• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL ILMIAH PERJANJIAN PINJAM NAMA PERUSAHAAN DALAM PROYEK PEMBANGUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL ILMIAH PERJANJIAN PINJAM NAMA PERUSAHAAN DALAM PROYEK PEMBANGUNAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBANGUNAN

OLEH

TRI AYU APRIANA D1A 010 209

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

MATARAM 2014

(2)

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH

PERJANJIAN PINJAM NAMA PERUSAHAAN DALAM PROYEK PEMBANGUNAN

OLEH

TRI AYU APRIANA D1A 010 209 Menyetujui, Mataram, Agustus 2014 Pembimbing Utama Dr. H. Sudiarto, SH. M.Hum NIP : 195801011987031004

(3)

ABSTRAK

PERJANJIAN PINJAM NAMA PERUSAHAAN DALAM PROYEK PEMBANGUNAN

TRI AYU APRIANA D1A 010 209 FAKULTAS HUKUM

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme dan prosedur pinjam nama perusahaan dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap perusahaan dalam perjanjian pinjam nama untuk kegiatan proyek jika terjadi penyalahgunaan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mekanisme dan prosedur pinjam nama perusahaan dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak yang melakukannya tanpa ada perjanjian tertulis, dimana pemilik perusahaan mendapatkan sejumlah uang sebagai imbalan dari peminjaman perusahaan. Dalam praktik pekerjaan konstruksi tersebut dikerjakan atas nama dan tanggung jawab dari perusahaan yang dipinjam, sehingga tanggung jawab atas pekerjaan konstruksi tersebut menjadi tanggung jawab pemilik perusahaan, dengan demikian tidak ada perlindungan hukum terhadap perusahaan jika dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi tersebut terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh peminjam perusahaan.

Kata kunci : Perusahaan, konstruksi ABSTRACT

CREDIT AGREEMENT IN PROJECT DEVELOPMENT COMPANY NAME

The purpose of this study is to determine the mechanisms and procedures of borrowed company name and to know the legal protection of the company in the borrowed agreement for the name of the project activity in the event of misuse. The research method used is a normative. The results of the study as follows: 1. Based on the survey results revealed that the mechanisms and procedure of borrowed company name do by agreement of the parties without any written agreement, where the owner of the company get some money in exchange of borrowing companies. 2. In the practice of that construction works do on behalf of and responsibility of the companies that borrowed, thus there is no legal protection for the company if the execution of the construction works of default made by the borrower company.

(4)

PENDAHULUAN

Pada umumnya, suatu pekerjaan konstruksi diberikan oleh pengguna jasa kepada penyedia jasa yang memenuhi persyaratan seperti disebutkan diatas. Namun dalam kenyataannya seringkali terjadi penyalahgunaan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab. Misalnya saja pada pengerjaan suatu proyek konstruksi, seorang kontraktor yang mengerjakan suatu proyek konstruksi bukan pemilik perusahaan jasa konstruksi yang memenangkan tender pada proses lelang. Kontraktor tersebut hanya meminjam nama perusahaan yang bersangkutan untuk mendapatkan proyek konstruksi yang diinginkan. Setelah kontraktor yang bersangkutan selesai mengerjakan proyek konstruksi tersebut, ia akan memberikan fee sebesar 3% kepada pemilik nama perusahaan konstruksi yang dipinjam tadi. Penyalahgunaan seperti ini sudah sangat banyak terjadi dikalangan masyarakat jasa konstruksi, dan dikenal dengan istilah pinjam nama atau pinjam bendera.

Pinjam nama atau pinjam bendera dalam pengerjaan suatu proyek konstruksi seperti ini tentu akan menimbulkan permasalahan. Selain dapat menimbulkan masalah pajak, transaksi pinjam nama ini juga dapat menimbulkan masalah hukum. Contohnya jika hal ini dimanfaatkan untuk hal-hal negatif atau melanggar hukum. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 Pasal 11 yang menyebutkan bahwa pihak yang harus bertanggung jawab dalam hal ini adalah pihak yang memiliki izin usaha. Hal ini tentu sangat merugikan pihak yang memiliki izin usaha karena harus

(5)

mempertanggung jawabkan pekerjaan konstruksi yang sebenarnya tidak dikerjakannya.

