• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3. Jalur Darat

4.2 Taman Nasional Laiwangi Wanggameti

Taman Nasional Laiwangi Wanggameti (TNLW) terletak di Pulau Sumba yaitu di barat daya Propinsi NTT, tepatnya sekitar 96 km di sebelah selatan P. Flores, 295 km di sebelah barat daya P. Timor dan 1.125 km di sebelah barat laut Darwin Australia; dan secara geografis terletak diantara 120˚03’-120˚19΄ BT dan

9˚57΄- 10˚11΄ LS (BTNLW 2010).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.576/Kpts-II/1998 tanggal 3 Agustus 1998, luas kawasan TNLW adalah 47.014,00 ha. Secara administratif kawasan ini terletak di 4 (empat) wilayah kecamatan, yakni: Kecamatan Tabundung, Pinu Pahar, Karera, dan Matawai Lapau. Kawasan TNLW berbatasan langsung dengan wilayah pemukiman dan budidaya dari 16 (enam belas) desa pada empat wilayah kecamatan tersebut. Berdasarkan 16 desa yang berada di sekitar kawasan TNLW, di dalamnya termasuk dua desa di dalam kawasan, yakni adalah Desa Ramuk, Kecamatan Pinu Pahar dan Desa Katikuwai Kecamatan Matawai Lapau. Kedua wilayah desa tersebut berstatus enclave pada kawasan TNLW (BTNLW 2010).

4.2.1 Topografi

Pada umumnya keadaan topografi di TNLW berbukit, sampai dengan keadaan bergunung dengan memiliki lereng-lereng agak curam sampai sangat curam. Topografi yang agak datar sampai bergelombang terdapat di bagian tenggara dan selatan dari TNLW, sedangkan yang lainnya memiliki topografi berbukit sampai bergunung dengan memiliki lereng-lereng agak curam sampai dengan lereng yang curam. Sedangkan untuk kelompok hutan, TNLW termasuk dalam kelas lereng 3 yaitu agak curam (15%-25%), kelas lereng 4 yaitu curam (25%-45%) dan kelas lereng 5 yaitu sangat curam (≥ 45%) (BTNLW 2010).

4.2.2 Geologi dan Tanah

Sumba adalah pulau karang terangkat yang datarannya rendah seluas 11.057 km2. Bagian utaranya berupa dataran tinggi yang relatif rata, diselingi oleh jurang sempit yang curam. Dataran pesisir dipenuhi oleh cekungan-cekungan dangkal berupa rawa-rawa yang hanya berair sementara. Profil pulau Sumba yang merupakan pulau karang ini mengakibatkan wilayah ini relatif kurang subur

dibandingkan pulau lain seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau lainnya. Hal ini dikarenakan proses pelapukan bebatuan karang yang belum sampai menjadi tanah mengakibatkan kesuburan rendah yang hanya bisa ditumbuhi oleh rerumputan. Proses tersebut yang membuat sebagian besar kawasan TNLW didominasi oleh padang rumput yang rawan kebakaran saat musim kemarau (BTNLW 2010).

Kawasan TNLW memiliki formasi geologi terdiri dari endapan permukaan aluvium, batuan sedimen (Formasi Kananggar, Formasi Paumbapa dan Formasi Tanahroong), batuan gunung api (Formasi Masu dan Formasi Jawila) serta batuan terobosan granit (Balai TNLW 2010).

4.2.3 Iklim

Menurut peta curah hujan Pulau Sumba Skala 1: 2.000.000 (Verhandelingen No.42 Map.II Tahun 1951), tipe iklim di Pulau Sumba bervariasi dari C sampai dengan F. Untuk kawasan TNLW keadaan curah hujan berkisar antara 100-1500 mm. Berdasarkan sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson kawasan hutan Wanggameti termasuk daerah beriklim kering dengan kelembaban 71% (BTNLW 2010).

