57
Interaksionisme Simbolik Pengguna Media Sosial Facebook dan WhatsApp
Pada Isu Covid-19
Symbolic Interactionism of Social Media Users Facebook and WhatsApp
on Covid-19 Issues
Zulkarnain Hamson
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Timur (UIT) Jalan Rappocini Raya No. 171-172 Makassar
Abstract
This research was conducted on WhatsApp and Facebook social media users, the aim of observing the behavior of the users of both social media, related to the issue of the pandemic Covid-19, which is sweeping the world. Indonesia is a country in the risk category, after a number of people with positive Covid-19 found. During the period March 10-17, 2020, conversations of members of the WhatsApp Group Alumni Association of the Faculty of Social and Political Sciences, Hasanuddin University, whose members tended to be heterogeneous, from various professional fields, were also spread throughout Indonesia, with more than 200 members and Lecturer groups FISIP University of Eastern Indonesia (UIT) Makassar, whose members tend to be homogeneous, and only resides in Makassar City. The Facebook group that was observed was a journalist group. It was revealed that Facebook and WhatsApp users were actively disseminating Covid-19 information in the form of religious propaganda, medical information, political responses, humorous humor. On both social media accounts, user behavior appears to be active, continuously informing the Covid- 19 phenomenon, with various versions, including news links, opinions, analysis of both amateur and expert experts, criticism of the government, to memes and images that sometimes are photos of officials country. Research uses qualitative methods to explore and understand the meaning of messages. The approach and method of analysis used in this study are, content analysis method using quantitative data and qualitative data simultaneously.
Keywords: covid-19; interactionism; issues; social media Abstrak
Penelitian ini dilakukan terhadap pengguna media social WhatsApp dan Facebook, tujuannya mengamati perilaku pengguna kedua media social itu, terkait isu pandemic Covid-19, yang melanda dunia. Indonesia adalah negara yang masuk dalam kategori beresiko, setelah ditemukan sejumlah pengidap positif Covid-19. Selama periode 10-17 Maret 2020, percakapan anggota grup WhatsApp Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, yang anggota cenderung heterogen, dari berbagai bidang profesi, juga tersebar di seluruh Indonesia, dengan jumlah anggota lebih dari 200 dan grup Dosen Fisip Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar, yang anggotanya cenderung homogen, dan hanya berdiam di Kota Makassar. Adapun grup Facebook yang diamati, adalah grup wartawan. Terungkap pengguna Facebook dan WhatsApp yang aktif menyebarluaskan informasi Covid-19 dalam bentuk dakwah keagamaan, informasi medis, respon politis, guyonan humor. Pada kedua akun media sosial itu, prilaku pengguna terlihat aktif, secara terus menerus menginformasikan fenomena Covid-19, dengan berbagai versi, diantaranya link berita, opini, analisis baik ahli mapun amatir, kritik pada pemerintah, hingga meme dan gambar yang terkadang adalah foto pejabat negara. Penelitian menggunakan metode kualitatif untuk mengeksplorasi dan memahami makna pesan. Pendekatan dan metode analisis yang dipergunakan pada penelitian ini adalah, metode analisis isi dengan menggunakan data kuantitatif dan data kualitatif secara bersamaan.
Kata kunci: covid-19; interaksionisme; isu; media sosial
.
