• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I Pendahuluan. 1 Subandono Diposaptono, Rehabilitasi Pascatsunami yang Ramah Lingkungan, Kompas 20

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab I Pendahuluan. 1 Subandono Diposaptono, Rehabilitasi Pascatsunami yang Ramah Lingkungan, Kompas 20"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I Pendahuluan

Posisi Indonesia secara geografis merupakan daerah rawan bencana. Selain bencana yang disebabkan oleh kondisi alam, juga terjadi bencana-bencana akibat ulah manusia. Gempa bumi, tsunami, gunung meletus, angin puting beliung, tanah longsor, banjir, dan kebakaran, kerap kali terjadi di berbagai daerah. Bencana-bencana tersebut berpotensi menimbulkan korban jiwa, pengungsi, kerugian harta benda, dan kerugian lain dalam bentuk yang tidak ternilai.

Kerugian yang paling jelas terlihat dari bencana yang menimpa adalah hancurnya rumah-rumah tinggal milik masyarakat. Selain dari segi fisik, kehilangan rumah juga merusak kehidupan para korban sehari-hari, privasi, dan rasa aman. Pengadaan hunian kembali bagi para korban bencana (rekonstruksi hunian) merupakan tahap rehabilitasi dari manajemen penanggulangan bencana.1 Pengadaan hunian ini diharapkan dapat mengembalikan identitas masyarakat, disamping untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Rekonstruksi bidang perumahan ini pun penting untuk mengembalikan kebanggaan komunitas, lingkungan, ekonomi, dan identitas budaya.

Namun dalam pelaksanaannya, rekonstruksi hunian pasca bencana sering kali dihadapkan pada beragam pertanyaan. Apakah bangunan yang disediakan harus bangunan temporer, semi permanen, atau bangunan permanen? Apakah bantuan yang diberikan harus berupa bantuan keuangan, material, dan atau bantuan teknis? Haruskah masyarakat langsung diberi bangunan yang siap huni, atau haruskah masyarakat dilibatkan dalam pekerjaan konstruksi? Teknologi seperti apa yang harus diperkenalkan atau digunakan? Haruskah material serta teknologi baru diperkenalkan, atau proyek cukup dilaksanakan dengan memanfaatkan pengetahuan dan sumber daya lokal yang tersedia? Haruskah ada bantuan untuk

1

Subandono Diposaptono, Rehabilitasi Pascatsunami yang Ramah Lingkungan, Kompas 20 Januari 2005

(2)

membangun rumah sendiri, merekrut pekerja lokal, mengajak partisipasi pemilik rumah, atau justru menggunakan perusahaan konstruksi profesional? 2

I.1 Latar Belakang

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pada saat dibutuhkan rekonstruksi hunian pasca bencana tersebut, idealnya perlu dilakukan analisis kontekstual yang meliputi hal-hal yang sifatnya fisik dan terlihat maupun hal-hal yang bersifat psikis dan tidak terlihat. Analisis ini akan sangat bergantung pada kondisi setempat. Hal ini mengakibatkan penanganan rekonstruksi pasca-bencana pun akan berbeda-beda, tergantung pada potensi daerah setempat tempat bencana terjadi.

Pada umumnya, kriteria dasar pembangunan rumah bagi korban bencana biasanya spesifik, diantaranya adalah:

ƒ jumlah kebutuhan yang relatif banyak.

ƒ waktu yang tersedia singkat karena kebutuhan yang mendesak

Kriteria kebutuhan hunian dalam jumlah banyak dan waktu yang singkat tersebut seringkali menyebabkan pembangunan tidak direncanakan dengan matang.

Di sisi lain, rekonstruksi yang dilaksanakan oleh pemerintah seringkali terhambat oleh birokrasi yang berbelit dan belum adanya mekanisme yang jelas untuk penanganan korban bencana. Karena terdesak oleh kebutuhan dalam waktu yang singkat, maka rekonstruksi pun dijalankan secara top down, dengan mendatangkan kontraktor dari luar daerah tanpa melibatkan masyarakat. Pendekatan ini seringkali kurang memperhatikan kebutuhan dan karakter masyarakat setempat. Hal ini dapat terlihat pada pelaksanaan rekonstruksi di Aceh, yang saat ini telah berlangsung lebih dari 3 tahun. Sebagian masyarakat di Aceh, yang terkena bencana gempa bumi dan tsunami tanggal 26 Desember 2004, tidak betah dan menolak untuk tinggal di rumah bantuan pasca bencana dengan alasan rumah

