• Tidak ada hasil yang ditemukan

Petualangan rasionalisme menuju Tuhan : studi perbandingan Zakaria Al-Razi dan Rene Descartes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Petualangan rasionalisme menuju Tuhan : studi perbandingan Zakaria Al-Razi dan Rene Descartes"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

PETUALANGAN RASIONALISME MENUJU TUHAN (Studi Perbandingan Zakaria al-Razi dan Rene Descartes)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam (AFI)

Oleh:

LENI ANDARIATI NIM: 1404016002

JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2018

(2)

MOTTO

“it is NOt ENOugh tO havE a gOOd MiNd; thE gOOd MaiN thiNg is tO usE it wEll”

“(Tidak Cukup Memiliki Pikiran Yang Baik Saja; Yang Utama Adalah Menggunakannya Dengan Baik)”

(3)

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.

A. Konsonan Tunggal Huruf

Arab

Nama Huruf Latin Keterangan

ا ب ت ث ج ح خ د ذ ر ز س ش ص ض ط ظ ع غ ف ق ك ل alif bâ‟ tâ‟ sâ‟ jim hâ‟ khâ dâl zâl râ‟ zai sin syin sâd dâd tâ‟ zâ‟ „ain gain fâ‟ qâf kâf lâm Tidak dilambangkan b t ts j h kh d dz r z s sy sh dh th zh „ gh f q k l Tidak dilambangkan be te te dan es je

ha (dengan titik di bawah) ka dan ha de de dan zet er zet es es dan ye es dan ha de dan ha te dan ha zet dan ha koma terbalik di atas

ge dan ha ef qi ka

(4)

م ن و ه ء ي mim nun wâwû hâ‟ hamzah yâ‟ m n w h ՚ Y ՝em ՝en W ha apostrof ye

B. Konsonan Rangkap Karena Syaddah Ditulis Rangkap هيلرش الله ملع Ditulis Ditulis Syarqiyyah „ilmullah C. Ta’ Marbutah

Semua Ta‟ marbutah ditulis dengan h, baik berada di akhir kata tunggal yang dibaca mati atau berada ditengah penggabungan kata (kata yang diikuti oleh kata sandang “al”). Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya.

تميىغ ةريصل ءبيلولأا تعىمجم هيمتلملا تمارك Ditulis ditulis ditulis ditulis Ghanimah Qashyrah Majmu‟ah al-auliya‟ Karamah al-muttaqin D. Vokal Pendek َ رهظ َ ةرض َ Fathah Kasrah Dhammah Ditulis ditulis ditulis ditulis ditulis A zhahara i dhuriba u

(5)

ملعي ditulis ya‟lamu E. Vokal Panjang

Vokal panjang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan

َ ا Fathah dan alif ā a dan garis di atas

َ ي Fathah dan ya‟ ā a dan garis di atas

َ ي Kasrah dan ya‟ Ī i dan garis di atas

َ و Dhammah dan

wawu

Ū u dan garis di atas

Contoh: 1 2 3 4 Fathah + alif حتبف Fathah + ya’ يفشتسم Kasrah + ya’ ريبك Dammah + wawu ةىتكم ditulis ditulis ditulis ditulis ditulis ditulis ditulis ditulis Ā fātih ā mustasyfā Ī Kabīr Ū Maktūb F. Vokal Rangkap

(6)

1

2

Fathah + ya’ mati تيغ

Fathah + wawu mati قىف Ditulis ditulis ditulis ditulis Ai gaib au fauqo

G. Vokal Pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan Apostrof متواأ ثدعأ متركش هئل ditulis ditulis ditulis a‟antum u‟iddat la‟in syakartum

H. Kata Sandang Alif + Lam

1. Bila diikiuti huruf Qomariyyah ditulis menggunakan huruf “al”. نبلرفلا بتكلا ة Ditulis ditulis al-furqan al-kitab

2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya, dengan menghilangkan huruf “al”nya.

رىىلا سمشلا Ditulis ditulis An-nur Asy-Syams

I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya

ضرلأاو ةىمسلا كلخ تعبمجلاو تىسلا لهأ ربهىلا يف ليلا جلىي هيحلبصلا هم يىلعجاو ditulis ditulis ditulis ditulis

Khalaqa as-samawat wa al-ardhi Ahl as-sunnah wa al-jamā‟ah

Yūliju al-layli fī an-nahāri Waj‟alnī min as-shālihīn

(7)

PERSEMBAHAN Karya ini saya persembahkan untuk:

 Agama

 Negara

 Kedua Orangtua, Ayah (Hani Muladi Putra) dan Ibu (Watini)

 Orang-orang yang selalu menginspirasi dan orang-orang yang merasakan bahwa saya adalah bagian terkecil dari kemungkinannya untuk ada di dunia.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

ميحرلا نمحرلا الله مسب

“Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang”

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, yang telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna di antara makhluk ciptaanNya yang lain dengan potensi akal. Semoga dengan akal ini, kita selalu memikirkan sesama ciptaanNya dan memikirkanNya setiap saat hingga kita dipertemukan di SyurgaNya kelak. Aamiin.

Sholawat dan salam semoga terus mengalir kepada sang Insan Kamil,

panutan umat dan teladan akhlak, sehingga kita semua mendapat setetes kesejukan darinya.

Peneliti menyusun skripsi ini melalui proses yang cukup panjang dan lama. Sehingga rasa bosan, frustasi dan kepenatan selalu menghantui peneliti dalam setiap gerakan jari yang diletakkan di atas simbol-simbol huruf. Dan tidak jarang berakhir pada kefakuman dan stagnasi penelitian. Namun, pada akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Semua ini berkat dukungan dan motivasi tiada akhirnya, baik berupa dukungan moral, tenaga, masukan, dan lain sejenisnya. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag, selaku Rektor UIN Walisongo Semarang beserta jajarannya.

2. Dr. H. M. Mukhsin Jamil, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang.

3. Dr. Zainul Adzvar, M.Ag, selaku wali dosen yang selalu memberikan arahan selama peneliti duduk di bangku kuliah, dan sekaligus sebagai ketua jurusan Akidah dan Filsafat.

(9)

5. Prof. Dr. H. Yusuf Suyono M.A dan Ibu Tsuwaibah M.Ag, selaku dosen pembimbing I dan II yang telah sudi meluangkan waktu, memberi masukan, bimbingan, kritikan dan sumbangsih pemikiran yang sangat bermanfaat bagi peneliti dari awal penulisan sampai skripsi ini berakhir.

6. Segenap Dosen Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang yang telah sabar dan ikhlas membekali berbagai pengetahuan kepada peneliti.

7. Para Staf TU yang telah membantu penulis dalam persoalan administrasi dan lain sebagainya.

8. Ayahanda Hani Muladi Putra dan Ibunda Watini, berkat tetesan keringatnya, ketulusannya, keikhlasannya, do‟anya, kasih dan sayangnya, serta motivasinya yang luar biasa sehingga peneliti mampu menjalani hidup ini. Tak lupa juga adikku tercinta, Yoni Bayu Segara yang selalu menghibur dan menyemangati agar skripsi ini cepat selesai sehingga peneliti bisa cepat pulang ke rumah.

9. Bapak Karyoto dan Ibu Sri Wahyuni, selaku orang tua dan motivator terbesar yang di Semarang. Beliau hadir dengan nasehat-nasehatnya yang selalu berkeliaran di benak peneliti, salah satunya “Jadi orang yang berakal harus punya target, jangan sampai jatuh untuk kedua kali. Jadi orang miskin itu nggak enak, bener-bener nggak enak. Makanya harus kaya, dan yang terpenting harus berilmu dan tidak lupa akhlak yang baik”.

10. Pak Bi, Bu wik, Mas Apin, dan Mbak Ka yang telah menganggap dan saya anggap sebagai keluarga saya. Kalian adalah keluarga meski tanpa DNA. 11. Keluarga besar “SABAR KOS” (mbak Liyana, Fiki, Mbak Ulik, Mbak Is,

Yana, Riska, Ludia, Ambar, Aisyah, Eka Pulsa, Dina, Nur, dan Tiara) terimakasih telah memahamkan arti kebersamaan, keikhlasan, dan persaudaraan, terkhusus untuk anggota kamarku (Eco, Anisa, dan Lulu), kalian luar biasa.

12. Saudara-saudaraku “Sahabat Bagai Kecebong” (Risdul, mbak Evi dan mama Widya), berkat support kalian saya bisa menyelesaikan tugas ini. Kalian adalah pelangi dalam kehidupanku.

(10)

13. Sahabat seperjuangan dari seberang (Mbak Jannah, Eco, Mbak Is, Mbak Iis, dek Adi, dan Dek Ulil), yang selalu memberikan semangat dan do‟a, semoga Allah meridhai perjalanan thalab al-„ilmi kita. Aamiiin.

14. Sahabat-sahabatku AFI 2014, We are is the Best.

15. Teman-teman KKN ke 69, terkhusus untuk posko 10 (Pak Ula, Sese, Yusuf, Bantal, Afifah, Zulfa, Yuni, Lita, Khofifah, Eni, Hadisti, Ma‟rifah, dan Ulya) Desa Brumbung.

16. Petugas Perpustakaan Pusat UIN Walisongo dan Teman-teman ULC (Ushuluddin Library Club).

17. Mbak Ully Rachmawati Basenda, Siti Machmudah, Adik Ambarwati Emira Putri dan dek Nafisatul Mufidah yang mengingatkan peneliti untuk selalu semangat menjalani semester-semester akhir, terutama dalam hal penyusunan skripsi ini.

