• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

5.1 Potensi Keanekaragaman Tumbuhan

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi lapang yang dilakukan, teridentifikasi bahwa total spesies tumbuhan pangan dan obat yang diketahui dan dimanfaatkan oleh penduduk yaitu sebanyak 92 spesies yang terdiri dari 45 famili (Tabel 3), 7 habitus, dan 14 bagian yang digunakan.

Tabel 3 Keanekaragaman spesies tumbuhan bermanfaat pangan dan obat berdasarkan famili di Desa Katikuwai

No. Famili Jumlah spesies No. Famili Jumlah spesies

1 Amaranthaceae 1 14 Liliaceae 2 2 Amaryllidaceae 1 15 Loganiaceae 1 3 Anacardiaceae 3 16 Malvaceae 2 4 Annonaceae 2 17 Maranthaceae 1 5 Apocynaceae 1 18 Moraceae 3 6 Araceae 3 19 Musaceae 1 7 Arecaceae 4 20 Myrtaceae 2 8 Asteraceae 3 21 Pandanaceae 1 9 Athyriaceae 1 22 Passifloraceae 1 10 Bombacaceae 1 23 Piperaceae 2 11 Brassicaceae 2 24 Poaceae 6 12 Bromeliaceae 1 25 Rubiaceae 2 13 Caricaceae 1 26 Rutaceae 2 27 Convolvulaceae 2 37 Santalaceae 1 28 Crassulaceae 1 38 Sapindaceae 2 29 Cucurbitaceae 3 39 Sapotaceae 1 30 Datiscaceae 1 40 Solanaceae 5 31 Dilleniaceae 1 41 Sterculiaceae 1 32 Dioscoreaceae 1 42 Thymelaeaceae 1 33 Euphorbiaceae 5 43 Tiliaceae 1 34 Fabaceae 7 44 Verbenaceae 1 35 Lauraceae 2 45 Zingiberaceae 5 36 Leeaceae 1

Famili tumbuhan yang paling banyak terdapat pada famili Fabaceae dengan jumlah yaitu 7 spesies tumbuhan. Sedangkan famili yang paling sedikit yaitu dengan jumlah hanya 1 spesies terdapat pada 23 famili diantaranya terdapat pada famili Amaranthaceae, Amarilidaceae, Apocynaceae, dan famili lainnya.

Pada Gambar 5 merupakan diagram venh jumlah keseluruhan spesies tumbuhan yang dimanfaatkan dan teridentifikasi 39 spesies merupakan tumbuhan pangan, 34 spesies tumbuhan obat dan 19 spesies tumbuhan pangan fungsional, tumbuhan pangan fungsional yaitu tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pangan

(2)

sekaligus obat. Pangan fungsional sudah turun-temurun dimanfaatkan oleh masyarakat tradisional (Zuhud 2011), namun seringkali kita tidak menyadari bahwa itu berasal dari keanekaragaman hayati pangan lokal yang sering dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, yang penggunaanya sekaligus dapat dijadikan obat.

Gambar 5 Jumlah spesies tumbuhan pangan, pangan fungsional, dan obat. Penduduk desa telah terbiasa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dari hasil tumbuhan yang ditanami di pekarangan, sawah, kebun, maupun lingkungan sekitar rumah. Pemanfaatan tumbuhan penduduk yang telah diketahui dan direkapitulasi dalam laporan tahunan Desa Katikuwai, berupa tumbuhan palawija, perkebunan, buah-buahan, dan kehutanan.

Pada Tabel 4 berikut ini merupakan daftar spesies tumbuhan yang banyak ditanam sebagai palawija. Tumbuhan palawija merupakan tumbuhan yang biasa ditanam di pekarangan mereka untuk mempermudah dalam mengambil hasilnya untuk kebutuhan sehari-hari. Selain digunakan sendiri, masyarakat juga menjual hasil panen jika hasilnya melebihi kebutuhan sehari-hari.

Tabel 4 Spesies tumbuhan palawija di Desa Katikuwai

No. Nama lokal Nama ilmiah Jumlah /tahun

1 Padi Oryza sativa 16.480 Mok

2 Jagung Zea mays 4.120 Mok

3 Ubi kayu Manihot utilisima 20.240 Umbi 4 Kacang-kacangan Suku: Fabaceae 64 Kg

5 Keladi Caladium sp. 40.200 Umbi

6 Ubi jalar Ipomoea batatas 10.151 Umbi 7 Ganyo Belum teridentifikasi 4.405 Umbi 8 Ubi hutan/Iwi Dioscorea hispida 66.605 Umbi 9 Litang Belum teridentifikasi 20.500 Umbi Sumber:Laporan Tahunan Desa Katikuwai Tahun 2011

39 34

Tumbuhan pangan

Tumbuhan pangan

fungsional Tumbuhan obat

(3)

Masyarakat biasa menjual tumbuhan palawija dalam satuan mok. Mok merupakan ukuran penjualan sebesar mangkuk berukuran sedang, sedangkan pada Tabel 5 menyajikan berbagai spesies tumbuhan yang biasa ditanam di perkebunan.

Tabel 5 Spesies tumbuhan perkebunan di Desa Katikuwai

No. Nama lokal Nama ilmiah Jumlah (Pohon) /tahun

1 Kelapa Cocos nucifera 3.304

2 Kopi Coffea sp. 108.867

3 Kemiri Aleurites moluccana 23.316

4 Sirih Piper betle 20.754

5 Pinang Areca catechu 38.620

6 Jambu Mete Anacardium occidentale 7.769

7 Sawo Chrysophyllum cainito 118

8 Coklat Theobroma cacao 54

9 Cengkeh Syzygium aromaticum 95

Sumber:Laporan Tahunan Desa Katikuwai Tahun 2011

Jambu mete (Anacardium occidentale) banyak terdapat di daerah Sumba Timur. Tumbuhan ini memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, namun penduduk masih kesulitan untuk menjual ataupun memasarkan buahnya karena akses ke kota Waingapu yang jauh dan angkutan umum yang hanya ada setiap dua kali seminggu, sehingga penduduk mengonsumsi buah ini sendiri meskipun tidak terlalu menyukainya. Hasil olahan jambu mete menjadi kacang mete memiliki kandungan protein yang tinggi dan dapat digunakan sebagai makanan tambahan yang berguna sebagai asupan gizi yang baik untuk tubuh. Pada Tabel 6 berikut ini menyajikan spesies pohon buah-buahan yang dihasilkan dari lingkungan sekitar Desa Katikuwai.

Tabel 6 Spesies pohon buah-buahan di Desa Katikuwai

No. Spesies Tumbuhan Nama ilmiah Jumlah (Pohon) /tahun

1 Nangka Artocarpus heterophyllus 10.550

2 Pisang Musa paradisiacal 5.828

3 Mangga Mangifera indica 965

4 Alpukat Persea Americana 165

5 Sirsak Annona muricata 940

6 Kedondong Spondias dulcis 166

7 Salak Salacca zalacca 159

8 Durian Durio zibethinus 10

9 Jambu Bangkok Psidium guajava 2.057

10 Jeruk Citrus maxima 350

11 Klengkeng Euphoria longana 82

(4)

Pada Tabel 7 berikut ini merupakan spesies pohon kehutanan yang berada di Desa Katikuwai.

Tabel 7 Spesies pohon kehutanan

Sumber :Laporan Tahunan Desa Katikuwai Tahun 2011

Mahoni (Swietenia macrophylla) merupakan jenis tumbuhan yang diwajibkan untuk ditanam untuk setiap keluarga. Bibit mahoni yang ada merupakan hasil bantuan dari Departemen Kehutanan. Selain bibit mahoni, pada tahun 2010 terdapat sejumlah bibit yang diberikan kepada penduduk Desa Katikuwai diantaranya: bibit sengon, ampupu, mahoni, injuwatu, dan lobung dengan jumlah total bibit sebanyak 50.000 bibit (Tabel 7). Namun tidak semua masyarakat desa mendapatkan bantuan berupa bibit. Terdapat beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi sebelum masyarakat mendapatkan bantuan bibit seperti keterangan surat miskin dari desa.

5.2 Keanekaragaman Tumbuhan Pangan dan Pangan Fungsional 5.2.1 Keanekaragaman spesies

Berdasarkan hasil wawancara dan hasil observasi lapang yang dilakukan, teridentifikasi sedikitnya 39 spesies tumbuhan pangan, didalamnya terdiri dari 26 famili, 6 habitus, dan 5 bagian tumbuhan yang diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan. Pemanfaatan tumbuhan pangan oleh masyarakat kebanyakan berasal dari hasil budidaya masyarakat (65%) yang dilakukan di pekarangan rumah, kebun, dan ladang. Tidak hanya itu, masyarakat

No. Nama lokal Nama ilmiah Jumlah (Pohon)/ tahun

1 Cendana Santalum album 10.200

2 Mahoni Swietenia macrophylla 5.120

3 Gmelina Gmelina arborea 95.940

4 Johar Cassia siamea 33.189

5 Jati Tectona grandis 534

6 Injuwatu Spondias pinnata 4.112

7 Kayu manis Cinnamomum burmanii 156

8 Cemara Lantana camara 851

9 Walangaha Heracleum sp. 1.252

10 Bambu Bambusa sp. 1.020

11 Langira Nauclea orientalis 120

12 Ampupu Eucalyptus alba 30.200

13 Sengon Paraserianthes falcataria 1.110

14 Lobung Syzygium acuminatissimum 13.660

15 Nimba Azadirachta indica 125

(5)

juga memanfaatkan tumbuhan yang ada di sekitar jalan yang tumbuh liar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Keanekaragaman 34 spesies tumbuhan pangan fungsional terdiri dari 13 famili yang didominasi oleh famili Zingiberaceae, 7 habitus tumbuhan, dan didominasi oleh habitus pohon dan herba, 7 bagian tumbuhan yang pemanfaatannya didominasi pada bagian buah. Pemanfaatan tumbuhan pangan oleh masyarakat kebanyakan berasal dari hasil budidaya masyarakat (53%) dan banyak dibudidayakan di pekarangan.

