REKAYASA MASKER ANTI POLUTAN GAS BUANG KENDARAAN
BERBASIS KATALIS KOMPOSIT TiO
2-AC-ZAL-T
(MASK MODIFICATION FOR ANTI VEHICLE EXHAUST GAS POLLUTANT BASED ON
TIO2-AC-ZAL-T COMPOSITE CATALYST)
Slamet, Ikha Muliawati, dan Muhamad Ibadurrohman
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik-Universitas IndonesiaKampus UI, Depok E-mail: slamet@che.ui.ac.id
Received : 8 Maret 2012; revised : 27 Maret 2012 accepted : 11 April 2012
ABSTRAK
Katalis yang dibuat dari komposit titania, karbon aktif, dan zeolit alam Lampung (TiO2-AC-ZAL) telah berhasil disintesis dengan metode pencampuran mekanik untuk diaplikasikan sebagai bahan masker. Komposit
TiO2-AC-ZAL dilapiskan ke alumunium foil dan serat nanas untuk diuji kinerjanya dalam mengeliminasi polutan CO, NOx,
dan senyawa hidrokarbon (HC) secara simultan. Kinerja komposit dalam mendegradasi polutan tergantung dari
komposisinya, dan komposisi terbaik untuk mengeliminasi ketiga polutan tersebut adalah TiO2 10,0% − AC 8,2%
− ZAL − T 81,8%. Kinerja katalis semakin efektif seiring dengan bertambahnya jumlah komposit dalam masker
(hingga 10 g). Pada penelitian ini, pengaruh konsentrasi awal polutan juga dipelajari dan diperoleh bahwa semakin tinggi konsentrasi awal polutan maka laju eliminasi polutan semakin besar, meskipun waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ambang batas baku mutu lebih lama. Secara keseluruhan, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masker anti polutan yang direkayasa sudah cukup layak untuk mendegradasi polutan CO, NOx, dan HC secara simultan, sehingga potensi aplikasinya cukup menjanjikan.
Kata kunci : Masker anti polutan, CO, NOx, HC, Katalis komposit, TiO2-AC-ZAL
ABSTRACT
Catalyst based on titania, activated carbon, and Lampung natural zeolite (TiO2-AC-ZAL) composites have been
succesfully prepared by mechanical mixing methods to be applied as mask fabrics. As prepared TiO2-AC-ZAL
composite was then coated on aluminum foil and pineapple leaf fiber surface, prior to performance test for elimination of CO, NOx, and HC (hydrocarbons) simultaneously. The performance of composite in degrading those pollutants depends on their composition, while TiO2 10.0% − AC 8.2% − ZAL − T 81.8% being the best
elemental composition. Performance of catalyst increase as the number of composites in the mask (up to 10 g). In this study, effect of the initial concentration of the pollutants were also investigated. It was observed that higher initial concentration of pollutants would lead to faster degradation rate, although it required longer time to achieve the standard emission limit threshold. These overall results indicate that the mask designed in this study is feasible to degrade CO, NOx, and HC pollutants simultaneously. Therefore, we found that the potential application of the mask are promising.
Key words : Anti polutant mask, CO, NOx, HC, Composite catalyst,TiO2-AC-ZAL
PENDAHULUAN
Polusi udara bukanlah suatu hal yang asing lagi di Indonesia, terutama di kota besar seperti Jakarta yang menempati urutan ketiga sebagai kota dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia setelah Meksiko dan Thailand. 70% polutan udara di kota Jakarta berasal dari sektor transportasi. Polutan yang dihasilkan dari sektor ini didominasi oleh gas buang kendaraan
seperti karbon monoksida (CO), oksida nitrogen (NOx), dan senyawa hidrokarbon (HC).
CO merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Jika CO terakumulasi secara simultan di dalam tubuh, maka manusia dapat mengalami gangguan denyut jantung, sesak nafas, nyeri dada, kerusakan janin, dan kerusakan otak. NOx juga
merupakan gas yang tidak berwarna dan bersifat toksik karena dapat menyebabkan sulit bernafas, infeksi paru paru, dan asma. HC yang biasanya berupa gas metana juga sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat menyebabkan leukimia dan kanker.
Untuk mengurangi risiko terkena penyakit yang disebabkan oleh polutan udara, masyarakat memerlukan masker. Secara umum, terdapat tiga jenis masker berdasarkan caranya mengeliminasi polutan udara yang masuk ke dalam tubuh, yaitu masker berprinsip filtrasi, adsorpsi, dan fotokatalisis. Pertama, masker berprinsip filtrasi, contohnya adalah masker medis (surgical mask) berbahan dasar kertas berpori khusus. Masker ini hanya dapat memfilter partikulat seperti debu dan yang sejenisnya. Kedua, masker berprinsip adsorpsi, seperti masker moncong babi yang mengguna-kan karbon aktif berdesain fix bed sebagai adsorbennya. Permasalahan dari masker ini adalah adsorben tidak dapat mendegradasi polutan karena adsorben hanya dapat memindahkan polutan dari udara ke dalam adsorben, sehingga adsorben pun menjadi cepat jenuh (Alfat 2009). Ketiga, masker berprinsip fotokatalisis yang dapat mendegradasi polutan gas berbahaya secara in situ sehingga masker dapat dipakai dalam jangka waktu yang cukup lama.
Akan tetapi, masker ini memiliki kelemahan yaitu daya adsorpsi fotokatalis terhadap polutan sangat rendah (Chun 2008, Durgakumari et al. 2002) sehingga polutan yang terdegradasi pun sedikit. Selain itu, desain
photocatalyst mask mirip dengan masker medis
sehingga waktu kontak antara polutan dengan fotokatalis juga masih relatif singkat, akibatnya degradasi polutan menjadi tidak maksimal.
