• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Ketebalan Tanah Gambut Berdasarkan Nilai Resistivitas 3D: Studi Kasus Daerah Tempat Pembuangan Akhir Batu Layang Kota Pontianak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Ketebalan Tanah Gambut Berdasarkan Nilai Resistivitas 3D: Studi Kasus Daerah Tempat Pembuangan Akhir Batu Layang Kota Pontianak"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

POSITRON Vol. 9, No. 2 (2019), Hal. 86 - 94

86

DOI: 10.26418/positron.v9i2.34821

Identifikasi Ketebalan Tanah Gambut Berdasarkan Nilai Resistivitas

3D: Studi Kasus Daerah Tempat Pembuangan Akhir Batu Layang Kota

Pontianak

Muliadi*, Zulfian, Muhardi

Program Studi Geofisika Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak *Email : muliadi@fmipa.untan.ac.id

(Diterima 20 Agustus 2019; Disetujui 19 November 2019; Dipublikasikan 30 November 2019)

Abstrak

Identifikasi ketebalan tanah gambut telah berhasil dilakukan menggunakan metode geolistrik resistivitas. Informasi ini sangat penting untuk mitigasi penyebaran lindi dan proses pengembangan pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Batu Layang. Pada penelitian ini, dibuat 6 buah lintasan yang memiliki panjang masing-masing 117 m dengan tiga lintasan memotong tiga lintasan lainnya. Dari hasil penelitian, diperoleh nilai resistivitas pada lokasi penelitian sebesar (1,0703 - 706,6) Ωm. Tanah gambut diidentifikasi pada kedalaman (4 – 7,6) m dengan nilai resistivitas sebesar (40 – 706,6) Ωm. Hasil ini telah divalidasi dengan sampel tanah yang diambil dari dua titik pengeboran hingga kedalaman 5 m. Berdasarkan hasil pengeboran tersebut, ketebalan tanah gambut sebesar 4 m dan 4,5 m. Selanjutnya, dari penampang resistivitas 2D, dibuat model resistivitas 3D menggunakan metode interpolasi inverse distance. Model resisitivtas 3D memberikan informasi sebaran ketebalan tanah gambut pada lokasi penelitian.

Kata kunci: geolistrik, resistivitas 3D, tanah gambut, TPA batu layang

1.

Latar Belakang

Tanah gambut merupakan tanah yang kaya akan kandungan organik [1,2,3]. Kandungan orga-nik tanah gambut bisa mencapai >75% [2].Tanah ini mengandung bahan organik yang tinggi, mempunyai kuat geser rendah, mudah mampat, dan bersifat asam yang dapat merusak material. Tanah gambut juga dapat didefinisiakan sebagai tanah yang berserat hasil dekomposisi dan pelapu-kan serpihan makroskopik dan mikroskopik tumbuh-tumbuhan [4].Tanah gambut terdiri dari serat-serat tumbuhan hasil pelapukan sehingga memiliki porositas yang sangat tinggi [5,6,7].

Adanya bahan-bahan organik pada tanah cen-derung mengurangi daya dukung tanah tersebut [8,9]. Hal ini disebabkan oleh sifat tanah gambut yang memiliki porositas tinggi [5] sehingga tergo-long tanah yang jenuh air. Daya dukung tanah yang rendah dapat menimbulkan masalah dalam pemba-ngunan di lahan gambut. Tanah gambut dapat menyebabkan kegagalan proyek-proyek infrastruk-tur dalam bidang keteknikan.

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batu Layang merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang terletak di Kelurahan Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak. TPA Batu Layang merupakan satu-satunya TPA yang ada di Kota Pontianak. Lahan TPA Batu Layang yang berupa tanah gambut memiliki luas 13.689 m2.

Keberadaan TPA Batu Layang pada lahan gambut tidak memenuhi kriteria aspek geologi. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/Prt/M/2013, dinya-takan bahwa lokasi TPA seharusnya tidak berada pada lokasi lahan gambut [10]. Jika TPA berada pada lokasi lahan gambut, rekayasa secara tekno-logi harus dilakukan sehingga TPA tersebut berada di atas lapisan kedap air, baik alamiah maupun artifisial. Selain itu, pondasi TPA juga harus diperkuat dengan konstruksi perbaikan tanah bawah[10].

Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai ketebalan tanah gambut di daerah TPA Batu Layang Pontianak. Informasi mengenai ketebalan tanah gambut dapat digunakan untuk merancang lapisan pondasi. Selain itu, informasi ini dapat juga dimanfaatkan untuk merancang barrier (pembatas) agar lindi tidak menyebar keluar dari lokasi TPA Batu Layang.

Salah satu sifat yang dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi tanah gambut adalah sifat kelistrikannya [11,12,13]. Pada tanah gambut, kondutivitas listrik menurun seiring meningkatnya kandungan organik [14]. Sifat kelistrikan tanah gambut juga dipengaruhi oleh fluida yang berada dalam ruang pori [15,16,17]. Tanah gambut memiliki nilai resistivitas bervariasi tergantung daerah, geologi dan kandungan fluida di dalam

(2)

POSITRON Vol. 9, No. 2 (2019), Hal. 86 - 94

87

tanah tersebut. Adapun nilai resistivitas tanah gambut berdasarkan beberapa hasil penelitian adalah 34-500 Ωm [16], 50-166 Ωm [17], 0,5-1000 Ωm [15] dan 60-100 Ωm [13].

