• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN RUSIA DALAM KERJASAMA GAS ALAM DENGAN TIONGKOK TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBIJAKAN RUSIA DALAM KERJASAMA GAS ALAM DENGAN TIONGKOK TAHUN 2014"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN RUSIA DALAM KERJASAMA GAS ALAM

DENGAN TIONGKOK TAHUN 2014

Tiara Rizky Pratiwi1 Nim. 1202045054

Abstract

The purpose of this research is to explain why Russia continue their policy as well as the factors that influence in regarded to gas cooperation with Tiongkok. Furthermore, the author uses foreign decision making theory, and energy security concept to analyze the factors that influence Russia policy and the decision making process. The research indicates that Russia tends to continue the foreign policy in energy cooperation with Tiongkok based on two grand factors that interlinked each other. First factor is Russia needs to boost its economics and stabilization in gas demand. This factor related to several regional situations which happened during the cooperation. At the same time, Russia's policy also influence by another factor that will give good impact to Russia. That last factor is Russia sees the hiding opportunity behind the One Belt One Road (OBOR) which initiated by Tiongkok. All the reasons that explained before are ultimately prompt Russia to continue gas cooperation with Tiongkok in 2014.

Keywords:Policy, Russia, Energy Cooperation, Gas, Tiongkok

Pendahuluan

Energi adalah salah satu aspek vital bagi kehidupan manusia yang mampu menunjang aktivitas dan pertahanan hidup. Salah satu energi yang saat ini tengah mengalami peningkatan permintaan yang cukup signifikan adalah gas alam. Dilihat dari jumlah permintaan pada pasar internasional, gas alam termasuk sumber energi fosil yang perkembangannya cukup dinamis dan cenderung meningkat setiap tahunnya. Menurut International Energy Outlook 2016, permintaan gas alam secara global diproyeksikan mencapai sebesar 200 persen dari tahun 2012 hingga tahun 2040.

Peningkatan permintaan global pada gas alam tersebut menyebabkan negara produsen melakukan ekspansi pasar secara internasional melalui ekspor. Salah satu negara tersebut adalah Rusia. Rusia dikenal memiliki posisi yang dominan dalam sektor ini karena termasuk negara dengan cadangan gas alam terbukti

1Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

(2)

terbesar di dunia.Seluruh kegiatan terkait gas alam kemudian dikelola langsung oleh perusahaan negara yakni Gazprom yang didirikan sejak tahun 1989. Melalui Gazprom, Rusia berhubungan dagang dengan negara-negara konsumen yang mayoritas merupakan negara-negara di kawasan Eropa dan tercatat mencapai 30 persen total ekspor keseluruhan gas alam Rusia. (https://www.eia.gov)

Aktivitas ekspor seperti disebutkan di atas, tidak dapat berjalan lancar jika tidak didukung oleh kegiatan hulu gas alam lainnya seperti distribusi dan eksplorasi. Dalam proses distribusi, kedekatan secara geografis dan berbatasan darat langsung dengan Eropa memungkinkan Rusia untuk melakukan pendistribusian gas alam melalui sistem jaringan pipa (pipeline system) yang saling terkoneksi dengan lapangan-lapangan gas alam di Rusia. Salah satu wilayah eksplorasi gas alam terbesar di Rusia adalah Western Siberia.

Selain wilayah Western Siberia, Rusia berinisiatif untuk mengeksplorasi wilayah lain yang berpotensi memiliki cadangan gas alam melimpah yaitu kawasan Eastern Siberia melalui sebuah proyek yang bernama Eastern Siberian Gas

Progam yang sekaligus merupakan upaya memperluas pasar gas alam menuju ke

kawasan Asia. Salah satu negara yang dijadikan tujuan awal kerjasama pada proyek ini adalah Tiongkok.

Kerangka Dasar Teori dan Konsep

Teori Pembuatan Keputusan Luar Negeri

Menurut William D. Coplin, proses pengambilan keputusan luar negeri meliputi beberapa tahapan yang mengikutsertakan beberapa aktivitas intelektual dan terkadang psikologis untuk memecahkan masalah secara rasional. Termasuk di dalamnya adalah tiga determinan yang mempengaruhi para pengambil keputusan luar negeri, diantaranya sebagai berikut:

1. Pertama, kondisi politik dalam negeri termasuk faktor budaya yang mendasari tingkah laku politik manusianya. Proses ini mengacu pada hubungan antara pengambil keputusan politik luar negeri dengan aktor-aktor politik dalam negeri yang kemudian disebut policy influencers.

2. Kedua, kondisi ekonomi dan militer yakni kondisi atau kemampuan ekonomi dan militer di negara tersebut, termasuk faktor geografis yang selalu menjadi pertimbangan utama dalam pertahanan atau keamanan.

3. Ketiga, konteks internasional yaitu situasi di negara yang menjadi politik luar negeri serta pengaruh dari negara-negara lain yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.

Konsep Keamanan Energi

Menurut penelitian dari Cambridge Energy Research Associates, Inc menyebutkan bahwa keamanan energi sebagai “an umbrella term that covers many concerns linking energy, economic growth and political power.Terkait denga pernyataan

(3)

mempengaruhi beberapa aspek di setiap aktivitas negara. Mulai dari aspek ekonomi, politik, sosial, hingga hubungannya dengan negara lain. Terdapat pemisahan peran antara masing-masing negara sesuai dengan kemampuannya menghasilkan energi maupun permintaan di sektor ini.

Metodologi Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatif. Data yang digunakan menggunakan data sekunder. Serta metode pengumpulan data yang digunakan secara komprehensif dalam penelitian ini menggunakan library

research. Teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan cara metode ilustratif

yaitu metode yang mengaplikasikan teori pada kondisi faktual. Data yang diperoleh dari studi literatur dan dokumen ini kemudian dianalisis menggunakan teori dan konsep yang saling berkaitan satu sama lain dengan obyek yang akan diteliti.

