• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar Kortisol Serum sebagai Indikator Prognosis Sepsis pada Anak. Serum Cortisol Level as Prognostic Indicator for Pediatric Sepsis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kadar Kortisol Serum sebagai Indikator Prognosis Sepsis pada Anak. Serum Cortisol Level as Prognostic Indicator for Pediatric Sepsis"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Leny Zabidi, M.Supriatna, Maria Mexitalia

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-UNDIP/ RSUP Dr.Kariadi Semarang

Latar belakang. Salah satu respon utama terhadap stres adalah aktivasi aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal, diketahui dengan peningkatkan produksi kortisol.

Tujuan. Membuktikan kadar kortisol dapat digunakan sebagai prediktor luaran sepsis.

Metode. Penelitian prospektif, dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Sepsis didiagnosis menurut Konsensus Konfrensi Sepsis pada Anak tahun 2005, dikelompokkan sebagai luaran perbaikan dan perburukan. Kortisol serum dianalisis dengan metode ELISA. Uji Mann-Whitney U digunakan untuk menganalisis perbedaan kadar kortisol pada luaran sepsis anak. Kadar kortisol dianalisis lebih lanjut menggunakan ROC dan ditentukan titik potong yang optimal.

Hasil. Sejumlah 30 anak dengan diagnosis sepsis diikutsertakan dalam penelitian. Kadar kortisol serum subyek berkisar 64,62 – 836,15 ng/mL, menunjukkan peningkatan (normal 24 – 229) ng/mL. Median kadar kortisol pada luaran perbaikan 187,05 (64,62-509,08) ng/mL dan pada luaran perburukan 740,91 (299,45-836,15) ng/mL. Terdapat perbedaan bermakna kadar kortisol serum pada luaran perbaikan dan luaran perburukan (p<0,001). Luas area di bawah kurva ROC 0,958, dengan titik potong kadar kortisol 323 ng/mL, RR 48,0 (IK95%:4,304–535,256; p<0,001)

Kesimpulan. Kadar serum kortisol lebih dari 323 ng/mL merupakan prediktor luaran perburukan pada sepsis anak.

Sari Pediatri 2015;17(2):101-6.

Kata kunci. sepsis, kortisol serum, indikator prognosis

Serum Cortisol Level as Prognostic Indicator for Pediatric Sepsis

Leny Zabidi, M. Supriatna, Maria Mexitalia

Background. One of the major stress response in sepis is the activation of the hypothalamo-pituitary-adrenal axis, which is manifested with with increased cortisol production.

Objective. To determine serum cortisol level as prognostic indicator for pediatric sepsis outcome.

Methods. Prospective study was performed at Dr. Kariadi Hospital Semarang. Sepsis was defined according to the Consensus Conference on Pediatric Sepsis 2005, grouped as good and poor outcome. Serum cortisol level was measured by enzyme-linked immunosorbent assay. Mann-Whitney U test was used to analyze the differences of serum cortisol level in sepsis. Cortisol levels were further analyzed using the ROC to optimal cut-off point.

Results. Thirty pediatric patients with clinical diagnosis of sepsis were enrolled in the study. Serum cortisol level range from 64.62 to 836.15 ng/mL, that showed an increasing level (normal 24 to 229 ng/mL). The median serum cortisol level in good outcome was 187,05 (64,62-509,08)ng/mL and for poor outcome was 740,91 (299,45-836,15)ng/mL. There was significant difference of serum cortisol level in good and poor outcome patients (p<0.001). The area under the ROC curve was 0.958, with cut-off point 323 ng/ mL, RR 48,0 ( 95% CI 4,304 – 535,256 ; p<0,001).

Conclusions. Serum cortisol level more than 323 ng/mL is a good predictor of poor outcome in pediatric sepsis.

Sari Pediatri 2015;17(2):101-6.

