non Bangunan

Grafik 2.3

Perkembangan Kredit Investasi

1 Sumber Survei Konsumen dan Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia. 2 Sumber Indeks Tendensi Bisnis √ BPS

Nilai ITK 90 -110, menunjukkan bahwa kondisi ekonomo konsumen pada triwulan berjalan tidak mengalami perubahan (stagnan) disbanding triwulan sebelumnya

-30,00

2001 2002 2003* 2004** 2005***

-5,00

2002 2003 2004 2005 2006

(4)

Ekspor barang dan jasa pada triwulan I-2006 diperkirakan akan mengalami laju Ekspor barang dan jasa pada triwulan I-2006 diperkirakan akan mengalami laju Ekspor barang dan jasa pada triwulan I-2006 diperkirakan akan mengalami laju Ekspor barang dan jasa pada triwulan I-2006 diperkirakan akan mengalami laju Ekspor barang dan jasa pada triwulan I-2006 diperkirakan akan mengalami laju pertumbuhan yang melambat, yaitu sekitar 7,7-8,2% jika dibandingkan dengan pertumbuhan yang melambat, yaitu sekitar 7,7-8,2% jika dibandingkan dengan pertumbuhan yang melambat, yaitu sekitar 7,7-8,2% jika dibandingkan dengan pertumbuhan yang melambat, yaitu sekitar 7,7-8,2% jika dibandingkan dengan pertumbuhan yang melambat, yaitu sekitar 7,7-8,2% jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya.

triwulan yang sama tahun sebelumnya. triwulan yang sama tahun sebelumnya. triwulan yang sama tahun sebelumnya.

triwulan yang sama tahun sebelumnya. Namun demikian, perlambatan tersebut tidak sebesar perlambatan yang terjadi pada impor. Di sisi migas, volume ekspor minyak masih menurun akibat dari produktivitas sumur-sumur minyak di Indonesia. Namun demikian kenaikan harga minyak diperkirakan masih dapat mengimbangi penurunan volume tersebut. Volume dan nilai ekspor nonmigas diprakirakan tetap akan meningkat. Beberapa komponen ekspor nonmigas khususnya mineral dan industri pengolahan diperkirakan tetap akan meningkat. Di kelompok mineral, peningkatan ekspor bersumber dari ekspor batubara karena meningkatnya permintaan dunia yang diikuti peningkatan produksi dalam negeri. Pada kelompok industri olahan, peningkatan ekspor bersumber dari ekspor minyak kelapa sawit, TPT dan sepatu. Beberapa informasi yang mendukung hal tersebut antara lain adalah meningkatnya ekspor minyak kelapa sawit ke India dan lebih murahnya harga minyak kelapa sawit Indonesia jika dibandingkan negara pesaing Malaysia. Ekspor TPT dan sepatu diperkirakan akan meningkat akibat adanya pembatasan ekspor tekstil Cina ke Amerika sehingga mendorong permintaan ekspor Indonesia. Peningkatan pada ekspor nonmigas dikonfirmasi oleh beberapa indikator ekspor ƒyang hingga bulan Februari menunjukkan peningkatan pertumbuhanƒ seperti peningkatan laju pertumbuhan nilai ekspor Indonesia ke Jepang dan Cina.

Pada triwulan I-2006 volume pertumbuhan impor barang dan Pada triwulan I-2006 volume pertumbuhan impor barang dan Pada triwulan I-2006 volume pertumbuhan impor barang dan Pada triwulan I-2006 volume pertumbuhan impor barang dan Pada triwulan I-2006 volume pertumbuhan impor barang dan jasa diperkirakan tumbuh hanya sekitar 2,0-2,5%, melambat jasa diperkirakan tumbuh hanya sekitar 2,0-2,5%, melambat jasa diperkirakan tumbuh hanya sekitar 2,0-2,5%, melambat jasa diperkirakan tumbuh hanya sekitar 2,0-2,5%, melambat jasa diperkirakan tumbuh hanya sekitar 2,0-2,5%, melambat dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan laju volume pertumbuhan impor tersebut sejalan dengan melemahnya permintaan domestik. Hal tersebut terindikasikan pula pada menurunnya impor bahan baku dan barang modal. Perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada kelompok bahan baku antara lain berasal dari makanan dan minuman primer untuk industri dan bahan baku untuk industri baik primer maupun proses. Sementara itu, kelompok barang modal yang mengalami perlambatan pertumbuhan antara lain impor mobil penumpang dan alat angkutan untuk industri. Di sisi lain, barang modal (tidak termasuk perlengkapan transportasi) diperkirakan akan mengalami laju peningkatan meskipun kurang signifikan.

