• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu,"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Pemanenan Hasil Hutan

Pemanenan hasil hutan didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang dapat bermanfaat bagi kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat. Selain itu, pemanenan hasil hutan dapat pula diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan. Pemanenan mempunyai arti yang sangat penting bagi perusahaan karena dapat menghasilkan pendapatan bagi perusahaan. Apabila pemanenan dilakukan dengan cara yang tepat maka akan menguntungkan, baik dari segi ekonomis maupun ekologis ataupun untuk kegiatan selanjutnya seperti kegiatan persiapan lahan dan kegiatan penanaman. Menurut (Budiaman, 1996), kegiatan pemanenan dapat dibedakan atas empat komponen utama, yaitu :

1. Penebangan, yaitu mempersiapkan pohon yang akan ditebang, serta memotong kayu sebelum disarad.

2. Penyaradan, yaitu pemindahan kayu dari tempat penebangan ke tepi jalan angkutan.

3. Pengangkutan, yaitu pengangkutan kayu dari hutan ke tempat pegumpulan kayu atau tempat pengolahan

4. Penimbunan, yaitu penyimpanan kayu dalam keadaan baik sebelum digunakan atau dipasarkan serta pemotongan ujung-ujung kayu yang pecah dan kurang rata sebelum ditimbun.

(2)

Pelaksanaan pengelolaan hutan produksi alam yang berkelanjutan memerlukan penerapan sistem pemanenan yang sesuai dengan kondisi lapangan. Kegiatan pemanenan kayu sebagai bagian dari sistem silvikultur, hendaknya diusahakan semaksimalnya sehingga dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan dapat diminalmisasikan. Sistem pemanenan kayu umumnya didefinisikan sebagai bentuk atau cara pengangkutan kayu yang sesuai, serta metode dan alat yang digunakan, ataupun kombinasi dari keduanya yang digunakan dalam kegiatan pemanenan kayu (Endom et al, 2003).

Elias, (1999) menyatakan tugas dari sistem pemanenan adalah dapat memenuhi kebutuhan saat sekarang yang bersifat konsumtif. Sistem pemanenan berdasarkan sistem silvikulturnya dapat dibagi menjadi sistem THPA (Tebang Habis dengan Permudaan Alam), sistem THPB (Tebang Habis dengan Permudaan Buatan), dan TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia). Pertimbangan utama dalam kebijakan sistem ini adalah produksi kayu yang berkesinambungan secara lestari. Pertimbangan perlindungan terhadap lingkungan secara khusus belum begitu tampak pada sistem-sistem tersebut. Selain sistem-sistem tersebut terdapat sistem yang hakekatnya meniru gejala alam, seperti sistem Tebang Rumpang, Tebang Jalur Tanam, dan Tebang Jalur Tanam Progresif. Sistem-sistem yang berwawasan lingkungan ini diharapakan dapat mengurangi dampak negatif jangka panjang dari operasi pemanenan, agar dapat diterapkan pada hutan Tanaman Industri.

Penyaradan Kayu

Penyaradan diperlukan untuk membawa kayu keluar dari tempat penebangannya ke tepi jalan angkutan sehingga dapat diangkut oleh kendaraan

(3)

pengangkut ke tempat pengumpulan kayu (TPk) atau langsung ke tempat pengolahan. Menurut Dulsalam dan Sukardaryati (2002), kegiatan penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat pohon ditebang ke tempat pengumpulan sementara melalui jalan sarad yang telah disiapkan secara maksimal. Penyaradan kayu dapat dilakukan secara manual ataupun mekanis. Penyaradan kayu secara manual dapat dilakukan dengan cara pemikulan atau penarikan kayu oleh tenaga manusia dan hewan. Sedangkan penyaradan secara mekanis dilakukan dengan penyaradan gaya berat gravitasi, dengan traktor, dengan kabel, dengan balon udara, ataupun penyaradan dengan pesawat terbang.

