• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN PRECOOLER TERHADAP KALOR YANG DISERAP EVAPORATOR PADA PENGKONDISIAN UDARA KTENG-1000 AHU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN PRECOOLER TERHADAP KALOR YANG DISERAP EVAPORATOR PADA PENGKONDISIAN UDARA KTENG-1000 AHU"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

PENGARUH PENGGUNAAN PRECOOLER TERHADAP KALOR YANG DISERAP EVAPORATOR PADA PENGKONDISIAN UDARA

KTENG-1000 AHU

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S.T) Pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo

OLEH:

RAHMAT RAMADHAN E1C1 14 066

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI 2016

(2)
(3)
(4)

iv Abstrak

RAHMAT RAMADHAN (E1C1 14 066), Pengaruh Penggunaan Precooler Terhadap Kalor Yang Diserap Evaporator Pada Pengkondisian Udara KTENG-1000 AHU, dibawah bimbingan Bapak Muhammad Hasbi, ST.,MT, selaku Pembimbing I dan Bapak Raden Rinova Sisworo, ST.,M.Eng selaku Pembimbing II.

Pemanfaatan teknik pengkondisian udara ruang telah banyak dilakukan dalam dunia keteknikan dan industri untuk menciptakan kondisi ruang yang nyaman dan segar sehingga produktifitas dapat meningkat dan untuk memenuhi standar udara bersih bagi kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung besar kalor rata-rata yang diserap oleh evaporator sebelum menggunakan precooler, menghitung besar kalor rata-rata yang diserap oleh evaporator sesudah menggunakan precooler, dan untuk membandingkan besar kalor rata-rata yang diserap oleh evaporator sebelum dan sesudah menggunakan precooler.

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen dengan menggunakan alat KTENG-1000 AHU sebagai media eksperimen dengan mengatur besar pembukaan katup udara isap 50% dan 100% dimana untuk setiap pembukaan katup udara isap eksperimen dilakukan dengan tanpa precooler dan dengan penggunaan precooler dan juga diamati besar temperature bola kering sebelum dan sesudah melewati evaporator sebagai dasar untuk melakukan kalkulasi besar kalor yang diserap oleh evaporator tersebut.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebelum menggunakan precooler, pada pembukaan katup isap 50% besar kalor rata-rata yang diserap evaporator adalah 0.4975 kJ/s (497.5 watt) dan pada pembukaan katup 100%, besar kalor rata-rata yang diserap evaporator adalah 0.5262 kJ/s (526.2 watt). Setelah precooler digunakan pada pembukaan katup 50%, besar kalor rata-rata yang diserap evaporator adalah 0.2312 kJ/s (231.2 watt) dan pada pembukaan katup 100%, besar kalor rata-rata yang diserap evaporator adalah 0.273 kJ/s

(5)

v

(273 watt). Sehingga dapat pula dikatakan bahwa setelah precooler digunakan maka besar kalor yang diserap oleh evaporator mengalami penurunan jika dibandingkan dengan sebelum menggunakan precooler. Hal ini disebabkan karena sebagian kalor telah diserap terlebih dahulu oleh precooler sebelum udara tersebut melewati evaporator.

(6)

vi Abstrack

RAHMAT RAMADHAN (E1C1 14 066) influence of precooler using toward absorbed heat of evaporator on air conditoniing KTENG-1000 AHU under the guidance of Muhammad Hasbi,ST., MT as Supervisor I and Raden Rinova Sisworo,ST., M.Eng as Advisor II.

Utilization of the room air conditioning technique has been widely applied in the world of engineering and industry to create a comfortable space conditions and fresh so that productivity can be increased and to fullfil clean air standards for health. This study aims to calculate the average of absorbed heat by the evaporator before using precooler, to calculate the average of absorbed heat by the evaporator after using precooler, and to compare the great heat average absorbed by the evaporator before and after using the precooler.

The method used in this study was an experimental method by using the tool KTENG 1000-AHU as a media experiment with a large set of valve opening air suction 50% and 100% which, at the opening of the air valve blotting experiments were conducted without precooler and with the use of precooler and also absorved large dry bulb temperature before and after passing through the evaporator as a basis for calculating amount of the absorbed heat by the evaporator.

The results obtained in this study were before using precooler, at the opening of the suction valve 50% of large average of absorbed heat evaporator was 0.4975 kj/s (497.5 watts) and the valve opening of 100%, a large heat average absorbed evaporator was 0.5262 kj/s (526.2 watts). after precooler has been used in valve opening 50%, the average large heat absorbed evaporator was 0.2312 kj/s (231.2 watts) and the valve opening of 100%, great heat absorbed average evaporator was 0273 kj/s (273 watts). So it could be said that after the precooler was used then the great heat absorbed by the evaporator decreased compared to

(7)

vii

before using the precooler. This was because most of the heat has been absorbed in advance by the air precooler before passing through the evaporator.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kapada ALLAH SWT karena atas segala limpahan rahmat dan karunian-NYA, sehingga penulisan skripsi yang berjudul PENGARUH PENGGUNAAN PRECOOLER TERHADAP KALOR YANG DISERAP EVAPORATOR PADA PENGKONDISIAN UDARA KTENG-1000 AHU ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan hambatan sehingga tanpa bantuan dan bimbingan yang sangat bijaksana khususnya dari bapak pembimbing kiranya skripsi ini tidak dapat penulis wujudkan sesuai harapan. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Muhamad Hasbi, ST,. MT selaku pembimbing I dan Raden Rinova Sisworo, ST., M,Eng selaku pembimbing II yang dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan telah memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Demikian pula kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, tanpa mengurangi rasa hormat dan penghargaan dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Ir.Usman Rianse,M.S, selaku Rektor Universitas Halu Oleo.

2. Bapak Mustarum Musaruddin, ST., MIT., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo.

3. Bapak Muhammad Hasbi, ST,. MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo

4. Bapak dan Ibu Dosen serta semua Staf Tata Usaha Di Fakultas Teknik khususnya Staf Dosen Jurusan Teknik Mesin.

(9)

ix

5. Terkhusus kepada adinda A.Ika Puspita Ningsih, Dan adik kandung saya Nurul Amaliah, Mutmainnah, Miftahul Jannah, Miratun Nisa, Yusratul aini yang telah banyak mendoakan serta membantu sehingga sampai hari ini tetap semangat dan terus berjuang untuk menggapai cita-cita, saya juga berharap agar semua diberi kesehatan, semangat, iman dan taqwa untuk mengejar mimpi-mimpi demi keharuman agama, keluarga serta bangsa dan negara.

Akhirnya pada kesempatan ini tak lupa penulis menghaturkan terima kasih yang teristimewa kepada Ayahanda Safrudin.SA,g dan ibunda Nurhaeni yang telah mencurahkan segenap perhatiannya, kasih sayangnya, serta doa yang tiada henti demi kebaikan penulis di dunia dan akhirat. Penulis persembahkan karya ini khusus kepada kalian sebagai salah satu tanda bakti dan cintaku.

Akhir kata, penulis berharap semoga ALLAH SWT senantiasa melimpahkan rahmatnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dan membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dan bermanfaat bagi kita semua.

