• Tidak ada hasil yang ditemukan

TOPIK/JUDUL KAJIAN PANITIA PERANCANG UNDANG-UNDANG DPD RI TAHUN 2015 BERDASARKAN PROLEGNAS TAHUN DAN PRIORITAS TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TOPIK/JUDUL KAJIAN PANITIA PERANCANG UNDANG-UNDANG DPD RI TAHUN 2015 BERDASARKAN PROLEGNAS TAHUN DAN PRIORITAS TAHUN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

NO

JUDUL RUU/ PROLEGNAS/ SUBSTANSI MATERI

SITUASI PROBLEMATIS & TUJUAN KAJIAN PENGETAHUAN YANG DIHASILKAN TOPIK/JUDUL PENELITIAN POSISI/ TUGAS DPD JENIS KAJIAN ALAT KELENGKAPAN PENGUSUL KETERANGAN USULAN MITRA LEMBAGA RISET

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1 RUU tentang Wawasan Nusantara

Budidaya rakyat suatu bangsa dalam membina dan meyelenggarakan tata hidup bangsa dan negara yang meliputi baik tata negara (sistem pembinaan negara dan bangsa) maupun tata budaya (sistem pembinaan budi pekerti masyarakat bangsa), dan tata hukum (sistem pembinaan hukum dan Peraturan Perundang-undangan), sebenarnya merupakam cermin dari Wawasan Nusantara. Dengan demikian, Wawasan Nusantara merupakan paradigma suatu Bangsa dalam merancang seluruh aspek tatanan hidup dan kehidupan dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional;

Bagi bangsa Indonesia pemikiran tentang Wawasan Nusantara, mula pertama terasa penting dan mendesak dalam rangka usaha mengembangkan konsepsi Ketahanan Nasional. Oleh sebab itulah pengkajian dan pembahasan serta perumusan konsep-konsep Wawasan Nusantara perlu mendapat penguatan dan kepastian hukum guna diimplementasikan dalam setiap ruang gerak masyarakat, bangsa, dan negara guna mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945; Pembahasan dan pengkajian mengenai Wawasan Nusantara secara konseptual akan menunjukkan bahwa untuk dapat menyelenggarakan dan meningkatkan kelangsungan hidup bangsa Indonesia memerlukan suatu konsepsi nasional yang

Kajian Latar Belakang Kebijakan (Policy Background Paper) Kajian Latar Belakang Kebijakan (Policy Backgroud Paper) Wawasan Nusantara dalam Dimensi Hukum dan Politik Pembahas Utama Kajian Muda (40 Jt) PPUU

(2)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

merupakan ajaran tentang Wawasan

Nusantara. Ajaran inilah yang akan menjadi landasan dan pedoman kebijakan nasional disegala segi kehidupan, yang lebih jelas terumuskan dari apa yang bersifat asas-asas filosofis dalam kelima sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta tidak kalah pentingnya adalah jiwa yang terkandung dalam lambang Bhinneka Tunggal Ika;

Wawasan Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam melihat diri dan lingkungannya sebenarnya pernah dirumuskan dalam konteks hukum dan Peraturan Perundang-undangan ketika UUD 1945 belum diamandemen. Konsepsi Wawasan Nusantara pada waktu itu telah diterima dan dirumuskan dalam konstruksi hukum sebagai konsepsi politik

ketatanegaraan melalui Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1973 dan dinyatakan kembali dalam Tap MPR Nomor IV/MPR/1978, serta yang terakjir dalam Tap MPR Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara; Setelah proses tahapan amandemen UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 (empat) pasca reformasi 1998 kewenangan MPR untuk menetapkan GBHN telah dipangkas, sehingga konsepsi Wawasan Nusantara tersebut menjadi tidak jelas

perumusannya dalam produk hukum sehingga implementasinya tidak memiliki kekuatan hukum. Hal ini tentu

mengakibatkan Konsepsi Wawasan Nusantara yang masih relevan dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional menjadi tidak jelas lagi keberadaannya. Suatu bangsa akan mengalami kegagalan manakala tidak memiliki wawasan dalam bersikap dan bertindak. Oleh sebab itu perumusan

(3)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

dan/atau pembentukan RUU

tentang Wawasan Nusantara yang menjadi relevan untuk segera dilaksanakan. 2 RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan serta Pembudidaya Ikan