Penelitian ini mencoba untuk merekayasa masker anti polutan yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan dari masker berprinsip adsorpsi dan fotokatalisis, dengan cara men-sinergikan kedua mekanisme tersebut. Peng-gabungan mekanisme adsorpsi dan fotokatalisis dinyatakan dalam rekayasa material komposit (Chun 2008, Ichiura et al. 2002) yang terdiri dari fotokatalis (TiO2) dan adsorben (karbon aktif dan zeolit alam). Karbon aktif dipilih sebagai adsorben karena memiliki luas permukaan yang besar dan bersifat non-polar sehingga dapat mengadsorpsi senyawa non-polar seperti hidro-karbon (Amora et al. 2009). Adapun, zeolit alam Lampung juga dipilih sebagai adsorben karena ketersediaannya melimpah dan harganya murah (Suwardi dan Mulyanto 2010). Selain itu, zeolit juga bersifat polar sehingga dapat mengadsorpsi NOx (Despres 2003) dan CO (Tezel and Apolonatos 1993).
Penelitian ini bertujuan mendapatkan komposisi optimal dari katalis komposit TiO2-AC-ZAL-T untuk mendegradasi CO, NOx, dan HC. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan mengetahui pengaruh berat komposit dan konsentrasi awal dari katalis komposit. Tujuan lainnya, yaitu didapatkannya desain masker anti polutan yang dapat mendukung degradasi polutan secara fotokatalitik, persamaan laju degradasi polutan, dan persamaan waktu degradasi polutan hingga mencapai batas baku mutu.
BAHAN DAN METODE Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain zeolit alam Lampung (ZAL-T), air demineral, asam fluoride (HF) 2 %, asam klorida (HCl) 6M, ammonium klorida (NH4Cl) 0,1M, natrium hidroksida (NaOH) 5%, asam nitrat (HNO3), dan tetraethoxyortho-silicate (TEOS)
Metode
Treatment Zeolit Alam Lampung
Treatment zeolit alam Lampung (ZAL-T)
ini diawali dengan mencuci 130 g ZAL dengan 300 mL air demineral sebanyak dua kali, lalu dilakukan penyaringan. Kemudian slurry zeolit hasil penyaringan dikeringkan dengan memasukkannya ke furnace pada suhu 120ºC selama 2 jam. Setelah dikeringkan seluruh ZAL dimasukkan ke dalam 480 mL HF 2%, lalu campuran diaduk dengan magnetic stirrer
selama 10 menit. Kemudian ZAL dibilas dengan 5 L air demineral, lalu dilakukan penyaringan kembali. Setelah itu, campuran ZAL direfluks dengan HCl 6 M sebanyak 240 mL pada suhu 90ºC selama 30 menit. ZAL kemudian dibilas dan disaring. Setelah itu, ZAL direndam dalam 480 mL NH4Cl 0,1 M selama 5 hari disertai pengadukan dengan stirrer selama 3 jam/hari. ZAL kemudian dibilas dan disaring lagi. Kemudian, tahapan terakhir adalah dengan mengkalsinasi ZAL selama 5 jam pada suhu 500ºC di dalam furnace.
Treatment Serat Nanas
Treatment serat nanas dilakukan dengan
membuat larutan NaOH 5% sebanyak 1600 mL. Kemudian sebanyak 80 g serat nanas direndam ke dalam larutan NaOH 5% selama 1 jam. Serat nanas kemudian dicuci dengan air demin. Setelah itu, serat nanas dikeringkan dengan
Preparasi Katalis Komposit
Preparasi katalis komposit diawali dengan
memasukkan sejumlah massa TiO2 ke dalam air
demin dengan perbandingan berat total katalis komposit dan air demin adalah 1:10. Kemudian,
campuran diaduk dengan magnetic stirrer
selama 15 menit. Campuran kemudian
disonikasi selama 10 menit dengan intensitas 30%. Lalu, ke dalam campuran ditambahkan beberapa tetes HNO3 sampai pH-nya mencapai
3. Campuran kemudian kembali disonikasi selama 3 menit dengan intensitas 3%. Lalu, ke dalam campuran dimasukkan sejumlah massa AC dan ZAL. Campuran kemudian diaduk
dengan magnetic stirrer selama 15 menit.
Setelah itu, dilakukan sonikasi kembali selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 3 tetes tetraethoxyortho-silicate (TEOS) per 10 gram berat total katalis komposit ke dalam campuran. Terakhir, dilakukan sonikasi kembali selama 3 menit.
Coating Katalis Komposit
Proses coating katalis komposit ini
dilakukan pada dua substrat, yaitu ke aluminium foil dengan metode spray coating dan serat nanas dengan metode dip coating. Berikut adalah uraian tahapan keduanya.
Coating ke Aluminium Foil
Proses coating ini diawali dengan
membagi slurry katalis komposit menjadi dua bagian. Bagian pertama digunakan untuk spray coating yang diencerkan sampai volume slurry mencapai 250 mL. Campuran kemudian diaduk dengan magnetic stirrer selama 15 menit dan disonikasi selama 10 menit dengan intensitas 100%. Campuran kemudian diaduk ke dalam alat spray coater. Penyemprotan dilakukan secara cepat selama 5 kali berturut-turut pada aluminium foil, lalu dikeringkan dengan dryer selama 5 menit. Tahapan penyemprotan diulang sebanyak 7 kali. Setelah itu, aluminium foil dikeringkan di dalam furnace selama 2 jam pada suhu 200ºC.
Coating ke Serat Nanas
Proses coating ini diawali dengan
membagi slurry katalis komposit menjadi dua
bagian. Bagian kedua digunakan untuk dip
coating, yang diencerkan sampai volume
300 mL. Campuran kemudian diaduk dengan magnetic stirrer selama 15 menit, lalu disonikasi selama 10 menit dengan intensitas 100%. Campuran kemudian dibagi menjadi dua bagian yang sama banyaknya lalu dituangkan ke dalam wadah aluminium. Setelah itu, serat dicelupkan ke dalam campuran katalis komposit selama 5 menit dengan kecepatan penurunan selama
2 mm/s. Serat kemudian diangkat dengan kecepatan penaikan 2 mm/s, lalu serat dikering-kan dengan dryer selama 5 menit. Tahapan pencelupan ini diulang sampai 7 kali. Setelah itu,
serat nanas dikeringkan di dalam furnace
selama 12 jam pada suhu 70ºC.
Uji Kinerja Masker
Alat-alat yang digunakan pada uji kinerja masker dapat dilihat pada Gambar 1.
