• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1991, Cetakan Keenam), hlm

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1991, Cetakan Keenam), hlm"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Kebangkitan Islam di Majalengka; Menelusuri Jejak Perjuangan K.H. Abdul Halim di dalam Memelopori Gerakan Kebangkitan Islam di Daerah Majalengka (1911-1962)

Sejak memasuki dekade pertama dari abad XX M, di Indonesia muncul sebuah fenomena menarik dan baru yang terjadi mewarnai kehidupan sosio-religius masyarakat Indonesia, dengan munculnya sebuah gerakan yang disebut dengan gerakan kebangkitan Islam sebagai manifestasi kesadaran masyarakat Muslim untuk memperbaiki kehidupannnya. Fenomena ini pun terjadi di daerah Majalengka yang dipelopori oleh K.H. Abdul Halim dengan gerakan-gerakan pembaruannya yang mendorong gerakan kebangkitan Islam di daerah tersebut. .

Penelitian ini berangkat dari teori yang dikemukakan Hiroko Horikosi yang menyatakan bahwa kiyai memiliki peran yang sangat penting di dalam mendorong munculnya perubahan sosial. Sebaliknya penelitian ini menyanggah teori yang dikemukakan Cliffort Gertz yang menyatakan bahwa kiyai hanya merupakan “Makelar Budaya” saja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, pertama riwayat dan sejarah perjalanan hidup dari K.H. Abdul Halim. Kedua, untuk mengetahui perjuangan K.H. Abdul Halim di dalam memelopori gerakan kebangkitan Islam di daerah Majalengka pada periode 1911-1962.

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah (historical research), yaitu metode penelitian yang mempelajari kejadian-kejadian atau peristiwa - peristiwa di masa lalu dengan tujuan untuk membuat rekonstruksi terhadap masa lalu secara sistematis dan objektif dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi dan mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan yang benar

Dari hasil penelitian ini terungkap bahwa K.H. Abdul Halim merupakan salah seorang figur ulama pembaru dari Majalengka yang memiliki jasa yang besar di dalam mendorong kesadaran di kalangan masyarakat Muslim, bahkan bangsa Indonesia untuk bangkit mengejar ketertinggalannnya dalam berbagai bidang melalui serangkaian usaha-usaha pembaruannnya. Dari tahun 1911 sampai akhir hayatnya pada tahun 1962 ia telah berjuang memajukan kehidupan keagamaan, pendidikan dan menanamkan rasa cinta tanah air atau kesadaran nasional terhadap masyarakat melalui usaha-usaha melakukan dakwah Islam dengan mendirikan Majlisul Ilmî, Jam’îyatul muta’âlimîn di mana di dalamnya ia mengembangkan sistem pendidikan yang memadukan antara model pendidikan pesantren dan sekolah/madrasah. Selain itu, ia telah banyak memberikan kontribusi dalam usaha memperbaiki ekonomi umat dengan mendirikan organisasi Hayâtul Qulûb. Selama hidupnya, ia banyak berkiprah dengan banyak berpartisipasi aktif dalam berbagai organisasi sosio-religious-politik seperti menjadi ketua cabang organisasi Sarekat Islam cabang Majalengka, Persyarikatan Oelama (PO), Perikatan Oemat Islam (POI), Chuo Sangi In, Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), maupun Dokuritsi Zyiumbi Chosokai / Badan Panitia Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia / (BPUPKI). Dari kesemuanya itu salah satu kiprahnya yang paling monumental adalah kontribusinya di dalam memfusikan keberadaan dua organisasi sebelumnya yaitu Perikatan Oemat Islam (POI) dan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII) dengan nama Persatuan Umat Islam (PUI), di mana melalui wadah organisasi ini ia banyak melakukan gerakan pembaruan/ modernisasi pendidikan seperti yang terefleksi dari madrasah-madrasah yang didirikannya yang tersebar di berbagai daerah, maupun keberadaan pesantren Santi Asromo yang menghasilkan Santri Lucu-nya

(2)

ABSTRACT

The Rise of Islam in Majalengka; Investigating the Struggling Track of K. H. Abdul Halim in Pioneering Islamic Rise Movement in Majalengka Area (1911-1962)

Entering the first decade of twentieth century, a new and interesting phenomenon appeared in Indonesia it was happened coloring Indonesian socio-religion, with emerging a movement called with Islamic Rise movement as Moslem social conscious manifestation to correct their life. This phenomenon was also happened in Majalengka area pioneered by K. H. Abdul Halim with his reformative movements that motivated Islamic rise movement in that area.

This research departs from a theory stated by Hiroko Horikosi who clarifies that Kiyai (Islamic teacher) has a very important role in motivating appearance of social movement. On the contrary this research argues the theory stated by Clifford Gertz that Kiyai is only “Culture intermediary”.

This research is aimed to find out, firstly, K. H. Abdul Halim’s history and his live journey. Secondly, to find out the fight of K. H. Abdul Halim in pioneering the Islamic rise movement in Majalengka on 1911-1962.

The research method used here is historical research, viz. research method which studies occurrences and events on the past that is purposed to reconstruct, systematically and objectively, the past by some way of collecting, evaluating, verifying, and synthesizing evidence to stand a fact and to get the right solution.

This research has discovered that K. H. Abdul Halim was one of religious figures of reformer from Majalengka who had great service that motivated the consciousness in Moslem society, even Indonesian people to stand pursuing their decline in many fields by his reformative efforts. From 1911 until the end of his life on 1962 he had struggled to progress the religious life, education, and to invest the feel of country interest or national awareness through society by the efforts of religious proselytizing (dakwah islam) by establishing Majlisul Ilmi, Jam’Iyatul muta’alimin within which he developed educative system that united boarding education model and school/Madrasah. Beside that, he had been giving so much contribution with effort of improving the members of an Islamic community economy by establishing Hayatul Qulub organization. During his life, he progressed to participate actively in many socio-religious-political organizations as becoming the branch chairman of Sarekat Islam in Majalengka, Persyarikatan Oelama (PO), Perserikatan Umat Islam (POI), Chuo Sangi In, Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), and Dokuritsi Zyiumbi Chosokai /an Indonesia Independent Preparation Effort Committee (Badan Panitia Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia/(BPUPKI)). From those organizations one of his monumental progress was his contribution in fusing the existence of the two previous organizations vis. Perikatan Oemat Islam (POI) and Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII) with the name of Persatuan Umat Islam (PUI), by that organization he had done so many educational reformative/modern movements as reflected from some Madrasah established by him around the region, and Santi Asromo boarding school that had delivered its Santri Lucu.

(3)

A. Pendahuluan

Dalam periodisasi sejarah dan peradaban Islam, abad XIX M bagi Dunia Islam acapkali disebut sebagai abad kebangkitan Islam. Penyebutan dengan penamaan itu sah-sah saja karena memang pada periode itu di Dunia Islam muncul sebuah gejala yang menggambarkan bangkitnya suatu kesadaran di kalangan masyarakat Muslim akan kemunduran dan ketertinggalannya.

Gejala-gejala kebangkitan itu mula-mula muncul dipelopori oleh gerakan Wahabiyah yang dimotori Muhammad bin Abdul Wahab di Jazirah Arab dengan misi memberantas praktek praktek bid’ah, khurafat, takhayul dan praktek kemusyrikan yang sudah banyak dilakukan umat Islam, dan mengarahkan mereka kepada ketauhidan yang semurni-murninya. Kemunculan paham dan gerakan Wahabi ternyata telah memberikan pengaruh dan diterima oleh tokoh-tokoh pembaharu Islam pada abad XIX sebagai alternatif untuk membangkitkan Dunia Islam.

Selajutnya, dalam sejarahnya pengaruh gerakan Wahabiyah secara tidak langsung telah turut memberikan inspirasi terhadap gerakan pembaharuan yang datang sesudahnya yang dilakukan tokoh-tokoh ulama pembaharu seperti Jamaludin al-Afghani (1839-1897 M) dan Syekh Muhammmad Abduh (1849-1905 M). Dari merekalah semangat dan gagasan kebangkitan Islam menyebar ke berbagai tempat di seluruh penjuru dunia, tidak terkecuali di Indonesia.

Pada awal abad XX pengaruh gerakan kebangkitan Islam yang digelorakan di kawasan Timur Tengah masuk, merembes dan mulai memberikan landasannya di Indonesia. Lewat hubungan jaringannya dengan ulama-ulama asal Indonesia yang bermukim dan belajar di Timur Tengah seperti Syaikh Ahmad Khatib, Syaikh Taher Djalaludin, Syaik Muhammad Djamil Jambek dan Haji Abdul Karim Amrullah semangat kebangkitan Islam melalui gerakan pembaharuan yang dibangun melalui lembaga pendidikan dan kemunculan organisasi yang didirikannnya sedikit-demi sedikit mulai tertanam di Indonesia.