Pemberdayaan potensi laut dewasa ini sudah mulai melibatkan unsur-unsur teknologi. Pemberdayaan potensi yang dilakukan secara tradisional sudah mulai tergerus dengan keberadaan teknologi-teknologi tersebut. Kondisi dimana nelayan-nelayan di Indonesia serta pembudidaya ikan yang masih melaksanakan fungsiya dengan hanya menggunakan cara-cara tradisional otomatis menjadi tersingkirkan dengan sendirinya. Kondisi ini yang kemudian perlu untuk dipetakan lebih lanjut agar keberadaan serta pelaksanaan pemberdayaan terhadap nelayan dapat dilaksanakan sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Analisis Legal Analisis Legal/Legal Anaysis Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan dsertaPembudidaya Ikan Ikut Membahas Kajian Muda (40 Jt) Komite II 3 RUU tentang Peningkatan Pendapatan Asli Daerah

Pelaksanaan otonomi daerah yang saat ini dilaksanakan telah membawa daerah pada kemandirian untuk memajukan

pembangunan. Kemandirian tersebut tentunya memposisikan pemerintah daerah menjadi ujung tombak dalam memenuhi kesejahteraan masyarakatnya. Sudah barang tentu makin baiknya pelaksanaan pemerintahan di daerah berarti makin besarnya pendapatan yang diterima oleh daerah guna mempercepat pelaksanaan pembangunan di daerah tersebut. Namun di sisi lain, masih terdapat daerah yang belum secara maksimal memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki.

Pemaksimalan potensi terebut tentunya harus didukungan dengan sumber daya manusia yang mumpuni dan dilengkapi dengan kajian-kajian yang dapat memberikan solusi bagi pemaksimalan potensi daerah dalam meningkatkan

Analisis Legal Analisis Legal PAD ditinjau dalam sistem otonomi nyata menurut UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Ikut Membahas Kajian Muda (40 Jt) Komite IV

(4)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

sumber-sumber pendapatan daerahnya.

4 RUU tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPD dan DPRD/ RUU tentang DPD

UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) telah menjelaskan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas dan kewenangan DPD, namun beberapa ketentuan yang tercantum dalam UU MD3 dinilai belum secara maksimal

mengejahwan-tahkan kewenangan DPD sebagaimana UUD 1945 hal ini diperkuat dengan adanya Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012 yang telah

mengembalikan kewenangan DPD dalam pemenuhan fungsi legislasinya

sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Namun demikian, UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (UU MD3) yang terbit pasca Putusan Mahkamah Konstitusi dan menggantikan UU No. 27 Tahun 2009, tetap saja memuat ketentuan Pasal-pasal yang mereduksi, menegasikan, bahkan mengikis kewenangan konstitusional sebagaimana telah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pembentuk UU MD3 nyata-nyata tidak menghargai putusan Mahkamah Konstitusi No. 92/PUU-X/2012 tersebut. Kondisi yang demikian ini jelas-jelas tidak memberikan teladan bagi rakyat Indonesia dalam melaksanakan

penegakan hukum, karena justru

Lembaga Negara setingkat pembentuk UU juga tidak mengindahkan keputusan lembaga yang diberi kewenangan konstitusi untuk memutuskan permohonan pengujian UU terhadap UUD 1945, yakni Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan Putusan MK tersebut, DPD berpandangan perlunya dilakukan penyesuaian dan perubahan terhadap UU

Analisis Legal Analisi Legal/Legal Analysis Pasal-Pasal Pelaksanaan tugas dan fungsi DPD RI untuk Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR dan DPD dan DPRD/ RUU tentang DPD Ikut Membahas Kajian Muda (40 Jt) PANSUS RUU

(5)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

MD3 terutama kaitannya dengan

pelaksanaan kewenangan kelembagaan DPD serta mekanisme pelaksanaan pembahasan legislasi yang konstitusional. Disisi lain, DPD juga berpandangan bahwa pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas serta

kewenangan DPR, DPD, dan DPRD harus diatur melalui undang-undang yang terpisah. Hal ini sejalan dengan Pasal 22C Ayat (4) jo Pasal 19 Ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Susunan dan Kedudukan DPD diatur dengan undang-undang. Makna kata “dengan” dapat diasumsikan bahwa pengaturan tentang susunan dan kedudukan DPD diatur dalam ketentuan undang-undang sendiri. Begitupun dengan DPR sebagaimana Pasal 19 Ayat (2) UUD 1945. Adapun tujuan penyusunan RUU Perubahan atas UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3, adalah:

 Merumuskan permasalahan yang dihadapi oleh DPD sebagai lembaga perwakilan daerah dalam proses legislasi khususnya dalam rangka mengemban visi dan misi

memperjuangkan kepentingan daerah dalam penentuan kebijakan nasional;  Merumuskan permasalahan hukum

yang terkait dengan penentuan norma-norma hukum kewenangan DPD sebagaimana telah ditegaskan dalam UUD 1945 yang kemudian

didelegasikan ke undang-undang pelaksanaannya, yaini UU MD3;  Merumuskan pertimbangan atau

landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan atas UU No.

