• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ENZIM CAIRAN RUMEN DOMBA PADA KOMPONEN SERAT KASAR, KANDUNGAN ASAM FITAT TEPUNG DAUN LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ENZIM CAIRAN RUMEN DOMBA PADA KOMPONEN SERAT KASAR, KANDUNGAN ASAM FITAT TEPUNG DAUN LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

67

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK ENZIM CAIRAN RUMEN DOMBA PADA

KOMPONEN SERAT KASAR, KANDUNGAN ASAM FITAT

TEPUNG DAUN LAMTORO GUNG (Leucaena leucocephala)

The Effect of Addition Sheep Rumen Liquor Enzyme Extract

On Fiber Component and Fitate Acid Content Leucaena Leaf Meal

Indira Fitriliyani

1

1

Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan Universitas

Lambung Mangkurat Banjarmasin,

Coresspondent : Email : indiramabrur@yahoo.co.id

ABSTRACT

The aim of this experiment was to evaluate the nutrient quality of leucaena leaf meal

(LLM) with addition of sheep rumen liquor enzyme for nile tilapia feed which incubated

24 hours (in vitro); This experiment was designed in completely randomized design with

6 treatments and 3 replications each with different level of enzyme addition (0; 20; 40;

60; 80; and 100 ml/kg LLM). Results of the experiment showed that nutrient quality of

LLM with addition of sheep rumen liquor enzyme which incubated for 24 hours, where

significantly affected (P<0.05) on decrease of crude fiber (53,640%), NDF, ADF

component and phytic acid (68,088%). Over all conclusion is a great potential for using

sheep rumen liquor enzyme for improving nutrition quality of leucaena leaf meal

Keywords:

leucaena leaf meal (LLM), sheep rumen liquor enzyme, nutrient quality

.

PENDAHULUAN

Tepung

daun

lamtoro

gung

(selanjutnya disingkat TDL) merupakan

sumber daya hayati lokal yang potensial

untuk digunakan sebagai salah satu

sumber protein nabati dalam pakan ikan.

Hal ini disebabkan tingginya kandungan

protein yaitu sekitar 34,38 %, komposisi

asam amino yang hampir seimbang

dengan bungkil kedelai serta

merupakan sumber vitamin A dengan

-karoten yang relatif tinggi

serta kandungan xantofil yang merupakan

sumber pigmentasi pada kulit dan kuning

telur (Agbede dan Aletor, 2004) ; 25

-30% (NAS 1984); 24,2% (Sutardi 1981);

24% (Scott

et al

1982). Tanaman ini

dapat menghasilkan bahan kering dari

unsur-unsur yang dapat dimakan sebesar

6-8 ton per hektar per tahun atau sekitar

20 - 80 ton bahan segar (NAS, 1994). Di

Indonesia tanaman leguminosa ini mudah

ditanam

sehingga

dapat

membantu

penyediaan

pakan

secara

kontinyu

sepanjang tahun.

Pemanfaatan bahan baku pakan

ikan nila dari daun tumbuhan khususnya

daun lamtoro gung salah satunya dibatasi

oleh

kandungan

yang

tinggi

dari

komponen

neutral detergent fiber

(NDF)

(2)

68

39,5% dan

acid detergent fiber

(ADF)

35,10%. (Gracia

et al

. 1996). Sedangkan

ikan

mempunyai

kemampuan

yang

terbatas dalam memanfaatkan serat. Hal

ini berkaitan dengan ketersediaan enzim

selulotik yang terbatas dalam saluran

pencernaan ikan, bahkan pada level

tertentu dapat menghambat pertumbuhan

ikan. Beberapa peneliti telah melaporkan

bahwa ikan tidak memiliki enzim selulosa

dan

kemungkinan

adanya

populasi

mikroba selulotik di saluran pencernaan

ikan juga masih menjadi kontrofersi di

kalangan peneliti (Stickney & Shumway

1974; Prejs & Blaszczyk 1977; Linsday

dan Harris 1980; Lessel dan Lesel 1986;

Luczkovich & Stellway 1993; Saha & Ray

1998).

Jalilvand

et al.

(2008) melaporkan

enzim fibrilotik eksogen sangat efektif

untuk menurunkan kadar serat bahan

baku pakan seperti jerami padi, dan silase

jagung. Penggunaan enzim eksogen

diharapkan dapat menghidrolisis tepung

daun lamtoro gung sehingga dapat

ditingkatkan

kualitas

nutrisi

dan

kecernaannya.

Penggunaan

enzim

eksogen ini terkendala dengan harga

enzim komersil yang mahal di pasaran,

sehingga sangatlah penting dicari sumber

enzim yang murah dan efektif untuk

meningkatkan kualitas nutrisi dari tepung

daun lamtoro gung.