Proses uji kinerja masker ini diawali dengan memasukkan masker yang akan diuji dan menutup kotak uji dengan lem mati. Ball
valve pada saluran konektor kemudian dibuka.
Gas analyzer dinyalakan dan didiamkan
selama 30 menit hingga kinerja analisis analyzer telah stabil. Kemudian, Ball valve pada saluran konektor kemudian ditutup. Sejumlah polutan dari asap kendaraan bermotor dimasukkan ke dalam kotak uji. Kemudian, konsentrasi awal
polutan CO, NOx, dan HC dibaca dengan
menekan tombol (X) pada analyzer. Angka
konsentrasi polutan yang terbaca dicatat setelah
menunggu sampai 15 detik. Pompa gas analyzer
kemudian dimatikan dengan menekan tombol (O) untuk menghindari kevakuman kotak uji.
Gambar 1. Uji kinerja masker
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Katalis Komposit dan Zeolit Alam Hasil Treatment
Karakterisasi dengan XRF
Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa zeolit alam Lampung treatment (ZAL-T) terdiri dari beberapa senyawa kimia dengan SiO2 dan Al2O3
sebagai penyusun utamanya, yaitu 94,77% untuk silika dan 3,41% untuk alumina. Untuk mengetahui lebih lengkapnya komposisi kimia ZAL-T dapat dilihat pada Tabel 1.
Dari Tabel 1, dapat dihitung rasio Si/Al dari ZAL-T yaitu 27,79. Proses treatment pada
zeolit alam Lampung, ternyata berhasil
alam yaitu dari 6,8 menjadi 27,79. Hal ini terutama diakibatkan oleh adanya proses dealuminasi dengan larutan HCl dalam rangkaian proses treatment zeolit alam Lampung.
Tabel 1. Hasil karakterisasi XRF pada ZAL-T Formula kimia % Berat Formula kimia % Berat Al 3,0489 Al2O3 3,4103 Si 92,413 SiO2 94,7729 K 1,3587 K2O 0,4933 Ca 0,9045 CaO 0,3753 Ti 0,3785 TiO2 0,1838 Fe 1,8964 Fe2O3 0,7644 Karakterisasi dengan XRD
Pada Gambar 2, yaitu pada spektrum TiO2 50%-AC 4,5 %-ZAL 45,5 % terlihat bahwa peak yang muncul di area θ ≥ 25o adalah peak milik TiO2. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan peak tersebut dengan peak referensi pada spektrum TiO2 P-25 Degussa pada Gambar 2. Pada TiO2 P-25 Degussa, peak yang muncul adalah peak anatase yang karakteristiknya berada pada sudut difraksi (2-Theta) 25,4o, 38,1o, 48,2o, 53,9o, 55,1o (Dharma 2011).
Pada Gambar 2, yaitu pada spektrum TiO2 50%-AC 4,5 %-ZAL 45,5 % terlihat adanya peak yang muncul di area 2θ = 23o. Peak tersebut
bukanlah milik TiO2 karena TiO2 P-25 Degussa tidak memiliki peak di 2θ = 23o. Karena struktur AC bukanlah kristal, dapat disimpulkan bahwa peak yang muncul pada katalis komposit TiO2-AC-ZAL di area 2θ = 23o adalah peak milik ZAL. Telah diketahui bahwa pada zeolit alam akan muncul peak pada sudut difraksi 10o, 23o, dan 30o (Hunger et al. 2010). Hal ini dapat dibuktikan dengan spektrum Zeolit Alam Lampung hasil treatment. Pada Gambar 2, yaitu pada spektrum zeolit alam Lampung hasil treatment terlihat adanya peak-peak yang muncul di 2-Theta 20o -23o, 30o, 36o.
Jika dibandingkan dengan spektrum referensi klinoptilolit dan mordenit, maka spektrum zeolit alam Lampung memiliki karakteristik peak tertinggi yang sama dengan dengan klinoptilolit. Berdasarkan referensi juga telah dinyatakan bahwa zeolit alam yang memiliki peak pada 10o, 23o, dan 30o adalah zeolit dengan struktur klinoptilolit (Tezel and Apolonatos 1993).
Dapat disimpulkan bahwa zeolit alam Lampung yang digunakan adalah zeolit berstruktur klinoptilolit. Kemudian untuk peak yang muncul di Theta 20o-23o dan 36o juga menunjukkan bahwa ZAL-T yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kristal SiO2 dan AL2O3 yang tidak lain merupakan komponen penyusun utama dari zeolit.
Gambar 2. Hasil karakterisasi XRD Spektrum Klinoptilolit Spektrum Mordenit
Spektrum Al2O3 Spektrum SiO2 Spektrum Zeolit Alam Lampung Hasil Treatment
Spektrum TiO2 50%-AC 4,5%-ZAL 45,5 % Spektrum TiO2 P-25 Degussa
In te n si ta s, c p s
Karakterisasi dengan BET
Dengan karakterisasi BET, dapat diketahui luas permukaan masing-masing komponen penyusun katalis komposit, yaitu TiO2, karbon aktif (AC), dan zeolit alam Lampung hasil treatment (ZAL-T). Selain itu, juga dapat dibandingkan luas permukaan masing-masing komponen dengan luas per-mukaan katalis komposit yang diperoleh. Berikut ini dapat dilihat perbandingannya pada Tabel 2. Tabel 2. Luas permukaan katalis komposit dan
komponen penyusunnya Jenis material Luas permukaan (m2/g) Diameter pori (Å) Komposit TiO2-AC-ZAL 45,50a 112,90a TiO2 53,60b 69b AC 670c 0-20c ZAL-T 58,53d 92,48d
a,d Hasil karakterisasi BET dari Lab RPKA, Teknik Kimia UI
b
Sumber: Widyanto, 2009 c Sumber: Deming, 2011
Komposit yang dianalisis dengan BET ini adalah komposit dengan komposisi TiO2 10%, AC 8,2%, dan ZAL-T 81,8%. Dari Tabel 2, dapat diketahui perubahan luas permukaan dari tiap-tiap komponen, yaitu TiO2, AC, dan ZAL-T ketika ketiganya dicampur menjadi suatu komposit. Data pada Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa luas permukaan dari katalis komposit menjadi lebih kecil dibandingkan dengan komponen-komponen penyusunnya.
