• Tidak ada hasil yang ditemukan

HERPETOFAUNA DI PULAU WAIGEO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HERPETOFAUNA DI PULAU WAIGEO"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

HERPETOFAUNA DI PULAU WAIGEO

Oleh :

Amir Hamidy dan Mulyadi

Museum Zoologicum Bogoriense

Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi

Lembaga Ilmu Penetahuan Indonesia

2007

(2)

HERPETOFAUNA DI PULAU WAIGEO

Oleh :

Amir Hamidy dan Mulyadi

LATAR BELAKANG Herpetofauna pulau Waigeo

Studi keanekaragaman jenis herpetofauna di Pulau Waigeo ini, merupakan bagian dari Tim Terestrial dalam “Ekspedisi Widya Nusantara LIPI 2007”. Pulau Waigeo berarti pulau air, yang juga merupakan bagian dari kepuluan Raja Ampat, wilayah kepuluan ini terletak di sekitar kawasan Wallacea dan Papua yang memiliki potensi biodiversitas sangat menarik, mengingat proses geologi yang terjadi telah menentukan pola biogeografinya. Keanekaragaman jenis herpetofauna di wilayah Wallacea dan Papua masih kurang diketahui dibandingkan wilayah Indonesia lainnya. Sejarah informasi herpetofauna di pulau Waigeo pertama kalinya adalah van Kampen (1923) mencatat 4 jenis katak, sedangkan de Roiij (1915 dan 1917) mencatat 25 jenis reptil. Survei herpetofauna lanjutan baru dilakukan oleh oleh Richards et al. pada tahun 2005, yang meliputi kepulauan Raja Ampat, telah mencatat 12 jenis katak dan 23 jenis reptil di pulau Waigeo (unpublished data). Jumlah ini sangat berbeda dibandingkan checklist terdahulu, sehingga cheklist herpetofauna dari pulau ini sampai saat ini belum terdokumentasikan dan terpublikasikan kembali. Dari sejarah catatan ilmiah spesimen Museum, masih sangat sedikit dan belum mewakili jenis-jenis dari pulau Waigeo. Penelitian ini bertujuan mengungkap keanekaragaman jenis herpetofauna di pulua Waigeo. Inventarisasi jenis herpetofauna akan dilaksanakan selama 21 hari selama bulan Mei-Juni 2007. Metode yang digunakan adalah sampling aktif (eksploratif jelajah ke seluruh wilayah pulau) dan sampling pasif (penangkapan dengan perangkap) di habitat herpetofauna yang sesuai. Dari hasil penelitian ini diharapkan akan menambah koleksi spesimen Museum, catatan ilmiah dan data potensi keanekaragaman hayati di pulau Waigeo sehingga akan sangat mendukung pengembangan wilayah tersebut dan kawasan Indonesia timur secara umum.

Biogeografi Pulau Waigeo (Halmahera vs Papua)

Pulau Waigeo termasuk dalam jajaran kepuluan Kepulaun Raja Ampat yang terletak antara pulau Halmahera dan Papua. Pulau-pulau tersebut sangat menarik untuk dikaji biogeografinya, mengingat kawasan ini merupakan pulau-pulau yang berbatasan dengan kawasan Wallacea. Daerah peralihan yang merupakan pertemuan dua asal biogeografi yang sangat berbeda, yaitu Asia dan Australia. Setiadi & Hamidy (unpublished data) telah mencatat 9 jenis amfibi dan 33 jenis reptil dari pulau Halmahera, dibandingkan dengan data komposisi jenis amfibi dan reptil di pulau Waigeo (de Rooij, 1915 & 1917; Richards et al. (unpublished data); van Kampen, 1923), maka terdapat 3 jenis amfibi dan 11 jenis yang ditemukan di kedua pulau tersebut dan Papua. Hal ini cukup menarik karena keberadaan pulau-pulau tersebut sangat mungkin menjadi “stepping stone” penyebaran jenis-jenis fauna Australia ke kawasan Wallacea. Hipotesis ini harus didukung dengan data fauna yang lebih lengkap dari setiap pulau-pulau perbatasan di sekitar kawasan Wallacea dan Papua.

Barir lautan yang memisahkan daratan Papua dengan pulau-pulau sekitarnya menjadikan isolasi bagi fauna-faunanya, amfibi merupakan takson yang tidak memiliki kemampuan untuk menyeberang lautan, maka takson ini sangat terisolasi dengan adanya

(3)

barir tersebut. Isolasi yang terjadi pada pulau-pulau ini menghadirnya jenis-jenis endemik. Hal ini memberikan harapan ditemukannya karakter biodiversitas yang khas pada setiap pulau.

Sejarah Eksplorasi

Walaupun Pemerintah Hindia Belanda telah berada di Indonesia sejak tahun 1600 sampai 1949, tetapi sejarah koleksi herpetofauna untuk tujuan ilmiah baru dimulai pada abad ke-19 oleh Komisi Natural Histori, Hindia Belanda. Hal ini telah menjadi pondasi penting pengetahuan herpetologi di Indonesia. Publikasi ilmiah yang komprehensif dan relatif lengkap telah dimulai oleh de Rooij (1915 dan 1917) untuk studi reptil dan Van Kampen (1923) untuk studi Amfibi. Karya monumental de Rooij dan van Kampen telah menjadi dasar bagi studi herpetofauna selanjutnya. Pulau Waigeo sebenarnya telah memiliki sejarah koleksi herpetofauna yang paling tua di kawasan Papua-New Guinea. Jenis katak yang pertama kalinya dideskripsi dari New Guinea adalah Rana papua oleh Lesson pada tahun 1830, berdasarkan spesimen yang dikoleksi dari pulau Waigeo. Beberapa penemuan jenis baru Biawak, yakni Varanus macraei (dari Batanta) oleh Bőhme & Jacobs pada tahun 2001; kemudian Varanus bohmei (dari Waigeo) oleh Jacobs pada tahun 2003 serta Varanus reisingeri oleh Eidenmuller & Wicker pada tahun 2005, merupakan bukti bahwa herpetofauna dari beberapa pulau tersebut masih belum terdokumentasikan dan mungkin saja memiliki tingkat endemisitas yang penting untuk beberapa takson tertentu (Richards et al., 2000).

Pentingnya koleksi spesimen

van Kampen (1923) telah mencatat 4 jenis katak, sedangkan de Roiij (1915 dan 1917) telah mencatat 25 jenis reptile dari pulau Waigeo. Survei herpetofauna lanjutan yang dilakukan oleh oleh Richards et al. (unpublished data) di pulau Waigeo, telah mencatat 12 jenis katak dan 23 jenis reptil. Dalam jumlah jenis katak, hal ini sangat luar biasa, karena terjadi peningkatan jumlah jenis sebanyak 3 kali, sedangkan untuk reptil terdapat penurunan jenis sebanyak 2. Hal tersebut di atas umum terjadi pada sebuah eksplorasi lanjutan di suatu wilayah, misalnya Iskandar dan Tjan (1996) telah menemukan keanekaragaman amfibi di Sulawesi yang jauh dari perkiraan; van kampen (1923) dan Inger & Stuebing (1997), mengkaji jumlah jenis amfibi di Borneo, meningkat dari 85 menjadi 140 jenis. Pada periode yang sama jumlah jenis amfibi di Philiphina meningkat juga dari 50 (Inger, 1954) menjadi 90-110, hal ini kemungkian akan terus meningkat (Brown et al.,1999, 2000).

Dalam studi sistematik, koleksi spesimen merupakan hal yang mutlak dilakukan untuk mengakaji keanekaragaman jenis suatu wilayah. Bukti photo tidaklah cukup untuk mengungkap biodiversitas di suatu kawasan. Ada beberapa hal yang menyebabkan koleksi spesimen herpetofauna menjadi hal paling penting ; 1) Identifikasi pada tahap jenis harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan akurat, perbedaan jenis dalam kelas reptilia terletak pada beberapa karakter diagnostik penting, seperti pola sisik di kepala, jumlah sisik di beberapa bagian tubuh, karakter sisik-sisiknya, karater ruas jari-jari kaki dan tangannya, sisik pada ekor dan anus, sedangkan pada amfibi meliputi pola karakter telapak pada jari-jari kaki dan tangan, selaput, proporsi ukuran, kehadiran gigi vomerine dan lain sebagainya. Karakter warna sangat bervariasi, sehingga tidak direkomendasikan untuk menjadi diagnostik karakter, untuk identifikasi. Kesemua hal ini hanya bisa dilakukan pada spesimen yang telah mati dan terawetkan; 2) Dalam penentuan jenis, tidak hanya dilakukan dengan pengkajian karakter morfologi, hadirnya fenomena “sibling

(4)

species” (dua jenis berbeda yang tidak bisa dibedakan secara morfologi) menuntut

pemecahan kajian lebih mendalam karakter molekulernya, melalui analisis DNA; 3) Bukti koleksi spesimen yang disimpan di Museum akan menjadi bukti otentik ilmiah keberadaan suatu jenis dalam suatu wilayah; 4) Spesimen yang terawetkan dan tersimpan baik di Museum akan menjadi bahan studi lanjutan dan acuan bagi masyarakat nasional maupun internasional dalam mengkaji fauna Indonesia, walaupun untuk ratusan tahun mendatang bahkan sampai waktu yang tidak terbatas.

