• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) Pada Balita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) Pada Balita"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

7

Infeksi Saluran Pernapasan akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi substansi asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran pernapasan. Infeksi Saluran Pernapasan akut (ISPA) biasanya menyerang struktur saluran pernapasan diatas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini menyerang bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan. Gambaran patofisioliginya meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongesti vaskuler, bertambahnya sekresi mukus, perubahan dan struktur fungsi (Behrman, 1999).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang banyak menyerang saluran pernafasan atas maupun bawah disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma) yang tanda dan gejalanya sangat bervariasi antara lain demam, pusing, lemas, tidak nafsu makan, muntah, batuk, keluar sekret, stridor (suara napas), dyspnea (kesulitan bernapas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada) dan hipoksia (kurang oksigen) (Behrman, 1999).

Penyebab Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA) terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA) antara lain adalah dari genus Streptococcus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA) antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronovirus, Pikornavirus, Mikoplasma dan Herpesvirus.

(2)

Etiologi pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar untuk diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan immunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pneumonia. Penetapan etiologi pneumonia yang dapat diandalkan adalah biakan dari aspirat paru dan darah. Tetapi, fungsi paru merupakan prosedur yang berisiko dan bertentangan dengan etika jika hanya dimaksudkan untuk penelitian. Oleh karena itu diIndonesia masih menggunakan hasil penelitian dari luar negeri (Behrman, 1999).

Faktor umur dapat mengarahkan kemungkinan penyebab Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA) atau etiologinya:

a.Grup B Streptococcus dan gram negatif bakteri enterik merupakan penyebab yang paling umum pada neonatal (bayi berumur 1-28 hari) dan merupakan transmisi vertikal dari ibu sewaktu persalinan.

b. Pneumonia pada bayi berumur 3 minggu sampai 3 bulan yang paling sering adalah bakteri, biasanya bakteri Streptococcus Pneumoniae.

c. Balita usia 4 bulan sampai 5 tahun, virus merupakan penyebab tersering dari pneumonia, yaitu respiratory syncytial virus.

d. Pada usia 5 tahun sampai dewasa pada umumnya penyebab dari pneumonia adalah bakteri.

Pada penelitian lain Streptococcus pneumoniae merupakan patogen paling banyak sebagai penyebab pneumonia pada semua pihak kelompok umur. Menurut WHO, penelitian di berbagai negara juga menunjukkan bahwa di negara berkembang Streptococcus pneumoniae dan Haemofilus influenzae merupakan

(3)

bakteri yang selalu ditemukan pada 2/3 (dua pertiga) dari hasil isolasi yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah. Bakteri merupakan penyebab utama dari pneumonia pada balita. Diperkirakan besarnya persentase bakteri sebagai penyebabnya adalah sebesar 50%. Sedangkan di negara maju, saat ini pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus (WHO, 2012).

Tanda dan gejala Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA) sangat bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara napas), dyspnea (kesulitan bernapas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal napas apabila tidak mendapat pertolongan dan dapat mengakibatkan kematian (Behrman, 1999).

Pengklasifikasian Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA), WHO (2012) mengklasifikasikannya menjadi dua bagian berdasarkan lokasi anatomi, yaitu: 1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Atas (ISPAa), yaitu infeksi yang

menyerang hidung sampai epiglotis, misalnya rhinitis akut, faringitis akut, sinusitis akut dan sebagainya.

2. Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Bawah (ISPAb), dinamakan sesuaidengan organ saluran pernafasan mulai dari bagian epiglotis sampaialveoli paru misalnya laringitis, trakhetis, bronkhitis akut, pneumonia dan sebagainya.