Hasil karakterisasi BET yang didapat tidak sesuai dengan teori bahwa multikomponen dalam suatu komposit akan membuat partikel dari masing-masing komponen akan saling menempel, dan luas permukaan pun bertambah (Durgakumari et al. 2002). Seharusnya luas permukaan dari komposit minimal lebih besar dari luas permukaan terkecil dari komponennya yaitu TiO2 sebesar 53,60 m2/g. Fenomena penurunan luas permukaan pada komposit ini disebabkan karena adanya proses thermal treatment yang dilakukan saat sintesis katalis komposit.
Karakterisasi dengan SEM dan EDX
Karakterisasi SEM digunakan untuk melihat morfologi permukaan pada penyangga yaitu aluminium dan serat nanas yang dilapisi oleh katalis komposit TiO2-AC-ZAL, sedangkan karakterisasi EDX digunakan untuk mengetahui kandungan unsur yang terdapat dalam komposit yang telah di-coating ke penyangga. Dalam
penelitian ini, EDX dilakukan pada aluminium foil yang telah di-coating dengan komposit TiO2 10%-AC 8,2%-ZAL 81,8%.
Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 3, dapat dilihat bahwa proses katalis komposit telah berhasil ter-coating ke aluminium foil (Gambar 3a) dengan spray coating. Kemudian komposit juga berhasil di-coating ke serat nanas (Gambar 3b) dengan dip coating. Dengan metode dip coating, katalis komposit berhasil ter-coating pada fibril-fibril serat nanas baik pada fibril bagian luar maupun pada fibril yang ada di bagian dalam.
Tabel 3. Hasil EDX pada aluminium foil Jenis
atom
Jumlah atom hasil EDX (%) Area 1 Area 2 Area 3 Rata-rata C 0,61 0,62 0,68 0,64 O 51,88 29,77 34,11 38,59 Al 5,16 45,42 35,17 28,58 Si 36,25 21,13 26,36 27,91 Ti 5,69 2,80 3,44 3,98
Gambar 3. Hasil karakterisasi SEM katalis komposit yang tercoating pada penyangga; (a) aluminium foil dengan perbesaran 500 x (b) serat nanas dengan perbesaran 2000x.
(a)
Pengaruh Keberadaan Adsorben dan Fotokatalis
Dalam penelitian ini, mekanisme yang diharapkan dapat mengeliminasi polutan adalah pada percobaan ini dibandingkan besar eliminasi polutan oleh keduanya. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Polutan CO
Berdasarkan Gambar 4a, dapat disimpul-kan bahwa ternyata keberadaan adsorben dan fotokatalis sangat berpengaruh dalam meng-eliminasi polutan CO. Hal ini dapat dilihat dengan cara membandingkan kurva “Tanpa Adsorben & Tanpa Fotokatalis” dengan tiga kurva lainnya yang melibatkan adsorben dan fotokatalis.
Dari Gambar 4a, terlihat bahwa
mekanisme yang paling efektif dalam
mengeliminasi polutan CO adalah secara foto-katalitik. Dari Gambar 4a, juga dapat diketahui bahwa kinerja AC dan ZAL tidak jauh berbeda dalam mengeliminasi polutan CO, bahkan kinerja ZAL terlihat sedikit lebih baik dibanding AC. Hal ini membuktikan keberhasilan treatment
ZAL dalam meningkatkan rasio Si/Al sehingga dapat mengadsorpsi CO dengan baik. AC dapat
mengadsorpsi CO yang adalah senyawa polar dengan baik karena AC merupakan adsorben polar.
Polutan NOx
CO dan NOx sama-sama polar, sehingga sesuai dengan teori akan lebih tertarik dengan adsorben polar seperti zeolit alam Lampung. Hal ini ditunjukkan oleh kurva “ZAL” yang lebih cepat mengeliminasi NOx, yaitu sudah nol pada menit ke-20, dibanding dengan “TiO2” dan “AC” yang baru mencapai titik nol di menit ke-40 (Gambar 4b). Fenomena yang ditunjukkan oleh kurva “ZAL” sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang menyatakan bahwa zeolit merupakan adsorben yang memiliki performa sangat baik dalam mengadsorpsi NOx (Iman et al. 2011, Macala and Pandova 2007,
Panov et al. nd). Kemudian, fenomena yang
ditunjukkan oleh kurva TiO2 juga diperkuat dengan teori bahwa konsentrasi NOx yang kecil menyebabkan potensi bertemunya molekul gas NOx dengan radikal hidroksil semakin rendah (Ao and Lee 2005).
Jumlah Po lutan, [NO x ]/ [NO x ]o waktu, menit (a) Acuan Fotokatalisis
Adsorpsi oleh ZAL
Adsorpsi oleh AC
TiO2 à [NOX]o = 4 ppm
AC à [NOX]o = 4 ppm
ZAL à [NOX]o = 4 ppm
Tanpa Adsorben/Fotokatalis à [NOX]o = 4 ppm
(b)
Waktu (menit) Waktu (menit)
TiO2 à [CO]o = 2800 ppm
AC à [CO]o = 7800 ppm
ZAL à [CO]o = 7800 ppm
Gambar 4. Pengaruh adsorben dan fotokatalis pada eliminasi polutan (a) CO, (b) NOx, dan (c) HC Dari Gambar 4c juga kita dapat melihat
perbandingan kurva “AC” dan “ZAL” yang tidak jauh berbeda. Hal ini juga menguatkan indikasi
bahwa zeolit yang telah di-treatment juga telah
berhasil mengadsorp polutan non-polar dengan baik, dan kinerja ZAL dalam mengadsorp hidrokarbon (HC) juga tidak kalah dengan karbon aktif. Performa ZAL juga cukup baik
dalam mengadsorpsi HCx, sedang-kan
kemampuan zeolit mengadsorbsi HCx juga
cukup baik (Muzara and Jacobus 2004).