Dari sisi fiskal, stimulus operasi keuangan pemerintah selama Dari sisi fiskal, stimulus operasi keuangan pemerintah selama Dari sisi fiskal, stimulus operasi keuangan pemerintah selama Dari sisi fiskal, stimulus operasi keuangan pemerintah selama Dari sisi fiskal, stimulus operasi keuangan pemerintah selama triwulan I-2006 (s.d Februari) meningkat tajam dan berdampak triwulan I-2006 (s.d Februari) meningkat tajam dan berdampak triwulan I-2006 (s.d Februari) meningkat tajam dan berdampak triwulan I-2006 (s.d Februari) meningkat tajam dan berdampak triwulan I-2006 (s.d Februari) meningkat tajam dan berdampak tinggi terhadap sektor riil, baik dalam hal konsumsi, investasi tinggi terhadap sektor riil, baik dalam hal konsumsi, investasi tinggi terhadap sektor riil, baik dalam hal konsumsi, investasi tinggi terhadap sektor riil, baik dalam hal konsumsi, investasi tinggi terhadap sektor riil, baik dalam hal konsumsi, investasi maupun transfer terhadap sektor riil.

maupun transfer terhadap sektor riil. maupun transfer terhadap sektor riil. maupun transfer terhadap sektor riil.

maupun transfer terhadap sektor riil. Dalam hal konsumsi, pengeluaran Pemerintah telah mencapai sekitar 13% dari yang dianggarkan yang digunakan untuk pengeluaran belanja pegawai, dana perimbangan serta belanja barang. Sementara

Grafik 2.4

2001 2002 2003* 2004** 2005**

(growth, y-o-y)

2001 2002 2003* 2004** 2005**

(growth, y-o-y)

(5)

itu, investasi Pemerintah mencapai 10% dari anggaran, relatif sama dengan realisasi selama 3 bulan pertama tahun 2005, didorong oleh belanja modal dan dana perimbangan. Dengan mempertimbangkan pola pengeluaran Pemerintah telah kembali normal, dampak kinerja fiskal pada triwulan I-2006 diperkirakan akan lebih besar dari dampaknya di periode yang sama tahun 2005 dan terjadi di seluruh komponennya. Peningkatan konsumsi Pemerintah didorong oleh adanya kenaikan gaji PNS serta anggaran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang lebih besar. Peningkatan DAU disebabkan oleh peningkatan penerimaan dalam negeri bersih sedangkan peningkatan DBH karena asumsi harga minyak (USD57/ barel dibandingkan USD51/barel) dan kurs yang lebih tinggi (Rp9.900/USD dibandingkan Rp9.700/USD) dari realisasi 2005 yang meningkatkan penerimaan migas. Peningkatan investasi didorong oleh keyakinan telah kembali normalnya pola belanja modal. Di samping itu, kontribusi Pemerintah pada sektor riil juga diberikan dalam bentuk pembayaran transfer berupa subsidi langsung tunai tahap II serta perkiraan realisasi bantuan sosial.3

Penawaran Agregat

Di sisi penawaran, seiring dengan melemahnya kondisi permintaan, beberapa sektor Di sisi penawaran, seiring dengan melemahnya kondisi permintaan, beberapa sektorDi sisi penawaran, seiring dengan melemahnya kondisi permintaan, beberapa sektor Di sisi penawaran, seiring dengan melemahnya kondisi permintaan, beberapa sektor Di sisi penawaran, seiring dengan melemahnya kondisi permintaan, beberapa sektor ekonomi juga masih menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang melambat. ekonomi juga masih menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang melambat.ekonomi juga masih menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang melambat. ekonomi juga masih menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang melambat. ekonomi juga masih menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang melambat. Sampai dengan triwulan I-2006, perekonomian Indonesia masih didukung oleh sektor industri pengolahan, perdagangan, dan pertanian. Sektor industri pengolahan tetap memberikan konstribusi lebih dari seperempat terhadap struktur perekonomian Indonesia, disusul oleh sektor perdagangan yang juga menunjukkan pertumbuhan yang melambat. Sementara itu, kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian relatif membaik sejalan dengan meningkatnya produksi. Bagi sektor-sektor non-primer, perlambatan tersebut diperkirakan berasal dari lemahnya permintaan domestik sebagai akibat dari penurunan daya beli masyarakat dan biaya produksi yang meningkat. Untuk sektor primer, sektor pertanian justru mengalami peningkatan karena faktor musim yang mendukung dan bertambahnya luas areal panen, terutama pada tanaman bahan makanan.