Sebagai bukti dari itu pada tahun 1904, dengan hadirnya H. Abdullah Ahmad dan H. Abdul Karim Amrullah di daerah Minangkabau berdiri sekolah Thawalib. Kemudian di Padang berdiri Sekolah Adabiyah. Selanjutnya, pada 17 Juli tahun 1905 komunitas masyarakat Arab di Jakarta mendirikan organisasi Jamiat al-Khaeriyah. Melalui organisasi yang dididirikannya ini, komunitas masyarakat Arab mulai bergerak untuk memajukan kegiatan pendidikan. Kemudian pada tahun 1913

(4)

Syaikh Ahmad Soorkati mendirikan organissi al-Irsyad. Pada tahun 1911 K.H. Abdul Halim mendirikan tempat pendidikan yang bernama Majlisul Ilmi yang setahun kemudian diperkuat oleh sebuah wadah organisasi yang bernama Hayatul Qulub. Pada tahun 1912 K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah di Jogyakarta. Pada tahun 1920 A. Hasan di Bandung mendirikan organisasi Persatuan Islam (Persis).1

Demikianlah keberadaan para ulama di dalam mendorong kebangkitan dan kemajuan pendidikan di Indonesia. Hal ini pun telah dilakukan oleh seorang figur ulama kharismatik kelahiran daerah Majalengka yang bernama K. H. Abdul Halim. Ia semasa hidupnya banyak mengabdikan dirinya di dalam mendorong kemunculan perubahan sosio-religius dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui organisasi yang dibentuknya pada tahun 1912 yang bernama Hayatul Qulub, yang kemudian dilanjutkan dengan mendirikan Jam’iyyah I’anah al-Muta’alimin (1916) dan Persyarikatan Ulama ( 1917), serta lembaga pendidikan yang didirikannnya yang bernama Majlisul Ilmi (1911) dan Santi Asrama (1932), ia telah berjuang menyampaikan gagasannnnya untuk menyebarkan agama Islam melalui serangkaian kegiatan pembaharuan yang dilakukannnya.

Sebagai bukti dari keberhasilan perjuangan yang dilakukan K.H. Abdul Halim maka organisasi Persyarikatan Ulama sejak tahun 1924 telah mendapat pengakuan untuk meluaskan cabang-cabangnya ke seluruh Jawa-Madura. Pada tahun 1937 keberadaan cabang-cabangnya mulai meluas ke luar Jawa, di antaranya ke Sumatera Selatan.2 Kemudian dalam perkembangannnya, setelah Indonesia merdeka di daerah Majalengka, Kuningan, Tasikmalaya, Cirebon dan sekitarnya banyak berdiri lembaga-lembaga pendidikan keagamaan yang berada di bawah naungan organisasi Persatuan Umat Islam (PUI) seperti Sekolah Rakyat Islam, Madrasah Fatimiyah, Sekolah Guru Islam (SGI)/ Mualimin/Mualimat PUI/Madrasah Darul Ulum PUI. Dari lembaga ini pula kegiatan pembaharuan yang menandai kebangkitan Islam di daerah Majalengka sebagai basisnya berawal. Begitu juga dari lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola oleh organisasi ini banyak menghasilkan para ulama,

1

Deliar Noer, Gerakan Moderen dalam Islam 1900-1942, (Jakarta : Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1991, Cetakan Keenam), hlm. 37-104.

2

Lihat Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Departemen Agama Republik Indonesia, K.H. Abdul Halim, (online), Tersedia: http:www.pondokpesantren.net, [23 Juli 2009].

(5)

cendekiawan dan alumni yang bertebaran mengabdikan dirinya di berbagai pesantren3, lembaga pendidikan milik pemerintah4 dan masyarakat.5

K. H. Abdul Halim telah meninggal pada tahun 1962 M. Sepeninggal ulama besar tersebut, jejak, warisan dan semangat perjuangannnya di dalam menyebarkan agama Islam di daerah Majalengka tidak pernah terputus. Para keturunan dan para alumni yang dibesarkan di dalam lembaga pendidikan yang didirikannya banyak yang melanjutkan kepemimpinannnnya dengan membuka pesantren dan mendirikan lembaga pendidikan keagamaan di bawah naungan organisasi Persatuan Umat Islam yang tersebar di daerah sekitar Majalengka seperti Maja, Talaga, Cikijing, Bantarujeg, Cipeundeuy dan Malausma.

Namun demikian, dalam konteks sekarang, ada tendensi bahwa di kalangan masyarakat Muslim sudah banyak yang melupakan jasa dan perjuangan K.H. Abdul Halim. Secara lebih khusus, bisa jadi di kalangan generasi muda dewasa ini mereka mengenal K.H. Abdul Halim mungkin hanya dari nama besarnya yang diabadikan dalam nama sebuah jalan raya di kota Majalengka. Sebaliknya, mereka banyak yang tidak tahu jejak dan berbagai bentuk perjuangan yang pernah dilakukan K.H. Abdul Halim di dalam menyebarkam agama Islam di daerah Timur dari ibukota propinsi ini. Permasalahan ini tampaknya merupakan sebuah pemandangan yang sangat ironis dan tidak perlu muncul ke permukaan, karena betapa tidak bahwa proses penyebaran agama Islam di Majalengka bagaimanapun tidak bisa dipisahkan dari jejak dan perjuangan K.H. Abdul Halim, namun demikian masih banyak di antara masyarakat Muslim yang sudah tidak mengetahui jejak dan perjuangannya.

Berangkat dari permasalahan tersebut dari realita ini, akhirnya muncul beberapa pertanyaan, bagaimana riwayat dan sejarah perjalanan hidup dari K.H. Abdul Halim? Bagaimana perjuangan K.H. Abdul Halim di dalam memelopori

3

Seperti K.H. Soleh Solehudin, K.H. Abdul Aziz Halim (Putera K.H. Abdul Halim), Karim Halim (putera K.H. Abdul Halim), K.H. Abdul Syakur, K.H. Bunyamin Ma’ruf, K.H. Syiraj Bunjamin, K.H. Ijing Muhajir, K.H. Abdullah Yasin Basyuni, K.H. Ahmad Nawawi, K.H. Muhidin Tohir, K.H. Masum Nawawi, K.H. Masum Ambari, K.H. Endun Abdul Rahim, K.H. Abdul Wahab, K.H. Asikin Hidayat (mantu K.H. Abdul Halim), K.H. Adnan, K.H. Buchari al-Mutasim, Ustadz Toha Kabir, Ustad Muhadzir, S. Wanta dan lain-lain.

4

Di antaranya Prof. Dr. Hasan Muarif Ambari (alm.), Prof. Drs. H. Djauharudin AR (alm.), Prof.Drs. H. O. Taufiqullah dan lain-lain.

5

Endang Nurjaman, “Sekilas Propil Prof. H. O. Taufiqullah: Sebuah Biografi Singkat” dalam Ending Solehudin dkk, Refleksi 70 Tahun Prof. Drs. H. Taufiqullah Dalam Dinamika Perjalanan dan Pengabdian Terhadap Umat, Bandung, Fakultas Syariah dan Hukum, 2007.

(6)

gerakan kebangkitan Islam di daerah Majalengka? Penelitian berusaha untuk pertanyaan-pertanyaan di sekitar itu

B. Kajian Teori

Dalam penelitian ini, teori yang dipergunakan ialah dengan mempergunakan pendekatan teori perubahan sosial yang dikemukakan oleh Hiroko Horikoshi6 tentang kiyai dan perubahan sosial yang menyatakan bahwa seorang kiyai memiliki peran yang besar di dalam mendorong munculnya perubahan sosial (agent of change) dalam kehidupan masyarakat. Teori ini menepis keberadaan teori sebelumnya yang dikemukakan Cliffort Gertz yang menyatakan bahwa keberadaan seorang kiyai yang hanya berperan sebagai “makelar budaya” (cultural broker). Menurut Gertz, seorang kiyai hanya berperan sebagai alat penyaring atas arus informasi yang masuk ke lingkungan kaum santri, menularkan apa yang dianggap berguna dan membuang apa yang dianggap merusak bagi mereka.

Apa yang dikemukakan Cliffort Gertz sangat kontradiktif dengan yang dikemukakan Hiroko Horikoshi. Menurut Hiroko Horikoshi, justru keberadaan figur seorang kiyai dalam kehidupan masyarakat Islam di Indonesia memiliki peran yang kreatif di dalam mendorong arus perubahan sosial. Keberadaan figur seorang kiyai bukan mencoba meredam akibat perubahan sosial yang terjadi seperti yang dinyatakan Gertz, melainkan ia justru banyak memelopori perubahan sosial.

Seorang Kiyai menurut Hiroko Horikoshi memiliki peran di dalam melakukan perubahan sosial, sebab pertama karena didukung jaringan sosial yang luas antara ulama di bawah kepemimpinan kiyai yang mempermudah mereka untuk saling menukar ide dan informasi mengenai pelaksanaan sistem nasional, dan untuk mengkordinasi tindakan mereka jika diperlukan. Kedua, didukung oleh sumber kemanusiaan dan finansial setempat yang dapat digunakan untuk mewujudkan perubahan modernisme, dan ketiga didukung oleh adanya pengakuan politik dan aliansi dengan pihak militer dan dengan kaum elit kaya lokal untuk menentang sekularis yang ekstrim.7

Kiyai menempati posisi dalam masyarakat Islam. Ia mengambil peran sebagai poros hubungan antara umat dengan Tuhan. Keberadaan kiyai merupakan elemen

6

Hiroko Horikoshi, Kiyai dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, 1987), hlm. 242-246.

7

(7)

penting dalam kehidupan masyarakat muslim sebagai sumber penggerak dinamika masyarakat. Dalam perjalanan sejarah pergerakan di Indonesia, keberadaan seorang kiyai bukan saja pandang sebagai orang yang semata-mata hanya memiliki pengetahuan dalam bidang agama saja, namun lebih dari itu mereka banyak berperang di dalam memimpin gerakan perlawanan terhadap kaum penjajah. Begitu juga keberadaan kiyai banyak yang berkiprah di dalam mendorong dan menanamkan munculnya kesadaran berbangsa dan bertanah air melalui lembaga-lembaga pendidikan yang didirikannya.

Kiyai juga merupakan sumber inspirator di dalam mendorong munculnya gerakan pembaharuan dan kebangkitan Islam. Telah banyak berbagai kemunculan gerakkan keagamaan dan politik Islam dimotori oleh kehadiran para kiyai dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas kehidupan keagamaan masyarakatnya. Munculnya organisasi-organisasi keagamaan yang melakukan usaha penyebaran Islam ke berbagai daerah dan gerakan pembaharuan serta turut mendukung gerakan kebangkitan Islam melalui organisasi al-Irsyad, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, Persatuan Umat Islam dan lain sebagainya tidak bisa dipisahkan dari peran seorang kiyai. Dengan demikian telah banyak peran yang telah diberikan kiyai dalam hubungannnya dengan kegiatan pembangunan umat.