Kendari, 26 Maret 2016

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACK... vi

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR SIMBOL... xiii

DAFTAR SINGKATAN... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan Penelitian... 3 1.4 Manfaat Penelitian... 4 1.5 Batasan Masalah... 4

(11)

xi

1.6 Sistematika Penulisan... 5

BAB II TEORI DASAR 2.1 Kajian Pustaka Terdahulu... 6

2.2 Sistem Pengkondisian Udara... 9

2.3 Alat Eksperimen Pengkondisian Udara KTENG-1000 AHU... 15

2.3.1 Komponen Kontrol Panel... 16

2.3.2 Komponen Mekanik Refrigerasi... 17

2.3.3 Komponen Saluran Udara... 18

2.4 Mekanisme Pengontrolan Temperatur... 19

2.5 Rangkaian Sistem Pengkondisian Udara... 22

2.6 Precooler... 23

2.7 Siklus Kompresi Uap... 26

BAB II METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian... 29

3.2 Alat dan Bahan... 29

3.3 Prosedur Rangkaian Kelistrikan Alat... 29

3.4 Prosedur Pengambilan Data... 32

3.5 Bagan Alir Penelitian... 33

(12)

xii

4.1 Hasil Perhitungan... 34

4.2 Grafik Hubungan Antar Parameter... 47

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan... 43

5.2 Saran... 44

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(13)

xiii

DAFTAR SIMBOL

Cp = Panas Spesifik Udara [kJ/kg.K]

𝒎 = Laju aliran massa udara [kg/s] 𝒉 = Entalphy [kJ/kg] Q = Kalor yang diserap evaporator kJ/s or Watt]

𝑄 = Kalor rata-rata yang diserap evaporator [kJ/s or Watt]

𝜌 = Massa Jenis Udara [kg/m3]

T = Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur ruang [s]

Ta = Temperatur Udara Luar [oC ]

Tdb = Temperatur Bola Kering [oC]

Twb = Temperatur Bola Basah [oC] Tm = Temperatur Udara Rata-rata [oC]

𝑉 = Laju aliran udara [m3/s]

𝒗 = volume spesifik [m3

/kg da ]

(14)

xiv

DAFTAR SINGKATAN AHU : Air Handling Unit

BFM : Blower Fan Motor

CMM : Cubic Meter per Minute

KTENG : Korea Technology Engineering

RH : RelativeHumidity

SV : Selenoid Valve

TC : Temperatur Controller

T/S : Toggle Switch

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Psychrometric Chart ………... 10

Gambar 2. Diagram Kelembaban Relatif ………... 11

Gambar 3. Rasio Kelembaban dalam Psychrometric Chart ……... 13

Gambar 4. Pembacaan Temperatur Udara Kering ………... 14

Gambar 5. Pembacaan Temperatur Udara Basah ………... 15

Gambar 6. Alat Eksperimen KTENG-1000 AHU …………..……... 15

Gambar 7. Kontrol Panel ………... 16

Gambar 8. Komponen Mekanik Sistem Refrigerasi ………... 17

Gambar 9. Air Duct Component ………... 18

Gambar 10. Saluran Masuk & Keluar Udara ………... 19

Gambar 11. Cut-in Point dan Cut-out Point ………... 21

Gambar 12. Proses Kerja Cut-in Point dan Cut-out Point ………... 22

Gambar 13. Diagram Aliran Refrigeran ………... 23

Gambar 14. Rangkaian Kelistrikan ………. 23

Gambar 15. Diagram p-h ………. 26

Gambar 16. Grafik Hubungan Q Vs T Pembukaan Katup 50% …………... 37

(16)

xvi

Gambar 18. Grafik Hubungan Q Vs T Tanpa Precooler ……….. 40

(17)

xvii

DAFTRAR LAMPIRAN Lampiran 1. Psykrometrik Chart

Lampiran 2. Rangkaian Kelistrikan Tanpa Precooler

Lampiran 3. Rangkaian Kelistrikan Dengan Penggunaan Precooler

Lampiran 4. Tabel Data Penelitian Katup 50% Tanpa Precooler

Lampiran 5. Tabel Perhitungan Katup 50% Tanpa Precooler

Lampiran 6. Tabel Data Penelitian Katup 50% Dengan Precooler

Lampiran 7. Tabel Hasil Perhitungan Katup 50% Dengan Precooler

Lampiran 8. Tabel Data Penelitian Katup 100% Tanpa Precooler

Lampiran 9. Tabel Perhitungan Katup 100% Tanpa Precooler

Lampiran 10. Tabel Data Penelitian Katup 100% Dengan Precooler

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Manusia sesuai dengan fitrah keilmuannya selalu berusaha untuk merancang dan membentuk suatu situasi atau keadaan yang menyenagkan bagi dirinya dan bermanfaat bagi manusia lain secara luas atau global. Hal ini dapat dilihat dari usaha manusia untuk mengkondisikan ruangan yang nyaman bagi segala aktifitasnya sehingga diperoleh kepuasan kerja dan untuk meningkatkan produktifitas kerja.

Pemanfaatan sistem pengkondisian udara telah banyak diaplikasikan pada bangunan-bangunan seperti gedung perkantoran, mall atau super market sebagai tempat perbelanjaan, rumah sakit untuk menyembuhkan pasien, serta rumah dan hotel sebagai tempat tinggal keluarga dan para tamu. Kondisi kenyamanan untuk bangunan-bangunan diatas dapat ditinjau dari beberapa segi seperti sirkulasi udara, temperatur dan kelembaban, pencahayaan, kebersihan, tingkat kebisingan, dan lain-lain.Khususnya mengenai temperatur dan kelembaban ini, untuk syarat sehatnya para penghuni, hendaknya memiliki temperatur ruang berkisar antara 220C dan 250C dan tingkat kelembaban relatif berkisar 40% hingga 60% (Kurniawan, 2012). Untuk itu, sistem pengkondisian udara ini ditekankan pada sistem cooling untuk mempertahankan temperatur nyaman dan sistem dehumidifikasi untuk memperoleh kelembaban relatif yang diinginkan.

Sistem pengkondisian udara ini memiliki karakteristik yang terangkum dalam sebuah diagram psychometric yang meliputi: relativehumidity, dry bulb temperatur, wet bulb temperatur, enthalpy humidity ratio, specific volume, dan sebagainya. Pada diagram tersebut dapat digambarkan tentang kondisi titik udara yang masuk ke sistem dan titik

(19)

2

lain yang merupakan udara ruang yang akan dikondisikan, serta titik kondisi udara yang meninggalkan sistem atau ruang.

Secara teknik, udara yang masuk ke sistem disuplai dengan laju aliran tertentu sebelum masuk ke evaporator untuk di dinginkan dan selanjutnya disuplai masuk ke ruang yang akan dikondisikan. Dalam hal ini, evaporator melakukan usaha untuk menyerap panas udara yang melewatinya dan oleh blower, udara yang telah bertemperatur lebih dingin ini disuplai ke ruang yang diinginkan. Tentunya akan ada perbedaan jika udara yang masuk ke evaporator ini lebih dahulu di dinginkan temperaturnya, yang dapat melalui mekanisme heat exchanger ataupun dengan precooler dan untuk kepentingan pengetahuan akademik, dalam lingkup fakultas teknik UHO telah terdapat suatu alat simulasi pengkondisian udara yaitu KTENG 1000-AHU yang memungkinkan untuk mengobservasi karakteristik pengkondisian udara ruang.

Melalui penelitian ini akan di investigasi tentang prestasi kerja (Coefficient of Performance) suatu evaporator sebelum menggunakan precooler dan sesudah menggunakan precooler, sehingga penulis memilih judul penelitian: Pengaruh Penggunaan Precooler Terhadap Kalor Yang Diserap Evaporator pada Pengkondisian

Udara Ruang KTENG-1000 AHU”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat ditarik rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Berapakah besar kalor rata-rata yang diserap evaporator pada system pengkondisian udara sebelum menggunakan Precooler?

2. Berapakah besar kalor rata-rata yang diserap evaporator pada system pengkondisian udara setelah menggunakan Precooler?

(20)

3

3. Bagaimanakah perbandingan besar kalor rata-rata yang diserap evaporator sebelum menggunakan Precooler dan sesudah menggunakan Precooler?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:

1. Untuk menghitung besar kalor rata-rata yang diserap evaporator sebelum menggunakan Precooler.

2. Untuk menghitung besar kalor rata-rata yang diserap evaporator sesudah menggunakan Precooler.

3. Untuk membandingkan besar kalor rata-rata yang diserap oleh evaporator, sebelum menggunakan Precoler dan sesudah menggunakan Precooler.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh setelah menyelesaikan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat menambah wawasan atau pengetahuan yang lebih mendalam tentang system pengkondisian udara khususnya tentang efek penambahan Precooler terhadap prestasi suatu alat system pengkondisian udara.

2. Untuk menambah pengetahuan penulis dan para mahasiswa tentang materi kuliah system pengkondisian udara.

3. Sebagai acuan dasar bagi penelitian-penelitian lain dibidang system pengkondisian udara ruang di lingkup jurusan teknik mesin.