Depkes (2012) melalui program pemberantasan ISPA (P2-ISPA), mengklasifikasikan ISPA berdasarkan kelompok umur sebagai berikut :

(4)

1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas :

a. Pneumonia berat : Bila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang kuat padadinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat, frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih.

b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) : Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat. 2. Kelompok umur 2 bulan sampai dengan 5 tahun diklasifikasikan atas :

a. Pneumonia berat : Bila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam.

b. Pneumonia : Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas cepat, frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2–12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan–5 tahun.

c. Bukan pneumonia : Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas cepat, frekuensi nafas kurang dari 50 kali per menit padaanak umur 2–12 bulan dan kurang dari 40 kali permenit 12 bulan–5 tahun.

2.2. Pola Pemberian Makan

Pola pemberian makan adalah gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas dari suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola pemberian makan yang baik mengandung makanan yang merupakan energi, zat pembangun, dan zat pengatur, karena semua zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh serta serta perkembangan otak dan produktifitas kerja, serta

(5)

dimakan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola makan sehari-hari yang seimbang, berguna untuk mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal (Almatsier, 2001)

Pola hidangan sehari yang dianjurkan adalah makanan yang seimbang yang terdiri dari :

1. Sumber zat tenaga (nasi, roti, mie, jagung, tepung-tepungan, gula, minyak) 2. Sumber zat pembangun (ikan, telur, ayam, daging, susu, kacang dan lainnya ) 3. Sumber zat pengatur (sayuran dan buah-buahan berwarna hijau dan kuning)

Konsumsi pangan dipengaruhi oleh kebiasaan makannya, selain itu juga akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan sehingga kecukupan konsumsi pangan perlu mendapat perhatian Anak-anak yang berasa dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah sangat rawan terhadap gizi kurang. Mereka mengkonsumsi pangan (energy dan protein) lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga berada (Khomsan, 2003)

2.3. Tingkat Asupan Makanan Anak Balita

Zat gizi adalah zat atau unsur-unsur kimia yang terkandung dalam pangan yang diperlukan untuk metabolism dalam .Manusia memerlukan zat gizi agar dapat hidup dengan sehat dan mempertahankan kesehatannya. Oleh Karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan internal dan eksternal, pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan, serta untuk aktivitas (Supariasa dkk, 2001).

Tahap awal dari kekurangan zat gizi dapat diidentifikasi dengan penilaian konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang kurang akan berdampak terhadap

(6)

kurangnya zat gizi dalam tubuh. Secara umum terdapat dua criteria untuk menentukan kecukupan konsumsi pangan, yaitu konsumsi energi dan protein (Beck, 2011).

Kebutuhan energi biasanya dipenuhi dari konsumsi pangan pokok, sedangkan kebutuhan protein dipenuhi dari sejumlah substansi hewan, seperti ikan, daging, telur dan susu (Supariasa dkk, 2001). Angka Kecukupan Gizi (AKG) dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan zat gizi individu. Basis dari AKG adalah kebutuhan (Estimated Average Requirement).

2.4. Zat Gizi Makro

Asupan zat gizi makro sangat penting bagi tubuh balita dan dibutuhkan dalam jumlah besar, karena zat gizi makro berperan penting untuk membentuk, memelihara jaringan tubuh, sebagai sumber tenaga dan sebagai zat pengatur sistem kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh anak yang berkurang maka akan lebih mudah terserang penyakit infeksi seperti ISPa. Zat gizi makro yang berperan sebagai kekebalan tubuh pada balita seperti karbohidrat dan protein.

2.4.1. Karbohidrat

Fungsi dari karbohidrat adalah sebagai sumber energi bagi tubuh. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori. Kekurangan karbohidrat akan menyebabkan akan menyebabkan badan lemah, kurus, dan daya tahan tubuh akan menurun sehingga lebih mudah terserang penyakit infeksi (Beck,2011).

Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serelia, umbi-umbian, kacang-kacangan dan gula. Sebagian besar sayur dan buah tidak mengadung karbohidrat. Sayur, umbi-umbian, seperti wortel dan bit serta sayur

(7)

kacang-kacangan relatif lebih banyak mengandung karbohidrat dari pada sayur daun-daunan (Almatsier, 2001).

