• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LOKASI BUKAAN PADA BALOK-T BETON HIBRIDA PRATEGANG PARSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH LOKASI BUKAAN PADA BALOK-T BETON HIBRIDA PRATEGANG PARSIAL"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LOKASI BUKAAN PADA BALOK-T

BETON HIBRIDA PRATEGANG PARSIAL

Titik Penta Artiningsih

Dosen Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan, Bogor titikpenta@yahoo.com

ABSTRAK

Gaya gempa yang bekerja pada suatu struktur sangat dipengaruhi oleh beberapa aspek. Aspek yang dipengaruhi langsung oleh material adalah massa bangunan. Beban gempa yang bekerja dapat direduksi melalui pengurangan massa bangunan.

Penggunaan beton ringan pada pelat lantai, dan pengurangan dimensi penampang balok akibat penulangan prategang, serta pengurangan tinggi tingkat karena pengalihan lewatan jaringan utilitas melalui bukaan di badan balok, secara keseluruhan akan mereduksi massa bangunan yang cukup signifikan. Selain itu, pengurangan massa bangunan akan memperkecil dimensi penampang kolom-kolom penyangga dan juga berdampak pengurangan dimensi pondasi, sehingga resiko sosial dan ekonomis dapat diminimalis.

Penelitian merupakan studi eksprimental dan studi analitikal. Penelitian mempelajari perilaku lentur balok-T hibrida beton normal dan beton ringan prategang parsial dengan bukaan di badan balok. Bukaan pada badan balok berbentuk persegi dengan lokasi bervariasi pada arah horisontal.

Letak bukaan sangat mempengaruhi perilaku balok. Perilaku balok dengan bukaan di daerah lentur murni hampir sama dengan balok lentur murni tanpa bukaan, sedangkan bukaan di daerah lentur geser sangat mempengaruhi perilaku balok, karena bukaan mempengaruhi kapasitas geser balok. Pada balok dengan bukaan di daerah lentur dominan, terjadi penurunan kekuatan sebesar 18% dibandingkan dengan balok tanpa bukaan. Tetapi balok dengan bukaan di daerah geser dominan, terjadi penurunan hingga 42%. Bukaan makin mendekati tumpuan akan semakin menurunkan kemampuan balok karena bukaan akan memotong lengkung distribusi tegangan tekan (arch action).

Kata kunci: reduksi massa, balok-T, bukaan, prategang parsial, beton hibrida

1. PENDAHULUAN

Balok beton prategang telah umum diakui memiliki keunggulan teknis dibandingkan dengan balok beton bertulang, karena dimensinya dapat dibuat lebih langsing sehingga bobot matinya menjadi lebih ringan. Tetapi kadangkala tidak diperlukan gaya prategang awal yang besar, karena gaya prategang awal yang besar akan menimbulkan perpendekan aksial yang besar. Balok beton prategang parsial adalah balok beton dengan tulangan kombinasi antara strand prategang dan tulangan biasa. Sifat lenturnya sangat tergantung pada besarnya rasio prategang parsial (Partial

Prestressing Ratio, PPR). Apabila PPR terlalu kecil maka balok bersifat seperti balok

beton bertulang biasa, yaitu kekuatan rendah tetapi daktil. Sebaliknya, bila PPR terlalu besar maka balok bersifat seperti balok beton prategang penuh, yaitu kekuatan tinggi tetapi bersifat getas (Wakabayashi, 1986).

Beton ringan adalah beton dengan berat volume lebih kecil dari 1840 kg per m3 (ACI

Manual of Concrete Practice, 1995). Beton ringan kinerja tinggi merupakan material

yang tepat untuk daerah dengan resiko gempa yang tinggi karena mempunyai kuat tekan yang tinggi dengan bobot yang relatif rendah. Beton ringan kinerja tinggi

(2)

memiliki kelemahan yaitu memiliki susut dan rangkak yang besar serta bersifat getas, sehingga perlu dikombinasikan dengan beton normal.

Penggantian pelat beton normal dengan beton ringan menghasilkan komponen struktur balok-T hibrida, dimana pada bagian badan balok dibuat dari beton normal dan bagian sayap dibuat dari beton ringan. Beton ringan sebagai pelat lantai pada struktur beton bertulang bangunan bertingkat mulai diperhitungkan, karena pelat lantai merupakan elemen struktur yang secara keseluruhan mempunyai massa yang cukup besar.