Hasil Penelitian

Rusia tercatat sebagai negara produsen energi terbesar di dunia. Salah satu sektor energi yang termasuk di dalamnya adalah gas alam. Secara historis, pemerintah Rusia (Uni Soviet pada saat itu) telah melakukan eksplorasi sumber energi fosil ini sejak tahun 1920. Pengembangan dan eksplorasi yang telah dilakukan oleh pemerintah Rusia dalam kurun waktu tersebut menghasilkan penemuan cadangan gas dalam negeri dengan volume yang sangat besar. Rusia tercatat memiliki cadangan gas alam sebesar 1.688 tcf atau setara dengan seperempat cadangan global. Dengan volume tersebut, Rusia menempati peringkat pertama berdasarkan ketersediaan gas alam diikuti oleh beberapa negara lainnya seperti Iran, Qatar dan Amerika Serikat. (https://www.eia.gov).

Cadangan gas alam yang melimpah tersebut mayoritas dikelola oleh perusahaan negara yaitu Gazprom. Kepemilikan sumber daya gas alam ini cukup memberikan keuntungan bagi Rusia karena dapat secara leluasa melakukan ekspor dan menjadi pemain utama dalam jalannya bisnis ini. Salah satu kawasan yang telah lama menjadi mitra Rusia dalam bisnis gas alam adalah Eropa, tercatat sebanyak 30% dari total ekspor keseluruhan gas alam Rusia disalurkan menuju negara-negara di dalam wilayah Eropa. Sumber cadangan gas alam khusus konsumen Eropa ini diketahui berasal dari lapangan-lapangan gas alam Rusia di Western Siberia. Selain lapangan-lapangan gas alam di wilayah barat (Western Siberia), pemerintah Rusia juga berinisiatif melakukan studi untuk mengembangkan kawasan timur (Eastern Siberia). Menurut studi tersebut, kawasan ini berpotensi menyimpan cadangan gas alam yang cukup menjanjikan. Adanya potensi tersebut mendorong pemerintah Rusia untuk menjalankan proyek eksplorasi yang dinamakan Eastern

Gas Program. Proyek ini digadang-gadang menjadi salah satu langkah Rusia

untuk melebarkan pasar gas alam menuju kawasan Asia. Namun, kawasan timur ini dikenal memiliki medan dan iklim yang cukup ekstrim. Pemerintah Rusia memerlukan bantuan negara lain untuk menjalankan proyek tersebut. Salah satu negara yang berdekatan dengan kawasan tersebut adalah Tiongkok. Rusia pun

(4)

mulai melakukan langkah strategis untuk menjadikan Tiongkok sebagai investor di kawasan timur ini melalui kerjasama gas alam jangka panjang.

Pada saat kerjasama gas alam antara Rusia dan Tiongkok, tampuk pemerintahan Rusia berada di tangan Boris Yeltsin dan selanjutnya diteruskan oleh Vladimir Putin. Di masa pemerintahan Boris Yeltsin, hubungan Rusia dan Tiongkok dikategorikan sangat dekat dan megalami peningkatan yang cukup konsisten hingga kedua negara mengeluarkan Joint Statement on the Basis of Mutual

Relations pada tahun 1992. Momen ini kemudian diteruskan dengan adanya

inisiasi kerjasama di berbagai bidang strategis salah satunya adalah bidang energi (khususnya gas alam).

Bersamaan dengan kerjasama ini diinisiasi, Boris Yeltsin menerapkan privatisasi yang memungkinkan swasta untuk menguasai perusahan-perusahaan energi, tanpa terkecuali Gazprom dan Russia Petroleum. Adanya sistem privatisasi ini kemudian melemahkan fungsi dari negara untuk melakukan pengawasan terhadap segala aktivitas yang berkaitan dengan sektor energi termasuk gas alam. Minimnya pengawasan dari negara tersebut menghasilkan masalah terutama yang terjadi pada proses kerjasama eksplorasi cadangan dengan Tiongkok seperti pelanggaran izin eksplorasi dan pengiriman gas alam ke Tiongkok yang tidak sesuai target oleh Russia Petroleum (https://enerpojournal.com).

Dilihat dari beberapa permasalahan di atas, implementasi kerjasama perdagangan gas alam Rusia dan Tiongkok pada periode Yeltsin ini dinilai memiliki kekurangan pada sisi tata kelola meski tidak dipungkiri bahwa dialog kerjasama antara kedua negara masih tetap terjaga walaupun tidak menunjukkan progress nyata yang cukup signifikan. Menghadapi hal tersebut, pemerintahan selanjutnya yaitu Vladimir Vladimirovich Putin perlu menentukan strategi baru untuk memecahkan permasalahan tertundanya kerjasama perdagangan gas alam dengan Tiongkok.

Langkah awal yang dilakukannya adalah merekonstruksi sistem pengelolaan energi Rusia sepenuhnya berada di bawah wewenang negara atau dilimpahkan ke Gazprom. Melalui kekuatan yang dimilikinya saat ini, Gazprom mulai menyoroti beberapa pelanggaran yang telah dilakukan oleh Russia Petroleum. Kasus tersebut selanjutnya diinvestigasi oleh Kementrian Sumber Daya Alam Rusia. Dalam hal ini, mereka kembali menginvestigasi licence violations at the fields/licence for

exploitation yang dilakukan oleh Russia Petroleum pada tahun 1993. Selanjutnya,

pada bulan September 2004 Kementrian Sumber Daya Alam Rusia mengumumkan pencabutan izin pengelolaan Russia Petroleum terhadap Lapangan Kovykta dan pada 2007 menyerahkan mandat pengelolaan kepada Gazprom. Selain Eastern Gas Program, Rusia juga melakukan penawaran rute kerjasama gas alam lain melalui rute barat yaitu Altai Project. Tahun 2010 Gazprom dan CNPC melakukan pertemuan dan mengulas isi perjanjian perdagangan gas alam yaitu volume distribusi, periode pengiriman serta garansi pembayaran. Pada

(5)

pertemuan ini, penetapan rute yang akan dipakai Rusia tetap mengutamakan rute barat Altai Project-Xinjiang sedangkan pihak Tiongkok meminta pengiriman gas alam lebih diprioritaskan melalui rute timur menuju Heilongjiang dan Liaoning yang berada di sebelah timur laut Tiongkok. Selain masalah rute, perbedaan harga pada periode ini meningkat menjadi $100/1000 cubic meters. Rusia menawarkan harga gas alam sebesar $300/1000 cubic meters sementara Tiongkok menawarkan sejumlah $200-$210/1000 cubic meters (https://www.oxfordenergy.org).

