MAKALAH SEMINAR EMERGENCY
SESAK NAFAS
OLEH : KELOMPOK 2 K3LN 2013 KOMANG SANISCA N 135070200131003 NURYANTRI PUSPITASARI 135070201131013 JULIATUS SHOLIHAH 135070201131014 HANIFAH IRMA R 135070207113011 BEKTI MEGAPURI S 135070207131004 EKA LOLITA A 135070207131005ANA ZERLINA FITRIA 135070207131007
DESY R PUTRI 135070218113012
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2016
BAB I
LATAR BELAKANG
Menurut International Federation for Emergency Medicine (1991), Emergency Medicine didefinisikan sebagai bidang praktek berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk pencegahan, diagnosis dan penanggulangan penyakit akut dan aspek penting yang mempengaruhi pasien dalam berbagai kelompok usia yang menderita penyakit dan kecacatan dengan spektrum- spektrum kelainan fisik dan perilaku. Hal ini, lebih lanjut, meliputi pemahaman tentang perkembangan pra – hospital dan sistem medis darurat di rumah sakit serta keterampilan yang diperlukan untuk keadaan ini (Jamil, 2012). Salah satu keadaan yang darurat yang biasanya terjadi adalah Asma.
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran napas yang bersifat reversible dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan yang ditandai dengan mengi, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kekambuhan pada pasien asma yaitu faktor emosional dimana dapat memicu munculnya serangan asma pada seseorang. pada saat serangan asma terjadi pasien mengalami sesak nafas dimana frekwensi pernafasan bisa sampai di atas 30x/menit. Kondisi ini merupakan salah satu kondisi kegawatan yang dapat mengancam nyawa pasien (Henneberger dkk, 2011).
Penyakit asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Pada tahun 2007 Survei Kesehatan Rumah Tangga
mencatat 225.000 orang meninggal karena asma (Dinkes, 2011). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) nasional tahun 2007, penyakit asma ditemukan sebesar 10% dari 222.000.000 total populasi nasional, sedangkan di Jakarta Departemen Kesehatan menyatakan bahwa pada tahun 2012 jumlah penderita asma yang ditemukan sebesar 3,58% (Zara, 2013).
Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjadi di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma (GINA) pada tahun 2012 dinyatakan bahwa jumlah penderita asma seluruh dunia adalah tiga ratus juta orang, dengan jumlah kematian yang terus meningkat hingga 180.000 orang per tahun (GINA, 2012). WHO memperkirakan saat ini 100-155 juta penduduk di dunia menderita asma dan diperkirakan akan semangkin bertambah 180 juta di setiap tahunnya. Hampir separuh dari seluruh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap tahunnya, berdasarkan laporan NCHS (national center for health statistics) tahun 2010 terdapat 4,447 kematian yang disebabkan oleh penyakit asma atau sekitar 6,5% dari total populasi (Rengganis, 2011).
Melihat fenomena diatas peneliti tertarik untuk meneliti penanganan yang dilakukan pada pasien asma di UGD.
1.1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, peneliti dapat merumuskan masalah yaitu “Apa tindakan emergency yang dapat dilakukan pada pasien asma di UGD?”
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui apakah tindakan emergency yang dapat dilakukan untuk pasien dengan Asma.
1.3. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dalam bidang emergency khususnya pada kasus Asma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).
Dispnea adalah istilah kedokteran untuk kondisi sesak. Pada orang sehat, pernapasan adalah aktivitas refleks, artinya pernapasan adalah aktivitas tidak sadar. Tidak diperlukan perintah khusus dari otak untuk melakukan aktivitas bernapas. Sebaiknya, sesak napas diartikan sebagai kondisi dimana dibutuhkan usaha berlebih untuk bernapas dan aktivitas bernapas menjadi aktivitas sadar. Sesak napasmerupakan keluhan subyektif (keluhan yang dirasakan oleh pasien) berupa rasa tidak nyaman, nyeri atau sensasi berat, selama proses pernapasan. Pada sesak napas, frekuensi pernapasan meningkat di atas 24 kali per menit.Sesak napas merupakan gejala dari suatu penyakit serius yang tidak boleh diremehkan karena dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu harus dicari penyebab awal dan segera diatasi (Davey, 2006)
2. Etiologi
Menurut Latha (2003), etiologi dari sesak nafas dibagi menjadi 2 yaitu: Trauma
Gangguan jalan nafas (obstruksi benda asing)
Trauma thorax (trauma jatuh atau pukulan di dada)
Trauma inhalasi (keracunan gas) Non-trauma
Syok anafilaktik (misalnya karena alergi)
Gangguan paru (misalnya asma, bronchitis, dll)
Gangguan kardiovaskuler (misalnya Atrial septal defect (ASD), penyakit
3. Klasifikasi
a. Dyspnea (Sesak Nafas) akut
Dyspnea (Sesak Nafas) akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan),
penyakit jantung atau trauma dada. Sesak nafas yang berlangsung < 1 bulan.
b. Dyspnea (Sesak Nafas) kronis
Dyspnea (Sesak Nafas) kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara. Klasifikasi berdasarkan gambaran klinis pasien. Sesak nafas yang berlangsung > 1 bulan.
4. Patofisiologi
5. Manifestasi klinis
Gejala umum dari sesak nafas: a. Angina (nyeri dada)
Penderita sesak nafas maupun penderita penyakit jantung kerap dan sering kali mengalami nyeri di bagian dada ketika mengambil maupun menghela nafas. Sehingga membuat penderita sesak nafas
tidak dapat melakukan pekerjaan yang terbilang cukup berat atau yang banyak menyita tenaga.
b. Cepat merasa lelah
Rasa lelah yang cepat timbul merupakan tanda umum dank has dari penderita sesak nafas. Ketika usia melakukan suatu pekerjaan yang cukup banyak memakan tenaga. Nafas penderita umumnya terdengar seperti terenggah-enggah seperti orang habis lari.
c. Sering mengalami batuk
Batuk diperlukan oleh penderita sesak nafas sebagai salah satu cara melegakan aliran udara yang tersedak didalam tenggorokan dan mengeluarkan lender yang menyumbat penyebab sulitnya aliran udara dan oksigen untuk measuk ke paru-paru.
