BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Keuangan
2.1.1 Pengertian Manajemen Keuangan
Pengertian Manajemen Keuangan menurut Brigham & Houston (2006:6) :
Manajemen Keuangan adalah bidang yang terluas dari pasar uang dan modal, investasi, dan keuangan bisnis, dan yang paling banyak memiliki peluang pekerjaan, memiliki arti penting di semua jenis bisnis, termasuk perbankandan institusi-institusi keuangan lainnya, sekaligus perusahaan-perusahaan industri dan ritel.
Pengertian lain dari manajemen keuangan adalah suatu kegiatan
perrencanaan, penganggaran, pemeriksaan, pengelolaan, pengendalian, pencarian dan penyimpanan dana yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan.
http://organisasi.org(26/04/2010).
2.1.2 Tujuan dan Fungsi Manajemen Keuangan A. Tujuan Manajemen Keuangan
Tujuan Manajemen Keuangan (Abdul Halim:2007) adalah
memaksimalkan laba perusahaan sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan
dengan menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien. Tetapi seiring
dengan perkembangan industri telah merubah tanggung jawab bisnis dari
B. Fungsi Manajemen Keuangan
Untuk mencapai tujuan manajemen keuangan, fungsi manajemen
keuangan adalah mengambil beberapa keputusan di bidang keunangan yang
relevan serta berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Abdul Halim :2007),
keputusan-keputusan tersebut mencakup :
a. Keputusan Investasi (investment Decision)
Yang dimaksud dengan keputusan investasi adalah pada asset apa investasi
tersebut dilakukan. Apakah asset yang dimiliki akan diinvestasikan pada fixed
asset atau modal kerja. Kelayakan pada investasi yang dilakukan serta kapan
akan menghasilkan. Karena pada dasarnya investasi yang dilakukan harus
dapat menghasilkan income bagi perusahaan.
b. Keputusan Pembelanjaan (Financing Decision)
Berkaitan dengan keputusan investasi yaitu pencarian sumber dana untuk
membiayai investasi. Apakah dana tersebut akan diambil dari sumber dana
internal atau eksternal serta jangka waktu yang akan diambil. Keefektifan
dalam pengambilan keputusan pendanaan akan terlihat dari cost of fund yang
minimal.
c. Kebijakan Deviden
Keputusan investasi dan pendanaan tentunya diharapkan akan menghasilkan
laba yang tinggi bagi perusahaan. Untuk perusahaan yang sudah go public
keputusan pada kebijakan deviden yaitu menyangkut pada laba yang akan
dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan laba ditahan
2.2 Bank
2.2.1 Pengertian Bank
Sejalan dengan semakin berkembangnyapelaku ekonomi dan kebutuhan
penggunaan uang dalam kegiatan ekonominya, transaksi antara pihak yang
mengalami surplus uang dengan pihak yang memerlukan tambahan uang tidak
hanya dapat dilaksanakan dengan pertemuan langsung, namun memerlukan
perantara yaitu bank. Selain itu juga, untuk membantu para konsumen, produsen,
pedagang, perorangan atau suatu organisasimembutuhkan jasa perbankan untuk
memperlancar kegiatannya, seperti :melayani kebutuhan pembayaran, untuk
memperlancar produksi berupa pinjaman jangka panjang maupun jangka pendek.
Perlu kiranya untuk mengetahui pengertian dari bank.
Menurut Undang-Undang RI No. 10 Tahun 1998 tanggal 10 November
1998 yang merupakan perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan
(Dahlan Siamat,2005:275) adalah :
Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
2.2.2 Jenis Bank
a. Jenis bank menurut kegiatan usahanya
Menurut UU No. 7 Tahun 1992 (Dahlan Siamat,2005:277) adalah:
a. Bank Umum
Pengertian Bank Umum : merupakan bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip
pembayaran. Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh bank
umum secara lengkap adalah sebagai berikut :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa giro, deposito berjangka, sertifikasi deposito, tabungan
dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan.
2. Memberikan kredit
3. Menerbitkan surat pengakuan hutang
4. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun
untuk kepentingan dan atau atas perintah nasabahnya.
Surat-surat berharga tersebut antara lain :
1. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh
bank yang masa berlakunya tidak lebih lama dari
kebiasaan dalam perdagangan surat-surat.
2. Surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang
masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud.
3. Surat perbendaharaan negara dan surat jaminan
4. Sertifikat Bank Indonesia
5. Obligasi
6. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 tahun
7. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu
5. Memindahkan uang baik uintuk kepentingan sendiri maupun
untuk kepentingan nasabah (transfer).
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari atau,
meminjamkan dana kepada pihak lain baik dengan
menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan
wesel tunjuk cek atau sara lainnya.
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat
berharga (Save Deposit Box).
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentinagn pihak lain
berdasarkan suatu kontrak.
10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah
lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di
bursa efek.
11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan
kegiatan wali amanat.
12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain
berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
13. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi
14. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau
perusahaan lain di bidang keuangan seperti : sewa guna usaha,
modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga
kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
15. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik
kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketnetuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
16. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana
pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
17. Membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui
pelelangan maupun diluar pelelangan berdasarkan penyerahan
secara suka rela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa
untuk menjual diluar lelang dari pemilik agunandalam hal
nasabah debitur tidak memenuhi kewajibannya pada bank,
dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan
secepatnya.
18. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukanoleh bank
sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan
Larangan kegiatan bank umum :
1. Melakukan penyertaan modal kecuali pada bank atau
perusahaan lain di bidang keuangan serta kecuali penyertaan
modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau
kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.
2. Melakukan usaha perasuransian
3. Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana
diurailkan di atas.
b. Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat didefinisikan oleh Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 sebagai bank yangh melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatan nya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank Perkreditan
Rakyat secara lengkap adalah sebagai berikut :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa deposito berjangka, tabungan, giro dan atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana
berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang
4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), deposito berjangka, dan atau tabungan
pada bank lain.
Di samping kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakna oleh BPR
diatas, terdapat kegiatan-kegiatan yang merupakan larangan bagi BPR:
1. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu
lintas pembayaran.
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing
3. Melakukan penyertaan modal
4. Melakukan usaha perasuransian
5. Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud diatas.
Berdasarkan kegiatan usaha dan larangan-laranagn diatas, maka secara
umum BPR mempunyai kegiatan usaha yang lebih terbatas
dibandingkan bank umum. Bank umum dapat menghimpun dana
dalam bentuk simpanan dari masyarakat berupa giro, deposito
berjangka, dan tabungan sedangkan BPR tidak boleh menghimpun
dana dalam bentuk giro dan juga tidak boleh ikut serta dalam lalu
lintas pembayaran. Bank umum dapat melakukan penyertaan modal
pada lembaga keuangan dan untuk mengatasi kredit macet, sedangkan
BPR sama sekali tidak boleh melakukan penyertaan modal. Dalam hal
melakukan usaha perasuransian, BPR dan bank umum sama-sama
b. Jenis bank berdasarkan kepemilikannya
Jenis atau bentuk bank sebagaimana yang dikemukakan oleh Lukman
Dendawijaya dalam bukunya Manajemen Perbankan (2003:15) bahwa jenis
bank digolongkan pada hal-hal berikut:
1. Bank Milik Negara
2. Bank Milik Pemerintah
3. Bank Milik Swasta Nasional
4. Bank Milik Swasta Campuran
5. Bank Milik Asing
c. Jenis bank berdasarkan penekanan kegiatannya
1. Bank retail
2. Bank korporasi
3. Bank komersial
4. Bank pedesaan
5. Bank pembangunan
d. Jenis bank berdasarkan pembayaran bunga atau pembagian hasil usaha
1. Bank konvensional
2.2.3 Fungsi Bank
Secara umum, fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai
tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik bank dapat
berfungsi sebagai agent of trust, agent of development dan agent of services (Sigit
dan Totok 2006:9).
a. Agent of Trust
Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal
penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau
menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan.
Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank,
uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan pada saat
yang telah diperjanjikan simpanan tersebut dapat ditarik dari bank. Pihak bank
akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau
masyarakat apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Pihak bank percaya
bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannnya, debitur akan
mengelola dana pinjamannya dengan baik, debitur akan mempunyai
kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai
niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat
jatuh tempo.
b. Agent of Development
Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak
mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila
sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa
penghimpunan dan penyaluran danasangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan
perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan
masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan
konsumsi barang dan jasa mengingat bahwa kegiatan
investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran
kegiatan investasi-distribusi-konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan
pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
c. Agent of Services
Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank
juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat.
Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian
masyarakat secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman
uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian
tagihan.
Ketiga fungsi bank diatas diharap dapat memberikan gambaran yang
menyeluruh dan lengkap mengenai fungsi bank dalam perekonomian, sehingga
bank tidak hanya dapat diartikan sebagai lembaga perantara keuangan (financial
2.2.4 Peran Bank dan Lembaga Bukan Bank
Bank dan lembaga keuangan bukan bank mempunyai peran yang penting
dalam sistem keuangan, menurut (Sigit dan Totok 2006:11) yaitu :
1. Pengalihan Aset (Asset Transmutation)
Bank dan lembaga keuangan bukan bank akan memberikan pinjaman kepada
pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu tertentu yang telah
disepakati. Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh dari pemilik dana yaitu
unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan ekinginan
pemilik dana. Dalam hal ini bank dan lembaga keuangan bukan bank telah
berperan sebagai pengalih aset yang likuid dari unit surplus (lenders) kepada
unit defisit (borrowers). Dalam kasus yang lain, pengalihan aset dapat pula
terjadi jika bank dan lembaga keuangan bukan bank menerbitkan sekuritas
sekunder (giro, deposito berjangka, dana pensiun, dan sebagainya) yang
kemudian dibeli oleh unit surplus dan selanjutnya ditukarkan dengan sekuritas
primer (saham, obligasi, promes, commercial paper dan lain sebagainya) yang
diterbitkan oleh unit defisit.
2. Transaksi (Transaction)
Bank dan lembaga keuangan bukan bank memberikan berbagai kemudahan
kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan jasa. Dalam
ekonomi modern, transaksi barang dan jasa tidak pernah terlepas dari transaksi
keuangan. Transaksi keuangan selalu diperlukan baik secara langsung jual beli
barang jadi, maupun dalam transaksi jual beli bahan mentah dan setengah jadi
lembaga keuangan bukan bank (giro, tabungan, deposito, saham, dan lain
sebagainya) merupakan pengganti uang dan dapat dipergunakan sebagai alat
pembayaran.
3. Likuiditas (liquidity)
Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk
produk-produk berupa giro, tabungan, deposito, dan sebagainya. Produk-produk-produk
tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-beda.
Untuk kepentingan likuiditas para pemilik dana dapat menempatkan dananya
sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Dengan demikian lembaga
keuangan memberikan fasilitas pengelolaan likuiditas kepada pihak yang
mengalami surplus likuiditas. Di sisi lain, lembaga keuangan juga akan dapat
memberikan fasilitas tambahan likuiditas kepada pihak-pihak yang mengalami
kekurangan likuiditas. Dengan kata lain, lembaga keuangan secara bersamaan
menyalurkan likuiditas kepada pihak yang memerlukan tambahan likuiditas,
dengan cara menyalurkan dana dari pihak yang mengalami kelebihan
likuiditas.
4. Efisiensi (Efficiency)
Bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat menurunkan biaya transaksi
dengan jangkauan pelayanan. Peranan bank dan lembaga keuangan bukan
bank sebagai broker adalah menemukan peminjam dan pengguna modal tanpa
mengubah produknya. Di sini, mereka hanya memperlancar dan
mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi
menimbulkan masalah insentif. Peranan lembaga perantara keuangan menjadi
penting untuk memecahkan masalah insentif ini. Indonesia dengan pasar yang
belum efisien, atau adanya informasi yang tidak sempurna, menyebabkan
ekonomi biaya tinggi. Ekonomi biaya tinggi akan menyebabkan indonesia
tidak dapat bersaing dalam pasar global. Terlihat disini lembaga perantara
keuangan mempunyai perananuntuk menjembatani dua pihak yang saling
berkepentingan untuk menyamakan informasi yang tidak sempurna.
Pemerintah Indonesia dengan peraturannya akan dapat memberikan iklim
untuk mendukung operasi lembaga tersebut.
2.3 Bank Syariah 2.3.1 Dasar Hukum
Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan pasal I ayat 3 huruf menetapkan
bahwa salah satu bentuk usaha bank adalah ‘menyediakan pembiayaan dan atau
melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia’. Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia (Sigit dan Totok 2006:153) memuat antara lain :
a. Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah
b. Pembentukan dan tugas dewan pengawas syariah
c. Persyaratan bagi pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
Pasal ini merupakan revisi terhadap masalah yang sama pada UU No. 7
Tahun 1992 tentang perbankan pasal 6 huruf m yang menetapkan bahwa salah
satu bentuk usaha bank umum adalah ‘menyediakan pembiayaan bagi nasabah
berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
peraturan pemerintah’. Perubahan tersebut pada dasarnya menyangkut tiga hal
yaitu :
a. Istilah “prinsip bagi hasil” diganti dengan “prinsip syariah”, meskipun
esensinya tidak berbeda.
b. Ketentuan rinci semula ditetapkan dengan ‘peraturan pemerintah’ kemudian
diganti dengan ‘ketentuan Bank Indonesia’.
c. UU yang lama hanya menyebutkan prinsip bagi hasil dalam hal penyediaan
dana saja, sedangkan UU yang baru menyebutkan prinsip bagi hasil dalam
hal penyediaan dana dan juga dalam ‘kegiatan lain’. Kegiatan lain bisa
diterjemahkan dalam banyak hal yang menyangkut penghimpunan dan
penggunaan dana.
Secara umum dengan diundangkannya UU No. 10 tahun 1998 tersebut,
posisi bank bagi hasil ataupun bank atas dasar prinsip syariah secara tegas telah
diakui oleh Undang-Undang.
Bank umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat
juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah melalui :
a. Pendirian kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang baru atau
b. Pegubahan kantor cabang atatu kantor dibawah kantor cabang yang
melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Dalam rangka persiapan
perubahan kantor bank tersebut, kantor cabang atau kantor dibawah kantor
cabang yang sebelumnya melakukan kegiatan usaha secara konvensional
dapat terlebih dahulu membentuk unit tersendiri yang melaksanakan
kegiatan berdasarkan prinsip syariah di dalam kantor bank tersebut.
Bank umum yang sejak awal kegiatannya berdasarkan prinsip syariah tidak
diperbolehkan melakukan kegiatan usaha secara konvensional. Bank Perkreditan
Rakyat yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah tidak
diperkenankan melaksanakan kegiatan secara konvensional. Demikian juga Bank
Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional tidak
diperkenankan melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah.
2.3.2 Pengertian Bank Syariah
Ditinjau dari segi imbalan atau jasa atas penggunaan dana, baik simpanan
maupun pinjaman, bank dapat dibedakan menjadi :
a. Bank Konvensional, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya,
memberikan dan mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan
dalam persentase tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Persentase
b. Bank syariah, yaitu bank dalam aktivitasnya, baik penghimpunan dana
maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan
imbalan atas dasar prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.
Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah
hukum islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist. Kegiatan operasional
bank harus memperhatikan perintah dana larangan dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah Muhammad SAW. Larangan terutama berkaitan dengan dengan
kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara
kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah dengan bank konvensional pada
dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa dari dana. Dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya, bank berdasarkan prinsip syariah tidak
menggunakan sistem bunga dalam menentukan imbalan atas dana yang digunakan
atau dititipkan oleh suatu pihak. Penentuan imbalan terhadap dana yang
dipinjamkan maupun dana yang disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi
hasil sesuai dengan hukum islam. Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat
yang berpendapat bahwa sistem bunga yang diterapkan oleh bank konvensional,
yaitu imbalan penggunaan dana dalam jumlah persentase tertentu untuk jangka
waktu tertentu, merupakan pelanggaran terhadap prinsip syariah. Dalam hukum
islam, bunga adalah riba dan diharamkan. Ditinjau dari sisi pelayanan terhadap
masyarakat dan pemasaran, adanya bank atas dasar prinsip syariah merupakan
usaha untuk melayani dan mendayagunakan segmen pasar perbankan yang tidak
Di Indonesia keberadaan bank syariah dirintis sejak diberlakukannya UU
No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Undang-Undang tersebut menggunakan
istilah ‘bank bagi hasil’ untuk menyebut bank yang berdasarkan prinsip syariah.
Ditinjau dari segi kuantitas bank, BPR yang lebih banyak beroperasi atas dasar
prinsip bagi hasil sehingga sering disebut dengan BPR Syariah. Bank umum yang
secara tegas menyatakan dirinya sebagai bank syariah adalah Bank Muamalat
Indonesia.
Sampai dengan akhir tahun 1998, jumlah kantor bank syariah secara
nasional di Indonesia adalah sebanyak 78 kantor, yang terdiri dari 1 kantor bank
umum dan 77 kantor BPR. Perkembangan bank berdasarkan prinsip syariah masih
sangat kecil jika dibandingkan dengan bank konvensional. Hingga awal tahun
2010, terdapat 8 bank umum syariah dan 14 unit usaha syariah. Lihat daftar
berikut ini :
Bank Umum Syariah :
a. Bank Muamalat Indonesia
b. Bank Syariah Mandiri
c. Bank Panin Syariah
d. Bank Syariah Bukopin
e. BNI Syariah
f. BRI Syariah
g. Bank Mega Syariah
Unit Usaha Syariah :
a. Bank IFI Syariah
b. Bank Danamon Syariah
c. Bank Niaga Syariah
d. Bank Permata Syariah
e. BII Syariah
f. Bank Riau Syariah
g. Bank Jabar Syariah
h. BPD Sumut Syariah i. BPD DKI Syariah j. BPD Lombok Syariah k. BPD Aceh Syariah l. BPD Kalsel Syariah m. HSBC Syariah n. BTN Syariah
2.3.3 Prinsip Kegiatan Usaha Bank Syariah
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR
12 Mei 1999 tentang bank berdasarkan prinsip syariah, (Sigit dan Totok
2006:162) prinsip kegiatan usaha bank syariah adalah :
1. Hiwalah
Akad pemindahan piutang nasabah (Muhil) kepada bank (Muhal ‘alaih) dari
membayarkan terlebih dahulu piutang yang timbul dari jual beli. Pada saat
piutang tersebut jatuh tempo, muhal akan membayar kepada muhal’alaih.
Muhal’alaih akan menerima imbalan sebagai jasa pemindahan piutang.
2. Ijarah
Akad sewa menyewa barang antara bank (Muaajir) dengan penyewa
(Mustajir). Setelah masa sewa berakhir barang sewaan dikembalikan kepada
Muaajir.
3. Ijarah Wa Iqtina
Akad sewa menyewa barang antara barang (Muaajir) dengan penyewa
(Mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan
barang sewaan akan berpindah kepada Mustajir.
4. Istishna
Akad jual beli (Mashnu’) antara pemesan (Mustashni’) dengan penerima
pesanan (Shani). Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati diawal
akad dengan pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai dengan
kesepakatan. Apabila bank bertindak sebagai shani dan penunjukkan
dilakukan kepada pihak lain untuk membuat barang (Mashnu’) maka hal
tersebut disebut dengan Istishna Paralel.
5. Kafalah
Akad pemberian jaminan (Makful ‘alaih) yang diberikan satu pihak kepada
pihak lain dimana pemberi jaminan (Kafiil) bertanggungjawab atas
pembayaran kembali suatu utang yang menjadi hak penerima jaminan
6. Mudharabah
Akad antara pemilik modal (Shahibul Maal) dengan pengelola (Mudharib)
untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pendapatan atau
keuntungan tersebut dibagi berdasarkan rasio yang telah disepakati diawal
akad. Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada Mudharib,
Mudharabah dibagi menjadi dua yaitu Mudharabah Mutlaqah dan
Mudharabah Muqayyadah.
a. Mudharabah Mutlaqah
Mudharib diberikan kekuasaan penuh untuk mengelola modal.
Mudharib tidak dibatasi baik mengenai tempat, tujuan maupun jenis
usahanya.
b. Mudharabah Muqayyadah
Shahibul maal menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi mudharib
baik mengenai tempat, tujuan maupun jenis usaha. Dalam hal ini
mudharib tidak diperkenankan untuk mencampurkan dengan modal atau
dana lain. Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah antara lain digunakan
untuk investasi khusus dan reksa dana.
7. Murabahah
Akad jual beli antara bank dengan nasabah. Bank memberikan barang yang
diperlukan nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok ditambah
8. Musyarakah
Akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal
untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan
atau keuntungan dibagi sesuai dengan rasio yang disepakati.
9. Qardh
Akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh) yang
wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai dengan pinjaman.
Muqridh dapat meminta jaminan atas pinjaman kepada
Muqtaridh.pengembalian pinjaman dapat dilakukan secara angsuran ataupun
sekaligus.
10. Al qard ul hasan
Akad pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh)
sosial yang wajib dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai dengan
pinjaman.
11. Al rahn
Akad penyerahan barang harta (Marhun) dan nasabah (Rahin) kepada bank
(Murtahin) sebagai jaminan sebagian atau keseluruhan hutang.
12. Salam
Akad jual beli barang pesanan (Muslam Fiih) antara pembeli (muslam)
dengan penjual (muslamilaih). Spesifikasi dan harga barang pemesanan
disepakati diawal akad dan pembayaran dilakukan dimuka secara penuh.
pihak lain untuk menyediakan barang (Muslam Fiih) maka hal ini disebut
dengan salam paralel.
13. Sharf
Adalah akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
14. Ujr
Imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang
dilakukan.
15. Wadi’ah
Akad penitipan barang / uang antara pihak yang mempunyai barang / uang
dengan phak yang diberikan kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga
keamanan, keselamatan, serta keutuhan barang atau uang. Berdasarkan
jenisnya, wadi’ah terdiri dari wadi’ah yad amanah dan wadi’ah yad
dhamanah.
a. Wadi’ah yad amanah
Adalah akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan
tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang yang dititipkan
dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang
titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima
titipan.
b. Wadi’ah yad dhamanah
Akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan
dengan atau tanpa izin pemilik barang atau uang dapat memanfaatkan
kehilangan atau kerusakan barang atau uang titipan. Semua manfaat
dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang atau uang
tersebut menjadi hak penerima titipan.
16. Wakalah
Akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa (Muakkil) kepada penerima kuasa
(Wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (Taukil) atas nama pemberi kuasa.
Bank berdasarkan prinsip syariah juga dapat melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip operasional lain yang lazim dilakukan oleh bank syariah. Hal
ini dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mendapatkan persetujuan dari
Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional.
2.3.4 Kegiatan Usaha Bank Syariah
Istilah “Bank Syariah” atau “Bank Bagi Hasil” dapat diterjemahkan
menjadi lebih dari satu pengertian, terutama apabila dikaitkan dengan pelaksanaan
kegiatan operasional sehari-hari. Agar kegiatan operasional bank syariah lebih
terarah, maka Bank Indonesia memberikan pedoman dan prinsip-prinsip yang
harus dijalankan oleh bank syariah di Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut
dituangkan dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 dan SK DIR BI
No. 32/34/KEP/DIR Tanggal 12 Mei 1999 tentang bank Berdasarkan Prinsip
Bank wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan
usahanya yang meliputi :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi:
a. Giro berdasarkan prinsip wadi’ah
b. Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
c. Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah
d. Bentuk lain berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah
2. Melakukan penyalurkan dana melalui :
a. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip murabahah, istishna, ijarah,
salam, dan jual beli lainnya.
b. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah,
musyarakah, dan bagi hasil lainnya.
c. Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip hiwalah, rahn, qardh,
membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri surat-surat
berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata
(Underlying Transaction) berdasarkan prinsip jual beli atau hiwalah.
d. Membeli surat-surat berharga pemerintah dan atau bank indonesia
yang diterbitkan atas dasar syariah.
3. Memberikan jasa-jasa :
a. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan atau nasabah
b. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan
dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga
berdasarkan prinsip wakalah.
c. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat
berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yad amanah.
d. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip
wakalah.
e. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lain
dalam bentuk surat berharga yang tidak terdaftar di BEJ berdasarkan
prinsip Ujr.
f. Memberikan fasilitas Letter of Credit (L/C) berdasarkan prinsip
wakalah, murabahah, mudharabah, musyarakah, dan wadi’ah serta
memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip kafalah.
g. Melakukan kegiatan usaha kartu debet berdasarkan prinsip ujr.
h. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah.
4. Melakukan kegiatan lain seperti :
a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan prinsip sharf.
b. Melakukan kegiatan penyertaan modal berdasarkan prinsip
musyarakah dan atau mudharabah pada bank atau perusahaan lain
c. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan
musyarakah dan atau mudharabah untuk mengatasi akibat kegagalan
pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya.
d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun
berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
e. Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal yaitu menerima dana
yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah atau dana sosial
lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk
santunan dan atau pinjaman kebajikan (Qardhul Hasan).
5. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang disetujui
oleh Dewan Syariah Nasional.
Dalam hal bank akan melakukan kegiatan usaha yang belum difatwakan
oleh Dewan Syariah Nasional, bank wajib meminta persetujuan Dewan Syariah
Nasional sebelum melakukan kegiatan usaha tersebut.
Bank syariah termasuk kantor cabang, atau kantor dibawah kantor cabang
bank dilarang melakukan kegiatan usaha perbankan secara konvensioanal dan
juga tidak diperkenankan untuk mengubah kegiatan usaha menjadi bank
2.3.5 Kepemilikan Bank Syariah
Kepemilikan bank syariah menurut (Sigit dan Totok 2006:170)
Kepemilikan bank berdasarkan prinsip syariah oleh badan hukum
Indonesia setinggi-tingginya sebesar modal sendiri bersih badan hukum yang
bersangkutan. Modal sendiri bersih merupakan :
a. Penjumlahan dari modal disetor, cadangan dan laba, dikurangi penyertaan dan
kerugian, bagi badan hukum Perseroan Terbatas / Perusahaan Daerah, atau
b. Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib, hibah, modal penyertaan,
dana cadangan dan sisa hasil usaha, dikurangi penyertaan dan kerugian; bagi
badan hukum koperasi.
Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank berdasarkan
prinsip syariah dilarang :
a. Berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari
bank dan atau pihak lain di Indonesia.
b. Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syariah, termasuk dari
dan untuk tujuan pencucian uang (Money Laundering).
Yang dapat menjadi pemilik bank berdasarkan prinsip syariah adalah
pihak-pihak yang :
a. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai dengan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Menurut penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas
yang baik. Pemilik bank yang memiliki integritas yang baik antara lain adalah
perundang-undangan yang berlaku, memiliki komitmen yang tinggi terhadap
perkembangan operasional bank yang sehat, serta dinilai layak dan wajar
untuk menjadi pemegang saham bank.
2.4 Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah
Perbedaaan bank konvesional dengan bank syariah, menurut (Sigit dan
Totok 2006:157). Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip
syariah atau prinsip agama islam. Sesuai dengan prinsip islam yang melarang
sistem bunga atau riba yang memberatkan, maka bank syariah beroperasi
berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan dan
keadilan. Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank
konvensional, antara lain :
1. Perbedaan Falsafah
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak
pada landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan
sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank konvensional
justru sebaliknya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam
terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana
untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah
jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Pada
dasarnya, semua jenis transaksi perniagaan melalui bank syariah
diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara
prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak
seperti efek bola salju pada cerita diawal artikel ini.
2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan
maupun investasi. Cara titipan dan investasi berbeda dengan deposito pada
bank konvensional dimana deposito merupakan upaya untuk membungakan
uang. Konsep dana tititpan berarti kapan saja nasabah membutuhkan, bank
syariah harus dapat memenuhinya. Akibatnya dana titipan menjadi sangat
likuid. Likuiditas yang tinggi inilah yang membuat dana titipan kurang
memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana.
Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan
penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah
yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian
dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam transaksi perniagaan yang
diperbolehkan pada bank syariah. Keuntungan dari pemanfaatan dana
nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan
dibagikan kepada nasabah. Jika hasil usaha semakin tinggi maka semakin
besar pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabah. Namun jika
keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang
dibagikan bank kepada nasabahnya.
3. Kewajiban Mengelola Zakat
Bank syariah diwajibkan untuk menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti
mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat
pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat, infaq, dan
sedekah).
4. Struktur Organisasi
Di dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan
Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktivitas bank
agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh
Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan laporan dari DPS pada
masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran
jika lembaga yang bersangkutan menyimpang. DSN juga dapayt
mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti
Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sanksi.
Secara ringkas perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional
dapat dilihat pada tabel berikut :
No Bank Syariah No Bank Konvensional
1 Berinvestasi pada usaha yang
halal. 1 Bebas Nilai
2 Atas dasar bagi hasil, margin
keuntungan dan fee. 2 Sistem Bunga
3 Besaran bagi hasil berubah-ubah
tergantung kinerja usaha. 3 Besarannya tetap 4 Profit dan Falah Oriented. 4 Profit oriented 5 Pola hubungan kemitraan. 5 Hubungan
Debitur-Kreditur
6 Ada Dewan Pengawas Syariah. 6 Tidak ada lembaga sejenis
Sistem bagi hasil dalam perbankan syariah menjadi bahan pertanyaan dan
selalu dibandingkan dengan sistem bunga dalam perbankan konvensional. Untuk
menjelaskan keduanya, tabel berikut membandingkan sistem bagi hasil dan sistem
bunga :
No Sistem Bunga No Sistem Bagi Hasil
1
Penentuan suku bunga dibuat pada waktu akad dengan pedoman harus selalu untung untuk pihak bank.
1
Penentuan besarnya risiko bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi
2
Besarnya persentase berdasarkan jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
2
Besarnya rasio (nisbah) bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
3
Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembayaran bunga tidak mengikat meskipun jumlah keuntungan berlipat ganda saat keadaan ekonomi sedang baik.
3
Tergantung kepada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil meningkat sesuai dengan
peningkatan jumlah pendapatan
4
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya oleh semua agama termasuk agama islam.
4
Tidak ada agama yang meragukan keaabsahan sistem bagi hasil
5
Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
5
Sistem bagi hasil tergantung kepada keuntungan proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
Sedangkan perbandingan antara Bank Islam dengan Bank Konvensional
menurut Muhammad Syafi’i (2007:34) :
No Bank Islam No Bank Konvensional
1 Melakukan Investasi-investasi
yang halal saja 1
Investasi yang halal dan haram
2 Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual
beli atau sewa 2 Memakai perangkat bunga
3 Profit dan falah oriented 3 Profit oriented
4 Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk kemitraan 4
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kreditur-debitur
5
Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
5 Tidak terdapat dewan sejenis
2.5 Analisis Perhitungan Imbalan Jasa Tabungan Konvensional dengan Tabungan Mudharabah
2.5.1 Analisis Perhitungan Imbalan Jasa Bunga Dana TAPLUS
Secara umum, tabungan dapat didefinisikan sebagai simpanan pihak ketiga
di bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu
yang telah disepakati bersama antara pihak ketiga dengan pihak bank.
Berdasarkan saldo harian, saldo rata-rata, dan saldo terrendah. Adapun rumus
perhitungan bunga tabungan adalah sebagai berikut :
Saldo x Rate x Hari 365
Keterangan:
Bunga : bunga (rupiah) yang diterima pada periode tertentu.
Saldo : saldo akhir periode perhitungan.
Rate : suku bunga tabungan dalam persen per tahun.
Hari : jumlah hari periode perhitungan.
Untuk mempermudah, bank dapat melakukan perhitungan berdasarkan
saldo rata-rata harian dengan menggunakan tabel dibawah ini sebagai alat bantu:
Tabel 2.5.1
Tabel alat bantu perhitungan berdasarkan saldo rata-rata harian Jenis Produk Saldo Bulanan Rate Jumlah Hari Periode Perhitungan
Bunga Pajak Atas
Bunga Nett Bunga Indikasi Rate Of Return 1 2 3 4 = (1 x 2 x 3) / 365 5 = 4 x 20% 6 = 4 - 5 7 = 6 / 1 (12) (100%)
2.5.2 Analisis Perhitungan Imbalan Jasa Bagi Hasil Dana Tabungan Syariahplus
“Perhitungan bagi hasil tabungan syariahplus dilakukan berdasarkan saldo
rata-rata harian yang dihitung ditiap akhir bulan dan dibuku awal bulan
berikutya”. (Adiwarman 2004:273). Rumus perhitungan bagi hasil tabungan
mudharabah adalah sebagai berikut :
Karena pada saldo harian perhitungannya telah menggunakan saldo
rata-rata harian, nilai nominal dana nasabah telah merefleksikan saldo yang Hari Bagi Hasil x Saldo Rata‐Rata Harian x Tingkat Bagi Hasil 365
mengendap di bank yang dapat digunakan oleh bank untuk melakukan investasi.
Jadi hanya komponen GWM (Giro Wajib Minimum) dan kas saja yang menjadi
faktor pengurang dalam perhitungan bobot.
Bank dapat melakukan perhitungan berdasarkan saldo rata-rata harian
dengan menggunakan tabel di bawah ini sebagai alat bantu :
Tabel 2.5.2
Catatan :
Kolom 1 adalah saldo rata-rata harian bulan bersangkutan masing-masing
jenis dana. Namun, tidak seluruh dana ini dapat disalurkan oleh bank, karena bank
harus menyimpan minimum 5% dari dana di Bank Indonesia (GWM). Karena
perhitungannya telah menggunakan saldo rata-rata harian, nilai ini telah
merefleksikan saldo yang mengendap di bank, dapat digunakan oleh bank untuk
melakukan investasi. Jadi, hanya komponen GWM saja yang menjadi faktor
pengurang dalam perhitungan bobot kolom 2. Di kolom 3 adalah jumlah hari
periode perhitungan yang dihitung pada awal saat nasabah menginvestasikan
dananya hingga pembagian bunga dilakukan oleh pihak bank. Kolom 4 adalah
kolom bagi hasil / keuntungan yang diberikan oleh bank kepada nasabah. Kolom
5 adalah pajak atas bagi hasil, biasanya untuk pajak atas bagi hasil sebesar 20% Tabel alat bantu perhitungan berdasarkan saldo rata-rata harian
Jenis Produk Saldo Bulanan Nisbah Jumlah Hari Periode Perhitungan
Bagi Hasil Pajak Atas Bagi Hasil Nett Bagi Hasil Indikasi Rate Of Return 1 2 3 4 = (1 x 2 x 3) / 365 5 = 4 x 20% 6 = 4 - 5 7 = 6 / 1 (12) (100%)
dari total keuntungan yang diterima oleh nasabah. Oleh karena itu pada kolom 6
pendapatan bagi hasil bersih didapat dengan mengurangkan kolom 4 dengan 5.
Untuk memudahkan bank menghitung bagi hasil kepada tiap-tiap investor, maka
bank menghitung pendapatan nasabah pada kolom 6 tersebut dalam bentuk
persentase, yaitu pada kolom 7.
2.6 Analisis Perhitungan Imbalan Jasa Deposito Konvensional dengan Deposito Mudharabah
2.6.1 Analisis Perhitungan Imbalan Jasa Bunga Dana Deposito Berjangka Secara umum, deposito dapat didefinisikan sebagai simpanan pihak ketiga
di bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu yang telah
disepakati bersama antara pihak ketiga dengan pihak bank. Berdasarkan saldo
harian, saldo rata-rata, dan saldo terrendah. Adapun rumus perhitungan bunga
deposito adalah sebagai berikut :
Keterangan:
Bunga : bunga (rupiah) yang diterima pada periode tertentu.
Saldo : saldo akhir periode perhitungan.
Rate : suku bunga deposito dalam persen per tahun.
Hari : jumlah hari periode perhitungan. Saldo x Rate x Hari 365
Untuk mempermudah, bank dapat melakukan perhitungan berdasarkan
saldo rata-rata harian dengan menggunakan tabel dibawah ini sebagai alat bantu:
Tabel 2.6.1
Tabel alat bantu perhitungan berdasarkan saldo rata-rata harian Jenis Produk Saldo Bulanan Rate Jumlah Hari Periode Perhitungan
Bunga Pajak Atas
Bunga Nett Bunga Indikasi Rate Of Return 1 2 3 4 = (1 x 2 x 3) / 365 5 = 4 x 20% 6 = 4 - 5 7 = 6 / 1 (12) (100%)
2.6.2 Analisis Perhitungan Imbalan Jasa Bagi Hasil Dana Tabungan Deposito Mudharabah
“Perhitungan bagi hasil deposito mudharabah dilakukan berdasarkan saldo
rata-rata harian yang dihitung ditiap akhir bulan dan dibuku awal bulan
berikutya”. (Adiwarman 2004:304). Rumus perhitungan bagi hasil tabungan
mudharabah adalah sebagai berikut :
Karena pada saldo harian perhitungannya telah menggunakan saldo
rata-rata harian, nilai nominal dana nasabah telah merefleksikan saldo yang
mengendap di bank yang dapat digunakan oleh bank untuk melakukan investasi.
Jadi hanya komponen GWM (Giro Wajib Minimum) dan kas saja yang menjadi
faktor pengurang dalam perhitungan bobot.
Hari Bagi Hasil x Nominal Deposito Mudharabah x Tingkat Bagi Hasil 365
Bank dapat melakukan perhitungan berdasarkan saldo rata-rata harian
dengan menggunakan tabel di bawah ini sebagai alat bantu :
Tabel 2.6.2
Catatan :
Kolom 1 adalah saldo rata-rata harian bulan bersangkutan masing-masing
jenis dana. Namun, tidak seluruh dana ini dapat disalurkan oleh bank, karena bank
harus menyimpan minimum 5% dari dana di Bank Indonesia (GWM). Karena
perhitungannya telah menggunakan saldo rata-rata harian, nilai ini telah
merefleksikan saldo yang mengendap di bank, dapat digunakan oleh bank untuk
melakukan investasi. Jadi, hanya komponen GWM saja yang menjadi faktor
pengurang dalam perhitungan bobot kolom 2. Di kolom 3 adalah jumlah hari
periode perhitungan yang dihitung pada awal saat nasabah menginvestasikan
dananya hingga pembagian bunga dilakukan oleh pihak bank. Kolom 4 adalah
kolom bagi hasil / keuntungan yang diberikan oleh bank kepada nasabah. Kolom
5 adalah pajak atas bagi hasil, biasanya untuk pajak atas bagi hasil sebesar 20%
dari total keuntungan yang diterima oleh nasabah. Oleh karena itu pada kolom 6
pendapatan bagi hasil bersih didapat dengan mengurangkan kolom 4 dengan 5.
Untuk memudahkan bank menghitung bagi hasil kepada tiap-tiap investor, maka Tabel alat bantu perhitungan berdasarkan saldo rata-rata harian
Jenis Produk Saldo Bulanan Nisbah Jumlah Hari Periode Perhitungan
Bagi Hasil Pajak Atas Bagi Hasil Nett Bagi Hasil Indikasi Rate Of Return 1 2 3 4 = (1 x 2 x 3) / 365 5 = 4 x 20% 6 = 4 – 5 7 = 6 / 1 (12) (100%)
bank menghitung pendapatan nasabah pada kolom 6 tersebut dalam bentuk
persentase, yaitu pada kolom 7.