• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Potency of Naked Neck Chicken as a Source of Local Chicken Meat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(Potency of Naked Neck Chicken as a Source of Local Chicken Meat)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI AYAM LEHER GUNDUL

SEBAGAI SUMBER DAGING AYAM BURAS

(

Potency of Naked Neck Chicken as a Source of Local Chicken Meat)

ANDOYO SUPRIYANTONO,A.L.KILLIAN danM.J.WAJO

Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua, Jl. Gunung Salju, Ambar Manokwari, Papua Barat; 98314.

ABSTRACT

Naked neck chicken is one of local chicken varieties that have the potential to be developed as a meat producer. The aim of this research was to identify poteny of naked neck chicken by obseving its progeny phenotype. The materials used were 40 birds which consisted of 20 naked neck chickens and 20 normal chicken. The ratio of male: female for each group was 1:1. Completely randomized design (CRD) was applied in this study using four treatments of crossing namely naked neck male X naked neck female; naked neck male X normal female; normal male X naked neck female; and normal male X normal female. Each treatment of crossing was repeated five times. Results showed that F1 of normal chicken and of naked neck chicken has the proportion of 33.33 – 100% and of 0 – 66.67%, respectively. Based on Chi-Square test, the naked neck chickens genotypes used as parental (male and female) were heterozygous (Na/na). Body weight of offspring at 20 weeks old in all the crosses were in accordance with the results of other studies, but not significantly different for each treatment. There is a tendency of better body weight of progeny from the crossing of normal male X normal female than those of the other crosses. In conclusion, cumulative body weight gain of progeny from the crossing of naked neck male X normal female is better than those of the other crosses.

Key Words: Naked Neck, Chickens, Variety, Progeny ABSTRAK

Ayam leher gundul merupakan salah satu ayam lokal yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai ayam penghasil daging. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi ayam leher gundul dengan melihat fenotipe keturunannya. Materi yang digunakan adalah 40 ekor ayam yang terdiri dari 20 ekor ayam leher gundul dan 20 ekor ayam bulu biasa. Perbandingan jantan dan betina untuk setiap kelompok adalah 1 : 1. Rancangan acak lengkap digunakan pada penelitian ini dengan 4 perlakuan perkawinan yaitu jantan leher gundul X betina leher gundul; jantan leher gundul X betina bulu normal; jantan normal X betina leher gundul dan jantan bulu normal X betina bulu normal. Perlakuan diulang sebanyak 4 (empat) kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada F1 proporsi ayam bulu normal sebanyak 33,33 – 100% dan ayam leher gundul sebanyak 0 – 66,67%. Berdasarkan uji Chi-square genotype tetua ayam leher gundul (jantan dan betina) adalah heterozygous (Na/na). Bobot badan umur 20 minggu pada ayam-ayam keturunan pada semua perkawinan sesuai dengan hasil penelitian lain tetapi tidak berbeda nyata antara perlakuan. Terdapat kecenderungan bobot badan keturunan persilangan jantan bulu normal X betina bulu normal lebih baik daripada keturunan persilangan lain. Pertambahan bobot badan kumulatif keturunan pada persilangan jantan leher gundul X betina bulu normal lebih baik daripada keturunan persilangan lain.

Kata Kunci: Leher Gundul, Ayam, Varietas, Keturunan

PENDAHULUAN

Ayam leher gundul (legund) sebagai salah satu ayam asli Indonesia mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai unggas penghasil daging karena dari beberapa penelitian

menunjukkan bahwa ayam legund mampu menampilkan pertambahan bobot badan yang lebih baik jika dibandingkan dengan ayam buras lain (MU’IN, 1992; SAPCOTAet al., 2002; PIRANY et al., 2007). Kelestarian ayam buras harus dijaga baik jumlah maupun keasliannya,

(2)

sebab ini merupakan modal dalam pemuliaan ternak (SAFUAN, 1989). Jika ayam buras punah

baik secara kuantitatif maupun kualitatif tentu sulit sekali utuk menemukan kembali.