Pada Tabel 8 berikut ini, menunjukkan keanekaragaman spesies tumbuhan pangan dan pangan fungsional yang digunakan oleh masyarakat Desa Katikuwai. Tabel 8 Keanekaragaman spesies tumbuhan pangan dan pangan fungsional di

Desa Katikuwai

No. Nama Lokal Nama Ilmiah

1 Alia/jahe Zingiber officinale

2 Alpukat Persea americana

3 Bayam Amaranthus spinosus

4 Bengkuang Pachyrhizus erosus

5 Buah nona Annona reticulate

6 Bunga tompu daun Kalanchoe pinnata

7 Cabe rawit Capsium frutescens

8 Daun Terigu Maranta arundinacea

9 Enau Arenga pinnata

10 Jagung Zea mays

11 Jambu biji Psidium guajava

12 Jambu mete Anacardium occidentale

13 Jeruk bali Citrus maxima

14 Jeruk nipis Citrus aurantifolia

15 Kacang hijau Phaseolus radiatus

16 Kacang panjang Vigna sinensis

17 Kacang tanah Arachis hypogaea

18 Kakao Theobroma cacao

19 Kangkung Ipomea aquatica

20 Karabengok Mucuna pruriens

21 Kedondong Spondias dulcis

22 Keladi Xanthosoma sagittifolium

23 Kelapa Cocos nucifera

24 Kelengkeng Euphoria longana

25 Kemiri Aleurites moluccana

26 Kencur Kaempferia galanga

(6)

No. Nama Lokal Nama Ilmiah

28 Kopi Robusta Coffea robusta

29 Kunyit Curcuma domestica

30 Labu jepang Sechium edule

31 Labu kuning Cucurbita moschata

32 Lemon Citrus x limon

33 Lontar Borassus flabellifer

34 Mangga Mangifera indica

35 Markisa Passiflora edulis

36 Mentimun Cucumis sativus

37 Merica Piper nigrum

38 Nanas Ananas comosus

39 Nangka Artocarpus heterophyllus

40 Padi Oryza sativa

41 Padi pulut Oryza sativa glotinosa

42 Pakis Diplazium esculentum

43 Pepaya Carica papaya

44 Pinang Areca catechu

45 Pisang Musa paradisia

46 Rebung Gigantolochloa apus

47 Sawi putih Brassica chinensis

48 Sawo durian Chrysophyllum cainito 49 Selada air Nasturtium officinale

50 Sirih Piper betle

51 Sirsak Annona muricata

52 Talas Colocasia esculenta

53 Terung hijau Solanum melongenae

54 Terung ungu Solanum verbacifolium

55 Tomat apel Lycopersicum pyriforme

56 Ubi hutan Dioscorea hispida

57 Ubi jalar Ipomoea batatas

58 Ubi kayu Manihot utilisima

Berdasarkan total 39 spesies tumbuhan pangan yang terdiri dari 26 famili, diketahui bahwa famili yang paling banyak digunakan adalah famili Fabaceae (5 spesies). Sedangkan untuk famili yang paling sedikit digunakan diantaranya: Amaranthaceae, Annonaceae, Bromeliaceae, dan famili lainnya. Keberadaan famili Fabaceae seperti kacang hijau (Phaseolus radiatus), kacang panjang (Vigna sinensis), kacang tanah (Arachis hypogaea), karabengok (Mucuna pruriens) dan bengkuang (Pachyrhizus erosus) yang mendominasi dan merupakan suku polong-polongan, tentunya sangat berperan dalam penyediaan pakan bagi burung-burung

(7)

yang berada di pulau Sumba. Menurut Heyne (1987), famili Fabaceae dapat hidup pada berbagai macam tipe habitat, termasuk di tanah yang relatif kering seperti di Sumba Timur. Banyaknya famili Fabaceae, dibantu oleh keberadaan berbagai spesies burung dalam membantu menyebarkan biji-bijian yang menjadi pakannya pada saat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.

Pemanfaatan tumbuhan sebagai pangan sekaligus sebagai obat dapat dikategorikan sebagai tumbuhan pangan fungsional. Peranan pangan fungsional juga dapat dikategorikan dengan adanya kandungan serat, antioksidan, dan zat lainnya (Ariani 2005). Terdapat 19 spesies tumbuhan pangan fungsional yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Katikuwai, diantaranya: alia/jahe (Zingiber officinale), cabe rawit (Capsium frutescens), jagung (Zea mays), iwi/ ubi hutan (Dioscorea hispida), jambu biji (Psidium guajava), jambu mete (Anacardium occidentale), jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan spesies lainnya yang terlampir pada Lampiran 9.

Famili Zingiberaceae merupakan famili yang paling banyak digunakan sebagai tumbuhan pangan fungsional. Alia/jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica), dan kencur (Kaempferia galanga) merupakan contoh spesies tumbuhan pangan fungsional yang pemanfaatanya sebagai bumbu atau penyedap makanan sekaligus memiliki fungsi obat.

Pemanfaatan tumbuhan pangan dan pangan fungsional dapat diklasifikasikan menurut kandungan nutrisinya. Menurut Sastapradja et al. (1983), penggolongan tumbuhan berdasarkan kandungan nutrisinya terbagi menjadi 4 yaitu: 1. Sumber karbohidrat, 2. Sumber protein, 3. Sumber vitamin, dan 4. Sumber lemak.

Pada tabel 9 berikut ini, terdapat contoh spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan masyarakat Desa Katikuwai berdasarkan kandungan nutrisinya, dengan tambahan spesies tumbuhan yang merupakan sumber mineral, penyedap rasa, dan bahan minuman.

(8)

Tabel 9 Spesies tumbuhan pangan dan pangan fungsional berdasarkan kandungan nutrisi

No. Kandungan Nutrisi Spesies Tumbuhan

1 Sumber Karbohidrat ubi hutan (Dioscorea hispida), padi pulut (Oryza sativa glotinosa), daun terigu (Maranta arundinacea)

2 Sumber Protein jambu mete (Anacardium occidentale), kacang hijau (Phaseolus radiatus), karabengok (Mucuna pruriens) 3 Sumber Vitamin dan mineral Buah-buahan: jeruk bali (Citrus maxima), kelengkeng

(Euphoria longana); Sayuran: labu jepang (Sechium edule), labu kuning (Cucurbita moschata)

4 Sumber Lemak nabati alpukat (Persea americana), kakao (Theobroma cacao), kelapa (Cocos nucifera)

5 Sumber Penyedap rasa kencur (Kaempferia galanga), kemiri (Aleurites moluccana),

6 Sumber Bahan minuman Kopi (Coffea sp.), markisa (Passiflora edulis)

Keanekaragaman spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Katikuwai berdasarkan kandungan nutrisinya, memiliki peranan penting untuk tubuh agar seluruh organ pada tubuh dapat berjalan sesuai fungsinya masing-masing. Berikut ini akan diuraikan mengenai fungsi dan contoh spesies tumbuhan berdasarkan kandungan nutrisinya.

a. Sumber karbohidrat

Tumbuhan merupakan sumber utama penghasil karbohidrat. Fungsi karbohidrat dalam tumbuhan adalah sebagai simpanan energi dan penguat struktur tumbuhan tersebut. Bentuk simpanan energi yang utama terdapat pada zat tepung (biji, akar, batang), dan zat gula (buah), sedangkan selulosa yang terdapat dalam dinding sel berperan sebagai penguat struktur tumbuhan (Sediaoetama 2006).

Tumbuhan yang dapat dijadikan sumber karbohidrat tidak hanya padi, tetapi beberapa komoditas lainnya seperti jagung, ubi jalar, ubi kayu dan masih ada lainnya yang dapat dan sudah dimanfaatkan di beberapa daerah. Hasil wawancara dan observasi lapang yang dilakukan membuktikan bahwa beberapa spesies tumbuhan yang banyak mengandung karbohidrat yang dijadikan pangan sehari-hari oleh masyarakat diantaranya: padi (Oryza sativa), padi pulut (Oryza sativa glotinosa), daun terigu (Maranta arundinacea), enau (Arenga pinnata) , jagung (Zea mays), keladi (Caladium sp.), ubi hutan (Dioscorea hispida), ubi kayu (Manihot utilisima), ubi jalar (Ipomoea batatas), dan pisang (Musa paradisiaca).

Padi (Oryza sativa) merupakan sumber karbohidrat utama dan makanan pokok dari sebagian besar penduduk Indonesia. bulir padi setelah ditumbuk, kemudian dimasak menjadi nasi, meskipun bukan makanan utama, masyarakat

(9)

Desa Katikuwai telah terbiasa mencampur padi dan jagung sebagai makanan pokok mereka karena dianggap lebih banyak menghasilkan energi dibandingkan dengan hanya mengonsumsi satu jenis makanan saja. Umbi-umbian juga dapat menjadi campuran padi apabila persediaan jagung sudah habis dan diolah dengan cara ditanak pada umumnya.

Jagung (Zea mays) merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian tempat di Indonesia Timur yang memiliki daerah kering (Gambar 6). Jagung merupakan tumbuhan yang sudah dapat menyesuaikan diri untuk dapat tumbuh di daerah kering (Moeljopawiro dan Ibrahim 1992). Menurut kegunaanya, ada yang dijadikan makanan pokok, yang diolah seperti memasak nasi biasa, dan dapat dijadikan makanan tambahan yang pengolahannya dengan cara digoreng dan direbus.

Gambar 6 Jagung setelah dipanen.

Varietas jagung yang biasa ditanam dan dikonsumsi oleh masyarakat Desa Katikuwai adalah jenis jagung hibrida dan jagung harapan. Jenis jagung hibrida memiliki masa tanam hingga panen selama 90 hari. Jagung hibrida akan dipanen biasanya pada akhir bulan maret hingga bulan april. Sedangkan masa tanam jagung harapan lebih lama dari jagung hibrida, yaitu selama 110 hari.

Ubi kayu (Manihot utilisima) merupakan sumber karbohidrat penting. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang dapat ditanam dimana saja. Masyarakat biasa mengolah ubi kayu dengan cara direbus atau digoreng. Selain ubi kayu, ubi jalar (Ipomoea batatas) juga banyak ditanam di Indonesia bagian timur. Daun ubi jalar yang masih muda dapat juga digunakan sebagai sayuran. Seperti ubi kayu, ubi jalar juga biasa diolah dengan cara direbus atau digoreng.