(6)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,

DPD, dan DPRD; dan

 Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. 5 RUU tentang Perubahan atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia adalah negara hukum. Ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tersebut merupakan kehendak rakyat (volonte generale) tertinggi bangsa Indonesia yang dijadikan hukum dasar dalam

penyelenggaraan ketatanegaraan Indonesia. Pilar utama dalam mewujudkan prinsip negara hukum adalah pembentukan peraturan perundang-undangan dan penataan kelembagaan negara. Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan. Ada dua macam strategi pembangunan hukum yang akhirnya sekaligus berimplikasi pada karakter produk hukumnya yaitu pembangunan hukum “ortodoks” dan pembangunan hukum “responsif”. Pada strategi pembangunan hukum ortodoks, peranan lembaga-lembaga negara (pemerintah dan parlemen) sangat dominan dalam menentukan arah perkembangan hukum sehingga lebih bersifat positivis-instrumentalis, yaitu menjadi alat yang

Analisis Legal Analisis Legal/Legal Analysis Eksaminasi tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 tentang Uji Materi atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan perundang-undangan terhadap UUD NRI Tahun 1945. Ikut Membahas Kajian Muda (40 Jt) PPUU

(7)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

ampuh bagi pelaksanaan ideologi dan

program negara. Sedangkan dalam strategi pembangunan hukum responsif, lebih menghasilkan hukum yang bersifat tanggap terhadap tuntutan-tuntutan berbagai kelompok sosial dan individu dalam masyarakat.

Situasi ini yang kemudian dilandasi untuk dapat memnemukan konsep penyusunan undang-undang yang sesuai dengan sistem ketatanegaraan serta keberadaan lembaga perwakilan (parlemen) sebagai pemegang mandat pembentuk undang-undang. 6 RUU tentang

Perkoperasian

Permasalahan utama dari UU No 17 Tahun 2012 yang menjadi landasan MK

membatalkannya yakni frasa koperasi adalah “badan hukum” bertentangan dengan tujuan negara untuk memajukan kesejahteraan umum, jaminan kepastian hukum, asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Bahwa pengertian “Koperasi adalah Badan Hukum” sesungguhnya hanya kontinum dari pengertian UU No 25 Tahun 1992 yang berlaku sebelumnya yang menyebut pengertian koperasi sebagai “Badan Usaha”. Koperasi bukanlah Badan Hukum atau Badan Usaha, tapi Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang dan/atau organisasi rakyat. Definisi koperasi tersebut juga selaras dengan gerakan koperasi dunia, International Co-operative Alliance (ICA). Sebab itu, koperasi adalah suatu sistem ekonomi yang bermuatan sosial. Sebagai suatu sistem ekonomi sosial, koperasi terbangun dari bottom up process kelembagaan ekonomi, sehingga Koperasi menjadi instrumen kesejahteraan pada kebijakan pro growth, pro poor, pro job dan

Analisis Legal Analisis Legal/Legal Anaysis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian Ikut Membahas Kajian Muda (40 Jt) Komite IV

(8)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

pro green atas hasil usaha para

anggotanya. 7 RUU tentang

Pemerintahan Daerah

Saat ini otonomi daerah telah menjadi prinsip dasar dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah. Prinsip-prinsip tersebut tentunya bertujuan untuk menjadikan pemerintahan daerah yang lebih baik, transparan, dan akuntabel dalam kerangka penciptaan good governance. Pengaturan tentang Pemerintahan Daerah yang mengedepankan prinsip pelaksanaan otonomi daerah telah dituangkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah namun dalam perjalanannya dengan masih terlalu kompleksnya pengarturan tentang pemerintahan daerah dalam UU tersebut maka pengaturan tentang Pilkada, Desa, serta Masyarakat Hukum Adat yang semula menjadi bagian dari UU Nomo 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dipecah menjadi UU terpisah untuk kemudian UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah dibentuk dengan memuat materi-materi yang terkait dengan pelaksanaan pemerintahan di daerah yang salah satunya mengatur tentang

pembagian urusan pemerintah pusat dan urusan pemerintah daerah. Dalam hal tersebut tentunya keberadaan Dewan Perwakilan Daeraah (DPD) sebagai lembaga representasi daerah memiliki peran penting terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip otonomi yang tercantum dalam UU tentang Pemerintah Daerah apakah dapat berjalan secara seksama dan merata di tiap daerah atau justru

mengerdilkan serta meminimalisir peran daerah dalam pelaksanaannya.

Analisis Legal Analisis Legal atas Pelaksanaan UU tentang Pemerintahan Daerah Ikut Membahas Kajian Muda (40 Jt) Komite I 8 RUU tentang Perubahan Atas UU

Pelaksanaan perlindungan tenaga kerja di Indonesia dirasakan masih belum secara

Meta Study Legal Analysis

Meta Study Legal Analysis Undang-Ikut Membahas Kajian Muda Komite III

(9)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri

maksimal dilaksanakan. Masih

ditemukannya cara-cara kekerasan bagi tenaga kerja di Indonesia menandakan masih belum terjaminnya pelaksanaan perlindungan bagi tenaga kerja.

Keberadaan hukum normatif yang ada saat ini masih saja berkutat terhadap

pengaturan tentang hak dan kewajiban tenaga kerja. Pengaturan tentang penciptaan sumber daya manusia yang handal serta pelaksanaan perlindungan tidak secara penuh diatur dalam pengaturan hukum-hukum normatif tersebut. Terutama yang terkait dengan perlindungan dan peningkatan mutu serta kualitas tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang asih dirsakan sangat kurang dan belum terlaksana secara komprehensif.

Undang tentang Ketenagakerjaan (40 Jt) 9 RUU tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Sistem Budidaya Tanaman

UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dibentuk untuk mengatur budidaya tanaman agar produk komoditas pertanian yang dihasilkan berkualitas dan memiliki daya saing yang mampu meningkatkan peranan pemasukan sektor pertanian terhadap pendapatan negara.

Adanya krisis pangan global, alih fungsi lahan produktif dan beredarnya bermacam jenis pestisida dan pupuk buatan menjadi salah satu penghambat pelaksanaan budidaya tanaman. Dalam undang-undang ini belum mengatur kadar penggunaan pestisida dan pupuk kimia terutama masalah batasan penggunaannya. Selain itu, perubahan iklim yang sangat

menentukan produksi tanaman juga belum diakomodasi dalam undang-undang ini. Perkembangan teknologi, budaya, dan pembentukan beberapa undang-undang yang baru sangat mempengaruhi tingkat efektivitas dan aplikasi UU No 12 tahun

Analisis Legal Analisis Legal/Legal Analysis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 99/PUU-X/2012 tentang Pengujian UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman terhadap UUD NRI Tahun 1945 Ikut Membahas Kajian Muda (40 Jt) Komite II

(10)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1992.

Undang-undang ini dirasa sudah tidak aplikatif sehingga harus segera dilakukan perubahan karena penerapannya sudah tidak mendukung dan efektif bagi pelaksanaan budidaya tanaman. 10 RUU tentang

Perlindungan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat

Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku-bangsa yang pada masing-masing entitas suku-bangsa tersebut terdapat komunitas-komunitas yang mempunyai tata kelola sendiri dalam mengatur kehidupan politk, ekonomi, sosial, dan budaya; yang disebut dengan kesatuan masyarakat hukum adat. Keberadaan kesatuan masyarakat hukum adat ini diakui dan dihormati dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionilnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang”.

Socio Legal Analysis

Socio Legal Analysis Potensi Hukum Adat dalam Pelaksanaan Pembangunan Hukum Nasional Pembahas Utama Kajian Muda (40 Jt) Komite I

Referensi

Dokumen terkait

Pola distribusi pori yang dihasilkan dari 2 sampel tanah Vertic eutrudept menunjukkan kesamaan pola distribusi pori pada jenis tanah yang sama, dan pola simpangan terhadap

Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui agihan perubahan penggunaan lahan di Kecamatan

Mapel Kompetensi Dasar /ndikator Materi Pembelajaran Kegiatan Pembelajaran Penilaian Alokasi Waktu Sumber Belajar benana alam'  Kemampua n memprakti kkan kegiatan kerja sama

Lima metode yang dila- kukan oleh Yesus dalam penginjilan kiranya juga bisa dipakai oleh orang-orang percaya juga para gembala di masa kini untuk memberitakan

Sel parietal sebagai penghasil HCL (asam hidroklorida), menyisipnya sel tersebut hingga ke bagian basal area gastric glands diduga untuk menjangkau setiap sel chief

Namun begitu, tidak dapat ditentukan secara sah selama tempoh program Saijana Pendidikan (Teknikal) KUiTTHO ini ditawarkan, adakah graduan lepasan program ini benar-benar

garis B), profil B’ (hilangnya lung sliding dengan garis B), profil C (konsolidasi paru yang ekuivalen dengan gambaran garis pleura yang tebal dan

Homogenisasi Peralatan tidak steril Penggunaan alat yang telah disterilisasi Bukan CCP Tidak terdapat penggumpalan susu Pemantauan peralatan secara berkala