1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tidak ada variasi penambahan laju aliran massa udara yang masuk ke system pada kondisi sebelum dan sesudah penambahan Precooler.

(21)

4

2. Ruang yang akan dikondisikan adalah sebuah ruang kotak persegi yang terdapat pada alat KTENG 1000 AHU.

3. Perhitungan besar kerja evaporator dilakukan pada putaran blower fan motor yang konstan yaitu pada putaran setengah dari kondisi maksimumnya.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I

Pada bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB II

Bab ini berisi tentang tinjauan pustaka penelitian terdahulu yang telah dilakukan, teori dasar alat yang digunakan dan teori dasar yang berhubungan tentang sistem pengkondisian udara ruang.

BAB III

Bab ini berisi tentang metodologi penelitian yang digunakan dan dijelaskan perihal waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan penelitian, rumus-rumus yang akan digunakan, serta langkah-langkah atau prosedur penelitian.

BAB IV

Bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan, didalamnya terdapat analisa perhitungan dan grafik-grafik penunjang pembahasan.

BAB V

Pada akhir bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran atau rekomendasi bagi langkah penelitian selanjutnya.

(22)

5 BAB II TEORI DASAR

2.1Kajian Pustaka Terdahulu

Dalam bidang akademik, penelitian mengenai pengkondisian udara ruang telah dilakukan oleh beberapa peneliti dengan dasar tujuan yang beragam sebagaimana luasnya topik tentang hal ini. Kurniawan (2012), melakukan penelitiannya untuk mengetahui seberapa besar perbedaan besar penggunaan energy pada sistem pengkondisian udara dengan menggunakan heat pipe dan dengan sistem pengkondisian udara secara konvensional atau tanpa menggunakan heat pipe. Pada penelitian ini temperatur inlet divariasikan pada temperatur 23.890C, 24.750C, 26.650C, dan 30.650C. Dalam hal ini jumlah heat pipe juga di variasikan, yaitu 0 (tanpa heat pipe), 4 heat pipe, 6 heat pipe, dan 8 heat pipe. Selanjutnya laju aliran massa udara dibuat konstan dengan kecepatan aliran sebesar 1.6 m/s dan orientasi heat pipe secara vertical dan fluida refrigerant yang digunakan adalah R134a. Pada penelitian ini penulis membangun sistem ducting dengan sistem pendinginan AC rumah 1 PK yang dilengkapi dengan kipas (fan) dan ruangan yang terkondisikan dan selanjutnya melakukan running test pada sistem ducting tersebut beserta semua komponennya. Hasil yang diperoleh adalah konsumsi energy pada pengkondisian udara dengan menggunakan heat pipe relative lebih kecil dibanding dengan cara konvensional. Selain itu, semakin banyak jumlah heat pipe yang digunakan, konsumsi energy semakin kecil dibandingkan dengan pengkondisian udara tanpa menggunakan heat pipe. Penulis menambahkan, nilai kelembaban relatif dan temperatur inlet pada ducting berpengaruh terhadap besarnya energy yang digunakan, dimana kenaikan temperatur inlet pada ducting apabila diikuti dengan penurunan kelembaban relatif maka konsumsi energy pada pengkondisian udara akan semakin besar.

(23)

6

Selain itu, Baharuddin et.al (2011), melakukan penelitian tentang analisa efektifitas sistem pengkondisian udara pada ruang penumpang kapal ferry New Camelia. Penelitian ini didasarkan pada suatu permasalahan pengkondisian udara yang dialami oleh kapal ini. Kapal New Camelia merupakan kapal jepang yang dahulunya beroperasi di sana dengan temperatur udara pada musim panas berkisar antara 220C hingga 250C. Selanjutnya kapal ini dioperasikan di Indonesia pada rute Pelabuhan Siwa Kab.Wajo – Pelabuhan Tobaku Kolaka Utara dengan suhu udara pada kisaran 220C–320C. Faktanya kelebihan penggunaan daya yang mengakibatkan suhu dalam ruangan penumpang terlalu dingin, sebaliknya ketika jumlah penumpang melebihi kapasitas maka suhu ruangan menjadi lebih panas. Hasil penelitian ini adalah untuk mengatasi beban pendingin yang terjadi pada ruang penumpang KMP New Camelia, dibutuhkan sistem pengkondisian udara dengan daya sebesar 58700.43 Kkal/jam (91.59HP). Secara rinci, beban kalor yang terjadi untuk jumlah penumpang 50 orang adalah 58754.031 watt, sedangkan beban total untuk 100 orang penumpang adalah 61880.75 watt dan dapat dianalisa bahwa setiap penambahan 50 orang penumpang beban pendinginan bertambah sebesar 3126.72 watt. Pada penelitian ini, analisis komponen sistem pengkondisian udara kondensor dan evaporator yaitu berturut-turut dengan nilai efektifitas 89.91% dan 87.75%.

Yulizar et al (2013), meneliti perancangan sistem pengkondisian udara hemat energy dengan menggunakan Dessicant untuk ruang muat kapal pengangkut hewan ternak (Livestock Vessel). Desiccant dehumidifier itu sendiri adalah alat pengering yang memanfaatkan penggunaan rotor untuk penyerapan uap air yang memberikan tekanan yang berbeda agar terjadi pemindahan uap air secara berkesinambungan dengan metode regenerasi rotor penyerap uap air. Dasar pemikiran penelitian ini adalah adanya peningkatan permintaan (demand) akan hewan-hewan ternak di Indonesia sehingga beberapa kapal dirubah fungsikan dari kapal general cargo menjadi livestock vessel,

(24)

7

dimana dengan adanya perubahan ini sistem suplai udara di dalam penampungan tertutup hanya bergantung pada suplai udara luar dan menjadi hambatan bagi mahluk hidup tersebut untuk mendapatkan udara yang segar dari segi temperatur dan kelembabannya sehingga mereka dapat mengalami stress dan akan menurunkan nilai jual daging dan susunya. Penggunaan desiccant dehumidifier ini dapat menurunkan nilai kelembaban udara hingga berada pada level nyaman. Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa untuk sistem pengkondisian udara tanpa menggunakan desiccant membutuhkan beban pendingin sebesar 527 kW, sedangkan pada sistem pengkondisian udara dengan menggunakan desiccant sebesar 1.199 kW yang terbagi menjadi beban pendingin sebesar 587 kW dan beban heater sebesar 612 kW, serta beban motor penggerak rotor desiccant sebesar 0.171 kW. Melalui penelitian ini, penggunaan desiccant dapat menurunkan nilai kelembaban relatif dari udara yang disuplai namun mengakibatkan kebutuhan energy untuk menjalankan sistem ini menjadi lebih besar sebagai akibat penggunaan heater untuk memanaskan desiccant sehingga penulis merekomendasikan adanya penggunaan heat exchanger dengan memanfaatkan gas buang dari main engine sehingga dapat mengganti fungsi dari elektrik heater sebagai pemanas desiccant sehingga daya total yang dibutuhkan tidak menjadi lebih besar.

2.2Sistim Pengkondisian Udara

Sistim pengkondisian udara merupakan metode untuk mengontrol keadaan udara ruang sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Parameter pengkondisian udara yang terutama dikehendaki adalah pengaturan temperatur atau suhu ruang, kelembaban atau humidity, dan laju aliran suplai udara atau mass flow rate. Sesuai dengan kondisi kecendrungan manusia umumnya bahwa temperatur yang nyaman itu berkisar antara 220C hingga 250C dengan kelembaban relatif yang berada pada range 40% hingga 60%. Pada sistim pengkondisian udara ini, umumnya udara suplai yang masuk didinginkan

(25)

8

oleh cooling coil dimana dalam sistem pendinginan ini terjadi dua hal utama yaitu: penurunan temperatur dry-bulb dengan tidak adanya perubahan kelembaban (humidity) dan lainnya adalah penurunan rasio kelembaban (humidity rasio) tanpa terjadi perubahan temperatur dry-bulb.

