• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPIRAN. Lampiran 1:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAMPIRAN. Lampiran 1:"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Pertanyaan Wawancara

Nama: P/L Usia: th Lokasi Jual:

1. Sejak umur berapa Anda mengenal Jajan Pasar dan mulai membuatnya??

2. Darimana Anda mendapatkan resep Jajan Pasar??

3. Dimana anda membeli bahan-bahan untuk membuat Jajan Pasar??

4. Apakah Jajan Pasar yang anda buat ini menggunakan bahannya murni alami (spt garam, gulua, dll) atau sintetis??

5. Setiap kali membuat, bisa menghasilkan berapa macam Jajan dan berapa banyak?

6. Jenis-jenis Jajan Pasar apa saja yang Anda buat?? Dan bagaimana rasanya??

7. Kapan anda membuat Jajan Pasar ini sebelum di dstribusikan ke pasar-pasar??

8. Bagaimana Anda menyalurkan Jajan Pasar ini untuk dijual?

a. kalau ada yang mengambil, pukul berapa diambilnya?

b. Pukul berapa kembali? Habis kah Jajan Pasar yang diambilnya??

c. Kira-kira anda mendapatkan berapa orang untuk menjualkan Jajan Pasr ini? Dan berapa buah tiap orangnya??

9. Apakah Anda membuat patokan harga khusus?

10. Apa Jajan Pasar andalan anda?

11. Jajan Pasar apa yang paling laris??

12. Bisa tahan berapa lama Jajan Pasar yang anda buat?? 13. Di saat apa saja orang mencari Jajan Pasar?

(8)

Pertanyaan Wawancara

Nama: P/L Usia: th Lokasi Jual:

1. Sudah berapa lama Anda berjualan Jajan Pasar?

2. Apakah Anda membuat sendiri Jajan Pasar ini atau ambil dari home industry?

a. Jika membuat sendiri, darimana resep-resep Jajan Pasar Anda?

b. Jika mengambil dari home industry, pukul berapa ambil dan mengembalikannya?

3. Anda mulai berjualan pukul berapa, dan tutup pukul berapa?

4. Apakah setiap hari Jajan Pasar yang Anda jual ini bisa habis?

5. Kalau tidak habis diapakan??

6. Jajan Pasar apa saja yang Anda jual disini?

7. Jajan Pasar apa yang paling laris?

8. Siapakah yang biasanya membeli Jajan Pasar Anda ini?

(9)

Jajan Pasar Untuk Pesta Odilia Winneke – detikfood

Jakarta

Kue-kue tradisonal yang dikenal dengan nama 'jajan pasar' bisa juga tampil cantik dan memikat sebagai suguhan pesta. Kecuali pasti disuka tamu, jajan pasar juga bisa jadi pilihan dessert yang eksotik. Bagaimana memilih dan menyajikannya?

Jajan Pasar: Kue-kue tradisional dikenal dengan nama jajan pasar karena secara tradisi kue-kue ini dibeli dari pasar atau banyak dijajakan di pasar tradisional. Ada yang menyebutnya sebagai kue basah karena kue ini sebagian besar terbuat dari tepung beras dan tepung ketan serta kelapa dan bukan berupa kue kering. Oleh karena itu, jajan pasar tidak tahan lebih dari 24 jam.

Jenis: Jajan pasar sangat beragam jenisnya, bahkan tiap daerah di tanah air memiliki koleksi jajan tradisional yang beragam dan enak meskipun yang populer berasal dari Jawa. Sebagian besar jajan pasar diolah dengan cara dikukus, meskipun ada yang digoreng dan dipanggang. Bahan-bahan yang segar, hampir selalu memakai santan dan kelapa parut maka jajan pasar mudah sekali basi. Karena itu faktor kebersihan sangat penting dalam penanganan jajan ini.

Mungil: Jika akan menyajikan jajan pasar sebagai pilihan dessert, sebaiknya pesan atau buat jajan pasar dalam ukuran mungil atau mini. Karena rasa jajan pasar sebagian besar manis dan bersantan atau gurih sehingga membuat cepat kenyang. Dengan bentuk dan potongan mungil tamu bisa mencicipi 2-3 jenis kue.

Jumlah: Untuk menghitung berapa banyak kue yang harus Anda sediakan, jika kue berbentuk mungil dan hanya tersedia satu jenis dessert saja, tidak ada puding atau buah segar maka tiap orang dihitung minimal 2 buah. Variasi jenis atau banyaknya jenis kue basah yang akan Anda sediakan tergantung pada selera.