Dalam pembangunan gedung bertingkat, umumnya jaringan utilitas, seperti pipa-pipa saluran dan kabel-kabel, ditempatkan dalam ruang di antara langit-langit dan balok, sehingga memerlukan ruang kosong antar tingkat. Dengan melewatkan jaringan utilitas tersebut melalui suatu bukaan melintang pada balok lantai, maka ruang antar tingkat tersebut terkurangi, seperti terlihat pada Gambar 1. Pada gedung bertingkat banyak, penempatan bukaan pada badan balok dapat berarti pengurangan tinggi setiap lantai bangunan, sehingga secara kumulatif menghasilkan reduksi tinggi total gedung yang signifikan. Reduksi tinggi total bangunan akan mereduksi massa bangunan, sehingga akan mereduksi gaya gempa yang terjadi pada bangunan. Tetapi bukaan pada badan balok akan mengurangi kekuatan, dan akan merubah perilakunya, sehingga perlu dikaji perilaku balok dengan bukaan di badan.

a. jaringan utilitas menggunakan penggantung b. jaringan utilitas melalui bukaan di badan balok Gambar 1. Pemasangan jaringan utilitas di bawah lantai tingkat :

2. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan adalah studi eksperimental dan studi analitikal, dengan tujuan :

a. Mempelajari hasil-hasil studi eksperimental perilaku histeresis balok-T hibrida beton normal – ringan prategang parsial pratarik dengan bukaan di badan akibat beban siklik

b. Melakukan studi analitikal untuk mempelajari perilaku lentur dan distribusi tegangan

3. TEORI DASAR

Bukaan pada Badan Balok

Bukaan pada balok dapat berbeda bentuk, ukuran dan lokasi. Pemilihan bentuk bukaan didasari pada keperluan pelayanan utilitas. Bukaan bentuk lingkaran digunakan untuk melewatkan perpipaan, sedangkan bukaan bentuk persegi untuk melewatkan instalasi pendingin udara. Ukuran bukaan, dikenal istilah bukaan besar dan bukaan kecil. New Zealand Standard (1982) mengkategorikan ukuran bukaan

(3)

berdasarkan dimensi bukaan terhadap dimensi penampang, tetapi Mansur (1999), mengklasifikasikan ukuran bukaan berdasarkan respon balok. Jika akibat bukaan perilaku mekanik balok masih memenuhi teori balok, maka dikategorikan sebagai bukaan kecil, tetapi bila balok berperilaku mekanik di luar teori balok, maka bukaan dikategorikan sebagai bukaan besar. Berdasarkan teori tersebut, maka definisi bukaan juga tergantung pada tipe pembebanan. Bila balok dengan bukaan dibebani dengan sistem pembebanan lentur murni, maka teori balok dapat dipakai sampai panjang

chord tekan melampaui keruntuhan instabilitas. Sedangkan bila balok dengan bukaan

dibebani dengan sistem pembebanan lentur dan geser, perilaku balok dianggap sebagai aksi truss vierendeel.

chord t chord b h > 0.25 d d0 < 0.40 d dc > 0.33 d d

Gambar 2. Dimensi bukaan besar menurut New Zealand Standard Keruntuhan Tarik Diagonal Balok dengan Bukaan

Menurut Mansur (1998), ada dua tipe keruntuhan tarik diagonal, yaitu keruntuhan tipe balok, dan keruntuhan tipe rangka, seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Model keruntuhan geser

Pada keruntuhan tipe balok, bidang keruntuhan membentuk sudut 450, dan melintasi pusat bukaan. Dalam perencanaan keruntuhan, balok dapat dianggap sebagai balok solid. Tulangan transversal yang mampu menahan gaya geser melintasi bidang keruntuhan adalah tulangan yang terdapat di sisi-sisi bukaan dalam jarak (dv – d0),

dimana dv adalah jarak antara tulangan memanjang atas dan bawah, dan d0 adalah

tinggi bukaan.

Keruntuhan tipe rangka terjadi akibat pembentukan dua retak diagonal, yaitu pada

chord atas dan chord bawah bukaan, sehingga setiap chord berperilaku sebagai member dari suatu kesatuan yang ada dalam struktur rangka.