Perjanjian pinjam nama oleh kontraktor seperti ini belum diatur dalam peraturan perundang-undangan. Selaian itu, tidak ada payung hukum bagi pemilik perusahaan yang dipinjam nama atau bendera perusahaannya oleh kontraktor lain jika terjadi penyalahgunaan. Rumusan Masalah. Berdasarkan uraian diatas ada beberapa permasalahan yang dapat dibahas dalam penelitian ini, yaitu : 1) Bagaimanakah mekanisme dan prosedur dalam pinjam nama perusahaan? 2) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap perusahaan dalam perjanjian pinjam nama untuk kegiatan proyek ? Tujuan dan Manfaat, 1) Tujuan penelitian, Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : a) Untuk mengetahui mekanisme dan prosedur pinjam nama perusahaan. b) Untuk mengetahui perlindungan terhadap perusahaan dalam perjanjian pinjam nama untuk kegiatan proyek jika terjadi penyalahgunaan. 2) Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan dari sisi: a) Praktis. (1) Diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pihak yang terkait dalam perjanjian pinjam nama dalam pengerjaan sebuah proyek. (1) Diharapkan bermanfaat bagi pemilik perusahaan konstruksi (CV) yang kurang memahami akibat dari praktek pinjam nama oleh kontrakor. b) Teoritis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis yang berupa sumbangan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan perjanjian. Penelitian ini memfokuskan pada metode

(6)

penelitian hukum normatif, yaitu melakukan penelitian dikepustakaan. Bahan Kepustakaan diperoleh dengan menggunakan teknik studi dokumen dengan melakukan identifikasi terhadap bahan-bahan pustaka yang dibutuhkan dalam penelitian ini, serta membaca, menelaah dan mengutip hal-hal yang penting yang berkaitan dengan penelitian ini.

(7)

PEMBAHASAN

Mekanisme dan Prosedur dalam Pinjam Nama Perusahaan

Walaupun sistem pengadaan barang/jasa pemerintah sudah ditetapkan dan melalui proses yang panjang dan rumit, namun dalam praktiknya masih ada praktik-praktik kecurangan yang dilakukan. Seperti yang muncul dan menjadi pokok permasalahan adalah sebuah perusahaan penyedia barang/ jasa atau perorangan meminjam nama perusahaan lain untuk mengikuti pelaksanaan pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah. Perusahaan yang ditunjuk sebagai pemenang pada proses pengadaan barang/jasa tidak mengerjakan proyek pembangunan tersebut, pelaksanaan pekerjaan dilakukan oleh perusahaan atau pihak yang telah meminjam nama perusahaan tersebut. Perusahaan yang tercatat namanya sebagai penyedia jasa tadi hanya meminjamkan nama atau bendera perusahaannya saja kepada perusahaan atau pihak lain.

Dalam pembahasan ini penulis akan menguraikan atau mengkaitkan perjanjian pinjam nama perusahaan dengan perjanjian pada umumnya. Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut perikatan yang didalamnya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, salah satunya adalah azas konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan

(8)

perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan mekanisme dan prosedur dalam perjanjian pinjam nama perusahaan yang terjadi tanpa adanya suatu perjanjian tertulis. Hanya terjadi kesepakatan antara pemilik perusahaan dengan kontraktor peminjam. Kontraktor yang meminjam nama perusahaan akan memberikan fee sebesar 3% dari nilai suatu proyek yang akan dikerjakan.

Azas konsensualitas sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian, yaitu : 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Artinya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan; 2) Kecakapan, Yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian harus cakap menurut hukum, serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian.

Dalam Pasal 1330 KUH Perdata disebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, yakni : (1) Orang yang belum dewasa (berumur kurang dari 21 tahun); (2) Mereka yang berada dibawah pengampuan; (3) Semua orang yang dilarang oleh undang-undang untuk membuat perjanjian-perjanjian tertentu; 3) Mengenai suatu hal tertentu. Hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu. Menurut Pasal 1332 BW ditentukan bahwa barang-barang yang bisa dijadikan obyek perjanjian hanyalah barang-barang yang dapat diperdagangkan. Ketentuan dalam Pasal tersebut menunjukkan bahwa dalam

(9)

perjanjian harus jelas apa yang menjadi obyeknya sehingga perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik. 4) Suatu sebab yang halal.Yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban.

