• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1.Kolom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5.1.Kolom"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

A. PENDAHULUAN 1. Jenis-jenis Kolom

- Kolom Tidak Bertulang: - Dari batu atau beton

- Pada bangunan-bangunan kuno

- Kolom Beton Bertulang:

5

KOLOM

Beton Bertulang

(2)

- Kolom Beton Bertulang Pracetak

Kolom adalah suatu komponen struktur yang menahan - beban desak sentris atau

- beban desak eksentris (atau: kombinasi beban desak sentris dan momen)

Bentuk kolom yang paling sederhana adalah yang kedua ujungnya berupa tumpuan sendi. Kolom ini hanya mengalami gaya desak sentris. Tetapi bentuk ini jarang digunanakan dalam struktur beton, karena sulit dan mahal untuk mendapatkan tumpuan sendi yang sempurna.

Pada struktur beton, kolom sering merupakan bagian dari suatu struktur rangka. Dengan adanya hubungan kaku antara balok dan kolom atau kolom dengan fondasi, maka selain menahan gaya desak sentris pada kolom juga terdapat beban momen. Dalam hal ini kolom menjadi penahan gaya desak eksentris.

Kolom merupakan elemen struktur yang vital. Jika kolom mengalami kegagalan maka balok yang menumpu padanya, dan mungkin juga seluruh bangunan, akan mengalami keruntuhan.

(3)

Berdasarkan bentuk penampang dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Kolom Segiempat atau Bujursangkar, dengan tulangan memanjang dan begel berupa sengkang biasa (sekang ikat)

2. Kolom Bulat, dengan tulangan memanjang dan begel yang berupa tulangan spiral.

3. Kolom Segi-Banyak dan Kolom tidak beraturan, dengan tulangan memanjang dan begel yang berupa sengkang ikat atau tulangan spiral.

(4)

4. Kolom Komposit, berupa kombinasi elemen memanjang berupa baja profil struktural dan beton, dengan atau tanpa sengkang/begel.

Ketentuan bahwa pada kolom bulat digunakan sengkang lilitan spiral dan pada kolom bentuk lain dengan sengkang ikat biasa, adalah bukan suatu keharusan. Pada kolom lain (bukan kolom bulat) dapat juga digunakan sengkang lilitan spiral, namun karena proses membuatnya cukup sulit maka pada kolom jenis ini digunakan sengkang ikat biasa.

Kolom dengan begel spiral mempunyai daktilitas yang lebih baik dibandingkan dengan kolom dengan sengkang biasa (ikat).

Kedua jenis kolom berperilaku sama sampai selimut beton (bagin beton diluar begel) pecah dan lepas (terkelupas). Selanjutnya pada beban yang terus ditingkatkan, pada kolom dengan begel sengkang ikat akan terjadi kehancuran pada beton di bagian dalam dan kemungkinan tulangan memanjang mengalami tekuk (buckling). Sedangkan pada kolom dengan begel spiral, beton di bagian dalam yang terkurung oleh lilitan spiral masih dapat efektif menahan beban aksial sampai beton tersebut hancur dan baja lilitan spiral mencapai tegangan lelehnya. Jadi kolom dengan lilitan spiral mampu mengalami deformasi yang lebih besar sebelum runtuh. Luas tulangan dan jarak lilitan spiral akan mempengaruhi perilaku ini.

Berdasarkan posisi beban yang bekerja pada penampang melintang dibedakan menjadi:

(5)

1. Kolom dengan beban aksial desak sentris,

2. Kolom dengan beban aksial desak eksentris

Beban P tidak bekerja di pusat kolom, tetapi bekerja dengan eksentrisitas ex dan ey. Jenis beban ini dapat diekivalensikan menjadi beban desak sentris dan beban momen yang sesuai. Berdasarkan eksentrisitas Beban P, momen yang bekerja dapat berupa:

o momen yang bekerja terhadap satu sumbu (x atau y) saja, disebut momen lentur uniaksial,

o atau momen yang bekerja terhadap sumbu x dan sumbu y, disebut momen lentur biaksial.

3. Berdasarkan kelangsingan kolom dibedakan menjadi: 1. Kolom Pendek

Yaitu jika pengaruh kemungkinan terjadinya bahaya tekuk (buckling) tidak perlu diperhatikan,

2. Kolom Panjang (Kolom Langsing)

Yaitu jika pengaruh kemungkinan terjadinya bahaya tekuk (buckling) harus diperhatikan.

Kelangsingan kolom dipengaruhi oleh: - dimensi penampang,

(6)

- panjang kolom, dan

- jenis tumpuan pada ujung2 kolom. Bahaya tekuk (buckling) pada kolom

2. Kuat Perlu dan Kuat Rencana

Kuat perlu suatu penampang dihitung dengan faktor beban dan kombinasi beban sbb. (SK SNI 03-2847-2002):

1. Beban Mati : U = 1,4 D

2. Beban Mati & Hidup : U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)

3. Beban Angin : U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R) U = 0,9 D ± 1,6 W

4. Beban Gempa : U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E & U = 0,9 D ± 1,0 E 5. Tekanan Tanah : U = 1,2 D + 1,6 L + 1,6 H + 0,5 (A atau R) 6. Temperatur : U = 0,75 (1,2 D + 1,6 L + 1,6 T)

7. Beban Dinamik : Pada beban hidup L di kalikan Faktor Kejut 8. Beban Fluida : U = 1,2 D + 1,6 L + 1,2 F + 0,5 (A atau R)

U = 1,4 D + 1,4 F 9. Beban Tumbukan P : Ditambahkan 1,2 P

Kuat Rencana suatu penampang diperoleh dari Kuat Nominalnya dikalikan dengan faktor reduksi menurut SK SNI 03-2847-2002:

Faktor reduksi untuk kolom:

- Beban Aksial Desak dan Beban Aksial Desak dengan Lentur

Kolom dengan tulangan spiral sesuai pasal 12.9.3 SK SNI Φ = 0,70

(7)

- Untuk beban aksial desak yang makin kecil, faktor reduksi Φ dapat ditingkatkan secara linier dari 0,65 atau 0,70 tsb menjadi 0,8; dengan menurunnya nilai Φ.Pn dari 10%.(fc’.Ag) ke nilai nol.

Syarat: fy ≤ 400 MPa, tulangan simetrik, dan (h-d’-ds)/h ≥ 0,65. Jika syarat tidak dipenuhi:

Faktor reduksi Φ dapat ditingkatkan secara linier dari 0,65 atau 0,70 tersebut menjadi 0,8; dengan menurunnya nilai Φ.Pn dari 10%.(fc’.Ag) atau Pb (pilih yang terkecil) ke nilai nol.