Di waktu yang hampir bersamaan, pengadilan tinggi Rusia mengumumkan kebangkrutan Russia Petroleum (https://www.reuters.com). Kesempatan itu lah yang membuat Gazprom mengakuisisi perusahaan ini beserta kepemilikan izin eksplorasi kawasan Eastern Siberia dengan penawaran terendah yakni sebesar $700 juta. Gazprom pun secara resmi memiliki lapangan tersebut pada bulan Maret 2011. Kepemilikan aset lapangan Kovykta di rute timur ini menjadikan Gazprom harus mereview kembali opsi penjualan. Penambahan kepemilikan aset Gazprom di rute timur ini pun digunakan Tiongkok sebagai pilihan utama dalam negosiasi berikutnya dengan Rusia. Pada bulan September 2011 negosiator Rusia meminta $25 miliar kredit kepada pemerintah Tiongkok untuk mempercepat ekspor gas. Meskipun begitu, harga yang ditawarkan masih tetap tinggi yakni $402/1000 cubic meters (Rusia) dan perbedaan harga masih berada pada $65-$200/1000 cubic meters (https://www.oxfordenergy.org).

Tahun 2013, Altai Project yang sebelumnya menjadi rute tawaran Gazprom ditangguhkan untuk sementara waktu. Di lain sisi, Gazprom malah lebih memprioritaskan proyek Eastern Gas Program. Adanya perubahan kebijakan Gazprom mengenai rute ini belum juga menjadikan kerjasama pendistribusian gas alam dengan Tiongkok dilanjutkan. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya permasalahan pada penentuan harga gas alam. Pada tahun ini, Gazprom bersikeras menawarkan harga gas alam sesuai standar harga Eropa yaitu dikisaran $370-$380/1000cubic meters. Sedangkan, tawaran harga Tiongkok masih berada pada $250/1000 cubic meters (https://www.oxfordenergy.org).

Setelah satu tahun, ketidaksepakatan antara kedua negara mulai menunjukkan titik terang. Hal ini ditandai dengan adanya pertemuan antara Gazprom dan CNPC pada 21 Mei 2014. Pada pertemuan tersebut, Gazprom dan CNPC akhirnya menandatangani perjanjian jual beli gas alam melalui rute timur sebagai hasil kunjungan Presiden Vladimir Putin ke Shanghai. Kerjasama yang diestimasikan akan mencapai $400 miliar ini pun disebutkan sebagai kerjasama perdagangan gas alam terbesar dalam sejarah Rusia.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Rusia dalam Kerjasama di Sektor Gas Alam dengan Tiongkok tahun 2014

1. Rusia Membutuhkan Perbaikan Perekonomian dan Permintaan Gas Alam yang Stabil

Sebagai produsen energi yang menempati peringkat lima besar di dunia, basis penjualan gas alam Rusia berada di Eropa. Aktivitas ekspor gas alam di

(6)

kawasan ini terbilang cukup tinggi dan membuat Eropa menjadi mitra bisnis tertua sekaligus terbesar bagi Rusia. Meskipun tercatat sebagai konsumen yang menyumbangkan mayoritas pendapatan untuk Rusia, hubungan politik antara kedua aktor ini kerap mengalami kerenggangan. Puncak dari kerenggangan ini terjadi pada tahun 2014. Hal tersebut kemudian berdampak pada perekonomian dalam negeri serta keamanan permintaan energi Rusia. Adanya tekanan tersebut menjadikan Rusia perlu mencari alternatif konsumen yang lebih stabil dengan cara melanjutkan kerjasama gas alam dengan Tiongkok yang sempat tertunda selama dua dekade lebih. Berikut peristiwa-peristiwa internasional yang mendukung kebijakan Rusia di sektor gas alam tahun 2014.

a. Sengketa Gas Alam Rusia dengan Ukraina

Sengketa gas alam antara Rusia (Gazprom) dengan Ukraina (Naftogaz) ini diawali pada bulan Januari 2006, tepatnya saat Rusia mengulas hutang Ukraina sebesar $1,5 miliar beserta denda mencapai $500 juta. Rusia juga menaikkan harga gas alam kepada Ukraina yaitu sebesar $230/1000 cubic

meters. Sebelumnya, harga gas alam yang ditetapkan untuk kawasan ini

cukup murah. Sejak tahun 2001, Gazprom hanya mematok harga gas alam ke Ukraina sebesar $50/1000 cubic meters melalui subsidi. Kenaikan harga tersebut dianggap terlalu tinggi bagi Ukraina, sehingga negara ini pun menghentikan perundingan secara sepihak.

Ketegangan antara kedua negara semakin meningkat oleh adanya tudingan pencurian serta pencegatan Ukraina atas gas alam Rusia yang akan disalurkan menuju Eropa. Dalam hal ini, pihak Ukraina meminta untuk kenaikan harga gas alam dilakukan secara bertahap namun Rusia menolaknya. Rusia justru terus-menerus menekan Ukraina untuk segera membayar hutang terkait.