TUJUAN

1. Memperoleh data keanekaragaman jenis herpetofauna di pulau Waigeo.

2. Menemukan jenis-jenis herpetofauna baru dan yang belum terecord di pulau Waigeo.

3. Mengumpulkan spesimen untuk dijadikan koleksi MZB yang mewakili kawasan pulau Waigeo.

METODE

Koleksi spesimen

Koleksi spesimen dilakukan dengan dua metode sampling; yaitu : 1. Puposive sampling

Metode ini adalah penelusuran secara acak sejauh mungkin aktif koleksi mencari herpetofauna pada semua lingkungan yang representative dijadikan habitat, meliputi bawah seresah, bawah kayu lapuk, tumpukan bebetauan, lubang-lubang di tanah dan pohon, semak-semak, sumber-sumber air, genangan air dan aliarn sungai (rocky stream), pencarian aktif dilakukan pada malam hari (19.00-22.00) di sepanjang aliran sungai. 2. Passive sampling

Metode ini adalah koleksi herpetofauna dengan menggunakan perangkap. Perangkap yang digunakan berupa “glue trap”(perangkap lem), total perangkap yang digunakan adalah 40 buah, perangkap-perangkap ini diletakkan di setiap 10 meter sebelah kanan dan kiri line transect yang telah ditentukan sebelumnya, jarak perangkap dengan line transect adalah 5 meter. Perangkap mulai diletakkan pada pukul 08.00, merupakan waktu saat reptilia berjemur untuk mulai aktif. Perangkap ini akan dicek kembali setiap 3 jam berikutnya.

Gambar 1. “Glue trap” untuk koleksi kadal (Scincidae) foto oleh R. T. Purnanugraha

Selain glue trap juga digunakan perangkap tali jerat yang didesain untuk untuk koleksi biawak, menggunakan senar pancing dan umpan berupa

daging yang telah membusuk.

(5)

Gambar 2. “Trap jerat” untuk koleksi Biawak foto oleh A.Hamidy

Setiap spesimen yang tertangkap akan disimpan di kantong plastik beroksigen, yang selanjutnya didokumentasikan, difiksasi, diambil materi DNA, serta diawetkan sebagai spesimen museum. Pengawetan spesimen dilakukan sesuai dengan Standar Pengawetan Museum Zoologicum Bogoriense.

Gambar 3. Pengawetan spesimen sesuai standar MZB foto oleh A.Hamidy

Proses identifikasi : Morfologi

Spesimen yang telah terpreservasi diidentifikasi sampai tingkat jenis. Karakter yang diambil datanya merupakan karakter untuk identifikasi sampai pada tingkatan jenis. Untuk reptil karakter umum yang digunakan berhubungan erat dengan pola sisik, perbandingan ukuran kepala dengan tubuh dan pola warna. Sedangkan amfibi meliputi karakter-karakter umum menuju kelompok jenis.

Molekuler

Kerja molekuler hanya dilakukan sebagai studi lebih mendalam mengenai takson tertentu saja yang dihasilkan dari koleksi lapangan. Hal yang dilakukan secara umum merupakan koleksi materi DNA untuk keperluan studi sistematik.

(6)

Kompilasi data

Dari data jenis yang diperoleh diharapkan menghasilkan checklist jenis-jenis herpetofauna dari pulau Waigeo dan publikasi yang nantinya akan mendukung data herpetofaua kawasan Papua.

LOKASI STUDI

Lokasi studi untuk inventarisasi herpetofauan ini dilakukan di pulau Waigeo, pada tahap pertama (tahun 2007) ini dikonsentrasikan di sekitar teluk Manyailibit.

Gambar 4. Lokasi pulau Waigeo (warna merah)

Waigeo Pulau yang memiliki panjang 125 km dan

lebar 50 km ini membentang dari 130 derajat-10' sampai 131 derajat-20' bujur timur, dan 0 derajat sampai 0 derajat-28' lintang selatan. Pulau Waigeo hampir terbagi dua oleh Teluk Mayalibit yang memiliki panjang 38 km dan lebar 12 km. Teluk ini memanjang menjorok jauh ke dalam pulau. Koleksi herpetofaua akan dikonsentrasikan pada wilayah-wilayah yang memiliki habitat yang relatif belum terganggu, sehingga mengacu pada kawasan lindungan, yaitu Cagar Alam. Terdapat dua Cagar Alam di pulau Waigeo, yaitu Cagar Alam Waigeo Barat seluas 153.00 ha sesuai dengan SK Menhut No 395/kpts/Um/1981 tertanggal 7 Mei 1981, dan Cagar Alam Waigeo Timur seluas 119.500 ha sesuai SK Menhut No 251/kpts-II/1992 tanggal 25 November 1992 (Wijaksena, 2005). Wilayah sampling adalah distrik teluk Manyailibit meliputi : Lopintol, Wairabiai, Bayon, Tanjung kontol, dan Mumes. Sebagain besar lokasi sampling termasuk dalam kawasan Cagar Alam Waigeo Barat.

Gambar 5. Peta Cagar Alam Pulau

Waigeo Barat (sumber :

http//www.dephut.go.id)

Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada tanggal 30 Mei sampai tanggal 13 Juni 2007, mengingat waktu yang tersedia selama 3 minggu (27 Mei-16 Juni 2007) telah terkurangi dengan lamanya perjalanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN.

Dari hasil survei dan koleksi lapangan telah didapatkan 194 spesimen, yang terdiri dari 12 jenis amfibia dan 32 jenis reptilia. Untuk kelas amfibi terdapat 2 jenis suspect new

(7)

Waigeo, dimana 1 diantaranya teridentifikasi sampai kategori genus saja. Sedangkan kelas reptilia, 1 jenis suspect new species (ular), 14 jenis sebagai new record untuk pulau Waigeo, dan 3 jenis teridentifikasi sampai kategori genus.

Tabel 1. Jenis-jenis Herpetofauna di pulau Waigeo

No Nama Spesies Nama Inggris Status

AMFIBIA

Hylidae

1 Litoria infrafrenata infrafreanata Australian Giant Treefrog Recorded

2 Litoria sp 1 (hunti group) Australian Giant Treefrog Suspect new species 3 Litoria nigropunctata Black-dotted Treefrog New record 4 Litoria genimaculata Brown-spotted Treefrog New record

Microhylidae

5 Asterophrys turpicola New Guinea Bush Frog New record 6 Callulops sp Callulops Frog Suspect new species 7 Cophixalus sp Rainforest Frog New record/unidentified

Ranidae

8 Platymantis batantae Batanta Wrinkled Ground Frog New record 9 Platymantis punctatus Wrinkled Ground Frog Recorded 10 Platymantis dorsalis Wrinkled Ground Frog New record 11 Rana papua Papuan Wood Frog Recorded 12 Rana arfaki Arfak Mountains Frog Recorded

REPTILIA

Lizards

Agamidae

13 Hydrosaurus amboinensis Sailfin Lizard Recorded 14 Hypsilurus dilophus Forest Dragon New record

Gekkonidae

15 Cyrtodactylus marmoratus Marbled Bow-fingered Gecko New record 16 Cyrtodactylus loriae Boulenger's Bow-fingered Gecko New record 17 Gehyra baliola Dumeril’s Dtella New record 18 Hemidactylus frenatus Common House Gecko Cosmopolite 19 Hemidactylus garnotii Indopacific Gecko Cosmopolite

Scincidae

20 Lygisaurus novaeguineae New Guinea Four-Fingered Skink

New record 21 Crytoblepharus novaeguineae New Guinea Snake-eyed Skink New record 22 Emoia caeruleocauda Pasific Bluetail Emo Skink Recorded 23 Emoia atracostata Mangrove Emo Skink Recorded 24 Emoia physicae Slender Emo Skink Recorded 25 Emoia kordoana Meyer's Emo Skink Recorded 26 Emoia sp Emo Skink Unidentified

(8)

27 Lamprolepis smaragdina Emerald Skink Recorded 28 Sphenomorphus variegatus Forest Skink Recorded

29 Sphenomorphus sp Forest Skink Unidentified 30 Glaphyromorphus sp Blacktail Skink New record/unidentified 31 Tiliqua gigas Giant Bluetongue Skink New record

Varanidae

32 Varanus jobiensis Peach-throated Monitor Recorded 33 Varanus indicus Mangrove Monitor Recorded 34 Varanus doreanus Bluetail Monitor New record