Faktor reduksi untuk kolom:

- Geser dan Torsi Φ = 0,75

3. Dasar-dasar dan asumsi pada analisis dan perancangan kolom beton bertulang

Dasar-dasar dan asumsi seperti yang digunakan dalam kasus lentur (balok): - Berlaku hipotesa Bernoulli dan Navier

- Beton yang mengalami tegangan tarik diabaikan dan dianggap tidak menahan tegangan tarik yang terjadi.

- Batas2 regangan dan distribusi tegangan pada beton desak dan baja tulangan mengikuti standard yang berlaku (misal: SK SNI 03-2847-2002)

4. Jenis-jenis Keruntuhan Kolom Kolom dapat mengalami keruntuhan: 1. Karena kehancuran bahan:

1.1 Keruntuhan under reinforced, jika beton desak hancur (mencapai regangan -0,003) dengan didahului tegangan tarik baja mencapai tegangan lelehnya. Keruntuhan terjadi dengan peringatan dini yang berupa deformasi yang cukup besar.

1.2 Keruntuhan over reinforced, jika beton desak hancur (mencapai regangan -0,003) ketika tegangan tarik baja belum mencapai tegangan lelehnya. Keruntuhan terjadi dengan tiba-tiba.

1.3 Keruntuhan tarik, yaitu jika regangan baja tarik mencapai atau melampaui regangan lelehnya, sedangkan beton desak belum mencapai regangan maks. -0,003. Hal ini terjadi jika jumlah tulangan tarik sangat kecil (lebih kecil dari Amin)

(8)

2. Karena kehilangan stabilitas lateral:

Jenis keruntuhan ini terjadi pada kolom dengan kelangsingan tinggi. Kolom mengalami tekuk (buckling).

B. PERSYARATAN DETAIL PENULANGAN KOLOM 1. Lindungan beton:

a). untuk beton bertulang cor ditempat: tulangan pokok, sengkang dan lilitan spiral harus mempunyai lindungan beton ≥ 40 mm

b). untuk beton pracetak:

lindungan beton utk tulangan pokok ≥ db, ≥ 15 mm, ≤ 40 mm, lindungan beton untuk dan sengkang dan lilitan spiral ≥ 10 mm

c). untuk beton prategang:

lindungan beton utk tulangan pokok ≥ 40 mm, lindungan beton untuk dan sengkang dan lilitan spiral ≥ 25 mm

2. Tulangan memanjang

Rasio luas tulangan pokok memanjang dan luas penampang kolom dibatasi: 1% ≤ ρg = As / Ag ≤ 8%. Rasio yang lazim digunakan berkisar antara 1% - 4%. Nilai 8% dapat terjadi pada sambungan tulangan lewatan.

Jumlah tulangan memanjang minimum ditentukan sbb. (SK SNI): o 6 batang, untuk kolom dengan begel spiral,

o 4 batang, untuk kolom dengan sengkang ikat berbentuk segi empat atau lingkaran, o 3 batang, untuk kolom dengan sengkang ikat berbentuk segitiga.

Jarak bersih antar tulangan pokok memanjang pada kolom dengan sengkang ikat minimal 1,5 db atau 40 mm (nilai terbesar menentukan).

3. Sengkang ikat

o Diameter sengkang ikat ≥ D-10 (dia.9,0 mm) jika dia. tulangan pokok ≤ D-32 (dia.16,3mm) , dan ≥ D-13 (dia.10,3 mm) jika dia. tulangan pokok > D-32.

o Jarak bersih pada arah memanjang kolom: ≤ 16 x dia. tulangan pokok memanjang

(9)

kolom, ≤ 48 x dia. sengkang, ≤ lebar (b) penampang kolom (b < h).

o Tidak boleh ada tul.pokok yang berjarak bersih > 150 mm dari tul.pokok yang ditahan secara lateral. Jika ada, maka harus dipasang sengkang pengikat.

4. Lilitan Spiral

o Untuk beton cor ditempat, diameter lilitan spiral ≥ 10 mm, tetapi umumnya ≤ 16 mm.

o Jarak bersih pada arah memanjang kolom: 25 mm ≤ s ≤ 75 mm.

o Penjangkaran dilakukan dengan 1,5 lilitan ekstra pada kedua ujung spiral.

o Rasio tulangan spiral: ρs ≥ 0,45 ( Ag / Ac -1) . fc‘ / fy → dg. fy≤ 400 Mpa

C. KOLOM PENDEK DAN KOLOM PANJANG (LANGSING) Berdasarkan kelangsingan kolom dibedakan menjadi:

1. Kolom Pendek

Yaitu jika pengaruh kemungkinan terjadinya bahaya tekuk (buckling) tidak perlu diperhatikan.

2. Kolom Panjang (Kolom Langsing)

Yaitu jika pengaruh kemungkinan terjadinya bahaya tekuk (buckling) harus diperhatikan.

Kelangsingan kolom dipengaruhi oleh: - dimensi penampang,

- panjang kolom, dan

(10)

Menurut SK SNI, pengaruh kelangsingan boleh diabaikan jika dipenuhi syarat sbb.:

(1) Pada portal tak bergoyang:

(2) Pada portal bergoyang:

k = faktor panjang efektif kolom ( tergantung dari jenis tumpuan ujung) lu = panjang bagian kolom yang tidak ditahan lateral

r = jari-jari girasi = √(I / A)

M1 dan M2 = momen batas (sdh dikalikan faktor beban) pada ujung-ujung kolom, dengan M1 < M2

1. KOLOM PENDEK DENGAN BEBAN SENTRIS & KOLOM PENDEK DENGAN BEBAN BEREKSENTRISITAS KECIL

Untuk kolom jenis ini, pada keadaan beban batas dianggap beton mengalami tegangan desak merata sebesar 0,85.fc‘ dan semua baja tulangan mencapai tegangan luluh fy.