Sengketa antara Rusia dan Ukraina yang telah disebutkan dalam uraian di atas secara langsung mengakibatkan adanya beberapa kali penurunan pada pasokan gas alam terutama menuju kawasan Eropa. Hal ini terlihat mulai dari tahun 2006 (awal sengketa) hingga beberapa tahun setelahnya. Penyaluran gas alam menuju Eropa awalnya mencapai volume tertinggi yaitu 162 bcm pada tahun 2006. Setelah konflik berlangsung, volume gas yang disalurkan turun menjadi 154 bcm. Meskipun begitu, tahun 2008 volume kembali naik namun sangat sedikit. Setahun kemudian, yaitu pada 2009 Gazprom benar-benar berusaha untuk mengurangi pasokan gas alamnya ke Ukraina yang menyebabkan volume gas yang diterima Eropa hanya sebesar 121 bcm saja. Hingga beberapa tahun kemudian, volume gas alam tidak mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Kecenderungan penurunan tersebut berdampak pada konsumen-konsumen di Eropa baik pada tingkat konsumsi gas alam industri maupun rumah tangga. Mayoritas pusat pemanas Eropa yang tidak lagi berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tentunya hal ini menggangu keseluruhan aktivitas. Beberapa kasus yang terjadi di antaranya adalah yang

(7)

terjadi di Bulgaria yang mana pemerintah setempat secara terpaksa menonaktifkan kegiatan belajar mengajar karena tidak adanya gas alam untuk menghangatkan ruang-ruang kelas. Di daerah lain yaitu Serbia, warga harus memanaskan diri dengan tungku-tungku kecil. Selain itu, di level industri, khususnya daerah Slowakia, beberapa pabrik pembuat mobil terpaksa menghentikan produksinya untuk beberapa saat.

Krisis energi yang diderita oleh beberapa negara di kawasan Eropa menjadi kekhawatiran khususnya bagi negara-negara Eropa lainnya. Kekhawatiran ini kemudian dijawab oleh Komisi Uni Eropa melalui strategi-strategi yang terdapat pada green paper yang berjudul A European Strategy for Sustainable, Competitive and Secure Energy tahun 2006. Salah satu bagian dari dokumen tersebut menyebutkan keinginan Uni Eropa untuk mengurangi ketergantungannya terhadap gas alam dari Rusia dengan jalan diversifikasi, baik dari sumber gas alam maupun rute distribusi. Di sisi sumber gas alam, Uni Eropa secara spesifik menyebutkan akan mengembangkan infrastruktur gas alam baru yang akan melibatkan negara-negara produsen di kawasan Kaspia (termasuk Asia Tengah), Afrika Utara dan Timur Tengah sebagai alternatif.

Di sisi lain, strategi-strategi yang diterbitkan Uni Eropa tersebut kemudian menjadi tantangan besar bagi Rusia kedepannya. Peran Rusia sebagai

supplier utama gas alam Eropa lambat laun akan tergantikan oleh

produsen-produsen di kawasan lain seperti Timur Tengah dan Amerika Serikat. Hal ini tentunya akan berimbas pada keamanan energi Rusia khususnya berkaitan dengan keamanan permintaan.

Adanya beberapa ancaman keamanan energi yang dilakukan oleh Ukraina dan Uni Eropa tersebut menyebabkan Rusia perlu mengevaluasi kembali kebijakannya dalam sektor energi secara keseluruhan. Salah satu langkah yang dilakukan Rusia adalah menerbitkan dokumen Energy Strategy of

Russia for The Period up to 2030 sesuai dekrit no. 1715-r tertanggal 13

November 2009 yang disahkan oleh Perdana Menteri Vladimir Putin.

Dokumen ini mengulas berbagai tujuan Rusia yang berkaitan dengan sektor gas alam pasca pernyataan diversifikasi yang dikeluarkan oleh Uni Eropa. Dalam dokumen ini, Rusia mulai menunjukkan keinginannya untuk mengurangi tingkat dependensi terhadap pasar Eropa dengan cara bertahap membuka pasar baru di kawasan Asia.

Dalam pernyataan tersebut, Rusia berusaha untuk memberikan balasan pada keputusan sepihak dari Uni Eropa. Meskipun merasa terancam, Rusia menyadari posisinya sebagai negara penyalur gas alam tertinggi di Eropa. Dalam jangka pendek, Uni Eropa tidak akan dengan mudah begitu saja lepas dari ketergantungan gas alam yang disalurkan oleh Rusia. Hal ini dikarenakan volume yang dibutuhkan Uni Eropa tiap tahunnya cukup besar khususnya saat musim dingin. Produsen-produsen baru yang ditunjuk Uni

(8)

Eropa untuk menggantikan Rusia mayoritas berada di jarak cukup jauh. Selain itu, diperlukan waktu cukup lama untuk membangun infrastruktur yang benar-benar baru. Balasan Rusia melalui kebijakan pembukaan pasar baru di kawasan Asia ini diharapkan akan memunculkan beberapa pertimbangan kembali bagi pihak Uni Eropa untuk mencabut keinginannya melakukan diversifikasi.

Di sisi lain, adanya rencana diversifikasi yang dilakukan oleh Uni Eropa secara bertahap ini memunculkan sikap antisipasi terutama bagi Rusia. Sebagai produsen energi, Rusia harus tetap mempertahankan permintaan atas energi untuk menjamin pendapatannya di sektor ini. Adanya diversifikasi energi oleh Eropa tentu akan berdampak besar bagi perekonomian Rusia. Sehingga, Rusia perlu mendapatkan kawasan baru untuk menjaga permintaan energinya agar tetap stabil. Dalam hal ini, Rusia membidik kawasan Asia sebagai pasar energi baru. Salah satu caranya dengan melanjutkan kerjasama dengan Tiongkok.

b. Sanksi Ekonomi Uni Eropa Terhadap Rusia Terkait Kasus Krimea

Selain sengketa perdagangan gas alam dengan Ukraina, pada 2014 Rusia mendapat tekanan internasional melalui sanksi ekonomi yang diterapkan Uni Eropa. Hal ini kemudian menjadi salah satu faktor yang mendorong Rusia menyetujui kerjasama di sektor gas alam dengan Tiongkok. Sanksi ekonomi ini diterapkan Uni Eropa terkait kasus aneksasi yang dilakukan oleh Rusia di daerah Krimea (salah satu bagian teritori Ukraina) tahun 2014. Dalam hal ini, Rusia diduga telah memberikan bantuan berupa perlengkapan senjata terhadap separatis Krimea pada tanggal 1 Maret 2014. Ketegangan semakin meningkat ketika pada tanggal 16 Maret 2014 terjadi pemungutan suara yang diinisiasi oleh separatis Krimea yang menghasilkan suara sebanyak 83% masyarakat Krimea memilih bergabung dengan Federasi Rusia dan membuat referendum untuk meninggalkan Ukraina. Bagi masyarakat internasional, pemungutan suara itu dianggap tidak sah dan melanggar memorandum mengenai kedaulatan serta integrasi teritori Ukraina.