Snakes

Boidae

35 Candoia aspera New Guinea Viper Boa Recorded

Colubridae

36 Stegonotus sp (undescribed) Frog-eating Snake Suspect new species 37 Dendrelaphis calligastra Northern Bronzeback Recorded

38 Boiga irregularis Brown Tree Snake New record

Elapidae

39 Micropechis ikaheka Pacific Coral Snake Recorded 40 Laticauda laticauda Black-banded Sea Krait New record

Pythonidae

41 Morelia amethestina Srub Python New record 42 Leiopython albertisii White Lipped Python New record

Turtles

43 Elseya novaeguineae Snapping Turtle New record

Crocodiles

Crocodylidae

44 Crocodylus porosus Saltwater Crocodile Recorded

Catatan : berdasarkan checklist Iskandar & Ed Colijn (2000); Iskandar & Ed Colijn

(2001); Ziegler et. al (2007); Frost (1985); Bauer (1994); de Roiij (1915 & 1917); Pianka

et al. (2004); Brown (1991); Manthey & Schuster (1996) dan Iskandar (in press.) Suspect new species : kemungkinan besar jenis baru

New record : Record baru spesies untuk pulau Waigeo Unidentified : Belum teridentifikasi

Recorded : Telah terecord sebelumnya di pulau Waigeo

New record/unidentified : Record baru genus untuk pulau Waigeo dan belum

teridentifikasi

(9)

Tabel 2. Jenis-jenis Herpetofauna di pulau Waigeo, lokasi koleksi dan status konservasinya

No Nama Spesies Lokasi

Status Konservasi (UU/PP; Red List IUCN;CITES)

AMPHIBIANS 1 2 3 4 5 6

Hylidae

1 Litoria infrafrenata infrafreanata Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 2 Litoria sp 1 (hunti group) Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 3 Litoria nigropunctata Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 4 Litoria genimaculata Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES Microhylidae

5 Asterophrys turpicola Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 6 Callulops sp Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 7 Cophixalus sp Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES

Ranidae

8 Platymantis batantae Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 9 Platymantis punctatus Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 10 Platymantis dorsalis Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 11 Rana papua Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 12 Rana arfaki Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES

REPTILES

Lizards

Agamidae

13 Hydrosaurus amboinensis Lindungan; -; Apendik 1 CITES 14 Hypsilurus dilophus Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES

Gekkonidae

15 Cyrtodactylus marmoratus Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 16 Cyrtodactylus loriae Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 17 Gehyra baliola Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 18 Hemidactylus frenatus Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 19 Hemidactylus garnotii Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES

Scincidae

20 Lygisaurus novaeguineae Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 21 Crytoblepharus novaeguineae Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 22 Emoia caeruleocauda Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 23 Emoia atracostata Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 24 Emoia sp

25 Emoia physicae Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 26 Emoia kordoana Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 27 Lamprolepis smaragdina Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 28 Sphenomorphus variegatus Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 29 Sphenomorphus sp Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 30 Glaphyromorphus sp Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 31 Tiliqua gigas Lindungan; -; Apendik 1 CITES

Varanidae

(10)

33 Varanus indicus Non Lindungan; -; Apendik 2 CITES 34 Varanus doreanus Non Lindungan; -; Apendik 2 CITES

Snakes

Boidae

35 Candoia aspera Non Lindungan; -; Apendik 2 CITES

Colubridae

36 Stegonotus sp Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 37 Dendrelaphis calligastra Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 38 Boiga irregularis Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES

Elapidae

39 Micropechis ikaheka Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES 40 Laticauda laticauda Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES

Pythonidae

41 Morelia amethestina Non Lindungan; -; Apendik 2 CITES 42 Leiopython albertisii Non Lindungan; -; Apendik 2 CITES

Turtles

43 Elseya novaeguineae Non Lindungan; - ; Non Apendik CITES

Crocodiles

Crocodylidae

44 Crocodylus porosus Lindungan; -; Apendik 2 CITES

Keterangan : 1=Lopintol; 2=Wairabiai; 3=Mumes, 4=Bayon, 5=Tanjung kontol;

6=Warsamdin

AMFIBI

FAMILIA HYLIDAE

1. Litoria infrafrenata infrafrenata (Guenther, 1867) Nama Inggris : Australian Giant Treefrog

Spesimen : dua spesimen jantan telah dikoleksi yaitu : MZB Amp 13322 dan 13323 Litoria infrafreanata

foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Jenis ini termasuk

golongan katak pohon yang sangat umum dijumpai pada semua tipe habitat, baik hutan primer, sekunder, persawahan maupun pemukiman. Dari ketinggian 0 meter dpl sampai pada ketinggian 800 mdpl. Umumnya dikoleksi di pohon dengan ketinggian dari permukaan tanah lebih dari 1,5 m, sedangkan jarak horizontal

(11)

dari sungai atau sumber air dari 0 meter sampai lebih dari 200 meter. Jenis ini umumnya bersuara sangat gaduh sekali (jantan), dan mengumpul pada kolam-kolam dan genangan air di pinggir jalan, pemukiman, hutan maupun pinggir sungai

Distribusi : Koleksi berasal dari perkampungan Lopintol (distrik Teluk Manyailibit).

Penyebaran jenis ini cukup luas, meliputi Maluku, New Guinea dan Australia (Iskandar & Ed Colijn, 2000). Van Kampen (1923) juga mencatat jenis ini di pulau Waigeo, sedangkan Setiadi & Hamidy (2006; in press.) mencatat jenis tersebar ini diseluruh wilayah Halmahera dan ternate, sedangkan Brogersma (1948) juga mencatat jenis ini dari Pulau Morotai berdasarkan 4 koleksi H. A. Bernstein tahun 1862 yakni RMNH 1833. Berdasarkan catatan spesimen koleksi di MZB, jenis ini dikoleksi juga dari Maluku utara maupun selatan (Seram dan Banda), Papua serta pulau Gag. Berdasarkan beberapa karakter, di antaranya perbedaan warna iris mata, maka Richards et al. (2006a & 2006b) telah mendeskripsi 3 jenis baru kelompok katak pohon hijau besar ini dari wilayah utara New Guinea dan bagian selatan New Guinea, yaitu Litoria hunti, Litoria dux dan Litoria sauroni.

Litoria infrafreanata foto oleh A. Hamidy Catatan Taksonomi : Jenis ini merupakan satu satunya jenis Litoria yang telah diketahui

dari pulau Waigeo (van Kampen, 1923). Populasi yang menghuni Maluku, New Guinea dan Australia adalah anak jenis Litoria infrafreanata infrafreanata, sedangkan populasi di New Ireland, Bismarck dan Papua New Guinea adalah anak jenis Litoria infrafreanata

militaria (Iskandar & Ed Colijn, 2000). Bagi MZB, koleksi Litoria infrafreanata infrafreanata kali ini merupakan koleksi pertama jenis ini dari pulau Waigeo.

(12)

2. Litoria sp. (undescribed species)

Spesimen : hanya satu spesimen jantan dikoleksi, yaitu : MZB Amp 13338 Nama Inggris : Australian Giant Treefrog

Litoria sp. (undescribed species) foto oleh A.Hamidy

Ekologi : Jenis ini

termasuk golongan katak pohon hijau besar, dijumpai di hutan hutan primer dekat desa Lopintol, pada ketinggian 35 m dpl. Satu spesimen yang dikoleksi, dijumpai di dahan pohon pada ketinggian 3 meter dari permukaan tanah. Sedangkan jarak horizontal dari sungai atau sumber air, 500 meter.

Distribusi : Dari informasi spesimen yang telah dikoleksi, berasal dari hutan primer

gunung Bomnyai, desa Lopintol (distrik Teluk Manyailibit).

Litoria sp. MZB Amp 13338 foto oleh A.Hamidy

Catatan Taksonomi :

Informasi ilmiah mengenai keberadaan taxa ini sangat menarik, karena jenis ini merupakan kelompok katak pohon hijau besar, yang sementara ini telah dikenal beberapa jenis, yaitu

Litoria infrafrenata, Litoria graminea, Litoria caerulea.