(10)

Wadah: Agar memberi kesan eksotik sekaligus serasi, gunakan piring saji berlapis daun pisang atau jika mungkin buat wadah dari daun pisang dengan hiasan lipatan daun pisang. Jika tidak bisa membuat sendiri wadah dengan lipatan daun bisa dipesan. Tetapi jika ingin praktis, gunakan piring dari tembikar yang dialas daun pisang atau baki rotan atau bambu. (Odi/) (Odi/)

(11)

Senin, 24 April 2006, oleh: eman.

Perkenalkan Indonesia ke Mancanegara Lewat Makanan Gizi.net - Melalui makanan RA Hj Ning Sudjito mencari teman. Lewat keahlian memasaknya pula ia kini dipercaya menjadi Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJI)

Delapan belas tahun Ning berkecimpung di asosiasi jasa boga. Di dunia boga, namanya tak asing lagi. Keahliannya meracik bahan makanan pun telah diakui. Tak heran jika perusahaan jasa katering berlabel PT Agustina Sakti yang didirikannya, dipercaya puluhan perusahaan di Jakarta, Tangerang, Bekasi dan sekitarnya dalam pengadaan konsumsi bagi karyawan-karyawan mereka.

Tak terbilang jumlah pesta perkawinan yang mengikutsertakan jasa kateringnya. Meski begitu, hingga kini perempuan yang lahir di Purbalingga, 30 Desember 1955 ini, masih saja terus belajar memasak.

"Setiap mencicipi suatu makanan yang belum pernah saya buat, pasti saya akan mendatangi kokinya (juru masak) untuk menanyakan resep dan cara membuatnya. Setelah itu saya akan mencoba memasaknya sendiri dan mengajarkan kepada koki di rumah,: katanya.

Aktivitas belajar dan mengajar mengisi hari-hari Ning. Tak hanya mengajar memasak, ia pun tak pelit membagi ilmu kepada karyawan di perusahaan kateringnya. Tak peduli meski pada akhirnya ia terkadang ditinggalkan karyawan yang telah mewarisi keahlian memasaknya.

"Dalam mengajar, saya keras dan disiplin. Tidak jarang mereka sampai menangis. Itu saya lakukan supaya mereka cepat pintar. Setelah pandai memasak banyak yang kemudian mendirikan usaha katering sendiri atau pindah ke tempat lain. Saya

(12)

tetap senang, karena melihat karier mereka berkembang dengan baik," tutur istri dari H Sudjito itu.

Tumpeng Jajan Pasar.

Bersama APJI, Ning membuktikan kehebatan wanita Indonesia. Setelah dua tahun lalu mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (Muri) karena berhasil membuat ikan panggang terpanjang dan terbesar (berat tiga ton dan panjang tiga meter), awal April tahun ini kembali ia mengantarkan APJI meraih penghargaan Muri melalui tumpeng jajan pasar Nusantara berukuran raksasa.

Tumpeng berbentuk Candi Borobudur itu tingginya 6,21 meter, diameter 10 meter, dan berat 4 ton, yang dihias sawut dari singkong 550 kg, serta aneka kue camilan 150 kg. "Buat saya itulah contoh perjuangan Kartini zaman sekarang. Wanita-wanita Indonesia sekarang berjuang melalui keahliannya masing-masing. RA Kartini pasti bangga melihatnya.” Ia menambahkan.

Di bawah bendera APJI, Ning juga kerap memamerkan aneka makanan khas Indonesia di dalam maupun di luar negeri. Tak hanya masakan tradisional yang dipamerkan, tapi juga aneka jajanan pasar yang beberapa di antaranya kini sudah sulit ditemui. "Karena itu dalam pameran kami sering bikin dan pamerkan masakan dari mulai zaman Jepang sampai sekarang, seperti tiwul, sawut, cenil, grontol. Pokoknya kami berusaha memperkenalkan kembali makanan-makanan yang tidak lagi dilirik anak-anak sekarang. Makanan-makanan itu kami kemas dengan cantik, sehingga kalau anak-anak lihat mereka jadi tahu makanan Indonesia pun tidak kalah enak dan menariknya dengan fried chicken, atau makanan dari Negara luar,” ujarnya tersenyum.

Menurut pengamatannya, dalam perhelatan yang pernah ia dan anggota APJI selenggarakan, di beberapa negara Asia, seperti Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, China, dan lain-lain, kehadiran masakan Indonesia disambut amat

(13)

sumber devisa yang dapat diandalkan.

Masakan Indonesia itu enak dan perlu dikedepankan, katanya. "Di luar negeri makanan-makanan Indonesia sangat disukai. Orang-orang asing menilai rasa yang terkandung di dalam bumbu masakan tradisional Indonesia sangat enak dan berbeda dari masakan negara-negara lain. Karena itu saya yakin kalau makanan dalam negeri diberi kesempatan menjadi tuan rumah di negara sendiri, bukan tidak mungkin akan ikut membantu mendongkrak pendapatan pariwisata kita," katanya, yakin.