2.4.2. Protein

Protein berfungsi sebagai pemeliharaan sel dalam tubuh,dan menyediakan asam amino yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolisme serta antibodi yang diperlukan. Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Pada anak-anak dibawah 5 tahun kekurangan protein dapat menyebabkan kwashiorkordan marasmus. Hal ini terjadi karena terlambat menyapih, sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang terutama dalam hal protein (Yuniastuti,2008)

Sumber utama protein adalah protein nabati yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan, sedangkan protein hewani yang berasal dari hewan seperti daging, ikan, telur, dll.

2.5. Zat Gizi Mikro

Zat gizi mikro berperan untuk membantu mengatur berbagai fungsi tubuh dan pembentukan antibodi. Balita yang terserang penyakit infeksi akan menyebabkan antibodi dalam tubuh mengalami kerusakan, oleh sebab itu untuk pembetukan antibodi kembali balita harus mengkonsumsi zat gizi mikro seperti vitamin A, zink, dan zat besi.

(8)

2.5.1. Vitamin A

Fungsi dari vitamin A adalah untuk penglihatan normal pada cahaya remang, deferensiasi sel, kekebalan tubuh, pertumbuhan dan perkembangan serta reproduksi. Menurut Almatsier (2001), angka kecukupan gizi yang di anjurkan untuk vitamin A umur 1 – 3 tahun adalah 400 mg, umur 4 – 6 tahun 450 mg.

Sumber vitamin A hewani adalah hewani adalah hati, kuning telur, susu, mentega sedangkan sumber vitamin A nabati adalah sayuran berwarna hijau tua, sayuran dan buah berwarna kuning-jingga, daun singkong, kangkung, bayam, kacang panjang, wortel, pepaya, tomat, jagung kuning dan mangga (Cakrawati dan Mustika,2012).

2.5.2. Zinc (Seng)

Zinc berfungsi untuk mendukung sistem pertahanan tubuh yang baik, untuk penyambuhan luka. Zinc terdapat pada berbagai bahan makanan, seperti biji – bijian, sayuran hijau, jamur, tepung, dan makanan yang diragikan. Kebutuhan zink 10 mg perhari (Sitorus, 2009). Sumber zinc yang tinggi dapat ditemukan pada kemiri, seledri, biji buah semangka, jahe, lombok, buncis, sawi hijau, lobak dan merica hitam (Irianto, 2013)

2.5.3. Zat Besi

Zat besi dibutuhkan tubuh manusia dalam pembentukan hemoglobin dan dalam enzim oksidasi pada sel. Tiap sel darah merah mengandung 250.000.000 molekul hemoglobin dan 1.000.000.000 atom zat besi (Sitorus, 2009).

Zat besi berfungsi sebagai cadangan untuk memproduksi hemoglobin. Senyawa-senyawa besi berperan dalam transportasi dan pendayagunaan oksigen

(9)

serta sistem kekebalan tubuh. Angka kecukupan besi terdapat pada hati, daging, telur, kacang-kacangan, keju, ikan, sayuran hijau, sereal, dan buah-buahan(Irianto dan Waluyo,2007)

2.6. Pola Pemberian Makanan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Pola pemberian makan dapat di jadikan media untuk mendidik anak supaya dapat menerima, menyukai, memilih makanan yang baik, juga untuk menentukan jumlah makanan yang cukup dan bermutu (Santoso,2011). Pola pemberian makanan dapat mempengaruhi status gizi balita, karena pola pemberian makanan yang seimbang sesuai dengan kebutuhan dan disertai dengan pemilihan makanan yang tepat akan menjadikan status gizi yang baik.Asupan makanan yang kurang memenuhi yang di butuhkan akan menyebabkan anak megalami gizi kurang(Sulistyoningsih, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan Purwani (2013), bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola pemberian makan dengan status gizi pada anak usia 1– 5 tahun. Maka dari itu disarankan agar ibu-ibu selalu menerapkan pola pemberian makan yang baik dalam pemilihan makanan dan gizi makanannya.