Kuat nominal kolom pendek tsb.adalah: Po = 0,85.fc‘.(Ag – Ast) + fy . Ast

Kuat rencana kolom pendek: φ.Pn = φ.Po Karena perilaku yang berbeda, maka faktor reduksi kekuatan f dibedakan sbb.:

Untuk kolom dg. lilitan spiral φ = 0,70 Untuk kolom dg. sengkang ikat φ = 0,65

Meskipun secara teoritis beban aksial bekerja sentris (e = 0), kuat rencana kolom pendek tsb harus direduksi sesuai jenis begelnya sbb. (SK SNI 03-2847-2002 Ps. 12.3.5)):

(1) Kolom dengan lilitan spiral dan kolom komposit, faktor reduksi = 0,85 φ.Pn,max = 0,85 {φ ( 0,85.fc‘.(Ag – Ast) + fy . Ast)}

(2) Kolom dengan sengkang ikat, faktor reduksi = 0,80 φ.Pn,max = 0,80 {φ ( 0,85.fc‘.(Ag – Ast) + fy . Ast)}

Dengan demikian maka secara tidak langsung diperhatikan adanya eksentrisitas minimum (kecil), yang mungkin terjadi akibat:

    − < ⋅ 2 1 12 34 M M r l k u

22

<

r

l

k

u

(11)

- Pelaksanaan yang tidak sempurna (penggeseran as kolom (bangunan)), - Variasi mutu bahan yang tidak merata

- Pengaruh hubungan monolit dengan balok-balok pada ujung-ujung kolom. 1.1 ANALISIS KOLOM PENDEK DENGAN BEBAN BEREKSENTRISITAS KECIL:

Analisis à - pemeriksaan kekuatan kolom berdasarkan kekuatan maksimum bahannya (tanpa memperhatikan pengaruh panjang kolom (kelangsingan)).

- pemeriksaan detail penulangan dan persyaratan penggunaan/ pemasangan tulangan.

Contoh 1.1

Beton fc‘ = 25 MPa Baja fy = 400 MPa

Lindungan beton 40 mm (dari sisi luar sengkang)

Tentukan beban aksial maksimum yang dapat didukung kolom pendek tersebut. Pemeriksaan Tulangan Pokok (memanjang):

Rasio tulangan pokok:

ρg = Ast / Ag = (8.0,25.π.292) / (4002) = 5284,16 /160000 = 0,033 > 0,01 < 0,08 OK! Jumlah tulangan:

8 buah > 4 buah (jml. min. untuk sengkang ikat segi empat), OK! Jarak bersih tulangan pokok:

(400 – 2.40 – 2.10 – 3.29) / 2 = 106,5 mm > 1,5 db = 1,5.29 = 43,5 mm > 40 mm

< 150 mm, OK! Pemeriksaan Sengkang:

Diam. tul. pokok = 29 mm < 32 mm à diameter sengkang 10 mm OK! Jarak antar sengkang pusat kepusat = 250 mm < 48 . dsk = 48 . 10 = 480 mm

< 16 . db = 16 . 29 = 464 mm < b = 400 mm, OK !

(12)

Kuat rencana kolom:

Kolom dengan sengkang ikat: faktor reduksi kekuatan φ = 0,65 faktor reduksi eksentrisitas kecil = 0,80

φ . Pn,max = 0,80 (f ( 0,85.fc‘.(Ag – Ast) + fy . Ast)) = 0,80 (0,65 (0,85 . 25 (160000 – 5284,16)/1000 + 400 . 5284,16 / 1000)) = 2808,715 kN Contoh 1.2 Beton fc‘ = 30 MPa Baja fy = 400 MPa

Lindungan beton 40 mm (dari sisi luar spiral) Beban terfaktor yang bekerja:

Pu = 2400 kN, dengan eksentrisitas kecil. Periksa apakah kolom pendek ini mampu menahan beban tsb.!

Pemeriksaan Tulangan Pokok (memanjang): Rasio tulangan pokok:

ρg = Ast / Ag = (7.0,25.π.252) / (0,25.π.3802) = 3436,12 /113411,5 = 0,03 > 0,01 dan < 0,08 OK!

Jumlah tulangan:

7 buah > 6 buah (jml. min. untuk begel lilitan spiral), OK!

Pemeriksaan Lilitan Spiral:

Diam. tul. pokok = 25 mm < 32 mm à diameter btg. spiral 10 mm, OK! ρs,aktual = (4.Asp) / (Dc.s) = (4 . 0,25.π.102) / ((380 – 2.40).50) = 0,021

ρs,min = 0,45.(Ag / Ac – 1). (fc‘/fy) = 0,45. (113411,5 / 70685,8 – 1) . (30 / 400) = 0,0204

ρs,aktual = 0,021 > ρs,min = 0,0204 , OK!

Kuat rencana kolom:

Kolom dengan lilitan spiral: faktor reduksi kekuatan φ = 0,70 faktor reduksi ekssentrisitas kecil = 0,85

(13)

φ.Pn,max = 0,85 (φ (0,85.fc‘.(Ag – Ast) + fy . Ast))

= 0,85 (0,70 (0,85 . 30. (113411,5 – 3436,12)/1000 + 400 . 3436,12 / 1000)) = 2486,40 kN > Pu = 2400 kN, OK!

1.2 PERANCANGAN KOLOM PENDEK DENGAN BEBAN BEREKSENTRISITAS KECIL

Perancangan à - menentukan bentuk dan dimensi kolom - menentukan mutu bahan (baja dan beton) - menghitung kebutuhan baja tulangan

- memasang baja tulangan memanjang & sengkang sesuai ketentuan

Pada umumnya bentuk dan dimesi kolom serta mutu bahan sudah ditetapkan (diasumsikan) pada tahap prarancangan.

Contoh 1.3

Bahan : Beton fc‘ = 30 MPa dan Baja fy = 400 MPa

Beban : Beban mati = 1400 kN dan beban hidup = 850 kN (keduanya sentris) Kolom berbentuk EPP dg ukuran 400 x 400.

Hitung kebutuhan tulangan pokok untuk kolom tersebut.

Penyelesaian:

Beban terfaktor (kuat perlu) Pu = 1,2 . 1400 + 1,6 . 850 = 3040 kN Ag = 400 x 400 = 160000 mm2

Kolom dengan sengkang ikat: φ = 0,65 dan faktor reduksi eks.kecil = 0,80 Jadi: Pu = φ . Pn,maks 3040 = 0,80 (φ (0,85.fc‘.(Ag – Ast) + fy . Ast)) = 0,80 (0,65 (0,85.30.(160000 – Ast) / 1000 + 400.Ast / 1000)) 1766,15 = 0,3745 Ast Ast = 4716,02 mm2 < Digunakan: 8D29 = 5284 mm2 Kontrol rasio tulangan pokok:

(14)

Kontrol jarak tulangan:

Jarak bersih tulangan:

(400 – 2.40 – 2.10 – 3.29) / 2 = 106,5 mm > 43,5 mm < 150 mm OK!