Cairan rumen domba merupakan

salah satu sumber bahan suplemen

alternatif

yang

murah

dan

dapat

dimanfaatkan dengan mudah sebagai

sumber

enzim-enzim

hidrolase

(Moharrery dan Das, 2001) diantaranya

enzim yang bersifat selulitik (Kung, 2006).

Hal ini berkaitan dengan kemampuan

domba untuk mencerna hijauan dengan

kandungan serat yang tinggi. Isi rumen

domba sebagai sumber ekstrak enzim

kasar

akan

dimanfaatkan

untuk

menghidrolisis (predigestiori) TDL yang

akan digunakan sebagai bahan campuran

pakan ikan nila. Produk yang diekstraksi

dari cairan rumen ini diharapkan dapat

secara langsung digunakan sehingga

jauh lebih efisien dibanding bila harus

menggunakan enzim dengan mendirikan

sebuah industri enzim, asam amino,

vitamin dan mineral, serta dapat menjadi

salah satu sumber bahan suplemen

alternatif

yang

murah

dan

dapat

dimanfaatkan

dengan

mudah

untuk

meningkatkan kualitas nutrisi dari tepung

daun lamtoro gung, sehingga kecernaan

meningkat dan pertumbuhan ikan nila

dapat lebih optimal.

MATERI DAN METODE

Eksperimen

Penelitian dilakukan selama ± 6

bulan dari Juni - Desember 2008, di

(3)

69

Laboratorium

Nutrisi

Ternak

Perah

Fakultas Peternakan IPB. Bahan yang

digunakan adalah tepung daun lamtoro

gung yang diperoleh dari daerah Bogor,

cairan rumen domba yang diperoleh dari

peternak domba tradisional di wilayah

Ciampea, Bogor (dari ternak yang sudah

dipotong yang isi rumennya dikeluarkan

dan

kemudian

diperas

untuk

mendapatkan cairan rumennya).

Persiapan Enzim Cairan Rumen

Cairan rumen sapi yang diambil

dari RPH disentrifus dengan kecepatan

12.000 rpm selama 10 menit pada suhu

4°C.

Kemudian

supernatan

yang

terbentuk direaksikan dengan ammonium

sulfat dengan menggunakan magnetic

stirer dan didiamkan selama semalam

pada suhu 4

o

C. Cairan rumen kemudian

disentrifus kembali dengan kecepatan

12.000 rpm selama 15 menit pada suhu

4°C. Selanjutnya endapan diambil

sebagai enzim kasar (Pantaya, 2003).

Enzim kasar tersebut langsung digunakan

untuk hidrolisis TDL.

Rancangan Penelitian

Percobaan

ini

didesain

menggunakan rancangan acak lengkap

(RAL) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan

dan

setiap

ulangan

dilakukan

pengulangan dua kali (duplo). Dilakukan

inkubasi 24 jam pada 6 level jumlah

ekstrak enzim kasar yang ditambahkan

yaitu, 0 (K), 20 (A), 40 (B); 60 (C); 80 (D);

100 (E) mL/kg TDL. Parameter yang

diamati adalah komponen serat kasar, NDF

dan ADF, serta kadar asam fitat dari TDL

sebelum dan sesudah dihidrolisis dengan

ekstrak enzim rumen.

Data perubahan

kualitas nutrien dianalisis menggunakan

ANOVA dengan software SAS versi 6.12

(1997). Uji lanjut Duncan dilakukan pada

data yang menunjukkan perbedaan nyata.

Analisa kadar serat kasar dan kadar asam

fitat dilakukan dengan metode AOAC

(1990), sedangkan analisa komponen serat

kasar NDF dan ADF dilakukan dengan

metode Van Soest

et al

.(1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Serat Kasar

Kandungan serat kasar dalam

TDL setelah dihidrolisis oleh enzim kasar

cairan rumen domba yang mengandung

enzim selulase. Hasil pengukuran kadar

serat TDL yang dihasilkan pada akhir

periode inkubasi 24 jam disajikan pada

Gambar 1.

Kandungan serat kasar nyata

dipengaruhi oleh penambahan enzim

rumen, dimana kandungan serat kasar

mengalami

penurunan

dengan

peningkatan penambahan jumlah enzim(P

< 0,05). Nilai kadar serat kasar tertinggi

yaitu 16,769% terdapat pada perlakuan

(4)

70

tanpa penambahan enzim yang berbeda

nyata dengan semua perlakuan dengan

penambahan enzim. Nilai kadar serat

kasar yang terendah yaitu 7,774% dicapai

oleh

perlakuan

pemberian

enzim

100ml/kg. Nilai 7,774% ini berbeda nyata

dengan

perlakuan

lainnya

yaitu

pemberian enzim 20, 40, 60, dan 80 ml/kg

TDL yang menghasilkan nilai kadar serat

kasar berturut-turut adalah 12,942%;

12,057%; 10,546% dan 9,854% .