Penyaradan kayu gelondongan hasil penebangan dilakukan setelah bagian tajuk pohon dipotong. Penyaradan kayu gelondongan harus dilaksanakan melalui jalan sarad yang telah direncanakan dan dibuat terlebih dahulu, biasanya pembukaan jalan sarad dilakukan sebelum penebangan dimulai dan lebar jalan sarad maksimal 4,5 meter dengan kemiringan memanjang jalan sarad pada umumnya tidak melebihi 250 (46%), kecuali untuk jarak pendek saja (<25 m) dan persyaratan drainase memadai. Adapun prinsip mendesain jalan sarad adalah dibuat selurus mungkin mengikuti kontur dan jalan sarad tersebut harus dapat dipergunakan seintesif mungkin. Belokan hanya diperlukan untuk mencapai batang yang akan disarad dan menghindari daerah curam, lembah, dan tanahnya labil (Elias, 1997).

Pembuatan jalan sarad berkaitan erat dengan besarnya kerusakan dan pemadatan tanah yang diakibatkan oleh alat sarad yang dipakai, yang berdampak pada pertumbuhan tanaman selanjutnya. Oleh karena itu, hal-hal yang harus diperhitungkan dalam perencanaan jalan sarad antara lain topografi dengan

(4)

tanjakan yang tajam, jarak dengan TPn, sehingga perlu diperhatikan letak TPn terhadap jarak sarad, menghindari belokan yang tajam, dan tidak melintasi sungai. Perencanaan jalan sarad yang tepat akan mengakibatkan areal yang terbuka tidak terlalu besar sehingga erosi tanah dapat dikurangi (Departemen Kehutanan, 1999).

Dalam kegiatan penyaradan ini diupayakan sedikit mungkin terjadinya kerusakan pada pohon tinggal lainnya serta kerusakan tanah hutan. Untuk mengurangi kerusakan lingkungan yang ditimbun oleh kegiatan penyaradan kayu, penyaradan seharusnya dilakukan sesuai dengan rute penyaradan yang sudah direncanakan di atas peta kerja, selain itu juga dimaksudkan agar prestasi kerja yang dihasilkan cukup tinggi. Perencanaan jalan sarad biasanya dilakukan satu tahun sebelum kegiatan penebangan dimulai. Letak jalan sarad ini harus ditandai

di lapangan sebagai acuan bagi pengemudi atau penyarad kayu (Muhdi et al, 2004).

Sesuai dengan pendapat Elias (2002), yang menyatakan agar kegiatan penyaradan kayu dapat dilakukan secara sistematis, efisien, dan dapat meminimalkan kerusakan yang terjadi, penyaradan dilakukan dengan terkontrol maksudnya penyaradan yang dilakukan diatas jaringan jalan sarad yang sudah direncanakan yang dibuat sebelum penebangan dan winching. Penyaradan terkontrol ini umumya terdiri dari tahapan kegiatan seperti perencanaan jaringan jalan sarad, konstruksi jalan sarad, teknik winching, dan teknik penyaradan.

Umumnya tahap awal dalam transportasi minor ini dinilai penyebab biaya tunggal terbesar dalam logging. Ini terutama mengandung kebenaran apabila medan areal yang bersangkutan rata-rata curam atau berbukit, seperti halnya di sebagian besar areal HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Dimana, makin besar

(5)

tingkat kecuraman, makin tinggi pula biaya penyaradan karena makin kecil produktivitas yang dihasilkannya (Elias, 1999).

Penyaradan Kayu Menggunakan Eskavator Komatsu PC 200-5 dengan Bantuan Ponton Darat

Extraction (Penyaradan kayu) adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (Tpn) atau ke pinggir jalan angkutan. Extraction dapat dilakukan dengan beberapa jenis traktor berdasarkan areal hutan yang akan ditebang dan disarad seperti Forwader yang biasanya digunakan pada areal yang cenderung datar dan tidak curam, Skidder, alat sarad yang biasanya digunakan di areal topografi curam, dan Eskavator.