Syarat nomor 1 dan 2 disebut dengan syarat subyektif karena mengenai subyek yang mengadakan perjanjian. Jika syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Sedangkan syarat nomor 3 dan 4 disebut syarat obyektif karena mengenai obyek dari suatu perjanjian. Jika syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu akan batal demi hukum. Artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

Selain merupakan perjanjian tidak tertulis, perjanjian pinjam nama juga tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Obyek dalam perjanjian pinjam nama perusahaan adalah nama atau bendera dari perusahaan bersangkutan. Sedangkan dalam syarat sahnya perjanjian, yang dapat dijadikan sebagai obyek pada perjanjian adalah barang atau benda, baik yang telah ada maupun yang akan ada. Sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian pinjam nama tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian.

Dalam Pasal 17 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dikatakan bahwa pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas.

(10)

Perjanjian pinjam nama dapat dikatakan sebagai bentuk pengikatan yang dilakukan para pihak dalam hubungan kerja jasa konstruksi, namun perjanjian pinjam nama tidak dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat karena dilakukan dengan cara tidak jujur dan melawan hukum. Persaingan dikatakan tidak sehat apabila dilakukan dengan cara tidak jujur, melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.1

Praktek peminjaman nama perusahaan ini umumnya disebabkan oleh persyaratan-persyaratan yang ditetapkan bagi penyedia jasa untuk mengikuti proses lelang sangat rumit. Selain itu dalam proses pengadaan barang/jasa khususnya pengadaan jasa konstruksi tidak dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa karena tidak semua syarat-syarat yang ditetapkan panitia lelang dapat dipenuhi oleh penyedia barang/jasa.

Peminjaman nama perusahaan ini tentu dilakukan dengan persetujuan Direksi atau pun Pengurusnya. Selain itu praktek peminjaman nama perusahaan ini juga dilakukan tanpa sepengetahuan panitia lelang yang menyelenggarakan pengadaan lelang barang/jasa, khususnya lelang jasa konstruksi. Praktek peminjaman nama perusahaan tersebut merupakan perjanjian dibawah tangan antar penyedia barang/jasa. Tidak dilakukan dengan perjanjian tertulis, melainkan hanya dengan kesepakatan antara para pihak yang melakukannya dan tanpa pengesahan dari pejabat yang berwenang. Perjanjian pinjam nama merupakan perjanjian innominat, karena tidak disebutkan dan tidak diatur secara jelas dalam KUH Perdata, namun

1

(11)

berkembang dalam masyarakat dan tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna karena hanya merupakan perjanjian dibawah tangan.

Perlindungan Hukum Terhadap Perusahaan dalam Perjanjian Pinjam Nama untuk Kegiatan Proyek

Pasal 55 Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi jo. Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi menyebutkan mengenai larangan persekongkolan bagi pengguna jasa dan penyedia jasa atau antar penyedia jasa dan atau sub penyedia jasa, yaitu sebagai berikut : (1) Pengguna jasa dan penyedia jasa atau antar penyedia jasa dilaranag melakukan persekongkolan untuk mengatur dan atau menentukan pemenang dalam pelelangan umum atau pelelangan terbatas sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat; (2) Pengguna jasa dan penyedia jasa dilarang melakukan persekongkolan untuk menaikkan nilai pekerjaan (mark up) yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat dan atau keuangan Negara; (3) Pelaksana konstruksi dan atau sub pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi dan atau sub pengawas konstruksi dilarang melakukan persekongkolan untuk mengatur dan menentukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat; (4) Pelaksana konstruksi dan atau sub pelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi dan atau sub pengawas konstruksi dan atau pemasok dilarang melakukan persekongkolan untuk mengatur dan menentukan pemasokan bahan dan atau komponen

(12)

bangunan dan atau peralatan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat; (5) Pengguna jasa dan atau penyedia jasa dan atau pemasok yang melakukan persekongkolan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya dalam Pasal 87 ayat (3) Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah jo. Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dikatakan bahwa penyedia barang/jasa dilarang mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama berdasarkan kontrak dengan melakukan subkontrak kepada pihak lain, kecuali sebagian pekerjaan utama kepada penyedia barang/jasa spesialis. Dalam peraturan-peraturan ini tidak diatur mengenai larangan peminjaman nama perusahaan, begitu juga dengan perlindungan hukum terhadap penyedia jasa (perusahaan) yang melakukan peminjaman nama perusahaan jika terjadi penyalahgunaan atau wanprestasi oleh pihak penyedia jasa peminjam nama perusahaan.

