• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Empati dan Pola Asuh Demokratis Sebagai Prediktor Perilaku Prososial Remaja PPA Solo. T2 832009021 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Empati dan Pola Asuh Demokratis Sebagai Prediktor Perilaku Prososial Remaja PPA Solo. T2 832009021 BAB I"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG MASALAH

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan individu lain. Oleh karenanya di samping seseorang individu harus memahami dirinya sendiri, ia juga harus memahami orang lain dan memahami kehidupan bersama di dalam masyarakat, memahami lingkungan serta memahami bahwa ia adalah makhluk Tuhan. Dengan demikian, maka setiap individu tentu memiliki kebutuhan, karena itu remaja tumbuh dan berkembang untuk mencapai kondisi fisik dan social psikologis yang lebih sempurna dalam kehidupannya. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan menuju ke jenjang kedewasaan, kebutuhan hidup seseorang mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini termasuk juga golongan remaja yang merupakan individu dengan perkembangan fisik dan sosial psikologisnya.

(2)

2

memenuhi kebutuhan hidup. Partisipasi yang diharapkan adalah perilaku prososial, yaitu suka rela menolong orang lain tanpa ingin memperoleh imbalan dan penolong merasa puas setelah menolong.

Pengembangan perilaku prososial dikalangan remaja saat ini sangat diperlukan. Bila perilaku generasi bangsa tidak mengarah ke perilaku prososial, maka tidak ada rasa peduli terhadap masyarakat (Edison, 2005). Perilaku prososial adalah segala perilaku yang menguntungkan orang lain atau memiliki konsekuensi sosial yang positif (Staub, 1978). Menurut Deaux, Dane, Wrightsman dan Singelman (1993), perilaku prososial merupakan kebalikan dari perilaku anti-sosial. Perilaku prososial meliputi intervensi pada saat kondisi darurat, beramal, bekerjasama, menyumbang, menolong, berkorban, dan berbagi.

Namun kenyataannya, karena makin kompleksnya kehidupan sekarang ini yang ditandai dengan heterogennya masyarakat, mobilitas warga yang cukup tinggi dan tuntutan kehidupan yang keras, tidak jarang mengakibatkan tumbuh suburnya perilaku anti sosial yang merugikan orang lain. Gejala ini dapat dilihat dari berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik. Hampir setiap hari media memberitakan tentang berbagai tindak kejahatan yang dilakukan oleh individu dan yang merugikan individu lain seperti pemerkosaan, penjambretan, pemukulan, pembunuhan, dan lain sebagainya. Bahkan tidak jarang perilaku anti sosial itu dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Sangatlah memprihatinkan karena era modernisasi ini banyak orang yang tidak mempedulikan interaksinya dengan lingkungan, era modern ini membuat manusia kehilangan cintanya kepada yang lain.

(3)

3

untuk memiliki kesadaran menolong orang lain, membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan, sikap acuh kepada teman yang sedang mengalami kesulitan, tidak adanya keinginan untuk memberi dukungan satu sama lain yang disebabkan oleh adanya perasaan bahwa masalah pribadi jangan dibebankan kepada orang lain.

Fenomena yang lain adalah remaja usia 15 tahun memiliki rasa kebersamaan hanya dengan kelompok yang sama usianya, mereka sulit kerjasama dengan kelompok usia di bawahnya maupun di atasnya. Menurut penuturan mentor yang ada, alasan remaja bersikap seperti itu adalah karena adanya anggapan bahwa bekerja sama dengan kelompok usia yang berbeda hanya mendatangkan keuntungan yang sangat sedikit. Kasus yang muncul lagi yaitu sangat rendahnya keinginan beberapa remaja untuk menyumbang bagi orang lain. Fenomena ini ditemukan saat beberapa PPA membuat program kunjungan ke panti asuhan, barang-barang yang terkumpul untuk panti asuhan hanya sedikit dari kalangan remaja. Kondisi ini membuat keprihatinan bagi beberapa mentor remaja di PPA Solo. Remaja sekarang ini cenderung bersifat individualistis, rasa kepedulian terhadap lingkungan kurang. Tidaklah salah bila era modern ini disebut sebagai era individualis, egoistis, sifat relasi kontraktual, hanya berdasar pada untung rugi dan eksploitasi yang tidak manusiawi. Untuk mengurangi faktor risiko keterlibatan anak dan remaja dalam tindak anti-sosial maka perlu dikembangkan perilaku prososial.