Pengaruh Komposisi Katalis Komposit terhadap Eliminasi Polutan
Untuk mengetahui pengaruh komposisi katalis komposit (keterangan lihat Tabel 4)
terhadap eliminasi polutan, maka pada per-cobaan ini dibandingkan banyaknya polutan yang dapat dieliminasi pada berbagai variasi katalis komposit. Hasil pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Polutan CO
Menurut Gambar 5a diketahui bahwa
katalis komposit yang terbaik untuk
mengeliminasi polutan adalah katalis komposit
dengan komposisi TiO2 10%-AC 8,2%-ZAL
81,8%. Namun, hal tersebut bukan berarti
bahwa katalis komposit dengan komposisi TiO2
10%-AC 8,2%-ZAL 81,8% adalah komposisi yang paling optimal dalam mengeliminasi polutan CO.
Tabel 4. Penotasian katalis komposit berdasarkan komposisinya
Notasi katalis komposit Arti notasi
TiO2 0 %-AC 9,1%-ZAL 90,9% Komposit hanya terdiri dari 9,1 g (9,1% wt) AC; dan 90,9 g (90,9% wt) ZAL TiO2 10 %-AC 8,2%-ZAL 81,8% Komposit terdiri dari 1 g (10% wt) TiO2; 0,82 g (8,2% wt) AC; dan 8,18 g (81,8% wt)
ZAL
TiO2 30 %-AC 6,4%-ZAL 64,6% Komposit terdiri dari 3 g (10% wt) TiO2; 0,64 g (8,2% wt) AC; dan 6,46 g (81,8% wt) ZAL
TiO2 50 %-AC 4,5%-ZAL 45,5% Komposit terdiri dari 5 g (10% wt) TiO2; 0,45 g (4,5% wt) AC; dan 4,55 g (45,5% wt) ZAL Jumlah Po lutan, [HC]/ [HC]o waktu, menit TiO2 AC ZAL
Tanpa Adsorben & Tanpa Fotokatalis
Keterangan untuk Gambar (a), (b), (c)
TiO2 à [HC]o = 116 ppm
AC à [HC]o = 432 ppm ZAL à [HC]o = 405 ppm Tanpa Adsorben/Fotokatalis à [HC]o = 355 ppm
(c)
Fotokatalisis Adsorpsi oleh ZAL
Adsorpsi oleh AC Acuan
Gambar 5. Pengaruh komposisi katalis komposit pada eliminasi polutan (a) CO, (b) NOx, (c) HC Berikutnya dari Gambar 5a juga dapat
diketahui bahwa kinerja komposit yang hanya melibatkan adsorben saja itu sama dengan kinerja komposit yang melibatkan fotokatalis dan adsorben pada komposisi TiO2 30%-AC 6,4%-ZAL 64,6%. Artinya penambahan loading TiO2 >
30% pada katalis komposit tidak akan
berpengaruh dalam meningkatkan persen
eliminasi polutan CO. Hal ini juga sesuai dengan teori bahwa pada level tertentu loading TiO2
tidak akan berpengaruh dalam peningkatan laju fotodegradasi (Durgakumari et al. 2002).
Polutan NOx
Berdasarkan Gambar 5b, diketahui bahwa komposit yang paling baik kinerjanya dalam mengeliminasi polutan NOx adalah katalis komposit dengan komposisi TiO2 10%-AC 8,2%-ZAL 81,8%. Mekanisme fotokatalisis bersinergi
dengan mekanisme adsorpsi dalam
Jumlah Po lutan, [CO ]/ [CO ]o waktu, menit Jumlah Po lutan, [NO x ]/ [NO x ]o waktu, menit Jumlah Po lutan, [HC]/ [HC]o waktu, menit
TiO2 0%-AC 9,1%-ZAL 90,9% TiO2 10%-AC 8,2%-ZAL 81,8% TiO2 30%-AC 6,4%-ZAL 64,6% TiO2 50%-AC 4,5%-ZAL 45,5% Tanpa Adsorben & Tanpa Fotokatalis (a)
Acuan
TiO2 0% -AC 9,1 %-ZAL 90,9 % à [CO]o = 7800 ppm TiO2 10%-AC 8,2 %-ZAL 81,8 % à [CO]o = 4200 ppm TiO2 30%-AC 6,4 %-ZAL 64,6 % à [CO]o = 4200 ppm TiO2 50%-AC 4,5 %-ZAL 45,5 % à [CO]o = 7800 ppm
TiO2 10%
TiO2 50%
TiO2 0%
TiO2 30%
(b)
TiO2 0% -AC 9,1 %-ZAL 90,9 % à [NOX]o = 4 ppm TiO2 10%-AC 8,2 %-ZAL 81,8 % à [NOX]o = 4 ppm TiO2 30%-AC 6,4 %-ZAL 64,6 % à [NOX]o = 4 ppm TiO2 50%-AC 4,5 %-ZAL 45,5 % à [NOX]o = 4 ppm
(c)
TiO2 0% -AC 9,1 %-ZAL 90,9 % à [HC]o = 390 ppm TiO2 10%-AC 8,2 %-ZAL 81,8 % à [HC]o = 201 ppm TiO2 30%-AC 6,4 %-ZAL 64,6 % à [HC]o = 191 ppm TiO2 50%-AC 4,5 %-ZAL 45,5 % à [HC]o = 355 ppm
Acuan TiO2 10%
TiO2 50%
TiO2 0%
TiO2 30%
mengeliminasi polutan (Matos et al. 2010). Dengan adanya mekanisme fotokatalisis, maka polutan yang teradsorb di adsorben dapat segera didegradasi, sehingga daya adsorpsi dari adsorben pun tidak akan menurun. Akibatnya, laju eliminasi oleh katalis komposit lebih cepat dibanding dengan eliminasi oleh adsorben saja.
Berdasarkan tren grafik yang terdapat pada Gambar 5b, dapat disimpulkan bahwa ternyata komposit dengan loading (jumlah) TiO2 yang paling sedikit memiliki kinerja yang semakin baik. Semakin banyak loading TiO2 dalam katalis komposit ternyata tidak dapat menambah efektivitas katalis komposit tersebut dalam mengeliminasi polutan NOx.