Pada penelitian ini, identifikasi ketebalan tanah gambut dilakukan dengan metode geolistrik resistivitas. Metode ini sensitif terhadap sifat kelistrikan suatu mineral. Tanah gambut diinter-pretasi berdasarkan nilai reisitivitasnya. Pada penelitian ini, validasi interpretasi metode geo-listrik dilakukan dengan pengambilan sampel melalui pengeboran tanah. Setelah ketebalan tanah gambut terverifikasi, selanjutnya dibuat model resisitivtas 3D. Model ini menggambarkan secara menyeluruh ketebalan tanah gambut pada lokasi penelitian.

2.

Metodologi

2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian terletak di daerah TPA Batu Layang, Kelurahan Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak. Daerah ini berada pada koordinat 0°130,1"LU - 0°134,5" LU dan

109°19′25,8" BT -109°19′30,2" BT (Gambar 1).

2.2 Metode Geolistrik Resistivitas

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode geolistrik resistivitas. Metode ini memanfaatkan sifat kelistrikan batuan untuk mengetahui struktur lapisan bawah permukaan. Penggunaan metode ini telah berhasil diaplikasikan untuk mendeteksi potensi air tanah [19], lapisan akuifer [20], lapisan bedrock [21] dan limbah lada putih [22]. Hasil metode ini berupa pencitraan struktur lapisan bawah permukaan dalam bentuk penampang resistivitas 2D [21,22] dan 3D [13,23]. Konsep dasar dari metode geolistrik resisti-vitas adalah mengalirkan arus listrik DC pada permukaan tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah elektroda arus yaitu elektroda C1 dan C2 (Gambar 2). Kedua elektroda ini ditancapkan ke tanah dengan jarak tertentu,

semakin panjang jarak elektroda C1-C2, semakin dalam aliran arus listrik yang dapat menembus lapisan tanah. Jika arus listrik diinjekskani pada permukaan bumi, arus listrik akan mengalir dan menyebar ke bawah permukaan sehingga memben-tuk garis ekuipotensial setengah bola. Selanjutnya akan terukur beda potensial diantara elektora P1 dan P2. Jarak elektroda P1-P2 lebih pendek daripada jarak elektroda C1-C2. Bila posisi jarak elektroda C1-C2 diubah menjadi lebih besar, potensial listrik yang terjadi pada elektroda P1-P2 ikut berubah sesuai dengan informasi jenis lapisan tanah [24].

Akibat arus yang diinjeksikan pada elektroda C1 dan C2, di titik P1, terdapat potensial sebesar [24] 𝑉𝑃1−𝐶1= 𝐼𝜌 2𝜋𝑟1 (1) 𝑉𝑃1−𝐶2= − 𝐼𝜌 2𝜋𝑟2 (2) Berdasarkan persamaan (1) dan (2), potensial P1 (VP1) yang dipengaruhi oleh elektroda C1 dan C2 sebesar [24] 𝑉𝑃1= 𝑉𝑃1−𝐶1+ 𝑉𝑃1−𝐶2= 𝐼𝜌 2𝜋𝑟1 − 𝐼𝜌 2𝜋𝑟2 (3) Demikian pula potensial yang dihasilkan pada titik P2 akibat arus dari titik C1 dan C2. Besar potensial pada elektroda P2 (VP2) diberikan oleh

𝑉𝑃2= 𝑉𝑃2−𝐶1+ 𝑉𝑃2−𝐶2= 𝐼𝜌 2𝜋𝑟3 − 𝐼𝜌 2𝜋𝑟4 (4) Berdasarkan persamaan (3) dan (4) beda potensial antara P1 dan P2 (ΔV) adalah[24]

∆𝑉 = 1 2 3 4 1 1 1 1 2 I r r r r

                 (5) ekuipotensial Arus

Gambar 1.

Citra satelit lokasi penelitian, TPA Batu Layang Kota Pontianak [18].

Gambar 2. Susunan elektroda metode geolistrik tahanan jenis [25].

(3)

POSITRON Vol. 9, No. 2 (2019), Hal. 86 - 94

88

dengan I adalah kuat arus yang diinjeksikan ke permukaan tanah (A), r1 merupakan jarak elektroda C1-P1 (m), r2 merupakan jarak elektroda C2-P1 (m),

r3 merupakan jarak elektroda C1-P2 (m), r4 merupakan jarak elektroda C2-P2 (m), dan ρ adalah resistivitas (Ωm).

Dari persamaan (5) dapat diperoleh resistivitas semu. Resistivitas semu (𝜌𝑎) adalah rasio beda potensial (ΔV) yang diukur terhadap arus I yang

diinjeksikan, dikalikan dengan konstanta geometri

k yang bergantung pada susunan elektroda [26].

