• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKTIVITAS GALUR KEDELAI HITAM DI LAHAN SAWAH PADA LINGKUNGAN BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKTIVITAS GALUR KEDELAI HITAM DI LAHAN SAWAH PADA LINGKUNGAN BERBEDA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIVITAS GALUR KEDELAI HITAM DI LAHAN SAWAH

PADA LINGKUNGAN BERBEDA

Gatut_Wahyu A.S, N. Nugrahaeni, dan M.M. Adie Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Jalan Raya Kendalpayak km 8, PO Box 66 Malang Indonesia;

email: gatut_wahyu@yahoo.com; gatutwas@gmail.com

ABSTRAK

Kedelai hitam memiliki protein lebih tinggi dibanding kedelai berkulit kuning. Hasil biji yang tidak konsisten terhadap perubahan lingkungan merupakan indikasi adanya interaksi genotipe dan ling-kungan. Pada setiap lingkungan diperlukan varietas dengan sifat tertentu agar mampu memberi hasil yang tinggi. Penelitian bertujuan untuk mengetahui produktivitas kedelai biji hitam pada lingkungan yang berbeda. Bahan penelitian terdiri dari lima galur harapan kedelai hitam (H1-1051, H2—662, H3-1811, H4-1844, dan H5-2205) serta dua varietas pembanding (Detam 1 dan Cikuray). Pene-litian dilakukan di tiga sentra produksi kedelai, Banyuwangi, Madiun dan Ngawi. Rancangan percobaan di setiap lokasi penelitian adalah acak kelompok, tujuh perlakuan perlakuan dan empat ulangan. Plot perlakuan ±12 m2, jarak tanam antarbaris 40 cm dan dalam barisan 15 cm, dua tanaman per rumpun. Pengamatan dilakukan terhadap umur masak, tinggi tanaman, jumlah polong, hasil biji/plot, bobot 100 biji, warna bunga, warna biji, warna hilum, bentuk daun dan bentuk biji. Uji statistik menggunakan analisis varian dan varian gabungan tiga lokasi. Uji beda perlakuan menggu-nakan Beda Nyata Terkecil (BNT). Lingkungan berpengaruh nyata terhadap potensi hasil dan sifat-sifat agronominya. Banyuwangi memiliki produktivitas lahan yang lebih baik, ditunjukkan oleh hasil biji lebih tinggi, jumlah polong dan buku subur lebih banyak dibandingkan dua lokasi lainnya. Galur H3-1811 dan H4-1844 berdaya hasil lebih dari 2,20 t/ha setara dengan varietas Detam 1 maupun CIkuray, umur genjah (<80 hari) dan memiliki stabilitas agronomis.

Kata kunci: kedelai hitam, potensi hasil, stabilitas

ABSTRACT

Productivity of black soybean lines in paddy field in different environments. Black

soybean seed is one of soybean seed colour in Indonesia, and it posseses protein content higher compare to that of yellow soybean seed colour. Inconsistent rank of soybean seed yield due to environmental change is an indication of genotype x environment (GE) interactions existence. Any specific environment needs specific cultivar for optimal expression of cultivars’ yield potential. The objective of the research was to asses black soybean seed yield and its yield components under different environments. Research material was five black soybean promissing lines (H1-1051, H2-662, H3-1811, H4-1844, and H5-2205) and two check cultivars (Detam 1 and Cikuray). The researchs were conducted in three soybean production centers, i.e. Banyuwangi, Madiun and Ngawi. The seven treatment cultivars were arranged in randomized completely block design replicated four times in each location. Plot size was ±12 m2, with 40 cm x 15 cm planting distance, two plants per hill. Observations made on plant characteistics consisted of plant maturity days, plant height, pods number, seed yield per plot, 100 seed weight, and qualitative characters, i.e. flower colour, seed colour, hillum colour, leaf shape and seed shape. Data collected were analyzed for variance analysis and three locations variance combined analyzis. Least significant difference (LSD) was used for mean comparations. The environments were significantly affected the yield and the other observed agronomic characters. Banyuwangi location showed higher soil productivity, higher soybean seed yield, fertile nodes and pod number compared to those of the other two locations. Lines H3-1811 and H4-1844 gave seed yield of 2,20 t/ha, it was comparable to both check cultivars Detam 1 and Cikuray, early maturity (<80 days) and agronomically stable.