2. KOLOM PENDEK DENGAN BEBAN BEREKSENTRISITAS BESAR

Jika beban Pu bekerja pada penampang kolom dan berjarak e dari sumbu kolom, maka akibat yang ditimbulkan oleh beban tersebut adalah sama dengan apabila suatu pasangan yang terdiri atas beban Pu sentris dan momen Mu = Pu.e bekerja serentak pada penampang tersebut.

Hanya ditinjau untuk momen uniaksial

Eksentrisitas e

ditinjau dari titik pusat plastis kolom

Jadi, jika dari Analisis Struktur diperoleh kombinasi beban yang bekerja pada kolom adalah pasangan Pu dan Mu, maka dapat ditetapkan hubungan: e = Mu / Pu. Hal ini berarti: suatu penampang kolom yang telah dirancang dari suatu e tertentu (dari pasangan Pu dan Mu tertentu), kemungkinan akan mampu mendukung pasangan-pasangan Pu dan Mu lainnya.

(15)

Selanjutnya akan dibahas analisis kolom pendek dengan penampang lintang berbentuk empat persegi panjang dan dengan eksentrisitas beban satu arah (beban momen uniaksial).

Kolom Pendek-Penampang EPP Prinsip Perancangan:

Kuat Rencana ≥ Kuat Perlu Untuk P: ρ . Pn ≥ Pu Keseimbangan gaya: Pn = Cc + Cs –Ts Keseimbangan momen: Mn = Pn . e = Cc (y – a/2) + Cs (y – d‘) + Ts (d – y) Cc = (0,85.fc‘).b.a Cs = As‘ . fs‘ Ts = As . fs Pn = Cc + Cs – Ts = (0,85.fc‘).b.a+As‘ . fs’– As . fs harus ≤ Pn,maks Mn = Pn . e

= (0,85.fc‘).b.a.(y– a/2)+As‘.fs‘.(y–d‘) +As . fs .(d – y)

Untuk fs dan fs‘ harus digunakan nilai aktualnya, jika regangan baja mencapai regangan lelehnya (ey), maka untuk fs dan fs‘ digunakan tegangan leleh baja fy.

Regangan baja tarik: .0,003 c c d s − = ε jika εs ≥ εy à fs = fy jika εs < εy à fs = εs .Es

(16)

Regangan baja desak: ' '.0,003 c d c s − = ε jika ε‘s ≥ εy à f‘s = fy jika ε‘s < ey à f‘s = ε‘s .Es 2.1 KEADAAN SEIMBANG εy = fy / Es ab = β1 . cb Pn,b = (0,85.fc‘).b.ab + As‘ . fs‘ – As . fy Mn,b = Pn,b . eb

= (0,85.fc‘).b.ab. (y– ab/2)+ As‘ . fs‘.(y– d‘) + As . fy .(d – y) eb = Mnb / Pnb

2.2. KEADAAN KERUNTUHAN TARIK

Keruntuhan tarik terjadi jika beton desak mencapai regangan max. 0,003 dengan didahului tercapainya tegangan leleh baja tulangan tarik. Keruntuhan tarik terjadi pada: e > eb atau Pn < Pnb. Pada kolom umumnya dipasang tulangan As‘ = As untuk mencegah kekeliruan dalam penempatan tulangan tarik dan desak dalam pelaksanaan. Hal ini juga diperlukan apabila ada kemungkinan beban yang berbalik arah, misalnya akibat angin atau gempa.

Terdapat dua kemungkinan keadaan regangan baja tulangan desak: 1. Baja tulangan desak mencapai tegangan lelehnya

2. Baja tulangan desak tidak mencapai tegangan lelehnya.

2.2.a Baja tulangan desak mencapai tegangan lelehnya Ditetapkan sebuah nilai e > eb.

Pn = Cc + Cs – Ts = (0,85.fc‘).b.a + As‘ . fy – As . fy = (0,85.fc‘).b.(β1.c) + As‘ . fy – As . fy Mn = Pn . e = (0,85.fc‘).b.a. (y – a/2) + As‘ . fy. (y – d‘) + As . fy .(d – y) = (0,85.fc‘).b. (β1.c).(y – (β1.c)/2) + As‘ . fy. (y – d‘) + As . fy .(d – y)

Dari dua persamaan tsb di atas dihitung nilai c (letak garis netral), dan selanjutnya nilai Pn dan Mn.

+

=

y b

d

c

ε

003

,

0

003

,

0

(17)

2.2.b Baja tulangan desak tidak mencapai tegangan lelehnya Ditetapkan sebuah nilai e > eb

Pn = Cc + Cs – Ts = (0,85.fc‘).b.a + As‘ . fs‘ – As . fy = (0,85.fc‘).b.(β1.c) + As‘ . (εs‘.Es) – As . fy = (0,85.fc‘).b.(β1.c) + As‘ . ((0,003.(c – d‘)/c).Es) – As . fy Mn = Pn . e = (0,85.fc‘).b.a. (y – a/2) + As‘ . fs‘. (y – d‘) + As . fy .(d – y) = (0,85.fc‘).b. (β1.c).(y–(β1.c)/2) + As‘ . (εs‘.Es) . (y – d‘) + As . fy .(d – y) = (0,85.fc‘).b. (β1.c).(y – (β1.c)/2) + As‘ . ((0,003.(c – d‘)/c).Es) . (y – d‘) + As . fy .(d – y)

Dari dua persamaan tsb di atas dihitung nilai c (letak garis netral), dan selanjutnya nilai Pn dan Mn.

3. KEADAAN KERUNTUHAN DESAK

Keruntuhan desak terjadi jika regangan beton desak telah mencapai regangan max. 0,003, sedangkan regangan baja tulangan tarik belum mencapai regangan lelehnya (ey).