Resistivitas semu ini bukan harga resistivitas satu lapisan saja, melainkan harga resistivitas beberapa lapisan. Bumi diasumsikan homogen dan berlapis-lapis sehingga memiliki nilai resistivitas berbeda-beda. Besar resistivitas semu (𝜌𝑎) dapat ditulis sebagai

𝜌𝑎= 𝑘

∆𝑉

𝐼 (6)

Berdasarkan persamaan (5) dan (6), k dapat dieks-presikan sebagai 𝑘 = 2𝜋 [(1 𝑟1 −1 𝑟2 ) − (1 𝑟3 −1 𝑟4 )] −1 (7)

dengan k merupakan faktor konfigurasi (satuan meter) yang bergantung kepada konfigurasi elektroda.

Pada penelitian ini, konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi Wenner-Schlumberger. Adapun susunan keempat elektroda pada konfigurasi ini diperlihatkan oleh Gambar 3.

Berdasarkan persamaan (7), faktor konfigurasi Wenner-Schlumberger, 𝑘, diberikan oleh

𝑘 = 𝜋𝑛(𝑛 + 1)𝑎 (8)

dengan n merupakan rasio antara jarak C1-P1 atau C2-P2 dengan jarak P1-P2 dan a merupakan jarak elektroda terkecil dalam satuan meter.

Persamaan (8) kemudian disubstitusikan ke persamaan (6) sehingga diperoleh diperoleh persamaan untuk menghitung nilai resistivitas semu konfigurasi Wenner-Schlumberger (ρWS)

𝜌𝑊𝑆 = 𝜋𝑛(𝑛 + 1)𝑎

∆𝑉

𝐼 (9)

2.3

Akuisisi Data

Alat geolistrik yang digunakan pada pengambilan data lapangan adalah ARES (Automatic Resistivity System). Alat ini memiliki spesifikasi presisi pengambilan data 0,1 %, rata-rata tegangan input ±5 V, input impedansi 20 MΩ, dan memiliki kabel multielektroda [27].

Luas lokasi penelitian adalah 13.689 m2. Pada lokasi penelitian, dibuat enam buah lintasan yaitu L1, L2, L3, L4, L5 dan L6 (Gambar 4). Masing-masing lintasan memiliki panjang 117 m. Lintasan L1 sejajar dengan L2 dan L3, sedangkan lintasan L4 sejajar dengan lintasan L5 dan L6. Bentuk lintasan dibuat saling memotong dengan tujuan untuk membuat penampang resistivitas 3D. Jarak antar patok L1 dengan L2 sejauh 50 meter, begitu juga dengan jarak L2 dengan L3. Jarak L4 dengan L5 juga 50 m begitu juga jarak antara L5 dengan L6. Jarak spasi elektroda terkecil adalah 3 m.

Pada Gambar 4, titik berwarna biru merupakan titik acuan 0,0 (X,Y) untuk interpretasi 3D ketebalan gambut. Lintasan L1, L2 dan L3 memiliki arah 𝑁162°𝐸. L1 berada pada koordinat

133,8"LU 109°1925,7" BT hingga 0°1'30,1" LU

109°1926,9" BT. L2 berada pada koordinat

134,1" LU 109°1927,4" BT hingga 0°130,4" LU

109°1928,7" BT. L3 berada pada koordinat

134,3" LU 109°1929,1"BT hingga 0°130,7" LU

109°1930,3" BT.

Lintasan L4, L5 dan L6 memiliki arah 𝑁82°𝐸. L4 berada pada koordinat 0°1′33,8" LU 109°1925,7"BT hingga 0°134,4"LU 109°1929,5" BT. L5 berada pada koordinat 0°132,2" LU

109°1926,2" BT hingga 0°132,9" LU 109°1929,9" BT. L6 berada pada koordinat 0°1′30,6" LU 109°1926,7" BT hingga 0°131,4" LU

109°1930,2"BT. Gambar 3. Susunan elektroda konfigurasi

Wenner-Schlumberger [24].

Gambar 4. Citra setelit lokasi penelitian beserta lintasan data geolistrik [18].

(4)

POSITRON Vol. 9, No. 2 (2019), Hal. 86 - 94

89

Pada setiap lintasan, diinjeksikan arus (I) di permukaan tanah. Arus ini akan mempengaruhi beda potensial yang terukur antara elektroda P1 dan P2. Arus (I) dan beda potensial (ΔV) yang terukur oleh alat ARES. Selain itu, pada pada alat ARES, nilai resistivitas semu juga telah dihitung berdasarkan persamaan (9).

Proses berikutnya adalah melakukan penentuan penampang resistivitas 2D melalui proses inversi. Setelah penampang resistivitas 2D diperoleh, selanjutnya data disimpan dalam format 3D (X, Y dan Z). Input data dalam 3D berupa jarak pada arah sumbu X, jarak pada arah sumbu Y, kedalaman (Z) dan nilai resistivitas semu. Data masing-masing lintasan kemudian digabung dan direkonstruksi menjadi tampilan 3D. Metode yang digunakan untuk menginterpolasi penampang resistivitas 2D menjadi tampilan resistivitas 3D adalah metode inverse distance.