PENDAHULUAN
Dalam studi komunikasi, penelitian interpretatif dimaksudkan untuk memahami makna fenomena dari sebuah situasi. Peneliti
berasumsi bahwa makna adalah interpretasi individu. Meskipun ada banyak perspektif, interpretivisme terfokus pada makna subjektif mengenai bagaimana individu atau anggota
58 menangkap, mengerti, dan memahami
peristiwa, semuanya sangat terkait dengan paradigm (Hajaroh, 2010) Interpretivisme mempunyai pandangan yang sama dengan konstruksionisme. Makna dibangun oleh manusia karena mereka terlibat di dalam dunia yang ditafsirkannya. Semiotika mempelajari relasi elemen- elemen tanda di dalam sebuah sistem berdasarkan aturan main dan konvensi tertentu, serta mengkaji peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial (Piliang, 2004)
Interpretivisme berusaha memahami tindakan sosial individu dengan tujuan untuk memahami aspek-aspek aktivitas manusia dari perspektif mereka. Peneliti percaya bahwa persepsi adalah gejala pengamatan oleh karena itu semua pengetahuan tergantung pada konteks dan pemahamannya (Sudarsyah, 2016). Secara referensi, interpretivisme berusaha memahami makna dan motif di balik tindakan, perilaku atau interaksi dengan orang lain. Mereka mencoba untuk menganalisis perilaku secara mendalam dari sudut pandang individu yang bersangkutan atau menganalisis
perilaku yang dipahami dalam “ungkapan”
mereka (emic view). Extraversion memiliki efek terbesar pada kelelahan media sosial, diikuti oleh neurotisme, kesopanan, kesadaran dan keterbukaan terhadap pengalaman.(Lee dkk., 2014)
Penelitian ini mengacu pada teori interaksionisme simbolik, yang juga kerap digunakan dalam penelitian komunikasi (Hamson, 2019) bertujuan mengungkapkan bagaimana fenomena prilaku pengguna media sosial Faceebook dan WhatsApp, dalam menyikapi Pandemi Covid-19, yang melanda dunia dari Desember 2019, hingga Maret 2020, dengan korban nyawa manusia mencapai ribuan orang di 200 negara (Sohrabi et al., 2020) Penelitian ini tidak bersifat final, dikarenakan prinsip bahwa ciri khas teori yang sukses adalah keberhasilannya dalam terus-menerus menghasilkan pertanyaan baru danmengidentifikasi jalan baru penyelidikan ilmiah (McCombs, 1993)
Virus Corona atau Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini
disebut COVID-19. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, pneumonia akut, sampai kematian. Virus ini bisa menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil, maupun ibu menyusui. Covid-19 telah menjangkiti warga di banyak negara (Hageman, 2020)
Siaran pers Johns Hopkins CSSE, hingga Kamis 27 Februari 2020, pukul 14.15 WIB, jumlah korban jiwa akibat virus corona mencapai 2.801 orang. Dari total 82.164 warga dunia yang terjangkit, sebanyak 32.897 orang dinyatakan sembuh dari serangan virus tersebut. Mengutip worldometers, sampai Kamis 12 Maret 2020, pukul 06.35 WIB telah jatuh korban meninggal 4.616 orang, terdata 126.061 kasus virus corona di seluruh dunia. Virus yang pertama kali terjadi di kota Wuhan, Hubei, Tiongkok itu sudah mewabah ke-122 negara di dunia. Data lain menunjukkan 67.057 penderita yang dinyatakan sembuh. Secara global 75 748 dikonfirmasi (548 baru) China 74 675 dikonfirmasi (399 baru) 2121 kematian (115 baru) Di luar Cina 1073 dikonfirmasi (149 baru) 26 negara (1 baru) 8 kematian (5 baru) (WHO, 2020)
Tulisan ini mencoba mengamati prilaku pengguna media sosial, Facebook dan WhatsApp, dalam merespon fenomena Covid-19. Amatan dilakukan selama sepekan terakhir pada dua grup WhatsApp dan akun Facebook. Dari kedua akun WhatsApp dan Facebook itu tergambarkan klasifikasi pengguna menjadi empat kelompok diantaranya kelompok pengguna WA dan Facebook yang berciri agamis, medis, politis, dan humoris.
Keberlangsungan komunikasi pada akun media sosial Facebook dan WhatsApp, bisa dilihat dari pandangan, melalui Teori Behaviorisme. Menurutnya ini mencakup semua perilaku, termasuk tindakan balasan atau respon terhadap suatu rangsangan atau stimulus. Artinya bahwa selalu ada kaitan antara stimulus dengan respon pada perilaku manusia. Jika suatu stimulus atau rangsangan yang diterima seseorang telah teramati, maka dapat diprediksikan pula respon yang akan dikeluarkannya (Harzem, 2015)
59 Selama periode 10-17 Maret 2020,
pengguna Facebook dan WhatsApp yang aktif menyebarluaskan informasi Covid-19 dalam bentuk dakwah keagamaan, informasi medis, respon politis, guyonan humor. Pada kedua akun media sosial itu, prilaku pengguna terlihat aktif, secara terus menerus menginformasikan fenomena Covid-19, dengan berbagai versi, diantaranya link berita, opini, analisis baik ahli mapun amatir, kritik pada pemerintah, hingga meme dan gambar yang terkadang adalah foto pejabat Negara.