2

Barenstein, J., D.,Housing Reconstruction in Post-Earthquake Gujarat: A Comparative Analysis, Network Paper no .54, Humanitarian Practice Network at Overseas Development Institute, London, Maret 2006

(3)

yang diberikan tidak layak huni. Di lain pihak, rumah yang telah direncanakan sesuai dengan standar kesehatan ternyata tidak sesuai dengan kehidupan sosial dan karakter masyarakat setempat. 3

Hasil survey awal di pesisir pantai Jawa Barat bagian selatan yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi dan tsunami tanggal 17 Juli 2006 pun menunjukan indikasi yang sama. Di desa Cikembulan, Kecamatan Sidamulih, Pangandaran, masyarakat penerima bantuan mengeluhkan hunian yang tidak layak, padahal rumah tersebut telah dirancang sedemikian rupa agar aman dari gempa bumi dan tsunami. Sedangkan di D.I. Yogyakarta, masyarakat dilibatkan dalam mengusahakan pembangunan rumahnya sendiri dengan bantuan dana dari pemerintah dan bantuan teknis dari tenaga ahli. Hasilnya, pelaksanaan rekonstruksi di sana relatif lebih cepat. Akan tetapi, metoda membangun yang masih konvensional dinilai kurang efisien.

Pelaksanaan rekonstruksi yang berhasil dapat dipelajari melalui penelitian yang membandingkan metode-metode rekonstruksi pasca gempa bumi di Gujarat. Studi di Gujarat tersebut memberikan bukti empiris bahwa perkembangan tren bantuan pembiayaan untuk rekonstruksi rumah swakelola sangatlah mungkin untuk diterapkan baik dari segi sosial, pembiayaan, maupun segi teknis. Hal ini menunjukkan bahwa dalam konteks pemberdayaan masyarakat dan potensi lokal, dengan pemberian bantuan pembiayaan dan teknis saja, masyarakat memiliki kapasitas dalam membangun rumah yang dapat merespon kebutuhan mereka. Respon yang terjadi jauh lebih baik jika dibandingkan dengan rumah yang diberikan langsung oleh agensi (LSM atau pemberi bantuan non-pemerintah).

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa hal yang penting dalam rekonstruksi pasca bencana adalah metode membangun hunian itu sendiri. Pembangunan hunian oleh kontraktor dengan metode konstruksi massal sebetulnya efektif untuk membangun rumah dengan jumlah banyak dalam waktu

3

Vebry, M., Kamal, N., & Lubis, R., Kajian 12 Bulan Pertama Kegiatan Rekonstruksi Dan

Rehabilitasi Perumahan Di Aceh Pasca Gempa Bumi Dan Tsunami, Ringkasan Penelitian,

(4)

yang singkat. Akan tetapi, tanpa pelibatan masyarakat dan pemberdayaan potensi lokal, rasa kepemilikan masyarakat menjadi rendah sehingga memicu timbulnya fenomena rumah kosong. Untuk menumbuhkan rasa kepemilikan pada penghuni dan pemilik mau menghuni rumahnya, diperlukan pelibatan masyarakat sebagai strategi membangun. Selain itu, budaya bermukim dan potensi lokal pun harus diperhatikan agar hunian sesuai dengan kebutuhan dan karakter masyarakat setempat.

POLA GABUNGAN

SISTEM PRODUKSI MASSAL DALAM PEMBANGUNAN RUMAH DENGAN PELIBATAN MASYARAKAT

+ + + +

POLA MASYARAKAT

Metode konvensional

Pengetahuan & keterampilan masyarakat yang tebatas

Pendampingan kurang memadai

POLA KONTRAKTOR 2D

STUDI KASUS

KEBUTUHAN MENDESAK RUMAH LAYAK HUNI

jumlah yang relatif banyak

waktu yang singkat

Æ Perencanaan pembangunan yang kurang matang

BENCANA

POLA KONTRAKTOR 1D

Fenomena rumah kosong (kurang sesuai keinginan masyarakat dan kualitas rendah)

