KEKUASAAN UNTUK PERUBAHAN DAN KEMAJUAN
Kita patut prihatin dengan sikap statis dan cenderung konservatif dari para elit pemerintahan dan elit politik dalam menyikapi perubahan-perubahan menuju terwujudnya reformasi nasional. Sikap penolakan PDI-P dan PPP terhadap pansus Buloggate II, juga sikap konservatif dalam menyikapi amandemen III UUD 1945, dapat dijadikan xontoh dari kecenderungan yang menghambat dan mematikan reformasi itu.
Kita juga prihatin dengan kegamangan elit dan komponen-komponan termasuk di tubuh TNI-Polri sendiri dalam menarik militer dari percaturan politik, termasuk mengenai kontroversi hak pilih dan dipilih dalam Pemilu. Sebagian petinggi militer sering menyatakan menjauhi politik, tetapi cenderung banyak bicara soal-soal politik, sehingga mengesankan ambivalensi.
Di tubuh legislatif juga banyak hal yang patut diprihatinkan. Para anggota DPR yang sering mangkir sidang, juga sikap para elit di Senayan itu yang tidak begitu banyak mengagendakan perubahan-perubahan.
Sedangkan usaha-usaha penciptaan reformasi hukum, mewujudkan pemerintahan yang bersih, dan pemberantasan KKN yang melibatkan pemerintah termasuk lembaga-lembaga peradilan dan penegak hukum, rasa-rasanya makin menghadapi kendala-kendala cukup serius.
Adapun pergerakan para elit non politik baik dari kalangan tokoh-tokoh organisasi kemasyarakatan maupun LSM dan lain-lain, terkesan banyak yang lebih mementingkan mobilitas individual dan kelompok semata. Agenda-agenda reformasi nasional dan pencerahan masyarakat seperti kalah oleh kepentingan-kepentingan dan isu-isu politik.
Apa yang dapat dibaca dari gejala tersebut? Rupanya, kekuasaan telah menjadi kue paling menarik dan menjebak para elit pada sikap statis, konservatif, dan pragmatis. Para elit itu seperti lupa agenda-agenda besar nasional yang dibebankan rakyat karena lebih disibukkan oleh kepentingan-kepentingan sempit dan jangka pendek.
Padahal, seharusnya kekuasaan itu tiada lain digunakan untuk melakukan perubahan dan kemajuan bangsa. Kekuasaan itu bukan tujuan dalam berbangsa dan bernegara. Kekuasaan adalah alat atau instrumen untuk menggapai tujuan dan cita-cita nasional.
Karena itu kita masih ingin menghimbau. Selagi belum terlampau jauh, kita mengetuk hati nurani para elit di mana pun mereka berada, untuk kembalilah pada amanat rakyat. Mari laksanakan reformasi dengan komitmen yang tinggi agar terwujud dalam keseluruhan institusi negara. Wujudkan perubahan-perubahan secara terlembaga melalui otoritas kekuasaan, selain melalui perjuangan moral.
Kita mengetuk nurani para elit, jauhi sikap ajimungpun dan ambisi berlebihan dalam meraih kekuasaan. Jangan terlena dengan kursi yang sebenarnya panas dan harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat dan mahkamah Tuhan. Kekuasaan itu sementara dan bukan untuk kekuasaan itu sendiri.
Kita ingin para elit justru memelopori gerakan moral untuk membangun komitmen reformasi secara meluas dan melembaga. Mari jadikan kekuasaan di tangan sebagai alat untuk mengagendakan perubahan dan membangun kemajuan bangsa. Jangan terjebak dan dininabobokan oleh kekuasaan! (HNs)