Sektor industri pengolahan pada triwulan I-2006 mengalami tekanan yang cukup Sektor industri pengolahan pada triwulan I-2006 mengalami tekanan yang cukupSektor industri pengolahan pada triwulan I-2006 mengalami tekanan yang cukup Sektor industri pengolahan pada triwulan I-2006 mengalami tekanan yang cukup Sektor industri pengolahan pada triwulan I-2006 mengalami tekanan yang cukup berat sehingga diprakirakan tumbuh melambat menjadi 2,6%, jauh di bawah kinerja berat sehingga diprakirakan tumbuh melambat menjadi 2,6%, jauh di bawah kinerjaberat sehingga diprakirakan tumbuh melambat menjadi 2,6%, jauh di bawah kinerja berat sehingga diprakirakan tumbuh melambat menjadi 2,6%, jauh di bawah kinerja berat sehingga diprakirakan tumbuh melambat menjadi 2,6%, jauh di bawah kinerja triwulan I-2005 yang tumbuh sebesar 6,3%.

triwulan I-2005 yang tumbuh sebesar 6,3%.triwulan I-2005 yang tumbuh sebesar 6,3%. triwulan I-2005 yang tumbuh sebesar 6,3%.

triwulan I-2005 yang tumbuh sebesar 6,3%. Perlambatan pertumbuhan di sektor ini terjadi pada hampir semua sub sektor industri pengolahan, terutama yang berorientasi pada pasar domestik. Perlambatan pertumbuhan dipacu oleh permintaan domestik yang melemah sebagai akibat dari penurunan daya beli. Kondisi ini terindikasi dari penurunan konsumsi barang-barang tahan lama dan mahalnya sumber pembiayaan. Selain itu, untuk beberapa produk industri seperti

(6)

elektronik, tekstil dan sepatu juga diperparah oleh masuknya barang impor dari Cina yang sebagian diduga palsu. Perlambatan yang terjadi di sektor industri pengolahan dindikasikan oleh beberapa hasil survei antara lain Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), JETRO dan Survei Tendensi Bisnis BPS. Angka indeks SKDU menunjukkan tren yang menurun bahkan negatif pada periode terakhir survei. Hal yang sama juga tercermin pada indeks survei JETRO terhadap sektor manufaktur. Survei Tendensi Binis BPS juga memperkuat indikasi kedua survei tersebut sebagaimana ditunjukkan oleh angka indeks yang berada dalam range tendensi yang stagnan.

Searah dengan perlambatan di sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, Searah dengan perlambatan di sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, Searah dengan perlambatan di sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, Searah dengan perlambatan di sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, Searah dengan perlambatan di sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restauran tumbuh melambat, dari 9,9% pada triwulan I-2005 menjadi hotel dan restauran tumbuh melambat, dari 9,9% pada triwulan I-2005 menjadi hotel dan restauran tumbuh melambat, dari 9,9% pada triwulan I-2005 menjadi hotel dan restauran tumbuh melambat, dari 9,9% pada triwulan I-2005 menjadi hotel dan restauran tumbuh melambat, dari 9,9% pada triwulan I-2005 menjadi 5,0% pada triwulan yang sama 2006.

5,0% pada triwulan yang sama 2006. 5,0% pada triwulan yang sama 2006. 5,0% pada triwulan yang sama 2006.

5,0% pada triwulan yang sama 2006. Faktor penyebab perlambatan terkait dengan daya beli masyarakat yang menurun dan kurang kondusifnya sub sektor pariwisata. Indikasi penurunan antara lain tercermin pada indeks ketepatan waktu membeli barang tahan lama Survei Konsumen; penurunan Indeks Riil Penjualan Eceran; penurunan penjualan mobil, motor, dan elektronik; penurunan jumlah kunjungan turis; penurunan tingkat hunian hotel. Penurunan tersebut juga diindikasikan oleh anekdotal dari pelaku bisnis di bidang perdagangan retail maupun hotel. Penjualan retail menurun selama bulan Januari, Februari dan berlanjut hingga Maret sebagaimana disampaikan oleh beberapa asosiasi yang terkait erat dengan perdagangan retail. Sementara itu, kunjungan turis menjadi terganggu pasca bom Bali II yang meskipun skalanya lebih kecil namun dampaknya lebih parah dibandingkan dampak Bom Bali I. Dari sisi pembiayaan perlambatan tersebut diindikasikan oleh penurunan ekspektasi dan realisasi kredit modal kerja. Ekspektasi permintaan kredit modal kerja pada triwulan I-2006 menunjukkan tren yang menurun.