Demikian juga bila dihubungkan dengan figur K.H. Abdul Halim. Keberadaan K.H. Abdul Halim dapat dipandang sebagai agen perubahan sosial di dalam mendorong terjadinya perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat Islam. Selama hidupnya telah banyak berbagai usaha yang dilakukannnnya dalam hubungannnnya untuk meningkatkan kualitas kehidupan keagamaan masyarakat Islam. Fakta historis yang menunjukkan bahwa kehadirannya dapat dipandang sebagai agen perubah sosial, dapat disaksikan hasil jerih payahnya di dalam menanamkan ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat. Asumsinya mungkin di daerah Majalengka tidak akan ada organisasi Persatuan Umat Islam dengan berbagai programnya yang monumental di dalam memajukan kehidupan keagamaan tanpa ada usaha-usaha yang dilakukan K. H. Abdul Halim. Begitu juga di Majalengka dan daerah sekitarnya tidak akan ada gerakan kebangkitan atau pembaruan tanpa ada usaha-usaha yang pernah dilakukan K.H. Abdul Halim sebelumnya. Di sinilah kedudukan K.H. Abdul Halim seperti yang dikatakan Hiroko Horikosi untuk dikatakan sebagai agen perubahan sosial

(8)

Kiyai dan Perubahan

Sosial

Kiyai Memegang Peranan Penting dalam Perubahan Sosial

Kiyai Hanya Berperan Sebagai Makelar Budaya

Peran Kiyai Primer 1. Kiyai sebagai poros

hubungan umat dan Tuhan 2. Inspirator munculnya

pembaruan

3. Sumber penggerak dinamika masyarakat.

Peran Kyai Sekunder 1. Penyaring arus informasi 2. Menularkan apa yang

dianggap berguna dan

membuang yang

dianggap merusak.

Jaringan antar ulama yang luas

Sumber kemanusiaan dan finansial

Pengakuan politik dan aliansi dengan elit

H. Horikoshi C. Gertz

Memelopori Perubahan Sosial Didukung:

(9)

C.Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Riwayat dan Sejarah Perjalanan Hidup K. H. Abdul Halim

K.H. Abdul Halim adalah salah seorang figur ulama yang telah memelopori gerakan pembaruan Islam. Pada masa kecil K.H. Abdul Halim bernama Otong Syatori8. Ia dilahirkan di Desa Sutawangi9 Kecamatan Jatiwangi Kabupaten Majalengka pada hari Sabtu tanggal 26 Juni 1887 M. /4 Syawal 1304 H.10 Ia sendiri merupakan anak bungsu dari delapan bersaudara,11 buah dari pernikahan K.H. Muhammad Iskandar dengan Hj. Siti Mutmainah. Ayahnya merupakan penghulu di Kewedanan Jatiwangi dan ibunya Hj. Siti Mutmainah adalah puteri seorang ulama yang bernama K.H. Imam Safari. Otong Syatori menikah dengan Siti Murbiyah, puteri dari K.H. Mohammad Ilyas, pejabat Hoofd Penghulu Landrad Majalengka12 yang pada waktu itu bertugas di daerah Majalengka dan sekitarnya.13

Sejak masa kanak-kanak, Otong Syatori sudah mulai belajar mengaji (membaca) mushaf al-Quran. Selain belajar membaca dan menulis mushaf al-Quran, pada masa kecil Otong Syatori belajar pula membaca tulis hurup Latin. Dalam mempelajari hurup latin, ia pernah belajar kepada Mr. Van Hoeven14, seorang missionaries Kristen (Protestan) dari keturunan bangsa Belanda.

Memasuki usia 15 tahun, tepatnya pada tahun 1901 ia mulai memasuki dunia pesantren. Sebagai tahap perkenalannya, mula-mula Otong Syatori mengawali

8

Sebutan Otong adalah sebutan khas bagi panggilan untuk anak-anak di daerah Pasundan sebagai panggilan manja dari orang tua terhadap anaknya. Kendatipun panggilan dengan sebutan ini sudah jarang dipergunakan bagi anak-anak generasi sekarang, panggilan Otong sama dengan Acep, Ujang atau Asep yang dikenal saat ini.

9

Menurut A. Aziz Halim dam S. Wanta K.H. Abdul Halim dilahirkan di Desa Sutawangi, sedangkan menurut Deliar Noer dan Suwandi Wigena Prawira Abdul Halim dilahirkan di Desa Cibolerang. Dalam tulisan ini penulis mengikuti pendapat A.Aziz Halim dan S. Wanta yang menyebutkan bahwa K.H. Abdul Halim dilahirkan di Desa Sutawangi .

10

Lihat S. Wanta K.H. Halim Iskandar dan Pergerakannnya, (Majalengka: PB PUI, Majlis Penyiaran, Penerangan dan Dakwah, 1991), hlm. 1. Lihat juga Tim Penulis IAIN Syahid, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hlm. 8. Pendapat yang berbeda dikemukakan A. Aziz Halim, “Ulang Tahun ke-45 Santi Asromo” , Brosur , Majalengka 1977 dan Moh. Akim, Kiai Haji Abdul Halim Penggerak PUI, (Majalengka: Yayasan K.H. Abdul Halim, 1964), hlm. 5 yang menyebutkan bahwa K.H. Abdul Halim lahir pada tahun 1892.

11

Di antara saudara – saudara K.H. Abdul Halim ialah Iloh Mardiyah, Empon Kotbiyah, Empeu Sodariyah, Jubaedi, Iping Maesaroh, Hidayat dan Siti Sa’diyah.

12

Sekarang setingkat Kepala Kantor Departemen Agama tingkat kabupaten

13

Anonimous, “Biografi Pendiri PUI : K.H. Abdul Halim (1887-1962)”, dalam majalah

Intisabi, No.01 Rabiul Tsani 1430 H/April 2009, hlm. 29.

14

Mr. Van Hoeven adalah seorang misionaris zending yang mengurus badan-badan penyelenggara penyebaran Injil agama Kristen. Ketika itu, para kaum Zending banyak tersebar di berbagai pelosok Nusantara, termasuk salah satunya adalah Cideres sebagai pusat penyebaran agama Kristen Protestan di wilayah kabupaten Majalengka..

(10)

pendidikannya dengan belajar di Pesantren Ranji Wetan, Majalengka yang dipimpin oleh seorang kiyai yang bernama K.H. Anwar.15 Setelah itu ia berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya. Di antara beberapa kiyai yang pernah menjadi gurunya antara lain K.H. Abdullah, pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Lontang Jaya, di Desa Panjalin Kecamatan Luewimunding Majalengka ; K.H. Sijak, pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Bobos, Kecamatan Sumber Cirebon; K.H. Ahmad Sobari, pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Ciwedas, Cilimus Kuningan dan K.H. Agus, pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Kedungwangi, Pekalongan, Jawa Tengah.16

Pada tahun 1908, ketika menginjak usia 22 tahun, ia berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalami kembali ilmu agama. Selanjutnya ia pun bermukim di sana selama tiga tahun. Selama berada di Mekkah, ia banyak belajar mendalami pengetahuan agama kepada Syekh Ahmad Khatib (imam dan khatib Masjidil Haram) dan Syeikh Ahmad Khayat. Kemudian ia pun mulai mengenal dan mempelajari tulisan-tulisan Sayid Jamaludin al-Afghani dan Syekh Muhammad Abduh yang berkaitan dengan pembaharuan Islam baik yang berhubungan dengan keimanan , pendidikan, politik maupun kenegaraan.

Ketika berada di Mekah, Abdul Halim bertemu dengan Ahmad Sanusi, Mas Mansur17, Abdul Wahab Hasbullah18. Pertemuan keempat pemuda asal Indonesia tersebut berlanjut dengan persahabatan. Mereka seringkali terlibat diskusi dalam bidang pendalaman ilmu agama dan juga perkembangan kondisi tanah air yang sedang dijajah Belanda..

Setelah selama tiga tahun bermukim di Mekah, Otong Syatori yang telah berganti nama menjadi Abdul Halim, pada tahun 1911 M./1328 H pulang ke Indonesia. Sekembalinya ke Indonesia Abdul Halim banyak aktif menyampaikan ceramah, mengisi pengajian dan memberikan materi di sekolah-sekolah dan di

15

Dartum Sukarsa, Potret K.H. Abdul Halim dalam Eksistens Nasionalisme dan Perbaukan Umat, (Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa, 2007), hlm.11.

16

Anonimous, “Biografi Pendiri PUI : K.H. Abdul Halim…, hlm. 29.

17

K.H. Mas Mansur berasal dari Surabaya. Ia berada di Mekah dalam rangka menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu, bersama dengan Abdul Halim. Ia datang ke Mekah pada tahun 1908 M. Setelah menimba dan memperdalam ilmu agama di kota Mekah, Mas Mansur melanjutkan belajarnya ke Universitas Al-Azhar di Mesir. Di Mesir inilah ia melihat kebangkitan nasionalisme dan gerakan pembaruan yang dilakukan pemuda-pemudi Mesir, untuk bekal dalam pergerakannya di tanah air. Selama berada di Timur Tengah ini juga, Mas Mansur sempat mengunjungi Libya yang saat itu sedang dijajah Italia.

18

Abdullah Wahab Hasbullah adalah seorang pemuda asal Pesantren Tambak Beras Jombang. Ia pergi ke Mekah dalam rangka menunaikan ibadah haji dan menimba ilmu .

