• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3. Jalur Darat

5.4 Kearifan Masyarakat Lokal

5.4.2 Aksi konservasi masyarakat

a. Kegiatan budidaya tumbuhan

Pada dasarnya, masyarakat memiliki cara pandang tentang hidup bersama dan berdampingan dengan alam. Masyarakat menyadari bahwa pentingnya keberadaan pepohonan dalam fungsi ekologi. Menurut mereka, dengan banyaknya keberadaan pohon, secara langsung atau tidak langsung dapat memperlancar keberlangsungan hidup, terutama dengan kesediaan air dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh sebab itu, upaya untuk terus melestarikan keberadaan pepohonan secara turun temurun telah dilakukan cara membudidayakannya.

Cara membudidayakan tumbuhan yang biasa masyarakat lakukan adalah dengan mencari anakan pohon atau semai di sekitar lingkungan mereka (jalan, kebun, ladang, sawah, sungai), untuk selanjutnya ditanam di pekarangan, kebun, ataupun ladang mereka, bahkan untuk dijual dengan cara anakan yang ditemukan, ditanam ke polybag terlebih dahulu (Gambar 20).

Gambar 20 Anakan pohon dalam polybag.

Jenis tumbuhan yang paling sering diambil anakannya antara lain jenis cendana (Santalum album), gaharu (Aquilaria moluccensis), gmelina (Gmelina arborea), kayu manis (Cinnamomum burmanii), dan rimpang-rimpangan seperti jahe (Zingiber officinale), temulawak (Curcuma xanthorrhiza), dan kencur (Kaempferia galanga).

Masyarakat juga biasa mengumpulkan buah-buah cendana yang matang dengan cara memunguti buah-buah yang jatuh dari pohon atau mengambilnya langsung dari pohon untuk kemudian dikeringkan dan dijadikan bibit Tumbuhan cendana lebih diperhatikan dalam budidaya, karena dirasa memiliki nilai ekonomi yang lebih dibandingkan jenis tumbuhan lainnya.

b. Kegiatan gotong royong

Kebiasaan masyarakat yang kekeluargaannya masih kental, tercermin dalam kegiatan gotong royong pada beberapa kegiatan seperti kegiatan keagamaan, hari libur nasional, dan terutama pada kegiatan pertanian atau mengolah lahan.

Pada masa awal akan bercocok tanam, tetangga ataupun kerabat dekat akan membantu dalam pembersihan lahan, penggemburan tanah, hingga menanam. Tidak ada imbalan khusus yang diberikan kepada tetangga atau kerabat yang membantu, tetapi biasanya pemilik lahan memberikan penghargaan berupa pemberian makanan ketika proses pengerjaan, dan pemberian sedikit hasil panen kepada yang telah membantu ketika musim panen telah tiba.

c. Pahappa

Sirih dan pinang adalah dua spesies tumbuhan yang selalu ada setiap harinya di rumah. Kebiasaan masyarakat Sumba yang selalu mengunyah buah sirih dan pinang disebut Pahappa. Pahappa merupakan kebiasaan yang tidak dapat dipisahkan dalam keseharian mereka (Gambar 24).

Ketersediaan bahan-bahan untuk Pahappa juga dipengaruhi oleh adat istiadat masyarakat sumba yang harus memberikan suguhan berupa Pahappa jika ada tamu yang berkunjung. Tuan rumah dianggap tidak tahu adat istiadat, apabila tamu tidak diberikan Pahappa. Pahappa disajikan dalam wadah yang terbuat dari anyaman bambu ataupun anyaman daun lontar dengan bentuk yang berbeda-beda

(a) (b)

(c)

Gambar 25 Suguhan Pahappa untuk tamu: (a) buah sirih (Piper betle), (b) buah pinang (Areca catechu), (c) tempat untuk menyuguhkan Pahappa. Frekuensi setiap orang dewasa untuk Pahappa dengan cara mengunyah buah sirih dan buah pinang yang dicampur dengan kapur bisa mencapai 10 - 20 kali dalam satu hari. Apabila seseorang yang terbiasa melakukan Pahappa terlalu

sedikit melakukannya, biasanya mulut mereka akan terasa masam. Oleh sebab itu, sirih dan pinang merupakan tumbuhan wajib yang harus ada di sekitar pekarangan ataupun kebun mereka. Kebiasaan menyirih ini berbeda dengan kebiasaan menyirih di tempat lain yang biasanya mengunyah daun sirih, sedangkan pada masyarakat Sumba Timur, yang dikunyah adalah bagian buahnya.

Kegunaan dari Pahappa (menyirih) antara lain dapat meningkatkan kapasitas bekerja, menimbulkan sensasi panas dalam tubuh, dan meningkatkan kewaspadaan. Selain itu, Pahappa dapat menekan rasa lapar dan diyakini oleh masyarakat di Asia Selatan dalam menjaga kesehatan (Susilo 2010). Namun, tidak semua masyarakat yang sudah dewasa memiliki kebiasaan Pahappa. Sebagian kecil dari mereka ada yang merasa pusing jika memakan buah pinang dan buah sirih dengan campuran kapur.

d. Pembuatan anyaman

Peran aktif perempuan-perempuan sumba timur tidak hanya ikut berpartisipasi dalam kegiatan pertanian, tetapi dalam kesehariannya mereka suka membuat anyaman-anyaman yang terbuat dari daun pandan, daun lontar, bahkan dari bambu. Kegiatan pembuatan anyaman tidak hanya dilakukan oleh perempuan-perempuan Sumba yang masih muda, tetapi perempuan yang sudah lanjut usia biasanya lebih terampil dalam pembuatan anyaman (Gambar 22).