Penyedia jasa konstruksi yang tidak masuk dalam kualifikasi dan kompetensi namun berminat untuk mengikuti lelang pengadaan barang dan jasa tersebut tentunya akan berupaya agar tetap dapat mengikuti lelang yang dimaksud. Salah satu caranya adalah dengan meminjam nama perusahaan lain yang masuk kualifikasi untuk mengikuti lelang tersebut dan apabila perusahaan yang dipinjam namanya tersebut menang dalam lelang maka

(13)

pelaksana pekerjaan adalah penyedia jasa (Perusahaan) yang meminjam nama perusahaan tersebut.

Praktek-praktek semacam ini tidak akan menimbulkan kerugian bagi pengguna barang/jasa apabila dilaksanakan pengawasan yang ketat dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai spesifikasi tekhnis yang telah ditentukan dalam kontrak. Namun bila tidak ada pengawasan secara ketat maka sedikit banyak akan menurunkan kualitas pekerjaan. Kerugian yang diderita oleh penyedia jasa (perusahaan) pemenang lelang dan penandatanganan kontrak adalah apabila kualitas pekerjaan yang dikerjakan oleh perusahaan peminjam nama hasilnya kurang baik, atau perusahaan peminjam nama tersebut melakukan wanprestasi yang berakibat pada menurunnya kredibilitas perusahaan yang dipinjam namanya tersebut. Dalam hal seperti ini tidak ada bentuk perlindungan yang akan didapatkan oleh penyedia jasa yang dipinjam nama perusahaannya karena pinjam nama perusahaan merupakan perjanjian dibawah tangan yang tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Pihak peminjam nama perusahaan bisa saja mengelak dari permintaan penyedia jasa yang dipinjam untuk bertanggung jawab atas kualitas hasil pekerjaannya atau melakukan wanprestasi karena tidak ada hal yang dapat membuktikan bahwa pihak peminjamlah yang bertindak sebagai pelaksana dalam suatu proyek pembangunan. Pihak peminjam nama perusahaan mengerjakan proyek pembangunan tersebut atas nama dan tanggung jawab dari perusahaan yang dipinjam, maka dengan sendirinya tanggung jawab atas pekerjaan konstruksi

(14)

tersebut menjadi tanggung jawab pemilik perusahaan. Karena penyedia jasa yang menandatangani kontrak adalah penyedia jasa yang meminjamkan nama perusahaannya kepada pihak lain. Dengan demikian tidak ada perlindungan hukum terhadap perusahaan jika dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi tersebut terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh peminjam perusahaan.

(15)

PENUTUP Kesimpulan

Perjanjian pinjam nama perusahaan adalah merupakan kesepakatan para pihak yang dilakukan secara tidak tertulis antara pemilik perusahaan dengan pihak yang meminjam nama perusahaan tersebut untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi dari proyek yang dibiayai oleh APBN dan/atau APBD, dimana pemilik perusahaan mendapatkan sejumlah uang sebagai imbalan dari peminjaman perusahaan dan peminjam dapat menggunakan nama perusahaan tersebut dengan memberikan sejumlah uang. Seluruh tanggung jawab atas pekerjaan tersebut menjadi tanggung jawab pemilik perusahaan. Dalam praktik pekerjaan konstruksi tersebut dikerjakan atas nama dan tanggung jawab dari perusahaan yang dipinjam, maka dengan sendirinya tanggung jawab atas pekerjaan konstruksi tersebut menjadi tanggung jawab pemilik perusahaan. Dengan demikian tidak ada perlindungan hukum terhadap perusahaan jika dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi tersebut terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh peminjam perusahaan.

Saran

Diharapkan kepada panitia penyelenggara proses lelang untuk lebih jeli dalam mencermati persyaratan-persyaratan yang diberikan oleh penyedia barang/jasa pada saat pendaftaran peserta lelang serta dalam melakukan evaluasi dokumen administrasi dan teknis serta penawaran untuk menghindari praktek peminjaman nama perusahaan dalam pelaksanaan

(16)

lelang. Diharapkan pula kepada pihak penyedia barang/jasa (perusahaan) yang meminjamkan nama perusahaannya pada waktu yang akan datang untuk tidak melakukan praktek-praktek semacam itu, karena bila terjadi penyalahgunaan oleh pihak perusahaan peminjam akan menimbulkan kerugian inmateril bagi perusahaan yang dipinjamkan namanya, yaitu hilangnya kepercayaan pemerintah sebagai pengguna barang/jasa terhadap perusahaan tersebut serta hilangnya kesempatan untuk mengikuti lelang pengadaan barang/jasa pada masa yang akan datang.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Dan Makalah

Ashadie, Zaeni, 2005, Hukum Bisnis, PT. Raja Gravindo, Jakarta.