Perlakuan dengan penambahan enzim

20; 40; 60 dan 80 ml/kg TDL mengalami

penurunan kadar serat kasar

berturut-turut sebanyak, 22,818 ; 28,098; 37,112 ;

41,238 % apabila dibandingkan

perlakuan

kontrol

(Gambar

2).

Penurunan kadar serat tertinggi sebesar

53,640%

terdapat

pada

perlakuan

penambahan ekstrak enzim sebanyak

100ml/kg TDL.

Gambar 1. Kandungan serat kasar setiap

perlakuan

dengan

masa

inkubasi 24 jam

Gambar 2. Persentase penurunan serat kasar

perlakuan dibandingkan kontrol

pada inkubasi 24 jam

Ket : huruf yang sama pada diagram batang

Menunjukkan nilai tidak berbeda nyata

(P >0,05)

NDF dan ADF

Hasil pengukuran kadar NDF dan

ADF tepung daun lamtoro gung yang

telah mendapat penambahan eksrak

enzim kasar cairan rumen disajikan pada

Gambar 3 dan 4.

Hasil pengukuran kadar NDF dan

ADF tepung daun lamtoro gung yang

telah mendapat penambahan eksrak

enzim kasar cairan rumen disajikan

Gambar 15 dan 16. Data selengkapnya

setiap pelakuan dapat dilihat pada

Lampiran 31 dan 32.

Nilai NDF tepung daun lamtoro

gung nyata (P < 0,05) dipengaruhi oleh

penambahan

ekstrak

enzim

rumen

domba. Terdapat perbedaan yang nyata

antara

nilai

NDF

perlakuan

tanpa

penambahan enzim dengan nilai NDF

perlakuan yang mendapat penambahan

enzim 40ml/kg TDL. Nilai NDF tertinggi

d
(5)

71

yaitu 46,32% dicapai pada perlakuan

tanpa penambahan enzim yang tidak

berbeda

nyata

dengan

nilai

NDF

perlakuan yang mendapat penambahan

enzim 20 dan 40ml/kg TDL. Sedangkan

nilai NDF terendah yaitu 42,54 % dicapai

pada perlakuan 100 ml/kg TDL yang tidak

berbeda nyata dengan nilai NDF dengan

penambahan

enzim 80

ml/kg

TDL

(44,31%) dan 60 ml/kg TDL (44,42%).

Semakin

banyak

enzim

yang

ditambahkan,

nilai

NDF

mengalami

penurunan.

Perlakuan

dengan

penambahan enzim sebanyak 20; 40; 60;

80 dan 100 ml/kg dibandingkan dengan

kontrol, menghasilkan penurunan nilai

NDF berturut-turut sebanyak 3,66; 6,29;

10,14; 10,36 dan 13,92%.

Penambahan

ekstrak

enzim

rumen

domba

nyata

(P

<

0,05)

mempengaruhi nilai ADF tepung daun

lamtoro. Nilai ADF perlakuan tanpa

penambahan enzim lebih tinggi dari nilai

ADF seluruh perlakuan yang mendapat

penambahan

enzim.

Perlakuan

penambahan enzim pada taraf taraf 20,

40, 60, 80 dan 100 ml/kg tidak

menghasilkan nilai ADF yang berbeda

tetapi lebih rendah dan nyata berbeda

dengan perlakuan tanpa penambahan

enzim. Peningkatan jumlah enzim yang

ditambahkan

cenderung

akan

menurunkan nilai ADF. Secara

berturut-turut penambahan enzim sebanyak 20;

40; 60; 80 dan 100 ml/kg akan

menurunkan nilai ADF sebanyak 18,70 ;

14,63; 15,83 ; 13,43 dan 13,46%.

Gambar 3. Kadar NDF setiap perlakuan

dengan masa inkubasi 24 jam

Gambar 4. Kadar ADF setiap perlakuan

dengan masa inkubasi 24 jam

Ket : huruf yang sama pada diagram batang

menunjukkan nilai tidak berbeda nyata

(P >0,05)

Kadar Asam Fitat

Hasil pengukuran kadar asam fitat

tepung daun lamtoro gung yang telah

(6)

72

mendapat penambahan eksrak enzim

kasar cairan rumen disajikan pada

Gambar 5.