2.4

.

Metode Inverse Distance

Metode inverse distance merupakan metode interpolasi yang memperhitungkan jarak sebagai bobot. Jarak ini merupakan jarak dari titik data (sampel) terhadap titik data yang akan diestimasi (diinterpolasi). Jadi semakin dekat jarak antara titik sampel dan titik yang akan diestimasi maka semakin besar bobotnya, begitu juga sebaliknya. Metode ini telah berhasil dimanfaatkan untuk interpolasi pada data spasial [28,29,30] dan liniasi [31].

Pada penelitian ini, metode inverse distance digunakan untuk menginterpolasi nilai resistivitas pada luasan daerah penelitian. Ilustrasi interpolasi metode ini ditunjukkan oleh Gambar 5. Faktor utama yang mempengaruhi keakuratan interopla-tor jarak terbalik adalah nilai parameter pangkat [31]. Pada penelitian ini, metode inverse distance menggunakan parameter pangkat 2. Nilai resis-tivitas hasil interpolasi pada titik p diberikan oleh persamaan (10) [31] 2 1 2 1 N i i i p N i i

z d

Z

d

   

(10)

𝑍𝑝 merupakan nilai resistivitas pada titik p yang diestimasi, 𝑧𝑖 merupakan nilai sampel resistivitas pada titik i, 𝑑𝑖merupakan jarak dari titik sampel resistivitas ke titik yang diestimasikan, N adalah jumlah titik sampel resistivitas.

Gambar 5. Titik i dan j digunakan pada prosedur interpolasi sebagai titik resistivitas.

2.5 Pengambilan Sampel Tanah

Alat bor tanah yang digunakan adalah bor gambut (peat auger) yang memiliki spesifikasi panjang mata bor 70 cm dan panjang mata bor bagian dalam 50 cm. Alat ini dapat mengambil sampel hingga kedalaman 5 m.

Pengeboran tanah dilakukan untuk memvali-dasi interpretasi ketebalan tanah gambut menggu-nakan metode geolistrik resistivitas. Pengambilan sampel tanah dilakukan hingga kedalaman 5 meter. Titik pengeboran berjumlah 2 (dua) titik yang terlihat pada Gambar 4. Titik pengeboran pertama dan kedua masing-masing disimbolkan dengan P1 dan P2 yang diperilihatkan oleh titik berwarna kuning pada Gambar 4.

Kedua titik pengeboran terletak di lintasan L5 (Gambar 4). Titik P1 berada 15 meter dari awal lintasan L5 dan terletak pada koordinat 0°132,4" LU 109°19′26,6" BT. Titik P2 berada 36 meter dari awal lintasan L5 dan terletak pada koordinat 0°1′32,5" LU 109°19′27,3" BT.

Selain dua titik pengeboran tersebut, terdapat satu titik pengeboran lagi yang digunakan untuk memverifikasi hasil interpolasi yang digunakan pada tampilan 3D resistivitas. Titik pengeboran ini berada pada koordinat 0°132,5" LU 109°1926,6" BT yang disimbolkan dengan P3. Titik ini berjarak 6 meter dari L5 dan 16 m dari L1 (Gambar 4).

3.

Hasil dan Pembahasan

3.1. Hasil Pengeboran Tanah

Pengeboran tanah dilakukan untuk mengetahui batas antara lapisan tanah gambut dan lapisan tanah yang lainnya. Data ini digunakan untuk memverifikasi hasil dari interpretasi nilai resistivitas yang diperoleh. Identifikasi jenis tanah hasil pengeboran berdasarkan warna dan tekstur. Tanah gambut memiliki ciri berserat dan berwarna coklat kehitam-hitaman serta bertekstur kasar, sedangkan tanah lempung pasiran berwarna abu-abu kehitaman, bertekstur halus dan berpasir.

(5)

POSITRON Vol. 9, No. 2 (2019), Hal. 86 - 94

90

Hasil pengeboran di titik P1 hingga kedalaman 4 m memperlihatkan jenis tanah yang berwarna coklat kehitam-hitaman. Jenis tanah ini diidentifi-kasi sebagai tanah gambut. Tanah ini juga berteks-tur kasar dan berserabut (Gambar 6.a dan 6.b). Hal ini disebabkan ciri khas dari tanah gambut yang merupakan hasil pelapukan dari bahan organik dari pepohonan dan dedaunan. Pada kedalaman (4–5) m hasil pengeboran memper-lihatkan tanah yang berwarna abu-abu kehitaman yang diduga sebagai tanah lempung pasiran (Gambar 6.c). Tanah ini bertekstur halus dan berpasir.

Hasil pengeboran di titik P2 hingga kedalaman 4,5 m juga memperlihatkan jenis tanah yang berwarna coklat kehitam-hitaman, bertekstur kasar dan berserat (Gambar 7.a dan 7.b.). Jenis tanah ini juga diidentifikasi sebagai tanah gambut. Pada kedalaman 4,5 m -5 m hasil pengeboran juga memperlihatkan tanah yang berwarna abu-abu kehitaman, bertekstur halus dan berpasir. Tanah ini juga diinterpretasi sebagai tanah lempung pasiran (Gambar 7.c.).