Salah satu bagian dari masyarakat internasional yang memberikan respon atas peristiwa itu adalah Uni Eropa. Uni Eropa memutuskan untuk memberikan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Sanksi ekonomi ini pertama kali diterapkan oleh Uni Eropa pada 17 Maret 2014. Hal ini dilakukan Uni Eropa untuk mencegah Rusia melakukan intervensi lebih jauh lagi di Ukraina.

Pada periode ini, Rusia dihadapkan pada situasi krisis. Hubungan ekonomi dengan Uni Eropa sebagai konsumen energi terbesarnya semakin menurun. Bahkan, menurut Departemen Keuangan Rusia, aliran modal keluar mencapai US$70-US$ 80 miliar. Selama kuartal pertama 2014, sektor swasta menarik sebesar US$ 50,6 miliar keluar dari Rusia dengan

(9)

perbandingan tahun 2013 sektor swasta hanya menarik sebesar US$ 27,5 miliar (https://id.rbth.com/).

Tekanan dari sanksi ini menyebabkan Rusia perlu memperbaiki perekonomiannya. Salah satu caranya yaitu dengan memaksimalkan komoditas energi yang ada karena sektor ini adalah penyumbang pendapatan terbesar Rusia. Hal ini tentu sangat sulit karena beberapa perusahaan (khususnya minyak) telah di blacklist oleh Eropa. Meski sangat sulit, Rusia masih mendapatkan kesempatan untuk meng-counter sanksi ekonomi Eropa dengan memanfaatkan kekuatan gas alam karena hingga sanksi ekonomi berjalan, status Gazprom tidak tercatat dalam blacklist. Hal ini membuktikan bahwa Uni Eropa masih membutuhkan gas alam dari Rusia terutama di saat musim dingin.

Rusia menggunakan kesempatan sebagai political tools agar perlahan-lahan Uni Eropa melepaskan sanksi ekonominya. Salah satu langkah yang Rusia lakukan yaitu dengan melanjutkan kembali kerjasama dengan Tiongkok dan mengumumkan strategi energi terbarunya untuk memperluas pasar gas alam menuju kawasan baru yaitu Asia secara lebih luas. Sejalan dengan strategi itu, Rusia memberikan ancaman secara tidak langsung dengan memprioritaskan kawasan Asia dan mengurangi fokus penawaran gas alamnya menuju Eropa.

c. Kondisi Ekonomi Rusia

Kondisi ekonomi Rusia tidak dapat dipisahkan dari pengaruh-pengaruh internasional yang turut mempengaruhi pergerakkannya dari tahun ke tahun. Pada periode awal Vladimir Putin memegang kekuasaan, keadaan ekonomi Rusia mengalami perbaikan yang cukup signifikan setelah beberapa kali menghadapi krisis finansial di tahun 1989 dan resesi pada tahun 1990. Negara ini terbukti mampu mengatasi krisis tersebut dengan adanya kenaikan di beberapa indikator ekonomi khususnya delapan tahun masa pemerintahan Vladimir Putin (2000-2008 awal) diantaranya adalah peningkatan GDP sekitar 70% , pertumbuhan industri sebesar 75% dan investasi hingga 125%. (https://sputniknews.com/)

Setelah mengalami kenaikan, perekonomian Rusia kembali terpuruk. Hal ini disebabkan oleh krisis tahun 2008-2009 di pasar keuangan Rusia serta resesi ekonomi yang diperparah oleh kekhawatiran politik setelah perang dengan Georgia dan oleh harga minyak mentah mentah Ural yang jatuh, yang kehilangan lebih dari 70 % nilainya sejak rekor puncaknya sebesar US $147 pada 4 Juli 2008 sebelum rebound pada tahun 2009. Menurut data dari World Bank, ekonomi makro jangka pendek Rusia yang kuat membuatnya lebih siap daripada banyak negara berkembang untuk menangani krisis, tetapi kelemahan struktural yang mendasari dan ketergantungan yang tinggi pada harga komoditas tunggal membuat dampaknya lebih jelas daripada yang seharusnya terjadi.

(10)

Pada Maret 2010, laporan World Bank mencatat bahwa kerugian ekonomi Rusia lebih rendah daripada yang diperkirakan pada awal krisis. Beberapa hal tersebut disebabkan oleh langkah-langkah anti-krisis berskala besar yang telah diambil oleh pemerintah Rusia. Pada kuartal pertama 2010, tingkat pertumbuhan PDB (2,9%) dan pertumbuhan produksi industri (5,8%). Sedangkan untuk GDP, GDP Rusia tumbuh dari 4,0% pada tahun 2010 menjadi 4,3% di tahun 2011 dan pada tahun 2012 menurun di angka 3,4%. GDP Rusia menurun tiap tahunnya dari 3,4 % di tahun 2012 hingga hanya 0,6% di tahun 2014. Selain itu, pada bidang energi Rusia mengalami penurunan harga minyak bumi yang menjadi sumber pendapatan terbesar negara. Oleh karena itu, Rusia harus memiliki alternatif di sektor energi lain (gas alam) untuk memperbaiki perekonomian dan menjaga keamanan energinya.

Keadaan ekonomi Rusia tersebut diperparah dengan adanya penurunan volume produksi yang cukup drastis di beberapa lapangan gas alam besar terutama yang terletak di sisi barat atau lebih dikenal dengan kawasan Western Siberia. Mayoritas lapangan gas alam tersebut berumur sangat tua (berfungsi sejak masa Uni Soviet) untuk memenuhi permintaan konsumen gas alam Rusia terutama dari kawasan Eropa.