Semoga bantuan dan kebaikan yang mereka berikan kepada peneliti baik yang langsung atau tidak langsung, mendapatkan balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan semoga skripsi ini bisa menjadi problem menarik bagi peneliti dan orang lain yang membacanya. Aamiin.

Semarang, 02 Juli 2018

Leni Andariati

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL . ... i

HALAMAN DEKLARASI KEASLIAN .. ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .... ... iii

HALAMAN PENGESAHAN . ... iv

HALAMAN NOTA PEMBIMBING . ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN TRANSLITERASI . ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... xi

HALAMAN UCAPAN TERIMAKASIH ... xii

HALAMAN DAFTAR ISI ... xv

HALAMAN ABSTRAK ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Tinjauan Pustaka ... 9

E. Metode Penelitian... 14

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II RASIONALISME DALAM ISLAM DAN BARAT A. Pengertian Rasionalisme ... 18

B. Rasionalisme Dalam Islam ... 19

1. Aliran Teologi Dialektik (Ilm al-Kalam) ... 21

(12)

b. Asy‟Ariyah ... 22

c. Maturidiyah Samarkhand dan Bukhara ... 23

2. Aliran Paripatetik ... 23

3. Aliran Illuminasi ... 24

4. Aliran Sufisme ... 26

5. Aliran Hikmah Muta‟aliyah ... 27

C. Fungsi Rasionalisme Dalam Pemikiran Barat ... 29

D. Rasionalisme Sebagai Media Pembuktian Adanya Tuhan ... 30

1. Argumen Ontologis ... 30

2. Argumen Kosmologis ... 32

3. Argumen Teleologis ... 37

4. Argumen Moral ... 38

BAB III RASIONALISME ZAKARIA AL-RAZI DAN RENE DESCARTES DALAM MEMBAHAS KONSEP KETUHANAN A. Biografi, Karya, Zakaria Al-Razi Dan Rene Descartes 1. Biografi Dan Karya Zakaria Al-Razi ... 40

a. Biografi Zakaria Al-Razi ... 40

b. Karya-karya Zakaria Al-Razi ... 41

1. Biografi Dan Karya Rene Descartes ... 42

a. Biografi Rene Descartes ... 42

b. Karya-karya Rene Descartes ... 45

B. Rasionalisme Zakaria al-Razi Dan Rene Descartes Dalam Membahas Konsep Ketuhanan 1. Rasionalisme Zakaria al-Razi Dalam Membahas Konsep Ketuhanan ... 45

2. Rasionalisme Rene Descartes Dalam Membahas Konsep Ketuhanan ... 56

(13)

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN ZAKARIA AL-RAZI DAN RENE DESCARTES TENTANG PERAN RASIO DALAM MEMBAHAS KONSEP KETUHANAN

A. Pemikiran Zakaria Al-Razi Dan Rene Descartes Tentang Peran Rasio Dalam Membahas Konsep Ketuhanan ... 70 B. Kelebihan Dan Kelemahan Rasionalisme Zakaria Al-Razi Dan Rene

Descartes Dalam Membahas Konsep Ketuhanan ... 76 1. Kelebihan Rasionalisme Zakaria Al-Razi Dan Rene Descartes Dalam

Membahas Konsep Ketuhanan ... 76

2. Kelemahan Rasionalisme Zakaria Al-Razi Dan Rene Descartes Dalam Membahas Konsep Ketuhanan ... 78 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 80 B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA

(14)

ABSTRAK

Akal (rasio) merupakan substansi sangat penting yang terdapat dalam diri manusia sebagai cahaya (nur) dalam hati. Cahaya ini menurut Zakaria al-Razi dan Rene Descartes, bersumber langsung dari Tuhan yang Maha Sempurna, sebagai utusan untuk menyadarkan manusia dari kebodohannya. Zakaria al-Razi dan Rene Descartes adalah seorang rasionalis murni, yang mempercayai bahwa pengatahuan diperoleh dengan cara berfikir, alat dalam berfikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika. Al-Razi dan Descartes menunjukkan bahwa manusia dengan akal (rasio) nya mampu mendapatkan pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi manusia, lebih jauh akal (rasio) juga mampu menjangkau wilayah ketuhanan (membuktikan adanya Tuhan yang Maha Sempurna). Oleh karena itu rumusan masalahnya adalah bagaimana peran akal (rasio) dalam pandangan Zakaria al-Razi dan Rene Descartes dalam menjangkau wilayah ketuhanan, serta apa persamaan dan perbedaan peran akal (rasio) dalam pandangan Zakaria al-Razi dan Rene Descartes dalam menjangkau wilayah ketuhanan. Untuk mengurai gagasan dan sajian data yang obyektif dari problematika tersebut, maka penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat riset kepustakaan (liberary research), sedangkan metode yang digunakan adalah metode dokumentasi yang kemudian dianalisis. Sumber data diperoleh dari sumber data primer karya Zakaria al-Razi: al-Thibb ar-Ruhani (Pengobatan Ruhani) yang diterjemahkan oleh M.S.Nasrullah dan Dedi Mohamad dan karya Sarah Stroumsa: Para Pemikir Bebas Islam (Mengenal Pemikiran Teologi Ibn Ruwandi dan Abu Bakar al-Razi), serta karya Rene Descartes: Discourse on Method and Meditations on First Philosiphy dan Diskursus & Metode (mencari kebenaran melalui ilmu-ilmu pengetahuan). Sedangkan untuk sumber data sekunder diperoleh dari data-data yang berhubungan dan mendukung penelitian seperti buku-buku yang terkait, penelitian ilmiah, ensiklopedi, artikel dll.

Secara khusus, peneliti berusaha menjawab pertanyaan mendasar yang menjadi rumusan masalah. Pertama, Zakaria al-Razi dan Rene Descartes memberikan kedudukan yang sangat tinggi terhadap akal, selain itu mereka juga meyakini bahwa akal pikiran manusia bersumber langsung dari Tuhan Yang Maha Sempurna, menyakini bahwa manusia dengan akal (rasio)nya mampu menjangkau wilayah ketuhanan. Kedua, bahwa secara esensial Zakaria al-Razi dan Rene Descartes sama-sama menggunakan akal dalam menjangkau wilayah ketuhanan. Perbedaan di antara keduanya terletak pada metode yang digunakan. Zakaria al-Razi menggunakan dalil penciptaan untuk membuktikan kemampuan rasio dalam menjangkau wilayah ketuhanan. Sedangkan Rene Descartes membuktikan kemampuan akal dalam menjangkau wilayah ketuhanan dengan meditasi. Meskipun Zakaria al-Razi dan Rene Descartes sangat mengutamakan akal (rasio), bukan berarti keduanya menganjurkan untuk meninggalkan agama. Hanya saja mereka ingin membuktikan bahwa Tuhan bisa dijangkau dengan hal-hal yang rasional, bukan dengan hal-hal yang irrasional.

(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ada dua sumber primer pengetahuan yang secara alamiah telah diperoleh manusia,yaitu akal dan pengalaman. Seluruh pengetahuan, tak terkecuali filsafat, senantiasaberkutat dalam dua sumber ini. Ada yang sangat mementingkan pengalaman, dan adayang sebaliknya mementingkan akal. Bila kalangan yang mementingkan pengalamandinilai sebagai empirisme, maka kalangan yang mementingkan akal itulah yang disebutrasionalisme. Meskipun tak jarang filosof berupaya mengompromikan dua sumber danimplikasinya itu, yang kemudian disebut dengan kristisisme, misalnya Immanuel Kant, namun pertentangan rasionalisme danempirisme kiranya belum juga kunjung henti.1

Rasionalisme, laiknya firqah-firqah lain dalam filsafat, ia dibangun tidak hanya olehseorang filosof, dan tidak hanya dalam sebuah tempat atau kawasan. Rasionalismedibangun oleh banyak filosof, di mana dari upaya-upaya berfalsafah mereka dapatdisimpulkan sebuah kecenderungan dasar berfalsafah yang disebut rasionalisme;rasionalisme dibangun di banyak kawasan dunia, di mana dari macam-macam pengaruhatau pertimbangan-pertimbangan kawasan itu, tetap dapat ditarik sebuahkecenderungan umum bernama rasionalisme.Secara etimologis, Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran.2

Konsep rasionalisme mengacu pada sebuah aliran filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuantidak didasarkan pada pengalaman empiris, melainkan pada asas-asas aprioriyang ada dalam rasio. Rasionalisme menghadirkan aksioma-aksioma, prinsip-prinsipatau definisi-definisi umum

1

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra), Remaja Rosdakarya , Bandung, 2013, h. 126

2A Susanto, Filsafat Ilmu (Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan

(16)

sebagai dasar atau titik tolak, sebelum akhirnyamenjelaskan kenyataan atau memahami sesuatu.3 Maka rasionalisme mengajarkanbahwa pengatahuan di peroleh dengan cara berfikir, alat dalam berfikir ituialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika.4

Rasionalisme adalah paham filsafat yangmengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Rasionalisme sebagai sebuah metode memperolehpengetahuan, merupakan sebuah aliran filsafat yang ingin mengkaji seluk belukpengetahuan, dengan menitikberatkan akal sebagai basis dan sumber pengetahuan itusendiri.Rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh pengetahuan. Indera berguna untuk merangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akal juga dapat menghasilkan pengetahuan tanpa didasari bahan dari indera sama sekali. Jadi, akal juga dapat menghasilkan pengetahuan tentang hal-hal yang abstrak.5 Akal (rasio) sebagai daya berfikir terbagi menjadi dua bagian, yaitu akal praktis dan akal teoritis.6 Akal praktis merupakan akal yang menghasilkan pengetahuan dari materi melalui indera yang dimilikinya, baik itu melalaui perasa, penglihatan, pendengaran, dan lain sebagainya, sehingga perolehan pengetahuan akal tersebut berasal dari dunia fisik atau materi. Sedangkan untuk akal teoritis menangkap arti-arti murni, yaitu pengetahuan yang tidak pernah ada dalam materi, tidak terinderai dan abstrak seperti Tuhan, Malaikat, dan ruh.