Untuk memahami mekanisme pendinginan ini maka pengetahuan mengenai Psychometric Chart merupakan keharusan sebab dari sinilah berasal parameter-parameter penting pada sistim pendinginan yang sangat penting pula dalam proses kalkulasi dan analisa besar kalor yang dibutuhkan untuk pendinginan tersebut. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa, udara atmosfer yang ada disekeliling kita dapat di katakan terdiri dari tiga bagian utama, yaitu udara kering, uap air, dan partikel lain dan debu. Yang diinginkan dalam hal ini adalah partikel lain dan debu tersebut dapat dihilangkan sebelum masuk ke sistem pendingin dengan adanya filter pada duct suplai udara dan selanjutnya uap air dan udara kering yang akan dikondisikan.

Secara umum, bentuk tampilan dari psychometric chart itu dapatlah dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

(Sumber: ASHRE, 2009) Gambar 1. Psychrometric Chart

(26)

9

Pada psychometric chart tersebut, ada beberapa parameter penting yang umum diperlukan dalam proses analisa pendinginan, seperti: relativehumidity (RH), dry-bulb temperature (Tdb), humidity ratio (w), wet-bulb temperature (Twb), entalphy (h), dan

lain-lain.

Kelembaban Relatif

Kelembaban relatif atau yang biasa disebut RelativeHumidity (RH) menyatakan kuantitas uap air yang terkandung dalam udara per banyaknya maksimum uap air yang mampu tertampung pada suatu kondisi tertentu. Kelembaban relatif juga merupakan rasio fraksi molekul uap air yang terkandung pada udara basah terhadap fraksi molekul uap air jenuh pada tekanan dan suhu yang sama.

Pembacaan RH dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini.

(Sumber: ASHRAE, 2009)

(27)

10 Rasio Kelembaban

Rasio kelembaban atau biasa disebut sebagai humidity rasio, merupakan massa uap air dalam satuan kilo gram per kilo gram massa udara kering. Rasio kelembaban dapat dihitung dengan mengaplikasikan rumus gas ideal sehingga dalam hal ini uap air dan udara dapat diasumsikan sebagai gas ideal dengan persamaan-persamaan sebagai berikut:

𝑃. 𝑣 = 𝑅. 𝑇 𝑣 = 𝑅.𝑇𝑃 , sehingga dapat juga dikatakan

𝑉 𝑚 =

𝑅.𝑇

𝑃 , atau dapat dituliskan dalam bentuk :𝑚 = 𝑃.𝑉 𝑅.𝑇 Sebagaimana diketahui bahwa:

𝑤 = kg uap air / kg udara kering , atau dapat dinyatakan sebagai 𝑤 = 𝑃𝑠 .𝑉 𝑅𝑠.𝑇 𝑃𝑎.𝑉 𝑅𝑎.𝑇 Sehingga diperoleh, 𝑤 = (Ps / Rs) / [(Pt – Ps) / Ra ] Dimana:

Pt = Tekanan Atmosfir ( Pa + Ps ) dalam Pascal

Pa= Tekanan parsial udara kering dalam Pascal

Ps= Tekanan parsial uap air dalam keadaan jenuh dalam Pascal

Ra= Tetapan gas untuk udara kering (287 J/kg.K)

Rs= Tetapan gas untuk uap air ( 461.5 J/kg.K)

T = Temperatur absolute (K)

Dengan memasukkan nilai Ra dan Rs tersebut, diperoleh:

𝑤 =461.5287 . 𝑃𝑠

𝑃𝑡−𝑃𝑠 = 0.622

𝑃𝑠

(28)

11

Persamaan diatas dapat dilihat pada bagan psychometric sebagai berikut:

(Sumber: ASHRAE, 2009)

Gambar 3. Rasio Kelembaban dalam Psychrometric Chart

Temperatur Udara Kering

Temperatur udara kering atau biasa disebut dry-bulb temperature menyatakan nilai temperatur yang dimiliki oleh udara pada suatu kondisi tertentu dimana nilai temperatur ini merupakan nilai yang terbaca pada thermometer suhu air raksa yang umum dan banyak digunakan dalam keseharian.

Letak pembacaan temperatur udara kering pada psychometric chart ini dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini.

(29)

12

(Sumber: ASHRAE, 2009)

Gambar 4. Pembacaan Temperatur Udara Kering

Temperatur Bola Basah

Temperatur bola basah atau biasa disebut wet-bulb temperature diperoleh dengan pengukuran thermometer dimana pada bagian bawah termometernya (bulb) diselubungi dengan kain yang basah kemudian udara yang akan diukur suhunya tersebut dialirkan ke thermometer tersebut. Pada keadaan ini terjadi proses perpindahan panas dari udara ke selubung kain basah tersebut dan sebagian kalor dari udara akan menguapkan air yang ada pada kain basah thermometer dan sebagian kalor lainnya akan memuaikan cairan pada thermometer tersebut dan pembacaannya menunjukan nilai temperatur bola basah (TWB) yang nilainya lebih rendah dari temperatur bola keringnya.

Letak pembacaan temperatur bola basah pada psychrometric chart dapat dilihat pada gambar berikut.

(30)

13

Sumber:ASHRAE, 2009)

Gambar 5. Pembacaan Temperatur Udara Basah

2.3 Alat Eksperimen Pengkondisian Udara KTENG-1000 AHU

Untuk lebih memahami tentang alat eksperimen pengkondisian udara ini, dapatlah dilihat pada layout tata letak komponen-komponennya pada gambar berikut ini.

Gambar 6.Alat Eksperimen KTENG-1000 AHU

Dari gambar tersebut diatas dapat diuraikan menjadi beberapa bagian komponen utama sebagai berikut:

(31)

14 2.3.1 Komponen Kontrol Panel

Pada bagian ini terdiri dari beberapa komponen penunjang seperti terlihat pada Gambar 7 berikut.

Gambar 7. Kontrol Panel

Keterangan Gambar :

1. Selector Switch : Pengatur operasional manual atau otomatis 2. Toggle Switch : Pengatur ON atau OFF aliran listrik 24V 3. Lamp : Lampu indicator tanda mesin ON atau OFF 4. Temperatur dan Humidifier Modul Kontrol

5. DC Volt Meter : Pengukur voltase aliran listrik DC 6. DC Ampere : Pengukur kuat arus aliran listrik DC

7. Magnetic Contactor : Komponen pengatur arah aliran listrik DC 8. DC input : Merupakan sumber tengangan/ arus DC

9. Relay : Komponen pengatur arah aliran listrik 10.DC Output : Keluaran sumber tegangan DC

11.N.F.B : Saklar pemutus adanya kelebihan arus yang melindungi komponen lain 12.On/Off Switch : Tombol ON atau OFF mesin

13.Buzzer : Sumber bunyi tanda adanya kesalahan rangkaian kelistrikan

(32)

15

Komponen ini dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini.

Gambar 8.Komponen Mekanik Sistem Refrigerasi Keterangan gambar :

1. Condenser : Tempat terjadinya kondensasi uap refrigeran 2. Low Pressure Gauge : Alat pengukur tekanan rendah uap refrigeran

3. Receiver : Penampung aliran refrigerant yang keluar dari kondensor sebelum dialirkan ke katup ekspansi

4. Sight Glass : Kaca tembus pandang untuk melihat aliran refrigeran

5. Filter Drier : Penyaring aliran refrigerant dari uap air dan partikel pengganggu 6. Selenoid Valve : Pengatur kuantitas aliran refrigerant tergantung tenaga/power

yang diinput dari pengatur temperatur

7. Compressor : Alat pengkompresi uap refrigeran

8. Compressor Controller : Alat pengatur/pengontrol kompresor

2.3.3 Komponen Saluran Udara (Air Duct Component)

(33)

16

Gambar 9. Air Duct Component

Keterangan Gambar

1. Damper : Katup aliran masuk udara

2. Damping Handler : Pemutar atau pengatur buka-tutup katup 3. Filter 1 : Penyaring udara pertama

4. Pre-cooler : Evaporator pertama untuk pendinginan awal 5. Temperatur Sensor : Sensor pembacaan nilai temperatur ruang 6. Pre-heater : Pemanas awal aliran udara yang masuk

7. Filter 2 : Penyaring udara kedua

8. Blower : Kipas untuk mensuplai aliran udara dingin ke ruang pengkondisian udara

9. Humidifier : Alat untuk menambah kelembaban udara

10.Re-cooler atau Evaporator : Evaporator kedua untuk pendinginan ulang 11.Re-heater : Alat pemanasan ulang aliran udara yang masuk

(34)

17

Adapun layout dari pintu masuk suplai udara dan pintu keluar udara buang serta pintu sirkulasi pencampuran udara dapat dilihat pada gambar 10 berikut.