Sektor pengangkutan dan Sektor pengangkutan danSektor pengangkutan dan Sektor pengangkutan danSektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh komunikasi tumbuhkomunikasi tumbuh komunikasi tumbuhkomunikasi tumbuh melambat, dari 14,3% pada melambat, dari 14,3% padamelambat, dari 14,3% pada melambat, dari 14,3% padamelambat, dari 14,3% pada triwulan I-2005 menjadi triwulan I-2005 menjaditriwulan I-2005 menjadi triwulan I-2005 menjaditriwulan I-2005 menjadi 10,1% pada triwulan yang 10,1% pada triwulan yang10,1% pada triwulan yang 10,1% pada triwulan yang10,1% pada triwulan yang sama 2006

sama 2006sama 2006

sama 2006sama 2006. Di sub sektor transportasi faktor yang Pertambangan dan Penggalian -9,6 -8,6 -5,7 6,9 -4,5 4,1 -0,5 1,0 1,9 1,6 1,6 - 2,1 Industri Pengolahan 5,9 7,2 5,0 7,4 6,4 6,3 4,9 4,5 2,9 4,6 2,4 - 2,9 Listrik, Gas dan Air Bersih 4,8 6,2 3,2 6,8 5,2 6,4 6,9 6,6 6,1 6,5 5,5 - 6,0 Bangunan 7,7 7,2 7,5 7,6 7,5 7,4 8,2 6,9 6,9 7,3 6,3 - 6,8 Perdagangan, Hotel dan Restoran 2,8 4,0 6,6 9,2 5,7 9,9 10,0 8,6 6,0 8,6 4,8 - 5,3 Pengangkutan dan Komunikasi 13,4 13,8 14,1 12,4 13,4 14,3 14,1 13,0 10,8 13,0 9,8 - 10,3 Keuangan, Persewaan dan Jasa 6,7 5,8 8,4 9,8 7,7 6,7 8,9 7,9 5,2 7,1 4,9 - 5,4 Kontribusi terhadap Pertumbuhan (%)

Kontribusi terhadap Pertumbuhan (%) Kontribusi terhadap Pertumbuhan (%) Kontribusi terhadap Pertumbuhan (%) Kontribusi terhadap Pertumbuhan (%)

Pertanian 0,8 0,5 0,5 0,2 0,5 0,2 0,1 0,5 0,7 0,4 0,9 Pertambangan dan Penggalian -1,0 -1,0 -0,6 0,7 -0,5 0,4 -0,1 0,1 0,2 0,2 0,2 Industri Pengolahan 1,7 2,0 1,4 2,2 1,8 1,8 1,4 1,3 0,8 1,3 0,7 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,03 0,04 0,02 0,05 0,03 0,04 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 Bangunan 0,4 0,4 0,4 0,5 0,4 0,4 0,5 0,4 0,4 0,4 0,4 Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,5 0,7 1,1 1,5 0,9 1,6 1,6 1,4 1,0 1,4 0,8 Pengangkutan dan Komunikasi 0,7 0,7 0,8 0,7 0,7 0,8 0,8 0,8 0,7 0,8 0,7 Keuangan, Persewaan dan Jasa 0,6 0,5 0,7 0,9 0,7 0,6 0,8 0,7 0,5 0,7 0,5 Jasa-Jasa 0,5 0,5 0,4 0,5 0,5 0,4 0,4 0,5 0,6 0,5 0,5 Sumber : BPS dan Triwulan I 2006 proyeksi Bank Indonesia

(7)

adalah kenaikan harga BBM, kenaikan biaya pembelian suku cadang, melambatnya kegiatan turisme, dan daya beli masyarakat menurun. Sementara itu di sektor komunikasi, perlambatan lebih dipengaruhi oleh penurunan daya beli masyarakat meskipun sedikit tertahan oleh penurunan tarif telekomunikasi dan semakin beragamnya layanan komunikasi. Indikasi perlambatan di subsektor pengangkutan antara lain tercermin pada penurunan jumlah penumpang pesawat dan penurunan transportasi pendukung arus barang. Jumlah penumpang pesawat baik domestik maupun internasional menunjukkan laju pertumbuhan yang terus melambat. Perlambatan pertumbuhan penumpang pesawat domestik dipengaruhi oleh kenaikan tarif pesawat akibat kenaikan harga avtur dan daya beli masyarakat yang menurun. Penurunan pertumbuhan penumpang internasional dipengaruhi oleh kinerja pariwisata yang memburuk. Sementara itu, penurunan laju pertumbuhan pada kegiatan transportasi pendukung arus barang sangat dipengaruhi oleh menurunnya kinerja di sektor industri dan perdagangan, serta kondisi buruknya kondisi infrastruktur.