Keruntuhan desak terjadi pada: e < eb atau Pn > Pnb

Untuk jenis keruntuhan ini pada umumnya baja tulangan desak telah mencapai tegangan lelehnya. Namun secara umum terdapat dua kemungkinan keadaan regangan baja tulangan desak:

1. Baja tulangan desak mencapai tegangan lelehnya 2. Baja tulangan desak tidak mencapai tegangan lelehnya. 3.1. Baja tulangan desak mencapai tegangan lelehnya

Ditetapkan sebuah nilai e < eb Pn = Cc + Cs – Ts

= (0,85.fc‘).b.a + As‘ . fy – As . fs

= (0,85.fc‘).b.(β1.c) + As‘ . fy – As . (εs.Es)

= (0,85.fc‘).b.(β1.c) + As‘ . fy – As . ((0,003.(d – c)/c).Es) Mn = Pn . e

(18)

= (0,85.fc‘).b.a. (y – a/2) + As‘ . fy. (y – d‘) + As . fs .(d – y)

= (0,85.fc‘).b. (β1.c).(y – (β1.c)/2) + As‘ . fy. (y – d‘) + As . (εs.Es) .(d – y) = (0,85.fc‘).b. (β1.c).(y – (β1.c)/2) + As‘ . fy. (y – d‘) +

As . ((0,003.(d – c)/c).Es) .(d – y)

Dari dua persamaan tsb di atas dihitung nilai c (letak garis netral), dan selanjutnya nilai Pn dan Mn

3.2 Baja tulangan desak tidak mencapai tegangan lelehnya Ditetapkan sebuah nilai e < eb

Pn = Cc + Cs – Ts

= (0,85.fc‘).b.a + As‘ . fs‘ – As . fs

= (0,85.fc‘).b.(β1.c) + As‘ . (εs‘.Es) – As . (εs.Es)

= (0,85.fc‘).b.(β1.c)+As‘.((0,003.(c – d‘)/c).Es) – As . ((0,003.(d – c)/c).Es) Mn = Pn . e

= (0,85.fc‘).b.a. (y – a/2) + As‘ . fs‘. (y – d‘) + As . fs .(d – y)

= (0,85.fc‘).b. (β1.c).(y – (b1.c)/2) + As‘. (εs‘.Es).(y – d‘) + As.(εs.Es).(d–y) = (0,85.fc‘).b. (β1.c).(y – (β1.c)/2) + As‘ . ((0,003.(c – d‘)/c).Es) . (y – d‘) + As .

((0,003.(d – c)/c).Es) .(d – y)

Dari dua persamaan tsb di atas dihitung nilai c (letak garis netral), dan selanjutnya nilai Pn dan Mn

3.2.3 KEADAAN KERUNTUHAN DESAK – Metoda Pendekatan

Untuk jenis keruntuhan ini dapat digunakan metoda pendekatan dari Whitney untuk menghitung Pn. Syarat penggunaan:

- hanya untuk kolom dengan tulangan simetris

- tulangan satu lapis dan terletak sejajar sumbu lentur.

Jika momen dari gaya-gaya pada penampang dihitung terhadap tulangan tarik, diperoleh:

Pn (e + (d – d‘)/2) = Cc . (d – a/2) + Cs . (d – d‘) Gaya Cc ditaksir dengan nilai a = 0,54d:

Cc = 0,85 . fc‘. b . a = 0,85 . fc‘. b . (0,54.d) = 0,459.b.d.fc‘

Karena biasanya baja tulangan desak mencapai tegangan leleh : Cs = As‘.fy Dengan memasukkan nilai-nilai Cc dan Cs tersebut diperoleh (untuk kolom dengan penampang empat persegi panjang):

(

)

(

'

)

1 ' ' 2 ' 3 1

d

d

e

d

d

f

A

d

b

f

P

n c s y

+

+

=

(19)

Contoh Hitungan :

Kolom empat persegi panjang dengan sengkang ikat diameter 10mm Ukuran : b = 350 mm dan h = 500 mm

Lindungan beton : 40 mm

Tulangan : As = 3D29 dan As‘ = 3 D29

Bahan : beton fc‘ = 30 MPa dan baja fy = 400 MPa

Hitung : kuat rencana kolom f.Pn untuk berbagai kondisi sbb.: 1. eksentrisitas kecil 2. keadaan seimbang 3. momen murni (Pn = 0) 4. e > eb 5. e < eb Penyelesaian : 1. Eksentrisitas kecil: Ag = 350 x 500 = 175000 mm2 Ast = 6 x 0,25 . π . 292 = 3963,12 mm2 φ.Pn = φ.Pn,max = 0,80 . φ (0,85 . fc‘ . (Ag – Ast) + fy . Ast) = 0,80 . 0,65 (0,85 . 30 (175000 – 3963,12)/1000+ 400 . 3963,12 / 1000) = 3092,278 kN 2. Keadaan seimbang: Es = 200000 MPa d = 500 – 40 – 10 – 29/2 = 435,5 mm cb = 0,003 / (0,003 + 400/200000). 435,5 = 261,3 mm εs‘ = (261,3 – 64,5) / 261,3 . 0,003 = 0,00226 > εy =400/200000= 0,002 jadi baja tulangan desak sudah mencapai tegangan lelehnya fs‘ = fy =400

As‘ = 3 x 0,25 . π . 292 = 1981,56 mm2 fc‘ = 30 MPa à β1 = 0,85 ab = β1 . cb = 0,85 . 261,3 = 222,105 mm

Cc,b = 0,85.fc‘.ab.b = 0,85 . 30 . 222,105 . 350 / 1000 = 1982,29 kN Cs,b = (400 – 0,85 . 30) . 1981,56 / 1000 = 742,09 kN

Ts,b = 400 . 1981,56 / 1000 = 792,62 kN

Reduksi utk kolom dg beban sentris (eks. kecil), kolom dg sengkang ikat

Faktor reduksi kekuatan φ, utk kolom dg sengkang ikat.

“displaced concrete” diperhitungkan !

(20)

à Pn,b = Cc,b + Cs,b – Ts,b = 1982,29 + 742,09 – 792,62 = 1931,76 kN à Mn,b = Cc,b . (y – ab/2) + Cs,b . (y – d‘) + Ts,b .(d – y)dg. y = 0,5.h = 250 = 1982,29 . (250 – 222,105/2) + 742,09 . (250 – 64,5) + 792,62 . (435,5 – 250) = 560,124 kNm à eb = Mn,b / Pn,b = 670,140 / 1931,76 = 289,956 mm Jadi pada keadaan seimbang:

φ . Pn,b = 0,65 . 1931,76 kN = 1255,64 kN

φ . Mn,b = 0,65 . 560,124 kNm = 364,081 kNm eb = 289,956 mm

3. Keadaan Momen Murni

Pada keadaan ini, maka Pu dan juga f.Pn keduanya bernilai nol, sehingga eksentrisitas beban (e) sama dengan tak terhingga. Karena prinsip keseimbangan harus dipenuhi, maka Ts = Cc + Cs. Untuk penulangan simetrik (As = As‘), maka haruslah Cs < Ts, yang berarti hanya mungkin jika tegangan baja desak As‘ belum mencapai tegangan leleh sedangkan tegangan baja tarik sudah. Jadi untuk menghitung Cs harus menggunakan tegangan desak aktual yang terjadi.