Akibat gizi kurang pada tubuh anak bergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum menyebabkan gangguan pada proses daya tahan tubuh. Jika sistem dan antibodi berkurang akan mudah terserang penyakit infeksi seperti batuk dan pilek dan hal ini bisa membawa kematian(Almatsier, 2001).

(10)

2.7. Penilaian Status Gizi pada Balita

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2001). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu (Supariasa dkk, 2001).

Standar acuan status gizi balita adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Sementara klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan gemuk. Untuk acuan yang menggunakan tinggi badan, jika kondisinya kurang baik disebut stunted (pendek). Pedoman yang digunakan adalah standart berdasarkan tabel WHO-NCHS, bila berat badannya kurang, maka status gizinya kurang (Marimbi,2010).

Terdapat beberapa cara untuk mengukur status gizi pada balita,yaitu dengan pengukuran antropometri, klinik dan laboratorik. Pengukuran antropometri adalah pengukuran yang relatif sederhana dan banyak dilakukan (Soekirman, 2000). Penilaian status gizi secara tidak langsung dilakukan dengan cara antropometri. Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Apabila ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi (Supariasa dkk, 2001).

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi antropometri adalah faktor genetik dan faktor lingkungan yang berkaitan dengan gizi, beberapa konsumsi

(11)

makanan dan kesehatan berupa penyakit infeksi. Pengukuran antropometri dapat dilakukan dengan berbagai macam pengukuran, yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkarlengan atas dan sebagainya. Dari beberapa pengukuran tersebut, pengukuan berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan atas sesuai umur adalah pengukuran yang sering dilakukan dalam survey gizi (Soekirman, 2000). a. Indikator BB/U

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang infeksi, penurunan nafsu makan, atau menurunkan jumlah makanan yang dikonsumsi (Supariasa dkk, 2001). Kelebihan indikator ini adalah sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek, juga dapat digunakan untuk mendeteksi kegemukan (Soekirman, 2000).

b. Indikator TB/U

Indikator TB/U merupakan indikator pengukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertumbuhan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek. Pengaruh devisiensi zat gizi terhadap tinggi badan anak nampak dalam waktu yang relatif lama (Supariasa dkk, 2001). Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi penduduk (Soekirman, 2000).

(12)

c. Indikator BB/TB

Berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam kondisi normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu (Supariasa dkk, 2001). Indikator BB/TB ini dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik, terutama apabila data umur yang akurat sulit diperoleh (Soekirman, 2000).

Metode dalam Penilaian Status Gizi dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu:

1. Penilaian secara langsung yang terdiri dari pemeriksaan tanda-tanda klinis, tes laboratorium, metode biofisik, dan antropometri.

2. Penilaian dengan melihat statistik kesehatan yang biasa disebut dengan penilaian status gizi tidak langsung.

Pengukuran antropometri adalah yang relatif paling sederhana dan banyak dilakukan dengan beberapa macam pengukuran, yaitu pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, tebal lemak, dan sebagainya. Dari beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan suatu standar internasional yang ditetapkan oleh WHO.

Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Dari berbagai indeks tersebut, untuk menginterpretasikan dibutuhkan ambang batas. Ambang batas menurut kesepakatan para ahli gizi adalah :

(13)

Tabel 2.1 Kategori Status Gizi Berdasarkan Indikator Yang Digunakan

Indikator Status Gizi Keterangan

BB/U BB Sangat Kurang BB Kurang

BB Normal

< -3 SD

≥ -3 SD s/d <-2SD > -2 SD s/d <2 SD TB/U TB Sangat Pendek

TB Pendek TB Normal

TB Lebih dari Normal

< -3 SD ≥ -3 SD s/d <-2SD > -2 SD s/d <2 SD > 2 SD s/d <3 SD BB/TB Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas < -3 SD ≥ -3 SD s/d <-2SD > -2 SD s/d <2 SD > 2 SD s/d <3 SD >3 SD Sumber: WHO, 2005

Berbagai jenis indeks di atas, untuk menginterpretasikanya dibutuhkan ambang batas. Penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan para ahli gizi. Ambang batas tersebut dapat disajikan dalam standar deviasi unit. Standar Deviasi disebut juga dengan Z-score. WHO menyarankan untuk mengunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan. Pertumbuhan nasional untuk suatu populasi dinyatakan dalam positif dan negatif 2 SD unit (Z-score) dari median. Dibawah nilai median -2 SD unit dinyatakan gizi kurang (Supariasa dkk, 2001).