(2)

PENDAHULUAN

Beberapa tahun terakhir, industri kecap di Indonesia semakin berkembang, ditandai oleh semakin banyaknya produk kecap yang dipasarkan. Kedelai hitam mempunyai peluang yang cukup besar untuk mengisi kebutuhan bahan baku kecap. Kedelai berdasarkan warna kulitnya terdiri dari kedelai berkulit kuning, hijau, kuning kehijauan, hijau kekuningan dan hitam. Kedelai hitam dinotasikan untuk kedelai yang berkulit biji hitam. Kedelai hitam mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kedelai kuning, di samping mempunyai warna hitam alami juga mengandung protein yang lebih tinggi.

Sentra produksi kedelai di Indonesia berada pada lingkungan beragam. Secara makro, ragam lingkungan dapat dikelompokkan menjadi lingkungan optimal dan sub-optimal. Lingkungan optimal (representasi lahan sawah) dicerminkan oleh tanpa adanya kendala keharaan tanah, air irigasi memadai dan umumnya tanaman dibudidayakan secara monokultur. Pada setiap lingkungan diperlukan varietas tertentu agar mampu memberikan hasil yang tinggi.

Lingkungan dapat didefinisikan sebagai gabungan semua peubah bukan genetik (termasuk pengelolaan tanaman) yang mempengaruhi ekspresi fenotipik. Penampilan fenotipik yang dicerminkan oleh potensi genetik, dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Okeyo dan Baker 2005). Interaksi genotipe x lingkungan (GxL) timbul apabila masing-masing galur memiliki adaptasi spesifik terhadap lingkungan makro yang berbeda. Pengujian sejumlah galur harapan pada rentang lingkungan yang beragam berguna untuk mengetahui kekuatan potensi hasil. Hasil biji kedelai yang tidak konsisten terhadap perubahan lingkungan merupakan indikasi adanya interaksi genotipe dan lingkungan (Samonte et al. 2005). Pengujian galur kedelai di berbagai lingkungan akan memberikan informasi yang berguna yang berkaitan dengan fenomena tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas galur kedelai hitam pada lahan sawah dengan lingkungan yang berbeda.

BAHAN DAN METODE

Bahan penelitian terdiri dari lima galur harapan kedelai hitam (H1-1051, H2—662, H3-1811, H4-1844, dan H5-2205) serta dua varietas pembanding (Detam 1 dan Cikuray). Penelitian dilakukan di tiga sentra produksi kedelai yakni di Banyuwangi (L1), Madiun (L2) dan Ngawi (L3). Lokasi, musim, dan karakteristik lokasi pengujian ditampilkan pada Tabel 1 dan 2. Rancangan percobaan yang digunakan di setiap lokasi penelitian adalah acak kelompok, tujuh perlakuan dan empat ulangan. Uji statistik menggunakan analisis varian dan varian gabungan tiga lokasi. Uji beda perlakuan menggunakan Beda Nyata Terkecil (BNT).

Ukuran plot percobaan ±12 m2, jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per

rum-pun. Pupuk 250 kg Ponska/ha + 100 kg SP 36 dan pupuk kandang 5 t/ha diberikan seluruhnya pada saat tanam. Perawatan benih (seed treatment) menggunakan insektisida carbosulfan. Lahan yang digunakan adalah lahan sawah bekas tanaman padi, tidak dilakukan pengolahan tanah, sebelum tanam dibuat saluran drainase dan diaplikasikan herbisida. Pengendalian gulma dilakukan pada umur 2 dan 4 minggu setelah tanam. Pengamatan dilakukan terhadap umur masak, tinggi tanaman, jumlah polong, hasil biji/plot, dan bobot 100 biji. Di samping itu juga diamati warna bunga, warna biji, warna hilum, bentuk daun dan biji.

(3)

Tabel 1. Deskripsi lokasi pengujian galur harapan kedelai hitam Jawa Timur, MK, 2012

Simbol Lokasi Musim

L1 Tambak Rejo, Muncar, Banyuwangi MK1

L2 Kedungbanteng, Pilangkenceng, Madiun MK2

L3 Wonokerto, Kedunggalar, Ngawi MK2

MK : Musim Kemarau

Tabel 2. Jenis tanah, iklim, dan elevasi di tiga lokasi pengujian galur harapan kedelai hitam Jawa Timur, MK, 2012.

