• Tidak ada hasil yang ditemukan

Retensi Energi Pada Ikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Retensi Energi Pada Ikan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

RETENSI ENERGI PADA IKAN

Oleh :

Nama : Devi Olivia Muliawati

NIM : B1J009088

Rombongan : II Kelompok : 5

Asisten : Yudi Novianto

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO

(2)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Berat basah ikan awal : 8,5 gram

Berat kering ikan awal : 1,94 gram Berat basah ikan akhir : 16,9 gram Berat kering ikan awal : 3,85 gram Energi bom pakan : 2.408,7 kal/gr Energi bom ikan awal : 4.622,1 kal/gr Energi bom ikan akhir : 4.648,8 kal/gr

Jumlah energi ikan awal = bobot kering x energi ikan awal = 1,94 x 4.622,1

= 8.966,874

Jumlah energi ikan akhir = bobot kering x energi ikan akhir = 3,85 x 4.648,8

= 17.897,88

Jumlah pakan yang dikonsumsi = pertambahan bobot x FCR = 8,4 x 1,6

= 13,44 gram

Energi pakan yang dikonsumsi = Jumlah pakan yang dikonsumsi x Energi bom pakan = 13,44 gram x 2.408,7 kal/gr

= 32.372,928 kal

Retensi energi = jumlah energi tubuh akhir–jumlah energi tubuh awal ×100% jumlah energi pakan yang dikonsumsi

= 17.897,88–8.966,874 ×100% 32.372,928

= 0,2758 ×100% = 27,58 %

(3)

B. Pembahasan

Retensi energi adalah pakan yang dikonsumsi ikan dapat dikonsumsi dalam tubuh. Retensi energi menunjukkan nilai energi dari asupan pakan yang masuk ke dalam tubuh (Halver, 1989). Untuk menghitung besarnya retensi energi mula-mula dicari terlebih dahulu energi total. Total energi dapat ditentukan dengan bom kalorimeter (Swenson, 1975). Total energi dipengaruhi oleh kualitas pakan yang berhubungan dengan kandungan protein dalam pakan tersebut.

Retensi energi menunjukkan besarnya kontribusi energi pakan yang dikonsumsi terhadap pertambahan energi tubuh ikan. Menurut Yuwono (2001), kebutuhan protein ikan Nilem untuk pertumbuhan optimalnya adalah 25 – 35%. Berdasarkan pustaka tersebut maka pakan yang mengandung 30% protein sudah dapat memenuhi kebutuhan ikan Nilem dalam pertumbuhan optimalnya. Pemberian protein dalam jumlah yang besar atau sedikit dapat menghambat pertumbuhan ikan. Menurut Catdown (1981), tingginya kadar protein pakan mengakibatkan energi yang diperoleh dari pakan dan sumber lainnya tidak mampu menunjang kebutuhan, karena energi ikan banyak dipakai untuk deaminasi protein sehingga pertumbuhan ikan terhambat dan apabila kadar protein terlalu rendah maka energi yang diperoleh dari protein mungkin hanya cukup untuk aktivitas.

Kandungan makanan yang dibutuhkan oleh ikan sebagai sumber energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Kebutuhan zat gizi ini berturut-turut adalah protein, lemak, dan karbohidrat (Marnani, 2003). Menurut Alfred (1989), kebutuhan gizi ikan mas (Cyprinus carpio) antara lain: protein, lemak, karbohidrat, mieral, vitamin, dan faktor pertumbuhan lainnya. Zonneveld et al. (1991) menambahkan bahwa energi yang dibutuhkan oleh ikan disimpan dalam bentuk kimia yang dinamakan nutrien makro dalam makanan yaitu: protein, lemak, dan karbohidrat.

Kebutuhan protein untuk ikan berbeda-beda menurut spesiesnya dan pada umumnya berkisar antara 20 sampai 60% (Djajasewaka, 1990). Sahwan (1999) menambahkan bahwa kebutuhan protein ikan nila pada segala ukuran berkisar antara 20-25%, dimana besar pakan yang diberikan kurang lebih sebesar 3% dari berat total ikan. Giri et al. (1999) melaporkan bahwa untuk dapat tumbuh maksimal, juvenile ikan kerapu tikus (Cromileptis altives) membutuhkan protein sebanyak 54,2%. Ikan nila merah yang diberi pakan dengan kandungan protein 26% dengan jumlah 2-3% berat tubuh ikan dapat mencapai 150 gram selama 84 hari dari berat awal 70 gram (Yunus dan Subamia, 1992). Handayani (2000) melaporkan bahwa ikan nila gift yang

(4)

diberi pakan dengan kandungan protein 31,93% mempunyai rasio efisiensi protein maksimum. Buwono (2000) menambahkan bahwa ikan nila gift membutuhkan arginin kurang dari 4% dari protein ransum, lisin 4,1% dari protein ransum, 3,2% dari protein ransum, dan 0,7% dari protein ransum.