Ts = Cc + Cs dengan: Cc = (0,85.fc‘).b.a = (0,85.fc‘).b.(β1.c) = 0,85 . 30 . 350 .(0,85.c) = 7586,25 . c Cs = As‘ . fs‘ = As‘ . (Es . εs‘) = 1981,56 . (200000 . (0,003 . (c – 64,5) / c)) = 1188936. (c – 64,5) / c Ts = As . fs = As . fy = 1981,56 . 400 = 792624 N Jadi: 792624 = 7586,25 . c + 1188936 . (c – 64,5) / c 7586,25 . c2 + 396312 . c – 76686372 = 0 c = 77,759 mm Sehingga: Cc = 7586,25. c = 7586,25 . 77,76/1000 = 589,90 kN Cs = 1188936. (c – 64,5) / c = 202,73 kN Ts = 589,91 + 202,74 = 792,63 kN OK (hit. di atas 792,624 kN) Momen nominal dari gaya-gaya tsb. :

Mn = Cc . (y – a/2) + Cs . (y – d‘) + Ts .(d – y)

= 589,90.(250–(0,85.77,759)/2) + 202,73.(250– 64,5)+ 792,63 . (435,5 – 250) = 312617 kNmm = 312,617 kNm

Untuk kolom berpengikat sengkang: f = 0,65, sehingga:

“displaced concrete” diabaikan !

(21)

φ . Mn = 0,65 . 312,617 = 203,201 kNm

Tetapi SK SNI menetapkan, bahwa untuk kolom dg penulangan simetrik, fy ≤ 400 MPa dan (h – d‘ – ds) / h ≥ 0,65, maka faktor reduksi kekuatan φ dapat ditingkatkan secara linier menjadi 0,8 seiring dengan berkurangnya φ.Pn dari 0,10.fc‘.Ag ke nol. Dalam hal ini : Pn = 0 dan (h – d‘ – ds) / h = 0,742 ≥ 0,65 etc., shg. berlaku φ= 0,8 Sehingga : φ . Mn = 0,80 . 312,332 = 250,094 kNm

4. Keadaan e > eb: (ditetapkan e = 500 mm)

Pada keadaan ini kolom akan mengalami keruntuhan tarik. Baja tulangan tarik sudah mencapai reg.lelehnya (jadi digunakan fs = fy), sedangkan baja tulangan pada sisi desak tidak diketahui keadaannya. Dianggap: baja tulangan desak belum mencapai reg. lelehnya, fs‘ ≠ fy.

Berdasarkan prinsip-prinsip keseimbangan gaya dan momen disusun persamaan-persamaan sbb.: Σgaya-gaya = 0 à Pn = Cc + Cs – Ts dengan: Cc = 0,85.fc‘.a.b = 0,85.30.(0,85.c).350 = 7586,25.c Cs = As‘.(fs‘ – 0,85.fc‘) = 1981,56.(200000.(c – 64,5)/c.0,003 – 0,85.30)) Ts = As . fy = 1981,56 . 400 = 792624

diperoleh persamaan Pn dalam variabel c.

ΣMomen = 0 à Pn .e = Cc . (y – a/2) + Cs . (y – d‘) + Ts .(d – y) dengan: Pn, Cc, Cs dan Ts spt tsb. dimuka (masih dlm variabel c). e = 500 mm dan a = β1. c

diperoleh persamaan pangkat tiga dalam variabel c. Jika diselesaikan, diperoleh c = 147,231 mm

Kontrol: εs‘ = (c – d‘) / c . 0,003 = (147,231 – 64,5) / 147,231 . 0,003 = 0,0017 < εy = 400/200000 = 0,0020

baja desak belum mencapai regangan leleh, anggapan benar! Selanjutnya c di masukkan ke dlm persm.2 di muka dan dihitung:

Pn = Cc + Cs – Ts = 941,857 kN à φ.Pn = 0,65.Pn = 612,207 kN Mn = Pn. e = 612,207. 500 = 470,928 kNm

à φ . Mn = 0,65 . Mn = 306,104 kNm 5. Keadaan e < eb: (ditetapkan e = 150 mm)

(22)

Pada keadaan ini kolom akan mengalami keruntuhan desak. Baja tulangan desak umumnya sudah mencapai reg.lelehnya (jadi digunakan fs = fy), dan baja tulangan pada sisi tarik tidak diketahui keadaannya.

Dianggap: - baja tulangan desak sudah mencapai reg. lelehnya, fs‘ = fy. - baja tulangan tarik belum mencapai reg. lelehnya, fs‘ ≠ fy.

Berdasarkan prinsip-prinsip keseimbangan gaya dan momen disusun persamaan-persamaan sbb.: Σgaya-gaya = 0 à Pn = Cc + Cs – Ts dengan: Cc = 0,85.fc‘.a.b = 0,85.30.(0,85.c).350 = 7586,25.c Cs = As‘.(fy – 0,85.fc‘) = 1981,56.(400 – 0,85.30)) = 742094 Ts = As . fs = 1981,56 (200000.0,003.(435,5 – c)/c) diperoleh persamaan Pn dalam variabel c

ΣMomen = 0 à Pn .e = Cc . (y – a/2) + Cs . (y – d‘) + Ts .(d – y) dengan: Pn, Cc, Cs dan Ts seperti tsb. dimuka (masih dlm variabel c).

e = 150 mm dan a = β1. c

diperoleh persamaan pangkat tiga dalam variabel c. Jika diselesaikan, diperoleh c = 348,062 mm

Kontrol:

εs‘ = (c – d‘) / c . 0,003 = (348,062 – 64,5) / 348,062 . 0,003 = 0,0024 > εy = 400/200000 = 0,0020

baja desak sudah mencapai regangan leleh, anggapan benar! εs = (d – c) / c . 0,003 = (435,5 – 348,062) / 348,062 . 0,003

= 0,0007 < εy = 400/200000 = 0,0020

baja tarik belum mencapai regangan leleh, anggapan benar!