Lokasi Jenis tanah sawah Iklim Elevasi

(m dpl)

Tambak Rejo, Muncar, Banyuwangi Asosiasi Latosol/Entisol D2 168

Kedungbanteng, Pilangkenceng, Madiun Vertisol C3 62

Wonokerto, Kedunggalar, Ngawi Regosol Kelabu C3 86

Tipe iklim mengikuti metode Oldelman; m dpl = meter di atas permukaan laut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tingkat produktivitas suatu genotipe menunjukkan hasil persatuan luas, sedangkan potensi hasil menunjukkan kemampuan genotipe dalam memberikan hasil tertinggi. Pro-duktivitas galur kedelai di masing-masing lokasi disajikan pada Tabel 3. Tingkat produk-tivitas hasil biji tiap galur di masing-masing lokasi beragam kecuali di Ngawi.

Tabel 3. Produktivitas galur harapan kedelai hitam dan varietas pembanding di tiga lokasi pengujian, Jawa Timur, MK, 2012.

Hasil biji (t/ha) di lokasi Galur/Varietas

Banyuwangi Madiun Ngawi Rerata

H1-1051 2,42 ab 2,24 a 1,85 ab 2,17 ab a ab b H2-662 2,18 bc 2,09 ab 1,55 b 1,94 cd a ab b H3-1811 2,61 a 2,20 ab 1,92 a 2,24 ab a ab b H4-1844 2,61 a 2,13 ab 1,87 ab 2,20 ab a ab b H5-2205 1,83 c 1,72 d 1.77 ab 1.77 d a a a Cikuray 2,13 c 1,97 bc 2.06 a 2.05 bc a a a Detam-1 2,74 a 1,84 cd 2.08 a 2.22 ab a c b Rerata 2,36 2,03 1.87 2.08 K K (%) 11,33 8,02 12,48 10,81 Galur (Pr > F) 0,01** 0,01 0,08 <0,01** Interaksi G x L 0,01** Indeks lingkungan 1,09 -0,24 -0,86

KK: Koefisien keragaman, hasil biji t/ha merupakan koversi dari hasil biji per plot (12 m2). Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukan tidak berbeda nyata. Huruf pada kolom menunjukkan notasi antargalur dan huruf pada baris

(4)

Lokasi menunjukkan perbedaan antargalur pada taraf 0,0014; 0,0018 dan 0,0773 berturut-turut di Banyuwangi, Madiun dan Ngawi. Hasil analisis ragam gabungan tiga lokasi, galur maupun interaksi galur dengan lingkungan berbeda nyata pada taraf kurang dari 1%. Interaksi galur dengan lingkungan timbul apabila masing-masing galur memiliki adaptasi spesifik terhadap lingkungan makro yang berbeda (

Mulder dan Bijma 2005;

Naeve et al. 2

006;

Xing-Ming et al. 2

007). Selain itu juga mengisyaratkan terjadi perbedaan produktivitas pada setiap galur maupun lokasi.

Produktivitas galur antara di Banyuwangi dan Madiun sebanding, tetapi antara Banyu-wangi dan Ngawi berbeda, kecuali galur H5-2205. Perbedaan hasil biji antarlokasi dise-babkan oleh faktor lingkungan. Interaksi galur dengan lingkungan perlu diketahui untuk menentukan wilayah adaptasi suatu galur pada lingkungan spesifik (Sneller et al. 1997); dan mengukur peran faktor lingkungan terhadap potensi genetik galur (Rao et al. 2002).

Di Banyuwangi, produktivitas lahan lebih tinggi dibandingkan dengan dua lokasi lainnya. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks lingkungan (1,09) maupun tingkat produktivitas kedelai yang tinggi hingga mencapai rata-rata 2,36 t/ha dengan rentang hasil biji 1,83–2,74 t/ha. Potensi hasil tertinggi di Banyuwangi dicapai oleh varietas pembanding Detam 1. Galur yang berpotensi hasil tertinggi adalah H3-1811 dan H4-1844 masing-masing 2,61 t/ha, setara dengan varietas Detam 1. Madiun merupakan salah satu sentra kedelai hitam di Jawa Timur dengan pola tanam padi–padi–kedelai, kedelai ditanam pada MK 2. Rentang hasil biji di Madiun 1,72–2,40 t/ha dengan rata-rata 2,24 t/ha. Hasil tertinggi dicapai oleh galur H1-1051 sebesar 2,24 t/ha, sedangkan terendah pada galur H5-2205 yang hanya 1,72 t/ha. Varietas pembanding Detam 1 maupun Cikuray membe-rikan hasil kurang dari 2,0 t/ha dan lebih rendah dari empat galur yang diuji. Rentang hasil biji kedelai di Ngawi 1,55–2,08 t/ha dengan rata-rata 1,87 t/ha. Hasil tertinggi dicapai oleh varietas Detam 1, sedangkan terendah dicapai oleh galur H2-662 (Tabel 3). Galur H5-2205 memiliki hasil yang tetap di berbagai lokasi, berarti kurang beragam produktivitasnya di lingkungan bersangkutan (Suryati dan Chozin 2007, Hastini 2008).