(11)

lembaga pendidikan Santi Asromo yang didirikannya, ia juga banyak menulis buku dan artikel di beberapa majalah yang terbit ataupun yang diterbitkan pada waktu itu. Di antara buku-buku yang telah dikarang di antaranya ialah buku yang berjudul Risalah Petunjuk Bagi Sekalian Manusia (tanpa tahun), Ekonomi dan Koperasi dalam Islam (1936), dan Ketetapan Pengajaran di Sekolah Ibtidaiyah Persyarikatan Ulama (1934). Selain itu ia juga menulis buku yang berjudul Da’watul Amal, Tarikh Islam, Neraca Hidup, Risalah, Ijtimaiyah Wailajuha, Kitab Tafsir Tabarok. Kitab 262 Hadits Indonesia dan Babul Rizki, namun sayang karena buku-buku tersebut dibakar oleh tentara Belanda ketika agresi militer II pada tahun 1948, sehingga yang tersisa tinggal tiga.

Adapun di antara tulisan-tulisan yang melengkapi gagasan dan pemikirannya lainnya telah banyak tersebar dalam berbagai majalah dari tahun 1930-an sampai dengan tahun 1962 di antara tulian-tulian itu ialah: “Jalan Sempurna ke Arah Kebangkitan Dunia Akhirat” , Catatan Harian/Manuskrip, tanpa tahun; “Oelama Pembawa Amanat Allah”, dalam SMI, Vo. 16 Th.II. 1363/2604; “Agama Pelita masyarakat”, dalam Majalah Mingguan Hikmah, No. 19, th.X, 25 Mei 1957/25 Syawal 1376; “Masjarakat Hidup dan Semangat Bekerdja”, dalam majalah Soeara Muslimin Indonesia (SMI), No.3, th II, 1363/2604; “Tangga Kebahagiaan Oemoem”, dalam Soeara MIAI, No. 2, th.I, 1934; “Ruangan Hadis Tentang Penutup Para Nabi”, dalam majalah Soeara Madjlis Islam A’la Indonesia (MIAI), No. 2, th. I, 1362/2603; “Azas dan Tujuan Pendidikan/Pengajaran Santi Asromo” Santi Asromo , 1932 dan lain sebagainya.

Sebagai salah seorang pelopor pembaharuan, pemikiran K.H. Abdul Halim menurut Cholid Fadlullah19 terefleksi dalam tiga konsep utama yang disebut Trisila Hasta Wahana, yang mencakup pertama konsep dasar bertindak, yang kemudian disebut konsep al-Salam. Selanjutnya yang kedua ialah konsep wahana pendidikan yang kemudian terefleksi dalam pendidikan Santi Asromo. Kemudian yang ketiga ialah konsep tentang hasil pendidikan yang hendak dicapai yang diberi istilah Santri Lucu .

19

Cholid Fadlullah adalah cucu K.H. Abdul Halim dari anaknyanya yang bernama Siti Fatimah yang menikah dengan Abdul Kohar

(12)

2. Perjuangan K.H. Abdul Halim di dalam Memelopori Gerakan Kebangkitan Islam di Daerah Majalengka (1911-1962)

K.H. Abdul Halim merupakan salah seorang figur ulama pembaru dari Majalengka yang memiliki jasa yang besar di dalam mendorong kesadaran di kalangan masyarakat Muslim, bahkan bangsa Indonesia untuk bangkit mengejar ketertinggalannnya dalam berbagai bidang melalui serangkaian usaha-usaha pembaruannnya.

Dengan berbekal wawasan ilmu agama dan pengetauan serta pengalaman yang diperoleh dari kota Mekah, K.H. Abdul Halim di dalam upaya memelopori gerakan kebangkitan Islam ia telah berjuang merancang berbagai langkah ke depan bagi kemajuan umat Islam. Diantara langkah-langkah itu ialah sebagai berikut :

a. Menyebarkan Agama Islam dengan Mendirikan Majlisul Ilmi.

Di dalam mengawali langkahnya, sebagai langkah yang pertama dari perjuangan yang ia lakukan ialah bagaimana bisa menyampaikan pesan-pesan ajaran agama dalam kehidupan masyarakat. Untuk merealisasikan cita-cita tersebut pada tahun 1911 ia mendirikan tempat pendidikan yang bernama Majlisul Ilmi sebagai tempat pendidikan agama yang pada awal berdirinya masih berupa bangunan yang sangat sederhana mirip sebuah langgar atau surau.

Pada majlis ini ia mulai merealisasikan apa-apa yang menjadi gagasan-gagasannya yaitu memberikan pengetahuan agama kepada para santrinya.20 Melalui lembaga tersebut, ia terus berusaha keras untuk mengembangkan pendidikan dan ekonomi masyarakat sehingga dapat meningkatkan harkat, martabat dan taraf hidup rakyat yang telah berabad-abad dieksploitasi oleh Belanda. Dengan melalui jalur pendidikan K.H. Abdul Halim meyakini bahwa kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan yang menimpa masyarakat pada waktu itu bisa diperbaiki

Di Majlisul Ilmi itu pula ia mencanangkan cita-citanya dalam mengembangkan ajaran syariat Islamiyah melalui lembaga pendidikan. Di antara murid-muridnya yang paling awal mengikuti kegiatan pendidikan itu berjumlah kurang lebih tujuh orang, yaitu : Moh. Syafari, Ahmad Syato, Ahmad Zuhri, Abdul Fatah, Jamaludin, M. Kosim dan M. Adnan. Mereka pada

20

(13)

umumnya pada waktu itu terdiri anak-anak dan para remaja yang berasal dari keluarga di sekitarnya.21

Itulah kegiatan yang dilakukan K.H. Abdul Halim dalam gerakannnya menyebarkan agama Islam melalui lembaga Majlisul Ilmi. Dengan bertempat di langgar yang sangat sederhana inilah, K.H. Abdul Halim mulai melakukan berbagai gerakan dakwah. Gerakan dakwah untuk menyampaikan syiar Islam yang dilakukannya merupakan langkah pertama di dalam melakukan perbaikan terhadap kondisi masyarakat.

Kegiatan dakwah K.H. Abdul Halim dalam Majisul Ilmi tidak hanya menyampaikan tentang hal-hal yang berkaitan dengan persoalan-persoalan keagamaan saja. Ia juga menyampaikan gagasannnya yang berkaitan dengan pengenalan dalam penataan ekonomi bagi para santri dan masyarakat sekitarnya. Pada majelis ini juga ia banyak memberikan pengetahuan tentang masalah ekonomi kepada para santrinya.

b. Memperbaiki Ekonomi Umat ; Mendirikan Hayatul Qulub

Pada tahun 1912, K.H. Abdul Halim mendirikan sebuah wadah yang bernama Hayatul Qulub, yang berarti Menghidupkan Hati22. Melalui lembaga ini ia ingin mengembangkan gagasan pembaruan pendidikan, juga aktif dalam bidang sosial-ekonomi dan kemasyarakatan.23 Hayatul Qulub berdiri dilatarbelakangi bahwa pada masa penjajahan, perekonomian bangsa Indonesia sangat memperihatinkan. Rakyat banyak yang menderita karena kebijakan politik pemerintah Hindia Belanda yang kejam dan menindas. Selain itu, tingkat penghidupan perekonomian masyarakat Indonesia mengalami ketertinggalan memiliki keterkaitan dengan adanya unsur sifat malas yang ditemukan di kalangan masyarakat Muslim24. Dengan melihat keadaan ini K.H. Abdul Halim tergerak untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Ia tidak ingin melihat rakyat terjerumus kepada kesengsaraan yang berkepanjangan.

21

S. Wanta, K.H.A. Iskandar dan…, hlm. 6.

22

Anonimous, “Sejarah dan Dinamika PUI”, dalam Majalahh Intisabi, No. 01/April 2009 M/Rabiul Akhir 1430 H, hlm. 22.

23

Ibid, hlm. 30; Lihat juga Ki Santri, Kiai Haji Abdul Halim, (online), Tersedia : http: /www. pp pui.blogspot. com/2008/06/para pendiri PUI/.hotmail, [20 Juni 2009].

24

Anonimous, “Abdul Halim” dalam Harun Nasution dkk. (Ed.), Ensiklopedi Islam , Jilid I, (Jakarta : Departemen Agama, 1988), hlm. 11.

(14)

Menurutnya, bila rakyat terjepit oleh kesulitan ekonomi, maka dikhawatirkan akan memberikan dampak pada rusaknya akidah umat.. 25

Atas dasar tersebut pemikiran tersebut, K.H. Abdul Halim ingin menyadarkan manusia umat untuk berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Ia ingin memberdayakan masyarakat melalui gerakan-gerakan swadaya masyarakat. Dalam rangka mewujudkan sebuah masyarakat yang sejahtera lahir dan batin inilah, ia mendirikan organisasi Hayatul Qulub yang anggota-anggotanya terdiri dari para tokoh masyarakat, santri, pedagang dan petani.