Keywords: pediatric sepsis, serum cortisol, prognostic indicator

Alamat korespondensi:Dr. Leny Zabidi, Sp.A. RSUD Kab Banjarnegara. Jl. Jendral Sudirman no. 42, Banjarnegara, JATENG. E-mail: leny_ zabidi@idai.or.id

(2)

S

epsis adalah respon sistemik terhadap infeksi yang berat. Insiden sepsis yang meningkat, merupakan penyebab ketiga kematian aki-bat infeksi. Di Amerika terdapat 570.000 kasus sepsis yang berkunjung ke UGD dan 200.000 kematian akibat sepsis. Sepsis merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak yang dirawat di Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Insiden sepsis berat dan syok septik telah meningkat dalam 30-40 tahun terakhir. Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 750.000 kasus baru sepsis berat setiap tahunnya.1,2

Sepsis adalah salah satu dari kondisi stres untuk manusia.3 Sepsis berat dan syok septik menyebabkan perubahan endokrin yang dapat memengaruhi luaran pasien dengan sepsis.4Salah satu respon terhadap stres adalah aktivasi aksis Hypothalamic-pituitary-adrenal yang ditandai dengan peningkatan produksi kortisol serum.4,5 Selama sepsis, mediator inflamasi yang dibawa oleh darah mencapai portal kapiler hipofisis dieminencia mediana melalui arteri hipofise anterior. Sitokin berdifusi ke dalam hipofisis karena area ini bebas dari sawar darah otak, kemudian menuju hipotalamus dan daerah otak tanpa sawar darah otak (lamina terminalis organum vasculosum, organ subfornical,organ subcomissura, area postrema, kelenjar pineal dan pleksus koroidalis). Disamping itu, sel glia dapat menghasilkan sejumlah sitokin, seperti IL-1, IL-2, dan IL-6 yang akan menambah sitokin yang beredar dalam darah.3

Kortisol adalah hormon glukokortikoid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal.3 Kortisol memiliki peran penting dalam memelihara tonus vaskular, integritas endotel, permebilitas vaskular, dan distribusi cairan tubuh di dalam vaskular, dan juga potensiasi aksi vasokonstriktor dari katekolamin.5 Produksi harian dari kortisol adalah 55 μmol/L (laki-laki ) dan 44 μmol/L (perempuan) dengan kadar teringgi pada pagi hari.3 Dalam plasma, kortisol dibawa oleh globulin pengikat kortisol dengan kapasitas 22μg/dL hingga 25μg/dL. Ketika kadar kortisol meningkat, kortisol diikat oleh albumin dan fraksi bebas akan meningkat, pada tingkat jaringan kortisol diikat oleh reseptor di sitoplasma.3

Beberapa studi terhadap sepsis berat dan syok sep-tik metunjukkan bahwa kadar kortisol tinggi memiliki prognosis yang buruk. Kwon dkk5 menyimpulkan bahwa kadar kortisol serum yang tinggi (t30μg/dL) berhubungan secara bermakna dengan angka kematian selama perawatan di rumah sakit. Bendel dkk4 yang

meneliti pasien sepsis dan syok septik mendapatkan bahwa kortisol bebas dan kortisol total pada kelompok non survive lebih tinggi dibandingkan kelompok survive.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengadakan penelitian untuk mengetahui apakah kadar kortisol dapat digunakan sebagai indikator prognosis sepsis pada anak.

Metode

Penelitian ini menggunakan rancang bangun studi kohort prospektif, dilakukan di ruang perawatan anak (HCU dan PICU) RSUP Dr. Kariadi Semarang pada periode September 2012 – Februari 2013. Populasi target adalah anak sepsis dan populasi terjangkau adalah anak dengan sepsis. Sampel penelitian ini adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah usia 2 bulan-13 tahun, orang tua menyetujui ikut dalam penelitian, dan pengambilan darah dilakukan segera sejak diagnosis sepsis ditegakkan. Kriteria eksklusi adalah adanya adrenal insufisiensi primer, hiperplasi adrenal kongenital, kelainan kongental multipel, dan gizi buruk.

Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling sampai besar sampel terpenuhi. Subyek penelitian dinilai skor PELOD saat awal (hari ke-1 diagnosis sepsis ditegakkan). Penilaian skor PELOD untuk menilai luaran sepsis dilakukan oleh peneliti dengan dibantu oleh dokter yang bertugas di PICU dan HCU. Pengukuran tiga kali, yaitu pada hari ke-1, ke-3, dan ke-6 sejak diagnosis sepsis ditegakkan. Nilai skor PELOD ditentukan oleh peneliti. Pemeriksaan klinis meliputi derajat kesadaran, reaksi pupil, frekuensi jantung, dan tekanan darah. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah kadar kortisol serum (dilakukan pada pagi hari pukul 8-9 pagi dengan volume darah 3 cc), jumlah leukosit dan trombosit, SGOT dan kreatinin, protrombine time, dan analisis gas darah. Metode ELISA digunakan untuk pemeriksaan kadar kortisol serum dan dilakukan di Laboratorium GAKY FK UNDIP /RSUP Dr. Kariadi Semarang. Pemerik-saan kultur darah, urin maupun sekret endotracheal tube (ET) dan dapat menunjukkan hasil positif maupun negatif.