Galur harapan sebagai calon varietas unggul tidak hanya dinilai dari kemampuannya dalam berproduksi maksimal pada lingkungan yang sesuai, tetapi juga harus memiliki kelayakan adaptasi dalam kisaran lingkungan yang luas (Adie et al. 2001). Tingkat produktivitas lahan di Ngawi relatif rendah, dengan indek lingkungan -0,86. Peningkatan hasil kedelai dapat terealisasi jika dilakukan dengan teknik budi daya yang tepat, meliputi persiapan tanam, tanam, pemeliharaan, panen hingga penyimpanan. Kedelai merupakan salah satu palawija yang memerlukan penanganan yang lebih intensif, terutama hama dan penyimpanan.

Jenis tanah di tiga lokasi memiliki karakteristik yang berbeda. Sifat fisik tanah yang banyak berhubungan dengan pertumbuhan tanaman adalah tekstur, struktur, konsistensi, porositas, densitas, suhu tanah, dan berpengaruh terhadap perakaran dan proses fisiologi akar (Taufik dan Sundari 2012). Di Banyuwangi dengan jenis tanah Entisol, penambahan pupuk anorganik masih diperlukan sesuai dengan kebutuhan tanaman (Kuntyastuti et al. 2004), agar dapat memberikan hasil biji yang tinggi.

Pada Gambar 1 dapat dilihat biplot hasil biji galur kedelai hitam di tiga lokasi. Titik sudut pola poligon grafik biplot hasil biji terletak pada galur H1-1051, H2--662, H3-1811, H5-2205, dan Detam 1 (Gambar 1). Galur yang menjadi titik sudut poligon untuk tiap sektor adalah galur yang memiliki hasil tertinggi pada lingkungan yang berbeda pada sektor yang sama. Masing-masing sektor ditempati oleh titik-titik lingkungan, hal ini

(5)

menunjukkan terdapat genotipe yang memiliki hasil yang tinggi di lingkungan bersang-kutan (spesifik lingkungan). Galur H3-1811 dan H4-1844 memiliki skor PC1 besar (rata-rata hasil tinggi) dan skor absolut PC2 kecil (stabilitas tinggi), sehingga hasil biji stabil di tiga lokasi. Detam 1 memiliki potensi hasil tinggi di Banyuwangi dan Ngawi, sedangkan di Madiun adalah H1-1051. Lokasi yang merupakan manifestasi lingkungan pertumbuhan tanaman merupakan faktor yang menentukan potensi hasil biji.

Gambar 1. Biplot hasil biji galur kedelai hitam di tiga lokasi Jawa Timur, MK 2012. G1= H1-1051; G2= H2—662; G3= H3-1811; G4= H4-1844; G5= H5-2205;

G6=Cikuray; G7=Detam1; L1=Banyuwangi; L2=Madiun dan L3=Ngawi

Karakter komponen hasil dan analisis statistiknya disajikan pada Tabel 4 dan 5. Rata-rata tinggi tanaman galur-galur yang diuji berkisar antara 48,6–67,7cm, tertinggi pada galur H4-1844 sedangkan terendah pada galur H5–2205. Tanaman di Banyuwangi lebih tinggi dibanding lokasi lainnya, kecuali galur H5-2205 yang tinggi tanamannya sama di tiga lokasi. Tinggi tanaman berbeda nyata antargalur maupun interaksinya. Lingkungan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi tanaman kedelai, salah satunya adalah cahaya (Jomol et al. 2000). Tanaman kedelai yang kekurangan cahaya pada siang hari akan menyebabkan batang lebih panjang. karena terjadi perubahan struktur dan morfologi batang sehingga terjadi pemanjangan batang atau etiolasi. Kondisi kekurangan cahaya matahari pada tanaman kedelai tidak terjadi di Banyuwangi, karakter tinggi tanaman selaras dengan jumlah polong tanaman. Di Banyuwangi jumlah polong lebih banyak dibandingkan dengan dua lokasi lainnya, meskipun rata-rata jumlah polong antargalur tidak berbeda, kecuali H4-1844. Pada tanaman kedelai, terdapat hubungan yang erat antara jumlah polong per tanaman dengan hasil biji (Bravo et al. 1980 dan Ikeda 1992), dan hal ini berindikasi kuat terjadi di Banyuwangi.