Gambar 10. Saluran Masuk & Keluar Udara

2.4 Mekanisme Pengontrolan Temperatur

Adapun mekanisme pengontrolan temperatur sangat diperlukan untuk mengatur waktu kerja komponen-komponen mekanik mekanisme pengkondisian udara agar lebih optimal.

Tujuan dari mekanisme pengontrolan ini pula adalah untuk memahami prinsip kerja dan fungsi dari temperatur control itu sendiri serta mengatahui cara untuk mengontrolnya sesuai dengan temperatur ruang yang dikehendaki. Pengontrolan ini dapat pula mengatur mekanisme operasional komponen mekanik refrigerasi yang diintegrasikan dengan temperatur control dalam sebuah sirkuit elektrik. Selain itu dengan adanya pengaturan perbedaan temperatur (temperature difference), dimungkinkan untuk memberi batas bawah dan batas atas temperatur ruang bagi komponen-komponen tersebut untuk bekerja.

(35)

18 Cara Kerja Pengontrolan Temperatur

Dengan alat ini maka temperatur pada sisi outlet evaporator atau temperatur ruang pengkondisian udara dapat diatur. Sistem mekanik refrigerasi seperti evaporator, condenser, compressor akan mulai bekerja pada wilayah range temperatur yang telah di setting. Misalnya udara yang dikehendaki dalam ruang pengkondisian adalah 250C, maka sistem mekanik refrigerasi ini akan bekerja untuk mencapai titik temperatur tersebut. Lalu dengan memasukkan nilai temperature difference yang diinginkan misalnya 20C, maka sistem ini menghendaki agar ketika temperatur bawah pada ruang pengkondisian mencapai sedikit dibawah suhu 230C maka semua komponen mekanik refrigerasi seperti condenser, evaporator, dan compressor akan berhenti dan udara yang bertemperatur rendah yang masih ada di sekitar evaporator masih dapat di supplai ke ruang pengkondisian oleh tiupan blower yang di setting masih bekerja pada kondisi demikian.

Cut-in Point dan Cut-out point

Dengan cara mensetting temperatur yang konstan sepanjang waktu bekerjanya sistem pengkondisian udara ruang ini, maka semua alat-alat mekanik refrigerasi akan bekerja ON dan OFF secara berkesinambungan. Maksud dari mekanisme ON dan OFF ini di dasarkan pada kenyataan bahwa temperatur ruang akan dapat terus meningkat seiring dengan waktu yang berjalan sehingga jika sistem ini terus bekerja untuk mengkondisikan udara ruang yang diinginkan tanpa ada jeda atau henti maka sistem ini akan berada dalam kondisi berbahaya (trouble) sehingga dengan adanya mekanisme ON dan OFF yang didasari dari aplikasi dari Cut-in Point dan Cut-out Point, maka mekanisme pengkondisian udara dapat bekerja baik.

Untuk lebih memahami cara bekerjanya mekanisme Cut-in Point dan Cut-out Point ini, dapat dilihat dari skema gambar 11 berikut ini.

(36)

19

Gambar 11. Cut-in Point dan Cut-out Point

Sistem mekanik pendinginan udara ruang awalnya bekerja untuk mensuplai udara dingin sampai pada batas bawah temperatur yang diinginkan (Cut-out Point) lalu semua sistem mekanik refrigerasi akan OFF. Selanjutnya temperatur udara ruang akan naik dan selama ini sistem mekanik refrigerasi tetap OFF (berwarna merah) hingga mencapai temperatur atas (Cut-in Point) yang telah disetting, maka semua komponen mekanik refrigerasi akan ON kembali untuk mendinginkan udara ruang.

Dalam hal ini terdapat pula range dari temperatur difference dimana temperatur ini akan terus bervariasi dan setiap melewati batas Cut-in Point dan Cut-out Point maka sistem akan bekerja ON dan OFF secara berkesinambungan seperti gambar 12 berikut ini.

(37)

20 2.5 Rangkaian Sistem Pengkondisian Udara

Dalam sistem pendinginan yang bekerja, diagram aliran refrigerant dapat dilihat pada gambar 13 berikut ini.

Gambar 13. Diagram Aliran Refrigeran

Rangkaian Kelistrikan

Adapun sistem rangkaian kelistrikan sederhana untuk menjalankan komponen-komponen mekanik refrigerasi dapat dilihat pada skema gambar 14 berikut ini.

(38)

21 2.6 Pre-cooler

Penggunaan precooler pada sistem pengkondisian udara telah banyak digunakan untuk memperbaiki performa mesin pendingin. Precooler ini dapat dianggap sebagai suatu sistem atau mekanisme pendinginan awal untuk menurunkan temperatur dan atau kelembaban udara yang akan digunakan untuk mengkondisikan udara ruang tertentu. Prinsipnya, udara suplai yang akan masuk kedalam ruang pengkondisian terlebih dahulu didinginkan untuk diambil kandungan panasnya sehingga temperatur dan kelembabanya akan menurun. Mekanisme precooler ini sangat berguna dalam usaha untuk mempertahankan kualitas bahan-bahan hasil panen dari produk pertanian dan perikanan dengan menghilangkan kandungan uap air disekitar permukaan produk-produk tersebut sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk.

Adapun jenis-jenis Precooler ini jika ditinjau dari segi sumber pendinginnya dapat dibedakan menjadi room cooling, forced-air cooling, hydro cooling, ice cooling, dan vacuum cooling (Kienholz & Edeogu, 2002). Pada jenis room cooling, udara yang akan disuplai ke ruang pengkondisian, didinginkan terlebih dahulu oleh mekanisme refrigerasi biasa yang terdiri dari komponen-komponen seperti: kompresor, evaporator, dan kondensor, dimana udara yang akan disuplai ini dapat pula disirkulasikan dengan menggunakan kipas (fan). Sedangkan pada forced-air cooling, udara suplai yang telah didinginkan oleh chillers yang berkapasitas lebih besar disuplai ke ruang pengkondisian dengan menggunakan bantuan kipas penghisap centrifugal yang dapat menyuplai udara dingin secara vertical ataupun horisontal. Adapun pendinginan dengan menggunakan es padat pula digunakan untuk mendinginkan udara suplai yang berkontak dengannya dengan memanfaatkan mekanisme pertukaran panas (heat exchanger) sehingga temperaturnya mengalami penurunan sebelum masuk ke ruang pengkondisian udara.

(39)

22

Dalam aplikasi tertentu pada Reactor Gas Temperatur Tinggi (RGTT) yang ditujukan untuk produksi hydrogen, pembangkit listrik, dan desalinisasi, penggunaan pre-cooler dapat digunakan untuk mendinginkan fluida kerja gas helium yang dalam hal ini disirkulasikan pada reactor nuklir lalu ke IHX, turbin gas, recuperator sisi primer, pre-cooler, compressor, recuperator sisi sekunder, lalu kembali ke reactor nuklir. Temperatur tinggi gas helium di dinginkan dengan cara mengalirkan fluida pendingin air laut, lalu panas yang dilepas oleh pre-cooler ini digunakan untuk proses desalinisasi dimana prinsip pre-cooler ini termasuk jenis hydro cooling. Tujuan penggunaan pre-cooler ini adalah untuk menurunkan temperatur fluida kerja helium yang akan masuk ke kompresor sehingga akan meningkatkan kinerja kompresor (Irianto, 2013).