Jenis traktor yang umum digunakan di Indonesia adalah traktor beroda ban (wheel skidder) dan traktor berban ulat/rantai (crawler skidder). Wheel skidder

adalah traktor yang dirancang khusus untuk penyaradan kayu. Sedangkan crawler skidder disamping dapat digunakan untuk menyarad kayu, alat ini juga digunakan untuk membuat jalan atau membongkar tunggak, karena alat ini dilengkapi dengan pisau (blade). Pada umumnya traktor yang digunakan untuk menyarad kayu dilengkapi dengan winch di belakangnya, yaitu alat yang berfungsi menarik kayu dengan cara menggulung kawat baja diikatkan pada kayu. Tetapi terdapat juga traktor yang tidak dilengkapi dengan winch, seperti crawler skidder

(Eskavator) yang menggunakan grapple untuk menyarad kayu dengan menjepit kayu (Muhdi, 2004).

Eskavator dengan Ponton Darat yang merupakan salah satu alat untuk menyarad kayu, Ponton Darat ini terbuat dari rangka besi dengan panjang 5 m, lebar 2,5 m dan tinggi 1,5 meter. Ponton Darat ini disambungkan di belakang

(6)

Eskavator dengan sebuah besi penghubung berbentuk leher angsa dengan panjang kayu yang dibawa 4 m dan kapasitas 11 ton. Penarikan kayu dengan Ponton Darat dapat memuat 8 – 10 ton kayu, dengan panjang kayu ± 4 meter. Sistem ini dapat dikombinasikan dengan sistem tarik panjang (shovel logger) dimana saat menarik Ponton Darat, Eskavator dapat juga menggendong kayu panjang dengan grapple

(Anonim,2006)

Biasanya alat sarad ini digunakan di areal yang datar, yang diletakkan di atas jalan sarad yang telah direncanakan. Menarik kayu tanpa jalan sarad, akan mengakibatkan kerusakan pada tanah seperti pemadatan tanah, pembuatan cekungan, dan drainase tidak baik. Inilah yang akan terjadi apabila penarikan kayu dengan Ponton Darat tanpa jalan sarad yang tidak di skid track dari ranting dan dahan kayu (Anonim,2006).

Menurut Elias (1997), adapun proses penyaradan kayu dengan menggunakan traktor beroda ban (wheel skidder) yaitu :

1. Operasi penyaradan dimulai setelah pembuatan jalan sarad selesai. 2. Penyaradan dimulai dari batang kayu atau log terdekat.

3. Pembantu memasang kabel choker/hook pada ujung log (0,5-1,0 m).

4. Pembantu memberi tanda kepada operator traktor untuk mengambil posisi untuk melakukan winching.

5. Traktor tidak bermuatan berhenti di atas jalan sarad, ditempat yang tepat untuk melakukan winching dengan posisi yang baik.

6. Pembantu menarik kabel winch dan mengaitkannya pada kabel choker/hook

(7)

7. Pembantu pindah ketempat yang aman dan memberi kode bahwa winching

dapat dimulai.

8. Pada waktu winching, traktor harus dalam posisi diam dan tetap berada di jalan sarad dan operator traktor harus berada di dalam traktor atau di tempat duduknya.

9. Setelah winching selesai, penyaradan dilakukan di atas jalan sarad menuju ke TPn (tempat penimbunan kayu).

10.Pembantu mencari log lain dengan bantuan Peta Rencana Pemanenan Kayu. Selama kegiatan penyaradan traktor dibatasi hanya bergerak pada jalan-jalan sarad dan blade atau pisau traktor tidak memotong atau mengupas permukaan tanah dan mengadakan pemotongan samping, serta tidak boleh menyentuh pohon pada tegakan tinggal. Pemotongan samping hanya boleh dilakukan apabila tidak terelakkan atau terpaksa dilakukan. Agar jalan sarad yang dibuat tidak terlalu banyak maka dalam melakukan winching diusahakan sejauh mungkin (Elias, 1997).

Waktu Kerja Penyaradan

Salah satu kriteria pengukuran waktu kerja adalah pengukuran waktu (time study). Purnomo (2003) mendefinisikan pengertian umum dari pengukuran waktu kerja adalah suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator dalam melaksanakan kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang normal. Pengukuran waktu kerja yang dimaksudkan adalah pengukuran waktu standar atau waktu baku.

(8)

Siklus kegiatan produksi penyaradan dengan traktor dapat digolongkan atas komponen tetap dan tidak tetap. Komponen tetap terdiri atas menjepit kayu di dalam hutan dan melepaskan kayu yang disarad di Tpn. Sedangkan komponen tidak tetap adalah waktu perjalanan pulang pergi penyaradan. Penyaradan merupakan pengangkutan minor (jarak pendek), sehingga komponen waktu tetap sangat penting dalam kegiatannya (Elias, 1997).