Anggota perkumpulan Hayatul Qulub yang didirikan oleh K.H. Abdul Halim terdiri dari para tokoh masyarakat, santri, pedagang dan petani. Edi S. Ekadjati menyatakan anggota organisasi Hayatul Qulub pada mulanya hanya berjumlah 60 orang, yang terdiri dari penduduk sekitar daerah Jatiwangi yang anggotanya meliputi para pedagang dan petani. Setiap yang mau mendaftar menjadi anggota organisasi membayar administrasi pendafataran 10 sen yang akan dipergunakan untuk membiayai pendirian dan operasional pabrik tenun yang akan didirikan, dan membantu para anggota di kalangan para pedagang untuk mengatasi persaingan dengan para pedagang Cina.26 Mereka banyak juga anggota-anggotanya yang berasal dari luar kota Majalengka.

c. Berjuang dari Organissi ke Organisasi

Perjuangan K.H. Abdul Halim di dalam berdakwah dan menyebarkan agama Islam serta usahanya untuk memperbaiki derajat masyarakat Muslim tidak terbatas aktif melalui Majlisul Ilmi dan Hayatul Qulub. Ia pun banyak aktif dan berjuang di organisasi-organisasi lain. Di antara organisasi-organisasi itu ialah pertama memimpin organisasi Sarekat Islam (SI). Sarekat Islam adalah salah satu organisasi politik pada awal abad XX yang cukup menonjol di Indonesia. Dalam perjalanannnya, organisasi ini telah mengalami perkembangan dan penyebarann yang sangat pesat. Sebagai organisasi politik pelopor nasionalisme Indonesia, Sarekat Islam pada dekade pertama adalah organisasi politik besar

25

Dartum Sukarsa, Potret K.H. Abdul Halim Dalam Eksistensi Nasionalisme …, hlm.57.

26

Edi S. Ekadjati, “PUI: Dulu, Kini dan Masa Mendatang” dalam A. Darun Setiady (Ed.),

Revitalisasi Peran PUI dalam Pemberdayaan Ummat, (Bandung : Pimpinan Wilayah Persatuan Ummat Islam Jawa Barat, 2006), hlm. 274.

(15)

yang berhasil merekrut anggota-anggotanya dari berbagai kelas dan aliran yang ada di Indonesia.27

Setelah sukses pertama di Surakarta, gerakan ini mendapat kedudukan yang kuat di Surabaya. Selanjutnya di Cirebon, Jakarta dan Kudus didirikan cabang-cabangnya pada tahun 1913. Tidak terkecuali dengan K.H. Abdul Halim. Ia pun pada tahun 1912 bersedia menjadi pemimpin organisasi Sarekat Islam cabang Majalengka. Melalui organisasi Sarekat Islam, K.H. Abdul Halim akhirnya banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pimpinan pusat yang mengendalikan Sarekat Islam seperti H.O.S Tjokroaminoto28, Abdul Moeis, K.H. Agus Salim, Soewardi Soeryaningrat. Melalui pergaulan itu pula, K.H. Abdul Halim banyak menerima tambahan wawasan, pengalaman, juga memperkuat ukhwah Islamiyah. Tidak hanya itu, panggilan jiwa untuk mengangkat harkat dan martabat ummat juga tambah menyala.29

Pada situasi yang secara politis sedang dalam keadaan di jajah Belanda, K.H. Abdul Halim dalam kapasitasnya sebagai pimpinan Sarekat Islam kerap menentang dan memprotes setiap peraturan dan usaha yang merugikan, merendahkan, menindas dan menghina derajat umat Islam dan rakyat Indonesia.

Begitulah perjuangan K.H. Abdul Halim selama menjadi pimpinan Cabang Carekat Islam Majalengka. Melalui jiwa kebersamaan di antara para pemimpin Sarekat Islam dan rakyat, berbagai gangguan bisa diatasi. Begitu halnya Sarekat Islam cabang Majalengka yang dipimpin K.H. Abdul Halim terus bergerak maju menggelorakan semangat nasionalisme yang dilandasi dengan keyakinan agama, melalui bentuk kegiatan pesantren, bidang pendidikan, perekonomian dan social.

Kedua, Membentuk Persyarikatan Oelama (PO). Persyarikatan Oelama dibentuk bulan Nopember 1916. Dari semenjak terbentuk, organisasi Persyarikatan Oelama telah menyatakan diri sebagai organisasi yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial. Secara struktural organisasi ini terdiri dari Pengurus Besar dan empat majelis. Pengurus Besar Persyarikatan Oelama

27Badri Yatim, Sejarah Peradaban Peradaban, (Jakarta : Rajawali Pers bekerjasama dengan

Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, 1997), hlm. 259.

28

Hubungan K.H. Abdul Halim dengan H.O.S Tjokroaminoto sangat akrab dan dekat, seperti kakak dan adik. Mereka sering bertemu di Majalengka ataupun di Solo dalam kegiatan organisasi. |Oleh karena terikat dengan kegiatan organisasi Sarekat Islam, antara K.H. Abdul Halim dan H.O.S Tjokroaminoto, dalam beberapa pertemuan sering kali dimintanya nasihat kepada Tjokroaminoto untuk ikut membantu memikirkan bagaimana menyusun dan mengatur organisasi.

29

(16)

menaungi : Pertama, Majelis Perusahaan Umum yang membidangi perkoperasian dan pertenunan. Kedua, Majelis Perguruan yang mengelola bidang pendidikan dan pengajaran. Ketiga, Majelis Pemuda yang mengurus bidang kepemudaaan dan pengkaderan anggota PO, dan Keempat, Majelis Ilmu Pengetahuan yang mengelola bidang keagaamaan dan publikasi30.

Ketiga, Mendirikan Perikatan Oemat Islam (POI). Pada tahun 1942, K.H. Abdul Halim mendirikan perhimpunan yang bernama Perikatan Oemat Islam yang disingkat POI sebagai kelanjutan usaha-usaha Persyarikatan Oelama di jaman penjajah Belanda.. Adapun susunan pengurus besar Perikatan Oemat Islam terdiri dari K.H. Abdul Halim sebagai Ketua Umum, K.H. Ahmad Ambari sebagai Ketua Harian; M. Asyikin Hidayat dan H. Nawawi masing-masing sebagai sekretaris I dan II; Abdul Wahab sebagai Bendahara dan beberapa orang pembantu.

Keempat, mendirikan Organisasi Persatuan Umat Islam (PUI). Pada tanggal 5 April 1952 M. atau bertepatan tanggal 9 Rajab 1371 H. dengan bertempat di Gedung Nasional kota Bogor, merupakan hari yang memiliki arti historis bagi warga Persatuan Umat Islam31. Dikatakan sebagai hari yang memiliki nilai historis, karena pada hari itu dideklarasikan berdirinya organisasi Persatuan Umat Islam yang disingkat PUI, hasil fusi (peleburan) dua organisasi sebelumnya yaitu Perikatan Oemat Islam (POI) yang berpusat di Majalengka dengan pendiri K.H. Abdul Halim dan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) yang berpusat di Sukabumi dengan pendiri K.H. Ahmad Sanusi. Ketika organisasi ini didirikan K.H. Abdul Halim, ia berkedudukan sebagai sebagai Ketua Dewan Penasehat. d. Memelopori Kegiatan Pembaruan Pendidikan Islam

1).Pemrakarsa Berdirinya Lembaga Pendidikan Terpadu Pesantren dan Madrasah (Jam’iyah I’anah al-Muta’alimin )

Pada tahun 1914 kegiatan pendidikan yang dilakukan K.H. Abdul Halim melalui Majlisul Ilmi semakin mendapat perhatian dari masyarakat, sementara itu apa yang menjadi cita-citanya tidak hanya terbatas kepada itu. Ia bercita-cita ingin mengembangkan sebuah lembaga pendidikan yang dapat memadukan antara pesantren dan sekolah/madrasah. Dengan adanya pengintegrasian sistem

30

S. Wanta, K.H. A. Halim Iskandar dan …, hlm. 11

31

(17)

pendidikan dengan memadukan model pendidikan pondok pesantren dengan madrasah, K.H. Abdul Halim berharap agar anak didiknya dapat mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh, seimbang melalui latihan jiwa, intelektual, dan diri manusia yang rasional. Karena itu menurutnya, pendidikan harus mencapai pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya yang mencakup spiritual, intelektual, imajinatif, fisik, ilmiah dan bahasa baik secara individu maupun kolektif yang mendorong semua aspek itu kearah kebaikan dan mencapai kesempurnaan32.

Untuk segera merealisasikan gagasan tersebut, pada tanggal 16 Mei 1916 diadakan pertemuan di sebuah ruangan kantor Kepenghuluan Majalengka yang dihadiri antara lain oleh K.H. Muhammad Ilyas, K.H. Jubaedi, K.H. Mas Hidayat, Mas Sastrasentana, Habib Abdullah al-Jufri, M. Sastrakusumah, R. Acung Sahlan dan K.H. Abdul Halim. Dalam pertemuan itu dibicarakan masalah manajemen pengurusan, pemeliharaan dan pengembangan usaha-usaha pendidikan dan sebagainya. Sebagai tindak lanjut dari pembicaraan itu maka dibentuklah sebuah perhimpunan yang bernama Ianatul Muta’alimin33 sebagai wadah untuk mengelola pesantren dan madrasah itu.34

K.H. Abdul Halim di dalam memimpin dan mengelola madrasah, masjid dan pondok banyak dibantu oleh Mu’alim Bunyamin, Mualim Saleh (K.H. Soleh Solahudin), Mualim Asy’ari (ayah dr. Abikusno ), Mu’alim Abhari dan Abdurahman. Perkembangan pesantren dan madrasah yang dipimpin K.H. Abdul Halim terus berkembang. S. Wanta menyatakan usaha K.H. Abdul Halim tidak sia-sia. Usaha yang dilakukakannnya mendapat animo yang besar dari masyarakat, sehingga dengan cepat menjadi terkenal dan banyak didatangi dari berbagai daerah lain. Di antara murid-muridnya ialah Kizwini, Muhsin, H. Siroj, H. Amin, Asyikin Sudjai, Abdul Fatah, Abu Bakar, Ma’ruf, Abas, Hasan Ali, Mohamad Ilyas, Abdul Hamid, Romdhon, Abdul Rahim, Ibrahim,

32

Dartum Sukarsa, Potret K.H. Abdul Halim dalam Eksistensi Nasionalisme…, hlm. 70

33

Ianatul Muta’alimin artinya pertolongan kepada para pelajar.