Bahkan pada keadaan yang kronis, penderita sesak nafas sering mengalami batuk kering hingga batuk darah. Untuk mengekspresikannya atau melegakan nafas penderita harus melakukan batuk. Hal ini disebabkan oleh (1) stimulasi refleks batuk oleh benda asing yang masuk ke dalam larink, (2) akumulasi sekret pada saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit dengan gejala batuk yang mencolok (Chandrasoma, 2006).
d. Terhentinya nafas sesaat ketika tidur
Penderita sesak nafas hendaknya menggunakan dua bantal untuk menyangga kepala agar lebih tinggi. Apabila penderita sesak nafas tidur hanya menggunakan satu bantal dan bantal tersebut tidak memiliki massa yang cukup baik untuk menyangga kepala. Maka ketika penderita sesak nafas akan merasakan kesulitan ketika menarik nafas bahkan terkadang nafas dapat terhenti beberapa saat.
e. Gangguan irama jantung dan paru
Sesak nafas emang memiliki kaitan erat dengan penyakit jantung. Penderita penyakit jantung dan sesak nafas seringkali mengalami gangguan pada irama jantung. Terkadang tanpa disadari jantung berpacu dengan cepat. Ronki basah berupa suara napas diskontinu/ intermiten, nonmusikal, dan pendek, yang merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran napas besar. Terdapat pada pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis, bronkiektasis. Wheezing/ mengik berupa suara kontinu, musikal, nada tinggi, durasi panjang. Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara cepat melewati saluran napas yang mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma, bronkitis kronik, CPOD,
penyakit jantung. Stridor adalah wheezing yang terdengar saat inspirasi dan menyeluruh. Terdengar lebih keras di leher dibanding di dinding dada. Ini menandakan obstruksi parsial pada larink atau trakea. Pleural rub adalah suara akibat pleura yang inflamasi. Suara mirip ronki basah kasar dan banyak (Reviono, dkk, 2008).
f. Jari tabuh dan sianosis
Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku tangan dan kaki, ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga pada dasar kuku, dan ujung jari menjadi besar. Tanda ini ditemukan pada tuberkulosis, abses paru, kanker paru, penyakit kardiovaskuler, penyakit hati kronik, atau saluran pencernaan. Sianosis adalah berubahnya warna kulit menjadi kebiruan akibat meningkatnya jumlah Hb terreduksi dalam kapiler (Price dan Wilson, 2006).
6. Pemeriksaan Penunjang a) Teknik radiologi
Toraks merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi. Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalannya sinar X, karena itu parenkim menghasilkan bayangan yang sangat bersinar-sinar. Jaringan lunak dinding dada, jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar serta diafragma lebih sukar ditembus sinar X dibandingkan parenkim paru sehingga bagian ini akan tampak lebih padat pada radiogram. Struktur toraks yang bertulang (termasuk iga, sternum dan vertebra) lebih sulit lagi ditembus, sehingga bayangannya lebih padat lagi. Tujuan pemeriksaan foto thoraks untuk : - Menilai adanya kelainan jantung, misalnya kelainan letak jantung,
pembesaran atrium atau ventrikel, pelebaran dan penyempitan aorta. - Menilai kelainan paru, misalnya edema paru, emfisema paru,
tuberculosis paru.
- Menilai adanya perubahan struktur pada ekstra kardiak
- Gangguan pada dinding thoraks: Fraktur iga dan fraktur sternum. - Gangguan rongga pleura: Pneumothoraks, Hematothoraks, Efusi
pleura
- Gangguan pada diafaragma: Paralisis saraf fernikus.
- Menilai letak alat-alat yang dimasukan ke dalam organ di rongga thoraks misalnya: ETT,CVP,Swan Ganz,NGT, dan yang lainnya. b) Radiografi Dada Rutin
Dilakukan pada suatu jarak standar setelah inspirasi maksimum dan menahan napas untuk menstabilkan diafragma. Radiograf diambil dengan sudut pandang postero anterior dan kadang juga diambil dari
sudut pandang lateral dan melintang. Radiograf yang dihasilkan memberikan informasi sebagai berikut:
- Status rangka toraks termasuk iga, pleura dan kontur diafragmadan saluran napas atas pada waktu memasuki dada.
- Ukuran, kontur dan posisi mediastinum dan hilus paru,termasuk jantung, aorta, kelenjar limfe dan percabangan bronkus.
- Tekstur dan derajat aerasi parenkim paru
- Ukuran, bentuk, jumlah dan lokasi lesi paru termasuk kavitasi tanda fibrosis dan daerah konsolidasi.
- Penampilan radiografi dada yang normal bervariasi dalam beberapa hal bergantung pada jenis kelamin, usia dan keadaan pernapasan. c) Tomografi computer (CT Scan)
Yaitu suatu teknik gambaran dari suatu “irisan paru” yang diambil sedemikian rupa sehingga dapat diberikan gambaran yang cukup rinci. CT scan dipadukan dengan radiograf dada rutin. CT scan berperan penting dalam:
- Mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama brronkus.
- Menentukan lesi pada pleura atau mediastinum (nodus, tumor, struktur vaskular).
- Dapat mengungkapkan sifat serta derajat kelaianan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lain
- CT scan bersifat tidak infasif sehingga CT scan mediastinum sering digunakan untuk menilai ukuran nodus limfe mediastinum dan stadium kanker paru, walaupun tidak seakurat bila menggunakan mediastisnokopi.
d) Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)
MRI menggunakan resonansi magnetic sebagai sumber energy untuk mengambil gambaran potongan melintang tuubuh. Gambaran yang dihasilkan dalam berbagai bidang, dapat membedakan jaringan yang normal dan jaringan yang terkena penyakit (pada CT scan tidak dapat dibedakan), dapat membedakan antara pembuluh darah dengan struktur nonvascular, walaupun tanpa zat kontras. Namun, MRI lebih mahal dibandingkan CT scan. MRI khususnya digunakan dalam mengevaluasi penyakit pada hilus dan mediastinum.
e) Ultrasounds
Tidak dapat mengidentifikasi penyakit parenkim paru. Namun, ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang akan timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.
f) Angiografi Pembuluh Paru
Memasukkan cairan radoopak melalui kateter yang dimasukkan lewat vena lengan ke dalam atrium kanan, ventrikel kanan lalu ke dalam arteri pulmonalis utama. Teknik ini digunakan untuk menentukan lokasi emboli massif atau untuk menentukan derajat infark paru. Resiko utama dalam angiografi yaitu timbulnya aritmia jantung saat kateter dimasukkan ke dalam bilik jantung.