Luaran sepsis dibedakan dua, yaitu perbaikan dan perburukan. Dikatakan perbaikan apabila

(3)

pada hari ke-6 terjadi perubahan ke arah membaik pada gejala klinis maupun laboratorium dan tidak didapatkan tanda gagal organ. Perbaikan ditentukan dengan adanya penurunan skor PELOD pada hari ke-1 saat diagnosis sepsis ditegakkan dibandingkan dengan hari ke-6 setelah diagnosis sepsis ditegakkan. Perburukan ditentukan apabila terjadi perubahan ke arah memburuk pada gejala klinis maupun laboratorium. Hal ini ditandai dengan peningkatan skor PELOD pada hari ke-1 saat diagnosis sepsis ditegakkan dibandingkan hari ke-6 atau hari ke-3. Perburukan juga ditentukan apabila pasien meninggal sebelum hari ke-6, atau berlanjut menjadi sepsis berat dengan ditandai disfungsi organ atau meninggal. Skor PELOD dihitung berdasarkan hasil pemeriksaan dan perhitungan menggunakan sistem skor PELOD.38

Semua data penelitian dicatat dalam formulir yang telah disediakan untuk penelitian, Setelah data terkumpul, terlebih dahulu diperiksa kelengkapan data dan kebenarannya. Selanjutnya, data diberi kode dan ditabulasi dan dimasukkan ke dalam komputer. Didapatkan distribusi data yang tidak normal dengan nilai p=0,014 maka digunakan uji Mann-Whitney U untuk menganalisis perbedaan kadar kortisol serum pada luaran sepsis.

Analisis kurva ROC dilakukan untuk mengeta-hui apakah kadar kortisol serum dapat dipergunakan sebagai indikator prognosis luaran sepsis. Didapatkan luas area di bawah kurva r0,7 maka kadar kortisol serum saat diagnosis sepsis ditegakkan dianggap dapat dipergunakan sebagai indikator prognosis. Selanjutnya, akan ditentukan nilai cut-off-pointkadar kortisol yang dapat dipergunakan sebagai indikator prognosis luaran sepsis dan akan dinilai akurasi dari kadar kortisol berdasarkan nilai cut-off-pointsebagai indikator. Setelah kadar kortisol dikategorikan sesuai dengan nilai cut-off-point, maka kadar kortisol >cut-off point ditentukan sebagai faktor risiko untuk terjadinya luaran perburukan. Setelah itu, dilanjutkan analisis untuk menentukan risiko luaran perburukan pada sepsis, yang dinyatakan sebagai risiko relatif (RR). Uji

statistik dianggap bermakna apabila nilai pd0,05 , rentang interval kepercayaan ditetapkan 95%.

Hasil

Selama periode penelitian didapatkan 30 anak yang dirawat di HCU dan PICU yang sesuai dengan kriteria penelitian. Karakteristik subyek penelitian tertera pada Tabel 1.

Sebagian besar subyek penelitian adalah laki-laki, 20 (67%) anak. Rerata umur subyek penelitian adalah 41,7 bulan (2-144) bulan. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok subyek dengan skor PELOD awal <20 dan awal >20 dalam hal jenis kelamin, usia, status gizi maupun penyakit dasar dengan nilai p>0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa subyek homogen sehingga faktor jenis kelamin, usia, status gizi dan penyakit dasar tidak memengaruhi luaran sepsis pada masing-masing kelompok. Dari 30 subyek, diagnosis terbanyak didapatkan bronkhopneumonia (20%) dan meningoensefalitis (20%), selanjutnya pasca laparatomi, pasca status konvulsivus, dan diare akut dehidrasi berat masing-masing 7%.

Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian ( n=30) Karakteristik Sepsis (n=23) Sepsis berat (n=7) p Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur (bulan) Status gizi Baik Kurang Penyakit dasar Non bedah Bedah 16 7 34,3±33,62 15 8 18 5 4 3 66±59,27 5 2 5 2 0,542 0,81 0,760 0,708

Keterangan = sepsis: Skor PELOD awal <20, Sepsis berat : Skor PELOD awalt20

Tabel 2. Kadar kortisol serum dan luaran sepsis

Kortisol serum (ng/mL) Luaran sepsis RR IK95% p

Perburukan Perbaikan >323 d323 8 1 3 18 48,0 4,304 – 535,256 0,0001 Jumlah 9 21

(4)

Kadar kortisol serum pada 30 subyek memiliki rentang 64,62-836,15 ng/mL dengan median 225,47 ng/mL. Sementara luaran sepsis didapatkan 21 (70%) subyek mengalami perbaikan dan 9 (30%) perburukan. Berdasarkan luaran sepsis setelah evaluasi hari ke-6 perawatan, kadar kortisol serum perbaikan adalah 187,05 (64,62-509,08) dan perburukan 740,91 (299,45-836,15) dengan p=0,0001. Median kadar kortisol pada luaran perburukan adalah 740,91 ng/mL dengan nilai minimum 299,45 ng/mL dan maksimum 836,15 ng/mL. Perbedaan rerata kadar kortisol pada anak sepsis dengan luaran perbaikan dan perburukan dianalisis dengan uji Mann-Whitney U. Didapatkan rerata kadar kortisol serum pada kelompok luaran perburukan lebih tinggi secara bermakna dibanding kelompok luaran perbaikan (p<0,001 ).

Analisis ROC kortisol serum sebagai indikator prognostik luaran sepsis pada anak tertera pada Gambar 1. Hasil analisis ROC pada Gambar 1 menunjukkan luas area di bawah kurva ROC >0,7 adalah 0,958. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar kortisol dapat digunakan sebagai indikator prognostik luaran sepsis pada anak. Hasil analisis ROC juga menunjukkan nilai p yang bermakna (p<0,01). Nilai cut-off point untuk kadar kortisol serum adalah 323 ng/mL. Selanjutnya, dilakukan analisis untuk menentukan nilai risiko relatif

kadar kortisol >323 ng/mL terhadap luaran sepsis seperti tertera pada Tabel 2.

Didapatkan RR 48,0 (IK95%:4,304-35,256 ) dengan nilai p<0,0001. Hal ini menunjukkan bahwa kadar kortisol >323 ng/mL dapat meningkatkan risiko luaran perburukan 48 kali.

Pembahasan

Persentase subyek penelitian kami terdiri atas 67% laki-laki dan 37% perempuan, dengan penyakit dasar terbanyak adalah non-bedah yaitu meningoensefalitis (20%) dan bronkhopneumonia (20%). Waston dkk6 melaporkan insiden sepsis lebih tinggi pada laki-laki (54,8%) dibandingkan perempuan (45,2%) pada kelompok usia 1-9 tahun dengan penyakit dasar terbanyak adalah penyakit neuromuskular (24,7%). Wolfler dkk7 melaporkan insiden sepsis 59% pada anak laki-laki dengan rerata usia 39 bulan dan penyakit dasar terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan (47,2%). Sementara itu, Lodha dkk8melaporkan pasien dengan penyakit yang mendasari, yaitu infeksi neurologis, kardiovaskular, dan pulmonologi menempati urutan tertinggi penderita sepsis yang dirawat.

Kami mendapatkan 60% kultur positif dengan kuman patogen terbanyak Klebsiella pneumonia pada kultur darah, Acinetobacter baumanii pada kultur cairan,Endotracheal tube dan Eschericia coli pada kultur urin. Didapatkan pula 66% dari pasien dengan hasil kultur positif memiliki luaran perburukan selama perawatan. Wofler7 dkk melaporkan hasil kultur positif 56,2% dengan patogen terbanyak adalah Pneumococ-cus,Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus. Demikian pula Waston dkk6 melaporkan Staphylococcus sebagai patogen terbanyak diikuti Streptococcus dan Pseudomonas, serta mortalitas tertinggi didapatkan pada anak dengan infeksi Pneumococcus (14,5%) dan infeksi jamur (13,0%).

Selama sepsis, aktivasi aksis HPA ditandai dengan peningkatan pelepasan kortikotropin dari kelenjar hipofise yaitu peningkatan sekresi adrenal dan kadar kortisol yang tinggi dan merupakan komponen penting dari adaptasi umum terhadap stres.9 Kortisol memiliki peran penting dalam menjaga tonus pembuluh darah, integritas endotel, permeabilitas vaskular, dan distribusi cairan tubuh dalam kompartemen vaskular.5 Kami mendapatkan kadar kortisol serum dengan rentang (64,62-836,15) ng/mL dengan median kadar kortisol

1 - Specificity 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Sensitivity 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 ROC Curve

Gambar 1. Kurva ROC kortisol serum sebagai indikator prognosis luaran sepsis pada anak

(5)

serum 225,47 ng/mL. Sarthi dkk10 mendapatkan kadar kortisol basal pada anak dengan sepsis 24,5 sampai dengan 269,5 μg/dL (245–2695) ng/mL. Kadar kortisol dengan rentang yang cukup luas dapat dimungkinkan karena jumlah subyek yang sedikit dengan derajat sepsis yang tidak sama.

Kami mendapatkan median kadar kortisol pada luaran perbaikan 187,05 (64,62 - 509,08) ng/mL, sedangkan pada kelompok luaran perburukan 740,91 (299,45-836,15) ng/mL. Terdapat perbedaan rerata kadar kortisol antara kelompok luaran perbaikan dan perburukan. Rerata kadar kortisol pada kelompok luaran perburukan lebih tinggi dibandingkan perbaikan. Pileri dkk11 melaporkan kadar kortisol serum lebih tinggi pada kelompoknonsurvivor dibandingkan survivor maupun pasien nonsepsis. Sebaliknya, menurut laporan Sarthi dkk10 tidak terdapat perbedaan kadar kortisol pada kelompoksurvival dan nonsurvival dengan rentang kadar kortisol pada kelompok survival 48,86μg/dL (488 ng/ mL) - 81,71 μg/dL (817,1 ng/mL), sedangkan pada kelompok nonsurvival 40,21 μg/dL (402,1 ng/mL) - 121,82 μg/dL (1218,2 ng/mL).

Penelitian yang dilakukan oleh Sam dkk,12 pada pasien sepsis dewasa, melaporkan bahwa kadar kortisol meningkat pada sebagian besar pasien dengan septis

dan kadar kortisol t1242 nmol/L (450 ng/mL)

berhubungan dengan mortalitas yang tinggi. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Christ-Crain dkk13 melaporkan bahwa kadar kortisol adalah prediktor derajat keparahan dan luaran pada community-acquired pneumonia (CAP) pada pasien dewasa dengan luas area di bawah kurva ROC 0,76 (IK95% = 0,70–0,81 ) dan cut-off point optimal sebesar 960 nmol/L (347,5 ng/ mL). Sesuai dengan penelitian kami yang mendapatkan bahwa kadar kortisol serum dapat digunakan sebagai indikator prognostik luaran sepsis, dengan luas area di bawah kurva ROC >0,7 adalah 0,958. Kadar kortisol >323 ng/mL dapat meningkatkan risiko terjadinya luaran perburukan 48 kali dengan.

Keterbatasan penelitian kami adalah jumlah subyek yang sedikit sehingga didapatkan rentang kadar kortisol yang cukup luas. Pada subyek dengan penyakit dasar penyakit susunan saraf pusat (meningoencefalitis) tetap mendapatkan kortikosteroid yang merupakan salah satu terapi medikamentosa pada penyakit tersebut, tetapi kortikosteroid yang diberikan tidak dalam dosis tinggi dan diberikan dalam waktu yang pendek (3 hari pemberian). Semakin tinggi dosis dan semakin lama pemberian kortikosteroid merupakan prediktor

terjadinya supresi terhadap fungsi hipothalamus- hipofise- adrenal.9

Kesimpulan

Kadar kortisol serum dapat digunakan sebagai indika-tor prognosis anak dengan sepsis. Terdapat perbedaan antara kadar kortisol serum pada anak sepsis dengan luaran perbaikan dan perburukan. Kadar kortisol >323 ng/mL terbukti meningkatkan risiko luaran perburukan sepsis pada anak.

Daftar pustaka

1. Bone RC, Grodzin CJ, Balk RA. Sepsis: a new hypothesis for pathogenesis of the disease process. Chest 1997;112 :235-43.

2. Guidet B, Aegerter P, Gauzit R, Meshaka P, Dreyfuss D. Incidence and impact of organ dysfunctions associated with sepsis. Chest 2005;127:942-951.

3. Maxime V, Siami S, Annane D. Metabolism modulators in sepsis: the abnormal pituitary response. Crit Care Med 2007;35:S596-601.

4. Bendel S, Karlsson S, Pettila V, Loisa P, Varpula M, Ruokonen E. Free cortisol in sepsis and septic shock. Anesth Analg 2008;106:1813-9.

5. Kwon YS, Suh GY, Kang EH, Koh WJ, Chung MP, Kim H, dkk. Basal serum cortisol levels are not predictive of response to corticotropin but have prognostic significance in patients with septic shock. J Korean Med Sci 2007;22 :470-5.

6. Waston RS, Carcillo JA. Scope and epidemiology of pediatric sepsis. Pediatr Crit Care Med 2005;6:S3-5. 7. Wolfler A,Silvani P, Musicco M, Antonelli M, Salvo I.

Incidence af and mortality due to sepsis, severe sepsis and septic shock in Italian Pediatric Intensive Care Units : a prospective national survey. Intensive Care Med 2008;34:1690-7.

8. Lodha R, Vivekanandhan S, Sarthi M, Arun S, Kabra S. Thyroid function in children with sepsis and septic shock. Acta Peadiatrica 2007;96:406–9.

9. Annane D, Sebille V, Troche G, Raphael JC, Gajdos P, Bellissant E. A 3-level prognostic classification in septic shock based on cortisol levels and cortisol response to corticotropin. JAMA 2000;283:1038-45.

10. Sarthi M, Lodha R, Vivekanandhan S, Arora NK. Adrenal status in children with septic shock using

(6)

low-dose stimulation test. Pediatr Crit Care Med 2007;8:1-6.

11. Pileri D, Accardo-Palumbo A, D’Amelio L, D’Arpa N, Arnone G,Grisaffi C, dkk. Serum levels of cortisol, immunoglobulin, and C-reactive protein in burn patients. Ann Burns Fire Disasters 2009;22:3-5. 12. Sam S, Corbridget TC, Mokhlesi B, Comellas AP,

Molitch ME. Cortisol levels and mortality in severe sepsis. Clin Endocrinol 2004;60:29-35.

13. Christ-Crain M, Stolz D, Julta S, Couppis O, Muller C, Bingisser R, dkk. Free and total cortisol levels as predictors of severity and outcome in community-acquired pneumonia. Am J Respir Crit Care Med 2007;176:913-20.

Gambar

Tabel 2. Kadar kortisol serum dan luaran sepsis Kortisol serum (ng/mL) Luaran sepsis
Gambar 1. Kurva ROC kortisol serum sebagai indikator  prognosis luaran sepsis pada anak

Referensi

Dokumen terkait

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik dengan melihat pengaruh pajak, kepemilikan asing, ukuran perushaan dan leverage

Bahwa dalam permohonan yang diajukan oleh Pemohon tidak menjelaskan penghitungan suara yang benar menurut Pemohon dibandingkan dengan Penetapan Perolehan Suara Hasil Pemilihan

Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul

(3) Dalam hal Entitas Induk tidak memiliki laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Bank wajib menyampaikan laporan tertentu berupa laporan keuangan

Jumlah kharaj yang di banyar masih sangat terbatas sehingga tidak di perlakukan suatu system administrasi yang terperinci, semakin banyaknya Negara yang di

Moni yi shweet like honey: Moni de mek you de waka wit youa head daso for up like mboma, Moni man de dammer fain chop, Moni de mek you sleep for fain hose, Moni de mek you

Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa diharapkan dapat memahami manajemen operasi dan produksi yang meliputi teori dan konsep dasar antara lain pajak penghasilan, asuransi

The adoption of laser scanner three-dimensional techniques is able to achieve a geo-morphometric database that has shown to be particularly The International Archives of