Penggunaan precooler pada alat KTENG-1000AHU dimaksudkan untuk menurunkan temperatur suplai udara inlet sebelum masuk ke evaporator sehingga beban kerja kompresor dalam hal ini akan menjadi lebih ringan. Precooler walaupun terintegrasi dengan sistem pendingin, dapat saja dianggap sebagai suatu sistem yang terpisah dari proses pendinginan evaporator, karena efek pendinginan precooler ini dapat saja diperoleh dari luar sistem berupa pendingin air (hydro), pendingin es (ice cooling) yang diintegrasikan ke sistem pendingin tertentu untuk mengurangi beban kerja kompresor. Gambar posisi precooler pada alat KTENG-1000AHU ini dapat dilihat pada Gambar 9.

2.7 Siklus Kompresi Uap

Siklus kompresi uap ini diaplikasikan pada sistem refrigerasi dan pengkondisian udara dimana refrigerant yang digunakan mengikuti proses yang ada pada siklus kompresi uap. Pada siklus kompresi uap, pendinginan diperoleh dengan cara

(40)

23

memberikan kerja pada sistem lalu sistem tersebut penyerap panas dari media yang didinginkan lalu sebagian panas dibuang ke lingkungan (Stoecker, 1994).

Untuk lebih memahami siklus kompresi uap, siklus standard yang menggambarkan hubungan antara tekanan dan entalpi refrigerant dapat dilihat pada Gambar 12 berikut ini.

Gambar 15. Diagram P-h

Dari gambar siklus tersebut dapat diurai menjadi :

 Proses 1-2

Pada langkah ini terjadi kompresi adiabatic dan reversible dari uap jenuh menjadi tekanan kondensasi. Disini terjadi kerja kompresi yang merupakan proses perubahan entalpi pada langkah kompresi yaitu sebesar Wkomp = h2 –h1

 Proses 2-3

Dilangkah ini, terjadi pelepasan panas reversible pada tekanan konstan sampai kondisi cairan jenuh. Disini kalor dibuang melalui kondensor dari refrigerant ke lingkungan yang temperaturnya lebih rendah yaitu sebesar Qkond = h2 – h3 .

 Proses 3-4

Terjadi proses ekspansi irreversible pada entalpi konstan sampai pada tekanan evaporasi.

(41)

24

 Proses 4-1

Terjadi penambahan panas reversible pada tekanan konstan dari fase campuran ke tingkat keadaan jenuh. Disini, efek refrigerasi atau efek pendinginan adalah kalor yang diterima oleh sistem dari lingkungan melalui evaporator persatuan laju massa refrigerant dan dinyatakan dengan Qref = h1 – h4. Keterangan mengenai

fase-fase entalpi pada siklus kompresi uap ini dapat dilihat sebagai berikut: ℎ1 = entalpi refrigerant ketika meningalkan evaporator menuju kompresor. ℎ2 = entalpi refrigerant ketika meninggalkan kompresor menuju kondensor. ℎ3 = entalpi refrigerant ketika meninggalkan kondensor menuju katup ekspansi.

4 = entalpi refrigerant ketika meninggalkan katup ekspansi menuju evaporator.

(42)

25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2015 hingga selesai dalam semester Genap 2015/2016 dan bertempat di Ruang Laboratorium Perpindahan Panas Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan pada penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut. 3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. Mesin KTENG-1000 AHU

b. Kabel rangkaian berwarna merah : untuk aliran (+) 12V DC c. Kabel rangkaian berwarna hitam : untuk aliran (-)

3.2.2 Bahan

Fluida udara : sebagai bahan yang akan mengisi ruang pengkondisian udara

3.3 Prosedur Rangkaian Kelistrikan Alat

Prosedur rangkaian kelistrikan alat dibuat agar komponen-komponen alat pengkondisian udara dapat berjalan dengan baik sehingga dapat diperoleh data-data penelitian yang diinginkan untuk diolah dan dianalisa. Adapun prosedur merangkai kelistrikan alat dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pastikan dan periksa semua tombol power pada bagian Control Panel dalam posisi OFF dan tidak ada satu kabel rangkaian pun yang terpasang pada lubang konektor yang menghubungkan antar komponen-komponen yang ada.

(43)

26

b. Hubungkan Kabel Power alat KTENG-1000 AHU dengan sumber tegangan 220 Volt.

c. Hubungkan lubang konektor Sumber Tegangan 24V dengan lubang konektor Common © pada Toggle Switch (T/S) menggunakan kabel warna merah.

d. Pada T/S pilihlah rangkaian Normally Open (NO) yaitu lubang konektor a, untuk selanjutnya menghubungkan lubang konektor a ini dengan lubang konektor Common © pada Temperatur Controller (TC) dengan menggunakan kabel warna merah..

e. Menghubungkan lubang konektor Lower (L) pada TC dengan lubang konector No.7 pada Relay dengan menggunakan kabel warna merah.

f. Menghubungkan lubang konektor No.2 pada Relay dengan lubang konektor Ground (GND) dengan menggunakan kabel warna biru.

g. Menghubungkan lubang konektor a pada T/S dengan lubang konektor No.8 pada Relay.

h. Menghubungkan lubang konektor No.8 dengan lubang konektor Positif (+) pada Blower Fan Motor (BFM) dengan menggunakan kabel warna merah.

i. Menghubungkan lubang konektor negative (-) pada BFM dengan lubang konektor Ground (GND) dengan menggunakan kabel warna biru.

j. Menghubungkan lubang konektor No 5 yaitu Normally Closed (NC) pada Relay dengan masing-masing lubang konektor Positif (+) pada Compressor, Compressor Fan Motor (CFM), dan Selenoid Valve 1 (SV1) dengan menggunakan kabel-kabel berwarna merah.

k. Menghubungkan lubang konektor negative (-) pada masing-masing Compressor, Compressor Fan Motor (CFM), dan Selenoid Valve 1 (SV1) dengan menggunakan kabel-kabel berwarna biru.

(44)

27

l. Pastikan semua rangkaian telah terpasang dengan baik dan kuat.

m. Tekanlah tombol ON pada Toggle Switch (T/S) untuk mengaktifkan power 24V ke sistem rangkaian yang telah dibuat tadi dan jika berjalan dengan baik akan tampak bahwa seluruh komponen-komponen mekanik refrigerasi seperti BFM, Compressor, Blower Fan Motor, Selenoid Valve 1 akan aktif ON untuk mendinginkan ruang pengkondisian.

n. Aktifkan penggunaan Temperature Controller (TC) dengan cara mensetting nilai Temperatur Referensi tertentu yaitu 25.8 oC dan nilai Temperatur Difference (diff) yang diinginkan, yaitu 0.5 oC.

o. Maka sistem akan ON hingga mencapai Temperatur yang diinginkan dan akan OFF secara otomatis jika temperatur pendinginan lebih rendah dari Lower Temperature yang telah di setting.

p. Pengambilan data siap dilakukan.

3.4 Prosedur Pengambilan Data

Proses pengambilan data ini dilakukan dengan mengamati panel-panel temperatur pada Kontrol Panel dan mencatatnya sebagai bahan analisa dengan prosedur sebagai berikut.

a. Catatlah semua nilai-nilai temperatur pada masing-masing panel temperatur.

b. Ulangi langkah a diatas pada setiap interval 1 menit pengoperasian mulai dari mesin ini ON lalu OFF hingga ON kembali.

c. Catatlah pula waktu yang dibutuhkan oleh mesin ini mulai dari mesin ini OFF pertama kali hingga kembali ON untuk pertama kali.

d. Masukkan semua data-data temperatur diatas kedalam tabel pengamatan. e. Data-data siap diolah dan dianalisa.