4.2.4 Hidrologi

Di Pulau Sumba terdapat 7 (tujuh) Daerah Aliran Sungai (DAS) yang enam diantaranya berada di dalam kawasan TNLW, yaitu: DAS Nggongi, DAS Lailunggi, DAS Linggit, DAS Kambaniru, DAS Tondu dan DAS Wahang. Sungai–sungai ini tidak pernah kering sepanjang tahun, hanya debitnya yang berkurang pada musim kemarau (BTNLW 2010).

4.2.5 Ekosistem

Tipe ekosistem kawasan TNLW cukup beragam yakni: ekosistem hutan hujan, ekosistem savana dan ekosistem hutan musim, yang mewakili tipe-tipe ekosistem utama pulau Sumba, kecuali ekosistem mangrove. Tipe-tipe ekosistem kawasan TNLW tersebut dicirikan oleh perbedaan kondisi vegetasi penyusunnya (BTNLW 2010).

4.2.6 Flora

Hasil penelitian Darma dan Peneng (2007) dalam BTNLW (2010) mencatat berbagai spesies pohon antara lain jambu hutan (Eugenia jamboloides), pulai (Alstonia scholaris), taduk (Sterculia foetida), beringin (Ficus benjamina), kenari (Canarium asperum), pandan (Pandanus sp.). johar (Glochidion rubrum), kayarak (Magnolia sp.), watangga (Elaeocarpus shaericus), takumaka aweata (Nauclea spp.), wangga (Ficus spp.), aik papa (Harmsiopanax aculeatus), aik tibu (Lindera polyantha), Labung (jambu-jambuan) (Syzygium spp.), Laru (Garcinia celebica). kalauki (Calophyllum sulattri), bakuhan (Podocarpus imbricarus), Podocarpus neriifolius), wata kamambi (Rauvolfia sp.) yang merupakan salah satu jenis tumbuhan langka, kanduru ara kayu putih (Palaquium foetida) atau merah (Palaquium ferox), lebung (Syzygium anticepticum), suria (Dysoxylum sp.), tada malara (Euodia latifolia), Bischofia javanica, Engelhardia spicata, Weinmannia blumei, Polyosma integrifolia, pandan (Pandanus tectorius), aik uwu (Trema orientalis), maka wada (Ehretia javanica), enau (Arenga pinnata).Tumbuhan pemanjat antara lain rotan (Calamus ciliaris), oru bata (Daemonorop sp), Raphidopora sp., Pandanus linearis, Ficus spp., Piper spp., Rubus muluccanum, Rubus resifolius, Dinochloa sp. dan Passiflora sp (BTNLW 2010).

4.2.7 Potensi tumbuhan di dalam kawasan Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti (TNLW)

Berdasarkan data potensi tumbuhan yang berada dalam kawasan TNLW (BTNLW 2010), sebagian besar pemanfaatan tumbuhan yang diketahui hanya sebagai kayu bangunan saja, namun menurut beberapa literatur, Terdiri dari 102 spesies tumbuhan di dalam kawasan TNLW yang memiliki 3 potensi, yaitu sebagai tumbuhan pangan, obat, juga sebagai tumbuhan pangan fungsional. Namun demikian, hanya 8 spesies tumbuhan yang juga dimanfaatkan masyarakat Desa Katikuwai sebagai tumbuhan pangan, obat dan pangan fungsional (Lampiran 14). Spesies tumbuhan yang sudah dimanfaatkan yaitu kalumbang (Ceiba pentandra), kayu manis (Cinnamomum burmanii), kanjilu (Ficus variegata), pisang (Musa paradisiaca), pandan (Pandanus tectorius), sirih (Piper betle), kesambi (Schleichera oleosa), dan gaharu (Aquilaria malaccensis). Kalumbang (Ceiba pentandra) yang bagian kulit kayunya dimanfaatkan sebagai obat cacing.

Menurut Orwa (2009), kulit kayu tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai obat sakit kepala, dan diabetes, sedangkan bagian daunnya untuk mengobati batuk, penguat rambut, menghilangkan panas dalam, dan penyubur rambut. Beberapa tumbuhan juga memiliki potensi sebagai obat yang tidak banyak diketahui masyarakat.