Pemanfaatan ayam legund sebagai plasma nutfah penghasil daging hingga saat ini belum nampak. Ayam ini dianggap sebagai ayam buras biasa walaupun performans ayam legund nampak jauh lebih besar dibandingkan dengan ayam buras lain. Anggapan yang demikian ini yang menyebabkan ayam legund tidak dipelihara secara khusus akan tetapi bercampur dengan ayam buras lain. Dengan pemeliharaan seperti ini dikhawatirkan potensi plasma nutfah ayam legund akan menurun. Ini bisa terjadi akibat adanya perkawinan silang antar varietas. Sementara itu keturunan silang antara ayam legund dengan ayam buras lain hingga kini juga belum banyak diungkap. Diduga hasil persilangan antara ayam legund dengan ayam buras lain mempunyai performans diantaranya. Karena secara teoritis, keturunan akan menerima 50 persen gen dari masing-masing tetuanya. Dengan fakta-fakta tersebut di atas maka dianggap perlu melakukan suatu penelitian dengan memanfaatkan ayam legund sebagai plasma nutfah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi plasma nutfah ayam legund dengan melihat fenotip keturunan silangnya yaitu dengan mengkaji sifat-sifat kuantitatif ayam legund dan keturunan silangnya dalam hal karakteristik penampilan fisik, meliputi bobot badan 8 dan 20 minggu dan pertambahan bobot badannya serta proporsi varietas pada turunannya.

MATERI DAN METODE

Materi yang digunakan adalah 40 ekor ayam buras dewasa yang terdiri dari 20 ekor ayam buras legund (10 ekor jantan dan 10 ekor betina) dan 20 ekor ayam buras biasa (10 ekor jantan dan 10 ekor betina); 20 unit kandang perkawinan berukuran panjang × lebar × tinggi = 120 × 100 × 200 cm; empat unit kandang brooder berukuran 120 × 100 × 60 cm; lima unit kandang individu berukuran 300 × 100 × 300 cm, ketiga jenis kandang tersebut terbuat dari kawat kandang, kayu dan tripleks; ransum ayam petelur fase finisher produk PT Japfa Comfeed dengan merek dagang Par-L;

peralatan kandang yang meliputi tempat makan, tempat minum, sapu, ember dan alat tulis menulis.

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode eksperimen yang dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Percobaan yang dilakukan terdiri dari empat perlakuan yang diulang sebanyak lima kali, sehingga terdapat 20 unit percobaan. Setiap unit percobaan di tempatkan 2 (dua) ekor ayam (jantan dan betina) sesuai dengan imbangan jantan dan betina = 1 : 1. Perlakuan meliputi (1) persilangan jantan legund × betina legund (JG × BG); (2) persilangan jantan legund × betina biasa (JG × BB); (3) persilangan jantan biasa × betina legund (JB × BG) dan (4) persilangan jantan biasa × betina biasa (JB × BB).

Ayam buras yang telah dikoleksi ditempatkan dalam kandang-kandang perkawinan sesuai dengan perlakuan. Adaptasi dilakukan selama satu minggu, untuk memperkenalkan ayam terhadap lingkungan yang baru. Pemberian ransum dilakukan ad libitum terkontrol dengan dua kali pemberian yaitu pagi dan sore hari. Sedangkan air minum diberikan ad libitum.

Telur dikoleksi selama dua minggu, dimana satu minggu pertama telur tidak dilibatkan dalam penetasan karena dikhawatirkan telur tersebut belum dibuahi. Seleksi telur dilakukan terhadap retak tidaknya kerabang telur. Setelah itu telur ditetaskan dengan menggunakan alat tetas sederhana berkapasitas 150 butir telur ayam.

Sebanyak 73 day old chicks (DOC) hasil penetasan telur ditempatkan pada kandang-kandang brooder selama dua minggu sesuai dengan pasangan perkawinan. Pada minggu berikutnya DOC ditempatkan pada kandang-kandang individu untuk mengukur variabel-variabel pengamatan yang meliputi bobot badan umur 8 minggu, bobot badan umur 20 minggu, pertambahan bobot badan dan proporsi varietas pada keturunannya. Hanya 66 ekor ayam yang bisa diambil data bobot badan dan pertambahan bobot badan karena sebanyak 7 ekor ayam lain mati pada saat DOC.