Polutan HC
Dari Gambar 5c terlihat secara jelas terdapat dua macam komposit yang unggul dalam mengeliminasi polutan hidrokarbon, yaitu komposit yang hanya terdiri dari adsorben saja, atau komposit TiO2 0%-AC 9,1%-ZAL 90,9% dan komposit yang terdiri dari campuran adsorben dan fotokatalis dengan komposisi TiO2 10%-AC 8,2%-ZAL 81,8%. Hal ini dapat dilihat dari kedua kurva komposit tersebut yang hampir berhimpitan setelah menit ke 60.
Fenomena kedua kurva ini juga dapat menggambarkan mekanisme eliminasi yang terjadi dalam proses eliminasi polutan hidro-karbon. Jika diamati, tren kurva katalis komposit “TiO2 10%-AC 8,2%-ZAL 81,8%” pada range waktu 0 ≤ t < 30 menit memiliki penurunan konsentrasi yang tidak signifikan dibanding dengan kurva “TiO2 0%-AC 9,1%-ZAL 90,9%”, sampai akhirnya kedua kurva ini mencapai tingkat eliminasi polutan yang sama pada menit ke-30.
Hal ini membuktikan bahwa mekanisme fotokatalitik sangat berperan untuk meningkat-kan kinerja komposit dalam mengeliminasi polutan dalam waktu yang lama, sedangkan mekanisme adsorpsi menjadi mekanisme utama yang berperan dalam mengeliminasi polutan pada menit-menit awal.
Penentuan Loading TiO2 Optimal untuk Eliminasi Polutan
Berdasarkan Gambar 6, dapat dilihat pengaruh dari loading TiO2 pada katalis komposit untuk setiap gas polutan. Terlihat dari trendline kurva “Gas CO” (lihat kurva berwarna merah) dan kurva “Gas HC” (lihat kurva berwarna hijau) bahwa ternyata kinerja katalis komposit tidak dipengaruhi oleh loading TiO2.
Berdasarkan bentuk grafik pada Gambar 6, dapat dinyatakan bahwa semakin banyak persentase adsorben dibanding fotokatalis pada katalis komposit, maka
mekanisme eliminasi yang lebih dominan adalah adsorpsi yang ditunjukkan oleh Area I pada Gambar 6, sedangkan jika persentase fotokatalis lebih banyak dibanding adsorben, maka mekanisme yang lebih dominan adalah fotokatalisis yang ditunjukkan oleh Area II pada Gambar 6 (Durgakumari et al. 2002).
Gambar 6. Grafik pengaruh loading TiO2 pada katalis komposit terhadap % eliminasi polutan
Jika titik puncak minimum dari masing-masing trendline disebut sebagai lowest performance point (LPP), maka titik tersebut adalah titik yang menunjukkan komposit dengan komposisi yang paling tidak optimal. Namun, LPP bisa menjadi komposisi optimal komposit ketika aspek kesehatan dan lifetime ikut dipertimbangkan. Jika, masker hanya terdiri dari adsorben saja, tentu polutan tidak akan dapat terdegradasi.
Kemudian, masker yang berupa komposit dari fotokatalis dan adsorben akan memiliki lifetime yang lebih lama karena polutan yang teradsorp dapat segera didegradasi oleh fotokatalis, sehingga adsorben pun menjadi tidak cepat jenuh, dan lifetime masker pun menjadi lebih lama.
Pengaruh Berat Total Katalis Komposit terhadap Eliminasi Polutan
Dalam penelitian ini, juga dilakukan uji kinerja katalis komposit dengan variasi berat katalis. Katalis komposit yang digunakan adalah TiO2 10%-AC 8,2%-ZAL 81,8%. Ada dua variasi berat katalis yang digunakan yaitu 6,7 gram dan 10 gram. Dari Gambar 7, dapat disimpulkan bahwa semakin berat katalis komposit yang digunakan maka semakin meningkat kinerja katalis komposit tersebut dalam mengeliminasi polutan.
Hal ini berhubungan dengan mekanisme itu sendiri, sampai batas tertentu, semakin berat katalis komposit, maka TiO2, AC, dan ZAL yang melekat pada penyangga, yaitu aluminium foil
Dominan adsorpsi Dominan fotokatalisis
dan serat nanas, juga akan semakin banyak. Dengan demikian, agen pengeliminasi polutan, baik itu adsorben maupun fotokatalis juga akan semakin banyak.
Gambar 7. Konsentrasi awal polutan CO untuk masing-masing katalis dibuat sama yaitu 4200 ppm.
Jumlah adsorben yang semakin banyak akan meningkatkan luas permukaan sehingga daya adsorpsi pun semakin meningkat. Begitu juga
dengan fotokatalis, semakin banyak
fotokatalisnya maka hole dan radikal hidroksi
yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Kedua mekanisme eliminasi ini akan saling
bersinergi sehingga dapat meningkatkan
persentase eliminasi polutan.
Pengaruh Konsentrasi Awal Polutan terhadap Eliminasi Polutan
Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi awal polutan terhadap eliminasi polutan, maka pada percobaan ini dibandingkan banyaknya polutan yang tereliminasi pada berbagai variasi konsentrasi awal polutan. Hasil pengujian ini dapat dilihat pada Gambar 8.
Berdasarkan Gambar 8, terlihat bahwa semakin banyak konsentrasi awal, maka % eliminasinya pun semakin banyak. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme dominan yang membantu peningkatan % eliminasi polutan ketika jumlah polutan itu semakin banyak. Karakteristik eliminasi seperti ini merupakan
karakteristik yang dimiliki oleh adsorpsi. Laju adsorpsi suatu gas pada adsorben padatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya luas permukaan dari adsorben, sifat dari gas yang akan diadsorb, temperatur, dan tekanan. Dari keempat faktor tersebut, yang berkaitan
langsung dengan jumlah polutan adalah
tekanan. Ketika jumlah polutan semakin
meningkat, maka tekanan juga akan meningkat. Pada temperatur yang konstan, maka adsorpsi gas juga akan semakin meningkat seiring dengan kenaikan tekanan. Kemudian, pada temperatur yang rendah, misalnya temperatur ruang, dengan kenaikan sedikit tekanan saja mampu meningkatkan adsorpsi gas dengan sangat signifikan.