Selanjutnya c di masukkan ke dlm persamaan-persamaan di muka dan dihitung: Pn = Cc + Cs – Ts = 3083,902 kN

àφ.Pn = 0,65.Pn = 2004,536 kN

Mn = Pn. e = 3083,902 . 150 = 462,587 kNm àφ.Mn = 0,65 . Mn = 300,682 kNm

3.2.4 DIAGRAM INTERAKSI – PENAMPANG EPP

Dari hasil-hasil analisis sebuah kolom, pasangan nilai φ.Pn dan φ.Mn yang diperoleh dapat digambarkan dalam sebuah diagram yang disebut Diagram Interaksi

(23)

Kolom. Kuat beban aksial φ.Pn digambarkan dalam sumbu vertikal dan kuat momen f.Mn dalam sumbu horisontal. Diagram tersebut hanya berlaku untuk kolom yang dianalisis, tidak berlaku untuk yang lain, dan dapat memberikan gambaran tentang susunan pasangan kombinasi beban aksial dan momen yang dapat didukung oleh kolom tersebut. Setiap titik yang terletak pada garis lengkung (kurva) diagram ini menunjukkan pasangan beban aksial dan momen yang diijinkan dan dapat didukung kolom tersebut

Titik-titik yang berada ‚di dalam‘ kurva juga merupakan pasangan beban aksial dan momen yang dapat didukung, tetapi pasangan beban tersebut lebih rendah dari kemampuan dukung kolom, sehingga jika digunakan berarti dimensi & tulangan kolom tersebut berlebihan (overdesigned). Sedangkan titik-titik ‚ di luar‘ kurva, merupakan pasangan-pasangan beban aksial dan momen yang melebihi daya dukung kolom, sehingga kolom tidak diijinkan untuk mendukung beban-beban tersebut.

Ringkasan hasil pada contoh di muka:

No. Keadaan φ. Pn (kN) φ.Mn (kNm) eks. (e,mm) 1 Sentris (teoritis) 3865,347 0 0

2 Eks. Kecil 3092,279 0

3 Seimbang 1255,642 364,081 289,956

4 Momen murni 0 203,201 (250,094) tak thg.

5 Patah Tarik 612,207 306,104 500

(24)

4. KOLOM DENGAN PENAMPANG BULAT

Prinsip analisis kolom berpenampang bulat pada dasarnya sama dengan kolom penampang persegi. Yang perlu diperhatikan disini adalah:

- Hitungan luas bagian beton yang terdesak (termasuk titik beratnya),

- Tegangan masing2 baja tulangan harus dihitung berdasarkan regangan aktual masing2, jika es ≥ ey boleh digunakan fs = fy.

Nilai a untuk penampang bulat agak berbeda dengan penampang persegi, sebagai pendekatan dapat dianggap sama seperti pada penampang persegi: a = 0,85.c

Selanjutnya dapat dihitung Cc, Csi dan Tsi dengan lengan momen masing-masing terhadap titik berat penampang, sehingga dapat diperoleh Pn dan Mn.

ANALISIS KEKUATAN KOLOM BUNDAR 1. Dengan Beban Sentris

Kapasitas beban : Po = 0.85 f’c(Ag-Ast)+Ast.fy Batasan : Kolom Spiral : Pn(maks)= 0.85 [0.85 f’c(Ag - Ast)+Ast.fy] Kolom bersengkang : Pn(maks)= 0.80 [0.85 f’c(Ag – Ast)+Ast.fy]

2. Dengan Beban Eksentris

• Tidak mengenal istilah beban biaksial yaitu beban yang bekerja secara bersamaan terhadap sumbu lentur x dan y.

• Digunakan istilah beban eksentris yaitu beban yang bekerja pada suatu eksentrisitas tertentu, tanpa membedakan arah x ataupun y, kerena dimana pun

(25)

letak beban maka penampang beton selalu membentuk daerah beton tertekan yang sama yaitu berbentuk tembereng lingkaran.

Perbedaan kolom bundar dan kolom persegi :

1. Bentuk luas yang tertekan merupakan elemen lingkaran

2. Tulangan-tulangan tidak dikelompokkan kedalam kelompok tekan dan tarik yang sejajar, sehingga gaya dan tegangan pada masing-masing tulangan harus ditinjau sendiri-sendiri.

Penampang ekivalen berdasarkan asumsi Whitney/keruntuhan tekan dan balanced (ekuivalen segi empat)

ε

s

Cc

ε

s

ε

s

c

a

Cs

1

Cs

2

Ts

2

x

Ac’

Ts

1

ε

s h Ds Pn e d ds A’s=Ast/2 e 2/3Ds 0.8h c 0.003mm/mm es<ey a 0.85f’c Ts Cs Cc d‘ As=Ast/2 gn (a) (b)

Penampang segiempat ekivalen (keruntuhan tekan/balanced

D

s

P

n

e

c

0.003mm/mm a 0.85f’c Cc

gn

(26)

Keruntuhan Tekan/Balanced

• Transformasi kolom bundar menjadi penampang persegi ekivalen :

1. Tinggi dalam arah lentur sebesar 0.8h, dimana h adalah diameter luar kolom bundar

2. Lebar kolom segiempat ekivalen diperoleh dengan membagi luas bruto penampang kolom bundar dengan 0.8h, jadi b=Ag/0.8h

3. Luas tulangan total Ast ekivalen didistribusikan pada dua lapis sejajar dengan jarak 2Ds/3 dalam arah lentur, dimana Ds adalah diameter lingkaran tulangan (terjauh) as ke as.

4. Perhitungan tinggi garis netral, beban dan momen sama dengan persamaan pada kolom persegi kondisi tekan/balanced.

• Whitney : penampang kolom bundar dapat diubah menjadi penampang persegi ekivalen bila kegagalannya berupa keruntuhan tekan.

• Persamaan diperoleh dengan mengggantikan : As’ menjadi 0.5Ast

(d-d’) menjadi 2Ds/3 d menjadi 0.5(h+2Ds/3) h menjadi 0.8h

• Sehingga persamaan menjadi :

Keruntuhan Tarik

• Digunakan kolom aktual untuk menghitung Cc, tetapi 40% dari luas tulangan Ast dikelompokkan sejajar berjarak 0.75Ds

Dg menganggap tulangan tekan telah leleh (berarti nanti ada checking apa betul telah leleh), daerah tekan beton mempunyai luas A, Whitney berasumsi bhw jarak pusat penampang thd pusat berat luasan A adalah :

Penampang aktual 18 . 1 ) 67 . 0 8 . 0 ( 6 . 9 ' 1 3 2 + + + + = s c s y st D h he f A ds e f A Pn ) 2 785 , 0 ( 293 , 0 21 , 0 h A h h x= + −

(27)

Bila diasumsikan bahwa tulangan tekan telah leleh dan As = As’ (=40% Ast), maka dari pers. di depan akan didapat :

Pn = 0,85.fc’.A atau

Sehingga :

Dari beberapa asumsi mengenai keruntuhan tarik, maka momen yg terjadi thd tul tarik dpt ditulis sbb :