(d) (e) (f)

Gambar 22 Proses pembuatan anyaman: (a) daun lontar yang sudah kering, (b) pemotongan daun dengan ukuran sama, (c) pemisahan daun sesuai ukuran, (d) pembuatan anyaman, (e) anyaman yang hampir jadi, (f) anyaman sebagai tempat menyimpan makanan.

Pembuatan anyaman ini untuk mengisi waktu luang mereka sekaligus menambah penghasilan karena hasil anyaman yang dibuat dapat dijual kepada penduduk setempat ataupun tamu yang datang di pasar mingguan. Anyaman yang mereka buat berupa tempat untuk menyuguhkan Pahappa, tempat penyimpan makanan (beras, jagung, dan buah-buahan), hingga hiasan rumah.

e. Pola konsumsi pangan

Masyarakat Desa Katikuwai telah terbiasa mencampur nasi dan jagung sebagai makanan pokok mereka. Pangan pokok adalah pangan yang dikonsumsi secara sehari-hari dalam jumlah besar sebagai sumber energi. Pada Tabel 25 terlampir spesies tumbuhan yang biasa dikonsumsi sebagai pangan pokok dan pangan yang selalu tersedia disetiap rumah masyarakat Desa Katikuwai.

Tabel 25 Pola pangan masyarakat

No. Jenis Pangan Spesies Tumbuhan Keterangan

1 Pangan pokok Jagung (Zea mays)

Padi (Oryza sativa)

Dikonsumsi secara tunggal (hanya jagung atau padi saja), atau dikombinasikan (mencampur jagung dan beras menjadi makanan pokok). Dimasak dengan cara ditanak. 2 Pangan pokok alternatif Ubi kayu (Manihot utilisima) Ubi jalar (Ipomoea batatas) Keladi (Caladium sp.)

Dikonsumsi dengan mencampur beras/jagung dengan umbi-umbian yang ada. Biasanya beras/jagung dikombinasikan dengan umbi apabila persediaan makanan sudah habis atau mulai menipis. Umbi-umbian juga biasa

No. Jenis Pangan Spesies Tumbuhan Keterangan

dikonsumsi sebagai sarapan yang dimasak dengan cara direbus atau digoreng, dan ditambah dengan minuman kopi sumba yang memiliki aroma yang khas.

3 Pangan cadangan Ubi hutan

(Dioscorea hispida)

Pengolahannya yang rumit sebelum dikonsumsi serta persediaanya tidak terlalu banyak karena masih bersifat liar, sehingga dijadikan pangan alternatif apabila musim paceklik datang. Namun tidak jarang dijadikan penganan seperti keripik dan tepung karena rasanya yang gurih dan memiliki kandungan gizi yang baik, terutama kandungan karbohidrat. 4 Makanan/ minuman

yang harus ada dirumah Buah sirih (Piper betle) Buah pinang (Areca catechu) Kopi (Coffea sp.)

Buah sirih dan buah pinang merupakan salah satu bahan untuk Pahappa/kegiatan menyirih yang dicampur dengan kapur. Kegiatan Pahappa merupakan adat istiadat khas Sumba Timur. Kopi merupakan minuman yang selalu disajikan pada pagi, siang, dan sore hari. Kopi khas Sumba Timur yang disajikan biasanya yang baru diolah (disangrai lalu ditumbuk) sehingga memiliki aroma yang khas.

Menurut Suhardjo (1989), pangan pokok yang digunakan dalam suatu daerah biasanya menempati peranan yang tinggi. Penggunaan pangan tersebut lebih luas daripada jenis pangan lainnya. Pola pangan pokok pada penduduk Nusa Tenggara Timur yang dikenal dengan pola pangan pokok jagung kini telah mengalami pergeseran. Kebiasaan mencampur beras dan jagung sebagai pangan pokok dirasakan penduduk memiliki cita rasa yang lebih enak dan menghasilkan energi yang lebih besar untuk bekerja dan aktivitas lainnya.

Pola konsumsi pangan pokok juga sering dikombinasikan tergantung dari selera masing-masing orang dalam mengombinasikannya dan tergantung pada persediaan makanan pokok yang ada. Menurut Suhardjo (1989), Jumlah serta macam pangan yang termasuk dalam pola makanan penduduk di suatu negara tertentu atau daerah, biasanya berkembang dari pangan yang tersedia setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang. Ketersediaan pangan berpengaruh terhadap pola konsumsi masyarakat, apabila salah satu bahan makanan tersebut tidak tersedia, maka penduduk hanya mengonsumsi satu jenis pangan pokok saja, bahkan ada yang menggantinya dengan mengombinasikan dengan jenis umbi-umbian seperti ubi jalar (Ipomoea batatas) dan ubi kayu (Manihot utilisima).