(45)

28 3.5 Bagan Alir Penelitian

(46)

29 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perhitungan

Berdasarkan hasil eksperimen alat KTENG – 1000AHU, maka diperoleh data-data sebagai berikut:

 Kondisi Udara & Hasil Perhitungan

Untuk pembukaan Katup Isap 50% tanpa precooler

Keadaan awal sebelum mesin pendingin dijalankan adalah:

 Temperatur Ruang : 31.80C

 Ratio Humidity, RH : 66%

 Temperatur Luar : 31.80C

 Kondisi : 1 Evaporator yang digunakan

 Temperatur Ruang yang direncanakan : 25.8 oC

 Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur yang direncanakan : 661 detik

Sebagai salah satu sampel perhitungan, dipilih satu data yang terdapat pada tabel data pada Lampiran 5, yaitu pada saat detik ke-661 sebagai berikut:

 Temperatur udara sebelum masuk evaporator, TDB5 = 28.12 0C  Temperatur udara sesudah melewati evaporator, TDB6 = 20.77 oC  Kapasitas suplai udara masuk, 𝑉 = 4.2 CMM

Berdasarkan data-data hasil yang ada tersebut, diperoleh parameter data sebagai berikut:

(47)

30 a. Kapasitas suplai udara masuk ke sistem, 𝑉

𝑉 = 4.2 CMM

= 4.2 m3/menit = 4.2 m3/ 60 s = 0.07 m3/s

b. Temperatur aliran udara rata-rata, Tm

𝑇𝑚 = 𝑇𝐷𝐵 5+𝑇𝐷𝐵 6

2

= 28.12+20.772 = 24.44 o

C = 297.44 𝐾

c. Massa jenis udara, 𝜌

Massa jenis udara dihitung pada temperatur aliran udara rata-rata Tm =297.44 K

melalui cara interpolasi.

T (K) 𝝆 (𝒎𝒌𝒈𝟑) 250 1.3947 297.44 X 300 1.1614 297.44−250 300−250 = 𝑋−1.3947 1.1614−1.3947 𝑋 = 47.44/50 1.1614 − 1.3947 + 1.3947 = 1.1733 kg/m3

Jadi massa jenis udara adalah 𝜌 = 1.1733 𝑚𝑘𝑔3

d. Panas jenis udara, Cp

Panas jenis udara dihitung pada temperatur aliran udara rata-rata Tm =297.44 Kelvin

(48)

31 T (K) 𝑪𝒑 ( 𝒌𝑱 𝒌𝒈. 𝑲) 250 1.006 297.44 Y 300 1.007 297.44−250 300−250 = 𝑋−1.006 1.007−1.006 𝑌 = 47.44/50 1.007 − 1.006 + 1.006 = 1.0069 kJ/kg.K

Jadi panas jenis udara adalah Cp = 1.0069 kJ/kg.K e. Laju aliran massa udara, 𝑚 s

Laju aliran massa udara dihitung: 𝑚 = 𝑉 . 𝜌

= (0.07 m3/s) . (1.1733 kg/m3) = 0.0821 kg/s

f. Besar kalor yang diserap evaporator, Q Kalor yang diserap oleh evaporator dihitung: 𝑄 = 𝑚 𝐶𝑝 ∆𝑇 dimana ∆T = TDB5 – TDB6 = 28.12 oC – 20.77 oC = 7.35 K Sehingga diperoleh, Q = (0.0821 kg/s) . (1.0069 kJ/kg.K) . (7.35 K) = 0.6079 kJ/s = 0.6079 kW

(49)

32

Adapun untuk mengetahui besar kalor yang diserap evaporator untuk ketiga kondisi yang lainnya, dapat dilihat pada tabel hasil perhitungan yang terdapat pada Lampiran 4, Lampiran 6, Lampiran 8, dan Lampiran 10 pada tugas akhir ini.

4.2 Grafik Hubungan Antara Parameter A. Untuk pembukaan katup udara 50%

Berikut adalah grafik hubungan Q Vs T yang membandingkan antara penggunaan atau penambahan Precooler dengan yang tanpa menggunakan Precooler

untuk pembukaan katup udara masuk 50%.

Gambar 16. Grafik Hubungan Q Vs T Pembukaan Katup 50%

Dari grafik hubungan tersebut dapat dilihat bahwa pada pembukaan katup udara masuk 50%, sebelum menggunakan Precooler besar nilai kalor yang diserap (Q) oleh evaporator mengalami kenaikan yang proporsional terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur ruang yang diinginkan ( 25.8 oC). Pada kondisi ini nilai Q mengalami kenaikan dari 0.4226 kJ/s pada detik pertama menjadi 0.6079 kJ/s pada detik terakhir ketika temperatur pengkondisian ruang tercapai dimana waktu yang dibutuhkan ini adalah sebesar 661 detik.

0.6079 0.1605 0,0000 0,1000 0,2000 0,3000 0,4000 0,5000 0,6000 0,7000 0 500 1000 A xi s Ti tle T (Second)

Q Vs T

Katup 50% Tanpa Precooler Katup 50% Dengan Precooler

(50)

33

Seiring dengan hal tersebut, pada pembukaan katup udara 50% dengan menggunakan Precooler, besar kalor yang diserap (Q) oleh evaporator dari udara yang disuplai mengalami fluktuasi dari 0.3245 kJ/s pada detik pertama lalu turun hingga 0.1605 kJ/s dan naik lagi secara proporsional hingga 0.2543 kJ/s lalu stabil dikisaran angka tersebut hingga tercapai temperatur ruang yang diinginkan. Secara jelas terlihat pula bahwa dengan penggunaan Precooler, maka nilai kalor yang diserap oleh evaporator dari udara suplai mengalami penurunan yang signifikan sehingga kerja yang dibutuhkan oleh kompresor akan menjadi lebih kecil (hemat) untuk menunjang kinerja evaporator tersebut.

B. Untuk pembukaan katup udara 100%

Pada pembukaan katup udara suplai 100%, grafik hubungan antara kalor yang diserap evaporator (Q) dengan waktu yang dibutuhkan (T) dalam satuan detik dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 17. Grafik Hubungan Q Vs T Pembukaan Katup 100%

Pada grafik tersebut diatas, secara jelas terlihat bahwa nilai kalor yang diserap oleh evaporator untuk pembukaan katup udara suplai 100% tanpa menggunakan Precooler adalah lebih besar jika dibandingkan dengan nilai Q pada saat menggunakan Precooler. Pada kondisi tanpa Precooler, nilai kalor yang diserap pada

0.3937 0.5207 0,0000 0,1000 0,2000 0,3000 0,4000 0,5000 0,6000 0,7000 0 200 400 600 A xi s Ti tle T (Second)

Q Vs T

Katup 100% Tanpa Precooler Katup 100% Dengan Precooler

(51)

34

detik pertama adalah Q = 0.3937 kJ/s dan meningkat secara signifikan hingga Q = 0.5207 kJ/s pada saat akhir dimana temperatur setingan tercapai. Selain itu, pada saat Precooler diaktifkan, nilai kalor yang diserap evaporator adalah lebih kecil yaitu dimulai dari 0.3017 kJ/s dan stabil dikisaran nilai 0.2661 kJ/s hingga tercapai temperatur ruang yang dibutuhkan.

Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperatur ruang yang diinginkan adalah lebih kecil pada kondisi tanpa Precooler yaitu 338 detik. Walaupun pada saat Precooler digunakan waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama yaitu hingga 465 detik atau kira-kira lebih lama 2 menit, akan tetapi ternyata kalor yang diserap evaporator menjadi jauh lebih kecil dan ini berarti penghematan pada power atau kerja yang dibutuhkan oleh kompresor untuk menjalankan kinerja evaporator.

C. Untuk Tanpa Penggunaan Precooler Pada Katup 50% dan Katup 100% Grafik berikut ini adalah hubungan antara kalor yang diserap evaporator (Q) dan waktu yang dibutuhkan (T) untuk mencapai temperatur pengkondisian ruang yang diinginkan.

Gambar 18. Grafik Hubungan Q Vs T Tanpa Precooler

0.5703 0.6079 0,0000 0,1000 0,2000 0,3000 0,4000 0,5000 0,6000 0,7000 0 200 400 600 800 A xi s Ti tle T (Second)

Q Vs T

Katup 100% Tanpa Precooler Katup 50% Tanpa Precooler

(52)

35

Pada grafik ini, besar nilai kalor maksimum yang diserap oleh evaporator tanpa menggunakan Precooler pada pembukaan katup udara masuk 50% adalah lebih besar yaitu mencapai nilai Q = 0.6079 kJ/s, sedangkan pada pembukaan katup udara masuk 100% hanya mencapai Q = 0.5703 kJ/s.

