1. Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro UNDIP 2. Dosen Jurusan Teknik Elektro UNDIP
MAKALAH SEMINAR KERJA PRAKTEK
PENGENDALIAN REFERENSI KECEPATAN MOTOR DC AREA ROUGHING MILL
MENGGUNAKAN PLC ABB MASTERPIECE 200 PABRIK WIRE ROD MILL PT
KRAKATAU STEEL (PERSERO) Tbk.
Ulinnuha Latifa
1, Aris Triwiyatno
2Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro,
Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia
ABSTRAK
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. merupakan perusahaan manufakturing yang bergerak pada bidang pengolahan baja. Salah satu divisinya adalah Pabrik Wire Rod Mill yang mengolah billet menjadi batang kawat. Billet tersebut dipanaskan terlebih dahulu hingga lunak dan dapat dibentuk. Kemudian pada mill dilakukan proses reducting sehingga diameter dan bentuk billet sesuai dengan kebutuhan. Proses reducting pada setiap standmill membuat billet mengalami perubahan luas penampang dan pertambahan panjang secara bertahap. Untuk itu diperlukan suatu proses pengontrolan kecepatan pada Motor DC yang menggerakkan roller pada mill. Pengontrolan ini dimaksudkan agar billet tidak mengalami buckle dan tarik, sehingga didapatkan produk yang berkualitas. Pada kawasan Roughing Mill kecepatan motor diatur berdasarkan master speed pada stand H12. Pengaturan dilakukan oleh PLC ABB MP-200. Laporan ini akan membahas lebih mendalam mengenai pengendalian referensi kecepatan motor DC menggunakan PLC ABB Masterpiece 200 pada pabrik Wire Rod Mill PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
Kata Kunci : pengendalian, PLC ABB MP-200, referensi kecepatan, motor DC .
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
PT. Krakatau Steel merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri manufaktur yang bergerak dalam bidang pengecoran baja. PT. Krakatau Steel sudah banyak menghasilkan produk seperti: kawat baja, baja profil, plat baja maupun beja beton.
Pada pabrik batang Kawat (Wirw Rod Mill), produk kawat baja yang dihasilkan harus memiliki kualitas yang sesuai standart untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar. Untuk itu pengaturan kecepatan roller mutlak diperlukan agar tidak terjadi buckle dan tarik yang dapat mempengaruhi kualitas kawat yang dihasilkan.
1.2 Tujuan
Makalah kerja praktek ini bertujuan untuk mempelajari pengendalian referensi kecepatan motor DC menggunakan PLC MP-200 pada Wire Rod Mill PT. Krakatau Steel Cilegon.
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam makalah kerja praktek ini penulis membatasi kajian mengenai masalah yang dibahas yakni membahas pengendalian referensi kecepatan area Roughing Mill menggunakan PLC MP-200 pada
divisi Wire Rod Mill PT Krakatau Steel Cilegon secara umum.
2 DASAR TEORI
2.1. Unit Produksi PT Krakatau Steel PT Krakatau Steel, Cilegon sebagai pabrik baja terpadu memiliki unit-unit produksi yang saling mendukung dan terintegrasi. proses produksi baja pada unit-unit tersebut saling berkaitan antara divisi / pabrik yang satu dengan yang lainnya. Pembagian divisi / pabrik pada PT Krakatau Steel, meliputi :
1 Pabrik Besi Spons (Direct Reduction Plant / DRP)
2 Pabrik Billet Baja (Billet Steel Plant / BSP)
3 Pabrik Baja Slab (Slab Steel Plant / SSP) 4 Pabrik Baja Lembaran Panas (Hot Strip
Mill / HSM)
5 Pabrik Baja Batang Kawat ( Wire Rod Mill / WRM )
6 Pabrik Baja Lembaran Dingin (Cold Rolling Mill / CRM)
Gambar 1. Diagram Proses Produksi PT Krakatau Steel
2.2 Wire Rod Mill (WRM)
Bahan baku yang dipergunakan untuk memproduksi batang kawat di pabrik Wire Rod PT Krakatau Steel adalah billet baja dengan penampang 130x130 mm sampai 180x180 mm dan memiliki panjang 9 m.
Selain berdasarkan ukuran, bahan baku tersebut juga dibedakan berdasarkan kandungan karbon di dalam billet. Terdapat empat jenis Billet yang digunakan yaitu LowCarbon, MediumCarbon, HighCarbon, dan Electrode.