g) Pemindaian Paru
Pemindaian paru dengan menggunakan isotop, walaupun merupakan metode yang kurang dapat diandalkan untuk mendeteksi emboli paru, tetapi prosedur ini lebih aman dibandingkan dengan angiografi.
h) Endoskopi
Merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi langsung trakea dan cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk memastikan diagnosis karsinoma bronkogenik, tetapi dapat juga digunakan untuk mengangkat benda asing.
i) Pemeriksaan biopsy
Biopsi pleural diselesaikan dengan biopsi jarum pleural atau dengan pleuroskopi, yang merupakan eksplorasi visual bronkoskopi serat optik yang dimasukka kedalam spasium pleural. Biopsi pleural dilakukan ketika terdapat kebutuhan untuk kultur atau pewarnaan jaringan untuk mengidentifikasi tuberkulosis atau fungi. Prosedur
diagnostik Radioisotop (pemindaian paru)
Terdapat 3 pemindaian paru yaitu pemindaian perfusi, pemindaian ventilasi, dan pemindaianinhalasi. Prosedur ini digunkan untuk mendetekasi fungsi normal paru, suplai vaskuler pulmonal, dan pertukaran gas.
j) Sputum.
Spesimen sputum diambil untuk mengidentifikasi tipe organisms yang berkembang dalam sputum. Suatu sputum kultur dan sensitivitas sputum (C dan S) mengidentifikasi mikroorganisme tertentu dan resistansi serta sensitivitasnya terhadap obat. Spesimen sputum juga dapat diambi I untuk mengidentifikasi adanya tuberkel basilus (TB), sputum untuk basilus cepat-asam (sputum for acid-fast bacillus [AFB]). Spesimen AFB diperoleh riga hari berturut-turut pada awal pagi hari. Sputum untuk sitologi adalah spesimen sputum yang diambil untuk mengidentifikasi kanker paru abnormal dengan tipe set. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan melakukan serangkaian pengumpulan spesimen riga hari berturut-turut pada awal pagi hari.
Perawat harus memastikan spesimen sputum yang mengandung lendir dari bagian dalam bronkus dan bukan saliva. Carat warna, konsistensi, jumlah, dan bau sputum dan dokumentasi tanggal dan waktu spesimen dikirim ke laboratorium khusus untuk dianalisis.
7. Penatalaksanaan Airway
a. Tanda-tanda objektif – sumbatan airway
Lihat gerakan nafas/ pengembangan dada dan adanyaretraksi sela iga.
Dengarkan aliran udara pernapasan Raba adanya aliran udara pernapasan b. Pengelolaan airway bila terdapat obstruksi
1. Obstruksi Parsial
Suara mendengkur (Snoring) a. Tanpa alat atau secara manual
Sumbatan jalan nafas karema pangkal lidah jatuh kebelakang terdengar suara snooring atau mendengkur. Lakukan pertolongan dengan cara:
- Head-tilt/ Chin Lift dilakukan bila tidak ada cedera kepala.
a) Letakkan satu tangan pada dahi tekan perlahan keposterior, sehingga kemiringan kepala menjadi normal atau sedikitekstensi (hindari hiperekstensi karena dapat menyumbat jalannapas).
b) Letakkan jari (bukan ibu jari) tangan yang lain pada tulangrahang bawah tepat di ujung dagu dan dorong ke luar atas, sambilmempertahankan cara 1.
- Jaw Thrust dilakukan bila pasien tidak sadar dan ada cedera kepala.
a) Posisi penolong di sisi atau di arah kepala
b) Letakkan 2-3 jari (tangan kiri dan kanan) pada masing-masing sudut posterior bawah kemudian angkat dan dorong keluar.
c) Bila posisi penolong diatas kepala. Kedua siku penolongdiletakkan pada lantai atau alas dimana korban diletakkan.
d) Bila upaya ini belum membuka jalan napas, kombinasidengan head tilt dan membuka mulut (metode gerak triple). Untuk cedera kepala/ leher lakukan jaw thrust dengan immobilisasileher.
- Oro faringeal tube a) Pakai sarung tangan
b) Buka mulut pasien dengan cara chin lift atau gunakan ibu jari dantelunjuk.
c) Siapkan pipa orofaring yang tepat ukurannya
d) Bersihkan dan basahi pipa orofaring agar licin dan mudahdimasukkan.
e) Arahkan lengkungan menghadap ke langit-langit (ke palatal) f) Masukkan separuh, putar lengkungan mengarah ke bawah
lidah.
g) Dorong pelan-pelan sampai posisi tepat.
h) Yakinkan lidah sudah tertopang dengan pipa orofaring denganmelihat pola napas, rasakan dan dengarkan suara napas pascapemasangan.
Suara Berkumur (gurgling) - Sapuan jari (finger sweep)
a) Pasang sarung tangan
b) Buka mulut pasien dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah
c) Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah yang bersih atau dibungkus dengan sarung tangan /kassa untuk membersihkan dan mengorek semua benda asing dalam mulut.
- Cross finger - Dengan suction 2. OBSTRUKSI TOTAL a. Tanpa alat secara manual
- Back blows (kalau pasien sadar)
Pukulan punggung dilakukan 5 kali dengan pangkal tangan diatas tulangbelakang diantara kedua tulang belikat.Jika memungkinkan rendahkankepala di bawah dada.
- Heimlich maneuver (pasien sadar)
Penolong berdiri di belakang korban, lingkarkan kedua lengan mengitaripinggang, peganglah satu sama lain pergelangan atau kepalan tangan(penolong).
- Abdominal thrust(kalau pasien tidak sadar)
Letakkkan kedua tangan (penolong) pada perut antara pusat dan prosessussifoideus, tekanlah ke arah abdomen atas dengan hentakan cepat 3-5 kali.
b. Dengan menggunakan alat - ETT (Endotrakhea tube) BREATHING
Breating dilakukan apabila pemeriksaan airway telah dilaksanakan.Atau apabila tidak terdapat tanda-tanda obstruksi.
a. Tanpa menggunakan alat - Mouth to mouth
Sambil mempertahankan posisi kepala (jalan nafas) lakukan tiupan nafasbuatan dengan mulut dengan cara tarik nafas dalam, tiup dan liatpengembangan dada. Dengan konsentrasi oksigen 16%.