Rasionalisme merupakan aliran kedua dalam alam pikiran modern yang paling menonjol setelah empirisme. Rasionalisme dapat dikatakan suatu dasar kebenaran, karena rasionalisme diambil dari kata rasio yang berarti benar. Kebenaran ini menekankan pada akal budi atau rasio. Manusia menggunakan akalnya untuk berfikir dan menangkap suatu pengetahuan yang ada. Aliran ini

3Robert C. Solomon dan Kathleen M. Higgins, Sejarah Filsafat, Bentang, Jogjakarta,

2000, h. 364 4

Soejono Soemargono, Berfikir Secara Kefilsafatan, Nur Cahaya,Yogyakarta, 1988, h. 108

5

Ali Maksum, Pengantar Filsafat dari Masa Klasik Hingga Postmodernism, Ar Ruzz Media, Yogyakarta, 2008, h. 359

6Hamdan Bakran Adz-Dzakiey, Psikologi Kenabian, Fajar Media Fress, Yogyakarta,

(17)

meyakini akan adanya kebenaran dari akal manusia dan tak mungkin kebenaran itu didasarkan pada suatu kebohongan, karena akal merupakan ciptaan Tuhan yang diberikan kepada manusia dan tak mungkin ada suatu kebohongan.7

Tuhan sebagai sesuatu yang abstrak telah mengkaruniakan akal atau rasio kepada manusia, sehingga manusia pun menjadi ciptaan paling sempurna dibandingkan ciptaan Tuhan yang lainnya.8 Dengan akal, manusia senantiasa berpikir dan dengan berpikir manusia menghasilkan pengetahuan dan dengan pengetahuan dan ilmunya, manusia dapat menghadapi dan memecahkan masalah kehidupannya. Ilmu pengetahuan manusia setiap saat berkembang, perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan dasar-dasar pokok kehidupan manusia. Bahkan perubahan tersebut dapat berjalan dengan cepat dan sangat berpengaruh pada berbagai unsur kehidupan. Perkembangan pemikiran manusia pada dasarnya ditandai dengan usaha mempergunakan akal atau rasionya untuk memahami segala sesuatu, termasuk didalamnya pemahaman tentang Tuhan sebagai penciptanya.9

Tuhan sebagai sesuatu yang abstrak dapat diketahui dengan menggunakan akal teoritis. Penggunaan akal untuk menjangkau wilayah ketuhanan ini telah digunakan dari zaman Klasik, Pertengahan serta Modern. Meskipun rasionalisme baru menemukan bentuk sistematisnya pada masa modern,namun sebenarnya varian-varian rasionalisme telah ada sejak masa klasik filsafat itu sendiri. Rasionalisme telah ada sejak zaman Thales, Socrates, Plato, Aristoteles, bahkankalangan Sofis.10Para filosof klasik, telah menerapkan rasionalisme dalam filsafat mereka. Kemudian pada zaman pertengahan muncul argumen kosmologis dari Thomas Aquinas guna membuktikan adanya Tuhan. Dia mendasari argumennya pada keberadaan alam dengan menggunakan dalil-dalil rasional. Dia menolak pendapat teolog yang menyatakan bahwa Tuhan adalah masalah

7

Jurnal Ilmu Budaya, Rasionalis Dan Rasionalisme Dalam Perspektif Sejarah, Volume 4, Nomor 2, ISSN: 2354 -7294, 2016, h. 17

8

Abdul Munir Mulkhan, Mencari Tuhan dan Tujuh Jalan Kebebasan, Bumi Aksara, Jakarta, 1992, h. 30

9Ibid, h. 32

10Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra), Remaja

(18)

keimanan yang tidak bisa dijelaskan oleh filsafat. Thomas Aquinas sendiri berprinsip bahwa eksistensi Tuhan bisa diketahui lewat rasio. Karena itu ia mengemukakan lima argumen dalam membuktikan keberadaan Tuhan, yaitu:

1. Argumen berdasarkan pada sifat gerak, terbukti dan jelas dengan pancaindra kita bahwa alam bergerak. Dengan demikian, sesuatu yang digerakkan tentu digerakkan oleh yang lain, karena tidak ada sesuatu yang bergerak kecuali potensi menjadi aktus.Sebab gerak sendiri adalah sesuatu perubahan dari potensi ke aktus. Penggerak pertama yang tidak digerakkan oleh yang lain, yang dinamakan Tuhan.

2. Argumen berdasarkan kausalitas. Di alam indrawi, kita menemui suatu petunjuk tentang sebab pembuatan (efficient causa). Tidak ada peristiwa yang diketahui menjadi sebab efisien bagi dirinya sendiri, kecuali sebab itu harus lebih dahulu ketimbang dirinya. Sebab-sebab efisien tidak mungkin berlanjut tanpa batas, karena dalam semua sebab mengikuti aturan, yang pertama sebab dari sebab perantara, dan sebab perantara adalah sebab dari sebab tertinggi. Karena itu, maka perlu untuk mengakui suatu sebab efisien pertama, yang setiap orang menyebutnya Tuhan.11

3. Argumen yang dibangun atas konsep kemungkinan dan kemestian. Kita menemukan di alam sesuatu mungkin terjadi dan mungkin tidak terjadi, karena sesuatu itu bertambah dan berkurang. Jadi wajar saja jika sesuatu itu tidak ada (menjadi), akan tetapi, mustahil juga bila baginya untuk selalu ada karena pada suatu saat pernah tidak ada. Jika setiap sesuatu tidak menjadi, kemudian pada suatu saat tidak ada dalam eksistensi, sebab yang tidak ada dimulai adanya hanya lewat sesuatu yang sudah pernah ada. Setiap sesuatu yang wajib, baik wajibnya disebabkan oleh yang lain atau tidak, mustahil menetapkan ketidakterbatasan sesuatu yang wajib adanya disebabkan oleh yang lain, sebagaimana telah terbukti adanya sebab efisien. Dengan

(19)

demikian, mengakui eksistensi karena keharusan dirinya sendiri, inilah yang disebut dengan Tuhan.

4. Argumen yang berdasarkan pada konsep gradasi. Di alam yang nyata, dijumpai ada yang lebih dan kurang baik, benar, mulia, dan sebagainya. Dan untuk mengetahui semua itu, maka harus ada sesuatu yang menjadi sebab atau ukuran dari semua kebaikan dan semua jenis kesempurnaan, hal inilah yang disebut Tuhan.

5. Argumen yang dinyatakan lewat keteraturan dunia. Kita memperhatikan sesuatu yang kurang, seperti benda-benda alam memiliki aktivitas dalam tujuan. Dan ternyata aktivitasnya selalu dalam cara yang sama atau hampir sama untuk meraih hasil yang terbaik. Oleh karena itu, sangat tidak masuk akal kalau mereka dalam mencapai tujuan dengan cara kebetulan. Dengan demikian, mereka itu sebenarnya sudah didesain terlebih dahulu. Sesuatu yang memiliki kekurangan tidak bisa bergerak menuju suatu tujuan kecuali dia digerakkan oleh sesuatu yang memiliki pengetahuan dan kecerdasan, seperti anak panah diarahkan oleh si pemanah. Karena itu, sesuatu yang cerdas harus ada karena semua makhluk diarahkan untuk mencapai tujuan mereka, dan sesuatu itu kita namakan Tuhan.12

Penggunaan akal di zaman Klasik dan Pertengahan telah mampu membuktikan bahwa akal (rasio) memang memiliki pengaruh yang luar biasa dalam memperoleh pengetahuan, baik itu pengetahuan konkret maupun pengetahuan yang abstrak. Fungsi akal yang sangat penting ini kemudian diperkuat dengan munculnya kembali salah satu tokoh zaman modern yang menggunakan akal dalam memperoleh pengetahuan, yaitu Rene Descartes. Rene Descartes atau Cartesius (1596-1650), juga disebut “Bapak filsafat modern”.13

Descartes adalah seorang ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran, ia berpendapat bahwa sumberpengetahuan yang dapat dipercaya

12Ibid,h. 59

13Wahyu Murtiningsih, Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah, IRCiSoD, Jogjakarta,

(20)

adalah akal, pengetahuan yang diperoleh lewat akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah, dan dengan akal dapat diperoleh kebenaran.14 Baginya rasio adalah instansi tertinggi untuk mengetahui sesuatu. Sedangkan pengetahuan merupakan bukti eksistensi manusia dan menjadi ukuran kebernilaian manusia.15