Kandungan

asam

fitat

nyata

(P<0,05) dipengaruhi oleh penambahan

ekstrak enzim rumen domba. Kadar

asam fitat pada perlakuan penambahan

ekstrak enzim rumen sebanyak 20, 40, 60

dan 80 ml/kg berbeda nyata dengan

perlakuan kontrol dan perlakuan dengan

penambahan

eksrak

enzim

rumen

sebanyak 100ml/kg TDL. Nilai asam fitat

tertinggi

yaitu 7,84%

dicapai

pada

perlakuan tanpa penambahan enzim dan

perlakuan terendah yaitu 2,50% dicapai

pada pelakuan yang menggunakan enzim

terbanyak (100ml/kg TDL).

Gambar 5. Nilai rata-rata kadar asam fitat

setiap perlakuan uji in vitro

Gambar 6. Persentase penurunan kadar

asam fitat setiap perlakuan

dibandingkan kontrol

Persentase

penurunan

kadar

asam fitat (Gambar 6) pada semua

perlakuan yang mendapat penambahan

enzim 20; 40; 60; 80 ml/kg TDL secara

berurutan adalah 15,15; 19,53; 19,62 dan

19,77 %. Penurunan kadar asam fitat

terbesar

dibandingkan

kontrol

yaitu

sebesar 68,09% terdapat pada

perlakuan penambahan enzim sebesar

100ml/kg TDL.

Uji Respon Parameter Kualitas Nutrien

Respon kadar serat dan kadar

asam fitat pada periode inkubasi 24 jam

membentuk pola persamaan garis linier.

Pola respon kadar serat (Gambar 7) dan

asam fitat (Gambar 8) membentuk pola

respon

linier

negatif

yang

menggambarkan semakin banyak ekstrak

enzim rumen yang ditambahkan maka

kadar serat dan kadar asam fitat akan

menurun.

(7)

73

Gambar 7. Kurva respon kadar serat

perlakuan uji in vitro

Gambar 8. Kurva respon kadar asam

fitat perlakuan uji in vitro

Respon kadar NDF dan kadar

ADF pada periode inkubasi 24 jam

membentuk pola persamaan garis linier

negatif yang mengambarkan semakin

banyak ekstrak enzim rumen yang

ditambahkan maka kadar serat akan

menurun.

Gambar 9. Kurva respon kadar NDF perlakuan uji in vitro

Gambar 10. Kurva respon kadar ADF perlakuan uji in vitro

Pembahasan

Hasil percobaan secara

in vitro

menunjukkan bahwa eksrak enzim

cairan

rumen

domba

efektif

menghidrolisis tepung daun lamtoro

gung untuk bahan formulasi pakan ikan

nila dan sangat dipengaruhi oleh jumlah

enzim yang ditambahkan

Pada penelitian ini, penambahan

ekstrak enzim cairan rumen akan

menurunkan

kadar

serat

TDL.

Penambahan 100 ml enzim/kg TDL

dapat

menurunkan

kadar

serat

mencapai 53,40%. Penurunan kadar

serat ini merupakan hasil dari kerja

enzim amilase dan selulase yang

disekresikan

oleh

mikroba

yang

terkandung pada cairan rumen. Dimana

enzim amilase akan menghidrolisis

-1,4 menjadi pati cair dan

maltose sedangkan enzim selulase

akan

menghidrolisis

selulosa

yang

memiliki rantai yang lebih pendek.

Enzim amilase akan menghidrolisis

(8)

74

ikatan -1,4 menjadi D-glukosa, maltosa

dan sejumlah kecil destrin. Proses

penghidrolisisan ini merupakan kerja

kelompok

endo

amilase

dan

eksoamilase. Endo amilase yaitu enzim

amilase

yang

bekerja

dengan

memecah ikatan pada bagian tengah

substrat dengan pH optimum 5-7 dan

suhu optimum 60 – 70

o

C. Endo amilase

banyak ditemukan pada tanaman dan

mikroorganisme,

terutama

Bacillus

stearothermophilus,

B-subtilus,

Apergilus

niger

dan

A.oryzae.

Sedangkan kelompok ekso amilase

adalah menghidrolasis

unit-unit dari

ujung non reduksi substrat menjadi

maltose dan maltotriosa dengan pH 4,5

– 5,5 dan suhu 40- 60

o

C. Ekso amilase

banyak ditemukan pada tanaman dan

mikroorganisme,

terutama

Bacillus

stearothermophilus,

B-subtilus,

Apergilus niger dan A.oryzae. Jenis

mikroorganisme

ini

sangat

banyak

didapatkan di rumen, sehingga ketika

cairan

rumen

dieksraksi

untuk

mendapatkan enzim kasar, jenis enzim

amilase

selulase

akan

terdeteksi

aktifitasnya.