[Pembaruan/Yumeldasari Chaniago]

Sumber: http://www.suarapembaruan.com/News/2006/04/22/ (dikutip tgl

(14)

Dari Pasar Traditional ke Mall, Nilai Budaya Bergeser

Masyarakat Jogja yang selama ini dikenal dengan masyarakat yang berbudaya. Nampaknya itu lama-kelamaan pudar dari benak masyarakatnya sendiri. Munculnya tuntutan tentang pembangun kota yang metropolis dan zaman yang berubah, banyak mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup dari sebagian besar warga kota.

Sumber ekonomi rakyat kecil yang selama ini diandalkan sebagai mata pencaharian mereka. Makin tergurus oleh berbagai peraturan dan pola pembangunan kota. Banyaknya pembangunan Mall dan pusat pembenjaan modern menuntut mereka rakyat kecil yang bergantung pada pasar traditional bergeser dan terusir dari konsumennya.

Konsumen tentunya lebih asyik berbelanja di Mall daripada pasar traditional, disamping harga Mall terkadang dibanting sampai dibawah harga pasar, juga keadaan yang bersih, bergaya dan bermerek. Namun, kalau ditinjau dari segi sosial dan masyarakat, justru dengan banyaknya Mall yang berdiri akan banyak mengubah pola pikir dan cara pandang masyarakat menuju kearah kapitalistik, konsumeristik.

Rendahnya kesadaran masyarakat dengan pelestarian budaya Jawa. Serta peran pemerintah yang kurang bersahabat dengan pelestarian budaya. yang seharusnya menjaga aset penting dalam norma-norma kemasyarakatan justru dengan kebijakan-kebijakannya secara tidak langsung sudah perlahan-lahan menghilangkan budaya-budaya itu sendiri, yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Salah satunya adalah pemberian izin kepada pemodal atau investor untuk beramai-ramai membuat Mall yang megah, mewah dan keren tanpa ada peninjauan lokasi secara teliti. Apakah lokasi pembangunan Mall dekat dengan pasar tradisional, sifat dan pola masyarakat disekitar lokasi, situs dan tempat-tempat peningggalan budaya, tidak pernah ada peninjauan. Asalkan ada pembagian persenan dari hail proyek semua dapat lancar. Padahal, masyarakat kita bisa dikatakan masih diambang kesejahteraan yang kurang memadai.

(15)

Mungkin, dengan banyaknya berdirinya Mall tersebut memberikan penilaian terhadap bangsa ini atau Jogja khususnya, bahwa kita sudah lepas dari keterpurukan dan lebih maju menjadi kota metropolis. Padahal kenyataan yang terjadi dilapangan sangat berbalik arah. Masyarakat Indonesia masih banyak yang hidup dibawah kemiskinan dan tingkat pendidikan yang kurang memadai. Dengan fenomena tersebut, pantaslah kalau kita prihatin dan kawatir. Bangsa besar ini, nantinya mau dibawa kemana, apakah sebagai masyarakat modern yang harus menghilangkan etika dan norma-norma budaya?, atau akan dibawa kemasyarakat modern yang tidak punya budaya?

Tentunya semua jawaban ada dibenak kita semua masyrakat indonesia, khususnya pemerintah. Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa tuntutan zaman mengharuskan pembangunan sarana dan prasana yang serba modern. Tetapi, norma budaya bangsa harus tetap dan selalu dijaga serta dilestarikan dalam kehidupan bermasyarakat.

Budaya disini, bukan hanya bentuk tarian, pagelaran acara adat, prosesi pernikahan adat dan lain sebagainya. Budaya yang bersifat prilaku masyarakat dan norma kesusilaan juga harus dijaga. Masyarakat yang santun, sopan, saling menghormati, menghargai satu sama lain, itu merupakan budaya yang tak pernah bisa dihargai atau diganti dengan apapun. Mau tidak mau, prilaku sosial masyarakat yang berbudaya, wajib untuk dijaga dan dilestarikan. Kalau kita tidak mau dianggap sebagai bangsa lupa daratan.

Yusuf Efendi.Wartawan Poros Media Kampus Pers Mahasiswa Universitas

(16)

Steamed Snacks, from Wajik to Jadah Manten

The culinary creation by Yogyakarta society in the forms of these steamed snacks can be enjoyed in many traditional markets all over the city. Some of the steamed snacks are still used for sacred rituals held by spiritual communities and Yogyakarta kingdom. The others are purely intended for sale.