Pemikiran Rene Descartes tentang rasionalitas dilatarbelakangi oleh keinginannya untuk membebaskan diri dari pemikiran tradisional dan segala gagasan filsafat di zamannya, yaitu dengan menghilangkan segala keyakinan dan pemutusan hubungan penuh dengan dunia Abad Pertengahan, termasuk kekuasaan filsafat Skolastik yang dikendalikan gereja.16 Untuk merubah pandangan orang-orang terdahulunya maka Descartes harus memiliki metode yang baru pula. Dan sesuatu yang baru tersebut harus berpangkal pada sesuatu yang pasti. Bisa dikatakan bahwa filsafat modern diawali dengan buku Descartes Meditations,

dengan diri yang menyepi, meditasi, menjadi sadar atas ide-ide yang keliru dan meragukan, seseorang telah mencapai kedalaman hidup, serta memutuskan bahwa waktunya telah tiba untuk menghilangkan semua keyakinan seseorang. Pada kalimat pertama Meditations Descartes mengatakan: “Segala sesuatu harus dibuang secara keseluruhan sekali seumur hidupku, jika aku ingin menetapkan segala sesuatu yang solid dan permanen dalam ilmu pengetahuan”.17

Rene Descartes menjelaskan bahwa kepastian ilmu pengetahuan yang dimaksudkan ditemukan lewat metode keragu-raguannya (skeptisme). Descartes menggunakan skeptisme metodologis untuk membuang keyakinannya. Meditasi I diberi judul “Dari benda yang bisa kita ragukan”. Keraguan ini yang kemudian dipakai untuk menguji penalaran dan pemikiran sehingga mendapatkan kepastian. Kepastian yang dimaksudkan yaitu kepastian yang bersifat personal dan subjektif. Keraguan atau kebimbangan metodis satu-satunya yang pasti, Cogito Ergo

14 Asmoro, Achmadi,Pengantar Filsafat Umum , Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, h.

115

15Abdul Munir Mulkhan, Mencari Tuhan dan Tujuh Jalan Kebebasan Op Cit, h. 44 16

Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, Bumi Aksara , Jakarta, 2015, h. 194 17

T.Z.Lavine, Petualangan Filsafat Dari Socrates ke Sartre, Jendela, Yogyakarta, 1984, h. 82

(21)

Sum(Aku berfikir, maka aku ada).18Cogito ergo sum inilah yang dianggap sebagai fase yang paling penting dalam filsafat Descartes yang disebut sebagai kebenaran filsafat pertama dan juga merupakan langkah pertama dalam meditasinya guna membuktikan bahwa dengan rasio manusia mampu menjangkau wilayah ketuhanan. Meditasi yang dilakukan Descartes terbagi menjadi VI tahap, yaitu pengetahuan yang pasti dengan metode keraguannya adalah langkah awal dalam perenungan. Dilanjutkan dengan berpikir untuk menemukan eksistensi diri terdapat pada perenungan kedua. Pengetahuan akan Tuhan terdapat dalam perenungan ketiga. Perenungan keempat membahas tentang objek material. Pada perenungan kelima membahas tentang pembuktian keberadaan Tuhan. Pengetahuan akan metafisika dibahas dalam perenungan keenam.19

Sama halnya dengan Zakaria al-Razi, yang merupakan tokoh pikir Islam yang paling kuat, paling dalam pandangannya, paling hebat pembelaannya terhadap akal dan filsafat, hingga ia dicap sebagai ateis ketika itu. Zakaria al-Razi merupakan rasionalis murni yang mengungkapkan bahwa dengan akal akan membuat manusia siap untuk menerima ilmu-ilmu yang bersifat penalaran dan merenungkan pekerjaan yang masih samar dan kabur, yang masih rahasia dan tersembunyi yang kemudian membutuhkan pemikiran lebih lanjut. Dengan kemampuan akal segala macam persoalan dapat dijelaskan, semua permasalahan dapat dipahami dan dipecahkan termasuk seluruh masalah kemanusiaan, langit dan bumi, ukuran matahari, bulan dan bintang-bintang lainnya, jarak dan geraknya, dengannya pula manusia bisa meraih bahkan menjangkau wilayah Tuhan Yang Maha Agung, Pencipta manusia, yang paling Agung dari segala sesuatu yang berusaha manusia capai dan merupakan capaian manusia yang paling bermanfaat.20

Demikian uraian pemikiran Zakaria al-Razi dan Rene Descartes tentang rasionalisme dalam menjangkau wilayah ketuhanan. Keduanya sama-sama hidup

18

Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, Op Cit, h. 194 19

Rene Descartes, Discourse On Method and Meditations On First Philosophy, trans. Donald A. Cress, United States, America, 1641, h. 57

20

(22)

pada zaman di mana gereja dan negara tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yang kemudian dapat ditarik kesimpulan bahwa keduanya sama-sama menunjukkan bahwa dengan rasio (akal) nya manusia mampu menjangkau wilayah ketuhanan tanpa melalui agama. Meskipun dari segi perjalanannya terdapat perbedaan yang mendasar di antara keduanya. Berangkat dari permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji masalah rasionalitas Zakaria al-Razi dan Rene Descartes untuk dikaji dan dianalisis. Peneliti juga berusaha untuk membahas bagaimana peran rasio (akal) menurut kedua tokoh dalam menjangkau wilayah ketuhanan dan mengkomparasikan (membandingkan) konsep rasionalitas Zakaria al-Razi dan Rene Descartes tersebut. Dengan itu penulis tertarik untuk meneliti pemikiran keduanya dengan

judulPETUALANGAN RASIONALISME MENUJU TUHAN (Studi

Perbandingan Zakaria Al-Razi Dan Rene Descartes). B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok masalah adalah: 1. Bagaimana peran akal (rasio) dalam pandangan Zakaria Al-Razi dan

Rene Descartes dalam menjangkau wilayah ketuhanan?

2. Apa kelebihan dan kelemahan peran akal (rasio) dalam pandangan Zakaria Al-Razi dan Rene Descartes dalam menjangkau wilayah ketuhanan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu:

a. Mendeskripsikan dan menjelaskan pemikiran Zakaria al-Razi dan Rene Descartes tentang konsep rasionalismenya dalam menjangkau wilayah ketuhanan.

(23)

b. Mengidentifikasi corak pemikiran Zakaria al-Razi dan Rene Descartes mengenai konsep rasionalismenya sehingga bisa dicari titik persamaan dan perbedaan diantara keduanya.

2. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan nanti akan memiliki manfaat, baik itu manfaat dalam bidang akademis maupun dalam praktisnya.

a. Secara Teoritis

Sebagai sumber ilmu pengetahuan dan informasi, serta penambah khazanah intelektual dan wawasan di bidang keilmuan terkait dalam pandangan kedua tokoh tersebut, dimana antara Zakaria al-Razi dan Rene Descartes pasti ada perbedaan pemikiran meskipun sama-sama menggunakan rasio dalam menjangkau wilayah ketuhanan, karena dari segi tahun pun juga berbeda. Peneliti meyakini bahwa perbedaan pemikiran merupakan sebuah keniscayaan yang terejawantahkkan dalam bentuk dialektika (pergolakan nalar), sehingga menjadikan kedua tokoh tersebut mudah dikenal (diingat) sepanjang sejarah.

b. Secara Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi atau sumbangsih sebagai bahan acuan dan perbandingan bagi para peneliti selanjutnya, terkhusus untuk Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Jurusan Akidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Walisongo Semarang, yaitu mengenai Pandangan Rasionalisme Menuju Tuhan (Studi Perbandingan Zakaria al-Razi dan Rene Descartes).

D.Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan oleh peneliti, terdapat referensi dan penelitian yang menyinggung tentang rasionalisme, baik itu dari pemikir Muslim (klasik) maupun pemikir Barat (modern). Analisa yang digunakan para tokoh sebagai dasar pemikiran antara lain sebagai berikut:

Ibnu Anshori menulis skripsi berjudul, Skeptis Terhadap Agama (Studi

(24)

Humaniora UIN Walisongo Semarang, 2016.21 Al-Razi memandang agama sebagai sebuah ketidakbenaran karena kemunculannya yang dibawa oleh para Nabi menurutnya menyimpan kontradiksi. Karena setiap Nabi membatalkan risalah Nabi pendahulunya, kemudian menyerukan bahwa apa yang dibawanya adalah kebenaran, bahkan tidak ada kebenaran lain. Dan ajaran agama satu dengan yang lainnya saling menghancurkan. Ini berbeda dengan skripsi yang peneliti tulis, dalam skripsi peneliti bahwa Zakaria al-Razi sebenarnya bukan memandang kenabian dan agama sebagai ketidakbenaran. Sebenarnya suara yang dikumandangkan al-Razi tentang kenabian dan agama itu merupakan kritikan akan dimensi sosial, esensi kenabian serta pemikiran keagamaan yang dipahami oleh kaum Syi‟ah Ismailiyah. Lebih dari itu, isu yang mengatakan bahwa al-Razi menolak kenabian dan agama itu sesungguhnya bersumber dari lawan debatnya, Abu Hatim al-Razi yang merupakan tokoh Syi‟ah Ismailiyah. Hal ini lumrah terjadi, karena orang yang kalah (dalam hal ini Abu Hatim al-Razi) akan berusaha memojokkan lawannya agar terlihat salah. Karena dalam karya-karya al-Razi yang masih ada, tak satupun pendapatnya yang menunjukkan penolakannya pada kenabian dan agama.