Kesenjangan Output

Perekonomian triwulan I-2006 diperkirakan masih berada di Perekonomian triwulan I-2006 diperkirakan masih berada di Perekonomian triwulan I-2006 diperkirakan masih berada di Perekonomian triwulan I-2006 diperkirakan masih berada di Perekonomian triwulan I-2006 diperkirakan masih berada di bawah tingkat potensialnya

bawah tingkat potensialnya bawah tingkat potensialnya bawah tingkat potensialnya

bawah tingkat potensialnya. Meskipun PDB aktual diperkirakan mengalami penurunan namun PDB potensial (kapasitas perekonomian) diperkirakan juga mengalami penurunan. Kecenderungan perlambatan investasi yang terjadi pada periode tersebut ternyata tidak saja menyebabkan pertumbuhan PDB aktual mengalami perlambatan namun juga terjadi pada PDB potensial. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kegiatan ekonomi masih berada di bawah tingkat potensialnya seperti tercermin pada kesenjangan output (output gap) yang negatif. Indikasi lain yang dapat menggambarkan kondisi kesenjangan output yang negatif tersebut dapat dilihat penyerapan tenaga kerja dan penggunaan kapasitas yang masih di bawah normal atau maksimumnya. Sampai tahun 2005 tingkat pengganguran

masih tercatat cukup tinggi sebesar 10,8%(Oktober 20054).

Sementara itu, tingkat tingkat utilisasi kapasitas juga terlihat relatif tidak menurun (masih di sekitar angka 70%) meskipun pertumbuhan PDB melambat. Kondisi kesenjangan output yang masih negatif tersebut diperkirakan belum memberikan tekanan pada inflasi sebagaimana tercermin dari sumber inflasi inti yang berasal dari tekanan output gap diperkirakan masih relatif rendah.

Grafik 2.6

Estimasi dan Akselerasi Perubahan Output Gap

Grafik 2.7 Kapasitas Utilisasi (SKDU)

4 BPS, angka sementara dengan memperhitungkan dampak kenaikan harga BBM. -0,3

-0,25 -0,2 -0,15 -0,1 -0,05 0 0,05 0,1

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1 2 3 4

Output Gap Accelerated Output Gap

2005 2006 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

Realisasi Kegiatan Dunia Usaha

-25 -10 5 20 35 50 65 80 95 110

I II III IV I II III IV I II III IV

2003 2004 2005

Persen

-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20

(% SBT)

(8)

NERACA PEMBAYARAN

Kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I-2006 secara keseluruhan Kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I-2006 secara keseluruhan Kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I-2006 secara keseluruhan Kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I-2006 secara keseluruhan Kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan I-2006 secara keseluruhan membaik dan mencatat surplus yang cukup tinggi.

membaik dan mencatat surplus yang cukup tinggi. membaik dan mencatat surplus yang cukup tinggi. membaik dan mencatat surplus yang cukup tinggi.

membaik dan mencatat surplus yang cukup tinggi. Realisasi surplus NPI triwulan I-2006 mencapai USD5,8 miliar atau jauh di atas perkiraan semula sebesar USD2,0 miliar. Membaiknya kondisi neraca pembayaran tersebut tercermin pada lebih tingginya surplus baik dari neraca transaksi berjalan maupun neraca modal dan finansial, yang terutama disumbang oleh tingginya arus masuk dalam bentuk foreign portfolio investment (FPI) yang secara keseluruhan mencapai USD4,8 miliar. Sementara itu, perkiraan realisasi surplus transaksi berjalan yang meningkat didasarkan pada asesmen pertumbuhan ekspor nonmigas yang cenderung lebih tinggi dan impor nonmigas yang relatif melambat.

Transaksi Berjalan

Neraca transaksi berjalan diperkirakan mencatat surplus sekitar USD 2 miliar, lebih Neraca transaksi berjalan diperkirakan mencatat surplus sekitar USD 2 miliar, lebih Neraca transaksi berjalan diperkirakan mencatat surplus sekitar USD 2 miliar, lebih Neraca transaksi berjalan diperkirakan mencatat surplus sekitar USD 2 miliar, lebih Neraca transaksi berjalan diperkirakan mencatat surplus sekitar USD 2 miliar, lebih besar dari perkiraan semula sebesar USD0,8 miliar.

besar dari perkiraan semula sebesar USD0,8 miliar. besar dari perkiraan semula sebesar USD0,8 miliar. besar dari perkiraan semula sebesar USD0,8 miliar.