Pn.(e + 0,375.Ds) = Cc.(x + 0,375.Ds) + Cs.(0,75.Ds) atau

Pn.(e + 0,375.Ds) = Pn.(x + 0,375.Ds) + 0,4.Ast.fy.0,75.Ds

dengan memasukkan nilai x ke dalam persamaan ini akan didapat :

Dimana : ρg = Ast/Ag dan m = fy/0,85.fc’

e = eksentrisitas gaya tekan nomial thd sumbu lentur kolom

• Jika tulangan tekan belum leleh, maka dipakai prosedur coba2, yg langkahnya sama dg pada kolom persegi, hanya penampangnya mrpk suatu bag dari lingkaran • langkah prosedur coba-coba adalah :

1. Jarak sumbu netral c ditetapkan 2. Tinggi blok tegangan ekivalen a = β1.c 3. Tegangan baja tekan dan tarik :

4. Beban aksial nominal : Pn=0.85fc’.A + As’f’s - Asfy

' 85 , 0 fc Pn A= ' . 85 , 0 2 785 , 0 ( 293 , 0 211 , 0 fc h Pn h h x= + −         +       +       − = h Ds g m o h e h e fc h Pn . 5 , 2 . . 38 , . 85 , 0 38 , 0 . 85 , 0 ' . . 85 , 0 2 2 ρ ( ) ( ) y s s s s y s s s f c c d E E f f c d c E E s f ≤ -003 . 0 . ≤ ' -003 . 0 ' . ' = = = = ε ε

(28)

5. Eksentrisitas yang terjadi :

Mn=Pn.e=0.85fc‘A[y-(ab/2]+A’sf’s(y-d’)+Asfy(d-y)

6. Hitungan dihentikan jika sudah tercapai syarat konvergensi yaitu eksentrisitas hasil hitungan kira-kira sama atau mendekati dengan eksentrisitas yang diberikan.

5. ANALISIS KOLOM LANGSING 5.1 Pendahuluan

Jika kelangsingan kolom melampaui batas tertentu yang ditetapkan dalam peraturan, maka analisis dan perancangannnya harus memperhatikan ke-mungkinan terjadinya tekuk (buckling) pada kolom.

Kolom langsing yang menahan kombinasi beban aksial desak dengan beban momen lentur akan mendapatkan momen lentur tambahan (momen sekunder) akibat efek P- Δ dan mengalami deformasi lateral.

Suatu penampang kolom

mempunyai diagram interaksi seperti gambar disamping. Jika kolom tersebut termasuk kolom langsing, maka akibat beban luar Pu akan mengalami tambahan momen sekunder Pu.Δ, sehingga momen total menjadi Pu.(e+Δ). Akibatnya, pada keadaan tsb, daya dukung kolom terhadap kuat desak turun dari Pu menjadu Pu‘.

5.2 Kelangsingan Kolom

Tingkat kelangsingan suatu kolom dinyatakan Rasio Kelangsingan à dengan: k = faktor panjang efektif kolom

lu = panjang bagian kolom yang tidak di topang lateral r = jari-jari girasi (radius of giration) penampang kolom

= √ ( I / A)

SK SNI menetapkan, bahwa pengaruh kelangsingan dapat diabaikan (jadi: kolom termasuk kolom pendek), apabila dipenuhi syarat:

Rasio Kelangsingan < (34 – 12 (M1 / M2))

≤ 40

r

l

k

.

u

untuk kolom pada portal

takbergoyang (portal berpengaku lateral)

(29)

Rasio Kelangsingan < 22

Jika Rasio Kelangsingan > 100 à maka perencanaan kolom harus menggunakan Analisis Struktur Orde Kedua, yaitu metoda analisis yang memperhitungkan efek simpangan (defleksi). Analisis ini umumnya juga menuntut digunakannya modulus elastik beton yang realistik (direduksi). Karena analisis ini cukup rumit, maka hanya cocok untuk hitungan dengan menggunakan program komputer. Akan tetapi pada umumnya rasio kelangsingan kolom jarang mencapai angka > 70.

k = faktor panjang efektif kolom

Faktor ini digunakan untuk modifikasi panjang kolom yang tumpuan ujung-nya bukan sendi, sbg contoh:

Kedua ujung sendi, tidak bergerak lateral k = 1,0

Kedua ujung jepit k = 0,5

Satu ujung jepit, ujung lain bebas k = 2,0

untuk kolom pada portalbergoyang (portal tanpa

pengaku lateral)

k = 1,0

k = 0,5

k = 2,0

Jepit – jepit, ada gerak lateral

k = 1,0

Jepit – sendi, k = 0,7

Keadaan umum, kolom pada portal

k = 0,7 – 0,9

Jepit elastis - bebas k > 2,0

(30)

k = faktor panjang efektif kolom

Keadaan umum à kolom pada portal struktur rangka 3D

Nilai k merupakan fungsi dari keka-kuan relatif Ψ dari kalom thd

(31)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa besarnya beban aksial pada kolom beton bertulang yang mengalami beban lateral bolak balik akan menambah kapasitas geser kolom yaitu 31,851 KN

Dalam tugas akhir ini, penulis meneliti kapasitas beban aksial kolom yang menggunakan tulangan kayu lontar. Penelitian ini menggunakan kolom beton bertulangan kayu lontar dengan

besar ukuran baja siku dengan jarak pengaku sama akan semakin kuat kolom..

Hasil penelitian yang diperoleh pada kolom baja profil C dari hasil pengujian beban maksimum, kolom pendek profil C setelah diberi cor beton ringan mengalami kenaikan

Amin, Dedy Khairul, 2008, Perhitungan Beban Aksial Kritis pada Kolom Baja Dalam Sebuah Struktur Portal Baja (Studi Literatur), Jurnal, Universitas Sumatera Utara..

Kemampuan kolom yang dapat menahan beban terbesar baik kolom panjang atau kolom pendek baik berpengisi maupun tanpa pengisi beton ringan adalan kolom dengan variasi jarak

Beton Mulai Hancur untuk Jarak Sengkang 20 cm Dari pola retak di atas, dapat dianalisa bahwa balok terlebih dahulu hancur, karena secara langsung menahan beban yang diterima dari

Persamaan Desain Kolom Dengan Beban Aksial Pn =0,80[0,85f/cAg +Astfy– 0,85f/] c Pn =0,85[0,85f/cAg +Astfy– 0,85f/] c sengkang persegi sengkang spiral dengan :  = 0,65 untuk