Richards et al. (2006a) mendeskripsi satu jenis kelompok Litoria “katak pohon besar hijau” ini, yaitu Litoria hunti. Dari beberapa gabungan karakter, Litoria sp. (undescribed species) ini sangat mirip dengan Litoria hunti, yaitu : 1) Memiliki garis putih di sepanjang bibir mandibulanya dan tidak lebih dari batas tympanumnya; 2) Memiliki lipatan kulit putih sepanjang jari bagian luar lengan, dan jari kaki luar sampai

(13)

tumit (melingkar di tumit); 3) Timpanum berwarna hijau kecuali pada bagian telapak kudanya; 4) Jari tangan dan jari kaki berikut webnya berwarna hijau muda kekuningan; 5) Iris didominasi warna merah. Richards et al. 2006 mendeskripsikan Litoria hunti dapat dibedakan dengan Litoria lainnya diantarnya oleh kombinasi beberapa karakter, yaitu : 1) Ukurannya yang relatif besar (SVL jantan 57,9-60,4 mm); 2) Strip putih ptial pad pada masing-masing jarinya; 3) Warna tubuh didominasi hijau; 5) Terdapat lipatan kulit putih di lengan dan kaki (dari ujung jari kaki terluar sampai melingkar ke tumit) di madibula yang memnajang tidak lebih dari timpanumnya; 4) Memiliki dua kelompok nuSedangkan khusus yang yang membedakan dengan Litoria hunti adalah ukuran SVL (panjang tubuh dari moncong sampai ke anus), yaitu 74 mm, spesimen tunggal yang telah dikoleksi (MZB Amp 13338) adalah jantan dewasa. Sedangkan dari informasi original deskripsi semua tipe Litoria hunti adalah jantan dengan kisaran ukuran SVL 58,4-60,4 mm. Perbedaan lainnya yaitu warna jari tangan dan kakinya, yaitu bagian dorsal hijau kekuningan, sedangkan pada Litoria hunti berwarna oranye. L. Hunti memiliki iris merah, tanpa warna hitam, sedangkan pada spesimen MZB Amp 13338 warna iris merah dengan lingkaran hitam bagian luarnya. Dari semua informasi tersebut penulis menempatkan jenis ini sebagai undescribed species

3. Litoria nigropunctata Meyer, 1875 Nama Inggris : Black-dotted Treefrog

Spesimen : tiga spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp 13327-13329 Litoria nigropunctata foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Jenis ini

termasuk golongan katak pohon kecil (<40 mm), spesimen dikoleksi di dahan di atas sungai dengan ketinggian dari permukaan air 0,5-1,5 m, sedangkan jarak horizontal dari sumber air (sungai) adalah 0 m. Di Waigeo, katak pohon ini hanya dijumpai di hutan primer. Sepasang spesimen yang sedang kawin.

Spesimen tersebut dikoleksi dari sungai Wailepe (desa Lopintol), lokasi breedingnya berada di pinggir sungai, pada jarak horizontal 0 m sedangkan jarak vertikalnya 1 m.

Distribusi : Jenis ini terdistribusi di Gebe, Serui dan Papua (Iskandar & Ed Colijn,

2000), Yapen (Jobi island) (Frost, 1985). Populasi jenis ini di pulau Halmahera, masih ditempatkan sebagai undescribed species (Setiadi & Hamidy, 2006; in press.; Richards

pers comm.). Ketiga spesimen yang dijumpai, dikoleksi dari pinggir sungai Wailepe dan

(14)

Litoria nigropunctata foto oleh A. Hamidy Catatan Taksonomi :

(Richards pres. comm.) masih menggolongkan beberapa populasi

giropunctata group di

beberapa pulau sekitar Papua dan Halmahera (Setiadi & Hamidy, 2006;

in press.) sebagai undescribed species.

4. Litoria genimaculata (Horst, 1833) Nama Inggris : Brown-spotted Treefrog

Spesimen : tiga spesimen jantan telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp 13324-13326 Litoria genimaculata foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Jenis ini

termasuk golongan katak pohon, tiga spesimen dikoleksi di dahan pada ketinggian 1,5 - 2 m, dengan jarak horizontal dari sungai adalah 100 m. Sedangkan ketinggian dahan dari tanah adalah 1,5 meter. Pada saat dikolesi, katak pohon ini dijumpai berkumpul pada dua pohon yang saling berdekatan, fenomena ini biasanya terjadi pada kumpulan katak jantan yang siap mengadakan perkawinan di lokasi

breeding.

Distribusi : Jenis ini terdistribusi di dataran rendah New Guinea, Gebe, Gag island

(Iskandar & Ed Colijn, 2000). Frost (1985) mencatat jenis ini terdistribusi di dataran rendah New Guinea dan pulau-pulau sekitarnya. Ketiga spesimen jantan tersebut dikoleksi dari sekitar sungai Waimaririn, Wairabiai (distrik Teluk Manyailibit).

(15)

Litoria genimaculata foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi :

Keberadaannya di pulau Waigeo merupakan catatan baru untuk jenis ini. Berdasarkan koleksi specimen MZB, terdapat juga jenis ini dikoleksi dari Lopintol dan Waifoi pada tahun 2002 oleh B. Tjaturadi (CI), namun masih baru teridentifikasi sebagai Litoria sp.

FAMILIA MICROHYLIDAE

5. Asterophrys turpicola (Schlegel, 1837) Nama Inggris : New Guinea Bush Frog

Spesimen : enam spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp 13296-13302 Asterophrys turpicola foto oleh A.Hamidy

Ekologi : Jenis ini

termasuk golongan katak seresah, semua spesimen yang telah dikoleksi, berasal dari hutan sekunder pada ketinggian 0-30 m dpl. Spesimen dikoleksi dari tempat yang jarak horizontal dari sumber air (kolam) atau sungai adalah 30-100 m. Jenis ini dikenali dengan suara jantan yang melengking seperti burung malam (kwiik..kwiik), seringkali ditemukan di balik seresah daun, namun juga ada dijumpai sedang bersuara di banir akar pohon, terkadang dijumpai berpasangan. Katak ini memiliki prilaku yang agresif jika dipegang, yaitu membuka mulut dan mengigit, fenomena ini tidak umum pada kelompok amfibi.

Distribusi : Jenis ini terdisribusi di Pupua dan Papua New Guinea bagian barat (Iskandar

& Ed Colijn, 2000). Sedangkan Frost (1985) mencatat jenis ini tersebar di hutan dataran rendah New Guinea namun tampaknya tidak ada di bagian timur Papua New Guinea.

(16)

Asterophrys turpicola foto oleh A.Hamidy

Catatan Taksonomi :

Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena merupakan record baru jenis ini di pulau Waigeo.

6. Callulops sp (undescribed specises) Nama Inggris : Rainforest Frog

Spesimen : delapan spesimen dikoleksi, yaitu : MZB Amp 13330-13337 Callulops sp foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Jenis ini

termasuk golongan katak seresah, semua spesimen yang telah dikoleksi, berasal dari dalam gua di hutan sekunder pada ketinggian <100 m dpl. Spesimen dikoleksi dari tempat yang jarak horizontal dari sumber air (kolam) atau sungai adalah 10 m. Semua specimen ditemukan dalam satu gua yang berupa cerukan dan lorong pendek (panjang <7 m) diantara rekahan batuan yang sempit. Di dalam cerukan tersebut kering, kemungkinan jenis ini hanya menggunakan gua ini sebagai tempat istirahat, mengingat waktu perjumpaan terhadap jenis ini di siang hari pada saat penelusuran gua.

Distribusi : Genus ini terdistribusi di kepulauan Maluku, New Guinea, Sebelah utara

Queensland dan Australia (Frost, 1985), sedangkan Iskandar & Ed Colijn, (2000) menyebutkan Maluku, New Guinea dan Australia.

(17)

Callulops sp foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi :

Sampai saat ini telah dideskripsi 17 jenis, namun untuk koleksi specimen dari pulua waigeo ini belum dapat teridentifikasi sampai pada tahap spesies. Namun demikian keberadaan genus ini di pulau Waigeo merupakan record baru untuk pulau ini.

7. Cophixalus sp

Nama Inggris : Cross Frog

Spesimen : dua spesimen dikoleksi, yaitu : MZB Amp 13339 dan 13340 Cophixalus sp foto oleh A.Hamidy

Ekologi : Jenis ini

termasuk golongan katak mulut sempit, umumnya arboreal, semua spesimen yang telah dikoleksi, berasal dari hutan

primer pada ketinggian 0-30 m

dpl. Spesimen dikoleksi dari tempat yang jarak horizontal dari sumber air (sungai) atau sungai adalah 500 m.

Distribusi : Genus ini terdistribusi di kepuluan Filipina selatan, Sulawesi, Kepulauan

Lesser Sunda, Maluku, New Guinea dan New Britain (Frost, 1985). Sedangkan (Iskandar & Ed Colijn, 2000) menambahkan catatn distribusi genus ini di Bali.

(18)

Cophixalus sp foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi :

Koleksi ilmiah dari jenis ini sangat penting, karena genus ini merupakan record baru untuk pulau Waigeo.

FAMILIA RANIDAE

8. Platymantis batantae Zweifel, 1969

Nama Inggris : Batanta Wrinkled Ground Frog

Spesimen : dua belas spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp 13285-13296 Platymantis batantae foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Di pulau Waigeo

jenis ini termasuk golongan katak seresah yang sering dijumpai di hutan-hutan primer, sekunder dan di sungai pada ketinggian < 100 m dpl. Jarak horizontal dengan sumber air terdekat 0-20 m. S.

Distribusi : Jenis ini

terdistribusi di pulau Batanta dan pulau Gag (Iskandar & Ed Colijn, 2000). Frost (1985) menyebutkan pulau batantan dan Irian Jaya (New Guinea) sebagai lokasi distribusinya.

Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena keberadaan jenis

(19)

9. Platymantis dorsalis (Dumeril, 1853) Nama Inggris : Wrinkled Ground Frog

Spesimen : enam spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp 13303-13308 Platymantis dorsalis foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Jenis ini

termasuk golongan katak seresah yang sering dijumpai di seresah lantai hutan pada ketinggian < 100 m dpl. Spesimen yang dikoleksi didapatkan pada saat bersuara dari balik seresah pada jarak horizontal dari sumber air 20 m.

Distribusi : Jenis ini terdistribusi di Filipina (Frost 1985; Iskandar & ed Colijn, 2000)

Maluku? Gag? (Iskandar & ed Colijn, 2000). Belum pernah ada record dari Mainland Papua.

Platymantis dorsalis foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi :

Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena jenis ini merupakan record baru untuk pulau Waigeo. Informasi keeradaan jenis ini di pulau Waigeo memberikan gambaran menarik persebaran fauna dari utara Wallacea ke wilayah Papua.

10. Platymantis punctatus Peters & Doria, 1878 Nama Inggris : Wrinkled Ground Frog

(20)

Platymantis punctatus foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Jenis ini

termasuk golongan katak umum dijumpai di pulua Waigeo, spesimen yang dikoleksi didapatkan dari pinggir sungai, bersuara di antara bebatuan. Jantan memiliki suara keras dan pendek “Took Took” . Jenis ini dijumpai pada ketinggian < 500 m dpl.

Distribusi : Jenis ini terdistribusi di Batanta, Waigeo dan Papua (Iskandar & Ed Colijn,

2000; Frost, 1985) pegunungan Arfak New Guinea (Frost, 1985).

Platymantis punctatus foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi : katak merupakan jenis umum yang dijumpai di pulua Waigeo.

Beberapa koleksi spesimen MZB dari jenis ini juga dikoleksi dari daratan Papua. Dari karakter morfolologi sangat bervariasi, meliputi warna coklat, kehitaman sampai coklat kemerahan bintik putih pada bagian dorsalnya. Kulit umumnya licin dengan granula di sekitar pundak.

(21)

11. Rana papua Lesson, 1830 Nama Inggris : Papua Wood Frog

Spesimen : enam belas spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Amp 13341-13356 Rana papua

foto oleh A.Hamidy

Distribusi : Jenis ini

terdistribusi di Waigeo, Yapen dan Papua (van Kampen, 1923; Iskandar & Ed Colijn, 2000), sedangkan Frost (1985) hanya menyebutkan New Guinea sebagai lokasi distribusinya. Brogersma (1948) mencatat jenis ini juga terdistribusi di pulau Morotai, berdasarkan satu spesimen di RMNH no 8685 yang dikoleksi oleh H.A. Bernstein tahun 1862.

Ekologi : Jenis ini termasuk golongan katak hanya dijumpai di kolam dan sungai hutan

sekunder, pinggiran hutan, pinggiran pemukiman pada ketinggian lokasi 0-800 m dpl. Spesimen dikoleksi dari tempat yang jarak horizontal dari kolam 0-50 m. Jenis ini biasanya berkumpul pada satu kolam dengan tumbuhan air yang lebat, sehingga sangat sulit untuk terlihat, selain itu apabila merasa terganggu, maka mereka juga akan mengeluarkan alert call.

Rana papua foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi :

Type locality jenis ini bersal dari pulau Waigeo, namun koleksi specimen masih sangat dibutuhkan untuk mengkaji taksonomi populasi di beberapa pulau seperti Ternate, Halmahera, Waigeo dan mainland Papua.

12. Rana arfaki Meyer, 1874

Nama Inggris : Arfak Mountains Frog

(22)

Rana arfaki

foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Jenis ini

termasuk golongan katak yang berukuran besar, umum dijumpai di Waigeo, di pinggir-pinggir sungai. Semua spesimen dikoleksi dari sungai di hutan primer pada ketinggian lokasi 0-30 m dpl. Spesimen dikoleksi dari tempat yang jarak horizontal dari sungai 0-1,5 m.

Distribusi : Jenis ini

terdistribusi di Aru, Papua, Papua New Guinea (Iskandar & Ed Colijn, 2000), sedangakn Frost (1985) hanya mencatat jenis ini di pulau Aru dan New Guinea, namun demikian sebelumnya van Kampen (1923) telah mencatat jenis ini sebagai salah satu jenis amfibi di pulau Waigeo. Dari lokasi distribusinya, maka pulau Waigeo merupakan batas distribusinya paling utara.

Rana arfaki foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting untuk MZB karena

merupakan koleksi baru jenis ini dari kepulauan sekitar Papua. Secara taksonomi jenis ini belum banyak dikaji, mengingat keterbatasan ketersediaan sample.

(23)

REPTILIA LACERTILIA

FAMILIA AGAMIDAE

13. Hydrosaurus amboinensis (Schlosser, 1768) Nama Inggris : Sailfin Lizard

Spesimen : -

Hydrosaurus amboinensis foto oleh A. Somadijaya

Ekologi : Jenis ini

merupakan jenis yang dilindungi karena memiliki penyebaran yang terbatas, namun demikian jenis ini umum dijumpai di Waigeo, terutama di sekitar aliran sungai besar, muara dan mangrove. Kelompok agamids ini aktif di siang hari, sering terlihat berjemur di atas bebatuan dan pohon mati di pinggir sungai. Pada malam hari jenis tidur di dahan pohon diatas sungai, atau danau.

Distribusi : Jenis ini terdistribusi hanya di Maluku (Iskandar, in press.). Namun De Rooij

(1915) menyatakan jenis ini terdistribusi di Celebes, Togian, Buton, Ambon, Seram, Batjan, Ternate, Halmahera, Waigeu, New Guinea dan Filiphina.Di Halmahera dikoleksi dari Halmahera Utara, Timur, Selatan dan Barat.

Hydrosaurus amboinensis foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi :

Jenis ini dikenal oleh umum oleh masyarakat lokal sebagai Soa-soa layar, anak jenis yang menghuni Sulawesi dideskripsi oleh Peters tahun 1872 sebagai

Lophura amboinensis var celebensis, tetapi (Iskandar in press.) menyatakan

populasi ini sebagai spesies tersendiri yaitu H. celebensis. Jenis Hydrosauraus yang lain yang ada di Ternate dan Halmahera adalah Hydosaurus weberi.

(24)

14. Hypsilurus dilophus (Dumeril & Bibron, 1837) Nama Inggris : Bunglon Naga hutan

Spesimen : hanya satu spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6453

Hypsilurus dilophus foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Jenis dijumpai

pada saat berjemur di pucuk pohon pada ketinggian 7 meter di lokasi hutan sekunder. Kelompok Agamids ini, aktif di siang hari, mengkamuflasekan dirinya dengan hijaunya dedaunan.

Distribusi : Jenis ini terdistribusi luas, di kepulauan Kei dan Aru, Batanta, New Guinea,

pulau Fergusson dan kepulauan d’Entrecasteaux (de Roiij, 1915; Manthey & Schuster, 1996)

Hypsilurus dilophus foto oleh A.Hamidy

Catatan Taksonomi : Keberadaan jenis ini di pulua Waigeo merupakan record baru,

(25)

FAMILIA GEKKONIDAE

15. Cyrtodactylus marmoratus Gray, 1831 Nama Inggris : Marbled Bow-fingered Gecko

Spesimen : tujuh spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6494-6500 Cyrtodactylus marmoratus foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Jenis ini adalh nocturnal

dijumpai di pinggir sungai, merayap di pohon dan jembatan. Semua spesimen dikoleksi dari lokasi dengan ketinggian 0-100 m dpl di pohon dengan jarak vertikal dari permukaan tanah 1,5 meter.

Distribusi : Distribusi jenis sangat

luas meliputi kepulauan Indo-Australian (Bauer, 1994).

Cyrtodactylus marmoratus foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena sampai sekarang

(26)

16. Cyrtodactylus loriae (Boulenger, 1898) Nama Inggris : Boulenger's Bow-fingered Gecko

Spesimen : hanya satu spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6454

Cyrtodactylus loriae foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Tokek ini

merupakan hewan nocturnal dijumpai di pohon besar, specimen dijumpai pada saat turun ke banir akar pohon besar di hutan primer . Pada malam hari biasanya jenis ini berada pada banir-banir akar pohon besar untuk mencari seranngga sebagai mangsanya.

Distribusi : Jenis ini terdistribusi di bagian barat daratan New Guinea (Bauer, 1994).

Beberapa specimen MZB dikoleksi dari Sorong oleh Djoko T. Iskandar pada tahun 1999.

Cyrtodactylus loriae foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena merupakan record

(27)

17. Hemidactylus frenatus Dumeril & Bibron, 1836 Nama Inggris : Common House Gecko

Spesimen : tiga specimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6501-6503

Hemidactylus frenatus foto oleh M. I. Setiadi

Ekologi : Jenis ini sangat

umum dijumpai, dikenal sebagai cicak rumah biasa, terutama dijumpai sekitar perumahan. Seringkali terlihat aktif di siang hari (diurnal).

Distribusi : Jenis ini

terdistribusi sangat luas, yaitu meliputi Asia Selatan,

Thailand, Malaysia, Indonesia, Philiphina, Papua New Guinea, Australia and Pasifik (Iskandar, in press.), meliputi wilayah sub tropic dan tropic (Bauer, 1994). De rooij (1915) juga mencatat jenis ini di pulua Waigeo.

Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat umum, namun demikian koleksi

jenis ini dari Waigeo merupakan yang pertamakalinya untuk MZB.

18. Hemidactylus garnotii Dumeril & Bibron, 1836 Nama Inggris : Indopacific Gecko

Spesimen : hanya satu spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6504

Hemidactylus garnotii foto oleh M.I. Setiadi

Ekologi : Secara umum

jenis ini sangat umum dijumpai, tetapi di Waigeo dijumpai di semak-semak tertangkap di sweep net serangga, pada saat koleksi serangga.

Distribusi : Jenis ini terdistribusi sangat luas, yaitu meliputi China, Asia Tenggara,

Thailand, Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Tahiti, Filiphina, Irian Jaya, Papua New Guinea dan Pasifik (Iskandar, in press.), India dan Asia Selatan dan Polynesia (Bauer, 1994; Kluge, 2001)

Catatan Taksonomi : Koleksi ilmiah dari jenis sangat umum, namun demikian koleksi

(28)

19. Gehyra baliola (Dumeril & Dumeril, 1851) Nama Inggris : Dumeril’s Dtella

Spesimen : hanya satu spesimen dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6520

Ekologi : Jenis dijumpai pohon-pohon besar yang memiliki permukaan batang halus,

tumbuh di pinggir-pinggir sungai, sama pada umumnya tokek, seringkali turun ke banir akar untuk mencari serangga pada malam hari.

Distribusi : Jenis ini terdistribusi di New Guinea bagian selatan, pulua-pulua di selat

Torest dan Great Barrier Reef (Bauer, 1994).

Catatan Taksonomi : Keberadaan jenis ini di pulua Waigeo merupakan catatan penting

sebagai record baru, mengigat ketdaklaziman tersebut, kajian mendalam terhadap specimen sangat diperlukan.

FAMILIA SCINCIDAE

20. Lygisaurus novaeguineae (Meyer, 1874) Nama Inggris : New Guinea Four-Fingered Skink

Spesimen : hanya tujuh spesimen berhasil dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6513-6519

Lygisaurus novaeguineae foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Spesimen dijumpai di lantai hutan primer di hutan sekitar sungai Waimaririn,

Wairabiai dan sungai Waipale Lopintol, distrik teluk Manyailibit.

Distribusi : Jenis ini terdistribusi Maluku dan New Guinea (Iskandar, in press.)

Catatan Taksonomi : Keberadaan jenis ini di pulua Waigeo merupakan new record dan

koleksi baru jenis ini dari pulau Waigeo.

21. Cryptoblepharus novaeguineae Mertens, 1928 Nama Inggris : New Guinea Snake-eyed Skink

(29)

Cryptoblepharus novaeguineae foto oleh A.Hamidy

Ekologi : Spesimen

dikoleksi dari atas rerumputan di perumahan desa Lopintol, teluk Manyailibit. Semua spesimen yang dikoleksi dijumpai pada saat memanjat pohon. Kebanyakan jenis dari

genus Cryptoblepharus

dikenal sebagai kadal pantai yang aktif di permukaan pasir dan di antara tumbuhan pantai.

Distribusi : Jenis ini terdistribusi sebelah utara New Guinea (Iskandar, in press.) .

Cryptoblepharus novaeguineae foto oleh A.Hamidy

Catatan Taksonomi : Keberadaan jenis ini di pulua Waigeo merupakan new record dan

(30)

21. Emoia caeruleocauda (de Vis, 1892) Nama Inggris : Pasific Bluetail Emo Skink

Spesimen : enam belas spesimen telah dikoleksi, yaitu MZB Lac 6478-6493 Emoia caeruleocauda foto oleh A. Hamidy

Status Taksonomi : Kadal

ini telah mengalami banyak perubahan nama, pertama kalinya jenis ini dikenal dengan nama Scincus

cyanurus, kemudian

mengalami beberapa nng dikenal dan diikuti oleh banyak author adalah

Lygosoma cyanura yang

diusulkan oleh Boulenger pada tahun 1887. Selanjutnya Loveridge pada tahun 1948 mengusulkan nama Emoia caeruleocauda, nama ini cukup diterima dan diikuti oleh author-author selanjutnya sampai sekarang.

Distribusi : Borneo, Sulawesi, Philippines, Maluku, New Guinea, Solomon, Pasific

(Iskandar, in press.)

Habitat : Jenis ini dikoleksi dari habitat hutan sekunder. Di Petea jenis ini dikoleksi pada

saat terjebak di perangkap lem yang diletakkan di atas tanah dibawah rumpun pohon bambu.

Biologi : Jenis ini merupakan oviparus, jumlah telurnya adalah dua butir,

berkembangbiak sepanjang tahun, namun puncak perkembangbiakan adalah bulan November sampai Februari (Brown, 1991). Kadal ini adalah kadal semi arboreal.

Emoia caeruleocauda foto oleh A. Somadijaya

Deskripsi : Panjang tubuh

dewasa (SVL) berukuran 40,3 - 65 mm untuk jantan, dan 40,9- 54,5 untuk betina (Brown, 1991). Pola sisik : terdapat tujuh sisik supraciliaries, sepasang nuchal, sisik loreal anterior berbentuk lebih pendek, sisik supralabial berjumlah enam atau tujuh, sisik lower labial berjumlah enam atau

(31)

tujuh juga, sisik-sisiknya smooth, jumlah sisik keliling tubuh bagian tengah 27-36 (Brown, 1991). Pola warna : bagian dorsal berwarna hitam kecoklatan, terdapat tiga garis putih sepanjang tubuhnya, garis strip putih tersebut dimulai dari moncongnya sampai ke posterior tubuhnya, ekor berwarna biru, namun warna ini akan berubah ketika sudah dewasa menjadi coklat tua dengan ekor berwarna coklat muda kemerahan.

22. Emoia atrocostata (Lesson, 1830) Nama Inggris : Mangrove Emo Skink

Spesimen : dua spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6505 dan 6506

Emoia atrocostata foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Spesimen

dikoleksi hutan mangrove, jenis ini sering terlihat berjemur di sekitar hutan mangrove.

Distribusi : Jenis ini

terdistribusi sangat luas, meliputi Mariana, Carorila Barat, palau, Bismarcks, Sepanjang batas Lempeng Pasifik dan Australia, Sebelah barat New Guinea, Pulau-pulau di selat Torest, East Indies, Pulau Christmas, Semenanjung Malaysia, Indochina, Borneo, Philippines, Taiwan dan pulau Miyakoshima di Ryukyus (Brown, 1991). Di WaigeoHalmahera, jenis ini hanya dikoleksi dari Mumes.

Emoia atrocostata foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi :

Jenis ini dikenal sebelumnya dikenal sebagai

Lygosoma atracostatum (de

Rooij, 1915). Koleksi ilmiah jenis ini merupakan yang pertama dari Waigeo untuk MZB.

(32)

23. Emoia sp. (unidentified species) Nama Inggris : Emo Skink

Spesimen : hanya satu spesimen saja yang berhasil dikoleksi, yaitu : MZB 6476

Emoia sp. (unidentified species) foto oleh A. Hamidy Ekologi : Spesimen dikoleksi dari seresah hutan sekunder pada ketinggian < 100 m dpl.

Jenis ini termasuk terrestrial. Informasi jenis ini masih belum diketahui.

Distribusi : Jenis ini dikoleksi dari gunung Bomnyai, desa Lopintol, distrik Teluk

Manyailibit, pulua Waigeo.

Emoia sp. (unidentified species) foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi :

Jenis ini mirip

Sphenomorphus variegatus

juvenile atau

Sphenomorphus parvus,

tetapi kehadiran strip hitam di sisi lateral dan chin shield, cukup membedakan dari keduanya.

(33)

24. Emoia physicae (Dumeril & Bibron, 1839) Nama Inggris : Slender Emo Skink

Spesimen : enam belas spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6460- 6475

Emoia physicae foto oleh A. Hamidy

Ekologi : jenis ini

seringkali dijumpai di lantai hutan sekunder dan primer. Informasi ekologi dari jenis ini masih sangat terbatas.

Distribusi : Jenis ini

terdistribusi di New Guinea tengah dan Tenggara Iskandar in press.; Brown, 1991).

Emoia physicae foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi : Jenis ini dikenal sengai grup besar physicae Iskandar in press.;

Brown, 1991). Kajian mendalam sangat dibutuhkan untuk memperjelas status taksonomininya.

(34)

25. Emoia kordoana (Meyer, 1874) Nama Inggris : Meyer's Emo Skink

Spesimen : hanya satu spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6507

Emoia kordoana foto oleh A.Hamidy

Ekologi : Spesimen tunggal ini dikoleksi di sekitar pemukiaman desa Lopintol, di

semak-semak. Jenis ini merupaka species semi arboreal, sangat gesit lari dan bersembunyi di antara semak belukar.

Emoia kordoana foto oleh A.Hamidy

Distribusi : Jenis ini terdistribusi

di New Guinea, Admiraly, Bismarck (Iskandar in press.; Brown, 1991). Maluku (Brown, 1991).

Catatan Taksonomi : Jenis ini

dikenal termasik dalam

cyanogaster group (Brown, 1991).

Koleksi jenis ini dari pulua Waigeo merupakan new record.

(35)

26. Lamprolepis smaragdina (Lesson, 1830) Nama Inggris : Emerald Skink

Spesimen : tiga spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6455-6457

Lamprolepis smaragdina foto oleh A. Hamidy Ekologi : Spesimen

dikoleksi dari sekitar pemukiaman desa Lopintol. Umumnya dijumpai di pohon mangga (Mangifera

indica). Jenis ini

adalah kadal arboreal.

Distribusi : Jenis ini

terdistribusi di New Guinea dan Solomon (Iskandar, in press.), namun Barbour (1911) menggolongkan populasi di New Guinea sebagai anak jenis tersendiri, yaitu

Lamprolepis smaragdina perviridis.

Lamprolepis smaragdina foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi :

Jenis ini dikenal umum di Indonesia Timur, tersebar mulai dari Sulawesi, New Guinea sampai ke Solomon. Ada emat anak jenis yang sudah didekripsi. Populasi yang menghuni Halmahera adalah Lamprolepis

smaragdina perviridis.

(36)

27. Sphenomophus variegatus (Peters, 1867) Nama Inggris : Forest Skink

Spesimen : Hanya dua spesimen berhasil dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6458-6459 Sphenomorphus variegates foto oleh A.Hamidy

Ekologi : Spesimen

dijumpai di atas tumpukan daun kelapa dan tertangkap di glue trap.

Distribusi : Jenis ini hanya

terdistribusi di Mindanao, Basilan, Dinagat, Jolo, Leyte, Bohol, Sulu, Camiguin dan Sulawesi (Iskandar, in press.)

Catatan Taksonomi :

Jenis ini dulunya dikenal sebagai Lygosoma variegatus (de Rooij, 1915). Koleksi ilmiah dari jenis sangat penting karena jenis ini merupakan record baru untuk pulau Waigeo. Informasi keeradaan jenis ini di pulau Waigeo memberikan gambaran menarik persebaran fauna dari utara Wallacea ke wilayah Papua.

28. Sphenomorphus sp. (unidentified species)

Nama Inggris : Forest Skink

Spesimen : hanya dua spesimen berhasil dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6511 dan 6512

Sphenomorphus sp. (unidentified species) foto oleh A. Hamidy Ekologi : Spesimen ini dijumpai di seresah hutan sekunder gunung Bomnyai, pada ketinggian < 100 m dpl. Informasi jenis ini masih belum diketahui.

Distribusi : Jenis ini hanya ditemukan di gunung Bomnyai, dekat desa Lopintol, distrik

teluk Manyailibit.

(37)

29. Glaphyromorphus sp.(unidentified species) Nama Inggris : Black Tail Skink

Spesimen : hanya satu spesimen berhasil dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6477

Ekologi : Spesimen dikoleksi dari glue trap yang dipasang di pinggir sungai berbatu.

Informasi ekologi jenis ini masih belum diketahui.

Distribusi : Genus ini umumnya tersebar di Australia, Nusa Tenggara dan New Guinea

(Iskandar, in press.)

Catatan Taksonomi : keberadaan jenis ini di pulua Waigeo merupakan new record. Ciri

khas spesifik adalah memiliki alur di tengah pada dorsal tubuhnya. Di MZB dua koleksi;

Glaphyromorphus cf nigricaudis dikoleksi oleh D.T. Iskandar dari pulau Gag, dan satu

spesimen dari Halmahera (Setiadi & Hamidy, 2006)

30. Tiliqua gigas (Schneider, 1801) Nama Inggris : Giant Bluetongue Skink

Spesimen : hanya dua spesimen yang berhasil dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6451 dan 6452

Tiliqua gigas foto oleh A.Hamidy

Ekologi : Spesimen dikoleksi pada saat terrperangkap di perangkap tikus, pada saat

koleksi mamalia di Wairabiai, sedangkan spesimen yang lain dikoleksi dari bawah tumpukan kayu lapuk di hutan sekunder desa Lopintol, distrik Manyailibit. Jenis ini memilki prilaku difensif yang unik, yaitu mendesis, membuka mulut, meneluarkan lidah sampai mengejar. Sehingga mayarakat lokal sangat takut terhadap jenis ini, dikenal juga sebagai ular kaki empat.

(38)

Distribusi : Jenis ini terdistribusi di New Guinea (Iskandar in press.).

Tiliqua gigas foto oleh A.Hamidy

Catatan Taksonomi :

Jenis ini pertama kalinya dideskripsi oleh Schneider pada tahun 1801, selanjutnya Oudemans mendeskripsi anak jenis tersendiri Tiliqua gigas

keiensis, pada tahun 1894.

Sedangkan Tiliqua di sebelah selatan New Guinea dan Australia merupakan jenis yang berbeda yaitu Tiliqua scincoides. Jenis ini dibedakan dengan T. gigas, adalah warna lidahnya yang merah, sedangkan T. gigas memiliki warna ujung lidah biru. Koleksi jenis ini merupakan new record untuk pulua Waigeo.

FAMILIA VARANIDAE 31. Varanus jobiensis Ahl, 1932

Nama Inggris : Peach-throated Monitor

Spesimen : Hanya dua spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6443 dan 6450

Varanus jobiensis foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Jenis ini jarang

dikoleksi dengan trap

khusus dengan menggunakan umpan berupa bangkai yang telah membusuk. Jenis ini dijumpai di hutan primer dan sekunder dekat desa Lopintol. Sedangkan spesimen lainnya dikoleksi pada saat tidur di dalam lubang pohon pada posisi vertikal pada ketinggian 1,5 meter.

V. jobiensis umumnya dijumpai di hutan dengan vegetasi yang rapat, seringkali dijumpai

mencari makan di tanah, berjemur dan akan segera memanjat pohon apabila terancam (Philipp et al. 1999b in Pinka et al. (unpublish data). Data tentang mangsa dari 7 spesimen yang dibedah lambungnya adalah tarantula, serangga, kodok dan telur reptile. Hamper 75 % dari total mangsanya berupa serangga; jangkrik, rhynchota, kumbang, tawon bahkan kupu-kupu (Philipp et al. 1999b in Pinka et al. (unpublish data)

(39)

Distribusi : Jenis ini hanya terdistribusi di Yapen, Biak, Salawati, Waigeo dan daratan

Papua New Guinea (Pinka et al. (unpublish data); Ziegler et al., 2007)

Varanus jobiensis foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi : Bagi MZB, spesimen yang dikoleksi merupakan koleksi pertama

jenis ini dari Waigeo.

32. Varanus indicus (Daudin, 1802) Nama Inggris : Mangrove Monitor

Spesimen : empat spesimen telah berhasil dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6444-6446 dan

6448

Varanus indicus foto oleh A. Hamidy

Ekologi : semua individu

dari hasil trap yang telah

dipasang dengan menggunakan umpan bangkai yang sudah membusuk. Tiga specimen dikoleksi dari hutan mangrove dekat desa Lopintol, sedangkan satu spesimen lainnya dikoleksi dari pinggiran hutan primer, sungai Waimaririn, Wairabiai. Di Irian jenis

(40)

ini, menghuni habitat yang cukup bervariasi, lebih umum dijumpai di habitat hutan yang dekat dengan perairan asin (pantai) (Phillip, 1999). Jenis ini juga sangat mungkin menghuni habitat sekitar pemukiman manusia (Bohme et al., 1994).

Distribusi : Jenis ini hanya terdistribusi di cukup luas, meliputi Maluku dan New Guinea

(Iskandar, in press.). Menurut Bennett (1998) jenis ini terdistribusi di Sumba, Sumbawa, Flores, Timor, Kepuluan Maluku, Sula, Papua New Guinea sampai ke Australia bagian utara. Namun demikian, dengan dipecahnya indicus group ini menjadi 10 spesies, hal ini perlu ditinjau ulang (Pianka et al. (unpublish data). Di Waigeo, jenis ini dikoleksi dari Desa Lopintol dan Wairabiai, distrik Manyailibit.

Varanus indicus foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi :

Jenis ini dikenal sebagai

indicus group, yang saat ini

telah dipecah menjadi beberapa jenis. Koleksi ilmiah jenis ini dari pulau Waigeo merupakan yang pertamakalinya untuk MZB.

33. Varanus doreanus (Meyer, 1874) Nama Inggris : Bluetail Monitor

Spesimen : Hanya dua spesimen saja yang berhasil dikoleksi, yaitu : MZB Lac 6447 dan

6449

Varanus doreanus foto oleh A. Hamidy

Ekologi : Individu

dikoleksi dari hasil trap yang dipasang di sekitar

sungai Waimaririn, Wairabiai, distrik Manyailibit. Jenis ini bukan

termasuk jenis arboreal , dewasa biasanya menghuni semak yang tebal, sedangkan juvenile dan subadult (TL, 40-75 cm)

(41)

menghuni tumbuhan strata atas. Fenomena juvenile dan sub adult yang menjadi arboreal ini untuk menghindari kompetisi dan kanibalisme dari yang dewasa, seperti pada Komodo (Varanus komodoensis) (Bohme et al. in Pianka et al., 2004)

Distribusi : Jenis ini terdistribusi di Pulau Salawati, Biak, Warmar, kepulauan Aru, New

Guinea, sebelah utara Queensland, Australia (Dryden, et al. 2004, Ziegler et al., 1999b, 2001, 2007). Satu record jenis ini dari pulau Halmahera (Yuwono, 1998; Ziegler et al., 1999a, 1999b) namun demikian hal ini perlu diverifikasi (Bohme et al. in Pianka et al., 2004). Setiadi dan Hamidy (in press) juga tidak memasukkan jenis ini dalam jenis

Varanus yang menghuni pulau Halmahera.

Varanus doreanus foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi : Koleksi jenis ini dari pulau Waigeo merupakan new record untuk

pulau ini, sehingga menambah informasi ilmiah distribusinya.

SERPENTES FAMILIA BOIDAE

34. Candoia aspera (Smith & Tepedelen, 2001) Nama Inggris : New Guinea Viper Boa

Spesimen : hanya satu spesimen telah dikoleksi,

yaitu : MZB Oph 3565

Ekologi : Jenis ular ini umum dijumpai siang hari

setelah hujan lebat di hutan sekunder , dekat desa Lopintol. Spesimen ini dikoleksi saat terperangkap di mist net (jaring kabut). Warna tubuhnya coklat sangat sempurna terkamuflasekan dengan anah dan seresah.

(42)

Distribusi : Misool, Waigeo, Batanta, Salawati, Papua, Biak, Numfor, Seleo, Yapen dan

Papua New Guinea (termasuk Walis, Karkar, Umboi, Bismarck dan pulau Admiralty) (Iskandar & Ed Colijn, 2001).

Candoia aspera (MZB Oph 3565) foto oleh A. Hamidy Catatan Taksonomi : Jenis ini masih monotypic, koleksi jenis ini dari pulau Waigeo

merupakan yang pertamakalinya untuk MZB.

FAMILIA PYTHONIDAE

35. Morelia amethestina (Schneider, 1801) Nama Inggris : Srub Python

Spesimen : satu spesimen telah dikoleksi, yaitu : MZB Oph 3572

Morelia amethestina (MZB Oph 3572) foto oleh A.Hamidy

Ekologi : Jenis ular ini

merupakan kelompok python semak, jenis ini dijumpai pada saat melingkar di atas pohon jambu (Eugene sp.) yang tumbuh di tebing di atas permukaan air laut. Ketinggian dari permukaan air adalah 7 meter.

(43)

Distribusi : Jenis ini terdistribusi di kepulauan Kei dan Aru, Misool, salawati, Gag,

Papua, Biak, Yapen, Papua New Guinea (termasuk Umboi, Bismarck, Kiriwina, d’Entrecasteaux dan kepulauan Louisiade) dan Australia (pulau-pulau di selat Torres) (Iskandar & Ed Colijn, 2001).

Morelia amethestina (MZB Oph 3572) foto oleh A.Hamidy Catatan Taksonomi :

Harvey et al. (2001) merevisi Morelia

amethestina group,

kemudian mendeskripsi tiga jenis baru : Morelia

clastolepis (Banda) Ambon,

Haruku, Saparua dan Seram); Morelia nauta (Banda), Taimbar; Morelia

tracyae (Halmahera).

Keberadaan jenis ini di pulau Waigeo merupakan

new record.

(44)

36. Leiopython albertisii (Peters & Doria, 1878) Nama Inggris : White Lipped Python

Spesimen : hanya satu specimen dikoleksi yaitu : MZB Oph 3571

Leoipython albertisi (MZB Oph 3571) foto oleh A.Hamidy

Ekologi : Jenis ular dikoleksi

di dalam rumah penduduk setempat (desa Lopintol), yaitu di dalam lubang di bawah lantai semen. Spesimen tersebut telah memakan tikus rumah.

Distribusi : Jenis ini

terdistribusi di : Salawati, Papua, Biak, Papua New Guinea (termasuk kepulauan Normanby dan Bismarck) Mussau dan Australia (pulau-pulau di selat Torres) (Iskandar & Ed Colijn, 2001). .

Leoipython albertisi (MZB Oph 3571) foto oleh A.Hamidy

Catatan Taksonomi : Genus Leiopython ini masih satu spesies saja, yaitu L. albertisii,

jenis ini juga masih monotypic. Koleksi jenis ini dari pulau Waigeo merupakan new

(45)

FAMILIA COLUBRIDAE

37. Dendrelaphis calligastra calligastra (Gunther, 1867) Nama Inggris : Northern Bronzeback

Spesimen : hanya satu specimen saja telah dikoleksi, yaitu : MZB Oph 3565

Dendrelaphis calligastra foto oleh A. Hamidy

Ekologi : spesimen

dikoleksi dari semak-semak di Wairabiai, jenis ini adalah diurnal, cukup gesit bergerak di semak. Mangsa ular ini adalah katak, kadak dan burung kecil. Pada malam hari jenis ini biasanya tidur di atas dahan pohon atau semak dengan posisi horizontal.

Distribusi : anak jenis ini terdistribusi di kepulauan Aru, Waigeo, Misool, Batanta,

Salawati, Yos Sudarso, Papua, Biak, Numfor, Yapen, Papua New Guinea dan Australia (pulau-pulau di selat Torres dan semenanjung Cape York) (Iskandar & Ed Colijn, 2001).

Dendrelaphis calligastra foto oleh A. Hamidy

Catatan Taksonomi :

Sampai saat ini jenis Dendrelaphis calligastra terbagi menjadi dua anak jenis, anak jenia yang lain adalah Dendrelaphis

calligastra keiensis

(Mentens, 1926), anak jenis ini terdistribusi di pulua Buru, Boano, Manipa, Seram, Saparua, Ambon, Barbar, Taimbar dan kepulauan Kei (Iskandar & Ed Colijn, 2001).

Gambar

Gambar 1. “Glue trap” untuk  koleksi kadal (Scincidae) foto  oleh R. T. Purnanugraha
Gambar 2. “Trap jerat”  untuk koleksi Biawak foto oleh A.Hamidy
Gambar 5. Peta Cagar Alam Pulau  Waigeo Barat  (sumber  :  http//www.dephut.go.id)
Tabel 1. Jenis-jenis Herpetofauna di pulau Waigeo
+3

Referensi

Dokumen terkait

Puji Syukur Penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Pengaruh

merupakan semikonduktor cenderung stabil terhadap sinar, mampu menyerap sinar UV dengan baik dan memiliki celah pita energi yang besar yaitu 3,2 eV untuk anatase dan 3,0 untuk

Dalam observasi ini peneliti melakukan suatu pengamatan dan pencatatan secara sistimatis terhadap gejala atau fenomena yang diteliti. Peneliti dapat ikut serta

Lebih lanjut, penelitian ini dibatasi menjadi lima submasalah penelitian atas dasar pendapat Kluckhon yakni hakikat hidup manusia, hakikat karya manusia, hakikat

lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, untuk mendeteksi dini,

• Wajib pajak orang pribadi yang sedang tidak menjalankan suatu usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan

(3) Proses internalisasi nilai-nilai budaya Peumulia Jamee dalam pembelajaran sejarah di SMA Negeri 1 Darul Makmur terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh guru

Adapun perbedaan model BHSC dengan model IBHSC yang merupakan pengembangannya yaitu, pada odel BHSC menghasilkan alokasi terbaik untuk distribusi daging sapi halal dari satu