besar dari perkiraan semula sebesar USD0,8 miliar. Peningkatan surplus tersebut terutama berkaitan dengan indikasi melambatnya impor nonmigas sementara ekspor nonmigas masih tumbuh cukup tinggi. Perlambatan impor nonmigas tersebut terkait dengan kecenderungan melambatnya ekspansi perekonomian. Perkembangan impor bulan Januari 2006 yang merosot cukup tajam hingga mencapai 0,9% (y-o-y) memperkuat indikasi bahwa proyeksi pertumbuhan impor nonmigas triwulan I-2006 sebesar 13,7% (y-o-y) menjadi cukup sulit untuk dicapai. Dengan menggunakan angka asumsi nilai impor nonmigas pada bulan Februari dan Maret mencapai USD4,7 miliar sesuai perkiraan semula, maka untuk keseluruhan triwulan I-2006, impor nonmigas hanya dapat tumbuh sebesar 7% (yoy). Di sisi lain, ekspor nonmigas berpotensi tumbuh lebih tinggi dari perkiraan semula. Berdasarkan perkiraan awal tahun, ekspor nonmigas triwulan I-2006 diperkirakan tumbuh 8,1% (y-o-y), namun data ekspor nonmigas bulan Januari 2006 mencatat nilai yang cukup tinggi yakni USD6 miliar atau tumbuh 21,5% (yoy). Dengan menggunakan asumsi nilai ekspor nonmigas pada Februari dan Maret mencapai USD5,6 miliar, maka ekspor nonmigas pada triwulan I-2006 dapat tumbuh sebesar 10,7% (yoy).

Berdasarkan sumber peningkatan nilai ekspor nonmigas, faktor kenaikan volume terjadi pada kelompok produk pertanian 8,9%, pertambangan 90,3% dan industri 15,4%, sementara faktor kenaikan harga hanya terjadi pada kelompok produk pertanian (13,7%). Perkembangan indikator harga barang yang dicerminkan dari unit price kelompok barang pada komoditi ekspor nonmigas masih menunjukkan kecenderungan menurun. Demikian pula dengan unit price dua komoditi utama juga cenderung turun khususnya pada ekspor peralatan listrik dan TPT yang mempunyai pangsa nilai sekitar 25% dari ekspor nonmigas.

Grafik 2.8

Transaksi Berjalan (% anualised)

-3,6

5,1

1,1 0,4

-4,0 -2,0 0,0 2,0 4,0 6,0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 20052006

CA/GDP CA/GDP (new version)

(9)

Sementara itu, ekspor migas pada triwulan I-2006 diperkirakan masih cukup tinggi seiring dengan harga minyak internasional yang bertahan pada level yang tinggi. Ekspor migas diperkirakan akan tumbuh sebesar 39% (y-o-y) yang didorong oleh harga minyak yang berada pada level di atas USD60 per barrel. Rata-rata harga Minas per barrel dalam triwulan I-2006 telah mencapai USD62,9 (naik 36,3% yoy) jauh lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu sebesar USD46,1. Dengan melonjaknya harga minyak tersebut, penurunan volume ekspor migas masih dapat diimbangi sehingga nilai ekspor migas masih meningkat. Menurunnya volume ekspor migas tersebut disamping disebabkan oleh faktor alami penurunan produktivitas sumur minyak, juga terjadinya pengalihan alokasi kilang LPG di Bontang untuk menghasilkan produk LNG. Konsekuensi dari pengalihan tersebut adalah turunnya ekspor LPG tahun 2006 sekitar 700 ribu metric ton atau setara USD412 juta. Dengan perkembangan tersebut, total ekspor migas pada triwulan I-2006 diperkirakan meningkat sebesar 15,1% (yoy).