Sulit dikembangkan lebih lanjut oleh masyarakat

Kontraktor lokal, metode konvensional, tidak melibatkan masy, Perlu kontrol tinggi agar tidak terjadi kecurangan

Metode baru, Perencanaan tidak melibatkan masyarakat, Teknologi ‘asing’ bagi masyarakat

Gambar I.1 Latar Belakang Penelitian

I.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang kondisi pembangunan pasca bencana di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

(5)

ƒ Pola kontraktor sebenarnya dinilai cukup efektif karena dapat memproduksi rumah sederhana relatif banyak dalam waktu yang relatif singkat, serta efisien dalam penggunaan sumber daya (terutama material) karena penggunaan teknologi yang benar. Akan tetapi perencanaan di segala bidang yang tidak melibatkan masyarakat menyebabkan rumah yang dihasilkan tidak sesuai dengan karakter dan keinginan masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat enggan menghuni rumahnya, rasa kepemilikan rendah, sehingga timbul fenomena rumah kosong. Teknologi yang digunakan kontraktor pun kebanyakan masih ‘asing’ bagi masyarakat, sehingga rumah yang terbangun sulit untuk dikembangkan lebih lanjut oleh pemiliknya.

ƒ Pola masyarakat terbukti berhasil mempercepat pembangunan rumah pasca bencana. Kepuasan serta rasa kepemilikan masyarakat pun rata-rata lebih tinggi terhadap rumah yang dibangun dengan pola ini. Akan tetapi, pengetahuan dan keterampilan masyarakat akan metode membangun masih terbatas, sehingga masyarakat hanya bisa membangun dengan metode konvensional. Hal ini menyebabkan produktifitas menjadi rendah, tidak efisien dalam pemakaian sumber daya (terutama material), serta kualitas yang seringkali tidak sesuai dengan standar keamanan, kenyamanan, maupun kesehatan.

ƒ Perlu perbaikan metode pembangunan rumah pasca bencana yang melibatkan masyarakat, dengan mengadaptasi pola kontraktor (industrialisasi) dalam membangun rumah masal yang lebih efisien. Perbaikan tersebut dirumuskan melalui pengembangan Model Proses Produksi Rumah Sederhana Untuk Mempercepat Masa Kostruksi Rumah Pasca Bencana.

Model ini diharapkan dapat menemukan metode yang paling efisien, sesuai dengan kebutuhan serta potensi yang ada, dengan masa konstruksi yang relatif paling cepat.

(6)

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah merumuskan model yang dapat memperbaiki proses membangun rumah sederhana pasca bencana, melalui adaptasi sistem produksi industrialisasi pada sistem yang melibatkan masyarakat.

I.4 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang utama adalah: Prinsip – prinsip desain apa yang sebaiknya diterapkan pada proses membangun rumah sederhana pasca bencana yang dapat diterima masyarakat sekaligus produktif dan efisien?

Adapun uraian dari pertanyaan penelitian secara spesifik adalah sebagai berikut: ƒ Perbaikan (intervensi) apa saja yang perlu dilakukan agar kinerja proses

membangun yang berlangsung di masyarakat akan menjadi lebih baik? ƒ Kriteria apa yang harus diterapkan agar metode membangun dengan

sistem produksi massal (industrialisasi) dapat diterapkan pada pembangunan dengan pola masyarakat?

ƒ Bagaimana metode membangun non-konvensional dengan sistem produksi massal (industrialisasi) dapat diadaptasi pada pembangunan oleh masyarakat dengan kondisi pasca bencana?

I.5 Manfaat Penelitian

Secara praktik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

ƒ Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai arahan bagi pelaksana rekonstruksi dalam proses pengadaan perumahan yang sesuai dengan kebutuhan, karakter masyarakat, serta potensi yang tersedia.

Yang dimaksud dengan pelaksana rekonstruksi disini adalah pemilik, pemerintah, serta pihak lain yang memiliki peran strategis dalam pelaksanaan rekonstruksi pasca bencana (pihak pemberi bantuan, LSM, pendamping masyarakat)

(7)

ƒ Diharapkan model yang dihasilkan dari penelitian ini aplikatif dan dapat dimanfaatkan untuk mempercepat masa rekonstruksi pasca bencana, sehingga produknya dapat diterima oleh masyarakat penerima bantuan.