Komoditas potensial yang juga dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pangan ialah, talas (Colocasia esculenta), dan keladi (Caladium sp.) tumbuhan

(10)

tersebut merupakan tumbuhan yang biasa tumbuh di hutan, tetapi keberadaanya sekarang sudah banyak dibudidayakan di pekarangan rumah maupun di kebun-kebun. Ubi hutan yang dikenal dengan sebutan iwi (Dioscorea hispida) merupakan tumbuhan sumber karbohidrat penting di Indonesia bagian timur (Gambar 7). Iwi memiliki cita rasa yang enak dan gurih, namun dalam pengolahannya cukup rumit dan tidak dapat langsung dikonsumsi karena iwi dapat memabukkan jika diolah langsung dengan cara direbus, dikukus, ataupun digoreng.

Cara pengolahan iwi yaitu dengan cara iwi dikupas kemudian dipotong tipis-tipis, selanjutnya iwi direndam dalam air dingin selama 2-3 malam. Setelah direndam, iwi dijemur hingga kering. Setelah kering iwi direndam lagi dalam air dingin agar zat-zat beracun yang masih menempel dapat hilang, lalu dijemur lagi hingga kering, kemudian iwi dapat langsung diolah dengan cara digoreng, ataupun dapat ditumbuk untuk kemudian dijadikan tepung.

Gambar 7 Ubi hutan/ Iwi (Dioscorea hispida).

Pemanfaatan iwi di daerah Sumba Timur sejauh ini merupakan cadangan makanan pada saat musim kemarau atau pada saat bahan pangan lain sulit didapat. Masyarakat akan mencari iwi di sekitar hutan untuk dimakan. Meskipun cara pengolahannya rumit, masyarakat dapat mengandalkan iwi sebagai pengganti persediaan makanan pokok yang telah habis.

Sebagian besar spesies tumbuhan tersebut merupakan makanan pokok bagi masyarakat. Menurut Sediaoetama (2006), bahan makanan pokok biasanya merupakan sumber utama karbohidrat, karena selain tinggi kadar amilumnya, juga dapat dimakan oleh seseorang dalam jumlah besar tanpa menimbulkan rasa mual.

(11)

b. Sumber protein

Jenis tumbuhan yang mengandung protein biasanya adalah jenis tumbuhan berbiji dan jenis polong-polongan (Fabaceae). Beberapa spesies tumbuhan yang memiliki kandungan utama protein yang dimanfaatkan masyarakat Desa Katikuwai antara lain: jambu mete (Anacardium occidentale), kacang hijau (Phaseolus radiatus), kacang panjang (Vigna sinensis), kacang tanah (Arachis hypogaea), dan karabengok (Mucuna pruriens).

Kacang tanah (Arachis hypogaea) adalah tumbuhan yang membentuk polong di dalam tanah, sehingga kacang tanah akan tumbuh lebih baik apabila ditanam di tanah yang berpasir. Kacang tanah merupakan tumbuhan penghasil minyak, dengan kadar minyak sebesar 42 – 46%. Kacang tanah dapat direbus bersama polongnya atau digoreng untuk dimakan sebagai makanan ringan.

Kacang hijau (Phaseolus radiatus) biasanya ditanam oleh penduduk di kebun yang letaknya hanya beberapa meter dari pekarangan rumah. Masyarakat biasanya mengolah kacang hijau dengan cara memasaknya sebagai bubur. Kacang hijau merupakan salah satu sumber protein nabati yang penting bagi tubuh. Selain itu, kacang hijau mengandung berbagai zat gizi seperti kalori, lemak, vitamin A, vitamin B1, B3, B5, B6, B12, C, E, F, K, fosfor, zat besi, dan mangan (Soehardi 2004). Pemanfaatan kacang hijau selain dijadikan bubur, juga dijadikan tepung oleh masyarakat dengan cara dikeringkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk hingga halus.

Protein memiliki peranan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup. Kelebihan protein merupakan sumber energi yang sekaligus berfungsi sebagai pembentukan dan perbaikan sel dan jaringan.

c. Sumber vitamin dan mineral

Tumbuhan buah-buahan banyak terdapat di sekitar pekarangan, dan kebun, spesies tumbuhan tersebut antara lain: jambu biji (Psidium guajava), jambu mete (Anacardium occidentale), jeruk bali (Citrus maxima), jeruk nipis (Citrus aurantifolia), kakao (Theobroma cacao), kedondong (Spondias dulcis ), kelengkeng (Euphoria longana), markisa (Passiflora edulis). Semua spesies tumbuhan ini kaya akan vitamin. Vitamin memberikan spesifik dalam tubuh. Meskipun tubuh hanya memerlukan vitamin dalam jumlah sedikit, tetapi bila

(12)

diabaikan asupannya, maka metabolisme tubuh akan terganggu jika kekurangan vitamin dan akibatnya manusia tidak dapat produktif untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari.

Kandungan senyawa mineral merupakan senyawa essensial untuk berbagai proses selular tubuh (Alfiansyah 2011). Secara garis besar, fungsi mineral diantaranya berperan dalam pembentukan struktural dan jaringan lunak, kerja sistem enzim, kontraksi otot dan respon saraf, serta pembekuan darah. Mineral banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan. Spesies tumbuhan yang ada di Desa Katikuwai dan mengandung senyawa mineral antara lain: bayam (Amaranthus spinosus), cabe rawit (Capsium frutescens), kangkung (Ipomea aquatic), kencur (Kaempferia galanga), kunyit (Curcuma domestica ), labu jepang (Sechium edule) dan labu kuning (Cucurbita moschata) (Gambar 8).

Gambar 8 Labu kuning (Cucurbita moschata).

Labu kuning (Cucurbita moschata) merupakan salah satu tumbuhan sumber vitamin dan mineral yang terdapat di hampir semua kebun dan pekarangan rumah. Tumbuhan merambat ini mudah tumbuh dan biasanya juga dijadikan tanaman tumpang sari di sekitar ladang mereka.

d. Sumber lemak nabati

Spesies tumbuhan seperti alpukat (Persea americana), jambu mete (Anacardium occidentale), kakao (Theobroma cacao), kelapa (Cocos nucifera), dan kemiri (Aleurites moluccana), merupakan spesies tumbuhan yang memiliki kandungan lemak. Fungsi lemak bagi tubuh selain sebagai cadangan energi, juga berfungsi sebagai suspensi bagi vitamin A, D, E, dan K yang berguna untuk proses biologis, juga sebagai penahan goncangan untuk melindungi organ vital dan melindungi tubuh dari suhu luar yang kurang bersahabat.

(13)

e. Sumber penyedap rasa

Tumbuhan yang dijadikan pangan pelengkap, merupakan spesies tumbuhan yang dijadikan sebagai bumbu atau penyedap masakan dari rempah-rempah. Rempah-rempah merupakan bahan hasil pertanian yang digunakan sebagai sumber citarasa dan aroma. Rempah-rempah mengandung oleorisin sehingga cita rasa dan aromanya tajam dan spesifik. Rempah-rempah yang biasa digunakan penduduk seperti kemiri (Aleurites moluccana) dan kencur (Kaempferia galanga), dan spesies tumbuhan yang dapat dijadikan bentuk makanan lain seperti gula merah yang terbuat dari enau (Arenga pinnata), dan jenis penganan kue dari padi pulut (Oryza sativa glotinosa).

f. Sumber bahan minuman

Kopi (Coffea sp.) merupakan minuman yang wajib ada setiap harinya pada masyarakat (Gambar 9). Kopi khas Sumba memiliki aroma yang harum dan kuat. Kopi merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai ekonomi yang menguntungkan untuk dijual di pasar mingguan yang ada di desa, maupun di pasar yang berada di luar desa.

Gambar 9 Kopi (Coffea sp.).

Penduduk biasa mengolah kopi sendiri hingga bisa menjadi minuman, antara lain dimulai dengan cara memanen buah kopi, menjemur biji kopi, menyangrai atau menggoreng tanpa minyak, menumbuk biji kopi, menyaring bubuk kopi dari yang halus dan kasar, menumbuk kembali bubuk kopi yang kasar hingga halus, hingga dapat disajikan sebagai minuman.

(14)

Pada Gambar 10 menunjukkan salah seorang warga yang sedang mengolah biji kopi untuk dijadikan minuman.

(a) (b) (c)

Gambar 10 Pengolahan biji kopi: (a) biji kopi disangrai/digoreng tanpa minyak, (b) Penumbukkan biji kopi hingga bubuk, (c) Penyaringan bubuk kopi.

Pengolahan biji kopi dilakukan hampir setiap hari agar bubuk kopi yang dihasilkan dan diminum setiap harinya, memiliki aroma yang wangi dan kuat.

Tumbuhan pangan yang baik dan dapat diunggulkan, sebaiknya memiliki kandungan zat gizi yang lengkap dan cukup komposisinya. Pada Tabel 10 menunjukkan komposisi kandungan zat gizi pada tumbuhan pangan utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia.

Tabel 10 Kandungan zat gizi bahan pangan (per 100 gram)

Komoditas Air (g) Protein (g) Karbohidrat (g) Lemak (g) Serat (g)

Padi 12 7,5 77,4 1,9 0,9 Jagung 10 10 70 4,5 2 Talas 70 1,1 26 - 1,5 Ubi kayu 62 1,8 92,5 0,3 2,5 Ubi jalar 70 5 85,8 1 3,3 Kacang tanah 5,4 30,4 11,7 47,7 2,5 Kacang hijau 10 22 60 1 4

Sumber: Prosea (1996) diacu dalam Purwono (2007)

Berdasarkan kandungan zat gizi yang ada pada tabel diatas, kandungan air tertinggi terdapat pada talas dan ubi jalar, sedangkan kandungan air terendah pada kacang tanah. Kandungan protein yang paling tinggi terdapat pada kacang tanah, dan kandungan terendahnya terdapat pada talas. Pada kandungan karbohidrat tertinggi terdapat pada ubi kayu, sedangkan kacang tanah memiliki kandungan karbohidrat yang paling rendah. Meskipun demikian, kandungan lemak pada

(15)

kacang tanah memiliki kandungan yang paling tinggi sedangkan ubi kayu rendah kandungan lemaknya hanya 0,3 gram. Pada kandungan serat, semua bahan pangan memiliki komposisi yang tidak berbeda jauh. Padi memiliki serat yang paling rendah dan kacang hijau memiliki serat yang paling tinggi. Pola konsumsi pangan yang seimbang dan terpenuhi zat gizinya sangat diperlukan oleh tubuh agar fungsi organ-organ dan metabolisme tubuh dapat berjalan dengan baik sesuai fungsinya.