4.2.7.1Potensi tumbuhan pangan di dalam kawasan TNLW

Berdasarkan potensinya, terdapat 89 pesies tumbuhan di dalam kawasan TNLW yang termasuk tumbuhan pangan. Spesies tumbuhan pangan di dalam kawasan TNLW yang buahnya dapat dimakan diantaranya: Pau omang (Mangifera laurina), Kahi omang (Canarium denticulatum) Wai rara (Bischofia javanica) dan lainnya (Lampiran 11). Wai rara merupakan tumbuhan yang memiliki rasa asam dan masih berasal dari hutan. Spesies tumbuhan pangan ini dapat menambah keanekaragaman pangan bagi masyarakat sekitar hutan.

4.2.7.2Potensi tumbuhan obat di dalam kawasan TNLW

Potensi tumbuhan yang dapat dijadikan obat di dalam kawasan TNLW terdiri dari 70 spesies tumbuhan (Lampiran 12), diantaranya: Muruwu (Pseuderanthemum acuminatum) yang bagian daunnya dapat dmengobati luka, borok, bisul, peluruh air seni, setelah melahirkan, demam, diare, gangguan usus (Lemmens 2003). Selain itu, jamur (Ganoderma sp.) ternyata memiliki potensi yang besar sebagai obat, yaitu dapat memperbaiki kembali sistem kekebalan tubuh, menormalkan tekanan darah tinggi maupun rendah, mencegah stroke, antioksidan, anti nyeri, anti radang, anti alergi, menurunkan kadar lemak, kolesterol dan gula darah, menyembuhkan bronchitis dan hepatitis, menekan efek samping kemoterapi/radiasi (Pearson 2010).

4.2.7.3 Potensi tumbuhan pangan fungsional di dalam kawasan TNLW

Teridentifikasi 23 spesies tumbuhan yang berada di kawasan TNLW berpotensi sebagai pangan fungsional (Lampiran 13). Wihi kalauki (Calophyllum soulatrri) merupakan salah satu spesies tumbuhan yang buahnya dapat dimakan, selain itu Daun, bunga dan biji dapat dijadikan sebagai treatment AIDS,

mengobati sakit mata, sakit kulit, dan rematik. Bagian kulit kayu dan getahnya juga dapat mengobati diare dan digunakan setelah melahirkan (Lemmens 2003). Spesies tumbuhan tada muru (Terminalia supitiana) bagian bijinya dapat dimakan seperti buah kenari, selain itu, air rebusan akarnya digunakan untuk mengobati beser, radang selaput lendir usus dan mejen (KLH Sulut 2011). Tumbuhan Yerik Rundu (Citrus hystrix), buahnya bisa digunakan sebagai bumbu masak, bahan kue, manisan, sedangkan kulit buah dan daun dapat dijadikan sebagai penyedap masakan, dan air daging buah dapat mengobati batuk dan juga sebagai antiseptik.

4.2.8 Fauna

Potensi fauna yang terdapat di Taman Nasional Laiwangi-Wanggameti yaitu 182 jenis burung, 22 jenis mamalia, tujuh jenis amfibi dan 29 jenis reptil. Tercatat juga 115 jenis kupu-kupu termasuk 3 jenis kupu-kupu endemik Nusa Tenggara. Burung endemik TNLW yaitu burung julang sumba (Aceros everetti), pungguk wengi (Ninox rudolfi), punai sumba (Treron tyesmannii) dan walik rawa manu (Pthilinopus roherty). Selain itu juga terdapat elang (Haliastur indus), ayam hutan (Gallus varius), burung dara (Columba vitiensis), perkici dada kuning (Trichoglossus haematodus), kakatua sumba (Cacatua sulphurea citrinocristata), gemak sumba (Turnix everetti), nuri (Lorius domicella), sikatan sumba (Ficedula harterti), kepodang sungu sumba (Coracina dohertyi) dan madu sumba (Nectarinia buettikoferi). Taman nasional ini juga merupakan habitat dari hewan liar seperti kera ekor panjang (Macaca fascicularis), babi hutan (Sus sp.), biawak (Varanus salvator) dan ular sanca timor (Phyton timorensis) (BTNLW 2010).