Rumus perhitungan Z-score adalah :

Z – score = Nilai Individu Subyek – Nilai Median Baku Rujukan Nilai Simpang Baku Rujukan

(14)

2.8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Status gizi seorang anak pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktorsebagai berikut (Soekirman, 2000):

a. Penyebab langsung, yaitu: konsumsi makan dan penyakit infeksi. Anak yang status gizinya buruk, lebih mudah terserang penyakit infeksi. Sebaliknya, anak yang sering sakit, status gizinya memburuk karena konsumsi makan tidak baik.

b. Penyebab tidak langsung, yang terdiri dari:

1. Ketahanan pangan di keluarga, terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.

2. Pola pengasuhan anak, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang pengasuhan yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat dan sebagainya dari si ibu atau pegasuh anak.

3. Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan yang baik seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan yang baik seperi posyandu, puskesmas, praktek bidan

(15)

dan dokter dan rumah sakit. Tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga dan terjangkaunya pelayanan kesehatan serta memperkecil ibu tentang kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi.

2.9. Status Gizi dengan Kejadian ISPA

Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh umur, keadaan fisik, kondisi kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan dan aktivitas anak. Keadaan gizi buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting pada ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya hubungan antara gizi dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang bergizi buruk sering terjangkit ISPA.

Penelitian yang dilakukan oleh Hadiana (2013), didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi terhadap terjadinya infeksi saluran akut pada balita, didapatkan nilai RP (ratio prevalensi) = 27,5 (Interval kepercayaan 95% (8,372-90,3) artinya bahwa balita yang mengalami gizi kurang beresiko 27,5 kali untuk mengalami (ISPA) dibanding balita gizi baik.

Menurut teori, balita dengan gizi kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi baik karena faktor daya tahan yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang ISPA bahkan serangannya lebih lama (Rahajoe,2008).

(16)

2.10. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian Pola Pemberian Makan dan Status Gizi Penderita ISPA Pada Balita di Puskesmas Tanjung Tiram Kabupaten Batubara tahun 2015 adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian menggambarkan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada balita dipengaruhi oleh pola pemberian makanan dan status gizi. Apabila pola pemberian makanan tidak mencukupi kebutuhan balita maka akan mempengaruhi status gizi. Kecukupan gizi yang kurang mempengaruhi daya tahan tubuh juga menurun, maka dari itu balita akan rentan terserang penyakit Infeksi Saluran Pernafasn Akut (ISPA).

Status Gizi Kejadian ISPA

Pola Pemberian Makan - Susunan Makanan - Frekuensi Makanan - Jumlah makanan

Gambar

Tabel 2.1 Kategori Status Gizi Berdasarkan Indikator Yang Digunakan

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan augerahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menuangkan apa yang dirancang didalam laporan

Pada perancangan bangunan ini akan menggunakan 2 jenis plafond yaitu plafon gypsum untuk seluruh ruang, kecuali ruang pertemuan dan ruang kapel menggunakan plafond

Panitia Pengadaan Barang Peralatan Pengolah Data Pusdiklat Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2012, setelah melakukan evaluasi penawaran dan evaluasi kualifikasi, dengan ini

Universitas Sumatera

For other rows, transform Pivot Column to leaving basic variable column... Divide Right Side value by

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Group Investigation berbantu permainan ular tangga dapat meningkatkan keterampilan guru dan hasil belajar siswa pada mata

Moeslem Millionair, Life is changeable that we have to improve every time, Life is competition so we have to fight every moment not for our self but also for our family and

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2014