5.2.2 Keanekaragaman habitus

Berdasarkan keanekaragaman habitus tumbuhan pangan, tumbuhan dengan habitus herba merupakan habitus yang paling banyak digunakan dalam pemanfaatan tumbuhan pangan yaitu dengan jumlah 13 dari 39 spesies tumbuhan dengan nilai persentase sebesar 33% (Tabel 11).

Tabel 11 Persentase tumbuhan pangan di Desa Katikuwai berdasarkan habitus

No. Habitus Jumlah Spesies Persentase (%)

1 Herba 13 33 2 Pohon 9 23 3 Perdu 6 16 4 Semak 5 13 5 Liana 4 10 6 Palem 2 5 Total 39 100

Habitus palem merupakan habitus yang paling sedikit dimanfaatkan sebagai tumbuhan pangan contohnya pada spesies lontar (Borassus flabellifer) dan enau (Arenga pinnata). Namun demikian, kedua spesies ini memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat di Desa Katikuwai. lontar (Borassus flabellifer) yang tempat tumbuhnya banyak terdapat di Nusa Tenggara Timur, merupakan salah satu spesies tumbuhan yang daunnya banyak digunakan sebagai anyaman. Enau (Arenga pinnata) dan dapat diolah menjadi gula. Hasil penjualannya dapat membantu meningkatkan nilai ekonomi masyarakat.

Spesies tumbuhan pangan dengan habitus herba merupakan habitus yang paling banyak dimanfaatkan contoh spesies tumbuhan herba diantaranya: talas (Colocasia esculenta) yang merupakan makanan tambahan dan sumber karbohidrat, pakis (Diplazium esculentum) yang biasa dikonsumsi sebagai sayuran dan bunga tompu daun (Kalanchoe pinnata) yang biasa digunakan sebagai bumbu karena memiliki rasa yang asam.

(16)

Habitus pohon merupakan habitus tumbuhan pangan kedua yang banyak digunakan oleh masyarakat. Salah satu tumbuhan pangan dengan habitus pohon yang banyak digunakan dan memiliki nilai ekonomi cukup tinggi, yaitu kemiri (Aleurites moluccana). Nilai jual kemiri yang cangkangnya sudah dibuang dapat mencapai harga Rp. 30.000 - 80.000 untuk penjualan sebanyak satu kilogram. Harga penjualan bersifat fluktuatif tergantung dari banyaknya persediaan dan pesanan buah kemiri yang datangnya dari dalam maupun luar Desa Katikuwai.

Pada Tabel 12 merupakan persentase pemanfaatan tumbuhan pangan dan pangan fungsional berdasarkan habitusnya dan menunjukkan bahwa pohon dan herba memiliki persentase yang paling tinggi yaitu sebesar 26.3% dari total keseluruhan pemanfaatan tumbuhan pangan fungsional (Tabel 12).

Tabel 12 Persentase tumbuhan pangan fungsional di Desa Katikuwai berdasarkan habitus

No. Habitus Jumlah spesies Persentase (%)

1 Pohon 5 26.3 2 Herba 5 26.3 3 Perdu 4 21.1 4 Palem 2 10.6 5 Liana 1 5.2 6 Rumpun 1 5.2 7 Semak 1 5.2 Total 19 99.9

Contoh spesies tumbuhan dengan habitus pohon yaitu jambu mete (Anacardium occidentale), mangga (Mangifera indica), sirsak (Annona muricata),jambu biji (Psidium guajava) dan pinang (Areca catechu).

5.2.3 Keanekaragaman bagian yang digunakan

Bagian tumbuhan yang digunakan dalam pemanfaatan tumbuhan pangan terdapat 5 bagian yaitu buah, daun, umbi, biji dan batang. Bagian yang paling banyak digunakan terdapat pada bagian buah (49%). Buah merupakan salah satu bagian tumbuhan yang biasa dimakan oleh manusia setelah makanan utama seperti nasi, jagung, umbi-umbian dan lainnya. Namun kebiasaan masyarakat mengonsumsi buah tidak hanya setelah makanan utama, tetapi juga mereka biasa mengonsumsi buah untuk sarapan maupun pada waktu-waktu lainnya.

Pada Tabel 13, menunjukkan besar persentase bagian-bagian tumbuhan pangan yang dimanfaatkan di Desa Katikuwai.

(17)

Tabel 13 Persentase bagian tumbuhan pangan yang digunakan

No. Bagian tumbuhan Persentase (%)

1 Buah 49 2 Daun 25 3 Umbi 13 4 Biji 11 5 Batang 2 Total 100

Pemanfaatan bagian tumbuhan pada tumbuhan pangan dan pangan fungsional didominasi oleh buah. Buah yang banyak dikonsumsi sebagai tumbuhan pangan dan dibudidayakan oleh masyarakat antara lain: jeruk bali (Citrus maxima), labu jepang (Sechium edule), labu kuning (Cucurbita moschata), sawo durian (Chrysophyllum cainito), dan spesies lainnya yang selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Jeruk bali banyak terdapat di sekitar desa dan sering dijadikan pengganti sarapan oleh anak–anak sekolah di Desa Katikuwai. Kesibukan orangtua yang harus pergi ke ladang dan anak-anak yang harus pergi ke sekolah pagi-pagi menjadikan buah sebagai sarapan mereka. Hasil adaptasi pola konsumsi ini justru membuat anak-anak sekolah tidak rentan terkena sakit perut.

Pada Tabel 14 berikut ini, menunjukkan besarnya persentase masing-masing bagian tumbuhan pangan fungsional yang dimanfaatkan di Desa Katikuwai. Tabel 14 Persentase tumbuhan pangan fungsional berdasarkan bagian yang

digunakan

No. Bagian Tumbuhan Persentase(%)

1 Buah 50 2 Daun 14 3 Rimpang 9 4 Biji 9 5 Umbi 9 6 Tunas 5 7 Pucuk Daun 4 Total 100

Spesies tumbuhan seperti pinang (Areca catechu) dan sirih (Piper betle) merupakan tumbuhan yang paling sering dikonsumsi sebagai keperluan adat istiadat sekaligus bermanfaat mengobati sakit pinggang, masuk angin, sesak napas, dan mata rabun.

(18)

5.2.4 Keanekaragaman tipe habitat

Responden mengambil dan menggunakan tumbuhan pangan untuk kebutuhan hidup mereka yang berasal dari pekarangan, kebun, sawah dan ladang pada Tabel 15 menunjukkan besarnya persentase masing-masing tipe habitat dalam pemanfaatan tumbuhan pangan di Desa Katikuwai.

Tabel 15 Persentase tipe habitat tumbuhan pangan di Desa Katikuwai

No. Tipe Habitat Jumlah Persentase (%)

1 Pekarangan 19 49

2 Kebun 5 13

3 Ladang 5 13

4 Pekarangan & Kebun 3 8

5 Ladang & Pekarangan 2 5

6 Sawah 2 5

7 Kebun & Ladang 1 2

8 Pekarangan & Ladang 1 2

9 Pekarangan, ladang & Kebun 1 2

Total 39 100

Pekarangan merupakan habitat yang paling banyak ditumbuhi tumbuhan pangan, terlihat dari jumlah persentase pengambilan tumbuhan pangan yang berasal dari pekarangan yang paling mendominasi, yaitu sebanyak 49% dari keseluruhan habitat. Namun, tumbuhan pangan tidak hanya ditanam pada satu habitat saja, adapula yang habitatnya terdapat di dua sampai tiga habitat sekaligus.

Pada Gambar 11, menunjukkan kondisi habitat tempat tumbuhnya tumbuhan pangan yang dimanfaatkan masyarakat.

(a) (b)

(19)

Kondisi sawah yang tidak banyak dialiri air seperti kondisi pesawahan di pulau jawa, merupakan hasil adaptasi dari keadaan lingkungan yang curah hujannya tidak terlalu tinggi dan sering sehingga masyarakat secara turun temurun telah terbiasa menanam padi di sawah yang kering. Hasil panen yang berasal dari sawah tersebut tidak akan mengalami gagal panen jika tidak terkena hama dan angin besar yang dapat merusak sawah.

Sebanyak 67% spesies tumbuhan yang dimanfaatkan merupakan hasil budidaya, sedangkan sebesar 15 % merupakan tumbuhan liar, dan sebesar 18% tumbuhan yang dimanfaatkan merupakan tumbuhan liar yang juga dibudidayakan di lahan milik. Beberapa spesies tumbuhan yang tumbuh di pekarangan yaitu enau (Arenga pinnata), nanas (Ananas comosus), dan kedondong (Spondias dulcis).

Menurut Solahuddin (2009), potensi lahan pekarangan yang ada, selain dapat berfungsi sebagai lahan cadangan pangan keluarga, juga dapat dimanfaatkan untuk membangun ketahanan pangan melalui peningkatan penyediaan pangan yang beranekaragam bagi keluarga, terutama bagi keluarga terpencil di daerah rawan pangan.

Pekarangan juga merupakan lahan utama tempat dibudidayakannya tumbuhan pangan fungsional, yaitu dengan persentase sebesar 78%, sedangkan sisanya terdapat di pekarangan, kebun, dan ladang (Tabel 16).

Tabel 16 Persentase tipe habitat tumbuhan pangan fungsional

No. Tipe Habitat Jumlah Persentase (%)

1 Pekarangan 14 74

2 Kebun 1 5

3 Pekarangan & Kebun 2 16

4 Ladang 1 5

Total 19 100

Pemanfaatan tumbuhan pangan fungsional kebanyakan merupakan hasil dari Budidaya (53%) dan liar (16%). Namun demikian, terdapat tumbuhan pangan fungsional yang didapat secara budidaya sekaligus liar (31%).