Waktu kerja penyaradan adalah waktu yang dibutuhkan oleh regu penyarad untuk mengeluarkan kayu dari petak tebangan sampai kayu diatur di

betou (TPn). Menurut Muhdi et al. (2004), dalam kegiatan penyaradan komponen waktu kerja yang biasa diukur adalah waktu yang berhubungan langsung dengan kegiatan penyaradan seperti :

1. Waktu berjalan kosong menuju kayu yang akan disarad, yakni alat sarad (Eskavator) berjalan menuju kayu yang akan disarad.

2. Memuat, yakni kegiatan memuat kayu ke atas alat (Ponton Darat) sampai Ponton terisi penuh.

3. Berjalan dengan muatan menuju tempat penimbunan kayu (TPn). 4. Membongkar dan mengatur kayu di Tpn.

Dulsalam dan Sukadaryati (2002) mengemukakan bahwa waktu kerja yang dibutuhkan di dalam penyaradan tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh jarak sarad yang ditempuh (dalam arti semakin jauh jarak sarad maka waktu kerja yang dibutuhkan akan semakin lama). Akan tetapi, waktu kerja yang dibutuhkan juga dipengaruhi oleh assesibilitas lokasi penyaradan (daya jangkau atau mudah tidaknya lokasi tersebut dijangkau). Lokasi penyaradan yang mudah dijangkau (topografi tidak sulit) memerlukan waktu penyaradan yang lebih ekonomis

(9)

dibanding dengan lokasi yang sulit dijangkau pada jarak sarad yang sama. Oleh karena itu keterampilan operator sangat diperlukan dalam pengoperasian alat penyaradan dan dalam pemilihan jalur yang baik sehingga waktu yang diperlukan dalam penyaradan kayu lebih efisien. Dengan demikian produktivitas penyaradan kayu yang dihasilkan akan lebih tinggi dan biaya penyaradan yang dikeluarkan akan relatif lebih murah.

Proses pengukuran waktu kerja dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu pengukuran waktu secara langsung dan pengukuran waktu secara tidak langsung. Pengukuran waktu secara langsung yaitu pengamat berada di tempat dimana objek sedang diamati. Pengamat secara langsung melakukan pengukuran atas waktu kerja yang dibutuhkan oleh seorang operator dalam menyelesaikan pekerjaannya. Sedangkan pengukuran waktu secara tidak langsung adalah pengamat tidak berada secara langsung di lokasi (objek) pengukuran. Pengukuran waktu kerja dilakukan dengan melakukan analisis berdasarkan perumusan serta berdasarkan data-data waktu yang telah tersedia (Purnomo, 2003).

Menurut Wignjosoebroto (2000), ada dua metode pengukuran waktu kerja secara langsung yaitu :

1. Pengukuran waktu kerja jam henti (stopwach time study), pada dasarnya metode ini diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive).

2. Pengukuran metode sampling kerja (work sampling), pengukuran ini dilakukan untuk pengamatan terhadap aktivitas kerja dari mesin, proses, atau pekerja/operator. Pengamatanya tidak perlu dilaksanakan secara menyeluruh

(10)

(populasi) melainkan cukup dilaksanakan dengan menggunakan contoh (sample) yang diambil secara acak (random). Pada dasarnya prosedur pelaksanaannya cukup sederhana, yaitu melakukan pengamatan aktivitas kerja untuk selang waktu yang diambil secara acak terhadap satu atau lebih mesin/operator dan kemudian mencatatnya apakah mereka ini dalam keadaan bekerja atau menganggur (idle).

Ada dua metode yang dapat digunakan untuk pengukuran waktu kerja dalam kegiatan penyaradan yaitu :

1. Metode berulang kembali (nullstop method), yaitu waktu kerja yang sesungguhnya dari tiap elemen kerja dibaca seketika menurut stopwach yang pada permulaan selalu dikembalikan ke nol untuk tiap elemen. Dalam metode ini biasanya digunakan dua stopwach.

2. Metode berturut-turut (cummulatife method) yaitu dalam metode ini waktu yang sesungguhnya dihitung dengan cara mengurangi dua pengukuran yang berurutan.

Biaya Penyaradan Kayu

Menurut Kartadinata (2000), biaya haruslah didasarkan pada fakta yang bersangkutan, dan cukup terukur sehingga memungkinkan perusahaan mengambil keputusan yang tepat. Biaya dinyatakan sebagai harga penukaran atau pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh suatu manfaat. Biaya harus kita artikan dalam hubungannya dengan tujuan dan keperluan penggunaannya.

Bilamana biaya kita gunakan secara spesifik, haruslah istilah tersebut kita lengkapi dengan menunjuk objek yang bersangkutan, misalnya biaya langsung,

(11)

biaya konversi, biaya tetap, biaya variabel, biaya standar, biaya differensial, dan biaya kesempatan. Biasanya untuk keperluan perencanaan, analisa, dan pengambilan keputusan, harus berhadapan dengan masa depan dan berusaha menghitung biaya terselubung (imputed cost), biaya differensial, dan biaya kesempatan (opportunity cost) yang harus didasarkan pada sesuatu yang lain dari biaya masa lampau (Kartadinata, 2000).

Biaya tetap adalah biaya yang pada umumnya tidak berubah walaupun produksi meningkat atau menurun. Meliputi biaya penyusutan, bunga modal, biaya asuransi, dan biaya yang bersifat tetap. Biaya penyusutan yaitu perbandingan selisih harga pembelian alat dengan harga rongsokan dengan umur pakai alat dikalikan dengan jumlah jam kerja. Sedangkan biaya asuransi dapat diperoleh dengan cara membagi biaya asuransi per tahun dibagi dua belas bulan (Nasution, 2004).

Biaya bahan bakar, oli, dan ban yang biasanya dinyatakan secara sederhana dalam rupiah per km merupakan biaya variabel yaitu biaya-biaya yang berubah bilamana produksi berubah. Biaya bahan bakar yaitu biaya yang dikeluarkan untuk setiap penggunaan bahan bakar per liter. Sedangkan biaya oli yaitu biaya untuk pemakaian oli yang terkait dengan jam kerja alat setahun. Selain biaya bahan bakar, oli, dan ban, biaya pemeliharaan dan perbaikan juga termasuk kedalam biaya variabel. Biaya ini dihitung atas dasar km kendaraan beroperasi, karena pekerjaan pemeliharaan kendaraan dilakukan atas dasar jumlah km kendaraan beroperasi atau 10% dari harga alat dengan jumlah jam kerja per tahun. Selain penggolonggan biaya tetap dan biaya variabel perlu juga diketahui biaya operator dan helper dalam pengoperasian dimana upah operator dapat

(12)

digolongkan ke dalam biaya tetap apabila operator tersebut digaji tetap, tetapi apabila operator atau helper digaji berdasarkan prestasi kerjanya, maka biaya operator tersebut termasuk biaya operasi (Nasution, 2004).

Kegiatan penyaradan kayu dengan sistem mekanis mutlak menggunakan alat-alat berat sehingga memerlukan biaya yang cukup besar, sehingga dalam hal ini diperlukan suatu analisis terhadap biaya tersebut agar dapat diperoleh biaya yang serendah-rendahnya. Untuk keperluan tersebut maka biaya penyaradan digolongkan sebagai berikut :

a. Biaya usaha adalah biaya mesin ditambah biaya operator

b. Biaya operator adalah upah untuk operator [sopir, kenek, atau orang yang menjalankan alat produksi (Rp/jam)].

c. Biaya mesin adalah biaya tetap ditambah biaya operasi (Rp/jam).

d. Biaya tetap adalah biaya yang berjalan terus sesuai dengan masa pakai alat (depresiasi ditambah bunga).

e. Biaya operasi adalah biaya yang dikeluarkan apabila alat tersebut digunakan, meliputi biaya perbaikan, biaya pemeliharaan, dan biaya bahan bakar (Rp/jam atau Rp/unit).

f. Biaya total adalah semua biaya yang digunakan selama menjalankan produksi. Biaya total ini biasanya dinyatakan dalam rupiah per unit produksi (Rp/unit).

Seperti halnya menurut Muhdi et al, (2004), biaya penyaradan kayu adalah biaya total kegiatan penyaradan ditambah biaya pembuatan jalan sarad. Semakin besar volume yang disarad dari dalam hutan mengakibatkan biaya penyaradan (Rp/m3) menjadi lebih kecil. Jarak sarad juga mempengaruhi biaya penyaradan,

(13)

semakin jauh jarak kayu yang dikeluarkan akan meningkatkan waktu kegiatan penyaradan sehingga produksi per satuan waktu menjadi menurun.

Produktivitas Penyaradan Kayu

Secara umum produktivitas adalah ukuran efesiensi produktif yang merupakan suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan atau output dibandingkan dengan input. Masukan sering dibatasi dengan masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai. Menurut Sinungan (2000), produktivitas adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang produktivitas untuk menggunakan sumber secara efesien, dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikutsertakan pendayagunaan secara terpadu sumber daya manusia dan keterampilan, barang modal teknologi, manajemen, informasi, energi, dan sumber-sumber lain menuju kepada pengembangan dan peningkatan standar hidup.

Menurut Dulsalam dan Sukadaryati (2002), produktivitas penyaradan kayu adalah prestasi kerja atau hasil pemuatan kayu yang dihasilkan dalam kegiatan penyaradan kayu dengan menggunakan alat penyaradan. Produktivitas ini menyangkut jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan penyaradan dan jumlah jam. Produktivitas penyaradan juga sangat tergantung pada kemampuan dan pengalaman kerja.

Sesuai dengan pendapat Muhdi et al (2004), tingkat produktivitas juga dipengaruhi oleh keterampilan dan kekompakkan dari regu penyarad. Sebagai contoh pada saat pemberian aba-aba ada yang belum siap, serta ada anggota yang sudah tua. Begitu juga keadaan cuaca pada saat melakukan penyaradan dapat

(14)

mempengaruhi kegiatan penyaradan, bila saat penyaradan terjadi hujan maka sabun sebagai pelicin jalan akan tercuci, sehingga terjadi gesekan antara alat dengan landasan jalan sarad.

Produktivitas penyaradan akan meningkat apabila volume log yang disarad lebih besar, dan sebaliknya apabila volume log yang disarad rendah maka produktivitas rendah. Pengaruh jarak sarad juga dapat mempengaruhi, semakin jauh jarak yang ditempuh oleh penyarad maka produktivitas penyaradan akan semakin rendah dan sebaliknya semakin pendek akan memperbesar produktivitas penyaradan (Muhdi et al, 2004).

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan perbaikan dari prosedur quenching dan digunakan untuk mengurangi distorsi dan chocking selama pendinginan. Caranya benda kerja dipanaskan sampai ke

Di halaman rumah Adit, para warga sudah memasang tenda, kemudian Jarwo dan Sopo datang sambil membawa karangan bunga duka cita, setelah itu Adit dan Dennis datang ke rumah, setelah

Perbandingan TH pada kelompok P3 berbeda dengan kelompok K (+),K (-), P2 dan P1 (p&lt;0,05)(Gambar 2).Gambaran hasil pemeriksaan imunohistokimia terhadap ekspresi

Dengan data tersebut maka secara histologis lapisan lambung yang paling sering mengalami kerusakan adalah bagian superfisial atau dapat menembus lebih dalam ke mukosa

Majid Konting (2000), Kaedah Penyelidikan Pendidikan, Dewan Bahasa dan Pustaka, Siri

Dengan memanfaatkan penyedot debu portebel sebagai mesin utama penghisapnya ditunjang dengan motor DC sebagai motor penggerak roda belakang alat ini, servo

6 Dari teori ini, peneliti kemudian mencoba mendeskripsikan akulturasi budaya Islam dengan lokal yang ada pada pelaksanaan tradisi Menepas di dalam perkawinan

Survey awal dilakukan dengan cara menyebar kuesioner kepada 17 orang mahasiswa yang dilakukan pada tanggal 14 januari 2017 didapatkan hubungan kualitas tidur dengan