Perbedaan yang cukup mendasar, bisa kita lihat pada karakter media arus utama, yang cenderung formal dan etis. Teori Agenda Setting beranggapan apabila media memberikan tekanan pada suatu peristiwa maka, media tersebut akan membuat masyarakat menganggap peristiwa itu penting (Guo and Vargo, 2018). Dalam hal ini, media mempunyai efek yang sangat kuat dalam mempengaruhi asumsi masyarakat. Pada media sosial Facebook dan WhatsApp, tingkat kepercayaan pengguna dalam kedudukannya sebagai konsumen informasi cenderung lemah. Beberapa diantaranya mempercayainya, dan kemudian bertindak aktif untuk membaginya ke grup lain yang diikutinya (Alford dkk., 2006).
Asumsi bahwa apa yang dianggap penting oleh media akan dianggap penting oleh masyarakat, berdasarkan teori agenda setting di atas, tidak berlaku pada media sosial, sekalipun intensitas terpaan informasinya sangat cepat dan kontinyu. Hal ini boleh jadi dipengaruhi kesadaran pengguna Facebook dan WhatsApp bahwa yang mengirim informasi adalah orang yang tidak memiliki kompetensi akan kualitas informasi yang dibagikannya. Terlebih hampir sebagian besar pengguna saling kenal secara lebih dekat, terkait latar belakang juga identitas (Wenger, 1998) Identitas diri merupakan susunan gambaran diri individu sebagai seseorang. menurut Michael Hecth dalam Little John, pada teori komunikasi tentang identitas, identitas adalah sebuah penghubung utama antara individu dan masyarakat serta komunikasi merupakan mata rantai yang memperbolehkan hubungan ini terjadi (Littlejohn ,1983)
Identitas yang ada adalah kode yang mendefinisikan keanggotan individu dalam komunitas yang beragam. Kode yang terdiri dari simbol, seperti bentuk pakaian dan kepemilikan dan kata-kata, seperti deskprisi diri atau benda yang biasanya individu katakan, dan makna yang individu dan orang lain hubungkan terhadap benda-benda atau atribut-aribut tersebut Identitas khusus berupa pengungkapan perasaan dan pemikiran disampaikan melalui pesan teks yang dikirim dari dan pada individu lain. Teori Interaksionisme Simbolik dari konsepsi-diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi sosial individu dengan orang lain. Herbert berusaha menjabarkan pemikiran interaksionis simbolik; Pertama bahwa manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya.(The foundation of pragmatic sociology: Charles Horton Cooley and George Herbert Mead, 2006)
METODOLOGI
Penelitian menggunakan metode kualitatif untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan. Pendekatan dan metode analisis yang dipergunakan pada penelitian ini adalah, metode analisis isi dengan menggunakan data kuantitatif dan data kualitatif secara bersamaan (Yusuf, 2014) Data kuantitatif digunakan
untuk menjawab pertanyaan „apa‟, sedangkan
data kualitatif untuk menjawab pertanyaan
„mengapa‟ dan menganalisis persepsi orang
terhadap suatu informasi yang tertulis dalam teks. Tugas peneliti analisis isi ialah mengungkap pesan-pesan yang disadari dan yang tidak disadari yang dibawa oleh teks, baik yang tertulis secara eksplisit maupun implisit (Krippendorff, 1980).
Mengamati percakapan grup WhatsApp Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, yang anggota cenderung heterogen, dari berbagai bidang profesi, juga tersebar di seluruh Indonesia, dengan jumlah anggota lebih dari 200 dan grup Dosen Fisip
60 Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar,
yang anggotanya cenderung homogen, dan hanya berdiam di Kota Makassar. Adapun grup Facebook yang diamati, adalah grup wartawan. Item pesan yang damati dikelompokkan berdasarkan isu. Selanjutnya dilakukan pemilahan, bagi informasi yang tidak signifikan, karena frekwensi kemunculannya dianggap kecil tidak dipilih. Pesan yang memiliki intensitas kemunculan mencapai empat besar, akan diurut berdasarkan besaran jumlah kemudian dianalisis sebagai informasi atau isu dominan dalam penelitian ini (Rahardjo, 2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada periode pengamatan, diperoleh kurang lebih 12 isu, yang muncul pada periode pengamatan yakni; Isu Agama, Medis, Politik, Humor, Suku, Ras, Etnis, Ekonomi, Budaya, Pendidikan, Gender, Anak. Dari 12 isu yang ada dalam perbincangan grup yang diteliti, diperoleh 4 isu dominan, yakni Agama, Medis, Politik, Humor, diukur berdasarkan jumlah frekwensi kemunculannya yang dominan.