Cakupan kegiatan pemberdayaan lahan pekarangan tidak hanya terbatas pada pekarangan di sekitar rumah, tetapi meliputi kebun dan tegalan yang dapat dijangkau oleh anggota rumah tangga. Pemberdayaan pekarangan diarahkan untuk memantapkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga, melalui peningkatan penyediaan pangan dengan mengembangkan usaha diversifikasi pangan dari

(20)

komoditi jagung, kedelai, ketela, sayuran, buah-buahan, dan usaha peternakan serta perikanan. Sasaran pemberdayaan diarahkan untuk masyarakat yang kurang mampu di pedesaan (Solahuddin 2009).

5.3 Keanekaragaman Tumbuhan Obat 5.3.1 Keanekaragaman spesies

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi lapang yang dilakukan, diketahui bahwa pemanfaatan tumbuhan obat di Desa Katikuwai terdapat 34 spesies tumbuhan sebagai obat, yang terdiri dari 26 famili, 5 habitus dan 8 bagian tumbuhan yang digunakan yang tumbuh di 4 tipe habitat yaitu pekarangan, kebun, ladang, dan di sekitar jalan. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat diklasifikasikan berdasarkan kelompok penyakit/ penggunaan yang masing-masing jumlahnya tercantum pada Tabel 17 berikut ini, dan keterangan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 17 Keanekaragaman spesies tumbuhan obat berdasarkan klasifikasi kelompok penyakit/ penggunaan

No. Kelompok Penyakit/ Penggunaan Jumlah Spesies

1 Penyakit saluran pencernaan 15

2 Penyakit malaria 12

3 Penyakit otot dan persendian 12

4 Penyakit saluran pernafasan 9

5 Sakit kepala dan demam 9

6 Pengobatan luka 8

7 Tetanus 6

8 Penyakit kulit 4

9 Perawatan kehamilan dan persalinan 2

10 Penyakit gigi 2

11 Perawatan rambut 2

12 Luka dalam 2

13 Penyakit gangguan urat syaraf 1

14 Penyakit kanker atau tumor 1

15 Penyakit tulang 1

16 Penyakit diabetes 1

17 Penyakit kuning 1

18 Penyakit mata 1

19 Penawar racun 1

Berikut ini diuraikan beberapa contoh spesies tumbuhan obat yang digunakan berdasarkan pengklasifikasian kelompok penyakit/ penggunaanya, yang terdiri dari 19 macam kelompok penyakit yang diurutkan berdasarkan jumlah tumbuhan obat yang paling banyak dimanfaatkan.

(21)

1. Penyakit saluran pencernaan

Jenis penyakit yang paling banyak memiliki alternatif spesies tumbuhan untuk pengobatan, yaitu penyakit saluran pencernaan. Sebanyak 15 spesies tumbuhan dapat digunakan untuk mengobati penyakit tersebut, contohnya s kapuk (Ceiba pentandra), kayu manis (Cinnamomum burmanii), Iwi (Dioscorea hispida), rita (Rauvolfia javanica) dan spesies lainnya (Lampiran 6).

2. Penyakit malaria

Malaria merupakan penyakit endemik di Nusa Tenggara Timur. Terdapat 12 spesies tumbuhan yang dapat dijadikan obat malaria, diantaranya: kayu ular (Strychnos lucida), kesambi (Schleichera oleosa), uhu (Panicum verticillatum), dan lainnya (Lampiran 6). Kesambi merupakan spesies tumbuhan yang banyak ditemukan di sumba timur, serta tahan terhadap kondisi lingkungan di Sumba Timur yang kering. Pemanfaatan kesambi untuk malaria yaitu, dengan cara menumbuk kulit kayunya kira-kira sebesar telapak tangan, lalu langsung dikonsumsi. Daun, akar dan batang kesambi mengandung saponin dan tanin, di samping itu daunnya juga mengandung alkaloida.

3. Penyakit otot dan persendian

Terdapat 12 spesies tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit otot dan persendian, diantaranya cendana (Santalum album), kayu manis (Cinnamomum burmanii), mosa (Tetrameles nudiflora) dan lainnya (Lampiran 6). Cendana merupakan tumbuhan khas Nusa Tenggara Timur yang juga memiliki nilai ekonomi yang bernilai bagi peningkatan pendapatan masyarakat. Seluruh bagian tumbuhan cendana paling sering dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat bengkak, tertikam, dan luka dalam. Kandungan minyak atsiri yang terkandung pada cendana membuat harga kayu cendana menjadi lebih bernilai karena selain penggunaanya dapat digunakan sebagai obat, juga dapat digunakan sebagai pengharum dan industri lainnya.

4. Penyakit saluran pernafasan

Terdapat 9 spesies tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit saluran pernafasan, diantaranya: bunga desember (Haemanthus multiflorus), jambu mete (Anacardium occidentale), cendana (Santalum album), dan spesies lainnya. Daun bunga desember dapat digunakan sebagai obat flu

(22)

burung. Daun jambu mete dan cendana dapat digunakan sebagai obat flu. Penggunaan daun untuk flu, biasanya berjumlah ganjil antara 5 lembar, 7 lembar, dan seterusnya.

5. Sakit kepala dan demam

Terdapat 9 spesies tumbuhan yang dapat dijadikan obat untuk sakit kepala dan demam. Spesies tumbuhan seperti damar putih (Jatropha curcas),kulit kayunya digunakan untuk mengobati sakit kepala dengan cara menumbuknya hingga halus lalu dimakan sedikit demi sedikit. Spesies tumbuhan lain yang digunakan untuk mengobati sakit kepala dan demam yaitu daun kondu (Erigeron sumatrensis) dan uhu (Panicum verticillatum). Cara penggunaanya dengan cara merebus 5-7 lembar daun dan menambahkan dua gelas air, setelah mendidih, air hasil rebusan dapat diminum.

6. Pengobatan luka

Terdapat 8 spesies tumbuhan yang dapat digunakan untuk pengobatan luka, diantaranya: gaharu (Aquilaria moluccensis), lino (Grewia koordesiana) dan kapohak (Urena lobata). Ketiga spesies tumbuhan ini, memiliki cara penggunaan yang sama yaitu, dengn cara menumbuk bagian kulit kayunya (gaharu dan lino) dan daunnya (kapohak) untuk kemudian ditempelkan pada bagian yang luka. 7. Tetanus

Terdapat 6 spesies tumbuhan untuk mengobati tetanus, antara lain: cendana (Santalum album), kayu manis (Cinnamomum burmanii), alia/jahe (Zingiber officinale), bawang merah (Allium ascalonicum), bawang putih (Allium sativum) dan kencur (Kaempferia galanga). Cara penggunaanya, semua bahan dapat dihancurkan lalu ditempelkan pada tempat yang terkena tetanus (Lampiran 7). 8. Penyakit kulit

Terdapat 4 spesies tumbuhan yang dapat dijadikan obat penyakit kulit, yaitu: kanjilu (Ficus variegata), manairi (Desmodium pulchellium), Wanggakuli (Ficus sp.), dan ubi kayu (Manihot utilisima). Getah kanjilu dan wanggakuli dapat digunakan untuk mengobati bisul, sedangkan kulit kayu manairi digunakan untuk mengobati panu, dan daun ubi kayu yang telah dipanaskan hingga layu dapat digunakan sebagai obat bisul.

(23)

9. Perawatan kehamilan dan persalinan

Rebung (Gigantolochloa apus) dan cabe rawit (Capsicum frutescens) merupakan dua spesies tumbuhan yang biasa digunakan oleh masyarakat Desa Katikuwai untuk membantu proses sebelum maupun setelah melahirkan. Daun cabe rawit sebanyak 3-7 lembar digunakan untuk mempermudah proses kelahiran dengan cara dikunyah lalu diusapkan di punggung, perut dan kepala. Sedangkan tunas bambu biasa dikonsumsi dijadikan sayuran untuk membantu dalam proses penyembuhan sehabis melahirkan.

10. Penyakit gigi

Hawindu (Sida retusa) dan rumput hitam (Diodia ocymifolia) digunakan bagian akarnya untuk mengobati sekaligus menguatkan gigi. Akar kedua spesies tumbuhan ini dapat digigit secara langsung lalu dikunyah, ataupun ditumbuk terlebih dahulu, lalu selanjutnya ditempelkan dibagian yang sakit. Kedua spesies ini juga mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai anti radang. 11. Perawatan rambut

Pandan (Pandanus tectorius) dan rumbalunggi (Sonchus arvensis) merupakan dua spesies tumbuhan yang daunnya masing-masing memiliki fungsi sebagai penyubur rambut dan pencegah uban. Kandungan saponin yang terdapat pada kedua spesies tumbuhan tersebut mempengaruhi kolagen, yaitu memperbaiki struktur jaringan, sehingga perkembangan rambut lebih baik.

12. Luka dalam

Bagian daun tumbuhan Hanjokorteki (Leea sambucina) dan rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza) dapat digunakan untuk mengobati luka dalam. Daun hanjokorteki direbus dengan jumlah ganjil yaitu sebanyak 5 lembar, 7 lembar, dan seterusnya. Air ditambahkan sebanyak 2 gelas. Air hasil rebusan ini dapat diminum hingga sembuh. Pada penggunaan rimpang temulawak, rimpang sebesar telapak tangan dapat diparut ataupun dipotong menjadi bagian-bagian kecil, lalu ditambahkan air sebanyak 2-3 gelas. Air hasil rebusan ini dapat langsung diminum dengan pemakaian 2x sehari hingga penyakitnya sembuh. 13. Penyakit gangguan urat syaraf

Meniran (Phyllantus niruri) merupakan spesies tumbuhan yang bagian daunnya dapat dimanfaatkan untuk mengobati rematik dan tidak bisa tidur.

(24)

Penggunaanya dengan cara dapat dimakan langsung ataupun direbus sebanyak satu genggam dan ditambahkan air sebanyak 2 gelas, lalu air hasil rebusan diminum untuk mengobati penyakit tersebut.