Kinetika Reaksi Degradasi CO, NOx, dan HC
secara Fotokatalitik
Mekanisme degradasi polutan CO, NOx,
dan HC mengikuti mekanisme Langmuir-Hinselwood (Hwang et al. 2003, Kachina and
Anna 2008, Hunger et al. 2010) seperti pada
persamaan 1. ) 1 ( KC 1 kKC dt dC r + = − =
Untuk mendapatkan persamaan kinetik eliminasi polutan, nilai ro dihitung untuk setiap konsentrasi
awal polutan. Berdasarkan data eliminasi polutan pada setiap konsentrasi awal polutan, dapat diregresi grafik seperti pada Gambar 7 dalam bentuk persamaan 2.
y = a1x n
+ a2x n-1
+…+a4x + a5 (2)
Jika persamaan 2 diturunkan akan menjadi: ) 3 ( a ... x a ) 1 n ( x na dx dy 4 ) 2 n ( 2 1 n 1 + − + + = − −
Karena sumbu y pada grafik adalah C (konsentrasi), sedangkan sumbu x pada grafik adalah t (waktu), maka persamaan 2 akan menjadi sama dengan persamaan 4 berikut:
) 4 ( a ... t a ) 1 n ( t na dt dC 4 ) 2 n ( 2 1 n 1 + − + + = − −
Gambar 8. Grafik C vs t pada setiap konsentrasi awal gas (a) CO, (b) NOx, dan (c) HC
Untuk menghitung ro, nilai t pada persamaan 4 harus disubtitusi dengan 0, sehingga nilai ro yang didapat akan sama dengan nilai –a4 (lihat persamaan 1). ) 5 ( 1 1 1 1 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = k C kK r
Dengan menggunakan persamaan 5 yang dimodifikasi dari persamaan 1, maka nilai nilai k (konstanta kesetimbangan laju reaksi) dan K (konstanta adsorpsi Langmuir) dapat dihitung, yaitu dengan membuat grafik invers dari ro terhadap invers Co untuk setiap polutan. Dengan memasukkan nilai k dan K ke persamaan 1,
maka persamaan laju reaksi pun didapatkan, seperti terlihat pada Tabel 5.
Perhitungan Waktu Degradasi
Dengan mengintegralkan persamaan laju degradasi pada Tabel 6, maka didapatkan persamaan waktu degradasi polutan hingga baku mutunya, yaitu berdasarkan KepMen KLH No.41/MENKLH/1999 adalah 20 ppm untuk gas CO, 0,05 ppm untuk gas NOx, dan 0,24 ppm untuk gas HC. Dengan memvariasikan nilai Co (konsentrasi awal) tiap polutan pada hasil pengintegralan persamaan laju reaksi, maka didapatkan grafik waktu degradasi sebagai fungsi konsentrasi awal polutan.
Tabel 5. Nilai k, K, dan persamaan laju degradasi polutan
Polutan k (ppm/menit) K (ppm-1) Persamaan Laju Degradasi CO 3,333x102 4,175x10-5 C C dt dC r ) 10 x 175 , 4 ( 1 ) 10 x 390 , 1 ( 5 2 − − + = − = NOx 1,961 1,379x10-2 C C dt dC r ) 10 x 379 , 1 ( 1 ) 10 x 700 , 2 ( 2 2 − − + = − = HC 1,613x101 1,455x10-3 C C dt dC r ) 10 x 455 , 1 ( 1 ) 10 x 350 , 2 ( 3 2 − − + = − = y = 0,0009x2 - 0,7468x + 120,83 R² = 0,98223 y = 0,0125x2 - 3,5311x + 371,24 R² = 0,94457 y = 0,0131x2 - 3,5928x + 401,94 R² = 0,918 Jumlah Po lutan HC, ppm waktu, menit [HC]o = 127 ppm [HC]o =410 ppm [CO]o (ppm) ro polutan (ppm/menit) 2300 29,43 4200 44,04 14600 133,10 (a) [NOx]o (ppm) ro polutan (ppm/menit) 4 0,103 9 0,210 24 0,511 (b) [HC]o (ppm) ro polutan (ppm/menit) 127 2,515 410 5,890 438 6,412 (c) Jenis Polutan [CO]o
(ppm) Persamnaan kurva regresi R
2 CO 2300 [CO] = 0,180 t2 – 29,43 t + 2286 0,976 4200 [CO] = 0,256 t2 – 44,04 t + 4153 0,991 14600 [CO] = 0,532 t2 – 133,1 t + 15108 0,990 Jenis Polutan [NOx]o
(ppm) Persamnaan kurva regresi R
2 NOx 4 [NOx] = - 4.10-6 t3 + 0,001 t2 – 0,103 t + 2,428 0,574 9 [NOx] = - 3.10-6 t3 + 0,001 t2 – 0,210 t + 9,415 0,912 24 [NOx] = - 5.10-6 t3 + 0,002 t2 – 0,511 t + 27,55 0,931 Jenis Polutan [HC]o
(ppm) Persamnaan kurva regresi R
2 HC 127 [HC] = 0,055 t2 – 6,412 t + 436 0,981 410 [HC] = 0,047 t2 – 5,890 t + 399,8 0,988 438 [HC] = 2.10-10 t6 - 1.10-7 t5 + 2.10-5 t4 – 0,002 t3 + 0,101 t 2 – 2,515 t + 125,9 0,989 Waktu (menit)
Dari grafik tersebut kemudian, dapat diregresi persamaan waktu degradasi polutan hingga baku mutu sebagai fungsi konsentrasi awal polutan seperti yang ditampilkan pada Tabel 6.
Dengan persamaan pada Tabel 6, dapat dihitung untuk polutan CO, dengan konsentrasi polutan di Jakarta pada tahun 2011, misalnya di sekitar Bundaran HI mencapai 50 ppm sampai 75 ppm per hari, dibutuhkan waktu 66 menit sampai 95 menit untuk mengeliminasi sampai ke tingkat baku mutu, yaitu 20 ppm (Dharma 2011). Kemudian, untuk polutan NOx dengan kadarnya di jalan mencapai 0,15 ppm sampai 0,30 ppm di sekitar Stasiun Thamrin, Jakarta (Saepudin dan Admono 2005), dibutuhkan waktu 41 menit sampai 66 menit untuk mengeliminasi polutan hingga ke titik baku mutunya, yaitu 0,05 ppm (Dharma 2011). Selanjutnya, untuk polutan HC dengan kadar di jalan mencapai 3 ppm sampai 5 ppm di sekitar Stasiun Thamrin, Jakarta (Saepudin dan Admono 2005), dibutuhkan waktu 108 sampai 130 menit untuk mengeliminasi HC sampai ke baku mutu, yaitu 0,24 ppm (Dharma 2011). Oleh karena itu, masker anti polutan ini juga dinilai layak difungsikan untuk meng-eliminasi CO, NOx, dan HC.