Kategori Agamis
Pada peristiwa epidemi Covid-19, respon pengguna Facebook dan WhatsApp yang berkategori agamis, cenderung menyebarluaskan informasi, yang mengaitkan Covid-19 dengan takdir Tuhan, pesan Nabi, dosa umat manusia, tanda-tanda kiamat, pesan- pesan dakwah itu dalam berbagai format, clip video, gambar, tulisan, audio visual, yang diambil dari berbagai sumber, dari postingan di grup WhatsApp atau wall Facebook lain, atau diproduksi sendiri secara sadar.
Jumlah informasi yang diproduksi atau disebarluaskan pada kedua grup WhatsApp oleh anggota grupnya, selama periode penelitian berjumlah 40 item. Sedangkan pada media Facebook mencapai 35 item. Ada kemiripan antara pesan yang dikirim di grup WhatsApp dengan di Facebook, namun memiliki perbedaan pada panjang kalimat, dan model penayangan. Jika pada WhatsApp, uraian kalimat detail, sedangkan pada Facebook, lebih simple dan ringkas, dengan dititik beratkan pada kutipan atau kalimat penting. Pesan agamis dengan muatan dakwah
Islam, berjumlah 85%, sedangkan pada Kristen 15%, selebihnya dll.
Kategori Medis
Informasi dengan kategori medis, mewarnai status dan kiriman di WhatsApp maupun Facebook, umumnya berisikan uraian detail yang singkat dan padat tentang Covid-19, diberbagai postingan terlihat mengulas dengan panjang lebar tentang asal mula virus. Pesan lain menjelaskan tentang proses penularan, siklus, daya rusak, dan cara penanggulangannya. Alternatif pengobatan non medis juga dikemas dengan beragam, keseluruhan pesan bisa didapati dalam bentuk, link berita, informasi lembaga kesehatan internasional, ulasan opini, komentar dokter, paramedis, audio visual, clip video, tulisan bergambar dan grafis menarik lainnya. pesan medis pada grup WhatsApp didapati sebanyak 25 item, dan pada Faceebook 17 item.
Pengguna kedua media social yang berkategori medis ini, umumnya bisa dikenali dengan gaya bahasa dan bobot informasi yang disebarkannya. Penulis yang menggunakan istilah medis, pada umumnya menggunakan identitas yang menunjukkan informasi yang dibaginya dapat dipertanggungjawabkan namun sebaliknya pada, pada penulis informasi medis yang tidak memiliki keahlian, cenderung tidak terstruktur dengan baik, demikian juga dengan gaya menulis, tidak menggunakan format penulisan ilmiah, diantaranya dengan penggunaan singkatan pada kata, misalnya; Untuk- utk, kepada-kpd, masyarakat-msy, dan masih banyak lagi singkatan yang tidak lazim dalam penulisan formal. Untuk medis murni 42%, sedangkan pada alternative medis herbal 58%, dengan konten informasi terkait pemanfaatan tanaman herbal, yang banyak tersedia di masyarakat.
Kategori politis
Respon pengguna kedua media social dengan kategori politis, selama periode pengamatan terlihat demikian gencar. Sorotan pada pemerintah pusat, hingga kabupaten/kota bukan hanya mempertanyakan kebijakan, sebagai langkah cepat tanggap darurat, komentar di WhatsApp dan Facebook sudah mengarah pada hujatan dan kritik pada pemerintah. Beberapa diantaranya dengan
61 terang-terangan membawa sisa residu pemilu
presiden, gubernur, bupati dan walikota. Ketidaksenangan pada pejabat, dilampiaskan dengan menyoroti kebijakan penanganan pandemi Covid-19, yang dinilainya lamban serta ceroboh. Semuanya didapati dalam bentuk, link berita, ulasan opini, komentar, audio visual, clip video, dan tulisan bergambar. Jumlahnya pada WhatsApp 36 item, dan pada Facebook berjumlah 42 item.
Pesan politik yang dikirim ke grup WhatsApp, pada umumnya ulasan panjang yang ditulis dengan rapih, dan hanya 25% beridentitas jelas. Sedangkan pada Facebook, pada umumnya berupa komentar pendek, singkat dan padat yang bisa ditelusuri dengan baik siapa pembuat pesannya 75% beridentitas jelas. Pengirim pesan di WhatsApp, umumnya politisi atau aktifis Lembaga Swadaya Masyarakat, sedangkan di Facebook terlihat lebih beragam, diantaranya mahasiswa, kelompok profesi berbagai bidang, serta masyarakat umum.