Seiring dengan hal tersebut, pada pembukaan katup 50%, waktu yang dibuhkan untuk mencapai temperatur ruang yang diseting adalah lebih lama yaitu hingga 519 detik. Sedangkan untuk pembukaan katup 100% hanya membutuhkan waktu 338 detik atau 181 detik (3 menit) lebih singkat. Hal ini menunjukkan bahwa, pembukaan katup udara masuk 100% lebih baik atau lebih menguntunkan sebab jumlah pasokan udara yaitu mass flow-rate nya adalah lebih banyak yaitu 0.0899 kg/s jika dibandingkan dengan pembukaan katup 50% yang hanya hingga 0.0821 kg/s.

D. Untuk Dengan Penggunaan Precooler Pada Katup 50% dan Katup 100% Grafik berikut adalah hubungan antara besar kalor yang diserap evaporator (Q) terhadap waktu yang dibutuhkan (T) untuk mencapai titik setingan temperatur ruang pada pembukaan katup 50% dan 100%.

Gambar 19. Grafik Hubungan Q Vs T Dengan Precooler

0.3304 0.3245 0,0000 0,0500 0,1000 0,1500 0,2000 0,2500 0,3000 0,3500 1 60 120 180 240 300 360 420 460

Q VS T

Katup 100% Dengan Precooler Katup 50% Dengan Precooler

(53)

36

Pada grafik ini, garis hubungan untuk pembukaan katup 50% berada dibawah garis hubungan untuk pembukaan katup 100% dalah hal besar nilai kalor yang diserap oleh evaporator. Jika dibandingkan, pada saat awal mesin bekerja, besar kalor yang diserap Q untuk pembukaan katup 50% adalah 0.3245 kJ/s dan untuk pembukaan katup 100% adalah 0.3304 kJ/s yang hampir sama. Pada saat akhir pengoperasian dimana temperatur setting tercapai, untuk pembukaan katup 50%, kalor yang diserap evaporator Q adalah sebesar 0.2655 kJ/s. Sedangkan untuk pembukaan katup 100% mencapai nilai Q yang lebih besar nilainya yaitu 0.2907 kJ/s.

Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik setingan temperatur, untuk pembukaan katup udara masuk 50% adalah lebih lama 54 detik dibandingkan dengan waktu (T) untuk pembukaan katup 100%.

(54)

37 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk setingan temperatur ruang pengkondisian udara yang sama, sebelum Precooler digunakan, pada pembukaan katup udara masuk 50%, besar kalor rata-rata yang diserap evaporator adalah 0.4975 kJ/s (497.5 watt) dan pada pembukaan katup 100%, besar kalor rata-rata yang diserap evaporator adalah 0.5262 kJ/s (526.2 watt).

2. Untuk setingan temperatur ruang pengkondisian udara yang sama, setelah Precooler digunakan, pada pembukaan katup 50%, besar kalor rata-rata yang diserap evaporator adalah 0.2312 kJ/s (231.2 watt) dan pada pembukaan katup 100%, besar kalor rata-rata yang diserap evaporator adalah 0.273 kJ/s (273 watt).

3. Setelah Precooler digunakan, maka besar kalor yang diserap oleh evaporator mengalami penurunan jika dibandingkan dengan sebelum menggunakan Precooler, sebab sebagian kalor telah diserap lebih dahulu oleh Precooler sebelum memasuki Evaporator.

5.2 Saran

Adapun saran atau rekomendasi yang dapat diberikan adalah :

1. Pastikan susunan rangkaian kelistrikan sudah benar sebelum menjalankan mesin. 2. Pemasangan kabel-kabel rangkaian hendaknya dilakukan lebih hati-hati & teliti.

(55)

38

DAFTAR PUSTAKA

Arismunandar Wiranto, Saito Heizo, 1986, “Penyegaran Udara”, Cetakan Ketiga, PT. Pradnya Paramita, Jakarta

Baharuddin, Klara S., Hendro, 2011, “ Analisa Efektifitas Sistem Pengkondisian Udara Pada Ruang Penumpang Kapal Ferry New Camelia”, Group Teknik Perkapalan, Vol. 5, ISBN: 978-979-127255-0-6.

Budiarto U., Kiryanto, Firmansyah H., 2013, “ Rancang Bangun Sistem Refrigerated Sea Water (RSW) Untuk Kapal Nelayan Tradisional”, Kapal, Vol.10, No.1, Teknik Perkapalan UNDIP.

Irianto D. I., 2013, “ Analisis Kinerja Precooler pada Sistem Konversi Energi RGTT200K Untuk Proses Desalinasi “, Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir VI, Pusat Pengemangan Energi Nuklir BATAN.

Kienholz J. & Edeogu I., 2002, “Fresh Fruit & Vegetable Pre-Cooling For Market Gardeners in Alberta”, Alberta Agriculture, Food and Rural Development, Canada.

Kurniawan B.R., 2012, “Karakteristik Pengkondisian Udara Menggunakan Heat Pipe Dengan Variasi Temperatur Inlet Ducting Dan Jumlah Heat Pipe”, Skripsi, Teknik Mesin Universitas Indonesia.

Usage Manual,“Automatic Control Equipment KTE-1000AHU Air Conditioning Unit”, KTENG Corporation, Korea.

Yulizar Y.Ir., Baheramsyah A. M.Sc.,Prastowo H. Ir. M.Sc., 2013, “Perancangan Sistem Pengkondisian Udara Hemat Energi Dengan Menggnakan Dessicant Untuk

(56)

39

Ruang Muat Kapal Pengangkut Hewan Ternak (Livestock Vessel)”, Jurnal Teknik Sistem Perkapalan, Vol 4, Nrp. 4210 105 001, hal 1-6.

(57)

34 Lampiran 1. Psychrometric Chart

(58)

35 Lampiran 2. Rangkaian Kelistrikan Tanpa Precooler

(59)

36

Lampiran 3. Rangkaian Kelistrikan Dengan Penggunaan Precooler

(60)

37 Lampiran 4. Tabel Data Penelitian

(61)

38 Lampiran 5. Tabel Perhitungan

(62)

39 Lampiran 6. Tabel Data Penelitian

(63)

40 Lampiran 7. Tabel Hasil Perhitungan

(64)

41 Lampiran 8. Tabel Data Penelitian

(65)

42 Lampiran 9. Tabel Hasil Perhitungan

(66)

43 Lampiran 10. Tabel Data Penelitian

(67)

44 Lampiran 11. Tabel Hasil Penelitian

Gambar

Gambar 8.Komponen Mekanik Sistem Refrigerasi  Keterangan gambar :
Gambar 9. Air Duct Component
Gambar 10. Saluran Masuk & Keluar Udara
Gambar 13. Diagram Aliran Refrigeran
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh adalah dengan beberapa aspek yang digunakan sebagai studi kelayakan diperlukan pendirian perindustrian rumput laut segera dilaksanakan mengingat

Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah siswa kelas III SDN 29 Cakranegara yang berjumlah 36 orang. Observer dalam penelitian ini adalah guru kelas III SDN

Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab atau dialog secara langsung dengan pimpinan dan seorang pustakawan untuk mengetahui tentang hal-hal yang berkaitan

Kesimpulannya, Analisis Biaya Manfaat adalah metode pengambilan keputusan yang melibatkan perhitungan dan evaluasi dari keuntungan bersih yang terhubung dengan program alternatif

Dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dan mempengaruhi kelompok risiko HIV/AIDS dalam memanfaatkan pelayanan Voluntary and Counseling Testing (VCT) yang

Perlu anda ketahui bahwa PENYAKIT WASIR YANG DIBIARKAN AKAN SEMAKIN PARAH dan BERBAHAYA oleh sebab itu LANGKAH TERBAIK UNTUK MENGOBATI WASIR SECARA ALAMI adalah

Alhamdulillahirobbil’alamin , segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya bagi kita semua dan senantiasa memberikan petunjuk dan kekuatan sehingga

(1) Kepala Cabang mempunyai tugas pokok memimpin seluruh kegiatan pengelolaan Kantor Cabang Pelayanan dalam daerah pelayanannya sesuai dengan rencana anggaran