Gambar 8 merupakan profil rekonstruksi dari sampel tanah hasil pengeboran pada titk P1 dan P2. Berdasarkan warna dan tekstur profil tanah pada titik P1 dan P2, lapisan gambut berada hingga kedalaman 4 m dan 4,5 m serta lapisan lempung pasiran berada pada kedalaman 5 m. Informasi

mengenai ketebalan tanah gambut selanjutnya dimanfaatkan sebagai data validasi interpretasi tanah gambut berdasarkan metode geolistrik resistivitas.

Selain dua titik pengeboran tersebut, dilakukan pengeboran pada titik P3 (Gambar 4). Data penge-boran pada titik P3 digunakan sebagai verifikasi hasil interpolasi metode inverse distance. Berda-sarkan hasil pengeboran pada titik P3, tanah gambut berada hingga kedalaman 4,5 m. Rekons-truksi profil hasil pengeboran pada titik ini diperlihatkan oleh Gambar 9.

3.2

Analisis Ketebalan Tanah Gambut

Pada metode geolistrik resistivitas, struktur lapisan dapat diidentifikasi berdasarkan nilai resistivitas suatu mineral. Berdasarkan data lapangan, diperoleh resistivitas semu yang

(a) (b) (c)

Gambar 6. Sampel tanah pada titik P1 (a) tekstur tanah gambut yang terlihat berserabut; (b) sampel tanah gambut hingga kedalaman 4 m dan (c) sampel tanah pada kedalaman (4-5) m.

(a) (b) (c)

Gambar 7. Sampel tanah pada titik P2 (a) tekstur tanah gambut yang terlihat berserabut; (b) sampel tanah gambut hingga kedalaman 4,5 m dan (c) sampel tanah pada kedalaman (4,5 – 5) m.

(a)

(b)

Gambar 8. Rekonstruksi profil tanah pada titik (a) P1 dan (b) P2.

(6)

POSITRON Vol. 9, No. 2 (2019), Hal. 86 - 94

91

selanjutnya diinversi menjadi nilai resistivitas sebenarnya. Resistivitas sebenarnya menggambar-kan struktur lapisan bawah permukaan yang terdapat pada daerah penelitian.

Gambar 10 memperlihatkan sebaran datum hasil pengukuran di lapangan. Sumbu X dan sumbu Y masing-masing terbentang sejauh 117 m, sedangkan sumbu Z merupakan kedalaman ditandai dengan tanda negatif (-) yang menunjuk-kan lapisan bawah permukaan tanah. Berdasarmenunjuk-kan hasil inversi, diperoleh kedalaman maksimal sebe-sar 23,6 m.

Gambar 10 juga memperlihatkan sebaran titik datum masing-masing lintasan. Berdasarkan gam-bar tersebut, yang menjadi acuan adalah pertemu-an titik awal pertemu-antara lintaspertemu-an L1 dpertemu-an L4 (Gambar 3). Masing-masing lintasan memiliki sebanyak 361 titik datum, sehingga total titik datum adalah 2166 titik datum. Warna titik datum yang sama menun-jukan nilai resistivitas yang sama.

Dari informasi datum tersebut, dapat dihasil-kan penampang resistivitas 2D. Penampang

resis-tivitas 2D yang diperoleh kemudian digabungkan sehingga dapat tampilan penampang resistivi-tas 3D (Gambar 11). Pada interpretasi resistivitas 3D, titik acuan (0,0) penampang resistivitas 3D adalah pertemuan antara lintasan L1 dan L4.

Berdasarkan Gambar 11, terlihat bahwa perpotongan antar lintasan mempertemukan nilai resistivitas yang sama. Berdasarkan Gambar 11, resistivitas hasil penelitian tercatat memiliki nilai mulai dari 1,0703 Ωm hingga 706,6 Ωm. Nilai ini adalah rentang nilai resistivitas untuk keenam lintasan yaitu L1, L2, L3, L4, L5 dan L6. RMS error penampang resistivitas 2D untuk masing-masing lintasan dari L1 hingga L6 berturut-turut sebesar 5,2%, 10%, 3,4%, 10,6%, 9,9% dan 7,7%.

Lapisan tanah gambut diidentifikasi memiliki nilai resistivitas antara 40 Ωm hingga 709,6 Ωm. Interpretasi nilai resistivitas tanah gambut ini juga relevan dan beririsan dengan nilai resistivitas tanah gambut yang diperoleh oleh Sirait dan Andi [12], Comas dan Slater [14], Aminudin, et. al. [15] dan Ponziani et. al [16]. Batas antarmuka lapisan Gambar 10. Penggabungan titik datum lintasan L1 hingga L6.

Gambar 11. Penampang resistivitas 2D hasil penggabungan lintasan L1 hingga L6 beserta titik pengeboran P1 dan P2.

(7)

POSITRON Vol. 9, No. 2 (2019), Hal. 86 - 94

92

gambut dengan tanah bukan gambut bergelombang untuk masing-masing lintasan. Lapisan gambut terdangkal teridentifikasi pada kedalaman 4 m dan yang terdalam di kedalaman 7,46 m.