4. PEMBATASAN MASALAH

Penelitian eksperimental dibatasi sebagai berikut :

a. Benda uji berupa balok-T hibrida antara beton normal kinerja tinggi sebagai badan balok dan beton ringan kinerja tinggi sebagai sayap. Tinggi balok 250 mm dengan

(4)

tinggi sayap 60 mm, lebar badan balok 150 mm dan lebar sayap 375 mm. Panjang bentang bersih antar tumpuan 510 cm dan panjang end-block masing-masing 30 cm. Penulangan menggunakan kombinasi antara tulangan 4D10 untuk pelat, 2D16 untuk tulangan balok, dan tendon prategang diameter ½ inci. Tendon prategang diletakkan eksentris pada badan balok. Gaya prategang 140 kN diberikan dengan sistem penegangan pratarik, dan lintasan tendon lurus. Besar PPR (parsial

prestressed ratio) rencana adalah 60%.

b. Bukaan yang ditinjau berbentuk persegi, berukuran 100x300 mm. Bukaan terletak pada tiga lokasi, pertama di daerah lentur murni, kedua di daerah lentur dominan – geser rendah, dan ketiga di daerah geser dominan

c. Sistem pembebanan yang ditinjau adalah sistem pembebanan lentur geser dan pembebanan lentur murni

d. Pembebanan dilakukan secara siklik kuasi statik. Pembebanan diberikan secara inkremental dengan menggunakan kontrol lendutan.

Distribusi tegangan atau regangan beton pasca retak sulit diukur melalui pengujian eksperimental, sehingga untuk melengkapi hasil-hasil penelitian eksperimental, dilakukan studi analitikal menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan program RECAP. Model elemen hingga digunakan untuk mengkalibrasi hasil eksperimental, yang mensimulasikan perilaku balok beton hibrida prategang parsial akibat pembebanan siklik kuasi statik.

Spesifikasi spesimen balok, seperti Gambar 4, adalah sebagai berikut :

a. BLMS, yaitu balok solid yang dibebani dengan sistem pembebanan lentur murni secara siklik kuasi statik

b. BLMC, yaitu balok dengan bukaan di tengah bentang, yang dibebani dengan sistem pembebanan lentur murni secara siklik

c. BLGS, yaitu balok solid yang dibebani dengan sistem pembebanan lentur geser secara siklik

d. BLGC1, yaitu balok dengan bukaan pada daerah lentur geser tetapi lentur dominan, dibebani dengan sistem pembebanan lentur geser secara siklik

e. BLGC2, yaitu balok dengan bukaan pada daerah geser dominan, dibebani dengan sistem pembebanan lentur geser secara siklik

(5)

300

a. sistem pembebanan lentur murni three point loading

1700 mm 1700 mm

5100 mm 300

b. sistem pembebanan lentur geser center point loading

300 5100 mm 2550 mm 2550 mm 300 300 1700 mm 1700 mm 5100 mm 300 5100 mm 2550 mm 2550 mm 300 5100 mm 2550 mm 2550 mm 300 BLMS BLMC 300 300 BLGS BLGC1 BLGC2

(6)

5. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Perbandingan Hasil Penelitian Eksperimental

1. Sistem pembebanan siklik sangat mempengaruhi perilaku balok. Pembebanan siklik lentur murni menghasilkan kekuatan dan kekakuan yang lebih besar daripada lentur geser. Hal ini terjadi karena pada sistem pembebanan lentur murni, distribusi gaya yang diterima lebih merata, sedangkan pada sistem pembebanan lentur geser, pembebanan terpusat di satu titik, sehingga balok menjadi lebih cepat runtuh.

2. Pada pembebanan siklik arah positif, yaitu pada pembebanan tekan, terjadi degradasi kekuatan dan kekakuan setiap siklus ulangan dari setiap tahap siklus, yang menyebabkan terjadinya degradasi disipasi energi. Hal ini terjadi karena adanya efek pinching. Tetapi pada tahap siklus berikutnya, yaitu pada saat penambahan lendutan, kekuatan akan naik kembali karena retak menutup kembali saat beban besar. Sebaliknya, pada siklus negatif, yaitu pada saat pembebanan tarik, tidak terjadi degradasi ataupun peningkatan kekuatan. Hal tersebut terjadi karena adanya efek Bauschinger.

3. Kekuatan balok-T arah negatif, yaitu arah pembebanan tarik, lebih rendah dari arah positif, yaitu rata-rata sebesar 45% dari beban. Hal tersebut terjadi karena bentuk penampang balok tidak simetris pada kedua arah. Demikian juga penulangannya tidak simetris dan terdapat tendon prategang di daerah tarik.

4. Dari variabel lokasi bukaan didapat temuan bahwa letak bukaan terhadap arah horisontal sangat mempengaruhi perilaku balok. Perilaku balok dengan bukaan di daerah lentur murni hampir sama dengan perilaku balok lentur murni tanpa bukaan, karena gaya geser akibat beban tidak ada. Sedangkan bukaan di daerah lentur geser sangat mempengaruhi perilaku balok, karena bukaan mempengaruhi kapasitas geser balok. Bukaan mendekati tumpuan akan semakin menurunkan kemampuan balok karena bukaan memotong distribusi strut tegangan tekan.

5. Kemampuan mendisipasi energi balok lentur murni lebih besar dari balok lentur geser. Balok lentur murni solid dan balok dengan bukaan di tengah bentang mempunyai kemampuan yang sama. Balok lentur geser dengan bukaan mempunyai kemampuan mendisipasi energi yang lebih besar dari balok lentur geser solid, tetapi pada siklus ke-4 ulangan, balok dengan bukaan sudah tidak mampu lagi menerima beban karena balok telah rusak.

6. Dari pengamatan perambatan retak, didapat bahwa retak dominan terjadi di sekitar tengah bentang. Pola retak yang terjadi adalah retak lentur. Keruntuhan dapat dikategorikan sebagai keruntuhan lentur. Daerah sekitar bukaan pada lentur murni, perambatan retak seperti pada balok solid, yaitu berupa retak lentur. Pada daerah sekitar bukaan lentur geser, jumlah dan lebar retak sangat sedikit, sehingga dapat dikatakan tidak terjadi kerusakan di sekitar bukaan

7. Pemberian perkuatan tulangan di sekitar bukaan dapat mencegah terjadinya retak awal akibat gaya prategang, dan juga mencegah keruntuhan prematur akibat pemusatan tegangan di sudut-sudut bukaan.

(7)

-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100

Gambar 5. perbandingan beban – lendutan balok

solid

Gambar 6. perbandingan beban – lendutan balok

dengan bukaan

Gambar 7. perbandingan beban – lendutan balok

lentur murni

Gambar 8. perbandingan beban – lendutan balok

lentur geser

Tabel 1. Perbandingan kapasitas disipasi energi tiap siklus positif (beban tekan)

Kapasitas Disipasi Energi [kNmm] pada Siklus ke-

Balok Jenis Pembebanan Lokasi Bukaan* 1.1 1.2 2.1 2.2 3.1 3.2 4.1 4.2 BLMS – 453 252 2214 1412 5274 4179 8230 7122 BLMC lentur murni 2400 516 279 2196 1414 5313 4297 8293 6414 BLGS – 307 186 1759 1328 3882 3016 5804 4642 BLGC1 1200 379 159 1903 1319 4191 3256 6299 – BLGC2 lentur geser 200 440 185 2245 1557 4163 3368 6703 –

*jarak dari tumpuan

Verifikasi Pemodelan Analitikal dan Hasil Eksperimental

Studi analitik menggunakan metode elemen hingga diskrit non-linier dilakukan dengan bantuan program RECAP (Budiono et. al., 1994). Model-model spesimen dibuat sesuai variasi pada studi eksperimental, sehingga hasil studi dapat diverifikasi dengan hasil eksperimental.

Seluruh pengujian menunjukkan bahwa hasil model numerik lebih tinggi dari hasil eksperimental, baik pada perbandingan kekuatan, kekakuan, maupun disipasi energi. Hal ini terjadi karena hasil eksperimental tidak secara sempurna memenuhi syarat-syarat model numerik. Tetapi perbedaan yang terjadi tidak terlalu besar, sehingga hasil numerik dapat dijadikan model eksperimental.

-100 -50 0 50 100 150 200 250 lendutan [mm] beban [ k N ] BLMS BLGS -50 -30 -10 10 30 50 70 90 -100 -50 0 50 100 150 200 250 lendutan [mm] beban [ k N ] BLMC BLGC1 BLGC2 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 -100 -50 0 50 100 150 200 250 lendutan [mm] beba n [ k N ] BLMS BLMC -40 -20 0 20 40 60 80 -100 -50 0 50 100 150 200 250 lendutan [mm] b e ba n [ k N ] BLGS BLGC1 BLGC2

(8)

-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 -100 -50 0 50 100 150 200 lendutan [mm] beban [ k N ] eksperimental BLMS analitikal BLMS

Gambar 9. Perbandingan beban – lendutan balok

BLMS

Gambar 10. Perbandingan beban – lendutan

balok BLMC -40 -20 0 20 40 60 80 100 -100 -50 0 50 100 150 200 lendutan [mm] beba n [ k N ] analitikal BLMC eksperimental BLMC

Gambar 11. Perbandingan beban – lendutan

balok BLGS

Gambar 12. Perbandingan beban – lendutan

balok BLGC1

Gambar 13. Perbandingan beban – lendutan balok

BLGC2

Analisis Hasil Penelitian Analitikal

Pemodelan analitikal dilakukan untuk simulasi perilaku balok uji. Bond slip antara beton dan tulangan memanjang serta tendon diperhitungkan. Hasil pengujian eksperimental digunakan untuk verifikasi model melalui curve-fitting.

Hasil yang diperoleh adalah :

1. Kontur tegangan tekan merupakan riwayat kontur pada saat beban tekan puncak setiap siklus. Secara umum terbentuk pola tegangan tekan (strut) dari tengah bentang mengarah ke tumpuan. Terjadi tegangan tekan yang besar di sekitar end-block akibat adanya gaya prategang. Strut pada balok lentur murni lebih merata. Sedangkan strut pada balok lentur geser lebih lebar.

2. Pada balok lentur murni, kontur tegangan tekan di sekitar bukaan tidak berbeda dengan balok solid. Tetapi pada balok lentur geser, terjadi konsentrasi tegangan di sekitar bukaan.

-40 -20 0 20 40 60 80 -100 -50 0 50 100 150 200 lendutan [mm] b eban [ k N ] analitikal BLGS eksperimental BLGS -40 -20 0 20 40 60 80 -100 -50 0 50 100 150 200 lendutan [mm] be ban [ k N ] analitikal BLGC1 eksperimental BLGC1 -40 -20 0 20 40 60 80 -100 -50 0 50 100 150 200 lendutan [mm] b eba n [ k N ] analitikal BLGC2 eksperimental BLGC2

(9)

Pada bukaan di daerah lentur dominan, konsentasi tegangan terjadi di sisi atas bukaan. Pada bukaan di daerah geser dominan, konsentrasi tegangan terjadi di sisi bawah bukaan. Terjadi pembelokan dan pendistribusian tegangan antara chord atas dan chord bawah bukaan.

3. Pada pembebanan siklik negatif, yaitu pembebanan tarik, beban yang mampu diterima lebih kecil dari pembebanan siklik positif, yaitu rata-rata sebesar 35%, tetapi ternyata strut tegangan tekan lebih lebar pada pembebanan siklik negatif.

Gambar 14. Kontur distribusi tegangan tekan

kondisi elastis dan ultimit balok BLMS

Gambar 15. Kontur distribusi tegangan tekan

kondisi elastis dan ultimit balok BLMC

Gambar 16. Kontur distribusi tegangan tekan

kondisi elastis dan ultimit balok BLGS

Gambar 17. Kontur distribusi tegangan tekan

kondisi elastis dan ultimit balok BLGC1

Gambar 18. Kontur distribusi tegangan tekan

kondisi elastis dan ultimit balok BLGC2

6. REKOMENDASI

1. Perbandingan model analitikal antara balok beton hibrida dan balok beton normal, menghasilkan bahwa perilaku balok beton hibrida hampir sama dengan balok beton normal, sehingga dari penelitian ini dapat direkomendasikan bahwa balok-T hibrida beton normal – ringan dapat digunakan sesuai tujuan semula, yaitu mengurangi massa, tanpa mengurangi kemampuan.

2. Dari variabel lokasi bukaan, balok dapat diberi bukaan untuk melewatkan utilitas pada tempat-tempat yang aman. Lokasi bukaan paling aman terletak di tengah bentang sepanjang 1/3 L. Bukaan di lokasi tumpuan berjarak d hingga 1/3 L dari tumpuan diperbolehkan tetapi akan menurunkan kemampuan balok. Tidak direkomendasi meletakkan bukaan pada tumpuan hingga jarak d dari tumpuan.

(10)

7. DAFTAR PUSTAKA

1. Abdalla, H. dan Kennedy, J.B. (1995), Design of prestressed concrete beams with

openings, ASCE Journal of Structural Engineering, vol. 121, no. 5

2. Ahmad, S.H. dan Roy, B., (1991), Flexural behavior of reinforced high-strength

lightweight concrete beams, ACI Structural Journal, vol. 88, no. 1

3. Barney, G.B, Corley, W.G, Hanson, J.M, dan Parmelee, R.A. (1977), Behaviour &

design of prestressed concrete beam with large web opening, PCI Journal, vol. 22,

no. 6

4. Besari, M. S. dan Lauw, C. G. S. (1999), Behaviour of hybrid concrete T-beams

under monotonic and cyclic loading, 24th Conference on Our World in Concrete

and Structures, Singapore

5. Budiono, B., Munaf, D. R., dan Artiningsih, T. P. (2000), Behaviour of repaired

pretensioned concrete beams under cyclic loading, 12th World Conference on

Earthquake Engineering, Auckland

6. Mansur, M. A., Huang, L. M., Tan, K. H., dan Lee, S. L. (1991), Analysis and design of reinforced concrete beams with large web openings, Journal of The

Institution of Engineers, Singapore

7. Mansur, M. A., Huang, L. M., Tan, K. H., dan Lee, S. L. (1992), Deflection of reinforced concrete beams with web openings, ACI Journal, vol. 89, no. 4

8. Nasser, K. W., Acavalos, A., dan Danile, H. R. (1967), Behaviour and design of

large openings in reinforced concrete beams, ACI Journal, vol. 64, no. 1

9. Park, R., Kent, D. C., dan Sampson, R. A. (1972), Reinforced concrete members

with cyclic loading, Journal of the Structural Division, Proceeding of the ASCE,

vol. 98, no. ST7

10. Pool, R. B. dan Lopes, R. (1986), Cyclically loaded concrete beams with web

openings, ACI Journal, no. 83

11. Ragan, H. S. dan Warwaruk, J. (1967), Tee members with large web openings, Journal of Prestressed Concrete Institute, vol. 12, no. 4

12. Tan, K. H. dan Mansur, M. A. (1996), Design procedure for reinforced concrete

beams with large web openings, ACI Journal, vol. 93, no. 4

13. Wakabayashi, M. (1986), Design earthquake resistant buildings, McGraw-Hill Book Co., USA

Gambar

Gambar 1. Pemasangan jaringan utilitas di bawah lantai tingkat :
Gambar 2. Dimensi bukaan besar menurut New Zealand Standard  Keruntuhan Tarik Diagonal Balok dengan Bukaan
Gambar 4. Jenis benda uji dan sistem pembebanan
Gambar 6. perbandingan beban – lendutan balok  dengan bukaan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi peserta diklat mengenai kemampuan widyaiswara dalam menerapkan pembelajaran orang dewasa dengan hasil

Education (RME) dalam pembelajaran matematika melalui penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) terhadap Minat

Salah satu metode untuk memperoleh informasi tentang pergerakan satwa yaitu penggunaan radio tracking. Penggunaan radio tracking dalam penelitian pergerakan katak sampai

the experiment, Ire used three features .for plant identification i.e. morphology, shape and texture. A lso, we have conducted some research to classify the plant. There are

Syarat formil hukum pidana merupakan asas legalitas yang tersimpul dalam Pasal 1 KUHP “tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan aturan pidana dalam

Pada hari ini Selasa tanggal Dua puluh delapan bulan Juli tahun Dua ribu lima belas, kami selaku Kelompok Kerja Badan Layanan Pengadaan (BLP) Pekerjaan Konstruksi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan serta memperkaya pengetahuan Ilmu Hukum khususnya dibidang Hukum Internasional tentang status kepemilikan

(2) Kepala Kantor Wilayah departemen/lembaga/gubernur atau pejabat yang ditunjuk atas nama menteri/pimpinan lembaga, menetapkan pemimpin proyek dan bendaharawan