Enzim

selulase

merupakan

kompleks enzim (multi komponen) yang

terdiri dari beberapa enzim yang bekerja

bertahap

atau

bersama-sama

menguraikan

selulosa

menjadi

D-glukosa (Kim et al. 1994). Ada empat

kelompok enzim utama yang menyusun

selulosa berdasarkan substrat

masing-masing enzim, yaitu: Pertama; Endo

-

-4

D-glukanohidrolase, EC 3.2.1.4),

Cx-selulase, menghidrolisis ikatan glikolisik

-4) secara acak. Enzim ini tidak

menyerang

selobiosa

tapi

menghidrolisis selodekstrin. Enzim ini

juga aktif menyerang selulosa yang

telah

disubstitusi

misalnya

-4)

D-glukan selobiohidrolase (EC 3.2.1.91),

Cl

yang

menyerang

ujung

rantai

selulosa

non

pereduksi

dan

menghasilkan selobiosa. Enzim ini

dapat menyerang selodekstrin tapi tidak

menyerang

selulosa

yang

telah

disubstitusi

serta

tidak

dapat

-4)

D-glukan glukohidrolase (EC 3.2.1.74),

menyerang ujung rantai selulosa non

pereduksi dan menghasilkan glukosa.

Enzim ini menyerang selooligosakarida

dan CMC. Sedangkan yang ke empat

-

-4)

D-glukosida

glukohidrolase

(EC

3.2.1.21), menghidrolisis selobiosa dan

rantai pendek selooligosakarida dan

glukosa.

Cone

(1990)

melakukan

observasi dengan scanning elektron

mikroskop yang memperlihatkan hasil

bahwa telah terjadi degradasi granula

bahan pati dengan penambahan cairan

rumen yang telah bebas dari sel-sel

mikroba rumen.

Analisa kualitas nutrien TDL

dengan

periode

inkubasi

24

jam

memperlihatkan

penurunan

nilai

kandungan serat kasar dan serta

(9)

75

perubahan komponen serat yaitu ADF

dan NDF. Nilai

Acid Detergent Fiber

(ADF) dan

Neutral Detergent Fiber

(NDF) adalah nilai yang dihasilkan untuk

mengambarkan komponen dari serat

kasar dimana kedua metode ini hanya

dapat menentukan kadar total serat

yang tak larut dalam larutan deterjen.

ADF hanya dapat untuk menentukan

kadar

total

selulosa

dan

lignin,

sedangkan

dengan

NDF

dapat

menententukan

kadar

total

dari

selulosa,

hemiselulosa

dan

lignin.

Selisih jumlah serat dari analisis NDF

dan ADF dianggap jumlah kandungan

hemiselulosa,

meski

sebenarnya

terdapat

juga

komponen-komponen

lainnya selain selulosa, hemiselulosa

dan lignin. Pada penelitian ini nilai

NDF dan ADF perlakuan kontrol tanpa

penambahan enzim memperlihatkan

nilai kandungan NDF yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perlakuan 20, 40,

60

dan

100

ml

enzim/kg

TDL,

penurunan nilai NDF dan ADF ini dapat

menggambarkan meningkatnya bagian

bahan pakan yang dapat dicerna.

Menurunnya kadar serat serta

komponen

NDF,

ADF

dengan

bertambahnya jumlah ekstrak enzim

cairan rumen yang ditambahkan, terjadi

karena peluang substrat untuk bertemu

dengan

katalisator

biologis

dalam

proses hidrolisis protein, karbohidrat

dan lemak semakin besar. Abu

et al

(2005) melaporkan bahwa peningkatan

konsentrasi enzim secara umum akan

memberikan pengaruh yang lebih besar

pada waktu hidrolisis dibandingkan

dengan peningkatan temperatur. Lama

proses

hidrolisis

berlangsung

menyebabkan

substrat

yang

terdegradasi

semakin

banyak

dan

produk yang dihasilkan akan semakin

meningkat. Vijaya

et al. (2002)

melaporkan

adanya

indikasi

peningkatan derajat hidrolisis dengan

peningkatan waktu inkubasi.

Dilaporkan oleh Pantaya (2005)

bahwa perlakuan tanpa enzim rumen

mengandung polisakarida lebih tinggi

dibandingkan

perlakuan

dengan

penambahan enzim rumen, dimana

perlakuan dengan penambahan enzim

rumen 620 dan 1240 U/kg pada

wheat

pollard

menurunkan kadar polisakarida

sebesar 4 dan 3,9%. Hidrolisis enzim

1240

U/kg

terhadap

komponen

polisakarida

wheat pollard juga akan

meningkatkan kandungan oligosakarida

dan

monosakarida

sebesar

5,5%

dibandingkan pada perlakuan tanpa

penambahan enzim (Pantaya, 2005).