Proses produksi utama pada pabrik Wire Rod mill (WRM) dibagi menjadi 3 bagian, yaitu Reheating, Deformasi dan Transformasi.
1 Reheating
Pemanasan kembali atau reheating adalah proses pemanasan billet di furnace agar billet menjadi lunak sehingga mudah untuk dibentuk. Kapasitas dari furnace sendiri dapat menampung hingga 99 batang billet.
Proses pembakaran pada furnace di bagi dalam 8 zone yang masing-masing zone memiliki set point(SP) temperature yang berbeda-beda. Table 1. Set Point Tiap Zone
Zone Set point(oc) Zone Set point(oc)
1 802 5 1159
2 667 6 1165
3 1062 7 1155 4 1044 8 1150 2 Deformasi
Deformasi adalah pengaturan perubahan bentuk dari billet menjadi batang kawat. Pada proses ini dilakukan reduksi secara terencana (pass design) melalui beberapa roll stand untuk mendapatkan produk dengan ukuran dan bentuk yang sesuai dengan standard. Pada tahap ini billet dengan ukuran yang ada sekarang dengan diameter 130x130 mm square dideformasikan menjadi batang kawat dengan diameter 5,5 – 20 mm round.
a. Pre-Roughing Mill
Proses ini berawal setelah billet keluar dari furnace. Pada tahap ini billet mengalami discaler.
b. Roughing Mill
Proses ini terdiri dari 10 stand yaitu #1 sampai #10. Pada tahap ini Billet akan mengalami proses Reducting sehingga luas penampang dan bentuknya akan berubah. Pada proses ini billet juga dilakukan pemotongan di bagian kepala dan ekor menggunakan shear. Hal ini dikarenakan untuk membuang bagian retakan pada kepala dan ekor akibat proses pendinginan yang tidak merata.
c. Intermediate Mill
Pada bagian ini terdapat lopper yang berfungsi sebagai penyeimbang billet sehingga tidak terjadi bucle dan tarik. d. Pre-Finishing Blok Mill
Pada proses ini billet yang telah memiliki diameter sesuai dengan pass design yang diharrapkan akan dibentuk menjadi gelang-gelang kawat menggunakan laying head. e. Finishing Blok Mill
Pada proses ini kawat akan dipack sehingga mempermudah pengemasan dan dilakukan pengikatan menggunakan compactor. Pada finishing ini dilakukan poemberian nameplate yang sesuai dengan grade kualitas produk.
Gambar 2. Proses Pembuatan Batang Kawat
3 Transformasi
Transformasi merupakan proses perubahan struktur dari struktur austenit menjadi struktur ferrit/perlit yang nantinya akan menentukan sifat mekanis dari batang kawat. Transformasi dilakukan dengan pendinginan yang terencana (post rolling cooling system) di stelmor conveyor. Post rolling cooling system juga mencakup pengaturan scale dan pengaturan besar butir austenit sebelum bertransformasi dengan mengatur
pendingin air di water box setelah bar keluar dan roll stand terakhir.
Gambar 3. Proses produksi secara umum Wire Rod Mill (WRM)
2.3 Motor DC
Secara umum ada 3 cara pengaturan kecepatan motor dc yaitu :
1. Pengaturan fluks medan rotor
2. Pengaturan tahanan yang terhubung dengan rangkaian gandar kumparan
3. Pengaturan tegangan pada terminal terminal gandar kumparan
Untuk mengatur kecepatan motor dc dapat dikendalikan menggunakan perangkat elektronika daya yaitu thyristor. Keuntungan thyristror dibandingkan pengaturan konvensional adalah ; efisiensi yang lebih tinggi, model pengepakan yang lebih kecil, pengaturan yang lebih smooth dll. Pengaturan keluaran dari thyristor ialah dengan mengatur sudut pengapiannya.
Gambar 4. Rangkaian motor speed control
Sumber daya ac dari jala-jala listrik disearahkan dengan penyearah jembatan sehingga outputnya adalah listrik arus searah. Dari penyearah jembatan arus masuk ke dalam tahanan geser. Pada tahanan geser ini menjadi inti pengaturan besarnya inputan yang akan masuk ke motor dengan cara mengatur thyristor.Dari rheostat listrik terbagi mengalir ke anoda thyristor, rangkaian resistor-kapasitor dan mengalir ke jalur yang akan memperkuat arus keluaran thyristor.