14. Penyakit kanker atau tumor

Daun haki (Dillenia pentagyna) dapat dijadikan sebagai obat kanker. Menurut Wulandari (2010), senyawa flavonoid pada famili Dilleniaceae memiliki kandungan antioksidan yang baik dan dapat menjaga daya tahan tubuh. Penggunaan daun haki dengan cara merebus minimal 5 lembar daunnya ditambah 3 gelas air untuk kemudian diminum air rebusannya.

15. Penyakit tulang

Kalika rataka (Erythrina sp.) merupakan spesies tumbuhan yang bagian batangnya digunakan sebagai sakit tulang. Cara penggunaanya yaitu dengan cara menumbuk bagian batangnya, dan ditempelkan pada bagian tulang yang sakit. 16. Penyakit diabetes

Bagian daun kapohambakung (Stachytarpheta indica) dimanfaatkan untuk mengobati penyakit diabetes. Kandungan alkaloidnya mengurangi racun-raun didalam tubuh, membantu dalam proses detoksifikasi, serta kandungan flavonoidnya berfungsi mengurangi kolesterol dalam tubuh dan melancarkan peredaran darah.

17. Penyakit kuning

Rimpang kunyit (Curcuma domestica) dimanfaatkan untuk mengobati penyakit kuning. Cara penggunaanya yaitu: rimpang kunyit sebesar 3 jari tangan kemudian dihancurkan dengan cara ditumbuk maupun diserut lalu ditambahkan air sebanyak 2-3 gelas. Setelah mendidih, air rebusan disaring lalu diminum 2x sehari hingga sembuh.

18. Penyakit mata

Air embun yang berasal dari daun Sirih (Piper betle), dapat digunakan untuk mengobati sakit mata. Air embun yang paling baik digunakan untuk mengobati sekaligus membersihkan mata, yaitu ketika pagi hari. Namun tidak jarang pula masyarakat akan merendam daun sirih dan kemudian air pada hasil rendaman digunakan untuk mengobati mata setiap pagi hari.

(25)

19. Penawar racun

Daun bau (Ageratum conyzoides) digunakan sebagai obat luka juga penawar racun jika terkena bisa. Penggunaan daunnya dengan cara digosokkan pada anggota tubuh yang terkena luka ataupun bisa.

Berdasarkan pemanfaatan tumbuhan obat, diketahui bahwa terdapat tumbuhan obat yang dapat mengobati lebih dari satu penyakit, seperti sirih (Piper betle), alia/jahe (Zingiber officinale), pinang (Areca catechu) dan lainnya. Tumbuhan obat tersebut paling banyak digunakan dengan cara dikunyah, ditumbuk atau dititi. Masyarakat percaya, dengan memakan sirih dan pinang kondisi kesehatan mereka dapat terus terjaga.

Alia/Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu tumbuhan yang paling banyak digunakan untuk mengobati beberapa jenis penyakit seperti dalam pengobatan luka, penyakit otot dan persendian, penyakit saluran pencernaan, dan sakit kepala serta demam. Menurut Koswara (2012), jahe (Zingiber officinale) memang memiliki banyak manfaat diantaranya dapat menurunkan tekanan darah (hipertensi). Hal ini karena jahe merangsang pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah mengalir lebih cepat dan lancar dan memperingan kerja jantung memompa darah. Jahe juga membantu pencernaan, karena jahe mengandung enzim pencernaan yaitu protease dan lipase, yang masing-masing mencerna protein dan lemak, mencegah tersumbatnya pembuluh darah. Gingerol pada jahe bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah, menetralkan radikal bebas karena jahe juga mengandung antioksidan yang membantu menetralkan efek merusak yang disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh dan fungsi lainnya.

Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan memiliki peranan yang penting dalam proses pengobatan. Beberapa senyawa kimia yang banyak terdapat pada tumbuhan diantaranya senyawa kimia seperti polifenol, alkaloid, saponin, minyak atsiri, flavonoid,dan senyawa kimia lainnya yang berperan dalam upaya penyembuhan. Kandungan senyawa kimia pada tumbuhan yang berkhasiat obat berdasarkan hasil literature, dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 8.

Polifenol merupakan senyawa kimia yang berfungsi sebagai anti-histamin (anti-alergi). Alkaloid berfungsi sebagai detoksifikasi yang dapat meminimalisir

(26)

racun-racun di dalam tubuh. Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik alkaloid sering kali beracun pada manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.

Saponin merupakan kandungan zat kimia yang bermanfaat dalam mempengaruhi kolagen (tahap awal perbaikan jaringan) yaitu dengan menghambat produksi jaringan luka yang berlebihan. Selain itu, saponin juga merupakan sumber anti-bakteri dan anti-virus, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan vitalitas, mengurangi kadar gula dalam darah, mengurangi penggumpalan darah.

Peranan dari flavonoid yaitu melancarkan peredaran darah seluruh tubuh dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, mengandung anti inflamasi (anti radang), mengurangi kandungan kolesterol serta mengurangi penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah, berfungsi sebagai antioksidan dan membantu mengurangi rasa sakit analgesik (Hustiantama 2002).

Pada kegiatan Pahappa, tidak hanya kandungan buah saja yang berpengaruh terhadap proses penyembuhan penyakit. Air ludah ternyata juga memiliki peranan yang penting dalam mempercepat proses penyembuhan. Kandungan lainnya yang terdapat pada air liur diantaranya: elektrolit, bakteri, virus, jamur, sekresi dari hidung dan paru-paru, sel-sel dari mulut dan sekitar 500 protein.

Tim peneliti dari belanda telah membuktikan bahwa terdapat protein kecil yang terdapat di air ludah, yaitu histanin. Protein ini sebelumnya diketahui hanya berperan sebagai pembunuh bakteri, tetapi berdasarkan hasil penelitian ternyata histanin berperan juga dalam penyembuhan luka. Selain itu, zat tersebut dapat diproduksi secara massal dan memiliki potensi sebagai antibiotik (Winardi 2009).

Suatu tumbuhan memiliki aktivitas biologi dipengaruhi oleh kandungan senyawa kimia yang ada pada tumbuhan tersebut baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Suganda 2010). Berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi kandungan senyawa kimia suatu tumbuhan adalah: 1. keanekaragaman genetik; 2. lingkungan tempat tumbuh, yang meliputi faktor biotik, tanah dan nutrisi, air,

(27)

temperatur, cahaya (kualitas, intensitas, dan lama pencahayaan), ketinggian tempat tumbuh, panen dan pascapanen.

Pengetahuan masyarakat Desa Katikuwai diketahui dari hasil turun-temurun maupun dari tetangga. Masyarakat yang sakit biasanya juga meminta ramuan obat pada orang yang biasa meramu obat, kemudian peramu atau dukun akan mencari obat sesuai permintaan ke pekarangan, sekitar jalan, maupun kebun-kebun sekitar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, tidak semua peramu mau memberi informasi mengenai jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Hal ini diutarakan karena jika dukun atau peramu memberitahukan suatu jenis tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan, dipercaya bahwa khasiat untuk mengobati suatu jenis penyakit akan berkurang dan tidak ampuh.

Tumbuhan obat merupakan salah satu alternatif dalam pengobatan tradisional. Melalui pengobatan tradisional, masyarakat diharapkan mampu menolong dirinya dan keluarganya dengan pengobatan tradisional melalui pemanfaatan berbagai tumbuhan berkhasiat obat (tumbuhan obat) sebelum memperoleh pelayanan kesehatan di puskesmas ataupun rumah sakit (Aliadi & Roemantyo 1994).

Pengobatan tradisional juga merupakan sumber informasi bagi spesies-spesies tumbuhan obat yang telah digunakan berdasarkan pengalaman turun temurun (Aliadi & Roemantyo. 1994). Pengobatan tradisional dapat diperoleh dengan meramu satu spesies atau berbagai spesies tumbuhan obat menjadi suatu ramuan obat. Ramuan obat tradisional merupakan media pengobatan dengan menggunakan tumbuhan dengan kandungan bahan-bahan alamiah sebagai bahan bakunya.

Pada Tabel 18 berikut ini terdapat contoh ramuan pengobatan tradisional yang diketahui dan digunakan oleh masyarakat untuk mengobati suatu penyakit. Informasi selengkapnya mengenai ramuan obat di Desa Katikuwai dapat dilihat pada Lampiran 7.

(28)

Tabel 18 Ramuan obat tradisional untuk berbagai penyakit di Desa Katikuwai

No. Jenis Penyakit Cara Meramu

1 Sakit perut Buah kelapa yang dibakar, dikunyah sedikit demi sedikit lalu ditelan bersamaan dengan jahe kira-kira 1 ruas jari, dan kulit kayu manis secukupnya.

2 Masuk angin Bawang merah dan alia dikunyah atau digerus, ditambahkan dengan kulit kayu manis yang digerus, selanjutnya di balur ke seluruh tubuh yang sakit dan diurut.

3 Maag Kulit kayu lino dan rita direbus, airnya diminum 3x sehari. 4 Malaria Kulit kayu kesambi di tumbuk, lalu dimakan sedikit demi sedikit. 5 Obat Pemijatan Alia/Jahe dan bawang dihancurkan, lalu ditambahkan dengan air

sabun mandi, selanjutnya digunakan untuk memijat.

6 Sakit pinggang Kulit kayu manis, sirih, pinang, bawang putih, bawang merah dihancurkan dengan cara digerus, lalu ditempelkan di sekitar pinggang.

7 Batuk Kulit kayu dan daun damar merah direbus, lalu diminum 1x sehari. 8 Sakit kepala Daun jeruk, papaya, genoak dan kulit kayu manis direbus, lalu

diminum.

9 Tetanus Bawang merah, bawang putih, kencur, jahe, cendana, kulit kayu manis dihancurkan, lalu ditempelkan ke anggota badan yang terkena tetanus.

10 Bisul Kulit batang pohon kanjilu dikikis, hingga getahnya terlihat, kemudian getahnya ditampung hingga terkumpul secukupnya. Kemudian, getah kulit kanjilu dicampur dengan kapur secukupnya lalu ditempelkan ditempat yang terkena bisul.