Kemampuan

bakteri

rumen

untuk

meningkatkan kualitas bahan baku

pakan telah

dibuktikan pula oleh

Purnomohadi

(2006),

dimana

fermentasi jerami padi selama 7 hari

dengan

bakteri

selulitik

rumen

menghasilkan penurunan bahan kering

10,6%, kadar serat 15,98% .

Penambahan

enzim

cairan

rumen ini akan merombak komponen

bahan yang sulit dicerna menjadi mudah

(10)

76

dicerna,

dimana

selulosa

dipecah

menjadi komponen glukosa yang dapat

dimanfaatkan sebagai sumber energi

bagi hewan (Twoney

et al.

2003).

Didukung pula oleh Alemawor (2009)

yang mendapatkan peningkatan kualitas

nutrien

yang

lebih

baik

pada

penggunaan multi enzim pada bahan

baku pakan dengan nilai total gula

meningkat, serat kasar, NDF, ADF,

selulase dan lignin yang menurun.

Pada penelitian ini TDL tanpa

perlakuan

penambahan

enzim

mengandung

asam

fitat

sebanyak

7,839%. Sedangkan terjadi penurunan

kadar fitat sebanyak 68,088 % TDL

setelah

diinkubasi

dengan

ekstrak

cairan rumen domba sebanyak 100

ml/kg TDL. Satu mili ekstrak ekstrak

cairan rumen domba mengandung

enzim

fitase

2,7388

Unit/menit.ml

(Fitriliyani,

unpublisded). Satu unit

fitase didefenisikan sebagai kuantitas

enzim itu membebaskan 1 mikromol dari

fosfor per menit dari 0,0015mol/L

sodium phytate pada pH 5,5 dan 37

o

C

(Simon

et al. 1990). Dalam enzim

rumen didapatkan aktifitas enzim fitase.

Fitase dapat menghidrolisis asam fitat

secara

bertahap

menjadi

senyawa

turunannya, yang dapat larut dan

terserap dalam sistem pencernaan.

Fitase

(mio-inositol

heksakisfosfat

fosfohidrolase, E.C. 3.1.3.8) merupakan

suatu fosfomonoesterase yang mampu

menghidrolisis

asam

fitat

menjadi

ortofosfat anorganik dan ester-ester

fosfat dari mio-inositol yang lebih

rendah. Cole (2001) mengemukakan

bahwa terdapat 2 jenis enzim fitase

yaitu; 3-fitase yang diperoleh dari fungi

dan

6-fitase

yang

diperoleh

dari

tumbuhan. Perbedaan khas dari kedua

jenis

ini

adalah

tempat

hidrolisis

pertama molekul fitat, 3-fitase pertama

memotong asam fitat pada posisi 3 dan

6-fitase pertama memotong asam fitat

pada posisi 6.

Kadar asam fitat memperlihatkan

pola respon linier yang kadarnya

semakin

menurun

dengan

meningkatnya jumlah ekstrak enzim

cairan

rumen

yang

ditambahkan.

Penurunan kadar asam fitat merupakan

hasil kerja dari enzim fitase yang

terkandung dalam ekstrak enzim cairan

rumen domba. Asam fitat merupakan

zat anti nutrisi yang secara alamiah

terdapat pada tanaman leguminosa dan

kacang-kacangan.

Mio-inositol

heksakisfosfat

(C

6

H

18

O

24

P

6

)

adalah

rumus kimia dari asam fitat dengan

struktur cincin yang mirip dengan

glukosa, yang berikatan dengan fosfor

unruk membentuk struktur asam fitat.

Selain fosfor unsur-unsur lain juga

ditemukan terikat dalam asam fitat

(Ravindra,

2000)

seperti

mineral

bervalensi dua (Ca, Zn, Fe dan Mg)

yang akan membentuk fitat mineral

yang tidak larut (Cole, 2001). Asam fitat

tidak larut dalam pH netral dan

menurunkan aktifitas enzim protease

dengan protein yang mengikat asam

(11)

77

fitat, sehingga akan menurunkan pula

bioavailability dari protein di dalam

pakan (Ravindra, 2000).

Kandungan enzim fitase yang

menghidrolisis

asam

fitat

akan

melepaskan bahan-bahan mineral dari

gugusnya seperti P, Ca, Zn, Mg dan Fe

. Hal ini sejalan pula dengan analisa

asam fitat yang terkandung pada

perlakuan inkubasi TDL dengan 80ml/kg

TDL yang mengalami penurunan 19,776

dibandingkan

perlakuan

kontrol.

Armani dan Refilda (2005) melaporkan

bahwa penambahan enzim fitase

pada gandum, bekatul dan kedelai

dapat meningkatkan ketersediaan

mineral Ca, Mg, Fe dan Zn. Mineral Ca,

Mg, Fe dan Zn yang dibebaskan dari

gandum, berturut-tuurut 70 %, 7,1 %,

17,5 % dan 89,6 %; pada bekatul

berturut-turut mencapai 60 %, 17,5 %,

7,7 % dan 86,8 % dan pada Kedelai

berturut-turut mencapai 77 %, 7,7 %,

12,1 % dan 88,9 %.