Kritikan pada pemerintah terkait kelambatan pada penanganan wabah Covid-19, bukan hanya ditujukan kepada para kepala daerah, dari gubernur, bupati, walikota, menteri, bahkan presiden. Pesan yang dikaitkan dengan sentiment etnik, juga mengaitkannya dengan Pemilu serta Pemilukada, yang akan datang. Umumnya berisi pesan ketidakpuasan, dan kegelisahan, ketakutan, kecemasan, bahkan hujatan.
Kategori Humoris
Pesan humor, yang menjadikan Pandemi Covid-19 sebagai bahan lelucon, didapati dalam berbagai format dan bentuk, diantaranya komentar, audio visual, clip video, tulisan bergambar dan berbagai karikatur lainnya. Sebagai contoh, menggunakan simbol masker, yang diganti dengan pakaian dalam perempuan, moncong pesawat Boeing dipasangi masker, beberapa diantaranya terkesan pornografi. Pembuat pesan maupun pembaginya tergolong pengguna Facebook dan WhatsApp yang memiliki selera humor tinggi, sekalipun dalam situasi yang serius dan mencekam, setelah pemerintah mengumumkan korban meninggal dunia akibat Covid-19.
Pada grup WhatsApp 55 pesan humor sedangkan pada Facebook 12 item pesan
humor. Umumnya berupa clip video diantaranya mencuci uang kertas menggunakan sabun, lagu dangdut penyanyi berjudul Corona, gambar mobil sedan Toyota Corona, dll. Humor dalam bentuk kalimat diantaranya; semasker berdua, Keluar rumah takut positif, 14 hari dalam rumah takut hamil, ada juga yang mengaitkan Corona dengan Colorna (celana dalam), dll. Pembuat pesan video humor tentang Covid-19, dapat diketahui dikarenakan pelakunya dikenali identitasnya. Hal yang berbeda pada grup WhatsApp dan Facebook, dengan tulisan humor, tidak mencantumkan nama atau identitas, didapati 80% item pesan humor, tidak etis, pada WhatsApp sedangkan pada Facebook mencapai 20% item humor terkesan tidak etis.
Penelitian ini mengungkapkan banyak hal dari sisi prilaku berkomunikasi dari masyarakat Indonesia pada umumnya, dengan keberanian yang beresiko berdampak hukum, atau pelanggaran pada UU ITE, di media social. Jugam menggambarkan belum efektifnya sosialisasi pentingnya mentaati aturan yang telah diberlakukan pemerintah. Penelitian ini tidak menjawab latar belakang konkret pengguna media social, baik dari sisi pendidikan, maupun profesi pengguna kedua media.
Intensitas penyebaran informasi juga mengalami penurunan drastic, yang diperkirakan terjadi akibat derasnya peringatan pihak kepolisian bagi pengguna media social yang menyebarkan berita bohong, Hoax, atau menebarkan informasi yang membuat masyarakat resah akan ditindak tegas. Hal itu dapat dilihat dari penurunan frekwensi membangi informasi di kedua media.
62 Gambar 1. Terlihat Kategori Politik di
Gambar 2 Terlihat Kategori politis, di WhatsApp
Gambar 3. Terlihat Kategori humor, di WhatsApp
Tabel 1. Gambaran Prosentase jumlah isu di Facebook dan WhatsApp.
Penelitian menemukan pada isu agamis, 85% isu berisi dakwah Islamiah, sedangkan 15% dari Kristiani. Pada isu medis, 58% menyuguhkan informasi alternative medis, dan 42% bermuatan medis murni. Pada isu politis, 75% berisi kritikan pada pemerintah, sedangkan 25% berisi pesan dukungan pada pemerintah. Untuk isu humor, 80% pesan terkesan tidak etis dan tak mencantumkan identitas, 20% berisi humor segar dan etis.
Tabel 2. Gambaran Frekwensi Kemunculan Berdasarkan Isu
Jenis Isu Whats App
Facebo ok
Agamis 40 35
63 Politis 36 42 Humor 55 12 Suku 20 9 Ras 15 4 Etnis 11 6 Ekonomi 10 12 Budaya 9 2 Pendidikan 7 1 Gender 5 4 Anak 4 7 Jumlah 237 151
Sumber: Data riset 10-17 Maret 2020 Intensitas penyebaran informasi juga mengalami penurunan drastis, yang diperkirakan terjadi akibat derasnya peringatan pihak kepolisian bagi pengguna media social yang menyebarkan berita bohong, Hoax, atau menebarkan informasi yang membuat masyarakat resah akan ditindak tegas.
