• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN PEMANGKASAN PRODUKSI APEL (Malus sylvestris Mill.) DI AGROWISATA KRISNA, NONGKOJAJAR, PASURUAN, JAWA TIMUR NURUL HUDA APRILIANTI A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN PEMANGKASAN PRODUKSI APEL (Malus sylvestris Mill.) DI AGROWISATA KRISNA, NONGKOJAJAR, PASURUAN, JAWA TIMUR NURUL HUDA APRILIANTI A"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

(Malus sylvestris Mill.) DI AGROWISATA KRISNA,

NONGKOJAJAR, PASURUAN, JAWA TIMUR

NURUL HUDA APRILIANTI

A24061835

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

NURUL HUDA APRILIANTI. Pengelolaan Pemangkasan Produksi Apel (Malus sylvestris Mill.) di Agrowisata Krisna, Nongkojajar. Pasuruan. Jawa Timur. (Dibimbing oleh WINARSO D. WIDODO)

Kegiatan magang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman tentang aspek produksi, teknis, dan pengelolaan perkebunan apel pada kondisi yang sebenarnya, serta mempelajari pengelolaan usaha perkebunan apel dengan aspek khusus pengelolaan pemangkasan produksi. Magang dilakukan 16 Februari-16 Juni 2010 di Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur.

Kegiatan magang yang dilakukan selama empat bulan meliputi pekerjaan langsung di lapangan sebagai karyawan lapangan selama satu bulan dan sebagai asisten manajer selama tiga bulan. Kegiatan yang dikerjakan di lapangan sebagai karyawan lapangan meliputi penyulaman tanaman, perompesan, pemangkasan, pelengkungan cabang, pengendalian OPT, pemanenan, dan pengelolaan pasca panen. Kegiatan yang dilakukan sebagai asisten manajer yaitu mengawasi kegiatan karyawan lapangan, mengorganisasikan karyawan, serta membuat laporan kebutuhan fisik dan biaya operasional. Kegiatan lain yang dilakukan antara lain studi banding ke kebun apel di sekitar perusahaan.

Pengamatan pengelolaan pemangkasan produksi dilakukan terhadap tanaman contoh yang dipilih secara acak pada satu blok dengan jumlah tanaman sebanyak 800 tanaman. Jumlah tanaman contoh yang dipilih sebanyak 10 tanaman apel kultivar Rome Beautydan 10 tanaman apel kultivar Manalagi. Lima tanaman dari masing-masing kultivar dipangkas dengan selisih waktu satu minggu, yaitu pada 14 dan dan 21 hari setelah panen. Pengamatan difokuskan pada peubah pembungaan dan pembentukan buah yang meliputi jumlah tunas campuran per cabang, jumlah tunas vegetatif per cabang, waktu pembungaan, jumlah bunga per cabang, tingkat kerontokan bunga, jumlah buah per tanaman, dan pertumbuhan buah. Pengamatan-pengamatan tersebut dilakukan pada tiga cabang per tanaman contoh yang telah dipilih.

(3)

Pemangkasan produksi yang dilaksanakan di Agrowisata Krisna sudah dilakukan dengan baik secara teknis, dilihat dari persentase pecah tunas campuran yang lebih banyak dibanding persentase pecah tunas vegetatif baik pada Rome Beauty maupun Manalagi. Persentase pecah tunas campuran pada kultivar Rome Beauty mencapai 75.53 % pada tanaman yang dipangkas 14 hari setelah panen dan 82.24 % pada tanaman yang dipangkas 21 hari setelah panen. Persentase pecah tunas campuran pada kultivar Manalagi mencapai 55.81% pada tanaman yang dipangkas 14 hari setelah panen dan 44.10 % pada tanaman yang dipangkas 21 hari setelah panen.

Waktu pemangkasan produksi yang tidak serempak menyebabkan adanya tingkat perkembangan yang berbeda antara tanaman yang satu dengan yang lain dalam satu blok, antara lain pada peubah pertambahan jumlah tunas vegetatif dan pertambahan tunas campuran pada Rome Beauty dan Manalagi, serta jumlah buah pada Rome Beauty. Pemangkasan pada 14 hari setelah panen memberikan hasil lebih baik daripada pemangkasan pada 21 hari setelah panen dilihat dari jumlah tunas campuran per cabang, jumlah bunga, serta pertumbuhan buah.

(4)

iv

PENGELOLAAN PEMANGKASAN PRODUKSI APEL

(Malus sylvestris Mill.) DI AGROWISATA KRISNA,

NONGKOJAJAR, PASURUAN, JAWA TIMUR

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

NURUL HUDA APRILIANTI

A24061835

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(5)

Judul

:

PENGELOLAAN

PEMANGKASAN

PRODUKSI

APEL (Malus sylvestris Mill.) DI AGROWISATA

KRISNA, NONGKOJAJAR, PASURUAN, JAWA

TIMUR

Nama

:

NURUL HUDA APRILIANTI

NRP

: A24061835

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS. NIP. 19620831 198703 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr. NIP. 19611101 198703 003

(6)

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 April 1988 di Salatiga, Jawa Tengah.

Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Fauzi Ahmad Yulianto dan Ibu Darmini.

Riwayat pendidikan penulis bermula dari SDN Tegalrejo I Salatiga yang

berhasil diselesaikan pada tahun 2000. Tahun 2003 penulis lulus dari SLTPN I Salatiga dan melanjutkan studi di SMAN I Salatiga, yang diselesaikan

pada tahun 2006. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI, kemudian diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian pada tahun 2006.

Selama kuliah, penulis tergabung dalam organisasi kemahasiswaan daerah Patra Atlas (Semarang). Penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan kepanitiaan. Pada tahun 2007 penulis menjadi koordinator pulang bareng Patra Atlas. Tahun 2008 penulis bergabung dalam kepanitiaan Festival Tanaman (FESTA) XXIX dan Masa Pengenalan Departemen (MPD) Herbal. Tahun 2009 penulis bergabung kembali dalam kepanitiaan Festival Tanaman (FESTA) XXX dan panitia Temu Keluarga Agronomi (TEGAR) 2009 serta panitia Suksesi Patra Atlas.

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Pengelolaan Pemangkasan Produksi Apel (Malus sylvestris Mill.) di Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat penyelesaian tugas akhir Program Sarjana Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada orang tua dan kakak yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Diny Dinarti, M.Si atas bimbingan dan arahan selama magang dan penyusunan skripsi sampai pelaksanaan seminar hasil magang, Dr. Ir. Winarso D. Widodo MS atas bimbingan dan arahan selama pelaksanaan magang dan penyusunan skripsi, Ani Kurniawati, S.P, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, H. Soepandi sebagai pembimbing lapangan, seluruh karyawan Agrowisata Krisna, Mbak Nurul, dan keluarga atas tempat tinggal dan bantuan selama pelaksanaan magang, serta teman-teman AGH 43 tercinta. Semoga sripsi ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2011

(8)

viii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix DAFTAR LAMPIRAN ... x PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Botani Apel ... 3 Syarat Tumbuh ... 3 Budidaya Apel ... 4 Pemangkasan Tanaman ... 9 METODE MAGANG ... 11

Waktu dan Tempat ... 11

Metode Pelaksanaan ... 11

Analisis Data dan Informasi ... 12

KEADAAN UMUM ... 13

Sejarah Perusahaan ... 13

Letak Geografis atau Letak Wilayah Administratif... 13

Keadaan Iklim dan Tanah ... 13

Luas Areal dan Tata Guna Lahan ... 14

Keadaan Tanaman dan Produksi ... 15

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 15

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 17

PENGELOLAAN PEMANGKASAN PRODUKSI DI AGROWISATA KRISNA ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Data Kebutuhan Pupuk untuk Tanaman Apel per Pohon ... 6

2. Pemupukan di Kusuma Agrowisata ... 7

3. Keadaan Klimatologi Nongkojajar Bulan Februari-20 Juni 2010 ... 14

4. Jumlah Karyawan Agrowisata Krisna Tahun 2010 ... 16

5. Produksi dan Produktivitas Apel Tahun 2006-2009 di Agrowisata Krisna ... 17

6. Produksi Rata-Rata Tanaman Apel berdasarkan Umur Tanaman ... 18

7. Kultivar dan Karakteristik Apel yang Dihasilkan Agrowisata Krisna ... 28

8. Grade Apel di Daerah Nongkojajar ... 29

9. Perbandingan Prestasi Kerja Karyawan Agrowisata Krisna dengan Penulis ... 33

10. Waktu Pangkas, Pecah Tunas, Bunga Mekar Serempak, dan Muncul Buah... 34

11. Jumlah Mata Tunas Awal, Persentase Pecah Tunas Campuran, dan Persentase Pecah Tunas Vegetatif ... 35

12. Jumlah Tunas Vegetatif dan Tunas Campuran per Cabang ... 36

13. Jumlah Bunga pada Rome Beauty dan Manalagi ... 37

14. Tingkat Kerontokan Bunga dan Persentase Fruit Set ... 37

15. Jumlah Buah pada Rome Beauty dan Manalagi ... 39 16. Pertambahan Diameter Buah pada Rome Beauty dan Manalagi 40

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Penyambungan Tanaman ... 18

2. Hasil Pangkasan pada Apel ... 20

3. Pelengkungan Cabang ... 21

4. Mata Tunas yang Mulai Terdiferensiasi ... 23

5. Pemberian Pupuk Kandang ... 24

6. Gejala Serangan Hama pada Tanaman Apel ... 25

7. Gejala Serangan Penyakit pada Tanaman Apel ... 26

8. Alat-alat dalam Sortasi dan Grading ... 29

9. Produk Olahan Apel Agrowisata Krisna ... 30

10. Proses Pembuatan Cuka Apel ... 31

11. Mata Tunas pada Apel ... 35

12. Bunga pada Apel ... 36

13. Pertambahan Jumlah Bunga pada Kultivar Rome Beauty dan Manalagi ... 37

14. Fase Perkembangan Buah pada Apel Rome Beauty ... 39

15. Fase Perkembangan Buah pada Apel Manalagi ... 39

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Karyawan Lapangan di Agrowisata Krisna, Andonosari, Nongkojajar, Tutur, Pasuruan, Jawa Timur ... 44 2. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Asisten Manajer di