Dalam bidang akademik, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam bidang kajian metode pembangunan rumah masal dalam pembangunan rumah sederhana yang melibatkan masyarakat.

I.6 Pendekatan Penelitian

Dalam arena teknologi, pokok persoalan penelitian terarah pada upaya untuk menjawab pertanyaan tentang sistem yang bagaimanakah yang perlu diciptakan agar suatu fenomena yang diinginkan dapat terwujud. Inti persoalan yang terungkap dari pertanyaan tersebut adalah persoalan untuk menggagaskan dan merumuskan struktur dari sistemnya. Dengan demikian, langkah pertama adalah merumuskan dengan jelas dan spesifik apa fenomena yang dikehendaki untuk terjadi.

Dalam hal tersebut, terdapat dua kategori persoalan. Yang pertama adalah persoalan yang berkaitan dengan upaya untuk mengubah suatu sistem yang telah ada menjadi sistem yang, berdasarkan pertimbangan tertentu, dipandang lebih unggul. Yang kedua tertuju kepada upaya mengintroduksi suatu sistem baru yang merupakan hasil ciptaan dalam berteknologi, ke dalam tatanan sistem yang telah ada, baik sistem fisik maupun sistem sosial. (Sasmojo, 2004)

Pokok penelitian ini terarah pada upaya untuk mengubah dan memperbaiki sistem yang telah ada di masyarakat, sehingga fenomena pembangunan rumah pasca-bencana, yang dinilai lambat dan tidak memuaskan, menjadi lebih cepat dengan kualitas yang baik. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan dengan pola pendekatan sebagai berikut:

(8)

ƒ Mengenali fenomena yang terjadi dalam pelaksanaan pembangunan rumah sederhana pada konteks pasca bencana. Untuk itu dilakukan kajian / elaborasi untuk mendapatkan gambaran mengenai struktur proses-proses dan sistem-sistem yang berkait dengan masalah tersebut, sehingga diketahui sebab-sebab terjadinya pengadaan perumahan pasca bencana yang lambat dan hasilnya tidak memuaskan. Kajian ini meliputi:

- elaborasi mengenai rumah sederhana (komponen, modul, dimensi) dan konsep pembangunan massal, komponenisasi, dan prefabrikasi pada sistem produksi (industrialisasi) bangunan melalui kajian literatur.

- studi mengenai pengadaan rumah dan organisasi membangun dalam situasi pasca bencana melalui melalui pengamatan langsung di daerah-daerah yang mengalami bencana di Indonesia (metode wawancara, diskusi), dan studi literatur (jurnal) penanganan rekonstruksi di negara-negara lain

Kajian-kajian tersebut digunakan untuk menggagaskan kerangka model, serta menyusun basis data yang diperlukan untuk melengkapi model yang diusulkan.

ƒ Melakukan analisis untuk mencari pola intervensi yang tepat untuk merubah sistem yang ada, sehingga fenomena yang dikehendaki terbentuk. Tahap ini dilakukan dengan cara mengidentifkasi fungsi-fungsi yang perlu ditegakkan serta menggagaskan struktur (kerangka model) untuk memungkinkan terlaksananya pola intervensi tersebut.

ƒ Pembentukan model untuk menggambarkan interaksi sistem dengan fenomena yang hendak diintervensi.

ƒ Menggagaskan dan merumuskan cara untuk membentuk struktur yang telah dirumuskan berupa prinsip-prinsip desain.

(9)

Fenomena Bencana & Pelaksanaan Rekonstruksi Keseluruhan proses Rekonstruksi dinilai lambat

OBSERVASI & ANALISIS TERHADAP FENOMENA BENCANA & PELAKSANAAN

REKONSTRUKSI

(mengungkapkan faktor-faktor yang melandasi timbulnya persoalan yang dirasakan)

1. Kontraktor yang menggunakan sistem produksi (industrialisasi), tanpa melibatkan masyarakat, efisien dan sesuai standar, namun kurang sesuai dengan karakter masyarakat. Menimbulkan fenomena rumah kosong

2. Masyarakat membangun sendiri dengan metode konvensional (rumah tunggal), lebih berhasil ‘merumahkan’ masyarakat, namun tidak sesuai standar dan tidak efisien.