34

Dengan pengaruhnya sebagai Hoofd Penghulu Landraad Majalengka (Sekarang setara dengan Kepala Kantor Departemen Agama) , K.H. Muhammad Ilyas , dalam waktu singkat di wilayah kabupaten Majalengka banyak berdiri cabang-cabang Ianatul Muta’alimin. Para naib dan penghulu banyak yang membantu pendirin wadah itu di tingkat kecamatan.

(18)

Mansyur, Dahlan, Nasuha, Abdul Rahim, Abdul Wahab, Ilham, Kosir, Hasan, Syarif, Amin, Unus, Undi Affandi, Abun Umar, Sahli, Muhtar dan lain-lain35.

Mereka dididik ilmu agama seperti akidah, akhlak, tarikh (sejarah Islam), fiqih, syariah dan ilmu pengetahuan umum seperti ilmu bumi, berhitung dan ilmu sosial. Semua materi pelajaran itu diajarkan melalui pondok pesantren dan madrasah. Selain itu, para santri atau pelajar itu juga belajar tentang berorganisasi. Mereka pada umumnya setelah berhasil menyelesaikan pendidikan telah memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat dan tidak jarang telah menempatkannya sebagai pemimpin keagamaan, trampil di dalam memimpin organisasi. Mereka juga setelah menyelesaikan pelajarannnnya, kemudian ditugaskan menjadi guru mengajar di cabang-cabang dimana madrasah telah didirikan di tempat itu. Mereka semua merupakan asset yang sangat berharga untuk pengembangan madrasah dan cabang-cabangnya.

Sebagai hasilnya, selama dalam jangka waktu tiga tahun (1917-1920) di Majalengka telah berdiri 40 madrasah yang tersebar di sejumlah tempat seperti Jatiwangi, Leuwimunding, Maja, Talaga, Kadipaten, Sukahaji, Kareo, Cideres, Panjalin, Rajagaluh, Kalapadua, Burujul, Sukaraja, Sindanghaji, Pakubeureum, Sukawana, Karanganyar, Kertabasuki, Cipeundeuy, Losarang, Jatibarang, Cirebon, Bandung, Kuningan, Gegesik, Ciawigebang, Sindanglaut, Karangsambung, Tegal, Pacul, Indramayu, Bobos, Ciwedus, Jamblang, Palimanan dan Mandirancan.36

2).Pendirian Kweeksckhool Persyarikatan Oelama / Sekolah Guru Islam (SGI) / Mualimin/Mualimat PUI/Madrasah Darul Ulum PUI

Usaha K.H. Abdul Halim di dalam memelopori pembaruan Islam melalui serangkaian kegiatan pendidikan di Majalengka tidak hanya cukup dengan mendirikan sekolah yang memadukan model pesantren dan madrasah. Pada tahun 1919 ia mendirikan Kweekschool Persyarikatan Oelama, sebuah lembaga pendidikan yang didirikan dengan tujuan pertama, mencetak tenaga guru . Kedua, untuk mendidik dan mengajar anak-anak umat Islam supaya kelak menjadi manusia yang berharga dan berbahagia di dunia dan akhirat.

35

S. Wanta, K.H. A. Halim Iskandar dan…, hlm. 8.

36

(19)

Kemudian ketiga, untuk mengajak kaum Muslimin agar benar-benar dapat memahami dan tumbuh rasa keimanannnya kepada agama Islam.

Sebagai Kweekschool Persyarikatan Oelama yang pertama ialah Madrasah Tholibin (setingkat Ibtidaiyah). Pada awalnya masa belajar di madrasah ini adalah lima tahun, tetapi kemudian ditambah menjadi dua tahun sehingga lamanya menjadi tujuh tahun. Penambahan dua tahun dimaksudkan agar murid kelas tinggi bisa ditugaskan untuk mengajar, sebagai guru madrasah-madrasah yang bertebaran di beberapa cabang-cabang dan daerah. Selanjutnya madrasah lanjutan dari madrasah Tholibin itu disebut Madrasah Mualimin (sekolah Guru)37.

Pada tahun 1921 telah dibangun gedung untuk Kweekschool Persyarikatan Oelama38 di atas tanah milik H. Abdul Ghani. Bentuk bangunannya terdiri dari lima ruang belajar, permanen menghadap ke utara yang terketak di sebelah Barat alun-alun Majalengka. Selanjutnya, maka berdatanganlah calon-calon pelajar ke sekolah ini. Di samping dari daerah sekitar Majalengka, mereka banyak yang datang dari Tegal, Semarang, Kudus, Banyumas, Kediri, Pare, Lampung, Sumatera dan Jakarta39.

Sementara guru-gurunya yang turut memberikan pelajaran adalah K.H. Abdul Halim, Kiai Asy’ari, Meneer Bontot, K.H. Soleh Solahudin dan Kiai Abhari. Di samping itu terdapat juga guru-guru muda seperti Mohammad Darjo, M.E. Bunyamin, M. Cholil, Sumantri dan lain-lain40.

Pada tanggal 19-20 Nopember 1932 berlangsung Konferensi Kilat Persyarikatan Oelama yang bertempat di gedung Kweekschool Persyarikatan Oelama Majalengka yang yang mendapat perhatian besar dengan hadirnya cabang-cabang dan majelis-majelis. Di antara yang menjadi keputusannnya adalah bahwa nama Kweekschool Persyarikatan Oelama diganti namanya menjadi Madrasah Daroel Oeloem41 ( dibaca Darul Ulum). Madrasah Daroel Oeloem Persayarikatan Oelama kemudian dikenal dan disingkat DOPOI.

37

S. Wanta, K.H. A. Halim Iskandar dan…, hlm. 16.

38

Dalam membangun Kweekschool Persyarikatan Oelama ini jasa K.H. Muhammad Ilyas, mertua K.H. Abdul Halim sangat besar, baik tenaga, pikiran dan tenaga.

39

S. Wanta, K.H.A. Halim Iskandar dan …, hlm. 17

40

S. Wanta, K.H.A. Halim Iskandar dan …, hlm. 17

41

Madrasah tersebut sekarang menjadi Perguruan Darul Ulum di Majalengka. Kini dalam perguruan tersebut terdapat Madrasah Diniyah, Tsanawiyah dan Aliyah.

(20)

Pada tahun 1932 didirikan DOPOI bagian puteri yang pendidikannnya tidak berbeda. Madarasah tersebut didirikan oleh organisasi wanita Persyarikatan Oelama yakni Fathimiyah42.

Perkembangan Madrasah Daroel Oeloem cukup pesat. Para pelajar terus bertambah, yang berasal dari berbagai daerah. Dukungan dari para tokoh agama dan masyarakat terus mengalir, baik berupa moral dan material. Di beberapa daerah yang memiliki cabang organisasi Persyarikatan Oelama juga berdiri madrasah-madrasah.

Perkembangan Madrasah Daroel Oeloem Persyarikatan Oelama (PO) lebih pesat lagi ketika pada tahun 1952 lahir organisasi Persatuan Umat Islam (PUI). Melalui organisasi PUI yang memiliki majelis Pendidikan dan Pengajaran, madrasah-madrasah pun bermunculan, bagai jamur di musim hujan.

Pada tahun 1968 Madrasah Mualimin (sebelum madrasah Tholibin) yang telah berdiri sejak tahun 1919 itu berubah nama menjadi Serkolah Guru Islam (SGI). Beberapa tahun kemudian, nama SGI berubah nama kembali menjadi Madrasah Mualimin. Selanjutnya madrasah itu, sekarang menjadi Perguruan Darul Ulum di Majalengka. Perguruan tersebut menaungi Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawaiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah43.

3). Modernisasi Pendidikan melalui Santi Asromo

Pada tahun 1931 K.H.A. Halim dalam Kongres Persyarikatan Oelama IX sebagai prasaran yang bersumber dari risalah yang berjudul Afatul Ijtimaiyah wa Ilajuha mencetuskan gagasan bahwa anak didik kelak harus dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat dan tidak bergantung kepada orang lain. Atas dasar pertimbangan itu, mereka harus diberi bekal keterampilan yang cukup, sesuai dengan kecenderungan dan bakat masing-masing. K.H. memandang perlu memberikan bekal keterampilan kepada anak didik agar kelak dapat hidup mandiri tanpa harus tergantung kepada orang lain atau menjadi pegawai pemerintah.

Untuk meralisasikan gagasan tersebut pada kongres tersebut telah disepakati sekaligus memberikan dukungan dan kepercayaan sepenuhnya

42

S. Wanta, K.H.A. Halim Iskandar dan …, hlm. 18.

43

(21)

kepada K.H. Abdul Halim untuk mengelola sebuah program pendidikan yang tempatnya dibangun secara terpisah dan khusus. Program pendidikan itu kemudian terkenal dengan nama Santi Asromo44 yang secara resmi berdiri pada bulan April 1932.45 Pengurus Besar Persyarikatan Oelama (PB PO) Majelis Perguruan mengumumkan bahwa pertama, sistem pondok pesantren Santi Asromo, selain mengajarkan pelajaran agama dan pengetahuan umum seperti sejarah dunia, bahasa Belanda, diberi juga pelajaran praktik bercocok tanam, tukang kayu, kerajinan tangan dan lainnya untuk memenuhi pendidikan akliyah, pendidikan ruhaniyah dan pendidikan amaliyah. Kedua, program pendidikan Santi Asromo bertujuan agar kelak anak-anak dapat mencari rizki yang halal tidak memiliki ketergantungan terhadap pertolongan luar, bahkan secara berangsur-angsur dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan percaya pada diri sendiri serta bisa menjadi Santri Lucu. Ketiga, para siswa wajib tinggal di asrama atau pondok selama 5 atau 10 tahun , dan diharuskan membawa bekal beras 30 kati dan uang F.0,60 (enam puluh sen) tiap-tiap bulan yang diserahkan kepada pengurus, tidak dipungut uang sekolah, dan anak-anak harus belajr sendiri46.