Hasil interpretasi ini divalidasi dengan dua buah data hasil pengeboran tanah pada lintasan L5. Berdasarkan kedua data tersebut, tanah gambut terdapat pada kedalaman 4 m dan 4,5 m (Gambar 11). Pada Gambar 11, titik pengeboran P1 dan P2 yang berwarna hitam merepresentasikan tanah gambut, sedangkan yang berwarna putih adalah tanah lempung pasiran.

Lapisan yang berada di bawah lapisan gambut berupa tanah lempung pasiran yang memiliki nilai resistivitas sebesar 10 Ωm hingga 40 Ωm. Lapisan ini juga divalidasi dengan data bor hingga kedalaman 5 meter. Berdasarkan data hasil pengeboran tanah (Gambar 6 dan 7), tanah lem-pung berpasir sudah terdapat pada kedalaman 4 m - 5 m. Lapisan yang terakhir yakni lapisan pasir dengan nilai resistivitas <10 Ωm. Lapisan ini berada di bawah lapisan lempung berpasir. Lapisan ini

lebih konduktif dibandingkan lapisan di atasnya karena lapisan pasir memiliki porositas sehingga menjadi tempat terakumulasinya fluida.

Lapisan gambut memiliki nilai resisitvitas lebih tinggi dibandingkan lempung pasiran dan pasir. Kondisi ini konsisten pada semua lintasan. Tanah gambut bersifat lebih resistif dikarenakan terdiri dari hasil pelapukan pepohonan, dedaunan sehingga teksturnya kasar dan berserat. Tanah gambut yang berserat diperlihatkan oleh Gambar 6 dan 7. Tanah gambut yang berserat dan terdiri dari organik menyebabkan tanah gambut yang memiliki porositas yang tinggi [6,7]. Selain porositas yang tinggi, tanah gambut juga memiliki kemampuan yang tinggi untuk merembeskan air, sehingga fluida yang ada merembes ke lapisan bawah dan terakumulasi pada lapisan lempung pasiran dan pasir. Rembesan fluida tersebut membuat lapisan lempung pasiran dan pasir menjadi lebih konduktif dibandingkan dengan lapisan tanah gambut. Nilai resistivitas tanah gambut semakin mengecil seiring dengan pertambahan kedalaman. Hal ini menanda-Gambar 12. Penampang resistivitas 3D hasil interpolasi menggunakan metode inverse distance pada lokasi penelitian.

Gambar 13. Penampang resistivitas 3D hasil interpolasi menggunakan metode inverse distance dan diverifikasi dengan pengeboran pada titik P3.

(8)

POSITRON Vol. 9, No. 2 (2019), Hal. 86 - 94

93

kan lapisan tanah gambut semakin konduktif seiring bertambahnya kedalaman yang disebabkan semakin tidak matangnya tanah gambut di daerah yang semakin dalam. Bagian atas tanah gambut adalah bagian yang lebih matang dan lebih terdekomposisi sehingga memiliki porositas yang lebih kecil daripada bagian paling bawah dari lapisan tanah gambut. Tanah gambut lapisan bawah tidak terlalu terdekomposisi sehingga lebih berse-rat dan memiliki porositas yang lebih tinggi [6,7].

Gambar 12 merupakan distribusi resistivitas 3D pada lokasi penelitian. Hal ini diperoleh dengan melakukan interpolasi menggunakan metode

inverse distance. Berdasarkan gambar ini, terlihat

bahwa sebaran resistivitas secara lateral dan vertikal mewakili profil stuktur lapisan pada lokasi penelitian. Pada permukaan, terlihat sebaran nilai resistivitas yang ditandai dengan warna merah muda hingga merah tua. Lapisan ini tersebar secara vertikal dan bergelombang mulai kedalaman terdangkalnya 4 m hingga kedalaman terdalamnya sebesar 7,46 m. Batas nilai resistivitas antara lapisan gambut dan lapisan lempung pasiran adalah 40 Ωm. Pada Gambar 12, batas lapisan ini diperlihatkan oleh kontur resistivitas berwarna kuning dan garis berwarna hitam. Hasil interpolasi ini diverifikasi menggunakan data hasil pengeboran pada titik P3. Berdasarkan hasil tersebut, diperoleh batas tanah gambut dengan lempung pada kedalaman 4,5 m (Gambar 13). Hasil interpolasi pada titik pengeboran P3 di kedalaman 4,5 m memiliki nilai resistivitas 40 Ωm dan diduga batas lapisan tanah gambut dengan lempung pasiran. Nilai resistivitas hasil interpolasi ini sesuai dengan hasil pengeboran tanah pada titik P3. Dengan demikian, model resistivitaas 3D ini dapat dianggap merepresentasikan kondisi struktur lapisan yang ada di lokasi penelitian.

4.