Agrowisata Krisna, Andonosari, Nongkojajar, Tutur, Pasuruan, Jawa Timur ... 46 3. Data Curah Hujan Nongkojajar Tahun 2000-2009 ... 50 4. Peta Areal Agrowisata Krisna ... 55 5. Luas Areal Pertanaman Apel Wisata Petik Masing-masing Blok

di Agrowisata Krisna ... 55 6. Data Produksi Apel Agrowisata Krisna Tahun 2008-Maret 2010 56

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konsumsi apel per kapita di Indonesia mengalami peningkatan dari 0.52 kg per tahun pada tahun 2004 menjadi 0.62 kg per tahun pada tahun 2005 berdasarkan Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (2006). Produksi apel nasional belum mencukupi permintaan sehingga harus dipenuhi dengan apel impor. Menurut Sarwanto (2008), apel menduduki peringkat pertama impor buah Indonesia diikuti oleh pir, jeruk, durian, dan anggur. Volume impor apel Indonesia mengalami kenaikan dari 126 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 145 ribu ton pada tahun 2008.

Apel lokal sebenarnya mempunyai kelebihan dibandingkan dengan apel impor, diantaranya dalam hal kesegaran dan kandungan nilai gizi. Buah impor karena harus melalui alur transportasi yang lama dan harus selalu berada di dalam alat pendingin, kandungan gizinya sudah jauh berkurang (Dimyati dan Sukirno, 2007). Hasil penelitian Permatasari (2009) menunjukkan bahwa 50 % konsumen bersikap positif terhadap parameter kemasan, harga, label, kualitas, dan kandungan gizi apel lokal, sementara 47 % bersikap netral dan 3 % bersikap negatif. Ketersediaan apel lokal yang lebih sedikit dibandingkan apel impor di pasar merupakan salah satu penyebab konsumen lebih memilih apel impor.Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas apel masih sangat dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan nasional dan dapat membuka peluang untuk ekspor.

Produksi apel dipengaruhi oleh pelaksanaan teknis budidaya. Kegiatan budidaya apel secara umum meliputi pembibitan, penanaman, pemupukan, perompesan, pemangkasan, pelengkungan cabang, penyiraman, pengapuran, penjarangan buah, dan pengendalian OPT. Pelaksanaan teknis budidaya yang tepat diharapkan dapat meningkatkan produksi apel.

Wilayah tropika tidak memiliki musim gugur sehingga pohon apel tidak dapat berbunga apabila tidak dirompes dan dipangkas. Perompesan berguna untuk mematahkan dormansi sebagai pengganti musim gugur, sedangkan pemangkasan untuk mendorong pecahnya tunas dan mempengaruhi banyaknya tunas bunga dan tunas daun (tunas vegetatif) yang terbentuk.

(13)

Prastowo et al. (2006) menyatakan, pemangkasan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber energi (unsur hara dan sinar matahari) untuk memperoleh percabangan yang ideal dan seimbang sehingga distribusi daun merata dalam penerimaan sinar matahari, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil produksi dan mutu buah.

Kegiatan magang diharapkan dapat memberikan gambaran tentang produksi apel pada kondisi yang sebenarnya. Magang dilakukan di salah satu sentra produksi apel Indonesia yang bertempat di Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur.

Tujuan

Tujuan dari kegiatan magang ini secara umum adalah untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman tentang aspek produksi, aspek teknis, dan pengelolaan perkebunan apel pada kondisi yang sebenarnya. Tujuan khusus dari kegiatan magang ini dititikberatkan pada aspek pemangkasan produksi.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Apel

Tanaman apel termasuk dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Rosales, famili Rosaceae, genus Malus, dan spesies Malus sylvestris Mill. Malus sylvestris Mill mempunyai bermacam-macam kultivar yang memiliki kekhasan tersendiri. Beberapa kultivar apel unggulan di Indonesia yaitu Rome Beauty, Manalagi, Anna, Princess Noble, dan Wanglin/Lali jiwo (Prihatman, 2000).

Apel merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah Asia Barat dengan iklim temperate. Tanaman apel di daerah tropika dapat dibungakan tanpa tergantung musim dengan mengatur waktu perompesan dan pemangkasan. Satu siklus pembuahan apel membutuhkan waktu 4.5-6 bulan tergantung kultivar dan cuaca sehingga dalam setahun apel dapat dibuahkan 2-3 kali (Prihatman, 2000). Berbeda dengan kawasan empat musim, pembungaan hanya terjadi pada musim semi, sehingga apel hanya berproduksi sekali setahun (Hakim, 2008).

Syarat Tumbuh

Tanaman apel tumbuh dengan baik pada tanah yang bersolum dalam, mempunyai lapisan bahan organik tinggi, struktur tanahnya remah dan gembur, serta mempunyai aerasi, penyerapan air, dan porositas yang baik sehingga pertukaran oksigen, pergerakan hara, dan kemampuan menyimpanan airnya optimal. Tanah yang cocok adalah Latosol, Andosol, dan Regosol. Derajat keasaman tanah (pH) yang cocok untuk tanaman apel adalah 6-7. Tanaman apel membutuhkan kandungan air tanah yang cukup untuk tumbuh. Kelerengan yang terlalu tajam akan menyulitkan perawatan tanaman, sehingga bila masih memungkinkan dibuat terasering maka tanah masih layak untuk ditanami (Prihatman, 2000).

Curah hujan yang ideal untuk tanaman apel adalah 1.500-2.500 mm/tahun dengan hari hujan 110-150 hari/tahun. Banyaknya bulan basah dalam setahun adalah 6-7 bulan dan bulan kering 3-4 bulan. Curah hujan yang tinggi saat

(15)

berbunga akan menyebabkan bunga gugur sehingga diperlukan cuaca cerah saat pembungaan (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, 2008). Kusumo (1986) menyatakan bahwa penggunaan penutup pohon dari bahan plastik yang tembus sinar matahari dapat mengurangi risiko bunga gugur. Untung (1994) menyatakan bahwa jika waktu musim hujan dapat dipastikan, maka masa berbuah apel bisa diatur dengan menjadwalkan waktu perompesan daun.

Tanaman apel membutuhkan cahaya matahari yang cukup antara 50-60 % setiap harinya, terutama pada saat pembungaan. Suhu yang dibutuhkan

antara 16-27oC, kelembaban udara sekitar 75-85 %. Tanaman apel dapat tumbuh dan berbuah baik di daerah tropika pada ketinggian 1.000-1.250 m dari permukaan laut (dpl) (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, 2008).

Budidaya Apel

Kegiatan budidaya apel secara umum meliputi pembibitan, penanaman, perompesan daun, pemangkasan cabang, pelengkungan cabang, pemupukan, penjarangan buah, pengendalian OPT, panen, dan pasca panen. Pelaksanaan teknis budidaya yang tepat diharapkan dapat menghasilkan produksi apel yang optimal. Kemampuan memilih bibit yang baik merupakan langkah awal keberhasilan bertanam apel. Bibit yang unggul mempunyai ciri-ciri batangnya lurus, daunnya terlihat segar, dan tidak mudah rontok. Perbanyakan tanaman apel dapat dilakukan secara vegetatif maupun generatif. Perbanyakan secara generatif jarang dilakukan karena masa berbuah yang lama dan hasilnya belum tentu bagus (Untung, 1994).

Teknik perbanyakan yang umum digunakan di Agrowisata Krisna adalah teknik sambung pucuk. Prihatman (2000) menyatakan, teknik sambung pucuk (top grafting) dilakukan dengan cara sebagai berikut: batang bawah dipotong pada ketinggian lebih kurang 20 cm dari pangkal akar, kemudian bagian tengah batang bawah dibelah sepanjang 2-5 cm. Batang atas dipotong sepanjang lebih kurang 15 cm, daunnya dibuang, kemudian pangkal batangnya diiris berbentuk baji, panjang irisan sama dengan panjang belahan batang bawah. Batang atas disisipkan ke belahan batang bawah sehingga kambium bisa bertemu. Sambungan diikat dengan tali plastik serapat mungkin. Tali plastik sudah dapat dibuka dua

(16)

5 sampai tiga minggu kemudian. Bibit hasil sambungan yang kira-kira sudah berumur enam bulan dipotong setinggi 80-100 cm dari pangkal batang dan daunnya dirompes.

Perompesan dilakukan untuk mematahkan dormansi sebagai pengganti musim gugur di daerah temperate. Perompesan dilakukan supaya penguapan berkurang, sedangkan suplai bahan makanan tetap berlangsung. Akibatnya terjadi kelebihan zat makanan dalam tanaman. Pada kondisi ini tunas-tunas lateral akan muncul lebih cepat (Untung, 1994). Perompesan umumnya dilakukan sekitar 10 hari setelah panen (Soelarso, 1997). Studi yang dilakukan Baiturrohmah (2010) menunjukkan, perbedaan waktu rompes berpengaruh nyata terhadap waktu bunga

mekar serempak dan persentase kerontokan pentil buah per pohon sampai delapan minggu setelah rompes.

Cabang pohon yang tidak dipangkas akan tumbuh lurus ke atas. Hal ini terjadi karena dominansi tunas apikal dan perlu diatasi dengan pemangkasan dan pelengkungan cabang (Kusumo, 1986). Untung (1994) menambahkan, pelengkungan dilakukan setelah pemangkasan cabang untuk merangsang tumbuhnya tunas lateral. Arah pelengkungan cabang akan menentukan pertumbuhan tunas. Lengkungan yang terlalu ke atas akan menghasilkan sedikit tunas dan sebagian besar terdapat pada bagian ujung cabang. Tunas yang terlalu ke bawah atau busur lengkungannya pendek akan menghasilkan tunas yang tumbuh rapat di lengkungan tertinggi di bagian ujung cabang, sedang di bagian cabang di antaranya tidak tumbuh. Pelengkungan sebaiknya horizontal agar tunas-tunas tumbuh merata sepanjang cabang. Posisi tersebut menyebabkan dominansi auksin digantikan oleh etilen, yang dapat merangsang pembungaan.

Zat pengatur tumbuh yang umum digunakan adalah Dormex yang mengandung bahan aktif hidrogen sianamida. Dormex diberikan satu kali setelah pemangkasan atau perompesan (Soelarso, 1997). Notodimedjo (1995) menyatakan, pemberian hidrogen sianamida pada tanaman apel dapat meningkatkan jumlah daun, luas daun, panjang tunas, dan diameter tunas. Hidrogen sianamida tidak bersifat sistemik. Cara kerjanya adalah menghambat kerja enzim katalase yang berperan dalam penguraian hidrogen peroksida (H2O2)

(17)

peroksida diuraikan melalui lintasan pentosa fosfat oksidatif. Dengan peningkatan laju lintasan pentosa fosfat tersebut, dihasilkan lebih banyak substansi yang mendasari pertumbuhan baru.

Untung (1994) menyatakan, umumnya pupuk diberikan setelah daun dirontokkan, muncul bunga baru, atau setelah pemangkasan cabang yang sakit atau rusak. Saptarini (2002) menambahkan, N berfungsi untuk merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman, khususnya batang, cabang, dan daun. Tanaman yang kekurangan N akan tumbuh kerdil. Fungsi P merangsang pertumbuhan akar-akar baru dari benih dan tanaman muda, juga mempercepat pembuahan, serta pemasakan biji dan buah. Fungsi K memperkokoh fisik tanaman, mempertahankan bunga dan buah tidak mudah gugur, dan membuat tanaman memiliki daya tahan tinggi terhadap kekeringan maupun gangguan penyakit.

Pupuk diberikan di alur yang mengelilingi batang selebar tajuk sedalam lebih kurang 20 cm. Untuk pupuk anorganik ditaburkan secara merata di dalam alur, lalu ditutup dengan tanah. Untuk tanaman dewasa diberikan pupuk organik melingkari tanaman dengan radius satu meter. Pemberian pupuk pelengkap cair dilakukan dengan penyemprotan setelah bunga apel membentuk buah sebesar kelereng sampai satu bulan menjelang panen dengan interval dua minggu (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, 2008). Dosis dan waktu pemberian pupuk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Kebutuhan Pupuk untuk Tanaman Apel per Pohon

No Pupuk Dosis Umur Tanaman (Tahun) Waktu Pemberian Keterangan 1 Organik (Pupuk Kandang) 30 kg/pohon 60 kg/pohon 5-10 > 10 Awal musim hujan Awal musim hujan 1 kali/tahun 2 Anorganik NPK (mutiara atau phonska) 0.5-1 kg/pohon 1-1.5 kg/pohon 5-10 > 10

Awal dan akhir musim hujan Awal dan akhir

musim hujan 2 kali/tahun 3 Pupuk Pelengkap Cair (PPC) 2 cc/lt - Setelah buah apel sebesar kelereng -

(18)

7 Baiturrohmah (2010) melaporkan, pemupukan di Kusuma Agrowisata dibedakan atas dasar umur tanaman, yaitu pada tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM) (Tabel 2). Pemupukan pada TBM menggunakan pupuk ZA dengan dosis yang berbeda berdasarkan umur tanaman, sedangkan pada TM menggunakan pupuk majemuk NPK (15:15:15). Pupuk diberikan di sekitar tanaman dengan kedalaman alur sekitar 10-20 cm dan selebar tajuk yaitu sekitar satu meter dari batang pohon pada TM dan setengah meter pada TBM.

Tabel 2. Pemupukan di Kusuma Agrowisata

Umur tanaman (tahun) Pupuk Dosis (g/tanaman)

1 2 3 4 ≥ 5 ZA ZA ZA ZA NPK 100 200 300 300 500 Sumber: Baiturrohmah (2010)

Hama dan penyakit merupakan faktor penting yang membatasi produksi apel. Kutu hijau (Aphis pomii), tungau, trips, ulat daun (Spodoptera litura), serangga penghisap daun (Helopelthis sp.), ulat daun hitam, dan lalat buah adalah hama yang sering menyerang tanaman apel. Penyakit yang sering menyerang tanaman apel yaitu embun tepung, bercak daun, jamur upas, kanker batang, dan busuk buah. Pencegahan dilakukan dengan penyemprotan dosis ringan sebelum hama dan penyakit menyerang tanaman atau secara rutin 1-2 minggu sekali. Penanggulangan dilakukan dengan penyemprotan sedini mungkin dengan dosis tepat. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari. Jenis dan dosis pestisida yang digunakan dalam menanggulangi hama sangat beragam tergantung dengan hama dan penyakit yang dikendalikan dan tingkat populasi hama (Soelarso, 1997).

Penjarangan buah dilakukan untuk meningkatkan kualitas buah agar besarnya seragam, kulit baik, dan sehat. Penjarangan dilakukan dengan membuang buah yang tidak normal (terserang hama penyakit atau kecil-kecil),

sehingga untuk mendapatkan buah yang baik, satu tunas hendaknya berisi 3-5 buah (Prihatman, 2000). Ashari (2004) menyatakan, penjarangan buah yang

(19)

berikutnya, sehingga dapat menjamin panen yang kontinyu. Produksi buah secara besar-besaran akan memaksa tanaman mengeluarkan cadangan karbohidrat terlalu banyak, sehingga setelah masa berbuah selesai, pertumbuhan vegetatif tanaman terganggu dan proses pengumpulan karbohidrat untuk pembungaan akan terhambat.

Buah apel dapat dipanen pada umur 4-5 bulan setelah bunga mekar, tergantung pada kultivar dan iklim. Pemanenan paling baik dilakukan pada saat tanaman mencapai tingkat masak fisiologis (ripening). Ciri masak fisiologis buah adalah: ukuran buah terlihat maksimal, aroma mulai terasa, warna buah tampak cerah segar dan bila ditekan terasa renyah (Prihatman, 2000). Pramono (2007) menambahkan, jika panen dilakukan saat buah belum siap akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman dan pembungaan pada musim berikutnya.

Pemanenan apel dilakukan dengan cara memetik buah secara manual dengan tangan. Periode panen apel adalah enam bulan sekali berdasarkan siklus pemeliharaan yang telah dilakukan. Apel yang sudah dipanen dikumpulkan pada tempat yang teduh dan tidak terkena sinar matahari langsung agar laju respirasi berkurang untuk mempertahankan kualitas. Penyortiran dilakukan untuk memisahkan antara buah yang baik dan bebas penyakit dengan buah yang jelek atau berpenyakit, agar penyakit tidak tertular ke seluruh buah yang dipanen yang dapat menurunkan mutu produk. Penggolongan dilakukan untuk mengklasifikasikan produk berdasarkan jenis kultivar, ukuran, dan kualitas buah (Prihatman, 2000).

Buah yang akan dikirim dikemas untuk menghindari kerusakan.

Pengemasan biasanya menggunakan kotak kardus dengan ukuran 48 cm x 33 cm x 37 cm, yang dapat menampung 35 kg apel. Dasar kotak kardus

diberi potongan-potongan kertas untuk menghindari risiko terkena benturan. Sebelum kotak ditutup, di atas susunan buah apel diberi potongan-potongan kertas lagi. Buah yang dikemas dalam satu kotak besarnya harus seragam agar mudah

menyusunnya. Lapisan buah pertama diatur pada bagian lebar kotak 3-3, 3-3 buah atau berselang 3-2 buah sampai susunan memenuhi panjang kotak.

Demikian pula lapisan kedua di atasnya mengisi ruang-ruang di antara buah dari lapisan pertama. Bila tiap-tiap buah diberi sela/ruangan disebut susunan terbuka,

(20)

9 dan bila agak rapat disebut susunan tertutup. Susunan terbuka lebih baik untuk sirkulasi udara di antara tiap-tiap buah (Soelarso, 1996).

Pemangkasan Tanaman

Pemangkasan pada apel menurut tujuannya dibagi menjadi pemangkasan bentuk, pemangkasan pemeliharaan, dan pemangkasan produksi. Pemangkasan bentuk dilakukan dengan cara sebagai berikut: batang utama tanaman apel dipangkas setinggi 80 cm tepat di atas payungan daun kemudian daun yang ada di bawah pangkasan dirompes agar tumbuh tunas lateral dari pangkasan. Tunas lateral disisakan tiga buah yang tumbuhnya ke segala arah agar semua cabangnya terkena sinar matahari. Setelah tunas-tunas tadi tumbuh menjadi cabang yang panjangnya sekitar satu meter, daunnya dirompes dan payungan daun di ujungnya dipangkas. Cabang yang telah gundul dilengkungkan dengan tali dan diikatkan pada kayu pasak lalu dipasakkan ke tanah sehingga posisi cabang benar-benar mendatar. Tujuan pelengkungan cabang hingga mendatar yaitu agar tunas sekunder tumbuh merata dan teratur di sepanjang cabang. Tiga tunas sekunder yang arahnya baik disisakan untuk dipelihara, tunas lainnya dipangkas. Setelah tunas sekunder panjangnya satu meter, daunnya dirompes dan dilengkungkan sampai mendatar agar tunas tersier tumbuh (Saptarini et al., 2002).

Pemangkasan pemeliharaan dilakukan setiap diperlukan untuk memelihara bentuk tanaman, mencegah serangan penyakit, dan mengatur arah percabangan sehingga sinar matahari dapat masuk secara merata. Luka bekas pemangkasan juga dapat menjadi sarana penyebaran penyakit. Luka yang besar harus dilumuri dengan parafin, lilin, cat, atau ter supaya tidak kemasukan air dan dihinggapi penyakit. Gunting yang digunakan harus tajam dan licin, sehingga pemangkasan dapat dilakukan sekali potong (Prihatman, 2000).

Pemangkasan pemeliharaan dilakukan pada bagian-bagian tanaman yang meliputi: tunas yang tumbuh searah batang pokok, ranting yang tumbuh ke dalam, ranting yang bertumpang tindih, ranting yang mulai mengering dan sudah mati, ranting yang sudah tumbuh pada batang bawah, cabang yang tumbuh dekat dengan tanah, dan cabang yang menunduk ke bawah (Info Agribisnis, 2009).

(21)

Pemangkasan produksi pada prinsipnya adalah mengubah perbandingan unsur karbon (C) dan nitrogen (N) (C/N rasio) dalam tubuh tanaman. Tidak imbangnya C/N rasio ini dapat mengganggu fase vegetatif dan fase reproduktif tanaman. Tanaman yang C/N rasionya tinggi, rangsangan untuk terbentuknya bunga dan buah semakin tinggi pula (Saptarini et al., 2002).

Prastowo et al. (2006) menyatakan, pemangkasan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber energi (unsur hara dan sinar matahari) untuk memperoleh percabangan yang ideal dan seimbang sehingga distribusi daun merata dalam penerimaan sinar matahari, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil produksi dan mutu buah. Studi yang dilakukan Khaerunnisa (2010) menunjukkan bahwa perbedaan waktu pangkas pada apel berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas, jumlah kuncup daun, jumlah kuncup bunga, jumlah bunga, dan jumlah buah.

(22)

METODE MAGANG

Waktu dan Tempat

Kegiatan magang ini dilaksanakan selama empat bulan, dimulai tanggal 16 Februari 2010 sampai dengan tanggal 16 Juni 2010. Magang dilaksanakan di Agrowisata Krisna, Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan magang yang dilakukan selama empat bulan meliputi pekerjaan langsung di lapangan sebagai karyawan lapangan selama satu bulan dan sebagai asisten manajer selama tiga bulan. Kegiatan sebagai karyawan lapangan meliputi penyulaman tanaman, perompesan, pemangkasan, pelengkungan cabang, pengendalian OPT, pemanenan, dan pengelolaan pasca panen. Kegiatan yang dilakukan sebagai asisten manajer yaitu mengawasi kegiatan karyawan lapangan, mengorganisasikan karyawan, serta membuat laporan kebutuhan fisik dan biaya operasional. Kegiatan lain yang dilakukan antara lain studi banding ke kebun apel di sekitar perusahaan.

Kegiatan pengambilan data dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan metode langsung, yaitu melalui pengamatan, wawancara, atau diskusi dengan karyawan. Data pengamatan di lapangan difokuskan pada kegiatan pemangkasan produksi dengan peubah pengamatan meliputi persentase pecah tunas per cabang, jumlah tunas campuran, jumlah tunas vegetatif, jumlah bunga, persentase kerontokan bunga, persentase

fruit set, jumlah buah, dan pertumbuhan buah.

Pengamatan dilakukan pada lahan seluas satu hektar dengan populasi 800 pohon, terdiri dari 703 Rome Beauty, 56 Manalagi, dan sisanya Anna, Princess Noble, dan Wanglin. Sekitar 87.5 % tanaman dalam kondisi menghasilkan. Tanaman contoh dipilih sebanyak 10 tanaman apel kultivar Rome Beauty dan 10 tanaman apel kultivar Manalagi. Lima tanaman dari masing-masing kultivar dipangkas dengan selisih waktu satu minggu, yaitu pada 14 dan 21 hari setelah panen (HSP). Pengamatan persentase pecah tunas per cabang, jumlah tunas campuran, jumlah tunas vegetatif, jumlah bunga, persentase kerontokan bunga,

(23)

persentase fruit set, jumlah buah, dan pertumbuhan buah dilakukan pada tiga cabang per tanaman.

Data sekunder diperoleh dengan mengakses arsip kebun yang meliputi sejarah dan keadaan umum perusahaan, lokasi dan letak geografis kebun, keadaan tanah dan iklim, curah hujan, luas areal, tata guna lahan, organisasi, sumber daya manusia, data produksi, dan data tentang kegiatan budidaya yang telah dilaksanakan oleh perusahaan, terutama dalam aspek pemangkasan.

Analisis Data dan Informasi

Hasil dari pengamatan dan pengumpulan data selama kegiatan magang digunakan sebagai bahan analisis dalam penyusunan skripsi. Analisis data meliputi analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif menggunakan ukuran distribusi (frekuensi dan persen), ukuran pemusatan data (rata-rata dan hubungan input-output), dan dengan menggunakan uji t-student. Analisis kuantitatif disajikan dengan menginterpretasikan dan mendeskripsikan data yang diperoleh. Tujuan dari analisis dengan uji t-student ialah untuk mengetahui pengaruh waktu pemangkasan terhadap pembungaan dan pembentukan buah apel.

(24)

KEADAAN UMUM

Sejarah Perusahaan

Agrowisata Krisna merupakan perusahaan yang bergerak dalam unit usaha hortikultura yang mengelola proses produksi apel mulai dari pengadaan input, teknis budidaya, sampai pemasaran hasil panen. Agrowisata Krisna juga memiliki unit bisnis sampingan berupa industri pengolahan apel dan agrowisata.

Pemilik dari agrowisata ini adalah H. Soepandi yang mulai membudidayakan apel pada tahun 1968 dengan modal lahan pemberian ayahnya dan dua ekor anak sapi untuk dibelikan bibit apel dari orang Belanda. Tahun 1992 Agrowisata Krisna menambah unit bisnis dengan menjadikan kebun apel sebagai tempat wisata petik apel yang bertujuan untuk memperkenalkan daerah Tutur – Nongkojajar, Pasuruan, Jawa Timur sebagai daerah wisata. Jeruk Valencia, jeruk Jova, jeruk Keprok, plum asal Australia, dan buah naga juga ditanam untuk menambah daya tarik dan variasi komoditas agrowisata.

Agrowisata Krisna mulai mengusahakan pengelolaan pasca panen berupa pengolahan apel pada tahun 2003. Produk yang dihasilkan antara lain cuka apel, teh apel, wine apel, jenang apel, dan wingko apel. Tujuan dari pengembangan unit bisnis ini, khususnya cuka apel, yaitu untuk meningkatkan nilai produk, memenuhi permintaan cuka apel di pasaran, sebagai upaya pemanfaatan banyaknya apel afkir, dan untuk meningkatkan pendapatan Agrowisata Krisna.

Letak Geografis atau Letak Wilayah Administratif

Agrowisata Krisna terletak di Dusun Sawah Talun, Desa Andonosari, Kecamatan Tutur-Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Lokasi ini terletak pada ketinggian 1 161 m dpl.

Keadaan Iklim dan Tanah

Kebun Agrowisata Krisna terletak pada wilayah berbukit dengan jenis tanah Andosol. Suhu maksimum 32oC dan suhu minimum 22oC, curah hujan per tahun berkisar antara 2.000-3.000 mm/tahun. Banyaknya bulan kering dalam

(25)

setahun adalah 3-4 bulan dan bulan basah 8-9 bulan. Kelembaban udaranya berkisar 75-85 %. Tipe iklim daerah ini tergolong tropika basah.

Keadaan klimatologi Nongkojajar bulan Februari - 20 Juni 2010 dapat

dilihat pada Tabel 3. Hujan turun hampir setiap hari dengan curah hujan > 500 mm/bulan. Curah hujan dan hari hujan di Nongkojajar bulan Februari-Juni

pada tahun 2010 ini merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir (Tabel 4). Curah hujan yang tinggi merupakan salah satu penyebab utama kerontokan bunga pada apel.

Tabel 3. Keadaan Klimatologi Nongkojajar Bulan Februari-20 Juni 2010 No Unsur Klimatologi Februari Maret April Mei 1-20 Juni

1 2

Curah Hujan Jumlah Hari Hujan

712 29 632 28 544 29 546 27 411 18

Sumber: Balai Benih Induk Nongkojajar (2010)

Tabel 4. Curah Hujan dan Hari Hujan Bulan Februari – Juni Tahun 2006 – 2010 Bulan 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 430 202 249 419 556 Februari 346 608 369 500 712 Maret 542 240 875 128 632 April 323 456 105 224 544 Mei 363 102 152 284 546 Juni 15 251 8 49 411* CH 2 019 1 859 1 758 1 604 3 401* HH 106 119 103 119 160*

Sumber: Balai Benih Induk Nongkojajar (2010)

Keterangan: *) Data terakhir diambil tanggal 20 Juni 2010; CH: Curah Hujan, HH: Hari Hujan

Luas Areal dan Tata Guna Lahan

Lahan untuk budidaya dan agrowisata di Agrowisata Krisna dibagi dalam empat bidang yaitu Bidang Cengkeh, Miring Timur, Pondok, dan Jurang Gunting dengan luas keseluruhan empat hektar. Terdapat enam blok rotasi panen pada empat bidang ini, dengan populasi tanaman pada masing-masing blok berturut-turut sebanyak 500, 800, 400, 800, 700, dan 300 pohon pada blok satu sampai blok enam. Rotasi panen pada masing-masing blok berjarak 2-4 minggu. Luas areal budidaya masing-masing blok dapat dilihat pada Lampiran 5, sedangkan peta kebun Agrowisata Krisna dapat dilihat pada Lampiran 4.

(26)

15 Bangunan untuk menunjang agrowisata meliputi guest house, tempat parkir, kantor, mushola, kamar mandi kantor, gudang peralatan pertanian, gudang fermentasi cuka apel, gudang penyimpanan pestisida dan pupuk, serta mess yang disediakan untuk penjaga dan peserta magang. Bangunan tersebut berdiri di atas lahan seluas 600 m2 berdampingan dengan kebun untuk budidaya.

Keadaan Tanaman dan Produksi

Kultivar apel yang ditanam pada awal usaha adalah Rome Beauty dan

Manalagi. Jumlah tanaman yang ditanam pada awal penanaman sebanyak

200 tanaman. Setelah menghasilkan, jumlah tanaman ditambah sebanyak 700 tanaman pada tahun 1969, 1 250 tanaman pada tahun 1971, 600 tanaman pada

tahun 1974, 700 tanaman pada tahun 1978, dan 300 tanaman pada tahun 1986. Jumlah keseluruhan tanaman apel pada tahun 2010 sebanyak 3 500 tanaman dengan kultivar yang tersedia adalah Rome Beauty, Manalagi, Anna, Wanglin, dan Princess Noble.

Proporsi dari lima kultivar tersebut adalah 70 % Rome Beauty, 15 % Manalagi, 10 % Anna, 5% campuran Wanglin dan Princess Noble. Rome

Beauty dan Manalagi merupakan kultivar yang paling banyak dibudidayakan karena produktivitasnya lebih tinggi dan lebih banyak permintaan dari pedagang pengepul dibandingkan kultivar lainnya yang hanya sebagai penambah daya tarik dan variasi komoditas agrowisata.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

Agrowisata Krisna merupakan perusahaan milik perorangan yang dipimpin oleh H. Soepandi. Secara umum, pengelolaan kegiatan kerja dibagi menjadi produksi apel segar, pengolahan pasca panen, dan agrowisata. Struktur organisasi dari Agrowisata Krisna dapat dilihat pada Lampiran 7, sedangkan jumlah karyawan Agrowisata Krisna tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4. Karyawan Agrowisata Krisna dibagi menjadi karyawan tetap dan karyawan harian lepas (KHL).

(27)

Tabel 4. Jumlah Karyawan Agrowisata Krisna Tahun 2010

Sumber: Agrowisata Krisna (2010)

Manajer bertanggung jawab dalam menentukan semua keputusan baik dalam produksi apel, pengolahan pasca panen apel, dan pengelolaan agrowisata. Pengambilan keputusan mencakup rencana kegiatan harian dan pengelolaan keuangan serta administrasi. Pengelolaan keuangan dan administrasi dilakukan secara sederhana tanpa menggunakan sistem pembukuan yang lengkap. Pengelolaan keuangan meliputi pencatatan penerimaan dan pengeluaran.

Manajer bertindak sekaligus sebagai pengawas dan turun langsung ke lapangan untuk mengawasi semua kegiatan kerja yang berlangsung sehingga penyimpangan kerja dapat diminimalkan. Manajer juga bertanggung jawab untuk menyiapkan alat dan bahan, memberikan pengarahan kepada karyawan tetap dan KHL, mengawasi, mengontrol, dan menilai pekerjaan karyawan, serta mengamati kondisi tanaman.

Hubungan antara pimpinan dan bawahan yang dilakukan secara langsung (face to face) ini menjadi kekuatan tersendiri karena adanya kedekatan hubungan antara pimpinan dan bawahan. Karyawan lapangan direkrut dari penduduk sekitar lokasi Agrowisata Krisna dan bertugas untuk melakukan semua kegiatan budidaya di lapangan.

Agrowisata Krisna selain memproduksi apel segar juga memproduksi apel olahan berupa cuka apel, teh apel, wine apel, jenang apel, dan wingko apel. Kegiatan pasca panen ini dilakukan oleh dua orang karyawan dengan besar upah disesuaikan dengan hasil penjualan dan jam kerja.

Bagian Status Kerja Jumlah (Orang)

Laki-laki Perempuan Total

Pimpinan/Manajer 1 - 1

Produksi apel KHL 4 2 6

Agrowisata Karyawan Tetap 2 3 5

(28)

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG

Produktivitas tanaman sangat dipengaruhi oleh kegiatan budidaya yang diterapkan. Kegiatan budidaya yang dilakukan di Agrowisata Krisna antara lain peremajaan, perompesan, pemangkasan, pelengkungan cabang, pengendalian hama dan penyakit tanaman, pengendalian gulma, pemanenan, serta pasca panen.

Peremajaan Tanaman

Apel mencapai produktivitas optimumnya pada umur 10 tahun dan akan menurun pada tahun-tahun berikutnya. Apel biasanya dipelihara sampai umur 25-30 tahun, setelah itu dibongkar dan ditanami kembali. Tanaman apel di Agrowisata Krisna sudah berumur 36-41 tahun. Kondisi tanaman sudah tua dan banyak terkena penyakit sehingga banyak cabang yang harus dipangkas. Selain mempengaruhi produksivitas, umur juga mempengaruhi biaya operasional perawatan masing-masing tanaman.

Produksi tanaman apel empattahun terakhir di Agrowisata Krisna dapat dilihat pada Tabel 5. Produksi tersebut merupakan produksi dari kultivar Rome Beauty dan Manalagi. Produksi yang dihasilkan masih rendah dibandingkan dengan produksi rata-rata per pohon per musim yang ditetapkan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (Tabel 6). Produktivitas yang ingin dicapai perusahaan sebesar 10 kg/pohon/musim belum tercapai. Produksi yang berfluktuasi disebabkan karena terdapat tanaman yang dipanen tiga kali dalam satu tahun dan hanya dipanen satu kali pada tahun berikutnya, sehingga produksi cenderung menumpuk di tahun tertentu dan tahun berikutnya mengalami penurunan.

Tabel 5. Produksi dan Produktivitas Apel Tahun 2006-2009 di Agrowisata Krisna

Tahun Produksi total

(kg) Produktivitas (kg/pohon/musim) 2006 40 630 8.83 2007 28 485 5.37 2008 38 378 8.92 2009 22 487 5.35

(29)

Tabel 6. Produksi Rata-Rata Tanaman Apel berdasarkan Umur Tanaman Umur Tanaman Produksi Rata-rata per Pohon per Musim (kg)

Rome Beauty Manalagi

5 tahun 10 15

10 tahun 25 30-40

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (2008)

Peremajaan tanaman total tidak dilakukan atas pertimbangan biaya. Peremajaan hanya dilakukan pada tanaman yang rusak oleh penyakit. Peremajaan dilakukan dengan menyambung batang atas secara langsung di tempat tumbuh batang bawah. Batang bawah maupun batang atas diperoleh dari kebun sendiri.

Batang bawah menggunakan apel liar/apel alas (Malus pumilla). Prihatman (2000) menyatakan, apel liar mempunyai sistem perakaran yang luas dan kuat, pohonnya kokoh, dan mempunyai daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan. Anakan atau siwilan tumbuh dari pangkal batang bawah tanaman produktif.

Apel liar yang siap digunakan untuk batang bawah adalah siwilan dari batang bawah tanaman yang akan disulam dengan tinggi lebih kurang 60 cm, diameter lebih kurang 1 cm, dan kulit batangnya mudah dikelupas dari kayunya sehingga mudah untuk dilakukan penempelan atau penyambungan (Prihatman, 2000). Batang atas diambil dari cabang/batang kultivar unggul yang sehat. Teknik penyambungan yang digunakan di Agrowisata Krisna adalah sambung pucuk (top grafting). Jarak tanam antar tanaman berkisar antara 2.5 m x 2.5 m sampai

Gambar 1. Penyambungan Tanaman; a) Trubus Malus pumilla

sebagai batang bawah, b) Hasil Sambungan Batang Atas dan Batang Bawah

(30)

19 3 m x 3 m. Kultivar Manalagi ditanam dalam satu lahan dengan kultivar Rome Beauty karena adanya self incompatibility pada kultivar Manalagi.

Secara umum cara penyambungan sudah dilakukan dengan baik. Batang bawah dan batang atas yang digunakan sudah sesuai dengan anjuran Prihatman (2000). Peremajaan tanaman tetap perlu dilakukan secara bertahap untuk menggantikan tanaman yang sudah rusak sehingga produksi dapat ditingkatkan.

Defoliasi Buatan

Apel merupakan tanaman asli daerah temperate yang akan mengalami pengguguran daun secara alami di musim gugur. Di daerah tropika, defoliasi dilakukan secara buatan (perompesan) untuk mematahkan dormansi tunas seperti di daerah asalnya.

Perompesan di Agrowisata Krisna dilakukan sebanyak satu kali per musim sekitar 10 hari setelah panen. Soelarso (1997) menyatakan, perompesan yang dilakukan sebelum waktunya tidak akan membentuk bunga, melainkan daun yang tumbuh kurang subur. Tanaman yang sudah siap dirompes ditandai dengan tunas yang sudah padat dan daun-daun yang sudah tua tapi belum menguning.

Perompesan dapat dilakukan secara manual dan kimiawi. Perompesan secara manual dapat mengakibatkan luka yang memungkinkan tanaman menjadi peka terhadap serangan hama dan penyakit, sedangkan perompesan secara kimiawi harus dilakukan dengan dosis yang tepat karena konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menjadikan tanaman menjadi kering (Soelarso, 1997). Agrowisata Krisna menggunakan cara manual dengan pertimbangan lahan yang ada tidak terlalu luas dan sumber daya manusia yang tersedia termasuk murah. Secara teknis, perompesan di Agrowisata Krisna sudah dilakukan dengan baik, namun perlu ditingkatkan pengawasan sehingga efisiensi kerja dapat ditingkatkan.

Pemangkasan Tanaman

Pemangkasan pada apel dibagi menjadi pemangkasan bentuk, pemangkasan pemeliharaan, dan pemangkasan produksi. Pemangkasan bentuk dilakukan pada tanaman berumur lebih kurang tiga bulan untuk membentuk rangka tajuk tanaman apel menjadi perdu sehingga memudahkan pelaksanaan

(31)

pemeliharaan dan kegiatan budidaya. Tanaman apel yang tidak dipangkas akan tumbuh ke atas karena dominansi tunas terminal.

Pemangkasan cabang yang sakit termasuk pemangkasan pemeliharaan. Pemangkasan ini bertujuan untuk menghindari penyebaran penyakit yang lebih luas ke bagian pohon yang lain. Sebagian besar penyakit menyerang melalui cabang yang luka, baik akibat kesalahan teknik budidaya maupun akibat lingkungan. Luka bekas pemangkasan dapat menjadi sarana penyebaran penyakit sehingga harus dilumuri dengan cat minyak. Alat pangkas yang digunakan harus tajam dan licin sehingga pemangkasan dapat dilakukan sekali potong untuk memperkecil luka yang dihasilkan dan menghindari luka memar pada kulit. Ranting dan cabang sisa pemangkasan dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Pemeriksaan kebun dilakukan beberapa hari sekali oleh manajer untuk melihat kondisi kebun, apakah pemangkasan pemeliharaan perlu dilakukan atau tidak.

Pemangkasan produksi dilakukan dengan memotong mata tunas yang kecil atau mati, tangkai-tangkai bekas petikan buah, serta cabang yang kurus, tidak produktif, atau terserang penyakit. Tujuan dari pemangkasan produksi adalah untuk mendorong pecahnya tunas dan mempengaruhi banyaknya tunas bunga dan daun yang terbentuk.

Pemangkasan tidak boleh terlalu dekat dengan mata tunas karena dapat menyebabkan luka pada mata tunas dan mengundang penyakit. Arah pangkas miring ke atas dan keluar dari mata tunas (Gambar 2).

Pemangkasan produksi di Agrowisata Krisna pada umumnya dilakukan setelah perompesan daun, akan tetapi tidak menutup kemungkinan pemangkasan dilakukan sebelum perompesan untuk menghemat tenaga kerja. Kekurangan dari

a b

Gambar 2. Hasil Pemangkasan pada Apel; a) Terlalu Dekat dengan Mata Tunas, b) Hasil Pangkasan yang Benar

(32)

21 pemangkasan yang dilakukan sebelum perompesan daun adalah pemangkasan menjadi kurang optimal karena pandangan pekerja tertutup daun yang masih lebat sehingga sulit membedakan tunas yang produktif atau tidak. Penulis tidak membandingkan hasil pemangkasan yang dilakukan sebelum perompesan dengan pemangkasan setelah perompesan karena keterbatasan waktu.

Secara teknis pemangkasan sudah dilakukan dengan baik, tenaga kerja yang digunakan merupakan tenaga kerja terlatih yang sudah berpengalaman dalam mengerjakan pemangkasan. Pemangkasan sangat menentukan produksi yang dihasilkan sehingga perlu dilakukan dengan benar.

Pelengkungan Cabang

Pelengkungan cabang dilakukan satu kali per musim setelah pemangkasan. Cabang dilengkungkan dengan menggunakan tali yang diikatkan longgar pada tengah cabang, kemudian ditarik kearah luar tajuk dan diikatkan pada patok atau batang bagian bawah apel itu sendiri.

Pelengkungan cabang dilakukan untuk mempercepat tumbuhnya tunas-tunas baru dan mengatur bentuk pohon agar tidak tumbuh terlalu tinggi. Cabang yang dilengkungkan adalah cabang yang sudah gemuk berwarna coklat tapi masih lentur sehingga tidak patah ketika dilengkungkan. Arah pelengkungan cabang sebaiknya ke bidang yang masih kosong sehingga antar cabang tidak saling tumpang tindih dan menghalangi sinar matahari masuk (Gambar 3).

Gambar 3. Pelengkungan Cabang

Posisi pelengkungan cabang belum terlalu diperhatikan oleh pekerja di Agrowisata Krisna, masih banyak cabang yang pelengkungannya tidak horizontal sehingga menyebabkan tunas lateral tumbuh tidak merata pada cabang. Hal ini menunjukkan pengawasan pekerja yang masih perlu ditingkatkan.

(33)

Pemberian Zat Perangsang Tumbuh (ZPT)

Pemberian ZPT perlu diikuti dengan pemupukan dan pengairan intensif untuk mengimbangi laju pertumbuhan dan kebutuhan hara pada tanaman. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah Dormex 520 SL dengan kandungan bahan aktif hidrogen sianamida (CH2N2) 520 g/l. Notodimedjo (1995)

menyatakan, pemberian hidrogen sianamida pada tanaman apel dapat meningkatkan jumlah daun, luas daun, panjang tunas dan diameter tunas. Dormex diberikan satu kali dalam setiap musim, paling lambat 10 hari setelah rompes.

Pemberian ZPT yaitu dengan cara disemprotkan ke tanaman dengan konsentrasi 30 ml/l atau dapat dioleskan (ditutul) ke mata tunas. Agrowisata Krisna menggunakan cara tutul. Penutulan membutuhkan waktu dan tenaga kerja lebih banyak, tapi membutuhkan volume larutan yang lebih kecil daripada penyemprotan.Selain itu ZPT yang diberikan lebih tepat sasaran, hanya diberikan ke mata tunas yang akan ditumbuhkan, karena pemberian ZPT yang berlebihan dapat menyebabkan mata tunas tumbuh terlalu banyak dan berukuran kecil.

Penutulan di musim hujan dicampur dengan bahan perekat agar ZPT tidak tercuci oleh hujan.

Curah hujan yang terlalu tinggi merupakan penyebab utama gagalnya bunga menjadi buah, karena bunga rontok sebelum maupun sesudah penyerbukan. Presentase rontok yang tinggi dapat menurunkan hasil panen. ZPT tambahan dengan merk dagang Stop Drop diberikan untuk mempertahankan bunga agar menjadi buah. Perlakuan ini hanya diberikan jika hujan cukup lebat, berlangsung lama pada siang hari, dan tanaman terkena serangan penyakit. Stop drop

mengandung bahan aktif 1-Napthaleneacetic acid sodium salt 3.5 %. Dosis yang digunakan sebesar 25-50 g/200 l air. Zat tersebut diaplikasikan sebanyak satu kali yaitu 3-4 hari sebelum bunga mekar untuk mencegah kerontokan bunga.

Zat pengatur tumbuh dengan merk Atonik, dan Fujiwan diberikan dengan tujuan untuk menambah bobot buah dan meningkatkan jumlah bunga. Atonik mempunyai kandungan bahan aktif natrium orto-nitrofenol 2 g/l, natrium para-nitrofenol 3 g/l, natrium 2-4 dipara-nitrofenol 0.5 g/l, dan natrium 5 nitroguaiakol 1 g/l dengan dosis 1-2 ml/ l. Fujiwan mengandung bahan aktif isoprothiolane 400 g/l

(34)

23 0.5-2 ml/l. Selain sebagai ZPT, Atonik dan Fujiwan juga berfungsi sebagai fungisida. Cara pemberiannya yaitu disemprot seminggu sekali setelah rompes sampai waktu muncul bunga.

Mata tunas mulai terdiferensiasi dan mengalami pecah tunas 1-2 minggu setelah perompesan dan pemangkasan (Gambar 4). Tunas yang muncul antara lain tunas campuran, tunas tumpul yang ruasnya rapat seperti taji, dan tunas vegetatif (Kusumo, 1986).

Gambar 4. Mata Tunas yang Mulai Terdiferensiasi; a) Tunas Campuran, b) Tunas Vegetatif

Pemupukan

Pemupukan di Agrowisata Krisna umumnya menggunakan pedoman pemupukan dari Kebun Bibit Hortikultura Nongkojajar untuk tanaman dengan umur lebih dari enam tahun. Saat magang dilakukan, pemupukan yang dilakukan hanya pemberian pupuk kandang dari kotoran sapi sebanyak dua pikul per pohon (lebih kurang 20 kg). Pupuk kandang dapat memperbaiki dan mempertahankan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah. Untung (1994) menyatakan, kandungan pupuk kandang dari kotoran sapi yaitu air 85 %, N 0.4 %, P 0.08 %, dan K 0.08%. Cara pemupukan yang digunakan yaitu dengan membenamkan pupuk kandang melingkari tanaman dengan radius satu meter (Gambar 5). Pemupukan dilakukan setelah perlakukan perompesan karena perompesan menyebabkan kandungan nitrogen di dalam daun-daun hilang sebelum sempat disimpan di dalam jaringan kulit batang Soelarso (1997).

(35)

Gambar 5. Pemberian Pupuk Kandang

Tanaman apel untuk pertumbuhannya membutuhkan air yang memadai sepanjang musim. Pertanaman apel di Nongkojajar pada musim kemarau masih tumbuh baik tanpa pengairan karena iklimnya tergolong tropika basah dan tanahnya mempunyai daya kapiler yang baik sehingga mampu mengikat air.

Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Pengendalian OPT yang tidak dilakukan secara berkala akan menyebabkan produktivitas dari tanaman apel menurun dan membutuhkan biaya perawatan yang lebih besar. Kehadiran gulma di sekitar tanaman apel menimbulkan persaingan dalam memperebutkan unsur hara, mengundang hama penyakit dan merusak perakaran tanaman apel.

Pengendalian gulma dilakukan setiap dua bulan sekali secara mekanis maupun kimiawi yaitu menggunakan herbisida Round Up 486 SL. Round Up

mengandung bahan aktif isopropilamina glifosat 486 g/l (setara dengan glifosat 360 g/l). Gulma-gulma yang disemprot dengan Round Up akan kering dalam waktu satu minggu. Pengendalian secara manual dilakukan dengan menggunakan cangkul dan arit. Gulma hasil penyiangan secara manual dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pemilihan teknik pengendalian didasarkan oleh pertimbangan biaya dan banyaknya gulma yang perlu diatasi.

Asal tanaman apel yang bukan berasal dari daerah tropika menyebabkan tanaman apel rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama yang sering

(36)

25 menyerang tanaman apel di Agrowisata Krisna antara lain kutu hijau (Aphis pomii), thrips, ulat grayak (Spodoptera litura), kutu sisik, lalat buah, kelelawar, dan burung. Penyakit yang sering menyerang tanaman apel yaitu embun tepung, bercak daun, kanker batang, busuk batang, busuk buah, dan mata ayam.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan sekali seminggu. Pestisida yang digunakan bergantung kepada hama dan penyakit yang sedang menyerang. Kutu hijau, thrips, dan ulat grayak dapat diatasi dengan menggunakan insektisida berbahan aktif deltametrin atau beta sifultrin seperti Decis dan Buldok dengan dosis 0.5 ml/l. Pengendalian juga dapat menggunakan Dursban dengan bahan aktif klorpirifos 200 g/l, dosis yang digunakan 2-3 ml/l. Pengendalian kutu sisik menggunakan pestisida berbahan aktif abamektin dicampur dengan kelas penembus jaringan dimana penembus jaringan tersebut yang akan digunakan untuk menembus lapisan lilin pada kutu sisik sehingga pengobatan akan lebih efektif. Contoh serangan hama pada tanaman apel dapat dilihat pada Gambar 6.

Pengendalian penyakit dilakukan selaras teknik budidaya dengan mengatur jarak tanam agar tidak terlalu rapat dan memangkas cabang yang terkena penyakit. Pengendalian secara kimiawi menggunakan penyemprotan dengan pestisida berbahan aktif klorotalonil untuk mengatasi busuk buah, Tebukonazol untuk mengatasi bercak daun, Mancozeb dan Propineb untuk penyakit yang disebabkan oleh jamur. Contoh gejala serangan penyakit pada tanaman apel dapat dilihat pada Gambar 7.

a

Gambar 6. Gejala Serangan Hama pada Tanaman Apel; a) Aphis pomii, b) Spodoptera litura, c) Kutu Sisik, d) Lalat Buah, e) Burung

d e

(37)

Serangan hama dan penyakit meningkat di musim hujan sehingga intensitas penyemprotan ditingkatkan menjadi lima hari sekali. Curah hujan yang tinggi selama pengamatan dilakukan membuat penyemprotan menjadi tidak efisien karena pestisida tercuci oleh hujan. Hal ini diatasi dengan penambahan perekat pada larutan pestisida.

Penjarangan Buah

Penjarangan buah dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas buah agar ukuran buah besar dan seragam, warna kulit baik, buah sehat, memudahkan pemeliharaan buah apel, serta mendapatkan distribusi sinar matahari yang lebih banyak dan merata. Jumlah buah yang terlalu banyak dalam satu tunas dapat terjadi jika digunakan ZPT secara berlebih atau pemangkasan yang tidak tepat sehingga buah mengumpul pada beberapa tunas saja.

Penjarangan buah di Agrowisata Krisna dilakukan secara manual dengan tangan enam minggu sesudah bunga mekar total. Pada setiap dompolan disisakan maksimal tiga buah yang besarnya seragam dan sehat. Penjarangan buah biasa

a b c

d e

Gambar 7. Gejala Serangan Penyakit pada Tanaman Apel; a) Busuk Buah, b) Mata Ayam, c) Nyawo, d) Embun Tepung, e) Bercak Daun, f) Busuk Batang, g) Jamur, h) Nectrina galligena, i) Kanker Batang

Marsonina

f g

m

(38)

27 dilakukan saat musim kemarau. Di musim penghujan, penjarangan buah jarang dilakukan karena persentase fruit set kecil.

Panen

Panen dilakukan pada saat buah matang secara fisiologis. Jika panen dilakukan saat buah belum siap akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman dan pembungaan pada musim berikutnya. Tanaman akan menghasilkan tunas vegetatif yang berlebihan dan pembungaan pada musim berikutnya akan banyak gagal terjadi fruit set. Buah yang dipetik terlalu muda akan cepat menjadi keriput. Buah apel yang menjadi keriput beratnya susut mencapai 5.5 %, sedangkan buah apel yang dipetik umur tua makin cepat lunak dan masir, cepat mengalami penurunan padatan total terlarut (PTT) maupun jumlah komponen dan konsentrasi cita rasanya dalam penyimpanan (Soelarso, 1997).

Ciri-ciri buah yang siap dipanen yaitu ujung buah membuka/merekah dan kulit buah mengkilap. Panen dapat dilakukan lebih kurang 150 hari setelah rompes (HSR) untuk kultivar Manalagi dan lebih kurang 165 HSR untuk kultivar Rome Beauty. Apel Anna merupakan apel yang paling cepat dipanen, yaitu 135 HSR.

Apel yang dihasilkan Agrowisata Krisna antara lain Rome Beauty, Manalagi, Anna, Wanglin, dan Princess Noble. Apel yang dijual kepada pengepul hanya apel Rome Beauty, Manalagi, dan Anna, sedangkan Princess Noble, dan Wanglin dikonsumsi untuk pribadi dan pengunjung Agrowisata. Karakteristik apel yang dihasilkan Agrowisata Krisna berdasarkan jenisnya dapat dilihat pada Tabel 7.

(39)

Tabel 7. Kultivar dan Karakteristik Apel yang Dihasilkan Agrowisata Krisna

No Kultivar Ciri-ciri

1 Rome

Beauty

1. Rasanya asam manis, segar, tidak beraroma

2. Daging buah putih kekuningan, keras, tekstur kasar 3. Bentuk buah bulat, kulit tebal berwarna hijau kemerahan 4. Bentuk daun panjang dengan ujung menyempit

2 Manalagi 1. Rasanya manis, agak liat dan kering

2. Daging buah berwarna putih, jika telah masak beraroma harum 3. Bentuk buah bulat perpori putih dengan warna hijau merata

hingga kekuningan

4. Berdaun lebar dengan warna hijau tua, halus, dan tipis 3 Wanglin 1. Rasanya manis, segar, teksturnya renyah

2. Bentuknya bulat dengan pangkal buah mendatar, kulit berwarna hijau kecoklatan

3. Daun hijau kelabu, permukaan daun berbulu, dengan ujung daun meruncing

4 Anna 1. Rasanya agak asam manis, agak keset, dan sedikit berair 2. Daging buah berwarna kuning

3. Bentuk buah oval, kulit buah halus, tipis, dan berwarna merah tua kombinasi kuning

4. Berdaun tebal, berujung runcing, dan berwarna hijau muda, tepi daun bergerigi dan agak melipat ke bawah

5. Princess noble

1. Buah berbentuk bulat, warna daging buah putih 2. Warna buah hijau berbintik-bintik putih

3. Rasa buah segar dan agak masam

4. Berdaun tebal, berwarna hijau tua dengan ujung meruncing Agrowisata Krisna melakukan sistem rotasi panen pada setiap bloknya, sehingga dihasilkan kontinuitas produksi apel di kebun. Rotasi panen antar blok satu dengan yang lain berjarak sekitar 2 minggu-1 bulan yang dapat diatur dengan menentukan waktu perompesan dan pemangkasan.

Apel yang dihasilkan oleh Agrowisata Krisna dijual kepada pengepul dengan harga berkisar antara Rp 3.000-12.000. Pengepul untuk daerah Nongkojajar berasal dari daerah sekitar lokasi, Batu, dan Malang. Harga jual apel dipengaruhi musim, apabila bunga mekar saat musim penghujan, produksi akan turun dan harga apel meningkat. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai apabila harga panen total setelah ditimbang kurang dari Rp 10 juta, sedangkan apabila penjualan hasil panen total lebih dari Rp 10 juta maka bisa dilakukan dengan cara kredit, pelunasan dilakukan 15 hari kemudian. Apel yang dipanen dibawa oleh pengepul untuk dilakukan sortasi, grading, dan pengemasan untuk

(40)

29 didistribusikan ke pasar induk Kramat Jati Jakarta untuk dijual ke pasar-pasar atau supermarket di daerah sekitar Jabodetabek dan Bandung.

Sortasi dan Grading

Agrowisata Krisna tidak melakukan sortasi dan grading sendiri. Sortasi dan grading dilakukan oleh para pengepul. Grade rata-rata pengepul yang mengambil apel di daerah Nongkojajar dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Grade Apel di Daerah Nongkojajar

Grade Jumlah Buah (buah/kg)

Manalagi Rome Beauty

A 5-6 3-4 B 7-9 5-6 C 10-11 7-8 D 11-15 9-11 E 16-20 12-15 Kriil > 20 > 15

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (2008)

Secara umum, produksi apel yang dihasilkan Agrowisata Krisna sebagian besar berada pada grade B dan C, masing-masing sebanyak 25-40%, sedangkan

grade A hanya sekitar 5.-.10%. Hal ini menunjukkan masih diperlukan peningkatan pemeliharaan tanaman sehingga dapat grade dapat ditingkatkan.

Hasil panen diletakkan pada keranjang bambu yang berukuran 30.-.35 kg/keranjang untuk kemudian diantar ke tempat sortasi. Proses sortasi

umumnya menggunakan bantuan alat sortasi seperti yang terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Alat-alat dalam Sortasi dan Grading; a) Keranjang Bambu, b) Alat Sortasi

(41)

Pengolahan Pasca Panen

Agrowisata Krisna mulai mengusahakan pengelolaan pasca panen berupa pengolahan apel menjadi cuka apel, teh apel, wine apel, jenang apel, dan wingko apel sejak tahun 2003. Produk-produk olahan apel dari Agrowisata Krisna dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Produk Olahan Apel Agrowisata Krisna

Pengolahan pasca panen ini bertujuan untuk mengantisipasi banyaknya apel yang rusak dan rontok setiap kali panen dan banyaknya apel yang gugur akibat kelalaian pengunjung agrowisata. Setiap tahunnya, Agrowisata Krisna memanfaatkan lebih kurang 5 % dari jumlah apel yang tidak masuk dalam grade

sebagai bahan baku pembuatan apel olahan.

Keunggulan cuka apel yang diproduksi di Agrowisata Krisna adalah semua bahan baku dalam proses pembuatan cuka apel ini merupakan buah-buahan asli tanpa ada tambahan bahan kimia. Apel yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan cuka apel tidak dibedakan menurut kultivarnya karena jumlah apel yang digunakan sebagai bahan baku terbatas. Saat proses fermentasi dapat diketahui kultivar apel yang paling banyak digunakan untuk memproduksi cuka apel tersebut dari warna cuka apel yang dihasilkan. Cuka apel yang banyak menggunakan apel Manalagi akan menghasilkan warna kekuning-kuningan dan rasanya tidak terlalu asam dibandingkan dengan cuka apel dari jenis apel lainnya. Princess Noble dan Wanglin akan menghasilkan cuka apel berwarna hijau kekuningan, sedangkan Rome Beauty dan Anna akan menghasilkan cuka apel yang berwarna kuning kehijauan.

(42)

31 Tahapan pembuatan cuka apel dapat dilihat pada Gambar 10. Pertama-tama apel dicuci dengan air bersih, diparut menjadi potongan-potongan tipis dan panjang (a), diperas dengan menggunakan mesin pres (b), kemudian difermentasikan selama kurang lebih satu tahun (c). Selama proses fermentasi dilakukan 4-6 kali proses penyaringan endapan. Penyaringan dilakukan agar cuka yang dihasilkan terlihat bersih, jernih, dan bening. Cuka apel yang sudah jadi dikemas dalam botol yang sudah disterilisasi dan dipasarkan (d).

Gambar 10. Proses Pembuatan Cuka Apel; a) Apel Hasil Parutan, b) Mesin Pres Apel, c) Galon untuk Wadah Fermentasi, d) Cuka Apel yang siap Dipasarkan

Hambatan yang dihadapi perusahaan yaitu pada produksi dan pemasaran cuka apel yang dijalankan. Cuka apel produksi Krisna sangat bergantung pada hasil panen apel, yaitu sekitar 5 % dari keseluruhan produksi apel, sehingga jumlah cuka apel yang dihasilkan tidak sama setiap tahunnya.

Proses awal pembuatan teh apel hampir sama dengan cuka apel. Apel disortir kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat pada apel. Apel-apel diparut menjadi potongan-potongan panjang dan tipis, kemudian dijemur selama 2-3 hari dan disterilkan di dalam oven selama beberapa jam, dan selanjutnya dikemas dalam bungkus plastik berukuran satu ons.

Aspek Manajerial

Karyawan harian lepas direkrut dari penduduk sekitar lokasi Agrowisata Krisna. Besar gaji yang diterima KHL sebesar Rp 10.000.00/hari untuk tenaga kerja laki-laki dan Rp 8.000.00/hari untuk tenaga kerja wanita. Waktu kerja KHL dimulai dari pukul 06.30-12.00 WIB dengan waktu istirahat pada pukul 08.00-08.30 WIB. Manajer yang sekaligus bertugas sebagai pengawas datang lebih awal

(43)

untuk memeriksa kelengkapan peralatan dan mengecek kondisi lahan. Tugas KHL biasanya sudah diberikan dari hari sebelumnya sehingga bisa dipersiapkan terlebih apabila manajer berhalangan datang atau datang terlambat.

Tenaga kerja laki-laki bertugas untuk mengerjakan pemangkasan, pelengkungan cabang, penyemprotan, serta penjarangan buah. Tenaga kerja perempuan bertugas untuk mengerjakan pemupukan, dan pengendalian gulma secara mekanik. Perompesan, pemberian ZPT, dan pemanenan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja dari luar dengan pertimbangan efisiensi waktu. Upah untuk kegiatan perompesan dan pemberian ZPT yaitu sebesar Rp 8,000.00/hari. Kegiatan pengangkutan pupuk kandang juga dilakukan oleh tenaga kerja dari luar dengan sistem upah berdasarkan jumlah pupuk kandang yang diangkut sebesar Rp 5.000.00/pikul. Upah kegiatan pemanenan sebesar Rp 30.000.00/hari yang ditanggung oleh pengepul.

Agrowisata Krisna selain memproduksi apel segar juga memproduksi apel olahan berupa cuka apel, teh apel, wine apel, jenang apel, dan wingko apel. Kegiatan pasca panen ini dilakukan oleh dua orang karyawan dengan besar upah disesuaikan dengan hasil penjualan dan jam kerja.

Kegiatan sebagai KHL dilakukan oleh penulis selama satu bulan. Tabel 9 membandingkan prestasi kerja karyawan Agrowisata Krisna dengan standar kerja penulis. Prestasi kerja penulis pada kegiatan perompesan dan penutulan ZPT dapat menyamai prestasi kerja karwayan karena kegiatan ini tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus. Pada kegiatan pemangkasan dan pelengkungan cabang, prestasi kerja penulis lebih rendah daripada karyawan karena kegiatan tersebut membutuhkan keterampilan dan latihan. Penulis masih sulit membedakan tunas produktif dan tidak produktif dalam pemangkasan, serta masih belum terbiasa dalam pelengkungan cabang sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dari karyawan. Pada kegiatan pemanenan, prestasi kerja penulis lebih rendah daripada karyawan karena kegiatan tersebut membutuhkan tenaga. Karyawan dalam pemanenan berjenis kelamin laki-laki yang cenderung bertenaga lebih besar. Penulis tidak melakukan kegiatan penyemprotan karena penyemprotan memerlukan tenaga yang besar serta cara yang tepat.

Gambar

Tabel 1. Data Kebutuhan Pupuk untuk Tanaman Apel per Pohon
Tabel 2. Pemupukan di Kusuma Agrowisata
Tabel 4. Curah Hujan dan Hari Hujan Bulan Februari – Juni Tahun 2006 –  2010  Bulan  2006  2007  2008  2009  2010  Januari  430  202  249  419  556  Februari  346  608  369  500  712  Maret  542  240  875  128  632  April  323  456  105  224  544  Mei  363
Tabel 4. Jumlah Karyawan Agrowisata Krisna Tahun 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu juga terlihat dari hasil uji statistik yang memperlihatkan bahwa walaupun ada perbedaan nilai penyerapan air dan kelarutan bahan untuk perendaman selama 1,

Analiza je pokazala da u školama prevladava uži koncept školskog kurikuluma prema kojem se on svodi na neobvezni dio nastavnog plana i programa, iako Zakon o odgoju

Dalam pemahaman yang sungguh-sungguh akan firman Allah itu Majelis Sinode GPIB menyampaikan surat gembala ini dengan harapan, seluruh warga GPIB dapat

Berdiskusi kegiatan apa saja yang sudah dimainkannya hari ini, mainan apa yang paling disukai.. Bercerita pendek yang berisi

Berbeda dengan agro-ekosistem sawah tadah hujan di Kecamatan Tungkal Ulu, untuk sawah irigasi di Batang Asam peubah karakteristik rumah tangga yang memperlihatkan adanya

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa penerapan terapi musik dan gerak dapat mereduksi kesulitan berperilaku pada

Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan bebas infeksi

Setiap habis mengajar di kelas, saya akan mencatat telah selesai atau tidak materi dalam rencana kegiatan pembelajaran yang telah di susun sebelumnya. 8 Saya akan