(4)

4

salah satunya dengan mengembangkan perilaku prososial. Pendapat tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Hamalaimen dan Pulkkinen (dalam Hastings, Zahn – Waxler, Robinson, Usher & Bridges, 2000) yang menemukan bahwa pria dan wanita dewasa yang pada masa kecilnya lebih prososial, lebih jarang ditangkap atau ditahan karena kejahatan. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa perilaku kriminal paling banyak dilakukan oleh orang dewasa yang di masa kanak-kanaknya memiliki agresivitas tinggi, serta rendah dalam perilaku prososial.

Adapun perilaku prososial yang muncul didasari beberapa faktor yang penting. Faktor-faktor yang memengaruhi seseorang melakukan prososial di antaranya: pertama, Self-Gain (pemerolehan diri) yang merupakan harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangan sesuatu, misalnya : ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan; kedua Personal value and norms (norma) di mana merupakan nilai-nilai dan

norma-norma sosial pada individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbal balik; dan yang ketiga Empathy (empati), suatu kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan

atau pengalaman orang lain. Jadi kemampuan empati ini erat kaitannya dengan pengambilan peran Staub (dalam Hudaniah & Dayakisni, 2006),

(5)

5

sini akan membuat individu lebih berempati, sedang empati merupakan akar dari perilaku prososial yang dilakukan individu Hidayati (2002). Hal senada juga diungkap oleh Permatasari (2008) dalam jurnalnya yang berjudul hubungan antara empati dengan kecenderungan perilaku prososial pada perawat di RSU Kardinah Tegal, menunjukkan hubungan positif yang sangat signifikan antara variabel empati dengan variabel kecenderungan perilaku prososial pada perawat dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,790 dengan p < 0,05. Penelitian lain juga dilakukan oleh Pujiyanti (2000) mengenai kontribusi empati terhadap perilaku prososial pada siswa siswi SMA negeri 1 Setu Bekasi dan hasil perhitungan diperoleh nilai F sebesar 69,183; p < 0,05. Nilai R diperoleh sebesar 0,710 dan R square sebesar 0,504. Dengan demikian, dapat disimpulkan adanya kontribusi empati secara signifikan terhadap perilaku prososial pada siswa siswi, dan empati memberikan kontribusi terhadap prososial sebesar 50,4 %. Melihat sumbangan empati terhadap perilaku prososial masih bervariasi, maka penulis tertarik untuk kembali meneliti hal ini dengan subyek anak-anak PPA di Solo.

(6)

6

kepedulian dan mencoba melakukan sesuatu untuk meringankan penderitaan mereka.

Menurut Walgito (2002), empati sebagai tanggapan afeksi seseorang terhadap suatu hal yang dialami orang lain seolah-olah mengalami sendiri hal tersebut dan diwujudkan dengan bentuk menolong, menghibur, berbagi, dan bekerjasama dengan orang lain, sedangkan Djauzi dan Supartondo (2004) mengartikan empati adalah kemampuan untuk menghayati perasaan orang lain, yang secara garis besar empati ini dibagi dalam proses deteksi keadaan efektif dan respon yang sesuai. Misalnya, individu yang memiliki empati tinggi lebih termotivasi untuk menolong seorang teman daripada mereka yang memiliki empati rendah. Kepedulian untuk menolong seseorang merupakan definisi penting dari prososial. Tingkah laku prososial (prosocial behavior) adalah suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu risiko bagi orang yang menolong.

Di sisi lain, perilaku prososial oleh sebagian ahli dideskripsikan sebagai bentuk perilaku yang cenderung menguntungkan orang lain. Perilaku yang tercakup di dalamnya adalah memberi rasa aman terhadap orang lain (comforting), saling berbagi, bekerja secara kooperatif, dan menunjukkan sikap

(7)

7

Hetherington dan Parke (1999) juga mengatakan bahwa sebagaimana perilaku sosial pada umumnya, perkembangan perilaku prososial dipengaruhi oleh banyak factor selain empati. Salah satunya adalah faktor keluarga. Terdapat cara untuk mengembangkan perilaku moral anak yang mengarah pada perilaku prososial, yaitu dengan orang tua berperan strategis untuk memberikan pola asuh yang terbaik bagi perkembangan moral anak. Salah satunya melalui pola asuh authoritative atau dikenal juga dengan istilah pola asuh demokratis.