(6)

Jumlah cabang produktif antarlokasi berkisar antara 3–4 cabang, tetapi berbeda antargalur. Galur H1-1051 memiliki jumlah cabang yang lebih banyak dan galur H5-2205 paling sedikit. Di Banyuwangi jumlah cabang produktif terbanyak dan berbeda dengan dua lokasi lainnya. Umur berbunga di tiga lokasi relatif tidak berbeda, tetapi umur polong masak berbeda antarlokasi.

Tanaman kedelai telah mencapai umur matang apabila telah mencapat fase R8 atau

90–95% polong telah berwarna coklat muda. Rentang umur masak polong 77–83 hari. Di Ngawi, rata-rata tanaman lebih cepat masak dibandingkan dengan lokasi lainnya. Lokasi pengujian memiliki tingkat elevasi yang berbeda yang dapat mempengaruhi umur polong masak.

Hasil penelitian Susanto dan Adie (2003) mensinyalir penilaian galur kedelai berdasar-kan umur tanaman efektif pada elevasi rendah. Daerah dengan elevasi rendah umumnya memiliki suhu yang lebih tinggi. Tanaman yang mendapat suhu udara lebih tinggi cepat berbunga walaupun jumlah radiasi yang diterima tanaman lebih sedikit (Zaman 2003). Varietas Detam-1 rata-rata memiliki umur polong masak 83 hari dan lebih lambat dari galur yang diuji. Di daerah tropis seperti Indonesia, umur tanaman kedelai genjah rata-rata 75 hari, sedangkan di daerah subtropis mencapai 100 hari

(Cober dan Voldeng 2001).

Ukuran biji antargalur berbeda nyata, demikian juga interaksi galur dengan lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran biji dipengaruhi oleh lingkungan tempat pengujian. Rata-rata bobot biji galur kedelai yang diuji berkisar antara 10,9–14,5 g/100 biji. Galur H5-2205 mempunyai biji besar, dan H4-1844 memiliki bobot biji tergolong sedang. Untuk produk menjadi kecap, kedelai hitam berbiji kecil hingga sedang lebih baik dalam proses fermentasi.

Hasi biji kedelai tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh, tetapi juga oleh tinggi tanaman, jumlah polong, jumlah cabang maupun ukuran biji. Jika suatu sifat tanaman berkorelasi positif nyata dengan hasil biji, namun terdapat komponen lain yang mempengaruhi karena adanya efek tidak langsung melalui komponen hasil lainnya (Ambarwati dan Murti 2001). Galur kedelai yang mempunyai jarak buku subur yang relatif pendek ditunjang oleh batang yang tinggi dan jumlah polong banyak (>50 polong) diprediksi memiliki potensi hasil yang tinggi (>2,5 t/ha).

Jika dalam pengujian sejumlah galur harapan diperoleh peringkat hasil yang sama di semua lokasi, maka galur tersebut memiliki stabilitas statis. Sebaliknya, jika hasil meningkat sejalan dengan produktivitas lingkungan maka galur memiliki stabilitas dinamis atau sta-bilitas agronomis (Sumertajaya 2005). Jika terjadi interaksi antara galur dengan lingkung-an aklingkung-an menimbulklingkung-an kesulitlingkung-an dalam pemilihlingkung-an galur/klon pada kisarlingkung-an lingkunglingkung-an ylingkung-ang luas (Nasrullah 1981). Lingkungan budi daya kedelai di Indonesia sangat beragam, sehingga perlu dilakukan pemetaan potensi hasil, stabilitas dan adaptasinya dari setiap galur harapan yang akan disiapkan untuk diusulkan sebagai varietas unggul. Dengan pemetaan tersebut maka akan dapat ditentukan pada daerah mana galur harapan akan dianjurkan untuk ditanam dengan hasil maksimal.

Tiga galur mempunyai warna bunga ungu, serupa dengan varietas Cikuray dan dua galur berwarna bunga ungu muda, serupa dengan varietas Detam 1. Warna bunga dapat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, dan warna ungu ditimbulkan oleh kandung-an kandung-antosikandung-anin. Warna hilum seluruh galur ykandung-ang diuji sama, demikikandung-an juga bentuk daun (Tabel 6). Menurut Chen dan Nelson (2004), bentuk daun tanaman kedelai seringkali berhubungan dengan asal-usul geografi suatu negara, contohnya daun lancip umumnya

(7)

berasal dari Siberia dan Cina bagian utara dan bentuk daun oval berasal dari Korea Selatan, Jepang, dan Daratan Cina. Bentuk biji seluruh galur dikatagorikan lonjong. Ben-tuk biji dikontrol oleh efek tetua betina (Hui-Zhen et al. 2005), artinya persilangan dua tetua akan menghasilkan bentuk biji yang serupa dengan induk betinanya. Sifat-sifat kualitatif tanaman kedelai umumnya tidak banyak dipengaruhi oleh lokasi maupun kondisi lahan, jika berbeda terletak pada ukurannya.

Tabel 4. Pertumbuhan dan komponen hasil tanaman kedelai di tiga lokasi dan hasil analisis daya gabungnya Jawa Timur, MK 2012.

Galur/varietas tanaman (cm) Tinggi

Jumlah polong isi Jumlah cabang produktif Jumlah buku subur Umur berbung a (hari) Umur polong masak (hari) Bobot 100 biji (g) H1-1051 62,2 bc 56 a 3,5 ab 14 bc 39 a 77 cd 11,6 cd H2--662 60,2 c 53 a 3,0 bc 12 d 36 b 77 cd 11,6 cd H3-1811 64,1 b 54 a 3,0 bc 15 ab 34 b 79 b 12,1 c H4-1844 67,7 a 54 a 3,4 ab 14 cd 38 a 77 c 10,9 e H5-2205 48,6 d 43 b 2,3 d 13 cd 35 b 83 a 14,5 a Cikuray 60,7 bc 57 a 2,8 cd 14 bc 39 a 77 d 11,4 d Detam-1 63,7 b 55 a 3,6 a 16 a 38 a 83 a 13,2 b Uji F (Peluang) Galur <0,01** <0,01** <0,01** <0,01** <0,01** <0,01** <0,01** Interaksi G x L 0,01* 0,06 tn 0,08 tn <,01** <,01** <0,01** <,01** KK 6,93 14,49 21,77 11,95 6,97 0,85 5,93

KK=koefisien keragaman. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata. * berbeda nyata pada taraf 0,05. **berbeda nyata pada taraf 0,01. tn tidak berbeda nyata pada taraf 0,05.

(8)

Tabel 5. Komponen karakter tanaman kedelai di masing-masing lokasi dan analisis Beda Nyata Terkecil (BNT).

Tinggi tanaman (cm) Jumlah polong Jumlah cabang Jumlah buku subur Umur berbunga (hari) Umur polong masak (hari) Bobot 100 biji Galur 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 H1-1051 72,6 55,2 58,9 72 54 44 4 3 4 22 10 10 35 38 44 79 78 74 12,5 11,4 11,0 a b b a b b a a a a b b a a a a a b a b b H2--662 72,5 54,4 53,9 73 51 35 4 3 3 20 9 8 35 38 35 79 78 74 12,0 11,8 11,2 a b b a b c a a a a b b a a a a a b a a a H3-1811 75,0 57,6 59,7 78 54 31 4 3 2 26 10 10 35 37 31 81 78 78 11,6 10,6 14,1 a b b a b c a ab b a b b ab a b a b b b b a H4-1844 76,1 62,7 64,4 67 53 43 4 3 4 22 9 10 35 37 43 80 78 75 11,4 10,7 10,5 a b b a ab b ab b a a b b b b a a a b a a a H5-2205 50,9 48,3 46,8 61 34 35 3 2 2 23 9 8 34 37 35 84 87 78 13,8 15,3 14,3 a a a a b b a b ab a b b a a a b a c a a a Cikuray 72,3 50,0 59,8 75 56 40 4 2 3 21 10 11 34 38 45 78 78 75 11,9 11,3 11,2 a b ab a b c a b b a b b b ab a a a b a a a Detam-1 71,3 60,1 59,8 69 49 47 4 3 3 28 9 9 33 38 44 84 87 78 13,5 12,4 13,8 a b b a b b a b b a b b c b a b a c a b a

Angka yang diikuti oleh huruf kecil sama tidak berbeda nyata 1= Lokasi Banyuwangi; 2=Lokasi Madiun; 3=Lokasi Ngawi.

(9)

Tabel 6. Karakter kualitatif galur kedelai hitam, 2012

Warna Bentuk Galur

Bunga Biji Hilum Daun Biji

H1-1051 Ungu Hitam hitam strip putih oval meruncing Lonjong

H2--662 Ungu Hitam hitam strip putih oval meruncing Lonjong

H3-1811 Ungu muda Hitam hitam strip putih oval meruncing Lonjong

H4-1844 Ungu muda Hitam hitam strip putih oval meruncing Lonjong

H5-2205 Ungu Hitam hitam strip putih oval meruncing Lonjong

Cikuray Ungu Hitam hitam strip putih oval meruncing Lonjong

Detam-1 Ungu muda Hitam hitam strip putih oval meruncing Lonjong

KESIMPULAN

1. Lingkungan berpengaruh nyata (Pr <0,05) terhadap hasil biji kedelai hitam.

2. Lingkungan yang berbeda memberikan pengaruh nyata (Pr <0,05) terhadap tinggi tanaman, jumlah polong isi, jumlah buku subur, umur berbunga, umur polong masak dan bobot 100 biji.

3. Galur H3-1811 dan H4-1844 berdaya hasil lebih dari 2,2 t/ha, berumur genjah, dan memiliki stabilitas agronomis.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih Badan Litbang Pertanian yang telah mendanai penelitian dan kepada Sdr. Sugiono (teknisi KP Genteng) dan Sdr. Sukadi (teknisi KP Ngale) yang membantu pelaksanaan penelitian di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Adie, M.M., Soegito, and D.M. Arsyad. 2001. Hasil galur harapan kedelai di berbagai lokasi. Pros. Simp. Pemuliaan VI. PERIPI Komda Jatim. Hlm. 69–73.

Ambarwati, E. dan H. Murti. 2001. Analisis korelasi dan koefisien lintas sifat-sifat agronomi terhadap komposisi kimia umbi iles-iles (Amophophallus variabilis). Ilmu Pertanian. 8(2): 55–61.

Bravo, J.A.., W.R. Fehr and S.R. de Cianzio. 1980. Use of pod width for indirect selection of seed wight in soybeans. Crop Sci. 20 : 507–510

Chen, Y. and R.L. Nelson. 2004. Evaluation and classification of leaflet shape and size in wild soybean. Crop Sci. 44:671–-677.

Cober E. R, D.W. Stewart, and H. D. Voldeng. 2001. Photoperiod and temperature responses in early-maturing, near-isogenic soybean lines. Crop Sci. 41:721–727

Hastini. T, E. P. Anggia, R. Y. Putra, Farida, S. Ruswandi, N. Rostini, dan D. Ruswandi. 2008. Seleksi hibrida topcross jagung manis SR UNPAD di tiga lokasi di Jawa Barat berdasarkan stabilitas dan adaptabilitas. Zuriat 19(1): 60–70.

Hui-Zhen L, L. Wei-Dong, Hui Wang and F. Xuan-Jun. 2005. Genetic effects on sedd traits in soybean. J. Yi Chuan Xue Bao. 32 : 199–204.

Ikeda, T. 1992. Soybean planting patterns in relation to yield and yield componets. Agron. J. 84: 923–926.

(10)

renponse of soybean yield components to the timing of light enrichment. Agron. J. 92:1156–1161.

Kuntyastuti, H., A. Taufiq, G.W.A. Susanto, dan Koes Hartojo. 2004. Pengaruh pemupukan terhadap mutu benih kedelai, kacang tanah dan kacang hijau di lahan sawah Entisol. Hlm. 112–119. Dalam R. Mudjisihono et al. (Eds.) Pros. Seminar Nasional Penerapan dan Inovasi Teknologi dalam Agribisnis Sebagai Upaya Pemberdayaan Rumahtangga Tani, 28 Agustus 2002 di Yogyakarta. Puslitbangsosek, Univ. Widya Mataram Yogyakarta.

Mulder, H. A., and P. Bijma. 2005. Effects of genotype x environment interaction on genetic gain in breeding programs. Anim. Sci. 83:49–61.

Naeve, S. L. and G. W. Rehm. 2006. Genotype x Environment Interactions within Iron Defi-ciency Chlorosis-Tolerant Soybean Genotypes Agron J 98: 808–814. http://agron.scijour-nals.org/cgi/content/abstract/98/3/808. (14–09–2007).

Nasrullah. 1981. A modified procedure for identifiying wide adaptibility in crops. Agron. J. 71: 556–559.

Okeyo, A.M. and R.L. Baker. 2005. Methodological illustration of genotype x environment interaction (GxE) phenomenon and its implications: A comparative productivity perfor-mance study on Red Maasai and Dorper sheep breeds under contrasting environments in Kenya. http://agtr.ilri.cgiar.org/index.php?option=com_content&task=view&id=93& Ite-mid=110. (Diakses tanggal 7 April 2013).

Rao, M.S.S., B.G. Mullinix, M. Rangappa, E. Cebert, A.S. Bhagsari, V.T. Sapra, J.M. Joshi, and R.B. Dadson. 2002. Genotype x environment interactions and yield stability of food-grade soybean genotypes. Agron. J. 94:72–-80.

Samonte, S.O. PB., L.T. Wilson, A.M. Mc Clung, and J.C. Edley. 2005. Targeting cultivars onto rice growing enviroments using AMMI and SREG GGE biplot analyses. Crop Sci. 45: 2414–2424.

Sneller, C.H., L. Kilgore Norquest, and D. Dombek. 1997. Repeatability of yield stability statistics in soybean. Crop. Sci. 37: 383–390.

Sumertajaya, I.M. 2005. Kajian pengaruh inter blok dan interaksi pada uji multilokasi ganda dan respon ganda. Disertasi S3, tidak dipublikasi. Program Doktor Statistika Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 188 p.

Suryati. D dan M. Chozin. 2007. Analisis stabilitas galur-galur harapan kedelai keturunan dari persilangan Malabar dan Kipas Putih. Jurnal Akta Agrosia. Edisi Khusus 2:176–180. Susanto, G. W. A. dan M. M. Adie. 2003. Galur-galur harapan kedelai berbiji besar dan

berumur genjah. Hal: 166–169. Pros. Seminar Nasional Revitalisasi Teknologi Kreatif dalam Mendukung Agribisnis dan Otonomi Daerah. Penyunting I W. Rusastra, J. Soejitno, I GAK Sudaratmaja dan I K. W. Soethama. Denpasar, 7 Oktober 2003. PSE Bogor. Taufik dan Sundari, 2012. Respon tanaman kedelai terhadap lingkungan tumbuh. Bul.

Palawija 23: 13–26.

Xing-Ming F., M. S. Kang, H. Chen, Y. Zhang, J. Tan and C. Xu. 2007. Yield Stability of Maize Hybrids Evaluated in Multi-Environment Trials in Yunnan, China. Agron J 99:1137–1142. http://agron.scijournals.org/cgi/content/abstract/99/1/220. (07-04-2013).

Zaman, MZ. 2003. Respon pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai (Glycine max (L) Merrill) terhadap intensitas penaungan. [Skripsi]. Malang: Universitas Brawijaya. Malang.

Gambar

Tabel 3.   Produktivitas galur harapan kedelai hitam dan varietas pembanding di tiga lokasi  pengujian, Jawa Timur, MK, 2012
Gambar 1. Biplot hasil biji galur kedelai hitam di tiga lokasi Jawa Timur, MK 2012.
Tabel 4.   Pertumbuhan dan komponen hasil tanaman kedelai di tiga lokasi dan hasil analisis daya  gabungnya Jawa Timur, MK 2012
Tabel 5. Komponen karakter tanaman kedelai di masing-masing lokasi dan analisis Beda Nyata Terkecil (BNT)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Namun beberapa kalangan mengatakan bahwa partai politik belum siap untuk mengelola dana sebesar itu, parpol tidak saja belum memiliki sumber daya manusia yang mampu

Untuk mengatasi atau meminimalisir defect sponge dan kurang merekat, Menggnati material lem yang lebih bagus dari sebelumnya dan memberikan waktu standar pengeringan

Dewasa ini upaya pemberantasan penyakit malaria dilakukan melalui, pemberantasan vektor penyebab malaria (nyamuk Anopheles) dan dilanjutkan dengan melakukan pengobatan kepada

Di atas telah diuraikan nilai-niai yang semestinya diterapkan bank syari’ah dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan, atau lembaga yang berfungsi

Berdasarkan Tabel 5 maka dapat diketahui bahwa jumlah responden yang paling banyak mengalami kecemasan sedang yaitu 21 responden dengan prosentase 65,62

[r]

Input luas lahan, penggunaan pupuk NPK, umur tanaman kelapa sawit, penggunaan tenaga kerja luar keluarga, frekuensi sanitasi kebun dan jarak kebun ke sungai mempengaruhi produksi

Caranya cukup dengan membuka Windows Explorer dan pilih folder atau file yang akan dihapus dan kemudian klik tombol DEL dan akan muncul jendela Delete File kemudian pilih YES