11 Obat mata Daun sirih direndam dalam air, lalu diteteskan ke mata setiap pagi hari.

12 Mempermudah melahirkan

Daun cabe rawit dikunyah, lalu diusapkan di perut, kepala dan punggung.

13 Luka dalam 7 pucuk daun hanjokorteki diambil setiap hari, lalu direbus, kemudian airnya diminum, pengobatan ini dilakukan selama 7 hari berturut-turut.

14 Sakit gigi Akar Hawindu direbus, lalu airnya dikumur-kumur. 15 Kencing manis Daun kapohambakung dicuci, lalu dimakan langsung.

16 Tertikam Akar alang-alang, alia/jahe dan bawang merah dikunyah, lalu ditempelkan ditempat yang sakit

Terdapat hal yang unik dalam pembuatan ramuan untuk pengobatan tradisional yaitu, jumlah daun yang digunakan selalu ganjil, dengan jumlah daun 3 lembar, 5 lembar, 7 lembar, dan seterusnya. Pada pembuatan ramuan juga dianjurkan untuk membuat atau mengambil bahan-bahan ramuan secukupnya dan dapat diambil lagi apabila diperlukan lagi dalam pengobatan. Pengobatan tradisional secara langsung atau tidak langsung mempunyai kaitan dengan upaya pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam hayati, khususnya tumbuhan obat (Aliadi & Roemantyo. 1994). Kaitan tersebut dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam pengobatan tradisional, serta aturan adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati (Aliadi & Roemantyo. 1994).

(29)

Pada penggunaan ramuan obat tradisional, tidak semua orang dapat cocok menggunakan ramuan obat tertentu untuk mengobati suatu jenis penyakit. Pada umumnya,spesies tumbuhan seperti sirih, pinang, dan alia/jahe merupakan spesies tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai salah satu campuran dalam suatu ramuan penyakit pada masyarakat desa Katikuwai.

Kebiasaan sehari-hari Pahappa atau mengunyah dan memakan buah sirih dan pinang dengan campuran kapur, merupakan kebiasaan sehari-hari masyarakat yang bisa mencapai 10 - 20 kali mengonsumsi dalam sehari. Kebiasaan ini dirasakan memberi manfaat bagi kesehatan dan menjaga stamina masyarakat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Menurut Salan (2009), beberapa keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan obat tradisional adalah:

1. Pada umumnya, harga ramuan tradisional lebih murah jika dibandingkan dengan obat–obatan buatan pabrik, karena bahan baku obat–obatan buatan pabrik sangat mahal dan harganya sangat tergantung pada banyak komponen.

2. Bahan ramuan tradisional sangat mudah didapatkan di sekitar lingkungan, bahkan dapat ditanam sendiri untuk persediaan keluarga.

3. Pengolahan ramuannya juga tidak rumit, sehingga dapat dibuat di dapur sendiri tanpa memerlukan peralatan khusus dan biaya yang besar. Hal tersebut sangat berbeda dengan obat-obatan medis yang telah dipatenkan, yang membutuhkan peralatan canggih dalam prose pembuatannya dan butuh waktu sekitar 25 tahun agar diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Menurut Aliadi & Roemantyo (1994), ada 3 kelompok masyarakat yang dapat dibedakan berdasarkan intensitas pemanfaatan tumbuhan obat. Pertama, kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan tradisional. Kedua, kelompok masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga, dan ketiga industri obat. Masyarakat Desa Katikuwai termasuk kedalam kelompok kedua, yaitu kelompok masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional dalam skala keluarga, karena Desa Katikuwai memiliki sarana dan prasarana kesehatan terbatas. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sudah ada, tetapi tenaga medis, peralatan serta obat-obatan terbatas

(30)

ketersediaanya. selain itu, adanya kendala ekonomi juga menjadi alasan bagi penggunaan obat tradisional.

Berbagai keterbatasan tersebut mengakibatkan pengobatan tradisional menjadi pilihan masyarakat yang cukup penting. Menurut Aliadi & Roemantyo (1994), Pemanfaatan tumbuhan obat tradisional tidak terlalu mengkhawatirkan karena hanya untuk kepentingan sendiri (keluarga) sehingga jumlah yang diambil tidak terlalu banyak. Kelebihan obat tradisional diantaranya juga memiliki efek samping relatif rendah, komponen yang berbeda dalam suatu ramuan memiliki efek yang saling mendukung, dan pada satu tumbuhan memiliki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Penggunaan obat tradisional berkembang sesuai dengan pengalaman empiris yang teruji melalui trial and error secara turun temurun atau disebut dengan etno-wanafarma (ethno-forest pharmacy) (Zuhud 2009). Pengalaman empiris telah banyak menunjukkan bahwa penggunaan obat tradisional secara konvensional banyak bermanfaat dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat di desa terpencil sekitar kawasan hutan.

Tumbuhan obat yang ada kebanyakan merupakan hasil budidaya yang sebelumnya diambil anakannya dari hutan. Kesambi (Schleichera oleosa) merupakan salah satu spesies tumbuhan dari hutan yang keberadaanya terdapat di daerah Indonesia yang memiliki daerah kering dan musim kemarau yang kuat. Adaptasi kesambi pada musim kemarau sama seperti jati, meskipun hanya sebentar, kesambi akan menggugurkan daunnya pada musim kemarau agar mengurangi kebutuhan hidupnya terhadap air.

Kesambi banyak tumbuh liar di daerah savana yang banyak terdapat di daerah Nusa Tenggara (Gambar 12). Pemanfaatan kesambi dengan berbagai fungsi, sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari. Pemanfaatan bagian kulit kayu kesambi oleh masyarakat Desa Katikuwai sebagai obat malaria, menjadi salah satu alternatif pengobatan malaria yang kayunya merupakan endemik di wilayah Nusa Tenggara, selain itu, sifat kayu kesambi yang keras, padat, dan berat serta tahan terhadap perubahan cuaca yang berganti-ganti, membuat kayu kesambi banyak dimanfaatkan sebagai perkakas rumah tangga, kayu bakar, dan bahan pembuatan arang (Heyne 1987).

(31)

Gambar 12 Kesambi (Schleichera oleosa).

Teridentifikasi 26 famili yang termasuk spesies tumbuhan obat. Berdasarkan jumlah famili yang ada, famili yang paling banyak digunakan sebagai tumbuhan obat adalah famili Euphorbiaceae dan Asteraceae yang masing-masing terdiri dari 3 spesies. Famili yang paling sedikit digunakan sebagai tumbuhan obat diantaranya Verbenaceae, Tiliaceae dan famili lainnya yang hanya terdiri 1 spesies tumbuhan, keterangan selengkapnya mengenai spesies tumbuhan obat dapat dilihat pada Lampiran 4 .

Spesies-spesies tumbuhan yang termasuk dalam famili yang paling banyak digunakan dalam pemanfaatan tumbuhan obat kebanyakan merupakan spesies tumbuhan yang hidup liar seperti meniran (Phyllanthus niruri), damar merah (Ricinus communis), damar putih (Jatropha curcas), daun bau (Ageratum conyzoides), dan rumbalunggi (Sonchus arvensis).

5.3.2 Keanekaragaman tumbuhan obat berdasarkan habitus

Habitus tumbuhan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat adalah habitus pohon dengan persentase sebesar 41% atau 14 spesies tumbuhan dari total 34 spesies. Jumlah persentase masing-masing habitus tumbuhan obat tersaji pada Tabel 18 berikut ini.

Tabel 18 Persentase pemanfaatan tumbuhan obat berdasarkan habitus

No. Habitus Jumlah Spesies Persentase (%)

1 Pohon 14 41 2 Herba 13 38 3 Perdu 4 12 4 Semak 2 6 5 Liana 1 3 Total 34 100

(32)

Habitus pohon, mendominasi dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat. Kulit kayu dan batang pohon dianggap ampuh dalam upaya pengobatan, sehinggga habitus pohon menjadi alternatif tumbuhan obat yang paling banyak. Kanjilu (Ficus variegata) merupakan salah satu spesies tumbuhan obat yang berhabitus pohon yang dimanfaatkan getahnya sebagai obat bisul.

Pohon kanjilu memiliki keunikan ketika berbuah. Pada saat berbuah, buah-buahnya menempel pada batang pohon secara berkelompok pada ranting-ranting yang berukuran lebih pendek dibanding ranting pohon pada umumnya, panjang ranting berkisar 10 - 30 cm. Buah kanjilu yang matang berwarna merah hingga ungu kehitaman yang oleh masyarakat desa biasa dijadikan sebagai makanan babi (Gambar 13).

(a) (b)

Gambar 13 Tumbuhan obat habitus pohon: (a) kanjilu (Ficus variegata), (b) getah kulit.

Spesies tumbuhan obat dengan habitus pohon perlu diperhatikan ketersediaanya. Pemanfaatan yang berlebihan, dengan sedikitnya upaya pembudidayaan dapat menyebabkan ketersediaannya semakin sedikit karena tumbuhan obat yang dimanfaatkan dengan habitus pohon memerlukan waktu yang lama untuk tumbuh dari anakan hingga menjadi pohon.

Habitus herba juga banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai obat, dengan jumlah persentase sebesar 38% atau dengan jumlah spesies tumbuhan sebanyak 13 spesies, Sedangkan tumbuhan dengan habitus liana merupakan habitus tumbuhan yang paling sedikit digunakan, yaitu hanya terdapat pada 1 spesies tumbuhan dengan persentase sebesar 3%.

(33)

5.3.3 Keanekaragaman bagian yang digunakan

Tidak semua bagian tumbuhan dapat digunakan sebagai obat. Berdasarkan pengalaman empiris, bagian-bagian tertentu saja pada tumbuhan yang memiliki khasiat dalam mengobati suatu penyakit. Pada Tabel 19, merupakan persentase masing-masing bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat. Terdapat 8 bagian yang digunakan, yaitu: daun, kulit kayu, akar, batang, getah, tunas, rimpang, dan banir. Keterangan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 19 Persentase bagian tumbuhan obat yang digunakan

No. Bagian yang digunakan Persentase (%)

1 Daun 44 2 Kulit kayu 23 3 Akar 8 4 Batang 8 5 Getah 8 6 Tunas 5 7 Rimpang 2 8 Banir 2 Total 100

Haki (Dillenia pentagyna) merupakan salah satu spesies tumbuhan obat yang bagian daunnya dimanfaatkan sebagai obat kanker (Gambar 14).