Darminto, Eko Sri, 2006, Akibat Hukum Peminjaman Nama Badan Usaha Dalam Lelang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Ditinjau Dari Keputusan Presiden No 80 Tahun 2003 Dipemerintah Provinsi Jawa Tengah, Tesis Megister Kenotariatan Universitas Diponegoro.

Harahap, Yahya, 1992, Hukum Perjanjian Indonesia, Djambatan, Jakarta. Isparoyini, Baiq, 1987, Tanggung Jawab Kontraktor Dan Konsultan Terhadap

Hasil Kerja Dan Permasalahannya Studi Di Kabipaten Lombok Timur, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Mataram.

Konok, Uugie, 2011, Persekutuan Komanditer, http://www.artikelhukum.com, Diakses tgl 31 maret 2014.

Mail, Curcor, 2010, Pengerrian Konstruksi, http://www.artikelhukum.com, Diakses tgl 18 maret 2014.

Meliala, A. Qiram Syamsudin, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembngannya, Liberty, Yogyakarta.

Muhammad, Abdul Kadir, 1992, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Nahasan, Jeanot, 2010, Prosedur, Syarat Dan Cara Mendirikan CV, http://www.artikelhukum.com, Diakses tgl 31 maret 2014.

Patrik, Pirwahid, 1994, dasar-Dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung.

Prodjodikoro, R. Wirjono. 1993, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung.

Rahayu, Sri, 2012, Definisi Dari CV (Comanditaire venootschap), http://www.artikelhukum.com, Diakses tgl 26 maret 2014.

Rahayu, Srikandi, 2010, Seputar Pengertian Perlindungan Hukum, http://www.artikelhukum.com, Diakses tgl 26 maret 2014

(18)

Satrio, J, 1995, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung.

Setiawan, R, 1994, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta Bandung. Sinungan, Mucdarsyah, 1990, Kredit Seluk Beluk Dan Pengelolaannya,

Tograf, Yogyakarta.

Siswanto, Arie, 2001, Persaingan Usaha Tidak Sehat, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Subekti, R, 1993, Hukum Perjanjian, PT. Internusa, Jakarta.

2. Paraturan Perundang-Undangan

Indonesia, Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. LN No. 54 Tahun 2000 TLN No. 3833

Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. LN No. 59 Tahun 2010

Indonesia, Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. LN No. 155 Tahun 2012 TLN No. 5334

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dikatakan bahwa kajian kesesuaian penyimpanan sediaan obat di gudang obat dan kamar obat Puskesmas Pahandut dan

Kesimpulan penelitian ini adalah (1) Profil capaian indikator Standar Penilaian menunjukkan hasil yang bervariasi dengan rata-rata capaian sebesar 78,8%; (2) Indikator yang

ESD  mempromosikan  kompetensi seperti berpikir kritis, membayangkan skenario masa  depan  dan  membuat  keputusan  dengan cara  kolaboratif.  Pendidikan  untuk

Untuk membran yang sama dengan konsentrasi yang berbeda, dapat terlihat bahwa pori- pori semakin rapat dengan kenaikan konsentrasi polimer. Pada membran CA dapat

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik meneliti tentang pemahaman pajak penghasilan dan sanksi pajak pada (pegawai) atau wajib pajak orang pribadi di kampung petis

Dari sini muncul beberapa pertanyaan yang menjadi fokus kajian tulisan ini, yaitu: Bagaimana kehujjahan maslahat sebagai dalil hukum ketika kontradiksi dengan nash (teks)

Hasil yang sama juga diperoleh pada analisis Kruskal Walis One Way Anova yang menunjukkan hasil yang tidak signifikan antara status gizi dengan frekuensi sakit,

Referensi teori yang terkait dengan permainan matematika serta daya tarik bagi peserta didik yang telah diperoleh dijadikan sebagai fondasi dasar dan alat utama bagi