Kesimpulan

TPA Batu Layang merupakan daerah TPA yang berada pada lahan gambut. Berdasarkan penam-pang resistivitas 2D, nilai resistivitas lapisan tanah pada daerah TPA Batu Layang sebesar 1,07 Ωm hingga 709,6 Ωm. Lapisan tanah gambut memiliki nilai resistivitas 40 Ωm hingga 709,6 Ωm. Keda-laman tanah gambut pada daerah TPA Batu Layang bervariasi mulai dari 4 m hingga 7,46 m. Interpreta-si ini divalidaInterpreta-si menggunakan data haInterpreta-sil pengebo-ran tanah hingga kedalaman 5 m. Tanah gambut memiliki warna coklat kehitaman hingga kedala-man 4 m – 4,5 m. Informasi mengenai ketebalan

tanah gambut ini dapat digunakan untuk meran-cang pengembangan pembangunan baik memba-ngun pondasi maupun barrier yang dapat diguna-kan sebagai mitigasi penyebaran lindi di daerah TPA Batu Layang.

5.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih kami ucapkan kepada Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura yang telah mem-berikan pendanaan penelitian ini.

Daftar Pustaka

[1] Mohamed, M., Padmanabhan, E., Mei, B. L. H. and Siong, W. B., “The Peat Soils of Sarawak,” Sarawak, 2002.

[2] Zulkifley, M. T. M., Ng. T. F., Raj, J. K., Hashim, R., Ghani, A., Shuib, M. K., and Ashraf, M. A., “Definitions and Engineering Classifications of Tropical Lowland Peats,” Bull. Eng. Geol.

Environ., 72(3–4), pp. 547–553, 2013.

[3] Agus, F. and Subiksa, I. G. M., Lahan Gambut:

Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Bogor, Indonesia: Balai Penelitian

Tanah dan World Agroforestry Center (ICRAF), 2008.

[4] Terzaghi, K.and Peck, R. B., Mekanika Tanah

Dalam Praktek Rekayasa. Jakarta: Erlangga,

1993.

[5] Dunn, I. S., Anderson, L. R., and Kiefer, F. W.,

Dasar-dasar Analisis Geoteknik. Semarang:

IKIP Semarang Press, 2011.

[6] Sampurno, J., Muid, A., Zulfian, and F. D. E. Latief, “Characterization the Geometry of The Peat Soil of Pontianak Using Fractal Method,” J.

Phys. Conf. Ser., 1040(1), 2018.

[7] Boelter, D. H., “Important Physical Properties of Peat Materials,” Proc. Third International

Peat Congr., pp. 150–154, 1966.

[8] N. S. A, Adi, M. and Yusa, M., “Studi Daya Dukung Pondasi Dangkal Pada Tanah Gambut Dengan Kombinasi Geotekstil dan Grid Bambu,” Konferensi Nasional Teknik Sipil 4, pp. G–25–G–32, 2010.

[9] Bowles, J. E., Sifat-sifat Fisis dan Geoteknik

Tanah, Edisi Ketiga. Jakarta, Indonesia:

Erlangga, 1993.

[10] Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013.

2013.

[11] Comas, X., Terry, N., Slater, L., Warren, M., Kolka, R., Kristoyono, A., Sudiana, N., Nurjaman, D. and Darusman, T., “Imaging Tropical Peatlands in Indonesia Using Ground-Penetrating Radar (GPR) and Electrical Resistivity Imaging (ERI): Implications for

(9)

POSITRON Vol. 9, No. 2 (2019), Hal. 86 - 94

94

Carbon Stock Estimates and Peat Soil characterization,” Biogeosciences, 12(10), pp. 2995–3007, 2015.

[12] Ramadhaningsih, L. and Sampurno, J., “Identifikasi Struktur Lapisan Bawah Permukaan Lahan Gambut di Desa Arang Limbung Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya dengan Metode Resistivitas Konfigurasi Dipole-Dipole,” Phys. Commun., 1(2), pp. 29–35, 2017.

[13] Sirait, F. and Andi, I., “Identifikasi Struktur Lapisan Tanah Gambut Sebagai Informasi Awal Rancang Bangunan Dengan Metode Geolistrik,”, Prisma Fisika, III(2), pp. 8–12, 2015.

[14] Asadi, A. and Huat, B. B. K., “Electrical Resistivity of Tropical Peat,” Electron. J.

Geotech. Eng., 14, pp. 1–9, 2009.

[15] Comas, X. and Slater, L., “Low-Frequency Electrical Properties of Peat,” Water Resour.

Res., 40(12), pp. 1–9, 2004.

[16] Aminudin, A., Hasanah, T. R. and Iryati, M., “The Characteristics of Electrical and Physical Properties of Peat Soil in Rasau Village, West Kalimantan,” J. Phys. Conf. Ser., 1013(1), 2018. [17] Ponziani, M., Slob, E. C. and Vanhala, H., “Influence of Water Content on the Electrical Conductivity of Peat,” Int. Water Technol.

Journal, IWTJ, I(1), pp. 14–21, 2011.

[18] Googleearth, “TPA Batulayang,” 2019. [Online]. Available:

https://earth.google.com/web/@0.0238209 2,109.32164661,6.65952622a,2268.0734672 6d,35y,356.22502168h,0t,0r. [Accessed: 27-Mar-2019].