Ikan mempunyai keterbatasan

dalam menyerap fosfor dari air karena

konsentrasi fosfor dalam air sangat

kecil, sehingga kebutuhan fosfor ikan

sebagian besar dipenuhi dari pakan

(NRC, 1993). Mineral fosfor penting

sebagai komponen dari fosfolipid,

asam-asam nukleat, senyawa berenergi tinggi

(ATP). Fosfor berperanan penting

dalam metabolism karbohidrat, lemak

dan asam amino, sedangkan dalam otot

dan jaringan syaraf berperan dalam

menjaga tekanan osmotic cairan tubuh

(Lall. 2002). Keseimbangan fosfor

dalam tubuh dijaga dengan jalan

pertukaran antara senyawa fosfor dalam

tulang dan fosfor yang ada dalam

makanan (Djodjosubagio dan Piliang,

1990).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Peningkatan

penambahan

ekstrak

enzim cairan rumen domba untuk

menghidrolisis TDL efektif menurunkan

kandungan serat dan kandungan asam

fitat.

Saran

Perlunya kajian peluang pemanfaatan

eksrak enzim rumen dan isi rumen

untuk feed additive pakan ikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abu EA, Ado SA and James DB. 2005.

Raw starch degrading amylase

production by mixed culture of

Aspergillus

niger

and

Saccharomyces cerevisae

grown

on

Sorghum pomace,

Afr. J.

Biotechnol. 4(8):785-790.

Agbede JO and Aletor VA. 2004.

Chemical

characterization

and

protein quality evaluation of leaf

protein

concentrates

from

Gliricidia sepium

and

Leucaena

leucocephala.

International

Journal of Food Science and

Technology, 39: 253-261.

Alemawor

F,

Victoria,

Dzogbefia,

Emmanuel

OK,

Oddoye

and

James HO. 2009. Enzyme

cocktail for enhancing poultry

utilisation of cocoa pod husk.

Scientific Research and Essays,

4(6):555-559.

(12)

78

AOAC. 1990. Official Methods of

Analysis. Association of Official

Analitycal Chemist. AOAC.

Washington DC. USA.

Armaini dan Refilda. 2005. Pengaruh

fitase

terhadap

peningkatan

ketersediaan mineral dalam bahan

pangan yang berasal dari

biji-bijian. Working Paper. Fakultas

Matematika

dan

Ilmu

Pengetahuan Alam. (Unpublished)

URL:

http://repository.unand.ac.id/id/epri

nt/1618

Cole SJ. 2001. Phytase. www.phytase

.net. 6 Maret 2010.

Djojosoebagio S dan Piliang GW.

1996. Fisiologi nutrisi. Jakarta UI

Press.

Gracia GW, Ferguson TU, Neckles FA,

and Archibald KAE. 1996. The

nutritive

value

and

forage

productivity

of

Leucaena

leucocephala.

Anim

Feed

Sci

Technol. 60:29-41.

Jalilvand G, Odongo NE, López S,

Naserian A, Valizadeh R, Eftekhar

Shahrodi, F, Kebreab E and

France J. 2008. Effects of

different levels of an enzyme

mixture on in vitro gas production

parameters of contrasting forages.

Anim. Feed Sci. Tech.

146:289-301.

Kung LJr, Treacher RJ, Nauman GA,

Smagala AM, Endres KM and

Cohen MA, 2000. The effect of

treating forages with fibrolytic

enzymes on its nutritive value and

lactation performance of dairy

cows. J. Dairy Sci. 83:115-122.

Lall SP. 2002. Mineral nutrition, p

260-308. In JE Halver and RW Hardy

(eds), Fish nutrition, 3

rd

ed,

Academic Press, San Diego, USA.

Lessel R, Frogeot C, Lesel M. 1986.

Cellulose digestibility in grass

carp

Ctenopharyngodon idella

and goldfish Carassius auratus.

Aquaculture,

54;11-17.

Lindsay GJH and Harris JE. 1980.

Carboxymethylcellulase activity in

the digestive tracts of fish.

Journal

of Fish Biology. l6:219-233.

Luczkovich JJ and Stellwag EJ. 1993.

Isolation of cellulolytic microbes

from the intestinal tract of Lagodon

rhomboides: size-related changes

in

diet and microbial abundance.

Marine Biology. 16:381 -388.

Moharrery A and Das Tirta K. 2002.

Correlation

between

microbial

enzyme activities in the rumen fluid

of sheep under different treatments.