Specific problem definition

& deskripsi struktur sistem pelaksanaan rekonstruksi yang ada:

1.Kualitas hasil produksi yang sangat rendah sehinga menimbulkan rendahnya tingkat kepuasan dan rasa kepemilikan.

2.Efisiensi yang rendah, hal ini terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat dalam desain, perencanaan maupun pelaksanaan konstruksi. 3.Produktifitas rendah, sistem & teknologi konvensional dengan pola pembangunan ‘single building’ sehingga pengadaan perumahan secara keseluruhan menjadi

lambat.

Pernyataan tentang pola-laku sistem yang tak diinginkan

RUMUSKAN FUNGSI-FUNGSI YANG PERLU DITEGAKKAN

(agar pola-laku yang tak dikehendaki tersingkirkan dan yang dikehendaki

terwujudkan), meliputi:

1. fungsi kualitas 2. fungsi efisiensi 3. fungsi produktifitas

Himpunan fungsi-fungsi yang perlu

ditegakkan

KEMBANGKAN HIMPUNAN PILIHAN STRUKTUR YANG LAYAK UNTUK

PENEGAKKAN FUNGSI YANG DIKEHENDAKI KEMBANGKAN KRITERIA DAN STRATEGI PEMILIHAN STRUKTUR

PILIH STRUKTUR YANG UNGGUL & SUSUN MODEL DENGAN STRUKTUR YANG

TERPILIH

PENGEMBANGAN MODEL PROSES PRODUKSI RUMAH SEDERHANA MASSAL UNTUK

REKONSTRUKSI PASCA BENCANA DI INDONESIA

Kriteria & strategi seleksi struktur yang unggul Pola-laku yang terungkap dari simulasi UBAH STRUKTUR FENOMENA SEMULA DENGAN STRUKTUR TERPILIH SESUAI KEINGINAN Perlu penelitian pendukung untuk menyediakan komponen struktur (BASIS DATA) ya tidak

Gambar I.2 Alur penelitian untuk memperbaiki sistem

I.7 Sistematika Pembahasan

Bab I membahas mengenai pendahuluan, berisi latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, kerangka penelitian, lingkup dan batasan penelitian, sistematika pembahasan, serta definisi operasional.

Bab II merupakan kajian teori mengenai rumah sederhana, konsep pembangunan massal pada sistem produksi (industrialisasi) bangunan, konsep metode membangun pada konteks pasca bencana, dan studi kasus pembangunan rumah

(10)

sederhana pasca bencana, disertai hasil temuan penelitian dari studi literatur dan studi kasus tersebut.

Bab III memaparkan mengenai metodologi yang digunakan dalam melaksanakan penelitian.

Bab IV memaparkan analisis terhadap fenomena yang ada dan perumusan perbaikan sistem melalui pembentukan kerangka model.

Bab V merupakan pengembangan model proses membangun rumah sederhana dengan industrialisasi bangunan pada pelaksanaan rekonstruksi pasca bencana yang melibatkan masyarakat.

Gambar

Gambar I.1  Latar Belakang Penelitian
Gambar I.2  Alur penelitian untuk memperbaiki sistem

Referensi

Dokumen terkait

Komunikator : yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang; Encoding : Penyandian, yakni proses pengalihan pikiran dalam bentuk lambang; Message : pesan,

[r]

1) Uang pecahan Indonesia yang terbesar saat ini adalah Rp. 2) Munculnya keresahan atas status rupiah yang terlalu rendah dari pada mata uang negara lain,

Analisa pemilihan skim pembiayaan pembangunan kapal dengan metode Fuzzy MCDM dapat digunakan untuk memecahkan persoalan keputusan dalam struktur informasi yang

Kolom pertama dan kedua merupakan hasil perkalian dari dua bilangan dengan hasil seperti pada baris pertama pada tiap tabel. Bilangan yang terbesar adalah 8. Jadi banyaknya maksimal

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) keberhasilan dari penggunaan model pembelajaran penemuan terbimbing dalam mata pelajaran

Penelitian yang memiliki hasil yang berbeda dengan penelitian ini adalah penelitian kolaborasi yang dilakukan oleh Setyaningrum Rahmawaty dan Ucik Witasari

Pencegahan preventif yang dilakukan oleh Kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pelaku penyebaran Berita Hoax adalah dengan cara membentuk Satuan Tugas