Reflecting the richness of Yogyakarta natural resources, most of the steamed snacks are made from sticky rice, rice flour and cassava or cassava flour. The flavors enrichment is done by using the available natural resources such as palm sugar as sweetener, pandanus leaf as coloring agent and grated coconut or meshed soybean as the fillers. The combination of rich and sweet flavors reflects the taste of Yogyakarta society.

One of the steamed snacks that is popular is wajik, which is made from sticky rice steamed with palm sugar. Originally, the utilized sugar was palm sugar to produce brown color. Later, there are other variations using sugar from sugarcane and pandanus leaf to create green wajik. Until now, wajik is still used in the ceremony of Tumplak Wajik that is held some days after the ceremony of Muhammad's birthday.

Other snack that still decorates some ceremonies is apem, which usually is used in Ruwah month of Javanese calendar. Apem combined with steamed sticky rice and

kolak is shared to relatives, used as offering and to send prayer to the ancestors.

This snack is made from rice flour, palm sugar and eggs added with yeast or tape that is fermented cassava.

If you are not satisfied yet with the steamed snacks of different rituals, you can still try other snacks. Mata kebo, for example, is a round cake resembling the buffalo eyes in green or red color. It is made from rice flour and sticky-rice flour with the outer part is added with white pasta from rice flour added with coconut milk to taste rich, while the inner part is filled with grated coconut cooked with sugar.

(17)

is filled with sweet, smoothly meshed soybean. Initially, ku snack was flat and round in red color with banana leaf as the base, but now it is in the form of fruits in different colors and is packed in interesting container. Because of more composition of the sticky rice flour, it tastes a bit tough.

If you walk around the market, you will also find a funny steamed cake, namely

jadah manten that means the sticky-rice cake for bride and bridegroom. The cake

is made from sticky rice that is lumped to make a round shape filled with chicken or mince of beef. The outer part is wrapped with mixture of flour and eggs then it is clamped with two pieces of thin bamboo stick to make it beautiful. Different from other snacks that taste sweet, jadah manten is dominant with rich flavor.

Other kind of jadah or the sticky-rice cake is sold in the markets in the shape of flat and round or square. Usually, it comes with sweetened soybean tempe. The tempe is boiled with laurellike leaf, palm sugar, onion and garlic then it is fried in medium oil to get brown color.

If you go the market in at around 06:00a.m. - 08:00a.m., you will find other special snacks of Yogyakarta such as thiwul, and gatot as the original snacks from Gunung Kidul Regency, cenil, gethuk and lopis. To serve thiwul, it is usually mixed with palm sugar to taste sweet. Gatot that is made from cassava, the colorful cenil from starch and gethuk from meshed cassava are usually served with raw grated coconut. Meanwhile, lopis is served on banana-leaf plate (called

pincuk) and added with grated coconut with palm sugar sauce.

All of the steamed cakes are sold at cheap prices. One piece of steamed snack is sold at around IDR 600 to IDR 2,000. For gethuk, lapis, and cenil they are sold at around IDR 1,500 to IDR 3,000. Several markets such as Beringharjo, Kranggan, Kotagede, Giwangan and Demangan sell complete choice of the snacks.

Text: Yunanto Wiji Utomo

Photo & Artistic: Agung Sulistiono Mabruron Copyright © 2007 YogYES.COM

(18)
(19)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan tentang amandemen 9 terhadap pemerintahan Shinzo Abe, dan juga mengetahui kepentingan Jepang dalam

Penyimpangan online hanyalah hiburan online hanyalah hiburan online hanyalah hiburan online hanyalah hiburan bola ini dianggap sebagai hiburan adalah sesuatu yang wajar 4

Q.S.. sebagainya, akhirnya antara anak dengan orang tua jarang bertemu karena orang tua berangkat pagi dan kembali sampai larut malam. Kemudian anak bergaul di

Pada tahun 5 Oktober 2001 BPRS Bumi Rinjani awal didirikan dengan mengajukan izin prinsip pendirian Bank Syariah sesuai dengan ketetapan Departemen Kehakiman dan Hak

Bahkan yang menarik, dalam kasus pernikahan yang melalui proses perjodo- han (pemaksaan) oleh keluarga, salah satu informan perempuan menyatakan tetap berusaha menjadi istri

Pengenalan jenis: habitat hutan sekunder pada daerah yang terbuka, percabangan dikotom, pinna steril palmatus, pinna fertil palmati partitus yang terbagi menjadi 2

Penurunan daya serap minyak pada kerupuk beras merah akibat dari semakin tingginya tingkat substitusi tapioka dengan tepung beras merah disebabkan oleh beberapa

Dari data hasil penelitian yang diperoleh dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Mutu alum yang dihasilkan sangat tergantung oleh beberapa faktor antara lain: