• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Jakarta, April Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Dr. Awaluddin Tjalla NIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Jakarta, April Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Dr. Awaluddin Tjalla NIP"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan “Naskah Akademik Kurikulum Kemaritiman”. Penyusunan naskah akademik ini adalah dalam rangka menindaklanjuti program nawacita Presiden untuk mewujudkan Indonesia menjadi poros maritim dunia. Dalam upaya merealisasikan hal tersebut, Pemerintah telah menetapkan arah pembangunan nasional yang lebih berorientasi maritim menuju Indonesia sebagai negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019.

Salah satu pilar dalam mewujudkan Indonesia menjadi poros maritim adalah dengan pembangunan kembali budaya maritim Indonesia. Pembangunan budaya maritim melalui pendidikan dilakukan dengan membangun kesadaran terhadap wilayah nasional merupakan ruang hidup bangsa serta membentuk sumber daya manusia yang berkarakter dan berbudaya maritim. Untuk itu Pusat Kurikulum dan Perbukuan sesuai dengan tugas dan fungsinya menyusun naskah akademik Kurikulum Kemaritiman.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan pemikiran dalam mewujudkan naskah akademik ini. Dengan kerendahan hati, kami mengharapkan masukan dan kritik yang konstruktif dalam rangka pemantapan dan penyempurnaannya. Semoga upaya ini bisa menjadi salah satu unsur yang signifikan dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional dan sekaligus tujuan pendidikan terutama dalam diverisifikasi kurikulum untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Jakarta, April 2017

Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan

Dr. Awaluddin Tjalla NIP. 196011121985031001

(3)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR……….. 1 DAFTAR ISI ..………. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….... 3 B. Tujuan Penyusunan ...………... 7

C. Pengertian dan Ruang Lingkup ……….. 7

BAB II LANDASAN PENYUSUNAN A. Landasan Filosofis ……….. 8

B. Landasan Yuridis ……… 8

C. Landasan Teoretis ………... 9

D. Landasan Empiris ………... 12

BAB III METODE PENYUSUNAN A. Tahapan Penyusunan ……….. 14

B. Tim Penyusun ………... 14

C. Kerangka Kurikulum Kemaritiman……….... BAB IV HASIL PENYUSUNAN ……… 15

BAB V PENUTUP ……….. 30 DAFTAR PUSTAKA………... 32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Program pembangunan Indonesia yang tercermin dalam NAWA CITA (Sembilan Agenda Prioritas Pemerintahan) dan Kebijakan Kelautan Indonesia kembali memberikan perhatian penuh pada pembangunan kemaritiman (berorientasi kelautan), setelah 69 tahun pembangunan Indonesia berorientasi kedaratan. Peradaban kemaritiman menjadi poros laju pembangunan Indonesia. Hal ini mencerminkan keinginan pemerintah untuk mendapatkan kembali kejayaan peradaban maritim di masa lampau yang sempat punah. Salah satu temuan Penelitian Arkeologi Nasional bersama Lembaga Penelitian Perancis untuk Kajian Timur Jauh (EFEO) terkait peradababan maritim Barus, Sumatera Utara misalnya, hilang tiba-tiba di abad ke-12 (Kompas, 2012). Sejumlah artefak dapat dilacak jejaknya tapi terkubur dalam lapisan tebal, kemungkinan merupakan akibat dari kejadian bencana di wilayah pantai barat Sumatera Utara. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Katrin Monecke, Widjo Kongko, dkk di pantai Meulaboh, Aceh Barat, ditemukan dua deposit tsunami besar melanda Aceh pada kurun waktu 1290-1400 dan 780-990 (Jurnal

Nature, 2008).

Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia memiliki kejayaan maritim di masa lalu dengan pelaut-pelaut tangguh dan kerajaan-kerajaan Nusantara berbasis maritim. Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit merupakan contoh dari kejayaan kerajaan-kerajaan Nusantara berorientasi maritim. Wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit hingga Semenanjung Malaya dan Kerajaan Sriwijaya mencapai Champa.

Kini, poros maritim akan kembali dibangun di atas deret cincin api Nusantara, yang setidaknya tercatat sejumlah 127 gunung api di sepanjang wilayah Indonesia. Alam memberikan berkah kesuburan dan aneka sumber daya mineral, bentang alam Nusantara dengan karakter khasnya berupa lautan dan pulau-pulau gunung api yang juga amat rentan dilanda bencana alam. Gempa dan tsunami yang mematikan rutin terjadi di Indonesia. Dokumen Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) tahun 2013 yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan wilayah Indonesia berisiko terhadap ancaman baik banjir, longsor, gempa bumi, tsunami, angin puting beliung, cuaca ekstrim, gelombang ekstrim, banjir maupun gunung api, termasuk gunung api bawah laut.

Sejumlah 322 Kabupaten/Kota se-Indonesia berada dalam indeks risiko tinggi dan 174 Kabupaten/Kota berada dalam indeks risiko sedang terhadap multi-ancaman rencana. Dari 33 provinsi di Indonesia, hanya 7 provinsi berada dalam indeks risiko sedang, sedangkan sisanya berada dalam indeks risiko tinggi. Untuk jenis ancaman tsunami saja misalnya, terdapat 126 kabupaten/Kota yang terancam risiko tinggi, sisanya sejumlah 123 berada dalam kondisi terancam risiko sedang, yang dilihat dari jumlah jiwa terpapar serta infrastruktur yang terpapar ancaman. Indonesia masih menghadapi risiko bencana yang cukup tinggi di masa mendatang sebagai salah satu bagian dari kenyataan dalam membangun bidang kemaritiman.

Sektor pendidikan tidak terlepas dari arah kebijakan pembangunan kemaritiman. Selain sektor pendidikan harus menjadi landasan dari kebijakan pembangunan, tidak dapat dinafikan bahwa komunitas sekolah, terutama siswa sekolah sebagai modal pembangunan bangsa, juga tidak terlepas dari keterpaparan atas risiko bencana. Lebih lanjut perubahan sosial di berbagai wilayah serta di tingkat global akan berpengaruh pula pada perubahan iklim global yang membawa kembali dampak-dampak buruknya termasuk pada lingkungan sekolah.

(4)

Salah satu elemen dari sistem pendidikan tentunya adalah penguatan kapasitas sektor formal yaitu sekolah melalui instrumen kurikulum sebagimana yang telah diamanatkan dalam Kebijakan Kelautan Indonesia yaitu adanya program penyusunan kurikulum pendidikan yang berorientasi kelautan. Maka dalam hal ini menjadi sangat penting untuk memastikan pengenalan hingga pemahaman komprehensif mengenai sejarah kemaritiman, peradaban dan aktivitas kemaritiman termasuk di dalamnya sejarah kebencanaan, serta potensi sumber daya kelautan Indonesia.

Lebih lanjut lagi, pasca tsunami Samudera Hindia 2004, Indonesia melewati perubahan signifikan dalam upaya pengurangan risiko bencana. Bencana-bencana yang terus terjadi mengikuti bencana tsunami yang menghancurkan berbagai wilayah pesisir di Samudera Hindia, bukan terakhir. Meskipun demikian kejadian-kejadian tersebut justru menjadi pembelajaran bagi negara-negara di dunia. Maka dalam sisi mata uang lain hal itu, Indonesia sudah seharusnya pula membangun kemampuan serta kemandirian teknologi di berbagai aspek, terutama pula teknologi dan inovasi di bidang kebencanaan, sebagai laboratorium dunia. Untuk hal ini, kompetensi bencana kemaritiman dari tingkat siswa sekolah, guru dan komunitas sekolah menjadi sangat penting.

Karakteristik geografi Indonesia yang memiliki jumlah pulau 17.504 dan garis pantai terpanjang kedua di dunia serta kondisi sosial ekonominya yang berada dalam persilangan dua benua, yaitu Asia dan Australia, serta dua samudera, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, menempatkan Indonesia dalam posisi penting dan strategis di tataran global. Dengan luas hutan tropis ketiga terbesar di dunia, 18% terumbu karang dunia, 23% hutan mangrove dunia dan 3 juta hektar padang lamun (http://www.wwf.or.id/?10741/ Deforestasi; http://lipi.go.id/lipimedia/konservasi-terumbu-karang-indonesia-mendesak/ 8489, dan Murdaningsih, 2017), Indonesia kaya akan sumber makanan bagi kehidupan laut. Dengan kondisi ini, Indonesia berpotensi besar mempengaruhi kestabilan politik, ekonomi, serta keamanan lingkungan regional.

Indonesia juga berada dalam persilangan kekuatan ekonomi dan politik. Secara geoekonomi maupun geopolitik, Indonesia perlu memainkan peran penting dan strategis dengan memanfaatkan secara optimal sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil untuk kemaslahatan dan kemajuan bangsa. Sebagai satu-satunya negara yang mampu memperluas wilayah kedaulatan dan hak berdaulatnya, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mendapatkan pengakuan internasional tanpa kekuatan militer.

Indonesia yang memiliki kedaulatan penuh atas 3,2 juta km2 wilayah perairan dan hak berdaulat atas sekitar 2,6 juta km2 di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, adalah pusat keanekaragaman hayati yang tinggi dan memberikan fungsi jasa lingkungan lainnya. Masyarakat internasional harus berlayar melalui wilayah kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia untuk keperluan navigasi, komunikasi, penanaman dan peletakan kabel serat optik, pipa gas, perdagangan berbagai barang komoditas, manufaktur, serta ekspor energi dan jasa.

Laut, pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia juga memberikan keindahan serta perlindungan terhadap masyarakat dari bencana dan habitat bagi makhluk hidup lainnya. Bagi Indonesia, laut telah, sedang, dan akan memainkan peran yang sangat penting dalam perjalanan sejarah dan budaya serta ekonomi bangsa ini. Pembangunan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia saat ini dan masa depan bersandar pada laut dan pesisir. Potensi pariwisata, bioteknologi dan biofarmakologi, mineral, air laut dalam, perkapalan dan transportasi, energi terbarukan, budidaya laut lepas (offshore aquaculture) merupakan potensi besar yang harus terus didorong pengembangannya ke depan agar mampu berkontribusi lebih terhadap ekonomi nasional dan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.

Keberlanjutan pembangunan ditentukan oleh keseimbangan pengelolaan sumber daya pembangunan agar menghasilkan pertumbuhan yang berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sumber daya manusia berkualitas, serta memelihara kualitas lingkungan hidup untuk keberlanjutan kehidupan. Keberlanjutan pembangunan tersebut memerlukan upaya (i) memelihara kekayaan sumber daya alam dan (ii) mengendalikan kualitas lingkungan dan daya tahan. Dua upaya ini semakin diperlukan dengan adanya tantangan yang dihadapi Indonesia berupa pertumbuhan jumlah penduduk yang mencapai 350 juta yang memerlukan kebutuhan sandang, pangan dan lahan. Tuntutan kebutuhan tersebut cenderung bertambah dan menjadikan sumberdaya kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi lebih strategis sebagai pemasok dan alternatif utama dengan berkurangnya daya dukung di daratan.

Kontribusi ekonomi kelautan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional 20,06% pada tahun 1998, meningkat menjadi 23,57% pada tahun 2002, kontribusi ini didominasi oleh kegiatan ekstraksi migas dan sumberdaya mineral di laut. Diluar sumbangan dari sektor migas, Perikanan dan Kelautan berkontribusi 3,21% terhadap PDB tahun 2013 dan diperkirakan dapat mencapai 6,5% di akhir tahun 2014. PDB dari kegiatan perikanan mengalami kenaikan rata-rata + Rp. 18 milyar/tahun dari tahun 2000 - 2013 (BPS, 2014).

PNBP dari kegiatan kelautan dan perikanan pada tahun 2012 dibukukan sebesar Rp. 279,82 milyar dari target semula Rp. 182,83 (BPS No. 12/02/Th. XVII, 3 Februari 2014). Kenaikan ini didukung dari laju pertumbuhan produksi perikanan nasional (budidaya dan perikanan tangkap) yang mencapai 10,02% per tahun dalam kurun waktu 2005-2009. Nilai produksi perikanan meningkat 15,61% dari Rp. 57,62 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp102,78 triliun pada tahun 2009. Penerimaan devisa dari sektor pariwisata pada tahun 2013 naik 10,99% dari tahun sebelumnya. Pariwisata bahari menyumbang kurang lebih 30% dari total pemasukan pariwisata nasional US$ 10,1 milyar (BPS No. 12/02/Th. XVII, 3 Februari 2014).

Potensi sumber daya kelautan yang melimpah dan adanya sejarah kejayaan maritim di masa lalu, sehingga semangat membangkitkan kembali kejayaan maritim Indonesia adalah bukan hal yang mustahil. Penyesuaian terhadap pola pikir, pola sikap, dan pola tindak bangsa yang didasari oleh kesadaran ruang kelautan tempat bangsa Indonesia berada sangat diperlukan yang bisa ditempuh melalui pembangunan yang berorientasi kelautan. Untuk itu, visi kelautan menjadi tuntutan dan kebutuhan bagi bangsa Indonesia. Hal ini juga selaras dengan semangat kemaritiman menjadi bangsa pelaut diawali oleh pidato Presiden Soekarno pada tahun 1953 yang menyerukan: "Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekadar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawati samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri."

Potensi kelautan yang sangat kaya ini belum dimanfaatkan secara optimal, tetapi ironisnya di sebagian wilayah laut dan pesisir Indonesia telah mengalami kerusakan dengan berbagai tingkatan. Berdasarkan data Satu Peta Indonesia tahun 2013, luas terumbu karang Indonesia adalah 2,5 juta hektar (BIG, 2013). Namun, berdasarkan pemaparan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI diketahui bahwa terumbu karang di 93 daerah dan 1.259 lokasi pada penelitian yang dilakukan dari tahun 1993 hingga tahun 2015, hanya sekitar 32 persen yang kondisinya baik dan sangat baik, sisanya dalam kondisi buruk dan jelek (LIPI, 2016). Sementara itu luas mangrove Indonesia sebesar 3.489.140,68 hektar atau setara dengan 23 persen ekosistem mangrove dunia, diketahui seluas 1.671.140,75 hektar dalam kondisi baik, sedangkan areal sisanya seluas

(5)

1.817.999,93 hektar dalam kondisi rusak pada tahun 2015 (Murdaningsih, 2017). Kerusakan ini berdampak pada berkurangnya habitat biota laut tertentu dan meningkatkan risiko bencana di wilayah pesisir, seperti abrasi dan banjir rob. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya pencurian ikan oleh nelayan asing yang menggunakan teknologi canggih sehingga mengakibatkan kerugian negara yang sangat besar mencapai Rp 300 triliun per tahun (Pusluh KKP, 2015).

Kerusakan sumber daya kelautan ini disebabkan oleh ketidaktahuan dan/atau ketidakpedulian masyarakat terhadap kelestarian sumber daya laut tersebut yang diindikasikan dengan kegiatan seperti penangkapan ikan yang merusak (racun bius dan bom) dan penebangan hutan mangrove secara berlebihan untuk kegiatan ekonomi. Hal ini dapat terjadi terjadi karena tingkat pendidikan pelaku kemaritiman yang masih rendah, keterbatasan pengetahuan dan informasi kemaritiman, pendidikan yang masih bias darat, serta pola pikir masyarakat Indonesia yang belum banyak berorientasi kelautan. Kondisi ini perlu mendapat perhatian secara serius dari semua unsur masyarakat dan pemerintah baik pusat maupun daerah. Untuk itulah, diperlukan suatu rancangan kurikulum pendidikan yang berorientasi kelautan sesuai amanat Kebijakan Kelautan Indonesia, dalam hal ini bernama Kurikulum Kemaritiman yang muatannya terstruktur mulai jenjang PAUD, SD/MI, SMP/MTs, hingga SMA/MA/SMK/MAK sebagai wujud pengembangan sumber daya manusia dalam rangka percepatan implementasi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

Potensi sumber daya kelautan yang melimpah dan adanya sejarah kejayaan maritim di masa lalu, sehingga semangat membangkitkan kembali kejayaan maritim Indonesia adalah bukan hal yang mustahil. Deklarasi Djuanda Tahun 1957 telah memberikan harapan baru untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai bangsa maritim. Langkah selanjutnya diperlukan penyesuaian terhadap pola pikir, pola sikap, dan pola tindak bangsa yang didasari oleh kesadaran ruang kelautan tempat bangsa Indonesia berada melalui pembangunan yang berorientasi kelautan.

Untuk itu, visi kelautan menjadi tuntutan dan kebutuhan bagi bangsa Indonesia. Visi kelautan tersebut dituangkan dalam visi Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, yaitu Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat, maju, mandiri, kuat, serta mampu memberikan kontribusi positif bagi keamanan dan perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan kepentingan nasional.

Dalam langkah mengimplementasikan visi Poros Maritim Dunia, percepatan pembangunan kelautan merupakan keniscayaan yang harus diupayakan dalam kerangka menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Peran, potensi, dan peluang Indonesia untuk menjadi Poros Maritim Dunia perlu dirumuskan secara jelas. Unsur-unsur kemaritiman yang sangat luas, membutuhkan adanya diferensiasi, pemilihan terhadap aspek mana yang akan menjadi fokus untuk digarap.

B. Tujuan Penyusunan

1. Menyiapkan rancangan bahan kebijakan (kurikulum kemaritiman dan panduan implementasi kurikulum kemaritiman yang dapat digunakan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan berbasis potensi lokal).

2. Sebagai pedoman penguatan penataan dan memperkaya diversifikasi kurikulum.

3. Sebagai rambu-rambu bagi satuan pendidikan dalam implementasi kurikulum kemaritiman sesuai dengan arah dan strategi pembangunan kemaritiman

4. Sebagai inkubasi masyarakat di sekitar satuan pendidikan dalam kondisi global dan perubahan sosial yang sangat cepat.

5. Menyediakan acuan bagi semua pihak yang berkepentingan. C. Pengertian dan Ruang Lingkup

1. Pengertian a. Kemaritiman

b. Diversifikasi kurikulum 2. Ruang lingkup

Naskah akademik ini disusun dengan ruang lingkup sebagai berikut.

Bab I bagian pendahulan memuat didalamnya latar belakang, tujuan, pengertian dan ruang lingkup. Latar belakang berisi alasan mengapa kurikulum kemaritiman dikembangkan, sedangkan tujuan dari penyusunan naskah akademik adalah sebagai acuan pelaksanaann kebijakan pengembangan kurikulum kemaritiman. Adapun pengertian dan ruang lingkup memuat tentang istilah-istilah yang digunakan lingkup pembahasan.

Bab II berisi tentang landasan penyusunanan kurikulum yang terdiri atas landasan filosofis, yuridis,teoritis, dan empiris

Bab III memaparkan metode penyusunan standar, meliputi tahapan penyusunan kurikulum, tim penyusun kurkulum, dan kerangka kurikulum

Bab IV menjabarkan hasil penyusunan yang berisi rancang bangun kurikulum kemaritiman yang meliputi maksud dan tujuan, isi, implementasi, pembelajaran dan penilaian, monitoring dan evaluasi, serta peran pemangku kepentingan.

Sedangkan bab V sebagai penutup berisi kesimpulan dan rekomendasi sebagai acuan kebijakan pengembangan kurkulum kemaritiman.

(6)

BAB II

LANDASAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK KURIKULUM

KEMARITIMAN

A. Landasan Filosofis

Naskah akademik tentang Kurikulum Kemaritiman perlu disusun karena memiliki landasan filosofis sebagai berikut.

1. Kurikulum Kemaritiman berbasis wawasan sejarah, nilai budaya, dan potensi kemaritiman untuk menanamkan cinta tanah air dan jiwa negarawan yang berkarakter maritim dalam rangka membangun manusia Indonesia yang unggul dan berdaya saing. 2. Kurikulum Kemaritiman membangun manusia Indonesia agar memiliki sikap,

pengetahuan, dan keterampilan dalam pengelolaan potensi kemaritiman menuju kejayaan Indonesia sebagai bangsa dan negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional.

3. Kurikulum Kemaritiman merupakan media dalam proses transformasi nilai-nilai luhur kemaritiman dalam rangka pembangunan secara berkelanjutan untuk mencapai kesejahteraan rakyat Indonesia.

4. Kurikulum Kemaritiman menjadi pembelajaran bagi generasi penerus bangsa Indonesia untuk memahami dan menghargai kedaulatan maritim negara Indonesia dan negara lain.

B. Landasan Yuridis

Naskah akademik tentang Kurikulum Kemaritiman perlu disusun karena memiliki landasan yuridis sebagai berikut.

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on The Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Hukum Laut)

3. Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

4. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

5. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025

6. Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

7. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil 8. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan

9. Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

10. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini

12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini

13. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah

14. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 21 Tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah

15. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah

16. Peraturan Presiden RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019

17. Peraturan Presiden RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia 18. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia Nomor

01/PER/MENKO/MARITIM/III/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman

C. Landasan Teoritis

Kurikulum Kemaritiman dikembangkan atas teori “pendidikan berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum). Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.

Kurikulum Kemaritiman menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan (2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum.

Substansi Kurikulum Kemaritiman disusun dengan mempertimbangkan kondisi postur bentang alam Indonesia yang berbentuk kepulauan beserta berbagai keragaman dan keunikannya, dimana laut menjadi faktor yang dominan dalam mewarnai lingkungan hidup, kehidupan dan penghidupan masyarakat Indonesia. Perlu diketahui bahwa keberadaan laut memengaruhi hidup dan penghidupan bangsa Indonesa sejak dulu kala, saat ini dan di masa mendatang. Sebaliknya, aktivitas bangsa ikut memengaruhi kondisi laut atau kemaritiman, sehingga laut atau potensi kemaritiman perlu dipahami dan dikelola agar tetap produktif dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, secara teoritis, Kurikulum Kemaritiman akan berisi materi pembelajaran yang menekankan berbagai aspek keberagaman sumber daya, jasa, dan kegiatan yang menyertainya, sehingga tidak terbatas pada transportasi atau perdagangan laut saja tetapi juga meliputi, antara lain karakteristik dan dinamika fisik dan bio-geo-kimia lingkungan laut, yang dapat dimanfaatkan dan dikelola untuk membantu kelancaran, efisiensi dan efektivitas

(7)

pengelolaan transportasi/logistik, pertahanan, wisata dan rekreasi laut, serta terkait dengan penguasaan politik, pertahanan atas wilayah laut, dan budaya bahari.

Beberapa materi mendasar dalam kurikulum kemaritiman yang perlu diketahui antara lain adalah: pengetahuan dan pemahaman tentang bumi dan benua maritim Indonesia; dinamika laut dan pengaruhnya terhadap iklim dan cuaca; saling ketergantungan antara laut dan manusia; berbagai keragaman hayati dan ekosistem laut; dan ragam industri maritim yang ada dan berkembang saat ini dan di masa depan.

Melalui pengetahuan dan pemahaman tentang bumi dan benua maritim Indonesia diharapkan dapat membekali anak didik, antara lain tentang: dimensi fisik laut, sumber daya dan jasa lingkungan laut. Laut terdiri dari permukaan laut, kolom air dan dasar laut. Ketiganya memiliki karakteristik fisik dan dinamikanya sendiri. Di permukaan laut ada gelombang dan arus permukaan; dalam kolom air, mulai dari yang dangkal sampai ke yang dalam beragam proses pencampuran massa air yang terjadi secara vertikal maupun horizontal, dan pada kondisi tertentu terjadi juga gelombang internal; di dasar laut ada yang datar, berbukit, berjurang dan bergunung. Laut adalah bagian dan merupakan satu kesatuan dari siklus air dan terhubung ke semua reservoir air di bumi melalui proses evaporasi dan presipitasi. Laut di bumi ini saling terhubung satu sama lain melalui pengaruh atau digerakkan oleh angin, matahari, pasang surut, perbedaan densitas air laut, dan rotasi bumi. Bentuk dari basin laut dan massa daratan yang berdekatan dengannya memengaruhi lintasan sirkulasi. Sirkulasi ini mengangkat dan memindahkan massa air, energi (panas, bahang), material, dan organisma dari satu lautan ke lautan lainnya. Perubahan sirkulasi lautan ini memberikan pengaruh besar pada iklim dan menyebabkan perubahan pada ekosistem laut. Air laut memiliki sifat atau karakteristik yang khas atau unik, antara lain: salinitasnya, titik bekunya sedikit lebih rendah daripada air tawar, densitasnya sedikit lebih tinggi, daya hantar listrik (konduktivitas) yang jauh lebih tinggi, dan pH-nya sedikit lebih basa. Garam yang ada di laut berasal dari daratan yang tererosi, emisi vulkanik, reaksi kimia di dasar laut, dan deposisi atmosfer. Wilayah kepulauan Indonesia yang terbentang dari timur ke barat sepanjang lebih dari 5.000 km dan dari utara ke selatan sepanjang 2.000 km, adalah sebanding dengan luas suatu benua. Oleh karena lebih dari 2/3 wilayahnya adalah laut, maka kepulauan Indonesia sebenarnya adalah Benua Maritim. Di Benua Maritim Indonesia (BMI) ini dapat ditemui laut yang dangkal maupun laut dalam, gunung dan jurang bawah laut teluk, dan selat. Iklim dan cuaca di BMI dipengaruhi oleh letak geografisnya di khatulistiwa, sirkulasi massa air laut dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia dan dari Laut Cina Selatan ke Samudera Hindia serta sikulasi dan pencampuran massa air di dalam interior BMI, sistem pergantian tekanan udara antara benua Asia dan benua Australia yang mengapit BMI dan membentuk musim angin timur, barat, dan musim peralihan, serta sebaran pulau besar maupun kecil. Konfigurasi dan letak BMI inilah yang menyebabkan iklim di Indonesia nyaman, bersahabat dan sangat jarang bersifat ekstrim.

Selanjutnya, substansi Kurikulum Kemaritiman lain yang perlu dipahami adalah tentang aspek fisik dan aspek dinamika laut. Aspek dinamika laut meliputi, antara lain perubahan tinggi muka laut, erosi pantai, aktivitas tektonik, dan pengaruh dinamika laut ini terhadap iklim dan cuaca (interaksi antara laut dan atmosfer bumi, pertukaran bahang,

el-nino dan la-nina). Laut memengaruhi segala aspek kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan dengan memasok air tawar (melalui proses evaporasi air laut, masuk ke atmosfer, terkondensasi dan akhirnya turun sebagai hujan) dan oksigen. Laut menjadikan iklim menjadi moderat, dapat ditolerir, dapat memengaruhi cuaca dan kesehatan manusia. Laut menyerap bagian terbesar dari radiasi matahari yang sampai ke bumi. Laut kehilangan bahang melalui evaporasi. Kehilangan bahang ini, dengan cara melepaskan uap air ke atmosfer dan akan menggerakkan sirkulasi atmosfer serta membentuk hujan melalui kondensasi. Laut telah dan akan terus mempunyai pengaruh nyata terhadap perubahan iklim melalui penyerapan, penyimpanan dan pergerakan bahang, karbon dan air.

Kondisi uap air dari air laut yang hangat merupakan sumber energi bagi terbentuknya siklon dan badai. Laut mengendalikan iklim dan cuaca melalui pengaruh energi bumi, air dan sistem karbon. Laut mendominasi siklus karbon bumi. Separuh dari produktivitas primer di bumi terjadi pada lapisan permukaan laut dan laut menyerap sekitar separuh dari karbon dioksida yang masuk ke atmosfer. Pasang surut, gelombang, dan arus laut memengaruhi daratan, khususnya daerah pesisir. Perubahan paras laut yang terjadi selama ini telah mengembangkan dan menciutkan paparan benua dan menghancurkan laut pedalaman serta membentuk wujud daratan. Selain itu, laut berperan besar dalam menghasilkan pangan (ikan), obat-obatan, mineral dan energi. Laut juga berperan dalam menyediakan lapangan kerja, mendukung ekonomi nasional, sebagai jalan tol untuk transportasi barang dan manusia, serta berperan penting dalam keamanan nasional. Laut adalah sumber inspirasi, rekreasi, penyegaran, dan penemuan. Juga merupakan unsur penting sebagai warisan budaya pada banyak suku bangsa.

Interaksi manusia dan laut sangat penting dipahami lebih sebagai salah satu upaya utama menjaga keberlanjutan dan pemanfaatan yang optimal. Manusia dalam banyak hal, banyak memengaruhi laut. Pembangunan dan kegiatan yang dilakukan manusia dapat menghasilkan bahan pencemar atau perubahan fisik lingkungan laut. Selain itu, manusia telah memusnahkan cukup banyak vertebrata besar dari laut. Setiap orang bertanggung jawab untuk menjaga laut. Laut dapat mendukung kehidupan di bumi dan manusia hendaknya hidup sedemikian rupa sehingga tetap menjaga kelangsungan hidup di laut. Dibutuhkan tindakan tidak hanya perseorangan tetapi juga secara kolektif untuk mengelola sumber daya laut bagi semua pihak.

Sebagaimana diungkapkan sebelumnya bahwa pengetahuan dan pemahaman tentang keragaman hayati dan ekosistem laut, mulai dari mikroba sampai paus, terumbu karang, lamun dan mangrove perlu diketahui sebagai bagian dari Kurikulum Kemaritiman. Laut merupakan medium 3-D, yang menawarkan ruang yang amat luas dan beragam habitat dari permukaan, kolom air hingga dasar perairan. Ruang hidup di bumi terluas ada di laut. Habitat laut ditentukan oleh faktor lingkungan. Dikarenakan oleh interaksi faktor abiotik, seperti kadar garam, suhu, oksigen, pH, cahaya, unsur hara, tekanan, substrat dan sirkulasi, kehidupan di laut tidak terdistribusi pada ruang dan waktu secara merata, namun terkontentrasi pada ruang dan waktu tertentu. Biologi laut memberikan banyak contoh unik tentang siklus hidup, adaptasi dan hubungan penting antar organisme (misalnya simbiosis, dinamika mangsa-predator, dan transfer energi) yang tidak terjadi di darat. Di bagian tertentu di laut, ditemui lebih banyak dan berlimpah di banding di seluruh daratan sekalipun, sementara banyak wilayah laut yang dianggap sebagai gurun. Ada ekosistem laut dalam yang energinya tidak tergantung pada matahari dan fotosintesis. Hidrothemal vent, air panas bawah air, dan celah dasar laut yang mengeluarkan gas metan yang

(8)

mengandalkan energi kimia dan organisme kemosintetik untuk menopang kehidupan. Sementara estuari merupakan daerah pemijahan dan pengasuhan yang penting dan produktif bagi spesies akuatik. Pasang surut, gelombang dan pemangsaan menyebabkan pola zonasi vertical sepanjang pantai sehingga memengaruhi sebaran dan keragaman organisme. Rentang kehidupan di laut bervariasi dari yang paling kecil seperti virus hingga hewan laut terbesar yang pernah hidup di bumi ini, yaitu paus biru. Makhluk hidup terbanyak di laut adalah mikroba. Mikroba adalah produser primer terpenting di laut. Tidak hanya paling melimpah tetapi laju pertumbuhannya paling cepat dan siklus hidupnya pendek. Beberapa kelompok utama hanya ditemukan di laut. Sementara itu, keragaman kelompok utama organisme jauh lebih banyak di laut dibanding di daratan.

Sejak dulu berbagai aktivitas masyarakat berlangsung di laut dan berbagai industri maritim juga berkembang di laut bagi kesejahteraan manusia, antara lain: perikanan, wisata bahari, perkapalan dan transportasi laut, pertambangan, energi laut, dan pertahanan serta kegiatan eksplorasi bawah air. Laut adalah tempat terakhir dan terbesar dari pelosok bumi yang belum tereksplorasi. Wilayah laut adalah garis depan bagi penjelajah dan peneliti masa depan, dimana banyak kesempatan untuk investigasi dan penyidikan. Eksplorasi, penyidikan, dan studi dibutuhkan untuk memahami sistem dan proses yang terjadi di laut dengan lebih baik. Eksplorasi laut sesungguhnya bersifat antar disiplin. Diperlukan kerjasama antara pakar biologi, kimia, klimatologi, pemrogram komputer, perekayasa, geologi, dan fisika, serta cara berfikir yang baru. Selain itu, teknologi, sensor dan peralatan-peralatan baru meningkatkan kemampuan kita mengeksplorasi laut.

Dalam 50 tahun terakhir, pengembangan industri maritim melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa lingkungan laut telah meningkat secara nyata, oleh karenanya masa depan keberlanjutan industri ini sangat tergantung pada pemahaman kita terhadap sumberdaya dan lingkungan laut tersebut, potensi dan keterbatasannya.

Melalui pengetahuan dan pemahaman beberapa materi pokok Kurikulum Kemaritiman sebagaimana diuraikan di atas, serta kemudian dapat diartikulasikan dengan baik dalam bersikap dan dalam mengambil keputusan secara bertanggung jawab yang didasari oleh pengetahuan yang memadai tentang kemaritiman, maka pada hakekatnya kita menyiapkan suatu fondasi yang kuat bagi bangsa ini untuk bersama-sama, secara kolektif, bahu membahu, dapat lebih cepat dan sistematik mewujudkan harapan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

D. Landasan Empiris

Indonesia sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, yang seharusnya sumber daya kemaritimanlah yang menjadi sumber perekonomian terbesar bagi bangsa ini. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian, kontribusi sektor maritim terhadap produk domestik bruto (PDB) masih sekitar 11 persen pada tahun ini (https://maritimenews.id/sektor-maritim-menjadi-fokus). Di lapangan masih sangat banyak kita mendengar adanya pencurian ikan oleh kapal-kapal asing dan pengelola tempat-tempat pariwisata laut masih dikelola oleh tenaga-tenaga/perusahaan asing. Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani, pada tahun 2015 menyatakan bahwa Indonesia mengalami kerugian akibat penangkapan ikan secara ilegal mencapai lebih dari Rp 3.000 triliun (http://palembang.tribunnews.com/2015/06/23/sri-mulyani-illegal-fishing-rugikan-ri-us-20-miliar).

Nelayan-nelayan kita masih hidup miskin di lingkungan kumuh. Masih banyak sumber daya laut yang belum dimanfaatkan secara optimal. Masih banyak anak-anak usia sekolah yang tidak mengenal nama-nama ikan yang ada di perairan Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan Kurikulum Kemaritiman untuk menghasilkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang memiliki pengetahuan, keterampilan, kreativitas, dan tanggung jawab untuk mengelola menjaga dan memanfaatkan sumber daya maritim secara maksimal demi kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dan negara Indonesia dan bangga menjadi anak Indonesia. Sehubungan dengan itu, kurikulum harus membentuk manusia Indonesia yang mampu menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan jati diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa Indonesia. Pada saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia secara nyata telah berpengaruh secara negatif terhadap lingkungan alam.

Pencemaran, semakin berkurangnya sumber air bersih, adanya potensi rawan pangan pada berbagai belahan dunia, dan pemanasan global merupakan tantangan yang harus dihadapi generasi muda di masa kini dan masa yang akan datang. Kurikulum seharusnya juga diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian generasi muda terhadap lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan untuk merumuskan pemecahan masalah secara kreatif dan inovatif terhadap isu-isu lingkungan dan ketahanan pangan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang masih berlimpah, yaitu sumber daya kemaritiman sebagai pemenuhan kebutuhan yang bukan hanya pangan tetapi juga meliputi sumber energi, transportasi, pariwisata, perdagangan, dan lain-lain. Telah banyak sekolah yang melakukan proses pembelajaran tentang kemaritiman, tetapi belum ada standar dan masih kurangnya dukungan dari pihak pemerintah berupa payung hukum sehingga pelaksanaannya belum optimal, misalnya belum ada kurikulumnya, SDM yang menguasai seluruh aspek kemaritimannya ataupun dukungan anggaran pelaksanaannya. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya Kurikulum Nasional Kemaritiman serta kebijakan Pemerintah baik Pusat Maupun Daerah sebagai dasar pelaksanaannya yang akan disesuaikan dengan kondisi dan potensi Daerah termasuk Satuan Pendidikannya. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan pendidikan Kemaritiman akan merata di seluruh Indonesia dengan metode yang disesuaikan dan menghasilkan Sumber Daya Manusia yang kompeten, kreatif, inovatif, berwawasan nasional dan global serta bangga sebagai bangsa Indonesia.

Kurikulum Kemaritiman dikembangkan atas dasar adanya kebutuhan akan diversifikasi rancangan dan proses pendidikan dalam rangka membangun manusia Indonesia yang unggul dan berdaya saing sesuai potensi kemaritiman di daerah-daerah. Diversifikasi ini dimungkinkan karena berkembangnya tuntutan baru dalam masyarakat, dunia kerja, dan dunia ilmu pengetahuan kemaritiman yang berimplikasi pada tuntutan perubahan kurikulum. Hal itu dimaksudkan agar pendidikan selalu dapat menjawab tuntutan perubahan sesuai dengan zamannya. Dengan demikian, pendidikan akan mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam upaya membangun masyarakat berbasis pengetahuan kemaritiman.

Kurikulum kemaritiman menekankan pada proses pembangunan sikap, pengetahuan, dan keterampilan di bidang kemaritiman peserta didik melalui berbagai pendekatan yang mencerdaskan dan mendidik. Penguasaan substansi mata pelajaran tidak lagi ditekankan pada pemahaman konsep yang steril dari kehidupan masyarakat melainkan pembangunan pengetahuan melalui pembelajaran otentik. Dengan demikian kurikulum dan pembelajaran selain mencerminkan muatan pengetahuan sebagai bagian dari peradaban manusia, juga mewujudkan proses pembudayaan peserta didik sepanjang hayat.

(9)

BAB III

METODE PENYUSUNAN KURIKULUM

Penyusunan Kurikulum Kemaritiman dilakukan melalui metode sebagai berikut.

A. Tahapan Penyusunan Kurikulum

Penyusunan kurikulum dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

1. Penyusunan Naskah Akademik. Penyusunan Naskah Akademik dimaksudkan sebagai pedoman dalam penyusunan Kurikulum Kemaritiman untuk satuan pendidikan dasar dan menengah serta implementasinya.

2. Kajian Kurikulum

Kajian Kurikulum dilakukan dengan memperbandingan kurikulum kemaritiman dari berbagai negara antara lain: Filipina, Australia, Inggris, dan Amerika Serikat, sebagai bahan masukan untuk merevisi draft Naskah Akademik yang sudah disusun.

3. Penelaahan

Unsur yang terlibat dalam kegiatan ini adalah para pemangku kepentingan (Stake Holders) di bidang kemaritiman. Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh masukan sebagai bahan perbaikan Naskah Akademik yang telah dirumuskan.

4. Revisi & Finalisasi

Langkah ini dilakukan untuk merevisi Naskah Akademik berdasarkan temuan dari hasil penelaahan. Selanjutnya, dilakukan finalisasi terhadap hasil revisi tersebut. 5. Pengeditan

Langkah ini dilakukan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan kecil khususnya dari segi bahasa yang terdapat pada Naskah Akademik Final yang telah dihasilkan.

B. Tim Penyusun Kurikulum

Tim penyusun kurikulum antara lain dari unsur: 1. Pusat Kurikulum dan Perbukuan;

2. Kementerian Koordinator Kemaritiman; 3. Kementerian Kelautan dan Perikanan;

4. Direktorat Dikmas, Pembinaan SD, Pembinaan SMP, Pembinaan SMA, dan Pembinaan SMK;

5. Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia; 6. Kementerian Perhubungan;

7. Kementerian Pariwisata;

8. Badan Standar Nasional Pendidikan; 9. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; 10.Perguruan Tinggi;

11.Dinas Pendidikan;

12.Asosiasi Pemuda Maritim Indonesia; dan

13.Satuan Pendidikan (Paud, SD, SMP, SMA, dan SMK).

BAB IV

HASIL PENYUSUNAN

A. Rancangan Umum Kurikulum Kemaritiman

1. Definisi Kemaritiman

Di bawah ini ada beberapa pengertian yang terkait dengan bidang kemaritiman, yakni sebagai berikut.

a. Maritim

Istilah maritim berasal dari bahasa Inggris yaitu maritime, yang berarti navigasi, maritim atau bahari. Dari kata ini kemudian lahir istilah maritime power yaitu negara maritim atau negara samudra. Pemahaman maritim merupakan segala aktivitas pelayaran dan perniagaan/perdagangan yang berhubungan kelautan atau disebut pelayaran niaga, sehingga dapat disimpulkan bahwa maritim adalah berkenaan dengan laut, yang berhubungan dengan pelayaran perdagangan laut. b. Kelautan

Laut merupakan kumpulan air asin yang luas di permukaan bumi mempersatukan pulau dengan pulau, benua dengan benua, Pengertian laut ini sama dengan pengertian laut menurut kamus lain, yaitu bahwa laut merupakan kumpulan air asin yang satu sama lain berkaitan, karena air laut tidak selalu asin, tetapi laut dilihat dari aspek dari suatu wilayah kedaulatan negara (yuridis) yang sebagai pemersatu bangsa Indonesia.

c. Bahari

Bahari berarti dahulu kala, kuno, tua sekali, (contoh: zaman bahari = zaman dahulu), indah, elok sekali, mengenai laut, bahari, atau yang dilindungi, misalnya raja bahari berarti raja yang dilindungi (oleh dewa-dewa), sedangkan kebaharian adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan laut, dan kelautan.

Kemaritiman adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan di laut. Laut adalah kumpulan air asin yang luas dan berhubungan dengan samudra. Laut adalah kumpulan air asin yang sangat banyak dan luas di permukaan bumi yang memisahkan atau menghubungkan suatu benua dengan benua lainnya dan suatu pulau dengan pulau lainnya.

Laut (disebut juga bahari) adalah sebuah kumpulan air asin yang luas dan merupakan bagian dari samudera raya. Air laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya seperti garam, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut.

2. Perkembangan Peserta Didik dalam Pendidikan Bidang Kemaritiman

Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Teori ini membahas tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini berpendapat

(10)

bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia. Tahapan perkembangan tersebut adalah periode sensorimotor (usia 0–2 tahun), periode praoperasional (usia 2–7 tahun), periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun), dan periode operasional formal (usia 11 – 15 tahun). Adapun karakteristik perkembangan anak dari masing-masing periode adalah:

a. Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)

Tahap sensorimotor disebut juga sebagai masa descriminating and labeling. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks, bahasa awal, waktu sekarang dan ruang yang dekat saja.

b. Tahapan praoperasional (2 – 7 Tahun)

Menurut Piaget, ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egoinfantil, anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.

Menurut Piaget, tahapan praoperasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Pada permulaan tahapan ini, mereka cenderung egoinfantil, yaitu mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif pada saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

c. Tahapan operasional konkrit (7-11 tahun)

Tahapan ini muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:

1) Pengurutan, kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.

2) Klasifikasi, kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).

3) Decentering, anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.

4) Reversibility anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.

5) Konservasi, memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.

6) Penghilangan Sifat Egoinfantil, kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

d. Tahapan operasional formal (11-15 tahun)

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit.

Menurut Piaget, proses belajar terjadi apabila proses pengolahan data yang aktif di pihak yang belajar. Pengolahan data yang aktif itu merupakan aktivitas lanjutan dari kegiatan mencari informasi dan dilanjutkan dengan kegiatan penemuan-penemuan (discovery). Berdasarkan pandangan ini, siswa dianggap sebagai subyek belajar yang aktif menimbulkan stimulasi bagi dirinya, mencari jawaban terhadap stimulasi tersebut serta mengembangkan stimulasi untuk hal-hal yang baru.

Apa yang telah ada dalam diri seseorang antara lain kapasitas dasar kemampuan intelektualnya yang disebut “skema”. Setiap orang memiliki skema yang berbeda tergantung pada apa yang telah dipelajari dan dimilikinya. Skema yang dimiliki seseorang mempunyai sifat yang selalu berkembang dan

(11)

dipengaruhi kematangan bio-psikologis pengalaman belajar yang pernah ditempuhnya, lingkungan sosial, dan keseimbangan dalam dirinya, seseorang baru dapat dikatakan belajar apabila skemanya mulai berkembang. Jadi, pendidikan baru bermakna apabila skema siswa berubah ke arah lebih maju. Proses perubahan skema menurut Piaget terjadi melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama. Akomodasi adalah usaha untuk mencapai penyelesaian dari suatu pertikaian ataupun konflik (baca pengertian konflik) oleh pihak pihak yang bertikan dan mengarah pada kondisi ataupun keadaan selesainnya suatu konflik atau pertikaian tersebut. Apabila akomodasi diawali dengan upaya upaya oleh pihak pihak yang bertikai untuk saling mengurangi sumber pertentangan antara dua belah pihak, sehingga intensitas konflik mereda.

Dengan adanya proses asimilasi dan akomodasi akan mengembalikan bangsa Indonesia sebagai negara maritime, yaitu masyarakat berkebudayaan laut akan secara bertahap kan terwujud. Dalam keseharian orientasi bermasyarakat dan bernegara senantiasa mempertimbangkan laut. Tentu, dengan tidak menghilangkan aspek continental aspek daratan. Perpaduan darat laut akan menjadikan Indonesia menjadi poros maritime dunia.

Proses ini tentu memperhatikan perkembangan peserta didik di bidang pendidikan kemaritiman. Dimulai dari usia dini pada jenjang PAUD sampai dengan usia remaja pada jenjang menengah (SMA/SMK).

3. Konsep Kurikulum Kemaritiman a. Aspek-aspek

1) Peneguhan pemahaman wawasan maritim dapat dilakukan dengan menumbuhkan kembali kesadaran geografis, melalui pemberian pengertian bahwa Indonesia adalah bangsa yang menempati kepulauan, memiliki sumber daya alam (SDA) yang berlimpah.

2) Pengembangan industri pelayaran

menjadi pilihan utama transportasi ekspor-impor, melalui industri pelayaran yang mandiri Indonesia menjadi tuan rumah dengan membangun kembali armada niaga moderen dan tradisional.

3) Memperhatikan tentang ekosistem laut

Indonesia yang sangat bervariasi, khususnya ekosistem pesisir, fungsi ekosistem ini untuk mampu menopang kehidupan dari sekian banyak spesies. 4) Mengembangkan perikanan laut Indonesia yang beragam dan berlimpah mulai

dari perairan, permukaan hingga dasar lautan. 5) Pengembangan pariwisata

Indonesia adalah salah satu negara kaya akan potensi pariwisata di bidang maritim, dengan garis pantai yang panjang, Indonesia memiliki banyak pantai indah dengan daya pesona yang menawan bagi wisatawan.

6) Pendidikan maritim

Sebagai prioritas merupakan investasi besar bagi negara untuk beberapa dekade mendatang, sehingga diharapkan dengan bekal wawasan dan penguatan karakter kepada anak, akan semakin menguatkan calon generasi penerus untuk menjaga NKRI dan berani berkompetisi menghadapi persaingan global.

b. Materi

Garis besar materi kemaritiman adalah: 1) Sumber Daya Maritim

2) Geomaritim dan Dinamika Laut 3) Transportasi Laut dan Industri

4) Sejarah, Budaya, dan Inovasi Kemaritiman 5) Geopolitik, Hukum, dan Keamanan Maritim

No. ASPEK MATERI

1 Sumber Daya

Maritim a.b. Definisi kemaritiman, kelautan, dan bahari Potensi dan pemanfaatan sumber daya perikanan  Perikanan budidaya laut dan payau

 Perikanan tangkap

c. Potensi dan pemanfaatan ekosistem laut tropis (terumbu karang, mangrove, dan lamun)

d. Potensi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati laut untuk bahan pangan, obat, kosmetik, bioteknologi

e. Potensi dan pemanfaatan pesisir dan pulau-pulau kecil f. Potensi dan pemanfaatan energi laut

g. Potensi dan pemanfaatan minyak bumi, gas alam, dan mineral laut

h. Konservasi dan pelestarian sumber daya maritim dan laut 2 Geomaritim

dan Dinamika Laut

a. Geografi kepulauan dan kelautan Indonesia (peta maritim) b. Karakteristik laut, pantai, dan pulau

c. Klimatologi kelautan d. Pencemaran laut dan pesisir e. Bencana kelautan

3 Transportasi Laut dan Industri Maritim

a. Transportasi laut (tol laut)  Jenis-jenis transportasi laut  Navigasi kapal dan pelayaran  Pelabuhan

 Keselamatan di laut b. Industri maritim

 Industri perkapalan dan pelayaran  Pengenalan profesi kemaritiman

 Industri pengolahan hasil laut (pangan, farmasi, kosmetika, bioenergi, air laut dalam)

 Industri jasa maritim (pariwisata, energi laut, minyak bumi, gas alam, tambang, telekomunikasi dan kelistrikan bawah laut, rekayasa pantai)

(12)

4 Sejarah, Budaya, dan Inovasi Maritim

a. Sejarah kerajaan maritim dan pelayaran Nusantara b. Benda muata kapal tenggelam (harta karun) c. Kehidupan masyarakat pesisir

d. Kearifan lokal kebaharian sebagai aset budaya maritim Indonesia

e. Olahraga bahari

f. Inovasi teknologi kemaritiman (tepat guna dan mutakhir) 5 Geopolitik,

Hukum, dan Keamanan Maritim

a. Hukum-hukum laut nasional dan internasional

b. Sistem pertahanan dan keamanan laut (integrasi darat, udara, laut)

c. Kekuatan strategis geoekonomi dan geopolitik wilayah maritim Indonesia

d. Wawasan nusantara dan penanaman jiwa bela negara (waspada dan berani terhadap ancaman asing di wilayah laut dan pesisir)

B. Rancangan Implementasi Kurikulum Kemaritiman

1. Model dan Strategi Implementasi

Implementasi kurikulum kemaritiman dapat dilaksanakan dengan empat model, yaitu kontekstualisasi/warna mata pelajaran, pengayaan/integrasi dalam mata-mata pelajaran, ekstrakurikuler dan budaya sekolah, serta mata pelajaran tersendiri. Penjelasan dari masing-masing model sebagai berikut:

1. Kontekstualisasi/Warna Mata Pelajaran/blended

Muatan kurikulum sebagai konteks pembelajaran sesuai dengan KD yang relevan pada semua mata pelajaran. Tidak menambah jam tetapi memperkuat hasil pembelajaran sesuai dengan konteks kehidupan siswa. Implementasi materi Kemaritiman ke dalam mata pelajaran sesuai dengan struktur kurikulum dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1). Muatan Pembelajaran menjadi konteks mata pelajaran pada kompetensi-kompetensi terkait yang ada.

2). Tidak ada penambahan alokasi waktu.

3). Dilakukan dengan cara mengaitkan kompetensi dengan materi-materi kemaritiman yang berhubungan dengan KD-KD mata pelajaran yang ada dalam tema-tema SD.

Model ini sangat sesuai untuk anak pada jenjang usia dini (PAUD dan SD), dimana menurut Piaget, anak usia dini masuk dalam tahapan praoperasional (usia 2-7 Tahun). Anak yang termasuk dalam tahapan praoperasional, menurut Piaget memiliki ciri-ciri:

 Anak belajar sesuatu objek dengan menggunakan gambar dan bahasa/kata-kata

 Pemikirannya masih bersifat egosentris

 Kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain.  Memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini.

 Menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.  Kemampuan mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri.  Kemampuan penalaran intuitif bukan logis.

Sedangkan pada usia, anak SD masuk dalam tahapan operasional konkrit (7 – 11 Tahun). Anak yang termasuk dalam tahapan praoperasional konkrit, menurut Piaget memiliki ciri-ciri:

 Kemampuan mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.

 Kemampuan memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilan, maupun ukuran.

 Mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya.

 Mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah.

 Mulai memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan tampilan dari benda-benda tersebut.

 Penghilangan sifat egosentrisme.

Materi Kemaritiman yang bisa diintegrasikan di tingkat satuan pendidikan PAUD dan SD, disamping disesuaikan dengan karakteristik perkembangan anak juga disesuaikan dengan fungsi dan tujuan dari Pendidikan di PAUD dan SD.

Pembelajaran Kurikulum Kemaritiman dan Kelautan dilakukan dengan memanfaatkan “Potensi Lokal” dan “Konteks Lokal” Metode pembelajaran materi kemaritiman dan kelautan yang menyenangkan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Selain belajar dan diskusi di kelas, materi kemaritiman dan kelautan disampaikan kepada murid melalui permainan, bermain peran, kuis, pertunjukan seni dan budaya, dan lain-lain. Masyarakat pesisir di Indonesia kaya akan permainan tradisional yang dapat dipakai oleh guru sebagai media untuk metode pembelajaran kurikulum kemaritiman dan kelautan yang terintegrasi pada berbagai mata pelajaran sesuai dengan tema-tema yang ada.

Penilaian Hasil Belajar adalah proses pengumpulan informasi/bukti tentang capaian pembelajaran siswa dalam ranah sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan/atau setelah proses belajar suatu kompetensi, satu semester, satu tahun untuk suatu muatan/matapelajaran, dan untuk penyelesaian pendidikan pada suatu satuan pendidikan.

Konteks pendidikan berdasarkan standar (standard-based education), kurikulum berdasarkan kompetensi(competency-based curriculum), dan pendekatan belajar tuntas (mastery learning) penilaian proses dan hasil belajar merupakan parameter tingkat pencapaian kompetensi minimal. Untuk itu, berbagai pendekatan, strategi, metode, teknik, dan model pembelajaran perlu dikembangkan untuk memfasilitasi siswa agar mudah dalam belajar dan mencapai keberhasilan belajar secara optimal.

Berikut ini merupakan hal-hal mendasar pada penilaian autentik.

 Penilaian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran

 Mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia sekolah

 Menggunakan berbagai cara dan kriteria

 Holistik(kompetensi utuh merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap)

 Siswa mengkonstruk responnya sendiri, bukan sekadar memilih dari yang tersedia

 Tugas merupakan tantangan yang ada atau yang mirip dihadapi dalam dunia nyata

 Tugas yang tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar (banyak/semua jawaban benar)

(13)

2. Pengayaan/Integrasi dalam Mata Pelajaran

Materi kemaritiman dapat diintegrasikan ke dalam KD-KD mata pelajaran yang relevan dengan memperhatikan fokus sesuai dengan karakteristik/kondisi daerah atau kebutuhan sekolah sebagai materi pembelajaran, program pengembangan atau pengayaan sehingga tidak perlu menambah KD dan menambah alokasi waktu.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun dengan analisis konteks yang dikendalikan melalui kepemimpinan kepala sekolah untuk menentukan fokus-fokus muatan pembelajaran kemaritiman apa saja yang akan diimplementasikan di sekolahnya sesuai dengan kebutuhan memanfaatkan “Potensi Lokal” dan “Konteks Lokal”.

Model ini akan sangat sesuai dengan proses pembelajaran di sekolah-sekolah yang terletak pada lokasi yang jauh dari pesisir dan pantai sehingga pengetahuan, ketrampilan maupun sikap yang akan dihasilkan tentang materi kemaritiman akan sesuai dengan mata pelajaran-mata pelajaran yang dapat diintegrasikan.

Hal ini disebabkan karena sumber belajar dan kontekstualisasinya dalam kehidupan kesehariannya kemungkinan kurang nyata atau kurang lengkap serta kurang dapat teramati dan terasakan.

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan saintifik dan mencakup tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik, ranah sikap dimaksudkan agar siswa tahu tentang „mengapa‟. Ranah keterampilan dimaksudkan agar siswa tahu tentang „bagaimana‟. Sedangkan, ranah pengetahuan dimaksudkan agar siswa tahu tentang „apa‟. Hasil akhirnya adalah pencapaian kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang seimbang dari sisi soft skills dan hard skills untuk menjadi insan yang produktif, kreatif, dan inovatif.

Proses Penilaian dalam model ini, tidak berbeda dengan penilaian yang sudah ditetapkan dalam Permendikbud Nomor 23 tahun 2016 tentang Standar Penilaian Pendidikan mengatur prosedur penilaian dalam kurikulum 2013. Penilaian adalah proses sistematis pengumpulan (angka, deskripsi verbal) dan pengolahan informasi tentang pencapaian hasil belajar siswa untuk membuat keputusan. Penilaian proses pembelajaran menggunakan pendekatan penilaian autentik (authentic assessment) yang menilai kesiapan siswa, proses, dan hasil belajar secara utuh.

Penilaian autentik merupakan proses pengumpulan informasi perkembangan dan pencapaian pembelajaran siswa melalui berbagai teknik untuk mengungkapkan, membuktikan, atau menunjukkan secara tepat bahwa kompetensi telah benar-benar dikuasai dan dicapai. Ciri khusus penilaian autentik yaitu: melibatkan kegiatan yang mencerminkan dunia nyata dan menggunakan data yang diperoleh dengan berbagai teknik dan instrumen.

Suatu penilaian dikatakan autentik apabila penilaian tersebut efektif terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan atau efektif di dalam mengarahkan proses instruksi menjadi lebih baik. Perspektif ini menekankan bahwa penilaian tidak dipandang sebagai interupsi, persoalan benar atau salah, gagal atau lulus, tetapi lebih dipandang sebagai sarana untuk melakukan perbaikan atau peningkatan (improvement).

Penilaian autentik mementingkan penilaian proses dan hasil sekaligus. Dengan demikian, seluruh tampilan di dalam rangkaian kegiatan pembelajaran dapat dinilai secara objektif, apa adanya dan tidak semata-mata hanya berdasarkan hasil akhir (produk) saja. Hendaknya penilaian sudah mulai dilakukan dari awal hingga akhir pembelajaran.

3. Ekstrakurikuler dan Budaya Sekolah

Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan oleh siswa di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan, bertujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerja sama, dan kemandirian siswa secara optimal untuk mendukung pencapaian tujuan pendidikan.

Kegiatan ekstrakurikuler dapat menemukan dan mengembangkan potensi siswa, serta memberikan manfaat sosial yang besar dalam mengembangkan kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dengan orang lain. Di samping itu, kegiatan ekstrakurikuler dapat memfasilitasi bakat, minat, dan kreativitas siswa yang berbeda-beda.Kegiatan ekstrakurikuler pada dasarnya terdiri atas ekstrakurikuler wajib dan ekstrakurikuler pilihan.

Ekstrakurikuler wajib adalah kegiatan ekstrakurikuler yang wajib diselenggarakan oleh satuan pendidikan dan wajib diikuti oleh seluruh siswa. Sedangkan ekstrakurikuler pilihan adalah kegiatan ekstrakurikuler yang dapat dikembangkan dan diselenggarakan oleh satuan pendidikan dan dapat diikuti oleh siswa sesuai bakat dan minatnya masing-masing. Terdapat beraneka bentuk kegiatan ekstrakurikuler, beberapa di antaranya dapat berupa:

1). Krida, seperti Kepramukaan, Latihan Kepemimpinan Siswa (LKS), Palang Merah Remaja (PMR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), dan lainnya;

2). Karya ilmiah, seperti Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian, dan lainnya;

3). Latihan olah-bakat latihan olah-minat, seperti pengembangan bakat olahraga, seni dan budaya, pecinta alam, jurnalistik, fotografi, teater, teknologi informasi dan komunikasi, rekayasa, menjahit, memahat, dan lainnya;

4). Karya olah makanan, seperti tata boga, patiseri, dan lainnya;

5). Keagamaan, seperti pesantren kilat, ceramah keagamaan, baca tulis alquran, retreat; atau bentuk kegiatan lainnya.

Dalam pelaksanaan ekstrakurikuler ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain tentang prinsip pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler dan penilaian. Berikut penjelasan dari keduanya.

1. Prinsip Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dikembangkan dengan prinsip: (1) partisipasi aktif, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler menuntut keikutsertaan siswa secara penuh sesuai dengan minat dan pilihan masing-masing; dan (2) menyenangkan, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan dalam suasana yang menggembirakan bagi siswa.

Kegiatan ekstrakurikuler pilihan diselenggarakan oleh satuan pendidikan bagi siswa sesuai bakat dan minat siswa. Pengembangan kegiatan ekstrakurikuler pilihan di satuan pendidikan dapat dilakukan melalui tahapan: (1) analisis sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan kegiatan

(14)

ekstrakurikuler; (2) identifikasi kebutuhan, potensi, dan minat siswa; (3) menetapkan bentuk kegiatan yang diselenggarakan; (4) mengupayakan sumber daya sesuai pilihan siswa atau menyalurkannya ke satuan pendidikan atau lembaga lainnya; (5) menyusun program kegiatan ekstrakurikuler.

Dalam hal kegiatan ekstrakurikuler, satuan pendidikan wajib menyusun program kegiatan ekstrakurikuler yang merupakan bagian dari Rencana Kerja Sekolah. Program kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dikembangkan dengan mempertimbangkan penggunaan sumber daya bersama yang tersedia pada gugus/klaster sekolah. Penggunaannya difasilitasi oleh pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan masing-masing. Program kegiatan ekstrakurikuler disosialisasikan kepada siswa dan orangtua/wali pada setiap awal tahun pelajaran.

Sistematika program kegiatan ekstrakurikuler sekurang-kurangnya memuat: (1) rasional dan tujuan umum; (2) deskripsi setiap kegiatan ekstrakurikuler; (3) pengelolaan termasuk organisasi pengelolanya; (4) pendanaan; dan (5) evaluasi.

Model pembelajaran ini sesuai bagi semua jenjang pendidikan mulai dari PAUD , SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA sampai SMK umum. Materi-materi Kemaritimannya dapat dipilih sesuai dengan ke 5 ruang lingkup Kemaritiman (Sumber Daya Maritim, Geomaritim dan Dinamika Laut, Transportasi Laut dan Industri Maritim, Sejarah, Budaya, dan Inovasi Maritim, Geopolitik, Hukum, dan Keamanan Maritim) dan diintegrasikan ke dalam jenis ekstrakurikuler yang sesuai. Misalnya tentang Sumber Daya Maritim maka dapat dimasukkan kedalam ekstrakurikuler KIR, Pecinta Alam.

2. Penilaian

Kinerja siswa yang ikut dalam kegiatan ekstrakurikuler perlu mendapat penilaian dan dideskripsikan dalam laporan pendidikan/rapor. Kriteria keberhasilannya meliputi proses dan pencapaian kompetensi siswa dalam aktivitas kegiatan ekstrakurikuler yang dipilihnya. Penilaian dilakukan secara kualitatif.

Siswa wajib memperoleh nilai minimal “baik” pada Pendidikan Kepramukaan pada setiap semesternya. Nilai yang diperoleh pada Pendidikan Kepramukaan berpengaruh terhadap kenaikan kelas siswa. Bagi siswa yang belum mencapai nilai minimal perlu mendapat bimbingan secara terus menerus untuk mencapainya.

4. Mata Pelajaran Tersendiri

Model ke-4 ini akan sangat sesuai bagi satuan-satuan pendidikan di wilayah pesisir, karena proses pembelajarannya akan sangat dibutuhkan oleh siswa, daerah maupun kehidupan keseharian siswa.

Strand/muatan pembelajaran/materi pembelajaran dijadikan sebagai satu mata pelajaran yang diajarkan tersendiri. Dalam hal ini Pusat Kurikulum dan Perbukuan bersama dengan kelompok kerja terkait menyusun KD dari PAUD, kelas I s.d. XII sebagai acuan pokok dalam pembelajarannya. Kemudian, pemerintah daerah atau satuan pendidikan juga dapat menyusun kurikulum daerah sendiri dengan mengacu pada pedoman penyusunan mata pelajaran muatan lokal.

Mata pelajaran muatan lokal dapat dikategorikan sebagai mata pelajaran sesuai dengan konteks daerah/kewilayahan atau konteks sekolah/karakteristik sekolah.

Konteks atau karkateristik ini juga dapat menggunakan streaming bidang utama diversifikasi kurikulum, yaitu Kemaritiman, Pertanian, Jasa/Niaga, atau sesuai dengan Kewilayahan/ Geososiokultural. Sementara pengimplementasiannya dapat bersifat kontinyu atau diskontinyu.

1). Proses pembelajaran dalam mata pelajaran Mulok Kemaritiman harus sesuai dengan prinsip-prinsip berikut:

a. Pembelajaran pada kurikulum kemaritiman dan kelautan yang menyenangkan “ Joyfull Learning

Belajar adalah kegiatan yang dapat dilakukan sepanjang hayat, maka perlu dilakukan dengan cara yang menyenangkan agar tujuan pembelajaran berhasil. Oleh karena itu, prinsip pembelajaran dalam kurikulum kemaritiman dan kelautan adalah pembelajaran yang menyenangkan

(Joyfull Learning). Prinsip pembelajaran yang menyenangkan adalah metode belajar mengajar yang menyenangkan dan melibatkan interaksi antara guru dengan siswa. Komunikasi terjadi dua arah, antara guru dan siswa. Siswa belajar dari guru dan sebaliknya guru dapat juga belajar dari siswa.

Pembelajaran yang dirancang secara menyenangkan akan menimbulkan motivasi belajar bagi siswa dan terus bertambah. Dengan demikian, efektivitas belajar akan berjalan dengan baik. Proses ini mensyaratkan guru sudah mengetahui secara persis materi pembelajaran yang akan dilakukan. Siswa bersikap dewasa, terbuka, dan memiliki komitmen tinggi untuk belajar. Suasana akan terbangun secara demokratis dan siswa sendiri akan merasa senang karena keinginan, keberadaan, dan otonominya sebagai siswa diakomodasi oleh guru. Perasaan senang dapat hadir seiring dengan tujuan pendidikan yang dapat diserap dengan baik dan mudah. Hal tersebut dapat tejadi karena seseorang yang berada dalam kondisi yang menyenangkan tahan dan sigap dalam menghadapi beragam bentuk tantangan. Untuk mendukung proses “Joyfull Learning” maka perlu menyiapkan lingkungan baik fisik maupun lingkungan sosial yang mendukung sehingga siswa dan guru merasa penting, aman, dan nyaman. Lingkungan fisik yang mendukung untuk belajar materi kemaritiman dan kelautan tidak harus dilakukan di kelas, melainkan dapat dilakukan di luar kelas, seperti di pantai atau tempat lainnya sesuai kondisi lokal bagi sekolah yang tidak berada di wilayah pesisir. Lingkungan sosial yang nyaman perlu diciptakan untuk mendukung pembelajaran yang menyenangkan. Suasana gembira dalam belajar dapat tercipta karena memulainya dari sesuatu yang telah dimilikinya sendiri, sehingga timbul rasa percaya diri dan itu akan menimbulkan perasaan diakui dan dihargai yang menyenangkan hatinya karena ia diberi kesempatan untuk mengekspresikan dirinya. Hal tersebut pada gilirannya akan memotivasi mereka untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran karena atmosfer pembelajaran yang sesuai kepentingannya dan diciptakannya sendiri. Jadi faktor untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (Joyfull Learning) adalah penciptaan lingkungan pembelajaran bagi siswa yang menyenangkan dan merangsang.

Referensi

Dokumen terkait

maksud adalah memeriksa dengan teliti (agar mengatahui sebenarnya) hasil dalam putusan tentang isteri yang menuntut uang mut’ah yang tinggi pada suami yang menceraikannya atas

[r]

Masa remaja merupakan masa dimana remaja memiliki egosentris yang tinggi, ingin menunjukkan eksistensi diri ke-aku-annya dengan berbagai cara, cara inilah yang kemudian

Setelah membaca kembali teks “Suku Bangsa di Indonesia”, siswa mampu menuliskan pengetahuan yang sudah diketahui dan pengetahuan yang baru diperoleh dari bacaan dengan

Berdasarkan defenisi tersebut, akuntansi adalah sistem informasi karena sistem informasi akuntansi (SIA) mengumpulkan, mencatat, menyimpan, dan memproses akuntansi dan

intraventrikular, intraparenkim( lebih sering di basal ganglia ) atau di subarachnoid, perdarahan dapat berubah terjadi dari pembuluh darah kolateral yang rupture atau lemah

(1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atau Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang bermaksud pindah dengan klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39

Tabel 1 menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pra perkecambahan dan media tanam menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap tolok ukur viabilitas