Neraca Modal

Kecenderungan surplus Lalu Lintas Modal (LLM) masih berlanjut Kecenderungan surplus Lalu Lintas Modal (LLM) masih berlanjut Kecenderungan surplus Lalu Lintas Modal (LLM) masih berlanjut Kecenderungan surplus Lalu Lintas Modal (LLM) masih berlanjut Kecenderungan surplus Lalu Lintas Modal (LLM) masih berlanjut ke triwulan I-2006 dan diperkirakan menjadi USD1,2 miliar. ke triwulan I-2006 dan diperkirakan menjadi USD1,2 miliar. ke triwulan I-2006 dan diperkirakan menjadi USD1,2 miliar. ke triwulan I-2006 dan diperkirakan menjadi USD1,2 miliar. ke triwulan I-2006 dan diperkirakan menjadi USD1,2 miliar. Dalam perkiraan realisasinya, surplus LLM dapat lebih tinggi sebagai akibat dari arus masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio. Di samping itu, hasil penerbitan obligasi Pemerintah pada awal Maret 2006 lebih tinggi dari perkiraan semula. Arus masuk modal asing dalam berbagai penempatan investasi portofolio awal tahun 2006 merupakan episode lanjutan sejak akhir tahun 2005 sebagai akibat dari persepsi pasar yang positif atas kebijakan moneter dan fiskal. Kebijakan kenaikan BI Rate ke level 12,75% telah menjadikan penempatan pada SBI semakin menarik. Sentimen positif kenaikan harga BBM yang dipersepsikan pasar akan memberikan ketahanan di sisi fiskal memberikan pengaruh positif pada IHSG hingga mencapai level tertinggi dalam sejarah yaitu mencapai 1330 pada tanggal 20 Maret 2006. Sementara itu, di tengah kondisi likuiditas finansial global yang cukup tinggi, imbal hasil penempatan pada SUN masih relatif menarik dibandingkan dengan penempatan surat berharga sejenis di kawasan regional. Sampai dengan akhir Maret, arus masuk bersih modal asing kedalam, SUN, SBI dan saham masing-masing mencapai USD1,6 miliar, USD504 juta dan USD509 juta.

Di samping itu, hasil penerbitan obligasi valas oleh Pemerintah Di samping itu, hasil penerbitan obligasi valas oleh Pemerintah Di samping itu, hasil penerbitan obligasi valas oleh Pemerintah Di samping itu, hasil penerbitan obligasi valas oleh Pemerintah Di samping itu, hasil penerbitan obligasi valas oleh Pemerintah yang lebih tinggi dari perkiraan semula merupakan penyebab yang lebih tinggi dari perkiraan semula merupakan penyebab yang lebih tinggi dari perkiraan semula merupakan penyebab yang lebih tinggi dari perkiraan semula merupakan penyebab yang lebih tinggi dari perkiraan semula merupakan penyebab

Grafik 2.9

Pertumbuhan Ekspor dan Impor nonmigas

Grafik 2.10

Perkembangan Harga Minyak Dunia

Grafik 2.11

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Pertumbuhan impor nonmigas

Sumber: Bloomberg 2004 2005

rata2 minas 2006 = 62.87 rata2 brent 2006 = 61.91 rata2 WTI 2006 = 63.26 rata2 IMF 2006 = 60.99

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Oct Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Oct Nov Des Jan Feb Mar

(10)

lain lebih tingginya surplus neraca modal. lain lebih tingginya surplus neraca modal. lain lebih tingginya surplus neraca modal. lain lebih tingginya surplus neraca modal.

lain lebih tingginya surplus neraca modal. Penerbitan obligasi yang pada awalnya diperkirakan USD1,0 miliar, dalam realisasinya menjadi USD2,0 miliar yang dibagi menjadi dua yaitu, obligasi re-opening dari obligasi INDO-35 dengan masa jatuh tempo 12 Oktober 2035 dengan bunga kupon 8,50%, dan obligasi dengan seri INDO-17 dengan bunga kupon 6,875% dan jatuh tempo 9 Maret 2017. Nilai nominal penawaran INDO-17 sebesar USD3,9 miliar dolar AS dengan 232 investor sedangkan re-opening INDO-35 sebesar USD3,7 miliar dolar AS dengan 189 investor. Dengan tinggnya penawaran tersebut, menunjukkan minat investor asing pada surat berharga RI cukup antusias, sehingga total penerimaan devisa mencapai USD2,2 miliar atau di atas nilai nominal USD2 miliar.

Cadangan Devisa

Surplus yang terjadi baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal Surplus yang terjadi baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal Surplus yang terjadi baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal Surplus yang terjadi baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal Surplus yang terjadi baik pada neraca transaksi berjalan maupun neraca modal secara keseluruhan telah menyebabkan NPI mengalami surplus sebesar USD5,8 secara keseluruhan telah menyebabkan NPI mengalami surplus sebesar USD5,8 secara keseluruhan telah menyebabkan NPI mengalami surplus sebesar USD5,8 secara keseluruhan telah menyebabkan NPI mengalami surplus sebesar USD5,8 secara keseluruhan telah menyebabkan NPI mengalami surplus sebesar USD5,8 miliar

miliar miliar miliar

miliar. Dengan perkembangan ini, posisi cadangan devisa pada akhir triwulan I-2006 menurun menjadi USD40,1 miliar. Jumlah cadangan devisa tersebut mampu membiayai sekitar 4,5 bulan impor dan pembayaran ULN pemerintah.