Lapangan gas alam yang mengalami penurunan produksi yang cukup drastis adalah Lapangan Medvedzhe, presentase penurunan dari volume puncak hingga tahun 2014 dikalkulasi oleh penulis yaitu sebesar ±83%. Sedangkan presentase penurunan volume produksi lapangan lain yaitu Urengoy sebesar ± 70%, Orenburg sebesar ±66%, dan Yamburg sebesar ±58%. Penurunan cadangan ini tentu menyebabkan penurunan produksi di masa depan yang tentunya akan mengancam keamanan energi Rusia. Rusia memerlukan lokasi cadangan gas alam baru untuk mengatasi hal tersebut.

Salah satu wilayah yang cukup potensial yaitu Eastern Siberia. Eksplorasi lapangan-lapangan gas alam di Eastern Siberia yang dikenal sangat ekstrim tentu memerlukan teknologi tinggi dan dana yang besar. Dengan keadaan ekonomi yang sedang terpuruk, Rusia memerlukan bantuan investasi khususnya dari Tiongkok yang notabene merupakan mitra kerjasama proyek eksplorasi di wilayah ini sejak awal inisiasi.

2. Rusia Berusaha Meningkatkan Kredibilitas di Kawasan Asia Tengah dan Memperluas Penawaran Gas Alam Secara Internasional Melalui One Belt One

Road (OBOR)

Faktor selanjutnya yang menyebabkan Rusia memilih untuk melanjutkan kerjasama gas alam adalah kredibilitasnya yang semakin menurun di kawasan Asia Tengah. Sejak masa Uni Soviet, Rusia telah menjadi negara yang memonopoli seluruh aktivitas perdagangan gas alam di kawasan Asia Tengah. Peran Rusia saat itu ialah sebagai penyedia infrastruktur yaitu jaringan pipa gas

(11)

alam yang secara paralel terhubung dengan beberapa negara-negara penghasil gas alam terbesar di Asia Tengah diantaranya adalah Turkmenistan, Uzbekistan, Kazakhstan. Jaringan milik Rusia-Asia Tengah ini kemudian dinamakan Central Asia Center (CAC) Pipeline yang merupakan salah satu jaringan gas alam terpanjang di dunia di masa itu.

Sebagai penyedia infrastruktur dan teknologi distribusi, Rusia dapat secara bebas mengatur jalannya perdagangan gas alam Asia Tengah. Dengan posisinya tersebut, Rusia tentu mengambil keuntungan salah satunya dengan cara membeli gas alam dari Asia Tengah dengan penawaran harga yang sangat rendah dan menjualnya kembali ke negara konsumen (kawasan Eropa) dengan harga dua hingga tiga kali lipat lebih tinggi dari harga beli.

Selain menetapkan harga, Rusia juga mampu memutus aliran gas alam dengan sepihak terutama saat permintaan gas tidak lagi tinggi. Hal ini terjadi pada tahun 2009 bersamaan dengan merosotnya permintaan gas menuju Eropa. Gazprom secara sepihak menghentikan impor gas alam dari Turkmenistan sebesar 90-95 persen atau sebesar 41,6 bcm di tahun 2007 menjadi hanya sebesar 10,6 bcm di tahun 2010. Penghentian pasokan tersebut mengakibatkan jaringan pipa Central Asia Center (CAC) tidak mampu menahan penurunan tekanan secara mendadak dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang cukup fatal pada beberapa bagian pipa khususnya yang berlokasi di dekat perbatasan antara Turkmenistan dan Uzbekistan (https://oilprice.com). Hal ini berdampak pada pasokan gas dari Turkmenistan menuju Rusia yang terhenti secara total. Adanya beberapa peristiwa di atas menjadikan negara-negara Asia Tengah merasa rugi dan berpikir untuk mengurangi tingkat ketergantungan terhadap infrastruktur Rusia. Di saat yang hampir bersamaan, terdapat peningkatan aktivitas dan pengaruh Tiongkok pada pasar energi global. Kebutuhan gas alam Tiongkok yang terus menerus naik tiap tahun mendorongnya untuk mencari produsen gas alam yang potensial dengan membangun infrastruktur yang saling terkoneksi antar satu negara dengan negara lain.

Langkah awal Tiongkok adalah melakukan pendekatan dengan Asia Tengah. Pemilihan kawasan Asia Tengah tersebut didasarkan oleh fakta bahwa cadangan gas alam yang tersimpan pada kawasan ini diperkirakan masih sangat tinggi namun belum tereksplorasi secara baik. Tiongkok secara agresif melakukan pendekatan melalui berbagai kunjungan ke negara-negara tersebut. Bahkan, Tiongkok menawarkan investasi dan pinjaman untuk pembangunan infrastruktur pendukung distribusi gas alam. Sebagai contoh, investasi Tiongkok di Turkmenistan yang dimulai sejak bulan April 2006, pada pertemuan ini kedua negara ini setuju untuk melakukan pembangunan jaringan pipa. Setahun kemudian, volume gas alam disepakati yaitu sebesar 30 bcm/tahun selama tiga puluh tahun antara perusahaan Turkmengaz dengan CNPC.

(12)

Adanya kerjasama ini menjadikan CNPC sebagai perusahaan asing pertama yang membangun fasilitas gas alam onshore di Turkmenistan. Pada tahun 2009, Bank Pembangunan Tiongkok menawarkan kredit sebesar $4 miliar atas kesedian Turkemgaz untuk meningkatkan volume ekspor hingga mencapai 40 bcm/tahun. Tiongkok pun mendapatkan harga yaitu sebesar $120-$165/1000

cubic meters yang mana harga tersebut lebih murah dari harga yang ditawarkan

Turkmenistan ke Rusia sebesar $190/1000 cubic meters. (http://csis.org/). Selain Turkmenistan, Tiongkok pun menawarkan investasi juga pada Kazakhstan serta Uzbekistan.