Demikian pula dikatakan oleh Staub (1978) bahwa hubungan afeksi antara anak dengan orang tua merupakan dasar bagi perkembangan kecederungan perilaku prososial. Hubungan afeksi antara anak dan orang tua dapat tercermin dalam bentuk pola asuh yang diterapkan dalam keluarga. Tingkah laku sosial sebagai bentuk tingkah laku yang menguntungkan orang lain tidak terlepas dari peranan pola asuh di dalam keluarga.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Diana Baumrind (1991). ditemukan bahwa pola asuh authoritative memberikan kontrol perilaku pada anak tetapi juga menekankan pada kebebasan berpendapat, individualitas anak, dan mengembangkan tanggung jawab dan kompetensi sosial. Sementara ini, kompetensi sosial meliputi perilaku berbagi dengan teman sebaya, menawarkan bantuan, melakukan pujian dan penghargaan kepada teman sebaya. Karakter kompetensi sosial tersebut mengarah pada bentuk perilaku prososial Goldstein (dalam Fatur 2006), sehingga bentuk perilaku prososial penting bagi anak dalam mengembangkan kompetensi sosialnya. Menurut Grusec (dalam Mahmud, 2003) juga dikatakan bahwa pola asuh authoritative menghasilkan anak mampu bersosialisasi, yaitu anak yang mampu bekerjasama, ramah, stabil secara emosional, dan bahagia.

(8)

8

menolong, berbagi atau menunjukkan perhatian kepada orang lain, maka anak akan melakukan hal yang sama, karena ada proses identifikasi mandiri (dominasi sosial, nonkonformitas dan bertujuan) termasuk di dalamnya penggunaan perilaku menolong yang dilakukan oleh orang tuanya. Penelitian yang dilakukan oleh Nurhaidah (dalam Mahmud, 2003) tentang hubungan orang tua dan anak, menemukan hasil yang menyatakan bahwa hubungan orang tua dan anak yang authoritative (taraf partisipasi anak dalam menentukan kegiatan-kegiatannya dalam keluarga bahwa dalam hubungan tersebut terdapat sikap terbuka dan percaya dan menjadi komponen hubungan interpersonal) berpengaruh pada perilaku prososial pada anak.

(9)

9

kelompok teman sebaya mempengaruhi perilaku remaja termasuk perilaku prososial.

Hasil penelitian lainnya dari Mukti (2009) tentang hubungan antara pola asuh demokratis dengan perilaku prososial remaja di SMK PGRI 3 Sidoarjo, dengan menggunanakan Product Moment antara variabel pola asuh demokratis dengan perilaku prososial menghasilkan korelasi (rxy) = 0,957 dan peluang galat sebesar (p) = 0,000, dengan harga p = 0,000 < 0,05 dengan demikian hipotesis diterima, berarti ada hubungan positif yang sangat signifikan antara pola asuh demokratis dengan perilaku prososial pada remaja di SMK PGRI 3 Sidoarjo, yang artinya semakin tinggi pola asuh demokratis yang diterapkan oleh orang tua semakin tinggi pula perilaku prososial yang dimiliki remaja.

Dari hasil-hasil penelitian yang ada esensi hubungan antara orang tua dengan anak sangat ditentukan oleh sikap orang tua dalam mengasuh anak, bagaimana perasaan dan apa yang dilakukan orang tua. Hal ini bercermin pada pola asuh orang tua, yakni suatu kecenderungan cara - cara yang dipilih dan dilakukan oleh orang tua dalam mengasuh anak. Siti Meichati (dalam Dayakisni, 1988) mengemukakan bahwa pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan sehari - hari. Pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang amat besar dalam membentuk kepribadian anak yang tangguh sehingga anak berkembang menjadi pribadi yang percaya diri, berinisiatif, berambisi, beremosi stabil, bertanggung jawab, mampu menjalin hubungan interpersonal yang positif , dan berperilaku prososial. Kepribadian tersebut dapat dikembangkan dalam keluarga.

(10)

10

secara keterlaluan memarahi anak-anak cenderung menghalangi perkembangan perilaku prososial anak (dalam Hastings, Zahn – Waxler, Robinson, Usher & Bridges, 2000). Dengan adanya patokan-patokan yang jelas dan peluang untuk berlatih alih peran, maka anak akan mengerti suatu respon atau tindakan yang efektif sehingga tidak menduga-duga apa yang sebaiknya dilakukan. Yang perlu diperhatikan bahwa anak berperilaku mempunyai kecenderungan untuk meniru dan terutama perilaku orang tua atau guru harus memberikan contoh yang mencerminkan perilaku prososial pula. (Darmadji, 2009).