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisa ragam untuk bobot badan dan pertambahan bobot badan. Sedangkan proporsi varietas pada keturunan dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square (2).

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN Keturunan F1

Hasil penelitian proporsi ayam varietas bulu biasa dan gundul yang dihasilkan dari masing-masing persilangan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Proporsi (%) keturunan masing-masing varietas dari berbagai persilangan Persilangan Bulu biasa Gundul JG × BB 54,17 (n=13) 45,83 (n=11) JB × BB 100,00 (n=8) 0,00 (n=0) JG × BG 33,33 (n=7) 66,67 (n=14) JB × BG 92,31 (n=12) 7,69 (n=1)

Dari Tabel 1. terlihat bahwa dari berbagai persilangan keturunan (F1) yang dihasilkan mempunyai persentase yang berbeda antara ayam varietas bulu biasa dan varietas leher gundul. Persilangan antara ayam varietas leher gundul dan bulu biasa (JG × BB dan JB × BG) selalu menghasilkan varietas keduanya, ini sangat memungkinkan karena keturunan akan menerima 50 persen sifat pewarisan dari kedua tetuanya. Proporsi keturunan dari persilangan antara jantan gundul × betina biasa meliputi 54,17 persen ayam varietas bulu biasa dan 45,85 persen ayam varietas leher gundul. Berdasarkan uji 2, menunjukkan bahwa genotipe yang dimiliki oleh jantan adalah

heterozygote (Na/na). Pada persilangan

monohibrida dengan sifat dominan pada individu yang memiliki genotip seperti di atastersebut akan selalu menghasilkan 50 persen ayam varietas bulu biasa dan 50 persen varietas ayam leher gundul (SURYO, 1989).

Hal yang sama juga dihasilkan pada persilangan antara pejantan leher gundul ×

betina leher gundul. Berdasarkan uji Chi-Square genotip kedua tetuanya adalah Na/na. Untuk persilangan antara monohibrida pada individu heterosigot dengan sifat dominan akan selalu menghasilkan 75 persen individu

phenotype gen dominan dan 25 persen individu

dengan phenotype gen resesif. Hal yang sulit dijelaskan adalah persilangan antara jantan biasa dan betina leher gundul, secara teoritis pada persilangan tersebut akan dihasilkan keturunan 50 % bulu biasa dan 50 % leher gundul, akan tetapi hasil penelitian yang diperoleh 92,31 persen ayam varietas bulu biasa dan 7,69 persen ayam varietas leher gundul. Penyimpangan ini diduga karena adanya kematian embrio pada kelompok perkawinan ini sebelum telur menetas pada hari ke-21, sebab dari sejumlah turunan yang ditetaskan tidak semuanya menetas menjadi DOC, sehingga tidak dapat diketahui apakah ayam varietas bulu biasa atau leher gundul.

Pada persilangan antara jantan biasa dan betina biasa semua keturunan yang dihasilkan adalah ayam varietas bulu biasa. Hal ini sangat mungkin karena genotipe dari ayam bulu biasa adalah heterozygote resesif (na/na).

Bobot badan

Bobot badan (gram) umur 8 dan 20 minggu pada berbagai persilangan disajikan pada Tabel 2. Rataan bobot badan umur 8 minggu ayam-ayam hasil persilangan dari penelitian ini berkisar antara 464 – 651,5 gram untuk jantan; 361,5 – 546,5 gram untuk betina dan 440 – 611,5 gram untuk unsex. Hasil analisa ragam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05) pada bobot badan umur 8 dan 20 minggu untuk semua perlakuan. Bahkan keturunan dari persilangan jantan biasa dan betina biasa cenderung menghasilkan bobot