Investasi infrastruktur gas alam Tiongkok di Asia Tengah pun berlanjut pada sebuah kebijakan luar negeri “One Belt One Road (OBOR)” yang diinisiasi oleh Xi Jinping pada tahun 2013. One Belt One Road merupakan jalur sutra abad ke-21 yang mana proyek Jalur Sutra ini memiliki dasar yaitu bagi Tiongkok, Jalur Sutra akan memperkuat kerjasama keuangan, memperkuat koneksi jalan atau infrastruktur, dengan membentuk jalur transportasi yang kuat dengan negara lain mulai dari Tiongkok ke Eropa Barat dan dari Asia Tengah ke Asia Selatan. Hal ini akan membantu negara-negara ekonomi rendah yang berada dalam Jalur Sutra dalam hal pengembangan infrastruktur (https://tirto.id/).

Setelah inisiasi OBOR diumumkan, pemerintah Tiongkok mulai melakukan kunjungan ke berbagai negara. Tepat pada bulan September tahun 2013, Presiden Xi Jinping melakukan kunjungan ke kawasan Asia Tengah. Kunjungan ini menghasilkan penandatanganan perjanjian antar pemerintah Uzbekistan, Tajikistan dan Kyrgyzstan untuk membangun jaringan pipa gas alam tambahan yaitu Tiongkok-Central Asia Gas Pipeline Line D sejauh 1000 km dan berkapasitas 30 bcm/tahun (https://www.eniday.com/).

Peningkatan aktivitas Tiongkok di Asia Tengah ini memberikan tantangan sekaligus peluang bagi Rusia. Tantangannya adalah posisi Rusia akan di kawasan ini lambat laun akan tergeser karena negara-negara kawasan Asia Tengah kini telah mampu menyalurkan gas alam langsung menuju konsumen tanpa perantara Rusia. Hal ini tentu berimplikasi pada penurunan keuntungan secara ekonomis yang didapatkan Rusia dari perdagangan gas alam.

Di lain sisi, peningkatan aktivitas Tiongkok di kawasan tersebut menjadi sebuah peluang bagi Rusia. Salah satu jalan yang ditempuh oleh Rusia untuk memanfaatkan peluang tersebut adalah dengan meneruskan kembali kerjasama gas alam dengan Tiongkok yang sempat mengalami penundaan. Dengan adanya kerjasama ini memungkinkan Rusia untuk menjadikan kawasan Asia Tengah sebagai salah satu jalur perluasan pasar gas alam. Probabilitas yang dapat ditempuh Rusia dalam hal ini yaitu dengan memanfaatkan infrastruktur yang telah ada yaitu jaringan pipa Rusia-Asia Tengah yaitu CAC. Rusia hanya perlu membangun hubungan baik dengan Tiongkok agar jaringan miliknya (CAC) dapat disambungkan dengan jaringan gas program OBOR yaitu Central

(13)

Asia-Tiongkok Pipeline. Kepemilikan jaringan pipa ini akan memudahkan langkah Rusia untuk turut merasakan manfaat berupa perluasan pasar gas alam melalui OBOR dengan infrastruktur yang telah ada.

Selain itu, Rusia dapat memanfaatkan kebijakan Tiongkok untuk memperluas pasar gas alam khususnya melalui laut. Hal ini dapat dilihat pada bulan Oktober 2013, Presiden Tiongkok Xi Jinping menyerukan pengembangan Jalur Sutra Maritim Abad 21 yang masih merupakan bagian dari inisiatif OBOR. Tujuan dari Jalur Sutra Maritim ini adalah untuk menjalin kerja sama yang terkait dengan konektivitas, yang akan mengarah pada peningkatan perdagangan dan perekonomian. Adapun rute dari jalur ini meliputi kawasan Asia Tenggara dan diperluas ke Sri Lanka, Kenya, dan melalui Terusan Suez hingga Mediterania. Sepanjang jalur tersebut dibangun beberapa pelabuhan yang salah satu fungsinya sebagai salah satu infrastruktur distribusi gas alam.

Adanya Jalur Sutra Maritim ini membantu Rusia yang sedang mengalami keterpurukan ekonomi mampu melakukan perluasan pasar gas alam menuju ke kawasan Asia lainnya secara lebih luas melalui distribusi jalur laut (LNG) tanpa mengucurkan dana yang besar untuk membangun infrastruktur yang baru. Rusia hanya perlu melakukan pendekatan dengan negara-negara yang memiliki infrastruktur bantuan dari Tiongkok tersebut. Misalnya saja, dengan adanya infrastruktur pelabuhan OBOR di Asia Selatan yaitu Gwadar. Kremlin hanya mengusahakan untuk mendapatkan persetujuan dari Pakistan untuk menggunakan pelabuhan Gwadar untuk mendukung distribusi perdagangan gas alam Rusia (dalam bentuk LNG) menuju wilayah Asia dan Timur Tengah.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dalam kerjasama gas alam antara Rusia dan Tiongkok. Hal ini dibuktikan pada tahun 2014, Rusia memutuskan untuk menyetujui kerjasama di sektor gas alam dengan Tiongkok yang sempat tertunda selama lebih dari dua dekade. Kerjasama ini pun terhitung menjadi kerjasama energi terbesar dalam sejarah Rusia. Kebijakan Rusia untuk melanjutkan kerjasama didasarkan oleh beberapa faktor. Manurut konsep keamanan energi, sebagai negara produsen (supplier) Rusia benar-benar memperhitungkan keuntungan ekonomi dan kesejahteraan yang akan didapatkan negaranya jika melakukan kerjasama gas alam dengan Tiongkok. Hal ini didukung oleh beberapa faktor yang termasuk dalam konteks internasional yang terjadi dan kondisi ekonomi Rusia di kurun waktu kerjasama (1992-2004) sesuai dengan teori pengambilan keputusan dari Wiliam D Coplin.