Moh. Wahidi menulis skripsi yang berjudul Negasi Kenabian Abu Bakar Al-Razi (Kritik Otoritas Agama), Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016.22 Berpendapat bahwa al-Razi merupakan filsuf yang masih mengundang polemik berkepanjangan di dunia Islam. Pemikiran filsafatnya dikatakan sebagai satu lompatan besar dan radikal yang tidak ada bandingannya pada waktu itu, hingga pada titik filsafat tidak lagi menjadi sesuatu yang tabu, al-Razi tetap menjadi tonggak tersendiri dalam ranah filsafat Islam. Dalam skripsi peneliti sudah dibahas hhal yang melatarbelakangi pemikiran al-Razi tentang kenabian. Sesungguhnya suara yang dikumandangkan al-al-Razi tentang kenabian dan agama itu merupakan kritikan akan dimensi sosial, esensi

21

Ibnu Anshori, Skeptis Terhadap Agama (Studi Komparasi Pemikiran Zakaria al-Razi dan Karl Marx),2016, Fakultas Ushuluddin Dan Humaniora UIN Walisongo Semarang, - tidak diterbitkan.

22Moh. Wahidi, Negasi Kenabian Abu Bakar al-Razi (Kritik Otoritas

(25)

kenabian serta pemikiran keagamaan yang dipahami oleh kaum Syi‟ah Ismailiyah. Lebih dari itu, isu yang mengatakan bahwa al-Razi menolak kenabian dan agama itu sesungguhnya bersumber dari lawan debatnya, Abu Hatim al-Razi yang merupakan tokoh Syi‟ah Ismailiyah.

Tien Rohmatin menulis Tesis yang berjudul Pemikiran Filsafat Abu Bakar al-Razi, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008. Tien Rohmatin membahas pemikiran al-Razi mulai dari riwayat hidup, pemikiran metafisika hingga pemikiran moral dan etikanya, selain itu juga banyak membahas tentang pemikiran yang tidak bersinggungan secara langsung dengan pemikiran al-Razi. Model penulisannya secara deskriptif tentang pemikiran al-Razi dan sesekali menyelipkan pendapat tentang pemikiran al-Razi yang diambil dari lawan debat al-Razi, yaitu Abu Hatim al-Razi.23 Hal ini berbeda dengan skripsi yang peneliti tulis, dalam skripsi peneliti sumber primer yang digunakan adalah karya al-Razi sendiri yang menunjukkan bahwa al-Razi adalah seorang Muslim yang baik, yang menghormati akal, kenabian, dan agama. Selain itu, al-Razi berpendapat bahwa sebenarnya akal manusia mampu menjangkau wilayah ketuhanan dengan tanpa melakukan hal-hal yang bertentangan dengan akal (irrasional).

Issabella Reminisere Simorangkir menulis skripsi yang berjudul,

Pemikiran Rene Descartes Dalam Novel Dunia Sophie (Analisis Wacana Krisis Teun A. Van Dijk Mengenai Pemikiran Rene Descartes dalam Novel Dunia Sophie karya Jostein Gaarder), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNIKOM, 2012.24 Hasil penelitiannya bahwa dimensi teks menunjukkan bahwa setiap pemilihan kata, bahasa maupun kalimat yang dipakai Rene Descartes maupun Jostein Gaarder memiliki arti makna yang dalam, tegas dan detil dalam menjelaskan sesuatu. Rene Descartes sebagai kaum intelektual, seorang yang rasionalis, kaum pergerakan Renaissance yang ingin menyumbangkan pemikirannya terhadap gerak masyarakat yang pada saat itu di atur pada peraturan

23

Tien Rohmatin, Pemikiran Filsafat Abu Bakar al-Razi, Tesis UIN Syarif Hidayatullah, UIN Jakarta, Jakarta, 2008, h. 133

24Jbptunikompp-gdl-isabellare-28908-5-unikom_i-a.pdf, di akses tgl 01 Maret 2018,

(26)

yang dibuat oleh Gereja. Dalam skripsi peneliti akan dibahas bagaimana teori yang disumbangkan Descartes guna mendobrak peraturan yang telah dibuat oleh Gereja, yaitu dengan teori meditasi. Meditasi Descartes mampu menunjukkan bahwa dengan akal (rasio) manusia mampu memperoleh kebenaran, dari kebenaran ilmu pengetahuan sampai kebenaran akan adanya Tuhan.

Mohamad Syaikhu Abdulah menulis skripsi berjudul, Ibnu Rusyd dan Rene Descartes (Studi Komparatif Tentang Rasionalitas), Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 2013.25Keduanya menggaris bawahi pentingnya rasio dalam menjelaskan agama dan nilai kebenaran. Ibn Rusyd dan Rene Descartes yang merupakan pelopor renaissance, juga sepakat akan pentingnya metodologi dalam sebuah keilmuan, keduanya sama dalam pembuktian eksistensi Tuhan yang bersifat rasional. Rasionalisme Rene Descartes terletak pada metode keragu-raguannya untuk mencapai kebenaran, yang kemudian menjadi jargon terkenalnya

“cogito ergo sum”.Dalam skripsi yang peneliti tulis pembahasannya adalah tentang apa dan bagaimana kelanjutan dari jargon Rene Descartes “Cogito ergo

sum” dalam memperoleh kebenaran, dari kebenaran ilmu pengetahuan sampai kebenaran akan adanya Tuhan. Perolehan pengetahuan tersebut dengan menggunakan metode meditasi, dengan meditasi yang disarankan oleh Rene Descartes menunjukkan bahwa manusia dengan akalnya mampu menjangkau wilayah ketuhanan dengan melalui VI tahap perenungan, yaitu pengetahuan yang pasti dengan metode keraguannya adalah langkah awal dalam perenungan. Dilanjutkan dengan berpikir untuk menemukan eksistensi diri terdapat pada perenungan kedua. Pengetahuan akan Tuhan terdapat dalam perenungan ketiga. Perenungan keempat membahas tentang objek material. Pada perenungan kelima membahas tentang pembuktian keberadaan Tuhan. Pengetahuan akan metafisika dibahas dalam perenungan keenam.

Mohamad Mukhsin menulis skripsi berjudul, Konsep Tuhan Menurut Filsafat Rene Descartes Dalam Pandangan Islam, Fakultas Ushuluddin IAIN

25Mohamad Syaikhu Abdulah, Ibnu Rusyd dan Rene Descartes (Studi Komparatif

(27)

Walisongo Semarang, 2000.26Sinkronisasi pemikiran tentang Tuhan, antara Descartes dengan Islam bisa dielaborasikan lewat konsep jiwa. Konsep Tuhan bagi Descartes merupakan awal dari pengamatan ketidak sempurnaan akan dirinya, maka ia belajar dari memikirkan sesuatu yang lebih sempurna dari dirinya. Dengan demikian, Descartes mengetahui bahwa pengetahuan itu berasal dari sesuatu yang kodratnya lebih tinggi yang dipancarkan kedalam jiwa manusia. Gagasan yang lebih sempurna itu dilakukan oleh kodrat lain yang benar-benar lebih sempurna, dan yang memiliki segala kemampuan, atau dengan kata lain iyalah Tuhan. Dalam skripsi peneliti pembahasannya tentang bagaimana manusia mampu mencapai wilayah ketuhanan dengan rasionya, yaitu dengan jalan meditasi. Dalam meditasi terbagi menjadi enam tahapan, yang salah satu tahapannya seperti yang berada dalam skripsi saudara Mohamad Mukhsin. Jadi dalam skripsi peneliti akan dibahas tahapan meditasi dari awal sampai akhir.

Abdul Aziz RM menulis skripsi berjudul, Pandangan Islam Terhadap Konsep Epistimologi Rene Descartes , Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang, 1997.27 Sumber dari ilmu bisa diperoleh lewat pengamatan secara inderawi dan rasional, oleh karena itu di dalam al-Qur‟an merupakan sumber dari semua tatanan kehidupan didunia ini, al-Qur‟an memandang tentang kejadian atau kejadian semua fenomena alam dari manusia. Hal ini sesuai dengan pemikiran Rene Descartes tentang hukum alam dalam agama Islam yang peranannya sangat diperintahkan untuk mengelola dan mencari ilmu pasti maupun yang lainnya. Undang-undang ini sangatlah relevan dengan kandungan al-Qur‟an. Ini berbeda dengan skripsi yang peneliti tulis, dalam skripsi peneliti yang dibahas tentang bagaimana Descartes menjelaskan fungsi akal dalam menjangkau wilayah ketuhanan, yang didalamnya merupakan kritikan terhadap otoritas agama. Hal ini bermaksud untuk menunjukkan bahwa akal mampu menjangkau wilayah ketuhanan tanpa bersentuhan dengan agama, meskipun sebenarnya Descartes juga tidak menganjurkan manusia untuk meninggalkan agama.

26

MohamadMukhsin, KonsepTuhanMenurutFilsafat Rene Descartes

DalamPandanganIslam ,2000, FakultasUshuluddin IAIN Walisongo Semarang, - tidakditerbitkan.

27 Abdul Aziz RM, Pandangan Islam Tehadap Konsep Epistimologi Rene Descartes ,

(28)

Dari uraian di atas, peneliti belum menemukan Rasionalisme Zakaria al-Razi dan Rene Descartes dalam mencapai wilayah ketuhanan dengan menggunakan teori yang peneliti maksudkan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji pemikiran kedua tokoh tersebut.

E.Metode Penelitian

Suatu penelitian disebut ilmiah apabila tersusun secara sistematis, mempunyai objek metode dan mengandung data konkret yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh sebab itu, sebagai langkah efektivitas, dalam pembahasan ini, peneliti uraikan hal-hal sebagai berikut:

1) Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis library research atau riset kepustakaan.