Gambar 14 Daun haki (Dillenia pentagyna) sebagai obat kanker.

Daun haki memiliki ukuran yang relatif besar dengan panjang daun dapat mencapai 10 – 40 cm. Menurut sebuah penelitian, famili yang termasuk Dilleniaceae mengandung golongan senyawa flavonoid yang fungsinya sebagai antioksidan alami (Wulandari et al. 2010).

Cendana (Santalum album) merupakan spesies tumbuhan penting yang digunakan oleh masyarakat Desa Katikuwai, karena selain seluruh bagian tumbuhannya dapat dijadikan obat juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

(34)

Menurut Depkes (2009), potensi yang didapat pada tumbuhan cendana selain digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, dan bahan parfum, juga dapat digunakan sebagai obat pereda kejang, patah tulang, demam, pencegah mual, peluruh keringat dan penghalus kulit.

5.3.4 Keanekaragaman tipe habitat

Berdasarkan Tabel 20, habitat pekarangan merupakan habitat tumbuhan yang paling banyak ditemukan. Sebanyak 47% tumbuhan yang berasal dari kebun digunakan sebagai tumbuhan obat. Selanjutnya berada di pekarangan, sekitar jalan, dan ladang merupakan habitat lainnya yang menjadi tempat hidup tumbuhan obat. Sebanyak 53% spesies tumbuhan yang digunakan merupakan spesies liar, sedangkan 29% merupakan tumbuhan hasil budidaya, dan sebesar 18% merupakan spesies tumbuhan yang didapatkan secara budidayakan sekaligus liar. Tabel 20 Persentase tipe habitat tumbuhan obat

No. Tipe Habitat Jumlah Persentase (%)

1 Kebun 16 47

2 Pekarangan 6 17.6

3 Jalan 6 17.6

4 Ladang 3 8.8

5 Jalan & Ladang 1 3

6 Jalan & Pekarangan 1 3

7 Jalan & Kebun 1 3

Total 34 100

Pada umumnya, kebun merupakan habitat yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan budidaya tumbuhan, beberapa contoh spesiesnya seperti cendana (Santalum album), damar merah (Ricinus communis), damar putih (Jatropha curcas) dan spesies lainnya (Lampiran 4). Spesies tumbuhan obat tidak jarang pula ditemukan spesies tumbuhan obat liar yang berada di tanah hak milik pekarangan, dan ladang, serta yang ada di sekitar jalan.

Menurut Roslinda (2008), kebun adalah sistem bercocok-tanam berbasis pohon yang paling terkenal di Indonesia selama berabad-abad. Gambar 15 berikut ini menggambarkan habitat tempat tumbuhnya tumbuhan obat.

(35)

(a) (b)

Gambar 15 Habitat tumbuhan obat: (a) sekitar jalan, (b) sekitar kebun. Menurut Roslinda (2008), pembentukan kebun diawali dengan penebangan dan pembakaran hutan atau semak belukar yang kemudian ditanami dengan tanaman semusim selama beberapa tahun, kemudian membentuk fase pertama yang disebut fase kebun. Pada fase kedua, ditanami dengan pohon buah-buahan ditanam secara tumpangsari dengan tanaman semusim (fase kebun campuran). Pada fase ketiga,beberapa tanaman asal hutan yang bermanfaat dibiarkan tumbuh sehingga terbentuk pola kombinasi tanaman asli setempat misalnya bambu, pepohonan penghasil kayu lainnya dengan pohon buah-buahan (fase talun).

5.4 Kearifan Masyarakat Lokal 5.4.1 Karakteristik Responden

a. Umur

Berdasarkan 30 responden yang diwawancarai, diketahui bahwa umur responden dimulai umur 25 tahun hingga umur 76 tahun. Pada Gambar 16 menunjukkan pengklasifikasian umur responden dengan interval umur 10 tahun.

Gambar 16 Klasifikasi umur responden (interval 10 tahun).

5 11 6 6 1 1 0 5 10 15 25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 ≥75 J um la h R es po nde n Interval Umur

(36)

Mayoritas responden adalah responden dengan klasifikasi umur 35 – 44 tahun. Kisaran umur 35 – 44 tahun yang masih termasuk dalam umur produktif diperkirakan telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai dalam memanfaatkan tumbuhan sebagai tumbuhan obat maupun pangan. Berdasarkan jumlahnya, Umur produktif yang berkisar antara 14 – 54 memiliki jumlah yang paling banyak jika diakumulasikan, yaitu dengan jumlah 22 orang (73%) dan selebihnya umur tidak produktif sebanyak 8 orang (27%), yaitu dengan kisaran umur lebih dari 54 tahun. Menurut Syaruddin (2003) umur produktif berpotensi dalam pengembangan usaha pertanian karena kondisi fisik dan kemampuan berpikir yang dinamis, sehingga ada upaya untuk melakukan inovasi dalam mengelola usaha taninya, termasuk didalamnya inovasi terhadap tumbuhan pangan dan obat.

b. Jenis kelamin

Pengetahuan tumbuhan pada responden di Desa Katikuwai, didominasi oleh laki-laki, yaitu dengan nilai persentase sebanyak 87% (26 orang), sedangkan persentase perempuan hanya 13% (4 orang). Namun hal ini tidak mempengaruhi sistem pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan, diantara laki-laki dan perempuan memiliki peran yang sama dalam mengolah ataupun mengelola pertanian. Perempuan dan laki-laki melakukan kegiatan seperti membersihkan lahan, menanam bibit hingga memanen (Gambar 17). Namun, karena peran perempuan lebih diutamakan pada urusan mengurus anak dan kegiatan rumah tangga lainnya, sehingga curahan waktu kerja, pengambilan keputusan dan pengambilan hasil pertanian cenderung lebih besar laki-laki dibanding perempuan.

(37)

Berdasarkan klasifikasi peran perempuan menurut Listiani (2002) diacu dalam Tobing (2009), peran perempuan di Desa Katikuwai memiliki 3 peranan sekaligus, yaitu: 1. Peran produktif, ikut berperan dalam kegiatan yang menghasilkan pendapatan contohnya adalah ikut menjual hasil produk pertanian di pasar mingguan desa, 2. Peran reproduktif, kegiatan kerja yang menjamin kelangsungan hidup manusia dan keluarga seperti mengasuh anak, memasak dan lainnya, 3. Peran domestik, kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan masyarakat seperti kader Taman Nasional.

c. Mata pencaharian

Mata pencaharian responden memiliki mata pencaharian utama sebagai petani yaitu dengan nilai persentase sebesar (64% (19 responden), namun ada responden yang memiliki dua mata pencaharian sekaligus, pada Tabel 21 berikut ini tercantum persentase masing-masing mata pencaharian responden.

Tabel 21 Mata pencaharian responden

No. Mata Pencaharian Jumlah responden Persentase (%)

1 Petani 19 64

2 Petani & Peramu 5 17

3 Perangkat Desa 3 10

4 Petani & Buruh 1 3

5 Penenun 1 3

6 Ibu Rumah Tangga 1 3

Total 30 100

Sebanyak 17 % (5 responden) memiliki mata pencaharian sebagai petani sekaligus sebagai peramu obat, selain itu, sebanyak 3% (1 responden) memiliki mata pencaharian sebagai petani sekaligus buruh. Responden lainnya memiliki mata pencaharian sebagai penenun (3%), ibu rumah tangga (3%), dan 10 % responden merupakan perangkat desa yang terdiri dari: Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Ketua BPD.

Keberadaan Desa Katikuwai yang berada dalam kawasan TNLW, mendukung masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Ketersediaan lahan berupa padang rumput atau savana yang luas mendukung dalam mengembangkan usaha peternakan yang merupakan usaha turun-temurun dan juga dapat menambah penghasilan masyarakat. Masyarakat membiarkan ternaknya mencari makan sendiri di padang rumput yang luas, tanpa khawatir

Gambar

Tabel 3  Keanekaragaman  spesies tumbuhan bermanfaat pangan dan obat  berdasarkan famili di Desa Katikuwai
Gambar 5  Jumlah spesies tumbuhan pangan, pangan fungsional, dan obat.
Tabel 5  Spesies tumbuhan perkebunan di Desa Katikuwai
Tabel 7  Spesies pohon kehutanan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hafi ini senin tanggal limabelas bulan oktober tahun dua rlbu duabelas, denganZ. mengambll tempat di Aulal,antai II Kantor Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tapin

6.1.1 Jumlah Perusahaan/Usaha Menurut Kecamatan dan Lapangan Usaha di Kabupaten Pakpak Bharat Number of Firm/Establishment by District and Sector.. in Pakpak Bharat Regency 2010

38 Penelitiannya membahas tentang gambaran mengenai kinerja sistem informasi akademik di Universitas Singaperbangsa Karawang yang telah memakai yang memiliki kendala

Pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.. 268| Rahardja, Lufiani, Harahap, Wijayanti – iLearning: Metode Pembelajaran Inovatif di……… yang

 pozicioniranje mase na klip može biti ručno ili automatski s pomno odabranim utezima (po mogućnosti integralnim utezima izrađenima od nemagnetičnog,

Secara keseluruhan persentase tanggapan responden dari brand image terhadap pernyataan nomor 1, berikut penyataannya “Kualitas sumber air yang di gunakan oleh Aqua

 Adapun kebias kebiasaan aan istirahat istirahat nyamuk nyamuk  Anopheles  Anopheles sp sp yang yang tertangkap tertangkap berdasarkan metode penangkapan (Dd dan Kd) pada

Kegiatan 1 Indikator Kinerja Program (Outcome) DPA Tahun 2015 Lokasi Target Capaian Kebutuhan dana (Rp.) Peningkatan Kapasitas Pemerintah Mukim dan Gampong Meningkatnya