[19] Poongothai, S. and Sridhar, N., “Application of Geoelectrical Resistivity Technique for Groundwater Explorationin Lower Ponnaiyar Sub-Watershed, Tamilnadu, India,” IOP Conf.

Ser. Earth Environ. Sci., 80(1), 2017.

[20] Wiranti, “Metode Geolistrik Untuk Mendeteksi Akuifer Airtanah Di Daerah Sulit Air (Studi Kasus Di Kecataman Takeran, Poncol Dan Parang, Kabupaten Magetan),” Angkasa, V(1), pp. 83–94, 2013.

[21] Hidayat, R. dan Sampurno, J., “Identifikasi Lokasi Bedrock Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner sebagai Bahan Acuan Perancangan Pondasi Pembangunan Gedung di Daerah Sampit Kalimantan Tengah,”

Prisma Fisika, vol. III(2), pp. 41–46, 2015.

[22] Budiman, A. Ihwan, and Sampurno, J., “Aplikasi Metode Geolistrik untuk Identifikasi Sebaran Limbah Lada Putih di Kecamatan Galing Kabupaten Sambas,” Prisma Fisika, VI(1), pp. 15–21, 2018.

[23] Habibie, M. H., “Pencitraan 3-Dimensi Struktur Resistivitas Bawah Permukaan Dengan Menggunakan Resistivitymeter Multichannel,” Universitas Indonesia, 2010.

[24] Telford, W. M., Geldart, L. P. and Sheriff, R. E.,

Applied Geophysics, Second edition. Cambridge: Cambridge University Press, 1991. [25] Dentith, M. and Mudge, S., Geophysics for the

Mineral Exploration Geoscientist. United

Kingdom: Cambrige University Press, 2014. [26] Anonime, “Dictionary:Apparent-Resistivity

Curve.” [Online]. Available:

https://wiki.seg.org/wiki/Dictionary:Appare nt_resistivity-curve. [Accessed: 28-Oct-2019]. [27] GF Instruments, s.r.o., ARES: Automatic

Resistivity and IP System. Brno Ceko: GF

Instruments, 2000.

[28] Pertiwi, A., “Metoda Interpolasi Inverse Distance Untuk Peta Ketinggian (Kontur),”

Semin. Nas. Teknol. Inf. Komun. Terap., 2011.

[29] Achilleos, G. A., “The Inverse Distance Weighted Interpolation Method and Error Propagation Mechanism - Creating a DEM from an Analogue Topographical Map,” J. Spat.

Sci., 56(2), pp. 283–304, 2011.

[30] Hadi, B. S., “Metode Interpolasi Dalam Studi Geografi (Ulasan Singkat dan Contoh Aplikasinya),” Geomedia, 11(2), pp. 231–240, 2013.

[31] Setianto, A. and Triandini, T., “Comparison of Kriging and Inverse Distance Weighted (Idw) Interpolation Methods in Lineament Extraction and Analysis,” J. Appl. Geol., 5(1), pp. 21–29, 2015.

DOI: 10.26418/positron.v9i2.34821

Gambar

Gambar 1.  Citra satelit lokasi penelitian, TPA Batu  Layang Kota Pontianak [18].
Gambar  3.  Susunan  elektroda  konfigurasi  Wenner- Wenner-Schlumberger [24].
Gambar 5.  Titik  i dan j digunakan pada prosedur  interpolasi sebagai titik resistivitas
Gambar  6.  Sampel  tanah  pada  titik  P1  (a)  tekstur  tanah gambut yang terlihat berserabut; (b) sampel  tanah gambut hingga kedalaman 4 m dan (c) sampel  tanah pada kedalaman (4-5) m
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan Upah Minimum Kabupaten (UMK) setiap tahunnya ada kenaikan sebesar 15 % dari UMK tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan selain karena kondisi perekonomian

Urick (1983) menjelaskan bahwa pada dasarnya tidak terdapat hubungan yang kuat antara frekuensi yang digunakan dengan nilai backscattering strength yang dihasilkan dari dasar

Penelitian ini dibatasi pada aspek legal dari Good Corporate Governance perbankan, khususnya sistem kebijakan perusahaan yakni sistem pengambilan keputusan

Na samom poˇcetku ovog poglavlja definiramo i iskazujemo neke od osnovnih pojmova i teorema koji ´ce nam trebati za daljnji rad.. Tu ´ce se na´ci skalarni produkt, unitaran

jasa tersebut ialah; Efisien, yaitu pengadaan barang atau pengadaan jasa harus dusahakan untuk mendapatkan hasl yang optmal dan terbak dalam waktu yang cepat dengan

Fakta di lapangan yang peneliti jumpai, proses pembelajaran secara konvensional masih kurang efektif berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa peserta didik di

Dapat melakukan aksi dan proses, walaupun ada sebagian kecil proses yang tidak sempurna. Mahasiswa FI ini mampu menginterkoneksikan aksi dan proses untuk membangun objek. Dia

Norma yang berkaitan dengan unsur yang bersangkutan yaitu hak dan kewajiban para pihak perjanjian pembiayaan konsumen diatur dalam pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan