• Tidak ada hasil yang ditemukan

288225916-REFERAT-ENSEFALITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "288225916-REFERAT-ENSEFALITIS"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT ENSEFALITIS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak

RSUD Embung Fatimah Batam

Pembimbing : dr. Jamar Hasan, Sp.A

Disusun Oleh : Nur Rahmah Kurnianti

61111020

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD EMBUNG FATIMAH BATAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM TAHUN 2015

(2)

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah, Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat, karunia dan bimbinganNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Ensefalitis. Referat ini disusun untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik ilmu kesehatan anak di RSUD Embung Fatimah Batam.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Jamar Hasan, Sp.A yang telah membimbing dan membantu penulis dalam melaksanakan kepaniteraan dan dalam menyusun referat ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan pada isi referat ini. Oleh karena itu, segala kritik dan saran penulis terima dengan tangan terbuka.

Akhir kata penulis berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta semua pihak yang ingin mengetahui sedikit banyak tentang ensefalitis.

Batam, 10 Oktober 2015

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB I PENDAHULUAN ... 4

1.1 LATAR BELAKANG ... 4

BAB II TINJAUAN PUSAKA ... 5

2.1 ENSEFALITIS ... 5 2.2.1...DEFINISI ... 5 2.2.2...EPIDEMIOLOGI ... 5 2.2.3...KLASIFIKASI ... 6 2.2.4...ETIOLOGI ... 7 2.2 JAPANESE ENSEFALITIS ... 7 2.2.1...DEFINISI ... 7 2.2.2...EPIDEMIOLOGI ... 7 2.2.3...ETIOLOGI ... 8 2.2.4...PATOFISIOLOGI ... 8 2.2.5...MANIFESTASI KLINIS ... 9 2.2.6...PENEGAKAN DIAGNOSA ... 10 2.2.7...DIAGNOSA BANDING ... 13 2.2.8...PENATALAKSANAAN ... 14 2.2.9...KOMPLIKASI ... 16 2.2.10...PROGNOSIS ... 16 2.2.11...PENCEGAHAN ... 16

(4)

BAB III KESIMPULAN ... 17 DAFTAR PUSTAKA

(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.2 LATAR BELAKANG

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Infeksi susunan saraf pusat merupakan masalah yang serius. Diagnosis yang terlambat dan penatalaksanaan yang tidak sesuai akan berakhir dengan kematian atau disabilitas yang serius. Diagnosis yang ditegakkan sedini mungkin serta terapi yang cepat dan tepat dapat membantu mengurangi angka kematian.1

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa). Sebagian besar kasus tidak dapat ditentukan penyebabnya. Angka kematian masih tinggi, berkisar 35%-50%, dengan gejala sisa pada pasien yang hidup cukup tinggi (20-40%). Penyebab tersering dan terpenting adalah virus. Berbagai macam virus dapat menimbulkan ensefalitis dengan gejala yang kurang lebih sama dan khas, akan tetapi hanya ensefalitis herpes simpleks dan varicela yang dapat diobati.1

Ensefalitis terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk primer dan bentuk sekunder. Ensefalitis Primer melibatkan infeksi virus langsung dari otak dan sumsum tulang belakang. Sedangkan ensefalitis sekunder, infeksi virus pertama terjadi di tempat lain di tubuh dan kemudian ke otak.2

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSAKA

2.1 ENSEFALITIS 2.2.1 DEFINISI

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa).1

Ensefalitis merupakan suatu inflamasi parenkim otak yang biasanya disebabkan oleh virus. Ensefalitis berarti jaringan otak yang terinflamasi sehingga menyebabkan masalah pada fungsi otak. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi neurologis anak termasuk konfusi mental dan kejang.3

2.2.2 EPIDEMIOLOGI

Arboviral ensefalitis lebih lazim dalam iklim yang hangat dan insiden bervariasi dari daerah ke daerah dan dari tahun ke tahun. St Louis ensefalitis adalah tipe yang paling umum, ensefalitis arboviral di Amerika Serikat, dan ensefalitis Jepang adalah tipe yang paling umum.4

Usia, musim, lokasi geografis, kondisi iklim regional, dan sistem kekebalan tubuh manusia berperan penting dalam perkembangan dan tingkat keparahan penyakit. Di Amerika Serikat terdapat 5 virus utama yang disebarkan nyamuk: West Nile, Eastern Equine Encephalitis, Western Equine Encephalitis, La Crosse, dan St. Louis Encephalitis. Tahun 1999, terjadi wabah virus West Nile disebarkan oleh nyamuk Culex di kota New York. Virus terus menyebar hingga di seluruh AS. Insidensi di USA dilaporkan 2.000 atau lebih kasus viral ensefalitis per tahun, atau kira-kira 0,5 kasus per 100.000 penduduk. 5

Virus Japanese Encephalitis adalah arbovirus yang paling umum di dunia (virus yang ditularkan oleh nyamuk pengisap darah atau kutu) dan mengenai 50.000 kasus dan 15.000 kematian pertahun di sebagian besar Cina, Asia Tenggara, dan India.4

Indonesia merupakan salah satu daerah endemik di dunia.11

Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan kejadian tertinggi pada mereka yang berusia 3-8 bulan.1

2.2.3 KLASIFIKASI

(7)

 Ensefalitis primer disebabkan oleh infeksi virus langsung ke otak.  Ensefalitis sekunder, diawali adanya infeksi sistemik atau vaksinasi. 2. Klasifikasi berdasarkan penyebab :2,3,5,8

 Ensefalitis supurativa :

Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan M.tuberculosa.

 Ensefalitis virus :

Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia : a. Virus RNA

Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili Rabdovirus : virus rabies

Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virusdengue) Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)

Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria b. Virus DNA

Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalovirus,virus Epstein-barr

Poxvirus : variola, vaksinia Retrovirus : AIDS

 Ensefalitis karena parasit : Malaria serebral

Toxoplasmosis Amebiasis

 Ensefalitis fungus :

Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis.

 Riketsiosis Serebri 2.2.4 ETIOLOGI

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah virus.

(8)

1. Infeksi virus yang bersifat epidemik

 Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

 Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley encephalitis.

2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi baru Japanese B encephalitis yang ditemukan.6,7

2.2 JAPANESE ENSEFALITIS 2.2.1 DEFINISI

Japanese Ensefalitis adalah suatu penyakit yang menyerang susunan saraf pusat (otak, medula spinalis, dan meningen) yang disebabkan oleh japanese enselofati virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk.9

2.2.2 EPIDEMIOLOGI

Pada beberapa daerah yang sangat endemik hampir semua penduduk dapat terkena infeksi dan sebagian infeksi bersifat asimtomatik. Hal ini terjadi pada infeksi japanese ensefalitis di Jepang. Japanese ensefalitis adalah penyebab utama ensefalitis virus di Asia. Kurang lebih 50000 kasus terjadi setiap tahun di Cina, Jepang, Korea dan India.4

Indonesia termasuk daerah endemik japanese enselofalitis. Insiden tertinggi terdapat di Bali, Nusa Tenggara, Provinsi di Borneo, Sulawesi dan Maluku.11

Terdapat 50,4 juta kasus di tahun 2010, yang mengenai usia 0-14 tahun sebanyak 13,6 juta dan lebih dari 1 tahun sebanyak 36,5 juta.

2.2.3 ETIOLOGI

Japanese ensefalitis disebabkan oleh japanese ensefalitis virus (JEV), arbovirus grup B genus flafivirus famili flaviviridae. Bentuknya sferis dengan diameter 40-60nm,

(9)

inti virion berisi asam ribonukleat (RNA) berupa rantai tunggal yang bergabung dengan protein yang disebut nukleoprotein. sebagai pelindung inti virion terdapat kapsid yang terdiri dari polipeptida. Diluar kapsid tersebut terdapat selubung. Virus relatif labil terhadap demam, rentan terhadap berbagai pengaruh disinfektan, deterjen, pelarut lemak dan enzim proteolitik. Infektivitasnya paling stabil pada pH 7-9. 9

2.2.4 PATOFISIOLOGI

Virus yang masuk melalui gigitan nyamuk culex menuju ke kelenjar getah bening dan berkembang biak kemudian masuk ke peredaran darah dan menimbulkan viremia pertama yang sifatnya ringan dan berlangsung sebentar. Melalui aliran darah virus menyebar ke organ tubuh susunan saraf pusat dan organ ekstraneural. Pada organ ekstraneural virus berkembang biak dan masuk kembali ke pembuluh darah dan menyebabkan viremia kedua yang bersamaan dengan penyebaran infeksi di jaringan dan menimbulkan gejala penyakit sistemik.9

Cara virus dapat menembus sawar otak tidak diketahui secara pasti, diduga setelah terjadi viremia virus menembus dan berkembang biak pada sel endotel vaskular dengan cara endotosis sehingga dapat menembuh sawar otak. Virus berkembang biak dengan cepat pada retikulum endoplasma yang kasar serta badan golgi dan menghancurkannya. Akibat infeksi virus tersebut permeabilitas sel neuron, glia dan endotel meningkat, mengakibatkan cairan di luar sel mudah masuk ke dalam sel dan timbulah edema sitotoksik yang akan memberikan manifestasi klinis berupa ensefalitis. Area otak yang terkena dapat pada thalamus, ganglia basal, batang otak, serebelum, hipokampus dan korteks serebral.9

Japanese enselofalitis juga tergolong neurotropik yang dapat menimbulkan jaringan saraf dimana tubuh akan membentuk antibodi antivirus setelah terjadi viremia. Hal ini akan membentuk kompleks antigen antibodi yang beredar dalam darah dan masuk ke salam susunan saraf pusat sehingga menimbulkan proses inflamasi dengan akibat edema dan selanjutnya terjadi anoksia dan akhirnya terjadi kematian sel susunan saraf pusat. Spektrum patogenesis virus japanese ensefalitis :9

 Ensefalitis fatal : didahului viremia dan perkembangan virus ekstraneural yang hebat

 Ensefalitis subklinis : didahului viremia ringan, infeksi otak lambat dan kerusakan otak ringan

(10)

 Infeksi asimptomatik : hampir tidak ada viremia, terbatas replikasi ekstraneural dan tidak ada reinvasi

 Infeksi persisten 2.2.5 MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis japanese ensefalitis tidak berbeda dengan ensefalitis yang disebabkan oleh mikroorganisme lain, bervariasi tergantung dari berat ringannya kelainan susunan saraf pusat. Pada japanese ensefalitis, semua bagian susunan saraf pusat dapat meradang, gejalanya yaitu nyeri kepala, kacau mental, tremor lidah bibir dan tangan, rigiditas pada lengan atau pada seluruh badan, kelumpuhan dan nistagmus.10

Masa inkubasi 4-14 hari setelah itu perjalanan penyakit akan melalui 4 stadium:9

Stadium Prodromal

 Berlangsung 2-3 hari

 Gejala dominan yaitu demam, nyeri kepala, dengan atau tanpa menggigil. Demam dan nyeri kepala hebat pada umumnya tidak bisa dihilangkan dengan pemberian antipiretik dan analgesik

 Keluhan sistem pernapasan yaitu batuk dan pilek

 Keluhan sistem perncernaan yaitu mual, muntah dan nyeri epigastrium Stadium Akut

 Berlangsung 3-4 hari  Demam tinggi

 Nyeri dan kaku leher

 Gejala tekanan intrakranial meningkat yaitu  Gangguan keseimbangan dan koordinasi  Kelemahan otot-otot

 Tremor

 Kaku pada wajah (topeng); tanpa ekspresi, ataksia  nyeri kepala hebat

 mual dan muntah

 kejang, penurunan kesadaran dari apatis hingga koma

 Iritasi meningitis berupa kaku kuduk timbul 1-3 hari setelah sakit Stadium Subakut

 Gejala gangguan saraf pusat berkurang namun seringkali pasien menghadapi masalah pneumonia ortostatik, infeksi saluran kemih dan dekubitus.

 Gangguan fungsi saraf dapat menetap seperti paralisis spastik, hipertrofi otot sebagai akibat perawatan lama, pemasangan kateter dan gangguan saraf serta ekstrapiramidal

(11)

Stadium Konvalesens  Berlangsung lama

 ditandai dengan kelemahan, letargi, gangguan koordinasi, tremor dan neurosis.  Berat badan menurun

Gejala sisa

 Adanya sequele ditemukan pada 5-70% kasus, umumnya pada anak usia dibawah 10 tahun dan pada bayi akan lebih berat

2.2.6 PENEGAKAN DIAGNOSA Anamnesis9

 Demam tinggi, nyeri kepala  kesadaran menurun

 Kejang bersifat umum atau fokal. Dapat ditemukan sejak awal ataupun dalam perjalanan penyakitnya