Tabel 2. Rataan bobot badan (gram) umur 8 dan 20 minggu dari keturunan F1

8 minggu 20 minggu

Persilangan

Jantan Betina Unsex Jantan Betina Unsex JG × BB JB × BB JG × BG JB × BG 560,5 651,5 446,5 464,0 403,4 546,5 411,5 361,5 496,5 611,5 449,5 440,0 2068,8 2094,0 1766,7 1791,0 1399,2 1506,5 1334,5 1182,0 1810,8 1821,0 1624,0 1493,0

(4)

badan yang lebih baik dari pada keturunan pada persilangan yang lain. Ini berbeda dengan hasil yang diperoleh dari ZEIN-EL-DEIN et al. (1981) yang membandingkan performance pertumbuhan antara ayam legund dan ayam biasa, selama dua musim. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ayam bergenotipe Na/na secara nyata lebih besar bobot badannya dari pada na/na pada umur 8, 10 dan 12 minggu. MERAT (1979) dan SHAABANet al. (2008) juga melaporkan bahwa bobot badan ayam leher gundul nyata lebih baik dari pada jenis ayam lain. Penelitian yang dilakukan oleh GALAL

(2008) juga melaporkan bahwa ayam leher gundul dengan genotip Na/Na nyata lebih baik bobot badan pada umur 8 minggu dari pada ayam bergenotip Na/na dan na/na.

Berbedanya hasil penelitian ini dengan penelitian yang telah disebutkan di atas, diduga karena ayam varietas bulu biasa yang digunakan telah beradaptasi secara lebih baik dengan lingkungan dan kondisi Papua. Sehingga dengan temperatur rataan kurang lebih 31°C ayam varietas bulu biasa masih mampu untuk melakukan thermoregulatory secara baik. Walaupun secara teoritis dinyatakan bahwa ketidakhadiran bulu akan meningkatkan mekanisme thermoregulatory yang berakibat dengan meningkatnya toleransi panas pada unggas (HORST dan MATHUR,

1989), akan tetapi hal ini tidak terjadi pada ayam varietas leher gundul yang digunakan. Bukti lain telah dilakukan oleh HANZL dan SOMES (1983), yang melakukan penelitian pada dua kondisi ruangan panas dan dingin. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada ruangan dengan suhu yang dingin ayam na/na (varietas bulu biasa) menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dari pada ayam varietas leher gundul (Na/na). Hal yang sebaliknya terjadi pada ruang bersuhu panas. Akan tetapi kejadian tersebut tidak terjadi pada penelitian yang dilakukan di Papua.

Secara umum bobot badan umur 20 minggu yang telah dicapai oleh keturunan ayam-ayam hasil persilangan (unsex) lebih tinggi 7,80 – 31,48 % bila dibandingkan dengan dengan ayam-ayam hasil penelitian MANSJOER

(1985) pada umur yang sama.

Pertambahan bobot badan

Pada jenis kelamin betina ayam-ayam hasil keturunan jantan gundul × betina biasa mempunyai pertambahan bobot badan 3,41 % hingga 21,37 % lebih berat dari pada ayam-ayam hasil keturunan persilangan lain. Sementara pada jenis kelamin jantan dan unsex berturut-turut diperoleh pertambahan bobot badan 4,56 hingga 14,25% dan 8,66 hingga 24,81% lebih berat.

Tabel 3. Rataan pertambahan bobot badan ayam-ayam hasil penelitian minggu ke-8 hingga minggu ke-20

Pertambahan bobot badan Perlakuan

Betina Jantan Unsex JG × BB JB × BB JG × BG JB × BG 995,8 963,0 923,0 820,5 1508,25 1442,50 1320,17 1327,00 1314,25 1209,50 1174,50 1053,00 CAHANERet al. (1992) dan CAHANERet al. (1993) melaporkan bahwa ayam leher gundul Na/na (heterozygous) mempunyai pertambahan bobot badan 3% lebih berat dari pada ayam varietas bulu biasa dan kelebihan ini hampir tiga kali pada temperatur kurang lebih 32ºC (MERAT 1986). Penelitian lain yang dilaporkan oleh YALCIN et al. (1996), juga menyatakan bahwa pertambahan bobot badan ayam varietas bulu biasa adalah 3,2% (65 gram) lebih rendah. Sementara jantan dan betina berturut-turut 3,4% (75 gram) dan 2,85% (58 gram) lebih berat dari pada ayam varietas bulu biasa.

Terdapat kecenderungan bahwa

pertambahan bobot badan ayam-ayam keturunan jantan gundul × betina biasa lebih baik dari pada yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sumbangan pejantan ayam varietas leher gundul pada generasi selanjutnya besar peranannya. ROBERTSON dan RENDEL (1950), menyatakan bahwa persentase perbaikan mutu genetik yang diharapkan berasal dari pejantan sebesar 76% dan dari induk 24%. Sehubungan dengan hal tersebut, nampaknya pejantan mempunyai peranan yang sangat berarti pada pertambahan bobot badan untuk generasi yang akan datang.

(5)

Pada pembahasan sebelumnya dinyatakan bahwa bobot badan umur 8 dan 20 minggu pada keturunan hasil persilangan jantan biasa dan betina biasa adalah lebih baik. Bobot badan yang lebih tinggi pada umur-umur tersebut ternyata tidak disertai dengan pertambahan bobot badan yang tinggi pula. Ini tidak sejalan dengan hasil penelitian HANZL

dan SOMES (1983) yang memperoleh hubungan linier antara bobot akhir dengan pertambahan bobot badannya. Beberapa hal yang diduga turut berperan dalam perbedaan ini antara lain faktor lingkungan, tata laksana dan sumber genetik ayam tersebut yang berbeda.

KESIMPULAN

Keturunan F1 yang dihasilkan dari masing-masing perkawinan mempunyai proporsi 33,33 – 100% untuk ayam varietas bulu biasa dan 0 – 66,67% untuk ayam varietas leher gundul. Berdasarkan uji Chi-Square , genotipe ayam varietas leher gundul yang digunakan tetua (jantan maupun betina) adalah

heterozygous (Na/na). Terdapat kecenderungan

bobot badan keturunan dari jantan bulu biasa × betina bulu biasa lebih baik daripada persilangan yang lain. Pertambahan bobot badan kumulatif pada ayam-ayam hasil keturunan dari ayam jantan leher gundul × betina bulu biasa lebih baik dibandingkan dengan keturunan dari persilangan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

CAHANER A., N. DEEB and M. GUTMAN. 1992.

Improving broilers growth at high temperature by the naked-neck gene. Proc. of XIX World’s Poult. Congress, Amsterdam, The Nederland, 2: pp. 57 – 60.

CAHANER, A., DEEB N. and M. GUTMAN. 1993. Effect of plumage-reducing naked-neck (na) gen on the performance of fast growing broilers at normal and high ambient temperatures. Poult. Sci. 72: 767 – 775. GALAL, A. 2008. Immunocompetence and some

hematological parameters of naked neck and normally feathered chicken. J. Poult. Sci., 45: 89 – 95.

HANZL, C.J. and R.G.SOMES. 1983. The effect of the naked-neck gene, Na, on growth and carcass composition of broilers raised in two temperatures. Poult. Sci., 62: 934 – 941. HORST,P. and P.K.MATHER. 1989. Position of local

fowl for tropically originated breeding activities. Genotipe environment interaction in Poul. Prod. Jouy-en-Joses, France, May. pp: 159 – 174.

MANSJOER, S.S. 1985. Pengkajian Sifat-Sifat Produksi Ayam Kampung serta Persilangan dengan Ayam Rhode Island Red. Disertasi. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor (unpublished).

MERAT,P. 1979. Effect associated with the Na gene

(Naked neck) on body weight in normal-size and dwarf hens. Ann. Genet. Sel. Anim. 11: 127 – 131.

MERAT, P. 1986. Potential usefulness of the Na (Naked neck) gene in poultry production. World’s Poult. Sci. J. 42: 124 – 142.

MU’IN,M.A. 1992. Karektiristik Produksi Varietas Lokal Ayam Buras Dipelihara Intensif Sampai Umur 20 Minggu. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Cendrawasih, Manokwari (unpublished).

PIRANY, N., M.N. ROMANOV, S.P. GANPULE, G. DEVEGOWDA and D.T. PRASAD. 2007.

Microsatellite analysis of genetic diversity in Indian chicken populations. J. Poult. Sci. 44: 19 – 28.

ROBERTSON,A. and J.M.RENDEL. 1950. The use of progeny testing with artificial insemination in dairy cattle. J. Genet. A.B.A.

SAFUAN. 1989. Program pemuliaan ayam kampung. Poult. Indonesia No. 122/Th. X April. SAPCOTA, D.,R.ISLAM R. and I.U.SHEIKH. 2002.

Conserving Poultry Biodiversity in India. Livestock International 6: 21 – 23.

SHAABAN,G.F.,E.E.AHMED and M. MEZES. 2008.

Efect of breed, heterosis and sex on body weight, and glutathione peroxidase activities in red blood cell haemolysate and blood plasma at the age of sexual maturity in chickens. J. Poult. Sci. 45: 180 – 185. SOMES, R.G. and S. JOHNSON. 1982. The effect of

the scaleless gene, Sc, on growth performance and carcass composition of broilers. Poult. Sci. 61: 414 – 423.

SURYO. 1989. Genetika. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

(6)

YALCIN,S.,S.OZKAN,Z.ACIKGOS, and K.OZKAN. 1996. Effect of dietary protein content on live and carcass performance of heterozygous naked-neck and normally feathered broilers. Br. Poult. Sci. 37: 963 – 969.

ZEIN-EL-DEIN,A.AYOUB and P.MERAT. 1981. The naked-neck gene and growth performance of young fowls in two seasons in Egypt. Ann. Genet. Sel. Anim. 13: 269 – 279.

DISKUSI Pertanyaan:

1. Apakah pakan yang diberikan pakan finisher.

2. Pengertian unsex apakah penggabungan jantan + betina, atau tidak berdasarkan rasio unsex,

tanpa rasio jantan + betina ?

3. Judul potensi ayam leher gundul, tapi isi makalah tentang persilangan ayam, judul sebaiknya disesuaikan.

4. Ayam lokal atau ayam asli atau plasma nutfah apa pengertiannya ?

Jawaban:

1. Saran bahan ransum/pakan petelur tidak ada yang finisher.

2. Unsex: ingin melihat pertumbuhan jantan atau betina. Sumbangan jantan leher gundul pada

keturunan F1 adalah sebagai potensi ayam gundul, bukan sebagai ayam buras Papua.

3. Judul tidak ingin menampilkan potensi, tetapi merupakan sumbangan jantan leher gundul

terhadap persilangan.

Gambar

Tabel 2. Rataan bobot badan (gram) umur 8 dan 20 minggu dari keturunan F1
Tabel 3.  Rataan  pertambahan  bobot  badan  ayam- ayam-ayam hasil penelitian minggu ke-8 hingga  minggu ke-20

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari tiap butir pertanyaan pada penelitian terdahulu yang sudah dilakukan oleh peneliti, maka akan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

Dimana Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kec. Lintong Nihuta dapat membaur dengan peserta penyuluhan. Pendekatan Kelompok adalah suatu pendekatan dengan daya jangkau

saya mengerti bahwa saya menjadi bagian dari peneliti yang setuju untuk mengetahui tentang “Pengetahuan Keluarga TKI (Tenaga Kerja Indonesia) Tentang Bahaya

Dengan kita mengetahui bahwa efisiensi motor itu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, alangkah lebih baiknya ketika kita ingin menggunakan motor listrik sebagai

Alhamdulillah, rasa syukur penulis kepada Allah SWT, karena rahmat dan karunia Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis pemeliharaan peralatan dan

Pembuatan permintaan anggaran untuk program kerja fakultas Adapun berikut adalah tugas khusus yang tidak lepas dari tugas administratif pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Penelitian ini mengungkapkan makna terdalam dari pengalaman stres pada ketiga subjek Ld, Ar, Rg dalam mengatasi masalah yang menimbulkan reaksi psikologis yaitu subjek