- Mouth to maska
a) Pasang sungkup dengan ukuran sesuai umur sehingga menutup mulutdan hidung, lalu rapatkan.
b) Sambil mempertahankan posisi kepala (jalan nafas) lakukan tiupannafas dengan menggunakan :
Kanula oksigen : dengan oksigen 2-3 liter/menit,konsentrasi 30%.
Sungkup sederhana : dengan oksigen 6-8 liter/menit,konsentrasi 60%.
Sungkup berbalon : dengan oksigen >10 liter/menit,konsentrasi 100%
c) Kemudian liat pengembangan dada. d) Evaluasi pernapasan, nadi dan warna kulit. b. Dengan menggunakan alat
- Pemberian Ventilasi Tekanan positif
1. Pilih ukuran masker yang cocok dengan wajah penderita 2. Pastikan jalan napas penderita bebas.
3. Tangan kiri memegang masker sedemikian rupa sehingga masker rapat ke wajah penderita dan pastikan tidak ada udara yang keluar dari sisi masker pada saat dipompa. Tangan kanan memegang bag dan memompa sampai dada penderita terlihat mengembang.
4. Kecukupan ventilasi dinilai dengan melihat gerakan dada penderita. C. CIRCULATION
Indikasi pijat jantung : bradikardia ( <60x/m atau henti jantung )
pijatan 1/3 tebal dada. Metode kompressi yaitu 1 pangkal telapak tangan dengan frekuensi pemijatan± 100x/menit. Koordinasi antara pijat jantung dan nafas buatan yaitu 5 : 1 dengan 20 siklus
D. D ISABILITY (Neurologic Evaluation)
1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi
3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation. E. E XPOSURE / KONTROL LINGKUNGAN
1. Buka pakaian penderita
2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan Yang cukup hangat
8. Komplikasi
Penderita dyspnea berat apabila dibiarkan tanpa ditangani dengan cepat dapat terjadigagal napas dan akhirnya meninggal. Oleh karena itu butuh penanganan yang cepat danlogika berpikir yang cepat pula untuk menentukan kemungkinan penyebab sesak napas yang dialami pasien.
B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
a. Anamnesis
Anamnesis yang harus diingat : A : Alergi
M : Mekanisme dan sebab trauma
M : Medikasi ( obat yang sedang diminum saat ini) P : Past illness
L : Last meal (makan minum terakhir)
E : Event/Environtment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan. b. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan yang telah lalu.Perawat juga mengkaji keadaan pasien dan keluarganya.Kajian tersebut berfokus kepada manifestasi klinik keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat psikososial.Riwayat kesehatan
dimulai dari biografi pasien. Aspek yang sangat erat hubungannya dengan gangguan sistem pernapasan adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat kerja dan tempat tinggal.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Yang perlu diketahui oleh perawat tentang riwayat penyakit pernapasan terkait riwayat alergi, pengobatan saat ini dan masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dan Maksilofasial
- Inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanyalaserasi, kontusi, fraktur dan luka termal
- Re-evaluasi pupil
- Re-evaluasi tingkat kesadaran dengan skor GCS
- Penilaian mata untuk perdarahan, luka tembus, ketajamanpenglihatan, dislokasi lensa, dan adanya lensa kontak - Evaluasi syaraf kranial
- Periksa telinga dan hidung akan adanya kebocoran cairan serebro-spinal
- Periksa mulut untuk adanya perdarahan dan kebocoran cairanserebro-spinal, perlukaan jaringan lunak dan gigi goyang. 2. Vertebra Servikalis dan Leher
- Periksa adanya cedera tumpul atau tajam, deviasi trakea, danpemakaian otot pernafasan tambahan
- Palpasi untuk adanya nyeri, deformitas, pembengkakan, emfisemasubkutan, deviasi trakea, simetri pulsasi.
3. Thoraks
- Penilaian dinding dada bagian depan, samping dan belakang untukadanya trauma tumpul ataupun tajam, pemakaian otot pernafasantambahan dan ekspansi toraks bilateral.
- Auskultasi pada bagian depan dan basal untuk bising nafas(bilateral) dan bising jantung.
- Palpasi seluruh dinding dada untuk adanya trauma tajam/tumpul,emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi. - Perkusi untuk adanya hipersonor atau keredupan.
4. Abdomen
- Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang untuk adanya traumatajam/tumpul dan adanya perdarahan internal.
- Auskultasi bising usus.
- Perkusi abdomen untuk menemukan nyeri lepas (ringan). - Palpasi abdomen untuk nyeri tekan.
5. Perineum/rectum/penis
- Penilaian perineum : perdarahan uretra, laserasi, dsb - Penilaian rektum : perdarahan rektum.