Dengan memperhatikan kepada ketentuan tersebut, maka tujuan pendidikan lembaga Santi Asromo yang didirikan K.H. Abdul Halim adalah pertama membentuk akhlak yang mulia; kedua, membentuk daya akal dan budi; ketiga, membentuk rasa dan sifat sosial; dan keempat membentuk warga negara yang baik.

Untuk pelaksanaan program pendidikan Santi Asromo, mula-mula K.H. Abdul Halim membawa para pelajar Kweekschool Persyarikatan Oelama (PO) kelas tertinggi. Mereka diajak mendaki bukit Sukamanah ke Santi Asromo untuk belajar di sana seminggu sekali. Mereka berangkat setiap hari Rabu dari Majalengka pukul 14.00 dengan berjalan kaki melewati Desa

44

Nama Santi Asromo berasal dari bahasa Kawi atau Jawa Kuno yakni Santi yang berarti tempat dan Asromo yang berarti damai serta sunyi. Maksudnya, Santi Asromo adalah tempat pendidikan yang sunyi dan damai, yang terhindar dari pengaruh keramaian kota dan memberikan kedamaian bagi anak didik dalam belajar. K.H. Abdul halim berpendapat bahwa anak didik harus terhindar dari pengaruh yang akan meracuni perkembangan jiwanya. Menurutnya, pada tempat yang ramai sangat sulit menanamkan nilai-nilai pemdidikan kepada anak didik. Sebaliknya di tempat yang sunyi hal itu dapat tertanam kuat dan dan tumbuh subur di hati mereka.

45

Lihat Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Departemen Agama Republik Indonesia, K.H. Abdul Halim. (online). Tersedia: http:www.pondokpesantren.net. [23 Juli 2009].

46

(22)

Simpeureum – Desa Cigasong menuju Desa Ciomas Kec. Sukajadi. Di Desa Ciomas biasanya mereka beristrahat untuk shalat Maghrib. Pada malam harinya, para siswa tersebut menuju Santi Asromo dan menginap sampai malam Jum’at. Pada Jum’at pagi mereka kembali ke Majalengka dengan berjalan kaki pula. Demikian seterusnya para pelajar Kweekschool Persyarikatan Oelama itu melakukannya setiap minggu sekali.47

e. Berkiprah di Panggung Politik

Perjuangan K.H. Abdul tidak hanya dalam b idang agama, pendidik dan social. Ia juga berjuang dalam bidang politik. Selama ia bermain peran dalam dunia politik, ia telah berjuang secara maksimum dalam usahanya dengan kegiatan pengembangan politik Islam . Ia telah menumbuhkan kesadaran berpolitik dan bernegara di kalangan umat Islam. Di samping itu ia telah mengupayakan dan menggalang kerja sama antar organisasi-organisasi dan partai-partai Islam untuk memperjuangkan syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ia juga telah berupaya menyebarluaskan prinsip-prinsip dalam berdemokrasi, kebebasan berpikir dan menyatakan penadapat. Selain itu juga, ia memiliki jasa besar dalam mengembangkan prinsip-prinsip persamaan, prinsip toleraansi beragama dan prinsip keadilan.

Kiprah K.H. Abdul Halim dalam bidang politik praktis senantiasa mencoba menampilkan Islam secara modern dalam rangka mengantisipasi perkembangan zaman. Ia dikenal sebagai politisi sekaligus negarawan. Hal itu dibuktikan dalam perjuangan seperti keterlibatannnnya dengan aktif berjuang merebut kemerdekaan Indonesia dari cengkraman penjajah, aktif sebagai pelatih kemiliteran dalam Hizbullah dan Pembela Tanah Air (Peta), anggota Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), aktif sebagai anggota Chuo Sangi in (Parlemen buatan Jepang), anggota Dokuritsu Zyumbi Choosokai / Badan Persiapan Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), anggota Komite Nasional Pemuda Indonesia Pusat (KNIP) dan sebagai ketua delegasi penyampai resolusi kepada komisaris Republik Indonesia Serikat (RIS) agar negara Pasundan dilebur masuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada tahun 1959 kiprah K.H.

47

(23)

Abdul Halim48 dalam bidang politik terhenti49 sinkron dengan kondisi kesehatannnya yang sudah tidak memungkinkan lagi dan adanya pembubaran konstituante melalui Dektrit Presiden. Organisasi PUI sendiri walaupun bukan lagi anggota Masyumi, sejak 8 September 1959 semakin memfokuskan diri sebagai sebuah organisasi keagamaan yang mencurahkan amaliahnya di bidang pendidikan, sosial dan dakwah.

D.Kesimpulan dan Saran

K.H. Abdul Halim adalah salah seorang ulama pelopor pembaruan yang berasal dari daerah Majalengka. Melalui serangkaian usaha-usaha pembaruannnya, dari tahun 1911 sampai akhir hayatnya pada tahun 1962 ia telah berjuang memajukan kehidupan keagamaan, pendidikan dan menanamkan rasa cinta tanah air dengan mendirikan Majlisul Ilmî, Jam’îyatul muta’âlimîn. Selain itu, ia telah banyak memberikan kontribusi dalam usaha memperbaiki ekonomi umat dengan mendirikan organisas Hayâtul Qulûb. Selama hidupnya, ia juga banyak berkiprah dengan banyak berpartisipasi aktif dalam berbagai organisasi sosio-religious-politik seperti menjadi ketua cabang organisasi Sarekat Islam cabang Majalengka, Persyarikatan Oelama (PO), Perikatan Oemat Islam (POI), Chuo Sangi In, Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI), maupun Dokuritsi Zyiumbi Chosoka I Badan Panitia Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia / (BPUPKI). Salah satu kiprahnya yang paling monumental adalah kontribusinya di dalam memfusikan keberadaan dua organisasi sebelumnya yaitu Perikatan Oemat Islam (POI) dan Persatuan Umat Islam Indonesia dengan nama Persatuan Umat Islam (PUI), di mana melalui wadah organisasi ini ia banyak melakukan gerakan pembaruan / modernisasi pendidikan seperti yang terefleksi dari

48

Pada tanggal 7 Mei 1962 M. / 3 Dzulhijah 1381H. K.H. Abdul Halim meninggal dunia dengan tenang di Pesantren Santi Asromo. Atas jasa-jasa dan perjuangannya, K.H. Abdul Halim dari Pemerintah R.I. mendapat penghargaaan sebagai Perintis Kemerdekaan dan Bintang Mahaputera Utama. Selanjutnya dengan mempertimbangkan bahwa jasa-jasanya yang jauh lebih besar bagi bangsa Indonesia, pada tahun 2008 pemerintrah R.I. menetapkan K.H. Abdul Halim sebagai Pahlawan Nasional.

49

Walaupun K.H. Abdul Halim sejak tahun 1959 sudah tidak menggeluti politik praktis, namun ide-ide atau gagasan cemerlangnya masih banyak mendapat perhatian dan acuan dari kawan-kawannnnya, seperti Soekarno, Mohamad Roem, Mr. Ali Sastroamijoyo, Idham Cholid dan lain-lain. Menurut informasi, Presiden Soekarno sering menghubungi K.H. Abdul Halim dengan mengunjungi K.H. Abdul Halim ke Pondok Pesantren Santi Asromo untuk bersilaturahmi ataupun memohon fatwa tentang persoalan-persoalan bangsa.

(24)

madrasah-madrasah yang didirikannya yang tersebar di berbagai daerah, maupun keberadaan pesantren Santi Asromo.

Penelitian yang dilakukan ini pada dasarnya baru merupakan langkah awal dari upaya mengungkap tentang kebangkitan Islam di Majalengka melalui kegiatan pembaruan yang dilakukan K.H. Abdul Halim. Ada beberapa hal yang patut dikemukakan sebagai saran yang ditujukan kepada, pertama para peminat ataupun para peneliti sesesudahnya yang merasa tertarik untuk melakukan kegiatan penelitian lanjutan dengan tema yang sama atau serupa sebaiknya melakukan penelitian tentang keberadaan PUI pasca terjadinya fusi secara keseluruhan, tidak hanya terfokus di Majalengka. Apa yang diteliti penulis baru bisa mengungkap tentang kebangkitan Islam, dan itu pun hanya difokuskan di daerah Majalengka.

Saran yang kedua, berhubung K.H. Abdul Halim telah menjadi Pahlawan Nasional dan keberadaan organisasi PUI sudah tidak terfokus di Majalengka dan Sukabumi, hendaknya pihak pengurus PUI bisa menjaga dan merawat dokumen-dokumen dan arsip yang terkait dengan aktivtas K.H. Abdul Halim dan kiprah PUI. Jika bisa diperbanyak sehingga dapat menjadi informasi yang sangat berharga dan dapat diketahui oleh masyarakat dan generasi mendatang.

(25)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Abdul Halim.1934. Ketetapan Pengajaran di Sekolah Ibtidaiyah Persyarikatan Ulama. Majalengka: POI-POMP.

---. 1936. Ekonomi dan Koperasi Dalam Islam, Majalengka: Santi Asromo.

---.1938. Risalah Penunjuk bagi Sekalian Manusia. Tasikmalaya, Galunggung Drukkerij.

Ameltz.1952. H.O.S. Tjokroaminoto: Hidup dan Perjuangannya. Jilid I dan II. Jakarta : Bulan Bintang.

Anhar Gonggong. 1985. HOS Tjokroaminoto. Jakarta : Departemen Pendidkan dan Kebudayaan.

A.K. Pringgodigdo. 1991. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat.

Aqib Suminto. 1996. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

Al-Afghani, Sayid Jamaludin. 1995. “Solidaritas Islam”, dalam John J. Donohue dan John L. Esposito (Ed.), Islam dan Pembaharuan : Ensiklopedi Masalah-masalah, Terj. Machnun Husein. Jakarta : Rajawali Pers.

Anonimous, 1988. “Abdul Halim” dalam Harun Nasution dkk. (Ed.), Ensiklopedi Islam. Jakarta : Departemen Agama.

---. 1988. “Pengajian Sorogan/Wetonan”, dalam Harun Nasution dkk. (Ed.), Ensiklopedi Islam. Jakarta : Departemen Agama.

Aqib Suminto. 1996. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

A. Hanafi. 1964. Pengantar Teologi Islam. Yogyakarta : Sumbangsih.

A. Mansur Suryanegara, “Mengenali Kembali Lambang Banteng Sarekat Islam”, Panji Masyarakat, No. 318 / Tahun XXII, 1981.

---. 1995. Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakkan Islam di Indonesia. Bandung : Mizan.

(26)

A. Aziz Halim, 1977. “Ulang Tahun ke-45 Santi Asromo” , Brosur , Majalengka : Tanpa Penerbit.

Badri Yatim. 1997. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Rajawali Pers bekerjasama dengan Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK). Cetakan Keenam. Cholid Fadlullah. 1994. Tri Sila Hasta Wahana dalam Intisab Persatuan Umat Islam.

Bandung: Panitya Muktamar IX PUI.

Dartum Sukarsa. 2007. Potret K.H. Abdul Halim Dalam Eksistensi Nasionalisme dan Perbaikan Umat (1887-1962). Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa.

Deliar Noer. 1991. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Cetakan Keenam.

Edi S. Ekadjati, 1984. “Sejarah Sunda” dalam Edi S. Ekadjati (Ed.) Masyarakat Sunda dan Kebudayaan. Jakarta : Girimukti Pasaka.

---. 2006. “PUI: Dulu, Kini dan Masa Mendatang” dalam A. Darun Setiady (Ed.), Revitalisasi Peran PUI dalam Pemberdayaan Umma. Bandung : Pimpinan Wilayah Persatuan Ummat Islam Jawa Barat, hlm. 274-275.

G.F. Fijper. 1987. Fragmenta Islamica: Beberapa Studi Mengenai Sejarah Islam di Indonesia awal Abad XX, Terj. Tudjimah. Jakarta: UI Press.

Gibs H.A.R dan J.H. Kramers. 1947. Shorter Encyclopedia of Islam. Leiden:

Graaf, H.J. De dan G.Th. Pigeaud. 1989. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram. Jakarta: Graffiti Press.

Hasan Mu’arif Ambary. 2006. “Sejarah Perkembangan Persatuan Ummat Islam (PUI)” , dalam A. Darun Setiady (Ed.), Revitalisasi Peran PUII dalam Pemberdayaan Ummat, (Bandung : Pimpinan Wilayah Persatuan Ummat Islam Jawa Barat, 2006), hlm. 251.

Horikoshi, Hiroko. 1987. Kiyai dan Perubahan Sosial, Jakarta: Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat.

HOS Tjokroaminoto. 1965. Tafsir Program Asas dan Program Tandhim. Jakarta : Lajnah Tanfiziyah PSII.

HOS Tjokroaminoto. 1963. Islam dan Sosialisme. Jakarta: Lembaga Penggali dan Penghimpun Sejarah Revolusi Indonesia.

Jalaludin.1990. “Santi Asromo K.H. Abdul Halim Studi tentang Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia.” Disertasi., Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah.

(27)

Karel Steenbrink.1984. Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19. Jakarta : Bulan Bintang.

Korver, A.V.E. 1985. Sarekat Islam: Gerakan Ratu Adil. Jakarta: PT Grafitti Pers. Kuntowijoyo. 1994. Paradigma Islam: Interperetasi untuk Aksi. Bandung: Mizan. Lapidus, Ira M. 1999. Sejarah Sosial Ummat Islam, Bagian Ketiga, Terj. Ghufron A.

Mas’adi, Jakarta: Rajawali Pers.

Lewis, Bernard. 1991. Kebangkitan Islam di Mata Seorang Sarjana Barat. Terj. Hamid Luthfi A.B. Bandung : Mizan.

Lubis, Nina Herlina. 2006. “Sejarah Perjuangan Ummat Islam di Jawa Barat” dalam A. Darun Setiady (Ed.). Revitalisasi Peran PUI dalam Pemberdayaan Ummat, Bandung : Pimpinan Wilayah Persatuan ummat Islam (PUI), hlm. 264-265. Mardjani Martamin.1985. Tuanku Imam Bonjol. Jakarta : Departemen Pendidikan dan

kebudayaan.

Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren: Suatu Kajian tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: Indonesian-Netherlands Coperation in Islamic Studies (INIS)

Moh. Akim, 1964. Kiai Haji Abdul Halim Penggerak PUI. Majalengka: Yayasan K.H. Abdul Halim.

Mohammad Iskandar. 2001. Pergulatan Pemikiran Kiai dan Ulama di jawa barat, 1900-1950: Para Pengemban Amanah. Yogyakarta: Mata Bangsa.

Muhammad bin Abdul Wahab,T.t. Kasyfal-Syubhat, T.t : Muassasah al- Nur Riadl. M.A. Gani. 1984. Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarekat Islam. Jakarta : Bulan

Bintang.

M. Rusli Karim. 1993. Perjalanan Partai Politik di Indonesia : Sebuah Potret Pasang Surut. Jakarta : Rajawali Pers.

Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid I dan II. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

---. 1992. Pembaharuan dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta : Bulan Bintang.

Niel, Robert Van. 1984. Munculnya Elit Modern Indonesia, Terj. Zahara Deliar Noer. Jakarta : Pustaka Jaya.

O.Taufiqullah. 2007. “PUI dan Ahl al-Sunnah Wa al-Jamaah”, dalam Ending Solehudin dkk. (Ed.), Refleksi 70 Tahun Prof. Drs. H.O. Taufiqullah, Guru

(28)

Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung Dalam Dinamika Perjalanan Tugas dan Pengabdian Terhadap Umat, Bandung: Fakultas Syariah dan Hukum, hlm. 202-204.

Ricklefs, M.C. 1994. Sejarah Indonesia Modern. Terj. Dharmono Hardjowidjono. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.

Sartono Kartodirdjo. 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional Dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme. Jilid 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Slamet Mulyana. 1985. Kesadaran Nasional dari Kolonialisme sampai Kemerdekaan. Jilid 3. Jakarta : Inti Idayu Press.

Stoddard, Lothrof. 1966. Dunia Baru Islam. Jakarta : Panitia Penerbit.

---. 1966. Pasang Naik Kulit Berwarna. Jakarta : Panitia Penerbit. Sulaeman Sullendraningrat. 1994. Babad Tanah Sunda Babad Cirebon, Cirebon:

Tanpa Penerbit.

Suhartono.1994. Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Susanto Tirtoprodjo. 1961. Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia. Jakarta: PT Pembangunan.

S. Wanta. 1990. Intisab PUI Lahir Penjelasan dan Penerangannnya. Majalengka: PB PUI Majlis Pendidikan Penerangan dan Dakwah.

---. 1990. Al-Mawaiz: Metoda Hidup dan Kendalanya, Buku I s.d. XXVII, Majalengka : Sekretaris Dewan Pembina PB-PUI.

---. 1991. 35 Tahun Persatuan Umat Islam, Majalengka, PB PUI, 1991; ---. 1991. Seri Ke-PUI-an, Jilid I s.d. IX, PB-PUI, Majalengka : Majelis

Penyiaran Penerangan dan Dakwah.

---. 1997. Tafsir Asas Persatuan Ummat Islam. Seri III. Majalengka: Pengurus Besar Persatuan Umat Islam Majelis Pengajaran.

---. 1997. Aswaja: Ahlussunah waljamaah, Seri V, (Bandung: Pengurus Besar Persatuan Ummat Islam

---. 1997. K.H. Halim Iskandar dan Pergerakannnya. Seri VI. Majalengka: Pengurus Besar Persatuan Ummat Islam Majlis Pengajaran.

---.1997. Persatuan Umat Islam Pergerakan Aliran Modern, Seri VIII, (Majalengka: Pengurus Besar Persatuan Umat Islam.

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan dari penelitian yang peneliti lakukan adalah, lokasi penelitian dan waktu penelitian, dan jenis penelitian serta penelitian yang dilakukan Faizin Rofiq

menetapkan beragam masalah laten yang diperkirakan terkait dengan masalah nyata; dan hasil ini dinyatakan sebagai masalah penelitian. Pandangan ini muncul berdasarkan pemikiran

Oleh karena itu, ketika bepergian melintasi zona waktu, jam tubuh mulai tidak mengalami sinkronisasi dengan waktu kota atau negara tujuan seperti pada skenario 3 ini

Pasal 7 : Sarana dan Prasarana Pemerintahan sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah ini, yaitu yang dapat dijadikan sumber informasi

RINGKASAN BUD1

Usaha-usaha yang dilakukan untuk melindungi hewan gajah dan tumbuhan langka di Sumatra ….. Taman Nasional

Nilai sosial sewa lahan (land) didapatkan dengan mengestimasi opportunity cost of land yang diperoleh dari komoditas alternatif terbaik sebelum dikurangi biaya sewa

Bagaimana koperasi koperasi sahabat mandiri unit jasa keuangan syariah kota banjarmasin menawarkan produk yang menggunakan penerapan prinsip bagi hasil kepada masyarakat5. Apakah