Keluaran dari rangkaian resistor-kapasitor yang akan men-trigger gate dari thyristor sehingga mengatifkan gate sehingga arus mengalir dari anoda ke katoda. Keluaran dari thyristor dan dari percabangan di rheostat yang akan menjadi sumber penguatan yang akan memutar motor dc. Fungsi dari dioda ialah memblok arus induktif dari beban induktif yang arahnya melawan arah arus utama 2.4 PLC
Programmable Logic Control (PLC) adalah komputer elektronik yang mudah digunakan (user
friendly) yang memiliki fungsi kendali untuk berbagai tipe dan tingkat kesulitan yang beraneka ragam.
PLC dirancang untuk menggantikan suatu rangkaian relai sekuensial dalam suatu sistem control. Selain dapat deprogram, alat ini alat ini juga dapat dikendalikan dan dioperasikan oleh orang yang tidak memiliki pengetahuan dalam pengoperasian komputer.
Prinsip kerja PLC adalah menerima sinyal masukan proses yang dikendalikan lalu melakukan serangkaian instruksi logika terhadap sinyal masukan tersebut sesuai dengan program yang tersimpan dalam memori lalu menghasilkan sinyal keluaran untuk mengendalikan actuator atau peralatan lainnya. Berkaitan dengan pemrograman PLC ini, sebenarnya ada lima model atau metode yang telah distandardisasi penggunaannya oleh IEC (International Electrical Commission) :
1. List Instruksi (Instruction List) - Pemrograman dengan menggunakan instruksi-instruksi bahasa level rendah (Mnemonic).
2. Diagram Ladder (Ladder Diagram) Pemrograman berbasis logika relai, cocok digunakan untuk persoalan-persoalan kontrol diskret yang input/output hanya memiliki dua kondisi On atau Off.
3. Diagram Blok Fungsional (Function Blok Diagram)
Pemrograman berbasis aliran data secara grafis. Banyak digunakan untuk tujuan kontrol proses yang melibatkan perhitungan-perhitungan kompleks dan akuisisi data analog.
4. Diagram Fungsi Sekuensial (Sequensial Function Charts)
Metode grafis untuk pemrograman terstruktur yang banyak melibatkan langkahlangkah rumit, seperti pada bidang robotika, perakitan kendaraan, Batch Control, dan lain sebagainya.
5. Teks Terstruktur (Structured Text) Pemrogaman ini menggunakan statemen-statemen yang umum dijumpai pada bahasa level tinggi (high level programming) seperti If/'Then, Do/While, Case, For/Next, dan lain sebagainya.
Operasi PLC secara sederhana yaitu peralatan luar dikoneksikan dengan modul input output PLC yang tersedia. Peralatan ini dapat berupa sensor-sensor analog, push button, limit switch, motor starter, solenoid, lampu, dan lain sebagainya.
Selama prosesnya, CPU melakukan tiga operasi utama :
1. Membaca data masukan dari perangkat luar via modul input.
2. Mengeksekusi program control yang tersimpan dalam memori.
3. Mengupdate atau memperbarui data pada modul output.
Proses ini disebut scanning. 2.5 Controller PID
Gambar 6. Diagram PID Controller Kontroler PID terdiri dari :
1. Kontrol Proporsional
kontrol proporsional berfungsi untuk memperkuat sinyal kesalahan penggerak (sinyal error), sehingga akan mempercepat keluaran sistem mencapai titik referensi.
2. Kontrol Integral
Kontrol integral pada prinsipnya bertujuan untuk menghilangkan kesalahan keadaan tunak (offset) yang biasanya dihasilkan oleh kontrol proporsional.
3. Kontrol Derivatif
Kontrol derivatif dapat disebut pengendali laju, karena output kontroler sebanding dengan laju perubahan sinyal error.
Kontrol derivatif tidak akan pernah digunakan sendirian, karena kontroler ini hanya akan aktif pada periode peralihan. Pada periode peralihan, kontrol derivatif menyebabkan adanya redaman pada sistem sehingga lebih memperkecil lonjakan.