Tabel 6. Persamaan waktu degradasi setiap polutan
Gas Polutan
Persamaan waktu degradasi,
dengan t = waktu (jam); [X]o
konsentrasi awal polutan X (ppm)
CO t = 1,200*ln [CO]o – 3,598
NOx t = 0,618*ln [NOx]o + 1,851
HC t = 0,712*ln [HC]o + 1,014
KESIMPULAN
Katalis komposit yang terdiri dari titania, karbon aktif, dan zeolit alam Lampung (TiO2 -AC-ZAL) dapat mengeliminasi polutan CO, NOx, dan HCsecara simultan, sehingga bisa diaplikasikan sebagai bahan masker. Pada berbagai komposisi, komposit tersebut dapat mengeliminasi polutan dengan baik meskipun kinerja optimalnya tergantung pada komposisi-nya. Komposisi terbaik untuk mengeliminasi ketiga polutan tersebut adalah TiO2 10%-AC 8,2%-ZAL 81,8%. Semakin banyak jumlah komposit dalam masker (hingga 10 gram), maka kinerja masker semakin efektif. Begitu pula semakin banyak konsentrasi awal polutan maka laju eliminasi polutan semakin besar, meskipun
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai batas baku mutu lebih lama. Masker anti polutan yang direkayasa sudah cukup layak untuk men-degradasi polutan CO, NOx, dan HC secara simultan, sehingga potensi aplikasinya cukup menjanjikan.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI), yang telah membiayai sebagian kegiatan penelitian ini melalui proyek PKMP (Program Kreatifitas Mahasiswa-Penelitian) Tahun Anggaran 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Alfat MA. 2009. Rekayasa alat dan uji kinerja katalis komposit TiO2-adsorben alam untuk degradasi polutan asap rokok. Skripsi. Universitas Indonesia.
Amora MR, Canabrava DV, Bastos NM, Torres AEB, Cavalcante CL, Azevero DCS. 2009. Equilibrium adsorption of binary mixtures of light hydrocarbons in activated carbon. Latin American Applied Research (no. 39): 153-156. Ao CH, Lee, SC. 2005. Indoor air purification by
photocatalyst TiO2 immobilized on an activated carbon filter installed in an air cleaner. Chemical Engineering Science (no.60): 103-109.
Chun OW. 2008. Effect of Fe contents in Fe-AC/TiO2 composites on photodegradation behaviors of methylene blue. Journal of the Korean Ceramic Society 45(6): 324-330. Despres Joel. 2003. Adsorption and catalytic
oxidation of nitrogen monoxide in lean exhaust for future automotive DeNOx techniques. Thesis. University Louis Pasteur.
Dharma A. 2011. Baku Mutu Lingkungan dan Mekanisme Pemantauan. Bahan Kuliah Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan. Jakarta: Universitas Gunadarma.
Durgakumari V, Subrahmanyam M, Subba RKV, Ratnamala A, Noorjahan M, and Keiichi T. 2002. An easy and efficient use of TiO2 supported HZSM-5 and TiO2+HZSM-5 zeolite combinate in the photodegradation of aqueous phenol and p-chlorophenol. Applied Catalysis A: General (no.234): 155-165.
Hunger M, Husken G, Brouwers HJH. 2010. Photocatalytic degradation of air pollutants – from modeling to large
scale application. Cement and
Concrete Research (no. 40): 313-320. Hwang S, Myung CL, Wonyong Choi. 2003.
Highly enhanced photocatalytic
oxidation of CO on titania deposited with Pt nano particles: kinetics and mechanism. Applied Catalysis B: Enviromental (no. 46): 49-63.
Ichiura H, Kitaoka T, Tanaka H. 2002. Preparation of composite TiO2-zeolite
sheets using a papermaking technique and their application to environmental improvement. Journal of Materials Science (no. 37): 2937-2941.
Iman YC, Candra DB, Sumardi S. 2011. Lampung zeolite utilization as gas
emission adsorbant on charcoal
making process. International Journal of Civil and Environmentl Engineering
11(2): 60-67.
Kachina, Anna. 2008. Gas-phase photocatalytic oxidation of volatile organic compound. Thesis. Lappeenranta University of Technology. Finland.
Macala J, Pandova I. 2007. Natural zeolite clinoptilolite-raw material serviceable in the reduction of toxical components at combustion engines noxious gases.
Gospodarka Surowcami Mineralnymi
(no. 23).
Matos J, Garcia A, Chovelon JC, Ferronato C. 2010. Combination of adsorption on
activated carbon and oxidative
photocatalysis on TiO2 for gaseous
toluene remediation. The Open
Materials Science Journal (no.4): 23-25.
Muraza O, Jacobus CJ. 2004. An exploratory study for zeolite membrane application in hydrocarbon separation. Journal of the Indonesien Oil and Gas Community.
Ngamsopasiriskun C, Saijai C. 2010. Removal of
phenol in aqueous solution by
nanocrystallyine TiO2/acivated carbon
composite catalyst. Natural Science
(no.44): 1176-1182.
Panov AG, Tonkyn R, Yoon SA, Barlow S, Balmer ML (n.d.). NOx reduction
behaviour of alumina and zeolite catalysts in combination with non-thermal plasma. Pacific Northwest National Laboratory.
Saepudin A, Admono T. 2005. Kajian
Pencemaran Udara Akibat Emisi
Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta.
Jurnal Teknologi Indonesia 28.
Suwardi, Mulyanto B. 2010. Prospek zeolit
sebagai bahan penyerap dalam
remediasi lahan bekas tambang.
Presentasi. Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB.
Tezel FH, Apolonatos G. 1993. Gas Sep. Purif 7 (1): 11.