Reprod. Nutr. Dev,41:513-529.

NAS. 1994. Leucaena: Promising forage

and tree crop for the tropics. Second

Edition.

National

Academy

of

Sciences. Washington.

Pantaya Dadik, Nahrowi, Lily Amalia

Sofyan. 2005. Penambahan

enzim cairan rumen pada pakan

berbasis

wheat pollard

dengan

proses

pengolahan

steam

pelleting pada performans

Prejs A and Blaszczyk M. 2006.

Relationships between food and

cellulase activity in freshwater

fishes.

Journal of Fish Biology.

Vol 11;5; 447–452.

Purnomohadi M. 2006. Peranan bakteri

selulotik

cairan

rumen

pada

fermentasi jerami padi terhadap

mutu pakan.

Jurnal Protein, Vol

13, No 2.

Ravindran V, Cabahung S, Ravindran

G, Sell PH and Bryden WL. 2000.

Respose of broiler chickens to

microbial phytase supplementation

as influenced by dietary phytic

acid

and

non-phytate

phosphorous level. II. Effects on

apparent metaboliazable energy,

nutrient digestibility and nutrient

retention.

Br. Poult. Sci, 41:

193-200.

Saha A and Ray AK. 1998. Cellulase

activity

in

rohu

fingerlings.

Aquaculture

Internationale,

(13)

79

Scott JR, Newton SH and Katayama

RW. 1982. Evaluation of sunflower

meal

as

a

soybean

meal

replacement in rainbow trout diets.

Proceeding of Thirty-Sixth Annual

Conference.

South-Eastern

Association of Fish and Wildlife

Agencies, Jacksonville. Florida.

Stickney RR and Shumway SE. (1974)

Occurrence of cellulase activity in

the stomachs of fish. Journal of Fish

Biology, 6:779-790.

Sutardi T. 1981. Sapi perah dan

pemberian

makanannya.

Dep.

Ilmu

Makanan

Ternak.

Fak.

Petcrnakan. Inst. Pcrtanian Bogor.

Bogor

Twoney LN, Muske JR, Kowe JB, Choct

M, Brown W, Mc Connell MF and

Pethick DW. 2003. The effect of

increasing level of soluble non

starch polysaccharide on inclusion

of feed enzyme in dog diet on

fecal quality and digestibility.

Animal

Feed

Science

and

Technology ,108: 71-82.

Van Soest PJ, Robertson JB, Lewis BA.

1991. Methods for dietary fiber,

neutral detergent fiber, and

non-starch polysaccharides in

relation to animal nutrition.

J.

Dairy Sci. 74: 3583-3597.

B.

Vijaya GV, Gireesh T and Gajanan

SB. 2002. Effect of enzymatic

hydrolysis of proteins on growth

and milk production.

Journal of

the

Science

of

Food

and

Gambar

Gambar  1.    Kandungan  serat  kasar  setiap  perlakuan  dengan  masa  inkubasi 24 jam
Gambar  5.    Nilai  rata-rata  kadar  asam    fitat  setiap perlakuan uji in vitro
Gambar    8.  Kurva  respon  kadar  asam  fitat perlakuan uji in vitro

Referensi

Dokumen terkait

Orang-orang Ahlul kalam berasumsi: kalau Allah ّلجوّزع itu beristiwa‟ di atas „Arasy, tentu Allah itu memiliki tubuh, karena istiwa‟ adalah sifat bagi

hasil pengamatan menunjukkan bahwa penggunaan tepung kepala ikan teri dalam pakan buatan pada perlakuan E memberikan pengaruh nyata dibandingkan perlakuan A, B, C,

Hasil penelitian ini ditemukan bahwa setiap pasangan yang memutuskan tetap bersama pasca terjadinya konflik dalam sebuah hubungan ini memiliki konsekuensi yang

Media pembelajaran berbasis katalog merupakan media visual yang dapat dirancang sendiri oleh pendidik sesuai dengan kebutuhan materi dan karakteristik peserta didik, memiliki

Perbaikan komunikasi internal oleh management representative , perbaikan dokumen tanggung jawab dan wewenang oleh manajer HRD, melakukan tinjauan manajemen dilakukan

Berdasarkan pada hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan peneliti dapat dibuat kesimpulan bahwa ada perbedaan keterampilan membaca pemahaman antara penggunaan

Dari atas kolom gas dimasukkan ke dalam kondenser dan cairannya ditampung dalam drum D-1 kemudian di pompa kembali ke atas kolom dan sebagian didinginkan di dalam cooler,

Di samping itu, kajian ini juga bertujuan untuk mengenalpasti kepentingan negara Palestin kepada umat Islam dan peranan yang perlu dimainkan oleh umat Islam dalam