(4.8)
(4.9) Dengan:
u(t) = sinyal output pengendali PID Kp = konstanta proporsional Ti = waktu integral
Td = waktu derivatif
Ki = konstanta integral (Kp⁄Ti ) Kd = konstanta derivatif (Kp.Td )
e(t) = sinyal error = referensi – keluaran plant = set point – nilai sensor
2.6 Human Machine Interface (HMI) HMI atau Human Machine Interface merupakan media komunikasi antara operator dengan sistem yang terhubung. Komunikasi ini dimaksudkan agar proses otomasi dapat berjalan sesuai dengan perencanaan yang ada. HMI pada proses industri merupakan sarana bagi operator untuk dapat mengakses sistem otomasi di lapangan, pengembangan, perawatan serta troubleshooting pada plant.
Fungsi dari HMI yaitu :
1. Memberikan informasi plant yang up to date kepada operator melalui graphical user interface.
2. menerjemahkan instruksi operator kepada mesin
3. Engineering Development Station 3. ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1. Roughing Mill
Proses yang terjadi pada Roughing Mill adalah Reducting. Billet yang mengalami proses reducting tidak hanya mengalami penurunan luas permukaan tetapi juga mengalami pertambahan panjang yang signifikan. Untuk itu diperlukan pengaturan Speed motor pada roller agar billet yang memanjang ini tidak mengalami buckle dan tarikan.
3.2. Motor DC pada Roughing Mill 3.2.1.Supply Tegangan Motor Wire Rod Mill mendapatkan tegangan supply dari Gardu Induk sebesar 30 kV. Tegangan ini kemudian diturunkan menggunakan trafo penurun tegangan. Tegangan supply ini belum dapat digunakan sebagai supply motor DC. Untuk itu diperlukan jembatan Thyristor sebagai penyearah.
3.2.2.Analog Drive Speed Control
Tegangan Reference yang diberikan oleh PLC memiliki analogi 10 Volt tegangan setara dengan 1500rpm. Menggunakan rangkaian kontrol kecepatan yang ada pada driver ini maka kecepatan yang diinginkan dapat direalisasikan.
Terdapat 5 rangkaian utama pada driver ini yaitu :
1. Rangkaian trigger 2. Rangkaian PID Analog 3. Rangkaian Control Speed 4. Rangkaian Angker 5. Rangkaian Medan Fluks
Selain itu terdapat pula kontaktor digital input dan output yang merupakan penghubung dengan PLC. Pada Driver Analog ini juga terdapat beberapa sistem proteksi untuk proteksi motor.
3.2.3.Kinerja Motor DC Pada Roughing Mill
Gambar 8. Diagram Kerja Motor DC RoughingMill
Gambar di atas merupakan single line diagram yang dapat menggambarkan proses kerja motor DC pada Roughing Mill. Supply berupa AC tiga fasa diturunkan tegangannya menggunakan transformator. Tegangan keluaran trafo ini kemudian masuk ke rangkaian jembatan thyristor untuk diubah ke DC. Tegangan DC inilah yang nantinya digunakan sebagai supply motor DC.
Umpan balik sistem berupa sinyal keluaran dari encoder berupa kecepatan putar motor. Umpan balik ini kemudian diolah sebagai dasar pengaturan kecepatan motor saat terdapat beban. Trafo arus digunakan sebagai umpan balik yang memberikan data arus untuk pengontrolan arus.
Secara keseluruhan sistem, output berupa kecepatan putaran motor yang terukur pada tachogenerator atau encoder yang digunakan dalam penentuan parameter set point berupa pemberian tegangan di lakukan oleh pengontolan kecepatan yaitu Analog drive Speed control.
3.2.4.Perhitungan Kecepatan Motor DC Pada Rolling Mill untuk mempermudah proses pengontrolan makan dilakukan pembagian zona yang disebut stand. Pada Roughing sendiri
terdapat sepuluh stand yaitu #1 sampai #10. Masing-masing stand diberikan pengaturan kecepatan yang berbeda agar tidak terjadi buckle dan tarikan pada billet.
Penurunan rumus kecepatan motor di setiap stand sebagai berikut :
Gambar 9. Susunan mekanik setiap stand
Pada perhitungan kecepatan motor parameter-parameter yang mempengaruhi adalah kecepatan putaran motor motor, diameter dan rasio gear box.