 Keluhan dan gejala timbul pada hari ke 3-5 berupa kaku kuduk, kaku otot, koma, pernapasan abnormal, dehidrasi dan penurunan berat badan

 keluhan lain refleks tendon meningkat, paresis Pemeriksaan Fisik1

 Hiperpireksia

 Kesadaran menurun sampai koma dan kejang

 Kelumpuhan tipe upper motor neuron (spastis, hiperrefleks, reflek patologis dan klonus)

 Termasuk tanda-tanda meningitis : ubun-ubun menonjol (Bulging fontanel) pada bayi muda dan kaku kuduk atau tanda Kernig positif pada anak yang lebih tua).

Bulging Fontanel Menurut WHO kriteria japanese ensefalopatis

(12)

 Gejala rangsang meningeal (kaku kuduk, opitotonus, laseque, kernique, brudzinsky I dan II)

 Gejala rangsang korteks (kejang, gerakan involunter)

 Gangguan kesadaran (disorientasi, derilium, somnolen sampai koma)  Gangguan saraf otak (terutama N IX dan N X berupa suara pelan dan parau)  Gejala piramidal (kelumpuhan) dan ekstrapiramidal (kaku otot serta gerakan

involunter)

 Cairan otak jernih, protein positif, glukosa <100mg/dl

Pemeriksaan penunjang9

a. Pemeriksaan Darah

Akan ditemukan anemia dan leukositosis ringan, rata-rata 13000/mL, Polimorfonuklear lebih banyak dari mononuklear, trombositopenia ringan dan peningkatan LED. Natrium serum dapat turun karena sekresi ADH yang tidak adekuat.

b. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal

Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) bisa normal atau menunjukkan abnormalitas ringan sampai sedang.

 Cairan tampak jernih sampai opalesens  Pleositosis bervariasi antara 20-5000/mL  Hitung jenis didominasi sel limfosit  Protein meningkat 50-200 mg/dl  Glukosa normal atau dapat menurun

 Caira serebrospinal jarang mengandung virus kecuali kasus berat atau fatal c. Pemeriksaan Uji Serologi

Uji diagnostik baku untuk japanese enselofalitis adalah pemeriksaan IgM Capture dengan cara ELISA (Enzyme linked imunno sorbent assay) dari serum atau cairan serebrospinal. Sensitivitasnya mendekati 100%.

o Imunno adherence hemaglutinin assay (IAHA)

Positif jika terdapat peningkatan titer antibodi sebesar ≥ 4 kali o Uji Hemaglutinin Inhibisi (HI)

Positif bila titer antibodi serum akut ≥ 1/20 atau pada spesimen konvalesens meningkat ≥ 4 kali. Keunggulan dengan cara ini adalah peralatan laboratorium sederhana, reagennya mudah didapat, serta biaya relatif murah.

o Teknik konvesional seperti Immunofluorecent antibody (IFA), Complement fraction (CF)

(13)

Diagnosis japanese enselofalitis di daerah endemis infeksi dengue, Innis melaksanakan uji serologi terhadap serum dan CSS dengan ELISA. Spesimen serum dan CSS baik akut maupun konvalesens diperiksa IgM dan IgG anti dengue dan japanese enselofati. Dikatakan positif jika bila lebih besar 40 unit. Hanya IgM anti japanese enselofalitis yang lebih besar atau sama dengan 40 unit dapat diklasifikasikan pasien japanese enselofalitis. Hasil dari 4 uji serologi dibandingkan, hasil rata-rata IgM anti dengue dengan IgM anti JE < 1 (satu) adalah khas infeksi japanese enselofalitis.11

Pemeriksaan Konfirmasi9

a. Isolasi Virus

Isolasi virus jarang didapat namun pada darah dapat disolasi selama stadium akut sedangkan dari CSS dapat disolasi pada stadium akut.

b. Pemeriksaan RT-PCR

Deteksi RNA Virus JE dapat menggunakan Reverse transcription PCR amplification (RT-PCR), hanya positif bila dilakukan pada fase viremia. Spesimen pemeriksaan ini darah atau CSS dan dilakukan pada minggu pertama sakit.

Pemeriksaan Lain-lain9

a. Pencitraan (CT Scan dan MRI) dapat mendukung diagnosis. Dapat memperlihatkan adanya lesi bilateral pada thalamus yang disertai perdarahan. Gambar CT Scan pada ensefalitis. Ganglia basalis, pons, medula spinalis dan serebelum juga terlihat abnormal.

b. Pemeriksaan elektroenselografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting pada pasien enselofalitis. Pada Japanese encephalitis dihubungkan dengan tiga tanda EEG:

1. Gelombang delta aktif yang terus-menerus

2. Gelombang delta yang disertai spike (gelombang paku) 3. Pola koma alpha.

c. Pemeriksaan Histopatologi

Perubahan abnormal dari talamus, substansia nigra, hipokampus, serebelu, medula spinalis termasuk degenerasi fokal saraf dengan proliferasi difus dan fokal mikroglia dan perivaskuler lymphocytic cuffing

d. Pemeriksaan Immunocytochemistry

Dapat melihat protein spesifik JE jika uji serologi dan isolasi virus tidak dapat dilakukan.

(14)

2.2.7 DIAGNOSA BANDING

Diagnosis banding dari ensefalitis adalah:9

1. Meningitis TBC yang dapat disingkirkan dengan uji mantoux positif, biakan dari cairan serebrospinal positif

2. Meningitis bakterialis, uji cairan serebrospinalnya purulen 3. Herpes Zoster, kelumpuhan saraf kranial satu sisi.

4. Leptospirosis, pada pemeriksaan fisik didapatkan ikterus dan hepatosplenomegali.

2.2.8 PENATALAKSANAAN

Tidak ada pengobatan spesifik pada japanese enselofalitis. Namun, terapi suportif dan perawatan dengan cepat dapat mengurangi kasus yang fatal. Oleh karena itu, penting bahwa kasus ensefalitis harus dirujuk ke rumah sakit sedini mungkin sehingga pengobatan dimulai tanpa menunggu hasil laboratorium serologi. Perawatan untuk JE akan mencakup:9,12

1. Pengobatan Simtomatik a) Menghentikan kejang

(15)

Diazepam intravena, dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan dosis maksimal pada anak yang berumur kurang dari 5 tahun diberikan 5 mg, anak 5-10 tahun diberikan 7,5 mg dan lebih dari 10 tahun diberikan 10 mg. Kecepatan pemberian 1 mg/menit. Jika tetap kejang diulangi sekali lagi setelah 15 menit. Jika tidak tersedia diazepam intravena bisa diganti diazepam per-rektal 5 mg dan 10 mg ketentuan dosis seperti di atas. Jika kejang berhenti berikan fenobarbital oral 5 mg/kgBB/kali dibagi dalam 2 dosis. Bila sebelumnya pasien menunjukkan kejang lama atau status konvulsi, setelah awal 50 mg untuk anak berumur 1 bulan-1 tahun, 75 mg untuk anak lebih dari 1 tahun. Setelah lebih dari 4 jam disusul fenobarbital oral sebagai rumatan 8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari dan untuk selanjutnya 4-5 mg/kgBB/hari.

b) Menurunkan demam

 Obat antipiretik : parasetamol

 Suportif : Istirahat dan kompres hangat

c) Mencegah dan mengobati tekanan intrakranial meninggi  Mengurangi edema otak

Deksametason intravena dosis tinggi 1 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis diberikan beberapa hari dan diturunkan secara perlahan bila tekanan intrakranial menurun. Deksametason dapat memperbaiki integritas membran sel. Obat lain yang dapat menurunkan tekanan intrakranial adalah manitol hipertonik 20% dengan dosis 0,25-1 mg/kgBB melalui infus intravena selama 10-30 menit dapat diulangi tiap 4-6 jam. Obat ini dapat menarik cairan ektravaskular ke dalam pembuluh darah otak. Untuk meningkatkan aliran darah pada pembuluh darah balik, ditidurkan posisi netral dengan kepala lebih tinggi 20-30° sehingga terjadi penurunan tekanan intrakranial.

 Mempertahankan fungsi metabolisme otak

Cairan yang glukosa 10% sehingga kadar gula darah menjadi normal, 100-150 mg/dl. Hindari hipertermia dan serangan kejang.

2. Pengobatan Penunjang a) Perawatan Jalan Napas

Miring ke arah kanan dengan kepala yang lebih rendah 20° dari badan untuk menghindari terjadinya aspirasi lendir atau muntahan. Bebaskan jalan nafas, pakaian dilonggarkan, bila perlu dilepaskan. Isap lendir atau bersihkan mulut dari lendir. Hindari gigitan lidah dengan menaruh spatel lidah atau sapu tangan. Jika

(16)

ada kegagalan pernafasan minimal, dapat dipakai oksigen inhalasi atau ventilator mekanik, pernafasan buatan atau intubasi endotrakeal.

b) Pemeliharaan Sirkulasi

Secara rutin pantau frekuensi nadi, pengisian nadi, tekanan darah, dan tanda-tanda syok.

c) Pemberian Cairan Intravena

Untuk keseimbangan cairan dan elektrolit. d) Pemberian Antibiotik

Diberikan selama belum bisa menyingkirkan meningitis bakterialis. Dalam kesadaran menurun, ampisilin tetap diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. 2.2.9 KOMPLIKASI

Dalam beberapa kasus, pembengkakan otak dapat menyebabkan kerusakan otak permanen dan komplikasi yang menetap seperti kesulitan belajar, masalah berbicara , kehilangan memori, atau berkurangnya kontrol otot.3

2.2.10 PROGNOSIS

Prognosis JE tergantung dari beberapa faktor antara lain:9

a. Usia. Pada anak kecil akan didapatkan gejala sisa yang lebih sering dan lebih banyak ragamnya daripada anak yang lebih besar.

b. Gejala klinis. Gejala sisa yang timbul sangat erat kaitannya dengan berat ringannya klinis pada stadium akut. Demam tinggi yang berlangsung lama, kejang hebat dan sering, depresi pernafasan yang timbul dini akan mengakibatkan prognosis buruk. Manifestasi gejala sisa dapat berupa gangguan mental, emosi yang labil, koreoatetosis, parkinson, tremor, gangguan bicara, paresis, posisi deserebrasi, sizoprenia, paralisis dan retardasi mental.

c. Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal. Kadar protein yang tinggi prognosisnya kurang baik.

2.2.11 PENCEGAHAN

Pencegahan Japanese ensefalitis yang dapat dilakukan sebagai berikut : 1. Early treatment (pengobatan awal) pada demam tinggi atau infeksi

2. Hindari menghabiskan waktu di luar rumah pada waktu senja ketika nyamuk aktif menggigit.

(17)

4. Japanese ensefalitis dapat dicegah dengan 3 dosis vaksin ketika akan berpergian ke daerah dimana virus penyebab penyakit ini berada. Menurut CDC (Centers for Disease Control and Prevention), vaksin ini dianjurkan pada orang yang akan menghabiskan waktu satu bulan atau lebih di daerah penyebab penyakit ini dan selama musim transmisi. Virus japanese ensefalitis dapat menginfeksi janin dan menyebabkan kematian.3,8,13-06accine to

VACCIN

E TRADENAME AGE DOSE(mL) ROUTE SCHEDULE BOOSTER1

JE vaccine, inactivate d Ixiaro (Valneva ) ≥17 y 0.5 IM 0, 28 d ≥1 y after primary series 3–16 y 0.5 IM 0, 28 d Data not available 2 mo–2

(18)

2.2.12 BAB III

2.2.13 KESIMPULAN 2.2.14

1. Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan protozoa). Penyebab tersering dan terpenting adalah virus.

2. Berbagai macam virus dapat menimbulkan ensefalitis dengan gejala yang kurang lebih sama dan khas.

3. Kejadian terbesar adalah pada anak-anak di bawah 4 tahun dengan kejadian tertinggi pada mereka yang berusia 3-8 bulan.

4. Indonesia merupakan salah satu daerah endemik japanese ensefalitis di dunia. Japanese ensefalitis disebabkan oleh japanese ensefalitis virus (JEV), arbovirus grup B genus flafivirus famili flaviviridae.

5. Gejala khas ensefalitis berupa demam tinggi, penurunan kesadaran dan kejang.

6. Penegakan diagnosa japanese ensefalitis untuk pastinya berupa pemeriksaan cairan serebrospinal, serologi dan isolasi virus serta pemeriksaan tambahan yaitu pemeriksaan darah, pencitraan dan EEG

7. Penatalaksanaan dari japanese ensefalitis berupa pengobatan simtomatik dan penunjang. Tidak ada obat yang spesifik untuk japanese ensefalitis.

8. Prognosis Japanese ensefalitis tergantung dari usia dan gejala klinis. Umumnya buruk karena menimbulkan gejala sisa sequele.

(19)

10. DAFTAR PUSTAKA 11.

1. Antonius H, Badriul H, dkk. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : IDAI, 2009 :67-70

2. Sevigny, Jeffrey MD. Frontera, Jennifer MD. Acute Viral Encephalitis. Brust, John C.M. In: Current Diagnosis & Treatment In Neurology. International Edition. New York. Mc Graw Hill. 2007;p449-54

3. Saharso, Darto. Hidayati, Siti Nurul. Infeksi Virus Pada Susunan Saraf Pusat. Soetomenggolo, Taslim S. Ismael, Sofyan. Dalam: Buku Ajar Neurologi Anak. Cetakan ke-2. Jakarta. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2000;hal373-5.

4. Lazoff M. Encephalitis. [ Online ] February 26, 2010 . Available from : URL ; www.emedicine.medscape.com/article/791896/overview/htmL Diunduh pada 30 September 2015

5. Markam,S.Ensefalitis dalam Kapita Selekta Neurologi Ed ke-2,Editor :Harsono.,Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.2000;hal 155-6.

6. Arvin A.M Penyakit Infeksi dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Edtor:Wahab SA.EGC Jakarta.2000;hal 1141-53

7. Jeffrey Hom, MD. Pediatric Meningitis and Encephalitis Differential Diagnoses. Richard G, Bachur,MD. Updated on April 19th, 2011. Available

from http://emedicine.medscape.com/article/802760-differential. Accessed September 31,2015

8. Prober, Charles G. Meningoensefalitis. Nelson, Waldo E. Dalam: Nelson Ilmu Kesehatan Anak Ed.15 Vol.2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996;hal880-2.

9. Soedarmo SPS et al, 2012.Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua. Jakrata: IDAI.

10. Todd, Mundy.MD. Encephalitis Prevention. Michael D, Burg MD. 2012. Available from http://www.emedicinehealth.com/encephalitis/page9_em.htm. Accessed on October 1, 2015.

11. Innis BL, Nisalak A, et al. An Enzyme linked Imunnosorbent Assay to characterize dengue infections where dengue and japanese encephalitis co-circulate. Am J Trop Hyg1989;40:418-22.

12. National Institute of Communicable Disease and WHO, 2006.Guidline for Prevention and Control of Japanese Enchephalitis. Delhi

13. CDC. Japanese encephalitis vaccines: recommendations of the Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP). MMWR Recomm Rep. 2010 Mar 12;59(RR-1):1–27.

(20)

14. Grant L Campbell, Susan L Hills, Marc Fischer, Julie A Jacobson, Charles H Hoke, Joachim M Hombach, Anthony A Marfin, Tom Solomon, Theodore F Tsai, Vivien D Tsu & Amy S Ginsburg. Estimated global incidence of Japanese encephalitis: a systematic review. Bulletin of World Health Organitazion; Volume 89, Number 10, P766-774E. Published on October 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam (J) memberikan pengaruh terhadap variabel pengamatan tinggi tanaman umur 2 MST, warna daun umur 5 MST, warna daun umur 7

Berdasarkan hasil prediksi dari sampel 300 indukan yang berasal dari 1 desa selama 40 bulan akan diperoleh anak kambing PE betina yang dapat dijadikan bibit untuk

$enyebutan desa di Indonesia berbeda-beda pada setiap daerahnya 9da yang me nyebutnya D*agariD, seperti di Sumatra Barat, DEampongD di  *anggroe 9ceh %arussalam,

a) Credibility, yaitu memulai komunikasi dengan membangun kepercayaan. Oleh karena itu, untuk membangun berita kepercayaan itu berawal dari kinerja, baikpihak komunikator maupun

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, Sistem Rekomendasi Tempat Wisata di Malang Raya dengan Metode Fuzzy Berbasis Web dapat diterima oleh user dan sudah sesuai

STIKES Yayasan Rumah Sakit Dr. Soetomo sebagai perguruan tinggi menerapkan program pelatihan dan pengembangan bagi Dosen STIKES Yayasan Rumah.. Soetomo dan dosen diberikan

z Digunakan untuk menyajikan data   dalam bentuk kolom dan baris,   tujuannya agar   informasi. dapat ditampilkan secara lebih terstruktur