KESIMPULAN
Penelitian memberikan gambaran bahwa pengguna media social Facebook dan WhatsApp di Indonesia, memiliki tingkatan respon yang berbeda-beda pada fenomena epidemi Covid-19, dengan pola agamis, medis, politis dan humoris.
Penelitian ini juga menjelaskan rendahnya kesadaran pengguna Facebook dan
WhatsApp, di Indonesia akan pentingnya menyaring dan menyebarluaskan informasi.
Masyarakat Indonesia pengguna Facebook dan WhatsApp mempunyai keberanian untuk memperoduksi informasi yang tidak akurat dan bahkan berkategori Hoax, informasi palsu dan menyesatkan.
Pemerintah sebagai pemegang otoritas penyebarluasan informasi yang benar dan bermanfaat, belum menjadikan Facebook dan WhatsApp, sebagai saluran resmi informasi public, terutama terkait bencana dan peristiwa yang mengancam keselamatan jiwa raga masyarakat.
Selanjutnya, peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut.
1. Penting bagi pemerintah untuk segera memikirkan regulasi yang mengikat, bagi pengguna media social Facebook dan WhatsApp, sebagai turunan dari Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) atau UU nomor 11 tahun 2008.
2. Kurikulum pendidikan dasar maupun menengah, sudah mendesak untuk memasukkan item pengajaran tentang dampak buruk dan positif penyalahgunaan media social khususnya Facebook dan WhatsApp.
3. Aparat penegak hukum lebih proaktif, mengawasi prilaku menyimpang oleh masyarakat terkait penggunaan media social Faceebook dan WhatsApp.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alford, C. F., Habermas, J., and McCarthy, T. (2006). Communication and the Evolution of Society. New German Critique.
2. Guo, Lei, and Vargo C.. (2018). Fake
News‟ and Emerging Online Media
Ecosystem: An Integrated Intermedia Agenda-Setting Analysis of the 2016 U.S. Presidential Election. Communication Research.
3. Hageman, J. R. (2020). The Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Pediatric annals.
4. Hajaroh, M. (2010). Paradigma, Pendekatandan Metode Penelitian Fenomenologi. Jurnal Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
Aktifitas WhatsApp Facebook 10 Maret 36 25 11 Maret 32 26 12 Maret 36 27 13 Maret 29 21 14 Maret 31 19 15 Maret 23 15 16 Maret 38 10 17 Maret 12 8 Total Jumlah 237 151
64
5. Hamson, Zulkarnain. (2020). EKLIPTIS
TEORI KOMUNIKASI.
10.6084/m9.figshare.11535483.
6. Harzem, Peter. (2015). Watson, John Broadus (1878-1958). In International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences: Second Edition,.
7. Krippendorff, K. (1980). Validity in Content Analysis. Computerstrategien für die Kommunikationsanalyse.
8. Lee, C, Chou ST, and Huang YR. (2014). A Study on Personality Traits and Social Media Fatigue-Example of Facebook Users. Lecture Notes on Information Theory.
9. Littlejohn, S. W. (1983). The Status of Human Communicationt Theory. In Theories of Human Communication,. 10. McCombs, M, E. (1993). Jones Centennial
Chair in Communication in the Department of Journalism at the University of Texas at Austin. Donald L. Shaw, a Senior Fellow for 1992-93 Copyright 0 1093. Journal of Communication 43(2): 58–67.
11. Piliang, Y. A. (2004). Semiotika Teks : Sebuah Pendekatan Analisis Teks. MediaTor 5(2): 189–98.
12. Rahardjo, H.M. (2010). Triangulasi Dalam Penelitian Kualitatif. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
13. Sohrabi, Catrin et al. (2020). World Health Organization Declares Global Emergency: A Review of the 2019 Novel Coronavirus (COVID-19). International Journal of Surgery.
14. Sudarsyah, A. (2016). Kerangka Analisis (Contoh Analisis Teks Sebuah Catatan Harian). Jurnal Penelitian Pendidikan. 15. Cooley, C.H., and Mead, G.H. (2006). The
Foundation of Pragmatic Sociology. Journal of Classical Sociology 6(1): 51– 74.
16. Wenger, E. (1998). Communities of Practice: Learning, Meaning, and Identity. Systems thinker 9: 2–3.
17. WHO. 2020. Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): Situation Report – 23. Covid- 19 Situatioanal Reports.
18. Yusuf, M. (2014). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif Dan Penelitian Gabungan. N/A: Kencana.