Tabel 2.Parameter Motor DC
Kecepatan motor DC pada Stand #5 rpm
Kecepatan motor DC pada Stand #6 rpm
Dari hasil perhitungan kecepatan stand #5 dan #6 didapatkan kecepatan 0,5 m/s dan 0,7 m/s. kecepatan tersebut akan terus bertambah disetiap stand sehingga mendekati kecepatan masterSpeed pada stand #12 yaitu 2 m/s.
3.2.5.Perhitungan Tegangan Reference Motor
Keluaran dari PLC akan memberikan tegangan input ke motor dengan range antara 0-10 volt. Bila kecepatan putaran maksimum pada motor DC adalah 1500 rpm maka jika dianalogikan maka 10 volt 1500 rpm. Maka 1 volt 150 rpm.
Pada stand #5 diketahui bahwa kecepatan putaran motor diset pada 949,2 rpm
sehingga tegangan reference yang diberikan adalah
Pada stand #6 diketahui bahwa kecepatan putaran motor diset pada 890,130 rpm sehingga tegangan reference yang diberikan adalah
3.3. Desain Kontrol Menggunakan PLC MP-200
Gambar 10. Diagram Alir pengontrolan menggunakan PLC
3.3.1.Fungsi Sistem
Pengaturan motor erat kaitannya dengan driver motor yang mengontrol putaran motor secara langsung. Driver ini yang akan mengolah tegangan referensi dari PLC sehingga motor berputar dengan kecepatan yang diinginkan.
Pada Roughing Mill kondisi motor yang optimal sangat diharapkan. Karena motor harus dapat tetap stabil saat terdapat beban yaitu billet maupun saat tidak terdapat beban. Selain itu bila terjadi buckle atau tarikan, motor harus dapat menyesuaikan kecepatannya. Bahkan untuk menghindari kondisi yang tidak diinginkan motor harus mampu berbalik arah.
3.3.2.Pembuatan Gambar Desain
Setelah pengontrolan sistem memiliki tujuan dan fungsi yang jelas maka langkah selanjutnya adalah dengan melakukan perancangan. Perancangan
dituangkan dalam bentuk control layout, communication layout, data layout, desk layout, dan assembly drawing.
1. Control Layout
Control
layout
merupakan
perancangan mekanisme pengontrolan
sistem
2. Communication Diagram
Communication diagram menunjukkan
interaksi antara suatu bagian dengan
bagian yang lain dalam suatu urutan
proses
3. Data Layout
Data Layout ini merupakan diagram yang menggambarkan alur data pada sistem. 4. Desk Layout
Desk layout merupakan perancangan
desain untuk peralatan-peralatan penunjang seperti local desk, main desk, dll.
5. Display Layout
Display layout merupakan desain dari tampilan user interface yang nantinya akan mempermudah kerja operator. 6. Assembly Drawing
Perancangan hardware dituangkan dalam assembly drawing. Gambar ini nantinya akan digunakan sebagai acuan dalam perakitan hardware.
3.3.3.Mendefinisikan InputOutput
Pada tahap ini dilakukan pengecekan semua input dan output sistem yang akan dikontrol sehingga dapat ditentukan penggunaan Input dan Output yang diperlukan. Input dan Output Sistem dikategorikan dalam Analog Input (AI), Digital Input (DI), Analog
Output (AO), Digital Output (DO).
Pendefinisian Input dan Output ini nantinya akan digunakan sebagai dasar pembuatan data base.
Selain sebagai dasar pembuatan data base, dengan mendefinisikan input output secara rinci kita dapat menentukan komponen hardware yang kita perlukan. Sebagai contoh bila hardware yang tersedia 1 modul DI terdapat 8 channel. Sementara terdapat 11 buah DI. Maka kita memerlukan 2 buah modul DI untuk mendukung sistem. Sisa channel yang ada dapat digunakan sebagai cadangan.
3.3.4.Install PLC
Setelah kita sudah dapat menentukan semua komponen yang kita perlukan dalam proses pengontrolan langkah yang harus kita lakukan adalah menyusun hardware.
Hardware yang telah disusun ini sedikit banyak akan membantu kita dalam proses pembuatan program, karena akan lebih mudah untuk memahami mekanisme kinerja sistem yang akan dikontrol.
Semua komponen hardware harus sudah tersedia saat dimulainya proses instalasi. Selain itu juga diperlukan sirkuit dan komunikasi diagram. Pada proses instalasi harus dipastikan bahwa semua aturan yang menyangkut keamanan harus terpenuhi. Penempatan PLC harus memenuhi kondisi yang memadai misalnya tempat yang kering dan tidak berdebu.
Pada instalasi mekanik hal yang perlu diperhatikan adalah peletakkan PLC harus pada tempat yang stabil dan bebas getaran. Hal ini berfungsi untuk meminimalisir disturbance.
3.3.5.Dimensioning
Fungsi
Dimensioning
adalah
untuk
mengoptimalkan memori PC dan DB. Dengan
menggunakan fungsi ini maka untuk setiap tipe
utama (DI, AI, dll.), nomor
setting data, dll.
dapat dipilih secara mudah.
Dimensioning harus
dilakukan sebelum mulai membuat PC Program.
Proses pembuatan
Data base dan PC Program
harus mengacu pada
dimensioning yang telah
dibuat.
3.3.6.Penyusunan Data base
Data base (DB) digunakan oleh PC Program sebagai pertukaran data. Data base memuat data dari dari program HMI, komunikasi I/O, dan komunikasi program komputer.
Data base juga dapat digunakan untuk menyimpan informasi sddress seperti alamat board, jaringan komunikasi, dll.
3.3.7.PC-Program
PC Program ini merupakan kumpulan
perintah-perintah
yang
menjadi
dasar
pengontrolan pada sistem.
Pada PLC ABB pembuatan PC
Program-nya
memiliki
suatu
standart
bahasa
pemrograman tersendiri yang dinamakan ABB
Masterpiece Language (AMPL).
Gambar 11. Struktur PC Program dengan modul header
PCGM modul header digunakan untuk melengkapi PC Program dengan switch input CONTRM modul header yang merupakan subordinate modul PC
FUNCM modul header yang tidak memiliki property eksekusi control tetapi dapat digunakan untuk membuat struktur dokumentasi.
3.3.8.PC-Diagram
PC
diagram
berfungsi
untuk
menunjukkan logika dan
control diagram
dari
system. Dapat dikatakan bahwa
PC-Diagram ini merupakan penggambaran
dari desain
layout pada tahap awal
pembuatan proses
control serta PC
Program. Tidak ada aturan baku dalam
membuat lay-out PC Diagram. Untuk
mempermudah pembacaan maka
bagian-bagiannya harus disusun sesuai dengan
urutan dari eksekusi.
3.3.9.PC Program Speed Reference Control
Untuk membaca maupun membuat PC
Program yang harus diperhatikan adalah alur
eksekusi
program.
Alur
tersebut
dapat
dikategorikan berdasarkan jenis
input dan
output. Ada 4 jenis yaitu Digital
Input, Digital
Output, Analog Input dan Analog Output.
Gambar 13. Digital inputchannel
Gambar 14. analog inputchannel
Gambar 15. Digital OutputChannel
Gambar 16.analog outputchannel
secara umum alur eksekusi dimulai
data
input yang telah masuk ke
board
modul
input melalui
connection unit
kemudian masuk ke dalam data base untuk
selanjutnya diolah oleh PC Program. Hasil
pengolahan PC Program masuk ke
data
base lalu masuk ke
board modul
output
yang sesuai. Kemudian melalui connection
unit dikirim ke actuator.
3.3.10. Simulasi
Pada tahap ini program yang telah
dibuat akan disimulasikan. Simulasi dapat
memberi gambaran hasil dari aplikasi
program yang telah dibuat. Proses simulasi
ini harus dapat menjadi acuan untuk
keadaan nyata proses yang akan dijalankan
oleh program. Sehingga bila terdapat error
logika
pada
program
dapat
segera
diantisispasi. Selain itu pada tahap simulasi
ini diharapkan agar proses eksekusi
program sudah berjalan sesuai dengan
yang diharapkan.
3.3.11. Instalasi Program
Proses Instalasi Program akan
dilaksanakan setelah semua komponen
hardware dan
software siap.
Hardware
PLC harus sudah siap untuk digunakan dan
sudah tersusun dengan baik. Sementara PC
Program yang telah dibuat harus sudah
sesuai dengan proses pengontrolan yang
diinginkan dan telah lulus uji simulasi.
Setelah semua syarat terpenuhi maka
program dapat dimasukkan ke dalam
sistem PLC.
3.3.12. Testing
Pengetesan dilakukan pada komponen
yang akan dikontrol. Belum pada tahap uji coba
alat secara keseluruhan, hanya melakukan uji
coba pada tiap-tiap komponen sistem.
3.3.13. DesignDisplay
Dari perencanaan Desain Layout yang telah dibuat digunakan sebagai acuan dalam pembuatan
display sebagai interface pengontrolan agar
mempermudah operator. Sebelumnya harus sudah dipastikan bahwa baik komponen hardware maupun software sudah siap untuk proses uji coba.
3.3.14. Commissioning
Tahap ini merupakan tahap uji coba sistem secara keseluruhan sehingga kita dapat mengetahui secara lebih nyata bagaimana aplikasi program yang telah dibuat pada sistem secara keseluruhan.
Setelah tahap Commissioning berjalan dengan baik dan tidak lagi terdapat kesalahan pada proses yang berjalan maka mulai dilakukan update dokumen. Data base dan PC Program yang ada terus dilakukan perbaikan sesuai dengan keadaan sistem agar operasional sistem dapat berjalan dengan baik. 4. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada perhitungan kecepatan motor parameter-parameter yang mempengaruhi adalah kecepatan putaran motor motor, diameter dan rasio gear box.
2. Terdapat 3 mekanisme pengontrolan pada Analog drive speed control yaitu pengaturan kecepatan, pengaturan arus armature, dan pengaturan medan fluks.
3. Pada proses reducting Roughing Mill luas penampang dan bentuk billet mengalami perubahan secara bertahap. Setelah melewati proses ini billet akan mulai terbentuk menjadi batang kawat.
4. Kecepatan motor pada setiap stand akan terus bertambah sehingga mendekati kecepatan master speed pada stand #12 yaitu 2 m/s.
5. Tegangan reference dari PLC sebesar 0-10 Volt dianalogikan dengan kecepatan putar 0-1500 rpm.
6. Dalam proses pembuatan controller yang pertama harus dilakukan adalah mengenali sistem yang akan dikontrol.
7. Desain awal pengontrolan sistem dituangkan dalam Control Layout, Communication Diagram, Data Layout, Desk Layout, Display Layout, dan Assembly Drawing.
8. Input dan Output Sistem dikategorikan dalam Analog Input (AI), Digital Input (DI), Analog Output (AO), Digital Output (DO)
9. Pendefinisian Input dan Output digunakan sebagai dasar pembuatan data base dan menentukan komponen hardware yang kita perlukan
10. Fungsi Dimensioning adalah untuk mengoptimalkan memori PC dan DB. 11. Data base memuat data dari dari
program HMI, komunikasi I/O, dan komunikasi program komputer.
12. PC Program ini merupakan kumpulan perintah-perintah yang menjadi dasar pengontrolan pada sistem.
13. PC diagram berfungsi untuk menunjukkan logika dan control diagram dari system.
14. RMC2 berisi pengaturan Speed Reference Motor sementara RMC3 mengatur Drive Logic untuk driver motor.
15. Data-data yang ditampilkan pada HMI terhubung pada data base melalui suatu alamat yang disebut tag name. sehingga data yang ditampilkan pada HMI merupakan display langsung dari data base program sistem.
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] Setiawan, Iwan. 2006. Programmable Logic Controller (PLC) dan Teknik Perancangan Sistem Kontrol. Yogyakarta : Penerbit Andi.
[2] ABB, Commissioning PC Diagram RMC2 N2 PC3 PC4, 2012.
[3] ABB, Commissioning PC Diagram RMC3 N3 PC4, 2012.
[4] ABB, Installation, Commissioning and Service, 1992.
[5] ABB, PC Programming, 1988.
[6] Haryadi, Slamat Agung. 2011. Analisa Sistem Pengontrolan Kecepatan Motor DC menggunakan Analog Drive Speed Control Pada Roughing Mill. Cilegon. [7] www.energyefficiencyasi.org
BIODATA Ulinnuha Latifa (L2F009030). Lahir di Salatiga, 11 September 1991. Telah menempuh pendidikan di SDN Ngesrep 01 Semarang, SMPN 21 Semarang dan SMAN 4 Semarang. Dan saat ini tercatat sebagai mahasiswa Teknik Elektro Universitas Diponegoro, angkatan 2009, konsentrasi Teknik Kontrol dan Instrumentasi.
Menyetujui Dosen Pembimbing