KEBIJAKAN MAKROEKONOMI

Di awal tahun 2006 Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan di bidang Di awal tahun 2006 Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan di bidang Di awal tahun 2006 Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan di bidang Di awal tahun 2006 Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan di bidang Di awal tahun 2006 Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan di bidang industri dan perdagangan, infrastruktur dan iklim investasi.

industri dan perdagangan, infrastruktur dan iklim investasi. industri dan perdagangan, infrastruktur dan iklim investasi. industri dan perdagangan, infrastruktur dan iklim investasi.

industri dan perdagangan, infrastruktur dan iklim investasi. Langkah yang diambil Pemerintah tersebut merupakan kombinasi langkah perbaikan kondisi ekonomi jangka pendek dan jangka panjang yang diharapkan secara bertahap akan dapat menjadi fondasi yang kuat dan dapat mendorong kinerja di sektor mikro sehingga secara agregat akan dapat memperkuat perekonomian nasional.

Di bidang industri dan perdagangan, Pemerintah mengeluarkan kebijakan Di bidang industri dan perdagangan, Pemerintah mengeluarkan kebijakan Di bidang industri dan perdagangan, Pemerintah mengeluarkan kebijakan Di bidang industri dan perdagangan, Pemerintah mengeluarkan kebijakan Di bidang industri dan perdagangan, Pemerintah mengeluarkan kebijakan harmonisasi tarif tahap II

harmonisasi tarif tahap II harmonisasi tarif tahap II harmonisasi tarif tahap II

harmonisasi tarif tahap II. Jumlah pos tarif yang diharmonisasi adalah 9.209 yang berlaku efektif per 1 Februari 2006. Tujuan dari dikeluarkannya kebijakan harmonisasi tarif adalah untuk mengurangi distorsi antar komoditas dan industri serta mengurangi insentif penyelundupan. Dengan dikeluarkannya kebijakan ini, maka total pos tarif yang diharmonisasi telah mencapai 11.717 tarif.

Di bidang infrastruktur, Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan infrastruktur Di bidang infrastruktur, Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan infrastruktur Di bidang infrastruktur, Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan infrastruktur Di bidang infrastruktur, Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan infrastruktur Di bidang infrastruktur, Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan infrastruktur tahun 2006

tahun 2006 tahun 2006 tahun 2006

(11)

Untuk memperbaiki iklim investasi, Pemerintah mengeluarkan Inpres No. 3 tahun Untuk memperbaiki iklim investasi, Pemerintah mengeluarkan Inpres No. 3 tahunUntuk memperbaiki iklim investasi, Pemerintah mengeluarkan Inpres No. 3 tahun Untuk memperbaiki iklim investasi, Pemerintah mengeluarkan Inpres No. 3 tahun Untuk memperbaiki iklim investasi, Pemerintah mengeluarkan Inpres No. 3 tahun 2006

20062006 2006

Gambar

Grafik 2.1pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan karena
Tabel 2.1mengalami perlambatanmengalami perlambatan126,50-81,5511,0211,0221,9611,0217,3633,4611,0211,02-7,72-7,72-7,72-1,81-7,72-7,72pertumbuhan, atau hanya4,324,326,046,044,634,63o-y), lebih rendah jika6,044,634,32o-y), lebih rendah jikadibandingkan pertu
Grafik 2.2Kontribusi Pertumbuhan Investasi
Grafik 2.6pada kesenjangan output (output gap) yang negatif. IndikasiEstimasi dan Akselerasi Perubahan Output Gaplain yang dapat menggambarkan kondisi kesenjangan output
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua strain lalat rumah yang dikoleksi dari Jakarta, Bandung dan Surabaya telah resisten terhadap dua kelompok insektisida yang umum digunakan

Perbedaan yang nyata yang terjadi pada minggu ke-2 dan 11 ini tidak cukup untuk membuktikan bahwa perlakuan PGPR 50 berpengaruh terhadap besar diameter tanaman, tetapi

Elita Dewi, M.SP , selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai dosen pembimbing

Penetapan sanksi organisasi berupa skorsing dikenakan terhadap personalia Pimpinan karena melakukan tindakan dan atau pelanggaran berat, sesuai kriteria yang

Berdasarkan tabel 4.7, distribusi responden berdasarkan pengukuran kekuatan otot perut dengan curl up test pada perlakuan kelompok II yaitu penambahan plank exercise pada

Pada saat uji Apung, 19 sampel feses babi dinyatakan positif ditemukan adanya infestasi telur cacing nematoda namun saat dilakukan perhitungan telur cacing

Upaya membangkitkan kesadaran masyarakat berawal dari upaya menghubungkan antara individu dengan struktur yang lebih besar (UKM, Dinkop). Hal ini bertujuan membantu

Perawatan kesehatan di rumah yang merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan adalah suatu komponen rentang pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif