• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2. Landasan Teori Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang terhadap Agama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2. Landasan Teori Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang terhadap Agama"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 2 Landasan Teori

2.1. Konsep Kepercayaan Masyarakat Jepang terhadap Agama

Menurut Danandjaja (1997 : 165), sebelum mulai menguraikan agama-agama besar yang telah mempengaruhi Jepang, ada baiknya dijelaskan lebih dahulu sikap orang Jepang terhadap agama yang masuk ke negaranya. Karakteristik orientasi agama mereka tidak sama dengan cara berpikir orang Barat terhadap agama, karena orang Jepang tidak menganggap agama sebagai sesuatu yang eksklusif. Sikap ini mempunyai beberapa arti :

1. Seorang Jepang yang sama akan menyembah dewa-dewa dari agama yang berbeda tanpa perasaan yang bertentangan. Misalnya seorang Jepang akan bersembahyang di altar agama Buddha yang ada di rumahnya pada pagi hari, dan pada sorenya akan pergi bersembahyang ke tempat pemujaan Shinto;

2. Ada tempat pemujaan yang menyemayamkan patung-patung dewa dari berbagai agama yang berbeda. Contohnya di Jepang ada Kuil Buddha di dalam kompleks pemujaan Shinto dan demikian sebaliknya;

3. Konsep religi orang Jepang mengenai seorang dewa dapat mencakup unsur-unsur yang berasal dari agama-agama berbeda;

4. Seorang pendeta dari suatu agama boleh memimpin upacara keagamaan dari agama lain.

Menurut Danandjaja (1997 : 164), di antara beberapa kepercayaan yang dianut orang Jepang, Shinto adalah yang tertua dan dapat dianggap sebagai kepercayaan pribumi orang Jepang.

(2)

2.2. Konsep Shinto

Dalam bab ini akan dijelaskan pengertian Shinto serta benda-benda penting Shinto. 2.2.1. Pengertian Shinto

Menurut Ono (1998 : 2), Shinto berasal dari dua huruf kanji, yaitu 神 (shin) yang

berarti kami atau dewa dan 道 (dou atau tou) yang berarti michi atau jalan. Jadi secara

harafiah 神道 (shintou) dapat diartikan sebagai ”jalan para dewa”.

Menurut Befu dalam Danandjaja (1997 : 164), walaupun mempunyai satu nama, kepercayaan ini sebenarnya merupakan gabungan kepercayaan ”primitif” yang sukar untuk digolongkan menjadi satu agama, bahkan sebagai satu sistem kepercayaan. Oleh karenanya kepercayaan ini lebih tepat dianggap sebagai suatu gabungan dari kepercayaan ”primitif” dan praktek-praktek yang berkaitan dengan jiwa-jiwa, roh-roh, hantu-hantu dan sebagainya.

Kuroda (1993 : 7) mengungkapkan pandangan orang Jepang terhadap Shinto, yaitu :

The common person’s view of Shinto usually includes the following assumptions : Shinto bears the unmistakable characteristics of a primitive religion, including nature worship and taboos against kegare (impurities), but it has no system of doctrine; it exists in diverse forms as folk belief.

Artinya :

Pandangan orang secara umum mengenai Shinto biasanya meliputi asumsi berikut ini, Shinto memiliki karakteristik yang paling benar dari kepercayaan kuno, termasuk menyembah alam dan tabu terhadap kegare (ketidaksucian), namun Shinto tidak memiliki sistem doktrin; Shinto muncul dari kepercayaan rakyat dalam bentuk yang bermacam-macam.

(3)

―般ぱんに「神道しんとう」と言いった場合ば あ い、「日本民族に ほ ん み ん ぞ くに固有の神かみ、神霊しんれいに基もとづいて 発生 はっせい し、展開てんかいしてきた 宗 教しゅうきょうの総 称そうしょう」であるとされているが、神かみや神霊しんれい についての信念しんねんや伝統的でんとうてきな際さい祀としばかりでなく、広ひろく生活習俗せいかつしゅうぞくや 伝 承でんしょうさ れている 考かんがえ方がたなどもその中なかに含ふくまれる。 Artinya :

Secara umum Shinto adalah sebuah kata yang dipakai untuk mewakili kepercayaan tradisional orang Jepang yang berdasarkan kepercayaan terhadap dewa dan roh. Dan bukan hanya itu saja, secara luas ajaran Shinto juga menjadi pedoman bagi orang Jepang dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya.

Bahkan pada umumnya, adat dan kebiasaan yang ada dalam masyarakat Jepang biasanya didasari oleh kepercayaan Shinto seperti halnya kegiatan-kegiatan matsuri, pernikahan, kelahiran, dan lain-lain.

Menurut Kuroda (1993 : 10), pengertian Shinto adalah kepercayaan religius yang ditemukan dalam adat masyarakat di Jepang dan diwariskan secara turun-temurun di Jepang, termasuk juga kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat gaib.

Menurut Masahiko (2006 : 13-14), arti Shinto adalah : 神道 しんとう という現 象げんしょうについては、たとえばお祭まつりをしてきたとか、神社じんじゃに祈いの ってきたとか、神社じんじゃの神様かみさまの前まえでご祈祷き と うをするとか、神様かみさまについての 物 語 ものがたり が書かかれている神道古典し ん と う こ て んであるとか、あるいは神道しんとうについて言葉こ と ばで 説明 せつめい した新党思想家し ん と う し そ う かたちの 考かんがえていたことといった、いわば神道しんとうの歴史れ き し を材 料ざいりょうにして 考かんがえるしかない。 Artinya :

Yang dimaksud dengan fenomena Shinto yaitu, seperti melaksanakan perayaan dengan mengunjungi kuil Shinto, memanjatkan doa di depan dewa-dewa yang ada di kuil, cerita mengenai dewa-dewa yang ditulis dalam catatan kuno Shinto,

(4)

atau penjelasan para sejarahwan Shinto mengenai Shinto. Dapat dikatakan penjelasan tersebut merupakan sejarah Shinto yang dimaterikan.

Tidak seperti kepercayaan lain di dunia, Shinto tidak memiliki pendiri dan kitab suci sebagai pegangan dalam menjalankan suatu ajaran. Semua kegiatan upacara dilakukan untuk memuja kami. Hal ini yang sangat membedakan Shinto dari kepercayaan lainnya.

Seperti dijelaskan oleh Ono (1998 : 3) dalam kutipan sebagai berikut :

”Unlike Buddhism, Christianity, and Islam, Shinto has neither a founder, such as Gautama the Enlightened One, Jesus the Messiah, or Mohammed the Prophet; nor does it have sacred scriptures, such as the sutras of Buddhism, the Bible, or the Qur’an.”

Artinya :

”Tidak seperti agama Buddha, Kristen dan Islam, Shinto tidak mempunyai pendiri, seperti Gautama yang tercerahkan, Yesus Sang Mesias, atau Muhammad Sang Nabi, Shinto juga tidak memiliki kitab suci seperti Tripitaka, Alkitab dan Qur’an.”

Menurut Masahiko (2006 : 14), materi pemikiran Shinto terdapat empat jenis, yaitu : 1. お祭まつりの伝統でんとう 2. 神道しんとうの歴史れ き し 3. 神道古典し ん と う こ て ん 4. 神道思想史し ん と う し そ う し Artinya : 1. Tradisi perayaan 2. Sejarah Shinto 3. Catatan kuno Shinto 4. Sejarah pemikiran Shinto

(5)

Kami are the object of worship in Shinto, What is meant by ”kami”? Fundamentally, the term is an honorific for noble, sacred spirits, which implies a sense of adoration for their virtues and authority.

Artinya :

Kami merupakan objek penyembahan dalam Shinto. Apakah yang disebut dengan kami? Pada dasarnya, istilah kami adalah sebuah sebutan kehormatan untuk kaum bangsawan, sebuah semangat suci yang secara tidak langsung merupakan penyembahan untuk kebaikan dan kekuasaan kami.

Menurut Ono (1998 : 7), di antara objek dan fenomena yang telah ada pada zaman dahulu, yang dikatakan sebagai kami adalah kualitas pertumbuhan, kesuburan dan produktivitas ; fenomena alam, seperti angin dan guntur; objek alam, seperti matahari, gunung, sungai, pohon dan batu karang; beberapa binatang dan roh-roh leluhur, seperti roh kaisar, roh keluarga bangsawan dan roh pahlawan nasional.

Menurut Agency for Cultural Affairs (1990 : 14), yang dikatakan sebagai kami adalah gunung, sungai, batu karang, pohon, burung, dan manusia yang mempunyai mutu yang luar biasa, seperti kaisar, pahlawan, uji atau keluarga leluhur juga dikenal sebagai kami.

Menurut Danandjaja (1997 : 192-193), bentuk dewa Shinto bisa beragam, adakalanya berwujud tokoh. Bisa juga ia berwujud dewa Rase, yang di Jepang diidentifikasikan dengan dewa yang melindungi daerah persawahan. Apa pun wujudnya, fungsi dewa ini sebagai pelindung desa. Ia melindungi pertanian pada umumnya dan juga menjaga kesehatan dan keberuntungan dari warga desa. Dalam keadaan sakit, seorang warga desa akan mengunjungi kuil untuk berdoa agar cepat sembuh. Untuk keberhasilan akademik putranya, seorang ibu akan memohon bantuan dewa pelindung desanya.

(6)

Konsep dasar Shinto adalah kepercayaan terhadap kedewaan, maka di dalam Shinto juga terdapat dunia para dewa. Dewa-dewa yang berada di dunia, dewa tersebut adalah dewa-dewa yang dipuja oleh para pengikut Shinto. Menurut Honda (2006 : 148), beberapa di antara dewa-dewa Shinto tersebut adalah Shichifukujin (tujuh dewa keberuntungan), yang di dalamnya termasuk :

1. Ebisu (恵比須), yaitu dewa kemakmuran.

2. Daikokuten (大黒天), yaitu dewa kekayaan.

3. Benzaiten (弁財天), yaitu dewa kesusastraan, kesenian dan ilmu pengetahuan.

4. Bishamonten (毘沙門天), yaitu dewa keberuntungan.

5. Hotei (布袋), yaitu dewa kebahagiaan.

6. Fukurokuju (福禄寿), yaitu dewa umur panjang.

7. Jurojin (寿老人), yaitu dewa kebijaksanaan.

Menurut Picken (1994 : 120), Shichifukujin (tujuh dewa keberuntungan) berlayar dengan menggunakan kapal harta karun Takarabune. Di dalam kapal itu berisi topi yang membuat orang menjadi tidak kelihatan dan tas uang yang tidak akan pernah kosong.

Menurut Picken (1994 : 119- 120), dewa Ebisu adalah satu-satunya dewa dari ketujuh dewa yang ada dalam Shichifukujin yang berasal dari Jepang. Dewa Ebisu sangat populer sebagai dewa kemakmuran yang membawa berkat-berkatnya dari laut. Dalam Shinto, Ebisu sama dengan Kotoshironushi no mikoto. Ebisu pada umumnya

(7)

digambarkan memegang alat pancing ikan atau kail di tangan kanannya dan membawa seekor ikan tai di tangan kirinya.

Menurut Picken (1994 : 120), Daikokuten adalah salah satu dari tiga dewa yang berasal dari India yang terdapat dalam Shichifukujin. Dalam Shinto, Daikokuten sama dengan Okuninushi no Mikoto. Daikokuten biasanya digambarkan bertubuh gemuk dan berwajah tersenyum. Dia digambarkan sedang berdiri atau duduk di atas dua karung beras dan memegang sebuah palu kayu ajaib pengabul di tangan kanannya dan membawa tas karung besar yang berisi harta yang digantungkan di pundak kirinya. Dewa Daikokuten merupakan dewa kekayaan.

Menurut Ono (1998 : 83), berbagai bentuk hiburan yang diadakan di kuil Shinto antara lain tarian-tarian suci (kagura), musik klasik (gagaku), nyanyian, tari-tarian klasik (bugaku) dan drama (noh).

Menurut Picken (1994 : 178), kagura merupakan tarian Jepang klasik yang dimainkan oleh gadis kuil (miko). Tarian mempunyai tempat yang sangat penting dalam Shinto, tarian itu merupakan tarian yang membuat Amaterasu keluar dari gua. Tarian ini dilakukan untuk membuat dewa senang. Sedangkan bugaku merupakan aliran lain dari tarian Jepang klasik dengan musik spesial. Biasanya bugaku sering diadakan di kuil. Cerita dari drama noh merupakan akar dalam Shinto. Dalam drama noh, kami digambarkan dalam berbagai macam syair kepahlawanan.

Menurut Ono (1998 : 55), berbagai bentuk dari pertunjukkan, seperti tarian, drama, seni memanah dan gulat, adalah beberapa kegiatan yang dilakukan untuk menghormati dan menyembah kami.

(8)

macam instrumen, seperti taiko, genderang besar yang diletakkan di kuil Shinto dan bunyinya merupakan tanda dimulainya ritual dan shoko, yang merupakan drum kecil.

Taiko adalah genderang Jepang dengan ukuran yang cukup besar dan bentuknya hampir sama dengan beduk yang dipakai di Indonesia. Taiko biasa dimainkan dalam bentuk grup di mana pemainnya bisa mencapai 20 orang. Alat musik ini berasal dari Cina, di Jepang pada mulanya dimainkan oleh para petani dan nelayan sebagai media untuk memanjatkan doa agar memperoleh hasil panen atau hasil nelayan dengan baik, atau dimainkan untuk menenangkan arwah nenek moyang mereka (Sudjianto, 2002 :107).

Menurut Picken (1994 : 183), Dalam Shinto, taiko diletakkan di semua kuil dan bunyi dari taiko merupakan tanda dimulainya ritual.

Menurut Ellis (2003), dikatakan bahwa berdasarkan upacara Shinto, matsuri bercirikan kesukariaan yang ramai, pertunjukan arak-arakan, dan pertunjukkan besar.

Menurut kepercayaan Shinto, seluruh aspek kehidupan selalu berhubungan dengan dewa yang mereka anggap akan selalu memberikan perlindungan bagi manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, cara mereka dalam upaya melayani serta menghormati para dewa adalah dengan dilakukannya matsuri (Ono, 1998 : 50).

2.2.2. Benda-benda Penting Shinto

Menurut Ono (1998 : 24-25, 68), benda-benda yang dianggap suci oleh kepercayaan Shinto, yaitu :

1. Mikoshi (tempat tinggal sementara bagi kami).

(9)

peralatan yang dipakai dalam Shinto. Biasanya mikoshi diangkat dan diarak-arak keliling jalan dengan penuh semangat.

2. Bendera atau spanduk (simbol kehadiran kami dan di saat yang sama merupakan persembahan kepada kami)

3. Gohei (tongkat yang digantungi kertas-kertas dengan bentuk zigzag di kedua sisinya yang fungsinya menandakan sebagai kehadiran kami dalam sebuah ruangan).

4. Kuda

Dahulu kala, kuda biasanya dipersembahkan sebagai persembahan tradisional untuk kami (Picken, 1994 : 183). Patung kuda merupakan simbol dari kuda tunggangan kami (Ono, 1998 : 33).

5. Ema

Satu lagi yang utama dari kuil, yaitu lembaran kayu yang didalamnya ditulis permohonan atau doa. Lembaran kayu ini disebut dengan ema, yang berarti gambar kuda. Dahulu, kuda merupakan persembahan tradisional untuk kami. Saat ini, sebagai penggantinya di kuil dijual ema (Picken, 1994 : 183).

6. Tai

Ikan tai melambangkan kebahagiaan dan kemakmuran. Biasanya digunakan pada saat acara-acara yang membahagiakan, seperti pernikahan (Tanaka, 1997 : 325).

7. Yamaboko

Yamaboko digunakan untuk menghalau iblis yang bertanggung jawab atas penyebab wabah dan bencana alam lainnya (Ozawa, 1999 : 114).

(10)

8. Karajishi

Di pintu masuk kuil Shinto biasanya dijaga oleh sepasang patung singa dan anjing. Patung singa yang sebelah kiri mulutnya terbuka, sedangkan patung anjing yang di sebelah kanan mulutnya tertutup. Patung ini ditaruh di depan pintu kuil untuk menakuti roh jahat (Ono, 1998 : 33).

9. Patung

Patung merupakan salah satu benda yang digunakan untuk menghormati kami. Biasanya patung dari pahlawan lokal atau beberapa tokoh terkemuka yang berhubungan dengan masyarakat setempat (Ono, 1998 : 34).

2.3. Konsep Matsuri

Kepercayaan dan keyakinan orang Jepang terhadap simbol diekspresikan dalam kegiatan yang disakralkan. Kegiatan ini terus berlangsung dalam kehidupan orang Jepang sebagai sebuah pementasan yang disebut matsuri. Matsuri disebut juga girei atau gyouji (Madubrangti, 2008 : 21-22). Menurut Yanagita dalam Madubrangti (2008 : 22), matsuri pada hakekatnya adalah kegiatan yang diyakini atau dipercayai oleh masyarakat Jepang sebagai ritual terhadap pemujaan kepada para leluhur dan kepada alam semesta. Orang memohon dan memanjatkan rasa syukur atas kemakmuran, kesejahteraan dan keselamatan yang diperolehnya.

Menurut Danandjaja (1997 : 300), matsuri merupakan folklor Jepang asli yang berhubungan dengan agama Shinto, yang dilakukan setiap tahun pada tanggal-tanggal tertentu.

(11)

spiritual penduduk setempat. Festival ini diambil dari ritual-ritual Shinto kuno yang bertujuan mendamaikan hati para dewa dan roh-roh orang mati dan menjamin kesuburan pertanian mereka.

Ada beberapa tipe matsuri di Jepang, yaitu matsuri untuk memohon kepada para dewa (seperti memohon keberhasilan panen). Tipe lainnya yaitu matsuri untuk mengucapkan terima kasih kepada para dewa; dan tipe lain lagi untuk mengusir penyakit menular dan bencana-bencana alam (Danandjaja, 1997 : 301).

Menurut Danandjaja (1997 : 301), banyak dari festival Jepang diwarnai benda-benda suci dari kuil yang ditempatkan di atas kereta hias yang indah sekali, dan selama itu juga diadakan perlombaan-perlombaan permainan keterampilan yang memberikan kesempatan para hadirin untuk berkomunikasi satu sama lain.

Menurut Danandjaja (1997 : 303-304), unsur penting lainnya dari pesta rakyat (matsuri) yaitu perlombaan tarik tambang (tsunahiki), perlombaan menunggang kuda, dan berdayung perahu. Selain itu pertunjukkan tarian rakyat yang disebut kagura juga merupakan ciri khas dari suatu matsuri. Namun pada masa modern kini, permainan bertanding dan tarian-tarian rakyat sudah merupakan pertunjukkan bagi para pengunjung.

Referensi

Dokumen terkait

sesungguhnya. Melatih diri untuk berinteraksi di lingkungan sekolah, baik dengan guru, maupun murid-muridnya. Mengidentifikasi masalah-masalah yang terjadi di dalam

(4) Dalam hal berkas pengajuan permohonan pengesahan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan tidak lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka instansi

1. Bayu Widagdo dan Winastwan Gora.S, Produser adalah orang yang bertugas menjadi fasilitator dan menyiapkan segala kebutuhan produksi dari tahap awal hingga tahap akhir,

AJI CAHYARUBIN. Analisis Pendapatan Usahatani Tebu Petani Mitra dan Non Mitra PG Rejoagung Baru, Kabupaten Madiun. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI. Kemitraan antara petani

Hasil percobaan pada PLB anggrek dengan kombinasi media dan ZPT menunjukkan bahwa perlakuan media NPK (18-18-18+EDTA) menghasilkan persentase multiplikasi sangat

Eksplan yang digunakan dalam menentukan fase perkecambahan anggrek hitam dan menentukan medium dasar yang optimal bagi perkecambahan biji secara in vitro adalah buah

Antera untuk induksi androgenesis kelapa sawit dengan populasi mikrospora stadium uninukleat akhir sampai binukleat awal lebih dari 50% dapat diisolasi dari bunga pada

Berdasarkan hasil pengembangan modul elektronik yang sudah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan bahwa Modul elektronik Pengelasan Busur Manual SMAW berbasis