Melihat berbagai fenomena dan hasil penelitian yang ada, maka penulis ingin melakukan penelitian lebih lanjut terhadap empati dan pola asuh demokratis sebagai predictor perilaku prososial remaja PPA di Solo. Meskipun variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini memiliki sejumlah kesamaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, tetapi yang membedakannya adalah subjek penelitian yang diteliti dalam penelitian ini adalah remaja PPA Solo usia 11 – 19 tahun yang semuanya masih bersekolah di SMA atau SMK, masih memiliki orang tua yang mengasuh dan tinggal bersama orang tuanya dan aktif mengikuti kegiatan PPA.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah empati dan pola asuh demokratis dapat digunakan sebagai prediktor perilaku prososial remaja PPA Solo?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

(11)

11

1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1. Secara Teoritis

1.4.1.1.Bagi disiplin Ilmu Psikologi, agar diharapkan dapat memberi tambahan informasi dan pengetahuan tentang pengaruh empati dan pola asuh demokratis terhadap perilaku prososial remaja.

1.4.1.2. Diharapkan dapat dijadikan bahan acuan penelitian yang akan datang yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

1.4.2. Secara Praktis

Apabila penelitian ini terbukti, maka dapat dimanfaatkan sebagai berikut:

1.4.2.1. Bagi orang tua, agar mampu memberi model atau teladan untuk berperilaku prososial melalui pola asuh demokratis yang diterapkan di rumah.

1.4.2.2. Bagi remaja, agar lebih memahami pentingnya empati dalam berperilaku prososial dan mampu terbiasa mempraktekkan dalam hidup sehari-hari.

1.4.2.3. Bagi peneliti, agar dapat menambah wawasan mengenai Ilmu Psikologi.

(12)

12

1.5SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis, penulis menyusun tulisan ini ke dalam beberapa bab, antara lain:

Bab I, dalam bab ini penulis menguraikan pendahuluan yang di dalamnya membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II, dalam bab ini penulis menguraikan tentang landasan teoritis yang terdiri dari pengertian masing variabel (XI, X2, dan Y), teori masing-masing variabel, aspek-aspek, faktor pengaruh, model penelitian, serta hipotesis penelitian.

Bab III, dalam bab ini penulis menguraikan tentang variabel penelitian, definisi operasional, metodologi pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, populasi dan sampel penelitian, serta teknik analisis data.

Bab IV, dalam bab ini penulis menguraikan tentang deskripsi tempat penelitian, karakteristik responden, hasil uji validitas dan reliabelitas alat ukur, hasil pengukuran variabel, hasil uji statistik, serta diskusi.

Referensi

Dokumen terkait

Warung Nasional dua dengan jam operasional jam 7.00 – 17.00 merupakan cabang dari Warung Nasional satu, dimana rumah makan ini menjual masakan khas Jawa seperti

Ada berbagai metode analisis bisnis yang dapat dilakukan dalam melakukan penilaian terhadap kinerja perusahaan, diantaranya adalah dengan melakukan analisis

Awalnya saya mau daftar haji ONH pemerintah lalu bertemu teman yang sudah bergabung dengan Armina lebih dulu,.. kemudian dia menawarkan pada saya bisnis

tumpatan ART-GIC dan tumpatan amalgam, dengan memperhitungkan alat dan bahan yang diperlukan untuk tumpatan dengan cara konvensional dan metode ART, biaya inventaris alat medis dan

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui Bagaimana Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada

Sesuai dengan Surat Keputusan Panitia Pengadaan barang dan Jasa Kantor Pasar dan Kebersihan Kabupaten Humbang Hasundutan Nomor : 03/KEP.PAN-PL/VIII/2012 tanggal 02 Agustus

Karya ilmiah yang ditulis oleh Tari (2011), Manguwijaya (dalam Ratnawati 2000:2) mengungkapkan: “Religius pada dasarnya adalah bersifat mengatasi atau lebih dalam dari pada agama

Sesuai dengan kasus tersebut diatas maka dalam skripsi ini terdapat beberapa permasalahan yang akan dibahas yaitu pertama, apakah Asas Unus Testis Nullus Testis bisa