Peristiwa-peristiwa yang terkait dengan konteks internasional tersebut selanjutnya dapat dikategorikan menjadi dua hal yang berbeda diantaranya peristiwa yang memberikan dampak negatif dan positif bagi Rusia. Jika dilihat dari dampak negatif, adanya sanksi Uni Eropa dan sengketa gas alam dengan Ukraina memperburuk perekonomian Rusia. Hal ini tentu saja mendorong Rusia untuk

(14)

mencari mitra kerjasama baru untuk menjaga keamanan permintaan gas alamnya. Di sisi lain juga terdapat konteks internasional yang cenderung mengarah ke dampak positif bagi kondisi ekonomi Rusia yaitu program OBOR yang diinisiasi oleh Tiongkok. Program OBOR memberikan peluang bagi Rusia untuk memperluas pasar gas alam menuju ke kawasan Asia tanpa harus mengeluarkan dana yang besar. Selain itu, dapat meningkatkan kredibilitas Rusia sebagai produsen gas alam. Adanya dampak negatif dan positif dari konteks internasional tersebut menjadikan kebijakan Rusia untuk menyetujui kerjasama di sektor gas alam dengan Tiongkok tahun 2014 dinilai cukup rasional.

Daftar Pustaka

Buku

Coplin, William D, Pengantar Politik Internasional: Suatu Telaah Teoritis, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003

Dharmasaputra, Metta, et.al. 2014. Wajah Baru Industri Migas Indonesia. Jakarta: PT Katadata Indonesia.

Jemadu, Aleksius. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Riswandi, Sjamsumar Dam. 1995. Kerjasama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa Depan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Jurnal

Bengt Söderbergh, The Future of Russian Natural Gas Supplies, terdapat di http://www.ipt.ntnu.no/~jsg/undervisning/naturgass/oppgaver/Oppgaver2 006/06Soederbergh.doc, diakses pada 7 April 2016.

Bos, Macey A. 2012, Gazprom: Russia’s Nationalized Political Weapon and The

Implications for The European Union, Washington D.C: Georgetown

University.

Carlsson, Marta, Sussane Oxenstierna and Mikael Weissman. 2015. “China and

Russia– A Study on Cooperation, Competition and Distrust”.

Dai, Jinxiang, et al. Natural Gas Industy B, terdapat di https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2352854015000029#f ig1, diakses pada 7 Januari 2018.

Destriani, Dian. 2013. Perbandingan Kebijakan Ekonomi Politik pada Pemerintahan Boris Yeltsin (1990-2000) dan Vladimir Putin (2000-2007).Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

(15)

Grama, Yulia. 2012. The Analysis of Russian Oil and Gas Reserves. National Chenci University Taiwan: International Journal of Energy Economics and Policy Vol.2, No.2.

Gerasmichuk, Olga. Russia’s Natural Gas Export Policy in Asia Pacific in the

1900s: Unfulfilled Potential, terdapat di

https://enerpojournal.com/2016/10/12/russia-gas-export-policy-asia/#_ftn1, diakses pada 31 Januari 2018.

Internet

Arkina, D. & Bartelet, H. The Development of the Russian Domestic gas market:

Historical Perspective, Current Developments and Strategy of the Future, terdapat di https://www.naturalgasworld.com, diakses pada 2

Januari 2018.

Dai, Jinxiang, et al. Natural Gas Industy B, terdapat di https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2352854015000029#f ig1, diakses pada 7 Januari 2018.

Du Juan, Gas Deal with Russia Offers Longer-Term Security,

http://usa.chinadaily.com.cn/epaper/2014-05/23/content_17537269.htm, 23 Februari 2016.

EIA, China, https://www.eia.gov/beta/international/analysis.cfm?iso=CHN,

diakses pada 23 Februari 2016.

Elena Shadrina, Russia’s Dilemmas about China’s Gas Market, http://www.erina.or.jp/wp-content/uploads/2014/10/naer22-4_tssc.pdf, diakses pada 18 April 2016

Gazprom, Eastern Program: Potential of Far East and Eastern Siberian, http://www.gazprom.com/about/production/projects/east-program/, diakses pada 23 Februari 2016.

RT, Gazprom to Sign Monumental Gas Deal with China,

https://www.rt.com/business/159880-gazprom-china-russia-cnpc/, diakses pada 19 April 2016

UK Government, China: Energy Cooperation with Russia,

https://www.gov.uk/government/publications/chinarussia-energy-cooperation/chinarussia-energy-cooperation, diakses pada 19 April 2016. Reuters, Russia Court Declares TNK-BP’s Kovykta Insolvent, terdapat di https://www.reuters.com/article/russia-tnk-bp/russian-court-declares-tnk-bps-kovykta-insolvent-idUSLDE69I0DW20101019, diakses pada 31 Januari 2018.

(16)

Dokumen Resmi

Commission of The European Communities. 2006. Green Paper: A European

Strategy for Sustainable, Competitive and Secure Energy, hlm.15.

Government of The Russian Federation, 2010, Energy Strategy of Russia for The

Period up to 2030, Moscow: Institute of Energy Strategy, hlm.81.

The Central People's Government of the People's Republic of China. 2011.

华⼈⺠共和国国⺠经济和社会发展第十二个五年规(The 12th

Five-Years Plan for the National Economic and Social Development of

Referensi

Dokumen terkait

V.9 Luas Area Tanam dan Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Kelapa di Kabupaten Simeulue Tahun 2014. Planted area and production of coconut small plantation in Simeulue

Dalam penelitian ini diperlukan metode untuk mengambil data mentah dari file musik menjadi suatu informasi atau pola input yang berarti, yakni dengan metode pemrosesan sinyal

Pada bab ini dipaparkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pandangan tokoh A tentang seks, dosa, dan pernikahan dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang karya Ayu Utami

Motivasi kerja pegawai di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Selatan sebagai variabel dependen dikembangkan menjadi beberapa indikator yaitu

[r]

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa VCO yang telah dilarutkan denngan bunga mawar tidak memiliki aktivitas antibakteri, sehingga pada semua seri kombinasi minyak tersebut,

Panti ehabilitasi, walaupun 8ic sudah bosan itu harus dilakukan, kalau Panti ehabilitasi, walaupun 8ic sudah bosan itu harus dilakukan, kalau memang ia mau menghentikan

Sebelum dimanfaatkan langsung dalam proses produksi semen bahan bakar alternatif dari limbah B3, serbuk gergaji, RDF serta sekam padi ini dikelola oleh supporting division