Library research lebih dari sekedar menyiapkan kerangka penelitian, atau memperoleh informasi penelitian sejenis, memperdalam kajian teoritis, atau memperdalam metodologi.28Penelitian ini berbentuk penelitian kualitatif. Peneliti menggunakan pendekatan ini, karena relevan untuk diterapkan, dan bertujuan untuk mempelajari suatu masalah yang ingin diteliti secara mendasar dan mendalam sampai ke pangkal akar.29 Adapun data-data yang akan diidentifikasi dan dieksplorasi dalam penelitian ini adalah literatur-literatur yang menyinggung atau berkaitan dengan penggunaan rasio untuk menjangkau wilayah ketuhanan.

2) Sumber Data

a) Sumber Data Primer30

Sumber data primer adalah sumber fakta yang memaparkan data langsung dari tangan pertama, yaitu data yang dijadikan sumber kajian.31 Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber utama tokoh Al-Razi: al-Thibb ar-Ruhani (Pengobatan

28Mestika ZEP, MetodePenelitianKepustakaan,YayasanObor Indonesia, Jakarta, 2004,h.

1

29NurulZuriah, MetodologiPenelitianSosialdanPendidikan, PT BumiAksara, Jakarta,

2006,h. 198

30Wiranto Surahmat, PengantarPenelitianIlmiahDasar, MetodedanTekhnik,Tarsito,

Bandung,edisirevisi, 2004, h. 134

(29)

Ruhani) karya Zakaria al-Razi dan Para Pemikir Bebas Islam(mengenal

pemikiran teologi Ibn ar-Rawandi dan Abu Bakar al-Razi) karya Sarah

Stroumsa.32Sedangkan sumber utama tokoh Rene Descartes, Discourse on Method and Meditations on First Philosophy33 dan Diskursus & Metode (mencari kebenaran melalui ilmu- ilmu pengetahuan)karya Rene Descartes.34

b) Sumber Data Sekunder

Sumber Data Sekunder ialah sumber yang dijadikan sebagai literatur pendukung. Sumber data sekunder dalam hal ini berasal dari buku-buku, penelitian ilmiah, ensiklopedia, artikel dan referensi lainnya yang berhubungan dengan permasalahan rasionalisme dari kedua tokoh tersebut.35

3) Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat studi dokumentasi. Studi dokumentasi merupakan salah satu metode pengumpulan data penelitian kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen, baik dokumen yang dibuat diri sendiri maupun oleh orang lain.36 Dalam pengumpulan data dokumentasi ini dapat berupa menganalisis atau menyelidiki dan yang berasal dari benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, arsip, dan sebagainya. Metode dokumentasi ini dilakukan karena melihat jenis penelitian yang bersifat penelitian kepustakaan. Sumber data primer dan sekunder dikumpulkan, dibaca, kemudian dianalisis sehingga menemukan data-data yang diperlukan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini.

4) Metode Analisis Data

32

Sarah Stroumsa, Para Pemikir Bebas Islam(Mengenal Pemikiran Teologi Ibn ar-Ruwandi dan abu Bakr al-Razi), PT LkiS, Yogyakarta, 2006

33

Rene Descartes translated by Donald A. Cress, Discourse On Method and Meditations on First Philosophy, Indianapolis, Cambridge, 1650

34Rene Descartes, Diskursus & Metode (Mencari Kebenaran dalam Ilmu-Ilmu

Pengetahuan), IRCiSoD, Yogyakarta, 2015 35

Imam Barnadib, ArtidanSejarahPendidikan, FIP IKIP, Yogyakarta, 1982, h. 55

36HarisHardiansyah,

(30)

Setelah data terkumpul, data kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis, yaitu metode yang ditempuh untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan mengadakan pemerincian terhadap obyek yang diteliti atau cara penanganan terhadap obyek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara satu pengertian dengan pengertian lain.37Analisis ini dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan metode komparatif. Komparasi ini akan menentukan sisi persamaan dan perbedaan, kelebihan dan kelemahan antara kedua tokoh. Sehingga, dapat ditarik kesimpulan tentang karakteristik pemikiran dari kedua tokoh.

F. Sistematika Penulisan

Bagian awal berisi tentang halaman judul, halaman deklarasi keaslian, halaman persetujuan pembimbing, nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman transliterasi, halaman ucapan terimakasih, daftar isi, dan halaman abstraksi. Selanjutnya adalah bagian isi yang meliputi lima bab dengan rincian sebagai berikut:

Bab pertama, bab ini berisi pendahuluan, yang akan mengantarkan pada bab-bab berikutnya. Didalamnya berisikan: latar belakang masalah, terkait dengan alasan peneliti menulis judul skripsi ini, kemudian pokok masalah, yang menjadi permasalahan untuk diteliti. Kemudian tujuan dan manfaat penulisan skripsi, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab kedua merupakan landasan teori yang berisi pembahasan teori banyak tokoh tentang rasionalisme. Di dalam bab ini akan membahas definisi rasionalisme dan jangkauannya pada ketuhanan dipandang dari berbagai perspektif.

Bab tiga membahas pemikiran Zakaria Al-Razi dan Rene Descartes tentang rasionalisme dalam menjangkau wilayah ketuhanan. Di dalam bab ini, terdapat beberapa sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai biografi Zakaria

37Sudarto, MetodologiPenelitianFilsafat,Raja GrafindoPersada, Jakarta, ed. 1, 1997, h.

(31)

Al-Razi dan Rene Descartes yang terdiri dari latar belakang pemikiran dan karya-karyanya. Sub bab kedua membahas mengenai rasionalisme dari kedua tokoh tersebut.

Bab empat merupakan analisis terhadap pemikiran Zakaria Al-Razi dan Rene Descartes tentang rasionalisme dalam manjangkau wilayah ketuhanan. Pada bab ini akan diidentifikasi corak pemikiran kedua tokoh, sehingga dapat ditemukan persamaan dan perbedaan antara keduanya.

Bab lima, bab terakhir merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan seluruh rangkaian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya dan sekaligus merupakan jawaban dari pokok permasalahan. Pada bab ini juga, terdapat saran-saran dari peneliti.

(32)

BAB II

RASIONALISME DALAM ISLAM DAN BARAT A.Pengertian Rasionalisme

Rasio adalah pemikiran menurut akal yang sehat. Rasionalisme adalah teori atau paham yang menekankan bahwa akal merupakan satu-satunya dasar untuk memecahkan problem (kebenaran) yang lepas dari jangkauan indra, paham yang lebih mengutamakan (kemampuan) akal dalam menjelaskan segala sesuatu.38 Aliran rasionalisme dipandang sebagai aliran yang berpegang pada prinsip bahwa akal harus diberi peranan utama dalam penjelasan. Ia menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur melalui akal yang memenuhi syarat semua pengetahuan ilmiah. Pengalaman hanya dipakai untuk mempertegas pengetahuan yang diperoleh akal. Sumber pengetahuan yang benar adalah akal (rasio), semua pengetahuan berasal dari akal. Dengan berpikir, manusia bisa menjelaskan semua fenomena yang terjadi disekitarnya serta bisa menunjukkan eksistensi dan menguji setiap pengetahuan yang diterima selama ini sehingga kemudian bisa mendapatkan sebuah pengetahuan baru yang diyakini kebenarannya. Sedangkan hakikat pengetahuan adalah apriori, yaitu setiap manusia memiliki landasan pengetahuan dasar tanpa harus mengalami secara langsung atau pengetahuan sebelum pengalaman.39

Menurut rasionalisme, pengalaman tidak mungkin dapat menguji kebenaran hukum sebab akibat dan mengobservasinya, karena peristiwa yang tak terhingga dalam kejadian alam ini. Tetapi rasionalisme tidak mengingkari kegunaan indra dalam memperoleh pengetahuan. Selain itu bahwa kegunaan indra sebagai perangsang akal dan memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal dapat bekerja. Akal juga dapat menghasilkan pengetahuan tanpa didasari bahan

38Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra), Op Cit, h. 127

39

Jurnal Ilmu Budaya, Rasionalis Dan Rasionalisme Dalam Perspektif Sejarah,Op Cit, h. 16

(33)

dari indra sama sekali. Jadi, akal juga dapat menghasilkan pengetahuan tentang hal-hal yang abstrak.40

Kaum Rasionalisme memulai dengan sebuah pernyataan yang sudah pasti. Aksioma dasar yang dipakai membangun sistem pemikirannya diturunkan dari ide yang menurut anggapannya adalah jelas, tegas dan pasti dalam pikiran manusia. Pikiran manusia mempunyai kemampuan untuk mengetahui ide tersebut, namun manusia tidak menciptakannya, maupun tidak mempelajari lewat pengalaman. Ide tersebut kiranya sudah ada “di sana” sebagai bagian dari kenyataan dasar dan pikiran manusia, dalam pengertian ini pikiran menalar. Kaum rasionalis berdalil bahwa karena pikiran dapat memahami prinsip, maka prinsip itu harus ada, artinya prinsip harus benar dan nyata, jika prinsip itu tidak ada, orang tidak mungkin akan dapat menggambarkannya.41

Rasionalisme mendasarkan metode deduksi, yaitu cara memperoleh kepastian melalui langkah-langkah metodis yang bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat umum untuk mendapat kesimpulan yang bersifat khusus. Teori yang digunakan adalah teori koherensi, yaitu suatu pernyataan dinilai benar jika tidak bertentangan dengan pernyataan-pernyataan lain yang telah dipastikan kebenarannya sebelumnya, atau ada urutan logis antar kebenaran pernyataan yang ada dengan kebenaran pernyataan berikutnya.42

B. Rasionalisme Dalam Islam

Filsafat Islam merupakan bagian tidak terpisahkan dari khazanah pemikiran Islam, baik dari segi konten maupun sejarah perkembangannya.43 Pemikiran rasional lebih dahulu mapan dalam masyarakat Muslim sebelum

40

Ali Maksum, Pengantar Filsafat dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme, Op Cit, h. 308

41A Susanto, Filsafat Ilmu, Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan

Aksiologis Bumi Aksara, Jakarta, 2011, h. 141

42Jurnal Ilmu Budaya, Rasionalis Dan Rasionalisme Dalam Perspektif Sejarah,Op Cit, h. 18

43Khudori Sholeh, Filsafat Islam (Dari Klasik Hingga Kontemporer), Ar-Ruzz Media,

(34)

kedatangan filsafat Yunani.44Dilalui dengan menerjemahkan buku-buku pada masa kekuasaan Bani Umaiyah, buku-buku filsafat tersebut yang kemudian melahirkan filusuf. Pada masa ini, sistem berfikir rasional telah berkembang pesat dalam masyarakat intlektual, yakni fiqh dan kalam (teolog), dalam teologi doktrin Mu‟tazilah yang rasional dipelopori oleh Washil ibn Atho (81-131 H), baginya berfikir rasional dan filosofis merupakan kenyataan metode pemecahan yang diberikan atas masalah teologis, dan tidak berbeda dengan model filsafat Yunani. Perbedaan di antara keduanya, menurut Leman hanya terletak pada premis yang digunakan, bukan pada valid tidaknya tata cara penyusunan argumen, yakni kalau pemikiran teologi Islam didasarkan atas teks suci sedangkan filsafat Yunani diasarkan atas premis-premis logis, pasti dan baku.45

Setelah itu, muncul aliran emanasi al-Farabi atau Paripatetik, dan juga emanasi Ibn Sina atau aliran sufisme sesudahnya, dengan konsep ketuhanan Neo-Platonis yang terkesan tauhid, seperti tentang penegasan transendensi akal pertama. Akan tetapi dalam perjalanan waktu ajaran Neo-Platonis mendapat tantangan hebat dari Ghazali (1058-1111 M). Meskipun filsafat ditentang al-Ghazali, justru filsafat semakin berkembang, menemukan nuansa baru, dan semakin membumbung tinggi. Muncullah aliran Isyraqi (illuminasi), tokohnya Suhrawardi, dengan doktrin wahdah al-wujūd Ibn Arabi (1164-1240). Kemudian aliran dari Mulla Sadra (1571-1640) dengan konsep Hikmah al-Muta‟aliyah(Teosofi Transenden). Ide-ide para tokoh ini bahkan melebihi prestasi filosof sebelumnya. Perbedaannya pada pasca Ibn Rusyd (1126-1198) pemikiran filsafat berkembang dengan cara bersatu dengan pengalaman mistik atau sufisme. Sementara pada masa pra-Ghazali lebih mendasarkan diri pada kekuatan rasionalitas murni. Oleh karena itu, obyek kajian ilmu tidak hanya terpaku pada dunia empirik tetapi mencakup juga dunia ruh. Diri manusia sendri adalah miniatur semesta yang tidak hanya terdiri atas jasad tetapi juga hati, perasaan, jiwa dan ruh yang merupakan bagian dari Tuhan.46

44Asy-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal(Aliran-aliran Teologi Dalam Sejarah Umat

Manusia), Bina Ilmu, Surabaya, t.th., h. 37 45

Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam, Rajawali Press, Jakarta, 1988, h.10 46

(35)

Dalam perkembangannya, terdapat lima aliran filsafat Islam yang saling berkesinambungan. Pertama, Teologi Dialektik („Ilm al-Kalam); kedua, Paripatetisme (Masysya‟iyyah); ketiga, Iluminisme (Isyraqiyyah); keempat, Sufisme/Teosofi (Tashawwuf atau Irfan), khususnya yang dikembangkan oleh Ibn Arabi; kelima, Filsafat Hikmah (al-Hikmah al-Muta‟aliyah),47 untuk lebih jelasnya akan dibahas sebagaimana berikut ini.

1. Aliran Teologi Dialektik (Ilm al-Kalam)

Metode epistemologi yang digunakan oleh Teologi Dialektik hampir sama dengan metode Paripatetisme, yaitu bersifat deduktif-silogistik. Yaitu prosedur untuk mendapatkan kesimpulan (silogisme) dari mempersandingkan dua premis (pernyataan yang sudah disepakati terlebih dulu nilai kebenarannya). Dalam logika Aristotelian, dua premis itu masing-masingnya adalah premis mayor (umum) dan premis minor (khusus).

Contohnya:

Premis Mayor : Setiap yang berakal adalah manusia. Premis Minor : Aristoteles berakal.

Kesimpulan : Aristoteles adalah manusia.

Jika dalam paripatetisme proses silogistik didasarkan atau dimulai dari premis-premis yang telah disepakati sebagai kebenaran yang tidak perlu dipersoalkan lagi (primary truth). Yang kemudian dapat diperoleh kebenaran-kebenaran yang pada gilirannya akan menjadi premis-premis baru bagi proses silogistik selanjutnya, begitu seterusnya. Sedangkan teologi dialektik ( ilmu kalam) berangkat dari pemahaman baik dan buruk.48 Dalam ilmu kalam akan dijumpai bahwa persoalan awal yang muncul adalah tentang kekuasaan akal dan fungsi wahyu. Hal ini yang kemudian dihubungkan dengan bagaimana kemampuan akal dalam mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui

47

Haidar Bagir, Buku Saku Filsafat Islam, Mizan, Bandung, 2005, h. 91

(36)

Tuhan,serta mengetahui baik dan jahat, dan kewajiban melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan jahat.49Dari permasalahan tersebut muncullah berbagai aliran, yaitu:

a. Mu‟tazilah

Mu‟tazilah merupakan salah satu sekte dalam Islam yang memberikan kedudukan paling besar terhadap akal.50 Bagi Mu‟tazilah, akal adalah daya untuk memperoleh pengetahuan, dan juga daya yang membuat seseorang dapat memperbedakan antara dirinya dan benda lain dan antara benda-benda satu dari yang lain. Di samping memperoleh pengetahuan, akal juga mempunyai daya untuk membedakan antara kebaikan dan kejahatan. Dengan kata lain bahwa akal menurut Mu‟tazilah mempunyai fungsi dan tugas moral. Akal juga merupakan petunjuk jalan bagi manusia serta yang menjadikan manusia menjadi pencipta perbuatannya. Menurut mereka, ada empat hal yang kesemuanya bisa diketahui oleh akal, yaitu 1) mengetahui Tuhan, 2) kewajiban mengetahui Tuhan, 3) mengetahui baik dan buruk, 4) kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk.51

b. Asy‟Ariyah

Asy‟ariyah adalah sebuah kelompok yang dinisbatkan kepada Abu al-Hasan ibn Ismail ibn Abi Basyar Ishaq ibn Salim ibn Ismail Abd Allah Abu Musa al-Asy‟ari. Al-Asy‟ari lahir di Basrah, namun ia besar dan wafat di Baghdad.52 Aliran asy‟Ariyah sendiri menolak sebagian besar dari pendapat kaum Mu‟tazilah yang menitik beratkan semua permasalahan pada rasio. Menurutnya, yang dapat diketahui dengan akal hanya wujud Tuhan saja, sedangkan yang lainnya hanya bisa diketahui oleh wahyu.

49

Harun Nasution, Teologi Islam (Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan), UI-Press, Jakarta, 2015, h. 82

50Hanna al-Fakhuri & Khalil al-Jurr, Riwayat Filsafat Arab Jilid I,Sadra International

Institute, Jakarta, 2014, h. 134

51

Yusuf Suyono, Bersama Ibn Rusyd Menengahi Filsafat dan Ortodoksi, Walisongo Press, Semarang, 2008, h. 44

52Harun Nasution, Teologi Islam (Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan), Op Cit,

(37)

c. Maturidiyah Samarkhand dan Bukhara

Pendiri aliran Maturidiyah adalah Imam Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi al-Anshari.53Sebagian pemikiran yang diusung al-Maturidi bertentangan dengan Asy‟ariyah tetapi sepaham dengan Mu‟tazilah.Menurut Imam al-Maturidi, akal dapat mengetahui baik dan buruk. Tetapi disisi lain, akal tidak dapat mengetahui kewajiban berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk. Yang dapat diketahui akal hanyalah sebab wajibnya perintah dan larangan Tuhan. Dengan demikian bagi al-Maturidi akal dapat mengetahui tiga persolan pokok, sedangkan yang satu lagi yaitu kewajiban berbuat baik dan menjauhi yang buruk hanya dapat diketahui melalui wahyu.Pendapat al-Maturidi yang demikian diterima oleh pengikut-pengikutnya di Samarkand. Adapun pengikut-pengikutnya yang di Bukhara, mereka memiliki sedikit kelainan pemikiran. Golongan Bukhara memandang akal tidak mampu untuk menentukan kewajiban, akal hanya mampu mengetahui sebabnya kewajiban.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Mu‟tazilah memberikan kedudukan yang sangat besar kepada akal. Maturidiyah Samarkhand memberikan kedudukan kurang besar dari Mu‟tazilah, tetapi lebih besar dari Maturidiyah Bukhara. Dan di antara semua aliran itu, hanya Asy‟ariyahlah yang memberikan kedudukan terkecil kepada akal.