- Tonus sfinkter ani. - Utuhnya dinding rectum
- Fragmen tulang - Posisi prostat 6. Muskuloskeletal
- Inspeksi lengan dan tungkai akan adanya trauma tumpul/tajam,termasuk adanya laserasi kontusio dan deformitas - Palpasi lengan dan tungkai akan adanya nyeri tekan,
krepitasi,pergerakan abnormal, dan sensorik
- Palpasi semua arteri perifer untuk kuatnya pulsasi dan ekualitas - Nilai pelvis untuk adanya fraktur dan perdarahan
- Inspeksi dan palpasi vertebra torakalis dan lumbalis untuk adanyatrauma tajam/ tumpul, termasuk adanya kontusio, laserasi, nyeri tekan,deformitas, dan sensorik
7. Neurologis
- Re-evaluasi pupil dan tingkat kesadaran - Tentukan skor GCS
- Evaluasi motoric dan sensorik dari keempat ekstremitas - Tentukan adanya tanda lateralisasi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada sesak nafas/ dyspnea (NANDA): 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas 3. Gangguan pertukaran gas 4. Intoleran aktivitas
5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 6. Cemas
7. Kurang pengetahuan: tentang penyakit 3. Intervensi
Diagnosa 1
a. Kaji fungsi pernafasan
b. Mempertahankan konsentrasi gas darah arteri (pertukaran CO2 atau O2)
c. Catat kemampuan pasien untuk mengeluarkan sektret
d. Meminimalkan perubahan sampingan yang didapat pada fungsi fisik dan emosi
e. Tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan patologi Diagnosa 2
a. Pastikan individu bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan
b. Alihkan perhatian individu dari memikirkan tentang keadaan ansietas dengan meminta individu mempertahankan kontak mata dengan anda. Katakan, “Sekarang perhatikan Saya dan bernapaslah perlahan-lahan bersama Saya seperti ini”
c. Pertimbangkan penggunaan kantong kertas jika bermaksud mengeluarkan kembali ekspirasi udara
d. Tetap bersama individu dan latih untuk bernapas perlahan-lahan, bernapas lebih efektif
e. Jelaskan seorang dapat belajar untuk mengatasi hiperventilasi melalui kontrol pernapasan secar sadar apabila penyebabnya tidak diketahui
f. Mendiskusikan kemungkinan penyebab, fisik dan emosional dan metoda penanganan yang efektif
Diagnosa 3
a. Kaji bunyi paru, frekuensi napas,kedalaman dan usaha napas serta produksi sputum
b. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi
c. Pantau hasil gas darah (misal PaO2 yang rendah, PaCO2 yang meningkat, kemunduran tingkat respirasi)
d. Pantau kadar elektrolit e. Pantau status mental
f. Peningkatan frekuensi pemantauan pada saat pasien tampak somnolen
g. Observasi terhadap sianosis, terutama membran mukosa mulut h. Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan napas
aktual/potensial
i. Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi tambahan
j. Pantau status pernapasan dan oksigenasi
k. Jelaskan penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen, pengisap,spirometer)
l. Ajarkan teknik bernapas dan relaksasi
m. Jelaskan pada pasien dan keluarga alasan suatu tindakan dilakukan misal: terapi oksigen
n. Ajarkan teknik perawatan di rumah (pengobatan, aktivitas, alat bantu, tanda dan gejala yang perlu dilaporkan)
o. Ajarkan batuk efektif 4. Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal. (Alfaro-LeFevre, 1994).Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya (Griffith & Christensen, 1986).
Perawat menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan dan menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima. Perencanaan merupakan dasar yang mendukung suatu evaluasi. Menetapkan kembali informasi baru yang diberikan kepada klien untuk mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan, tujuan, atau intervensi keperawatan. Menentukan target dari suatu hasil yang ingin dicapai adalah keputusan bersama antara perawat dan klien (Yura & Walsh, 1988).
Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri. Proses evaluasi memerlukan beberapa keterampilan dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan, termasuk pengetahuan mengenai standar asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan keperawatan, dan pengetahuan konsep teladan dari keperawatan.
Evaluasi disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak berhasil.
Pasien mempertahankan patensi jalan napas yang ditunjukkan dengan:
1. Peningkatan jalan napas
2. Frekuaensi dan kedalaman napas sesuai 3. Gas-gas darah dalam batasan normal
Pasien mempertahankan pola pernapasan yang efektif, frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal, penurunan dispnea, gas-gas darah batas normal.
BAB III
Kasus
Ny S, umur 64 tahun datang bersama anak laki-lakinya Tn. M usia 45 tahun di IGD Rumah Sakit dr.Saiful Anwar Malang. Ny.S mengeluh sesak nafas. Klien mengatakan pagi ini jam 09.30 WIB saat bersih-bersih rumah, tiba tiba klien jatuh dan klien sulit untuk bernafas (sesak nafas klien kambuh), anak klien mengetahui ibunya jatuh dan sesak lalu membawa klien ke IGD datang jam 09.45WIB. berikut pengkajian emergensi pasien.
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN A. BIODATA PASIEN Identitas klien Namaklien : Ny. S Usia : 64 tahun
Tanggal masuk : 13 Juni2016 (jam 10.00) Jenis kelamin : Perempuan
Diagnosa medis : Asma Bronkhiale
Tanggal Pengkajian : 13 Juni 2016 (jam 10.10) BIODATA PENANGGUNG JAWAB
Nama : Tn.M
Umur : 45 Tahun
Jenis kelamin : laki – laki Hub dengan klien : Anak B. DATA SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Do :Klien mengeluh sesak nafas 2. Riwayat kesehatan sekarang
Ds :klien mengatakan habis bersih-bersih rumah, tiba tiba jatuh dan klien sulit untuk bernafas ( sesak nafas klien kambuh).
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Ds :Klien mengatakan punya penyakit asma pada tahun 2008 dan klien tidak rutin memeriksakannya ke poliklinik, bila asmanya kambuh klien hanya membeli obat yang ada di warung.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Ds :klien mengatakan, ayah klien dulu pernah menderita TBC dan ayah klien meninggal pada tahun 1998 karena penyakit TBC yang dideritanya.
5. Riwayata alergi
Ds :klien mengatakan tidak ada alergi obat,makanan,minuman namun asma klien kambuh bila klien terkana debu dan kena angin malam.
C. DATA OBJEKTIVE a. Pengkajian primer
1. Airway (A)
Jalan nafas sedikit ada secret dan klien mengalami cuping hidung
Terdengarsuara ronchi dan whezzing dikedua lapang paru klien.Klien terlihat sesak nafas, retraksi dada dangkal, terlihat otot bantu pernafasan, nafas cepat, Rr : 30 x/m 3. Circulasi (C )
Akral dingin, klien terlihat pucat, capillary refil > 3 detik, TD : 150 / 90 mmHg, N : 92 x/m. S : 37,60C
4. Dissability (D )
Kesadaran komposmentis, GCS E4-M6-V5, klien tidak mengeluh nyeri.
b. Pengkajian Sekunder 1. Keadaan umum
Ds :klien tampak lemah 2. Kesadaran
Do :Composmentis E:4 V:5 M:6 3. Tanda –tanda Vital
Do :
- Tekanan darah : 150/90 mmHg (N)
- Pernafasan : 30 X/menit(takipnea) N:16-20 - Nadi : 92 X/menit (normal)
- Suhu : 37,6°C (normal) 4. Berat Badan
Do :
- BB : 50 Kg - TB : 160 cm c. Pengkajian head to toe
1. Kepala
Inspeksi :Distribusi rambut tidak merata, rambut sedikit kotor, rambut berwarna hitam dan beruban, tidak ada hematom maupun lesi dikepala.
Palpasi : Tidak ada hematom maupun lesi, tidak ada nyeri tekan pada kepala.
2. Mata
Inspeksi : Mata simetris, reflek pupil normal, pupil isokor, sklera non ikterik, konjungtiva hiperemis.
Palpasi : Sklera non ikterik, konjungtiva hiperemis. 3. Hidung
Inspeksi : lubang hidung simetris, dan sedikit ada serumen.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada hidung. 4. Telinga
Inspeksi : Tidak ada kemerahan, telinga simetris, lubang telinga cukup bersih.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada daun telinga maupun tulang mastoid.
5. Mulut dan Tenggorokan
Inspeksi : Bibir pucat, mukosa lembab, tidak ada stomatitis dan leukopakia, ada karies gigi, tidak ada gusi bengkak, tidak terlihat pembengkakan tonsil.kadang batuk mengeluarkan sedikit sekret.
6. Leher
Inspeksi : Terlihat otot bantu pernafasan, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan tonsil.
Palpasi : Tidak teraba pembengkakan kelenjar tiroid dan tonsil,
7. Paru
Inspeksi : Bentuk simetris, Gerakan dada Simetris Palpasi : stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor eluruh lapang paru Auskultasi: terdengar whezzing dan ronkhy. 8. Jantung
Inspeksi : Terlihat ictus cordis di ICS ke 5 digaris midclavicula sinistra.
Palpasi : Teraba ictus cordis di ICS ke 5 digaris midclavicula sinistra.
Perkusi : Suara perkusi dullnes
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, suara lup-dup
9. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi abdomen, tidak ada strie, umbilkal tidak menonjol, tidak ada kolostomi.
Auskultasi : terdengar peristaltik dengan frekuensi 5 x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan epigastrik dan titik Mc Burney point, tidak ada pembesaran hepar, lien dan limfe Perkusi : suara perkusi thympani
Do : Tidak Terpasang Kateter 11. Ekstremitas
Atas : Ekstermitas atas normal kekuatan otot 5 pada kedua tangan.
Bawah : Ekstermitas bawah normal dengan kekuatan otot 5 pada kedua kaki, akral dingin.
12. Kulit
Palpasi : Akral dingin, tidak ada lesi dikulit. 13. Therapy Pulmicort 1 x 1mg Ventoline 1 x 2.5 mg Ambroxol 3 x 1 tablet Salbutamol 2 x ½ tablet d. Pemeriksaan penunjang
ABG (Analisa Blood Gas) saturasi oksigen SpO2 70 % (rendah) N : 90-100%
2. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS :
klien mengeluh sesak nafas saat bersih-bersih rumah
Klien mengatakan punya penyakit asma pada tahun 2008
Klien mengatakan tidak ada alergi
Riwayat asma klien sejak 2008 Menyapu hirup debu
atau terkena angina malam Allergen sebabkan reaksi (Ag ikat IGE pada
sel mast)
Hasilkan mediator kimia
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
obat, makanan, minuman namun
asma klien
kambuh bila klien terkana debu dan kena angin malam. DO :.
Klien terlihat sesak nafas,
sedikit ada secret hidung
(histamine, bradikinin dll) Inflamasi(edema mukosa, produksi mucus
lebih, bronkospasme) Penyempitan obstruksi proksimal dari bronkus pada tahap ekspirasi
Pasien batuk Keluar sekret Sesak nafas ketidakefektifan bersihan jalan nafas Ds: Klien mengeluh sesak napas Klien mengeluh lemah Do: Terdapat cuping hidung Takipnea Terdengar suara ronkhi dan wheezing dikedua lapang paru
Klien terlihat sesak napas
Retraksi dada dangkal
Terlihat otot bantu pernapasan
Napas cepat RR: 30 x/menit
Riwayat asma klien sejak 2008 Menyapu hirup debu
atau terkena angina malam Allergen sebabkan reaksi (Ag ikat IGE pada
sel mast)
Hasilkan mediator kimia (histamine, bradikinin dll)
Inflamasi(edema mukosa, roduksi mucus,
bronkospasme) Penyempitan obstruksi proksimal dari bronkus pada tahap ekspirasi Timbul Wheezing dan
ronki RR meningkat
Ketidakefektifan pola napas
Sesak nafas
Pernapasan cuping hidung, retraksi dada
dangkal, terlihat otot bantu pernapasan Ketidakefektifan pola napas DS : Klien mengatakan badannya lemas Klien mengeluh sesak DO :
Klien tampak lemas
Bibir pucat
Akral dingin
Klien terlihat pucat
Pernafasan Nafas cepat
: 30X/menit
ABG Spo2 : 70 % capillary refil > 3 detik
Riwayat asma klien sejak 2008 Menyapu hirup debu
atau terkena angina malam Allergen sebabkan reaksi (Ag ikat IGE pada
sel mast)
Hasilkan mediator kimia (histamine, bradikinin dll)
Inflamasi(edema mukosa, roduksi mucus,
bronkospasme) Penyempitan obstruksi proksimal dari bronkus pada tahap ekspirasi RR meningkat (takipnea)
Sesak nafas Suplai 02 ke tubuh
kurang
Retensi karbon dioksida Saturasi O2arteriturun CRT >3 dan akral dingin
Gangguan pertukaran gas
Sianosis perifer Kulit dan bibir pucat Klien tampak lemah Gangguan pertukaran
gas
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d Murcus dalam jumlah yang berlebihan, peningkatan produksi mucus,eksudat dalam alveoli dan bronkospasme
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d gangguan muskuloskeletal ditandai denganbronkospasme
3. Gangguan pertukaran gas b.d Retensi karbon dioksida ditandai dengan klien tampak pucat
Kurang pengetahuan b.d perilaku pasien yang jarang control di klinik dan hanya membeli obat-obatan di warung ketika asma nya kambuh. 4. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d Murcus dalam jumlah yang berlebihan, peningkatan produksi mucus,eksudat dalam alveoli dan bronkospasme ditandai dengan sesak nafas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit diharapkan pasien, bersihan jalan nafas normal dengan kriteria hasil menunjukan jalan nafas yang paten.
Kriteria hasil (NOC)
Respiratory status : Airway Patency
KATEGORI 1 2 3 4 5
Respiratory rate √
Produksi sputum berkurang √
Sesak nafas (dyspnea) √
Batuk √
Intervensi keperawatan (NIC) Airway Management
1. Anjurkan pasien menghindari pemicu sesak nafas (debu)
2. Monitoring pernafasan klien (frekuensi, kedalaman, bunyi nafas) 3. Posisi elevasi untuk mengurangi sesak nafas
4. Posisikan semi flower(posisi potensial ventilasi maksimal) 5. hilangkan sekret dengan batuk efektif
6. instruksikan bagaimana melakukan batuk efektif
7. auskultasi suara nafas, pantau area yang mengalami penurunan ventilasi dan suara tambahan
8. Lakukan teknik fisioterapi dada antara lain : perkusi, vibrasi, dan postural drainase
9. Kolaborasi pemberian bronkhodilator
10. Ajari pasien bagaimana menggunakan inhaler untuk asma Cought management
1. Ajarkan klien untuk batuk efektif
2. Kolaborasi pemberian obat mukoliik (pengencer dahak) dan ekspektorak (perangsang batuk)
3. Anjurkan duduk dengan kepala fleksi , bahu rileks dan lutut fleksi 4. Instruksikan pasien untuk nafas dalam
5. Instruksikan pasien nafas dalam, lalu tahan 2 detik, dan batukkan 2-3 kali (agar glottis terbuka dan sekret bisa dikeluarkan)
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d gangguan muskuloskeletal ditandai dengan bronkospasme
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit diharapkan pasien, pola nafas normal dengan kriteria hasil menunjukan pola nafas yang paten.
Kriteria hasil (NOC)
Respiratory Status : Ventilation
KATEGORI 1 2 3 4 5
RR √
Kedalaman inspirasi √
Otot bantu pernapasan √
Retraksi dada dangkal √
Ronkhi dan wheezing √
Kriteria hasil (NOC) Asthma Management
KATEGORI 1 2 3 4 5
Tanda dan gejala √
Penyebab asma √
Obat asma √
Ventilation Assistance 1. Auskultasi suara napas
2. Instruksikan pasien latihan pernapasan diafragma
3. Instruksikan latihan pernapasan bibir dirapatkan (pursed lip) 4. Lakukan pengukuran dengan Peak Expiration Flow (PEF) 5. Instruksikan pasien untuk posisi elevasi
6. Posisikan pasien 45° (bersandar) jika terjadi sesak 7. Monitor O2 dan respiratory status
Asthma Management
1. Anjurkan pasien untuk menghindari alergen (debu)
2. Edukasikan pasien mengenai melakukan aktivitas sesuai level kemampuan
3. Edukasikan dan instruksikan pasien cara penggunaan inhaler untuk bisa digunakan setiap saat kambuh
4. Kolaborasi dokter obat antiinflamasi dan bronkodilatasi
5. Edukasikan pasien untuk berkumur setelah penggunaan inhaler 3. Gangguan pertukaran gas b.d Retensi karbon dioksida ditandai dengan klien
tampak pucat
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 pertukaran gas membaik dengan kriteria hasil TTV dalam rentang Normal dan Mendemostrasikan peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat
Kriteria hasil (NOC) Vital sign
KATEGORI 1 2 3 4 5
Respiration rate √
Respiratory rhytme √
Kedalaman pernafasan √
Respiratory status : gas exchange
KATEGORI 1 2 3 4 5
Tekanan parsial oksigen di pembulu darah arteri (PaO2)
√
Sesak nafas √
Sianosis( bibir pucat, akral dingin, CRT >3) √ Intervensi keperawatan (NIC)
Vital sign monitoring
7. Monitor suara paru
8. Monitor pernafasan abnormal (ronki dan wheezing) 9. Monitor warna kulit
10. Monitor sianosis sentral dan sianosis peripheral Acid base management
1. Beri patensi jalan nafas
2. Fasilitasi Posisi adekuat ventilasi (elevasi) 3. Beri IV aces
4. Monitor ABG Oxygen therapy
1. Hilangkan secret oral
2. Lengkapi peralatan oksigen, pasang di wajah, misal humidified 3. Monitor aliran oksigen
4. Monitor posisi pemberian oksigen sesuai orde dokter 5. Instruksikan pada pasien pentingnya pemasangan oksigen
6. Monitor efektivitas pemberian oksigen dengan pantau ABG dari SO2
7. Beri masker atau canul oksigen
8. Observasi tanda oksigen yang dipengaruhi hipoventilasi
NO TGL/JAM TINDAKAN RESUSITASI KETERANGAN
10 Juni 2016
1 09.45
memonitoring pernafasan
klien
Mengobservase dengan ispeksi dan Mengauskultasi suara suara nafas klien
2 09.50
Memposisikan klien semi
fowler
Tinggikan tempat tidur bagian kepala 45 derajat
3 09.53
Memberikan O2 lewat nasal
kanul
Konsentrasi 02 5%
4 09.50
Melakukan Kolaborasi dg
dokter untuk pemberian
pulmicort dan ventolin lewat
mesin nebulezer
Melegakan jalan nafas klien dan membuka ventilasi
5 10.00
Mengajarkan klien batuk
efektif.
Teknik batuk efektif dan perkusi dada (mengeluarkan sekret)
6 10.03
Mengkaji ulang keadaan
umum klien
Kajian semua TTV klien dan saturasi oksigen
5. IMPLEMENTASI
Hari/Tgl/
Jam
No
Dx
Implementasi
Keperawatan
Respon klien
Paraf
Kamis
13 Juni 2016Jam10.15
Wib
1,2
memonitoring
pernafasan klien
DS : klien mengeluh sesak nafas.
DO : Klien terlihat sesak nafas,
retraksi dada dangkal,
terlihat otot bantu
pernafasan,Saat
klien
batuk, terdengar ada dahak
di tenggorokan klien,
terdengar suara whezzing
dikedua lapang paru klien.
10.20Wib
1,2
Memposisikan
klien semi fowler
DS : klien mengatakan masih
sesak.
DO : klien terlihat masih sesak,
klien tidur dalam posis
semifowler.
10.15Wib
1,2
Memberikan O2
lewat nasal kanul
DS : klien mengeluh masihsesak
nafas.
DO:klien masih terlihat sesak
nafas.
10.15Wib
1,2
Melakukan
Kolaborasi dg
dokter
untuk
pemberian
pulmicort dan
ventolin lewat
mesin nebulezer
DS : klien mengatakan nyaman.
DO : klien menghirup asap
yuang keluar dari
nebulezer.
10.25Wib
1,2
Mengajarkan
klien batuk
efektif.
DS : klien mengatakan mau
mencobanya.
DO : klien bisa melakuakn batuk
efektif, dahak/sekret keluar
setelah melakukan batuk
efektif.
10.26wib
1,2
Mengkaji ulang
keadaan umum
klien
DS : klien mengatakan badannya
masih lemas
DO : klien tampak lemas, dan
gelisah
Rr : 25 x/m, TD : 150//90
mmHg,
6. EVALUASI Hari/tanggal No Dx Evaluasi Paraf Kamis 13 Juni 2016 13.001 S : klien mengatakan masih sesak nafas .
O : Tidak terdengar gurgling, dahak keluar sedikit, batuk sudah berkurang.
A : masalah Ketidak efektifan bersihan jalan nafas belum teratasi. Karena di bronkus klien masih ada penemupukan secret yang belum bisa di keluarkan
P :lanjutkan intervensi
1. Anjurkan klien untuk teratur minum obat 2. Anjurkan klien untuk menghindari faktor
kekambuhan
3. Anjurkan klien untuka minum air hangat 4. Anjurkan klien mempraktekan batuk efektif I : implementasi
1. mengAnjurkan klien untuk teratur minum obat
2. mengAnjurkan klien untuk menghindari faktor kekambuhan
3. mengAnjurkan klien untuka minum air hangat
4. mengAnjurkan klien mempraktekan batuk efektif
E : evaluasi
1. klien teratur minum obat yang diresepkan 2. klien tidak menyapu dulu dan tidak keluar
malam
3. klien minum air hangan saat pagi dan malam yang cuacanya dingin
4. klien bisa melakukan batuk efektif mandiri dirumah
2 S : klien mengatakan sesak napas
O : pernapasan cuping hidung, takipnea, suara ronkhi dan wheezing dikedua lapang paru, retraksi dada dangkal, otot bantu pernapasan, napas cepat RR: 30x/menit
A : masalah ketidakefektifan pola napas belum teratasi. Karena suara ronkhi dan wheezing dikedua lapang paru masih terdengar
P : lanjutkan intervensi
1. Anjurkan pasien untuk menghindari alergen 2. Edukasikan dan instruksikan pasien cara
penggunaan inhaler untuk bisa digunakan setiap saat kambuh
3. Edukasikan pasien untuk berkumur setelah penggunaan inhaler
I :Implementasi
1. mengAnjurkan pasien untuk menghindari alergen
2. mengEdukasikan dan instruksikan pasien cara penggunaan inhaler untuk bisa
digunakan setiap saat kambuh
3. mengEdukasikan pasien untuk berkumur setelah penggunaan inhaler
E :evaluasi
1. klien tidak menyapu dulu dan tidak keluar malam
2. klien bisa mempraktekkan penggunaan inhaler
3. klien mau melakukan berkumur setelah menggunakan inhaler
3 S : klien mengatakan lemas dan masih gelisah O :
Klien tampak lemas
retraksi dada simetris, dalam dan reguler, ekpansi dada optimal, nafas klien dalam dan tidak dangkal. Tidak terlihat otot bantu nafas. Rr : 24 x/m
A : Masalah Gangguan pertukaran gas belum teratasi karena klien masih merasakan sesak dan klien tampak sangat lemas akan kondisinya.
P :lanjutkan intervensi
1. Anjurkan klien untuk teratur minum obat 2. Anjurkan klien untuk makan sedikit dan
sering
3. Anjurkan klien menghindari faktor kekambuhan
4. Anjurkan klien untuka istirahat yang cukup I :Implementasi
1. mengAnjurkan klien untuk teratur minum obat
2. mengAnjurkan klien untuk makan sedikit dan sering
3. mengAnjurkan klien menghindari faktor kekambuhan
4. mengAnjurkan klien untuk istirahat yang cukup
E :Evaluasi
1. klien mau teratur minum obat
2. klien mau makan dengan porsi sedikit tapi sering
4. klien tidak menyapu dulu dan tidak keluar malam
3. klien mau istirahat yang cukup
Nama pasien Ny.S P masuk rumah sakit pada tanggal 13 Juni 2016 jam 09.45 WIB dengan diagnose medis asma bronkial telah diberikan tindakan diatas . ke 1 mulai tanggal 13 Juni 2016 terapi obat yang diberika
13 Juni 2016
BAB V PENUTUP KESIMPULAN
Dyspnea merupakan penyakit yang sering kita temui dengan tingkat kegawat daruratan yang tinggi. Dan apabila dibiarkan tanpa ditangani dengan cepat dapat terjadigagal napas dan akhirnya meninggal. Oleh karena itu kita sebagai perawat harus dapat memberikan penanganan yang cepat danlogika berpikir yang cepat pula untuk menentukan kemungkinan penyebab sesak napas yang dialami pasien
DAFTAR PUSTAKA
Reviono, dkk. 2008. Buku Pedoman Skills Lab Keterampilan Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi Semester III. Surakarta : FKUNS
Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.
Brunner & suddarth. (2001).Buku ajar keperawatan medical bedah. Edisi 5. Jakarta : EGC
Manurung, Santa dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Tambunan, Karmel L, dkk. 2003. Buku Panduan PenatalaksanaanGawat Darurat, Jilid 1. Jakarta. FKUI
Alsagaff, Hood dan Mukty Abdul H.2006. Dasar-dasar IlmuPenyakit Paru. Airlangga University Press : Surabaya.
PDSPDI. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Pusat PenerbitanFKUI: Jakarta. Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Airlangga: Jakarta.
Modul Departemen Kesehatan RI (DIT YANMED GIGI DASAR– PUSDIKLAT KESEHATAN)
Stead Latha G. : First Aid For the Emergency Medicine clerkship,McGraw Hill Companies,Inc, 2003.
Doengoes.2000. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC
Lewish.2000.America Thoraric Society
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Marylinn E Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperwatan Pedoman Untuk Perencanaan/Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Smeltzer, S. G & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8 Jakarta : EGC
Tjokonegoro,A & Utama,H.2004. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III Jakarta : EGC
Source :
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Global Initiative for Asthma (GINA), 2003. Global Burden of Asthma-Global Initiative for Asthma. Available from: http://www.ginasthma.com/download.asp? intId=29 (Accessed at 9 June 2016)
Nurafiatin, A., Ayu, E.S., Mabruroh, F., dan Fauziah, N., 2007. Patofisiologi Asma. Universitas Sumatera Utara.