2. Aliran Paripatetik

Secara harfiah paripatetik atau masysya‟iyah berarti jalan modar-mandir.54Istilah paripatetik muncul sebagai sebutan bagi para pengikut Aristoteles dan Plato. Selain itu juga menunjuk pada suatu tempat yang biasa digunakan oleh Aristoteles untuk mengajar sambil berjalan-jalan.55 Aliran paripatetik dinisbatkan

53

Ibid, h. 86

54Haidar Bagir, Buku Saku Filsafat Islam, Op Cit, h. 93

55 Amroeni Drajat, Suhrawardi:kritik falsafah paripatetik, PT LKis Pelangi Aksara,

(38)

kepada filsuf Islam generasi awal, di antaranya al-Kindi (801-873), al-Farabi (870-950) dan Ibnu Sina (980-1037).

Aliran paripatetik sangat menekankan metode diskursif-demonstratif dengan menekankan pada aspek rasionalitas manusia.56 Ciri aliran ini secara metodologis atau epistimologis adalah, pertama, modus ekspresi dan penjelasannya bersifat diskursif (bahtsi) yaitu, menggunakan silogisme (logika formal dan penalaran akal). Berupa penarikan kesimpulan dari pengetahuan yang sudah diketahui dengan baik dan disebut premis mayor dan minor dan hasilnya setelah ditemukan term yang mengentarai kedua premis tersebut yang biasa disebut “Middle Term” atau al-hadd al-awsath . Kedua, Karena sifatnya yang diskursif maka filsafat yang dikembangkan yaitu filsafat tak langsung. Tak langsung karena menggunakan simbol untuk menangkap objeknya, baik berupa kata-kata atau konsep maupun representasi. Modus ini bisa disebut hushuli

(perolehan), atau melalui perantara. Ketiga, penekanan yang kuat pada daya rasio sehingga tidak memprioritaskan pengetahuan melalui pengenalan intuitif (kehadiran/ hudhuri).57Ciri lain dari ajaran paripatetik adalah hylomorfisme, yaitu ajaran yang mengatakan bahwa apapun yang ada di dunia ini terdiri dari dua unsur utamanya, yaitu materi dan bentuk. Ini merupakan ajaran filsafat dari Plato yang direformasikan muridnya Aristoteles. Yang mengatakan bahwa apa yang ada di dunia ini tidak lain dari pada bayang-bayang dari ide-ide. Ide-ide ini direformasikan Aristoteles sebagai bentuk, dan bayang-bayangnya sebagai materi. Dan bentuk di sini merupakan esensi (hakikat) dari sesuatu, dan materi adalah bahan yang tidak akan mewujud atau mengaktual kecuali setelah bergabung dengan bentuk (hakikat).58

3. Aliran Illuminasi

Aliran ini dibawa oleh Suhrawardi, nama lengkapnya Syihab al-Din Yahya ibn Habasy ibn Amira‟ Abu al-Futuh Suhrawardi al- Maqtul (1154-1191), dalam

56Haidar Baqir, Buku Saku Filsafat Islam,Op Cit, h. 103

57 Mulyadhi Kartanegara, Gerbang Kearifan: Sebuah Pengantar Filsafat Islam, Lentera

Hati, Jakarta, 2006,h. 28 58

(39)

sejarah filsafat Islam di kenal sebagai guru Illuminasi(Syekh al-Isyraq).59 Kata

isyraq mempunyai banyak arti, antara lain terbit dan bersinar, berseri-seri, terang karena disinari dan menerangi. Tegasnya, isyraqi berkaitan dengan kebenderangan atau cahaya yang umumnya digunakan sebagai lambang kekuatan, kebahagiaan, dan ketenangan.60 Suhrawardi mengatakan bahwa prinsip filsafat Isyraqiyyah adalah mendapat kebenaran lewat pengalaman intuitif, kemudian mengelaborasi dan memverifikasinya secara logis-rasional. Dengan kata lain, prinsip dasar iluminisme adalah bahwa mengetahui sama dengan memperoleh suatu pengalaman, suatu intuisi langsung atas apa yang diketahui itu. Hanya setelah diraih secara total, intuitif, dan langsung, pengetahuan ini dianalisis, yakni secara diskursif-demonstrasional.

Sehubungan dengan itu, Suhrawardi mengemukakan keempat tahap yang harus ditempuh oleh setiap orang dalam proses mendapatkan pencerahan (isyraq):

a. Tahap Pertama, “Dalam tahap ini seseorang harus bisa membebaskan diri dari kecenderungan diri, dari kecenderungan duniawi, untuk menerima pengalaman Ilahi.” Menurut Suhrawardi, sesungguhnya dalam diri setiap orang terdapat yang di sebut sebagai Kilatan Ilahi (al-Bariq Al-Ilahi). Kilatan ketuhanan inilah yang akan diaktifkan dengan membebaskannya dari “perangkap” jasmani. Tahapan ini ditandai oleh periode pengasingan diri (uzlah) selama 40 hari.

b. Setelah menempuh tahap pertama, sang filosof memasuki tahap iluminasi yang di dalamnya ia mendapatkan penglihatan akan Sinar Ketuhanan (Al-Nur Al-Ilahi) serta mendapatkan apa yang disebut Cahaya Ilham (Al-Anwar Al-Sanihah).

c. Tahap pembangunan pengetahuan yang utuh, didasarkan atas logika diskursif.

d. Pengungkapan atau penulisannya.

59

John Walbridge, Mistisme Filsafat Islam (Sains & Kearifan Iluminatif Quthb Din al-Syirazi), Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2008, h. 4

60John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1979,

(40)

Dalam Isyraqiyyah wujud mempunyai hierarki-hierarki, dari yang paling atas sampai terbawah. Tingkatan tersebut diidentikkan dengan Nur (cahaya). Penggunaan cahaya untuk mengidentifikasi wujud ini memiliki sedikitnya dua kelebihan. Pertama, adanya cahaya tidak pernah dapat dipisahkan dari sumber cahayanya. Tidak mungkin terdapat sumber cahaya tanpa adanya cahaya, begitupun sebaliknya. Hal ini lebih tegas lagi menggambarkan kaitan alam semesta dan Tuhan. Kedua, konsep cahaya lebih memungkinkan penggambaran konsep kedekatan (qurb) dan kejauhan (bu‟d).

Dalam pemahaman tentang hierarki-hierarki wujud, semakin dekat dengan sumber cahaya, maka intensitas cahaya suatu tingkatan wujud akan lebih banyak, begitupun sebaliknya. Yakni wujud yang lebih dekat kepada Tuhan sebagai Sumber Cahaya akan lebih banyak menerima pancaran dariNya, sementara wujud yang jauh dariNya semakin lemah intensitas cahanya dan dengan demikian makin rendah tingkatannya dalam hierarki keberadaan.61

4. Aliran Sufisme

Aliran ini dibawa oleh Ibn Arabi (1164-1240) dengan gagasan paling kontroversialnya dalam metafisika, yaitu wahdah al-wujūd (kesatuan wujud). Nama aslinya adalah Muhammad ibn Ali ibn Muhammad Ibn Arabi Thai al-Tamimi, lahir di Mursia, Spanyol bagian tenggara pada 17 Ramadhan 560 H/ 28 Juli 1165 M.62

Ibn Arabi adalah seorang sufi sekaligus filsuf yang dapat memfilsafatkan pengalaman spiritualnya ke dalam suatu pandangan dunia metafisis maha besar sebagaimana yang dapat dilihat dalam gagasannya tentang wahdah al-wujūd.

Dengan pemikiran bahwa alam semesta adalah aktualisasi entitas-entitas permanen yang ada dalam ilmu Tuhan, maka bagi Ibn Arabi, seluruh realitas yang ada ini, meski tampak beragam, adalah satu adanya, yaitu Tuhan sebagai satu-satunya realitas dan realitas yang sesungguhnya. Apapun yang selain Dia tidak

61

Haidar Baqir, Buku Saku Filsafat Islam,Op Cit, h. 147

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghitung gan,sguan kilat pada- seperempat dan setengah djarak dari menara dipakai metod.e AIEE, djr.di dengart mernbandingkan kekuatan isolasi dari djarak antara

Model yang dibutuhkan agar sistem ini dapat berjalan adalah Language Model, Dictionary, dan Acoustic Model Model inilah yang akan menjadi acuan yang memudahkan penulis dalam

Kelompk Gbr Alif Syarifudin Alif Syarifudin ARSITEKTUR 1 : 100 AR-01

Untuk menangani kasus carding diterapkan Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun

Getah damar berada pada kulit muda tau jaringan cambium ,maka dalam pembuatan kowakan tidak perlu terlalu dalam, tetapi cukup sebatas setelah jaringan kulit pohon atau kurang

Perselisihan mengenai pemutusan hubungan kerja selama ini paling banyak terjadi karena tindakan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh satu pihak dan pihak lain tidak

Namun, rekrutmen internal pun memiliki kelemahan, antara lain kemungkinan terbatasnya calon tenaga kerja yang potensial dalam organisasi, kurangnya ide baru yang segar

Hasil penetapan kandungan fenolat total (GAE), dan kandungan flavonoid total (QE) dapat dilihat pada Tabel 3, dimana sampel yang memiliki kandungan total fenolat dan