Kandungan yang lain yang harus ada dalam pakan supaya ikan dapat tumbuh dengan baik adalah lemak. Lemak memiliki kandungan energi yang paling tinggi dibandingkan protein dan karbohidrat. Lemak untuk ikan ditentukan oleh kandungan asam lemak, terutama asam lemak essensial. Asam lemak essensial mempunyai fungsi mempertahankan struktur sel dan pembentukan sterol yang merupakan hormon pertumbuhan (Marnani, 2003). Djajasewaka (1990) menyatakan bahwa lemak di tubuh ikan memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan, daya apung tubuh ikan dalam air, dan juga mempunyai fungsi sebagi pelarut beberapa vitamin. Menurut Goddrad (1996) asam lemak yang paling dibutuhkan oleh ikan adalah asam lineat dan linoleat.

Kebutuhan lemak untuk ikan berbeda-beda, tergantung dari spesiesnya. Goddrad (1996) menyatakan bahwa ikan rainbow trout membutuhkan asam lemak essensial sebanyak 15 dari berat tubuhnya, ikan channel 1-2%, japanese eel 0,5%, tilapia 0,5%, turbot 0,5%, yellowtail 2%, dan red sea bream 0,5%. Giri et al. (1999) menyatakan bahwa juvenile ikan kerapu tikus membutuhkan lemak sebanyak 9-10% untuk dapat tumbuh maksimum. Kebutuhan asam lemak linoleat dan linolenat bagi benih ikan gurame sebesar 0,5% (Makoginta et al., 1994).

Menurut Yuwono (2001), energi yang diperoleh dari pakan, sebagian digunakan untuk aktivitas metabolisme dan sebagian lagi hilang dalam bentuk feses dan sampah metabolik yang disekresi. Protein merupakan zat yang dibutuhkan ikan dan perlu dipenuhi untuk mencapai pertumbuhan optimal. Protein yang terdiri atas rantai-rantai asam amino juga digunakan untuk proses katabolisme sehingga dapat menghasilkan energi. Pentingnya protein untuk pertumbuhan telah ditunjukkan pada beberapa studi tentang nutrisi protein terutama asam amino esensial. Apabila ikan kekurangan asam amino esensial akan berpengaruh pada kisaran pertumbuhan karena struktur tubuh seperti otot dan tulang tidak dapat dibentuk.

Rasio besarnya pertambahan energi tubuh terhadap jumlah energi pakan yang dikonsumsi akan mencerminkan tingkat efisiensi energi pakan atau retensi energi. Retensi energi dipengaruhi beberapa faktor, antara lain :

(5)

Retensi energi dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi. Ikan yang diberi pakan yang berbeda-beda menunjukkan pertumbuhan yang berbeda pula. Pada umumnya ikan memerlukan protein sekitar 20–60% dari pakan yang diberikan dan kadar optimumnya adalah 30–36%. Bila kadar protein dalam makanan kurang dari 6% berat basah, ikan tidak dapat tumbuh dengan baik.

b) Umur ikan

Ikan muda relatif membutuhkan protein yang lebih banyak daripada ikan dewasa, sebab ikan muda harus banyak membutuhkan nutrisi untuk bergerak dan mengadakan pertumbuhan.

c) Ukuran tubuh

Proporsi energi yang didistribusikan pada berbagai komponen retensi energi berubah dengan meningkatnya ukuran tubuh. Menurunnya laju pertumbuhan ikan yang telah besar tidak disebabkan oleh perubahan retensi energi tetapi oleh beberapa faktor diantaranya menurunnya energi intake (Mujiman, 1985).

Selain faktor internal, faktor eksternal seperti suhu juga berpengaruh terhadap retensi energi. Menurut Halver (1989), pada temperatur 30–400 C akan terjadi peningkatan metabolisme yang sangat cepat dan juga akan menghasilkan peningkatan retensi energi juga. Namun pada temperatur yang tinggi akan terjadi denaturasi protein. Menurut Susanto (1987), denaturasi protein terjadi pada suhu 450 C atau tepatnya pada suhu 600 C dimana semakin tinggi suhu maka fungsi biologis dari protein bisa hilang, sehingga grafik yang dihasilkan dari hubungan antara retensi energi dengan temperatur merupakan kurva parabola.

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil retensi energi dari ikan sebesar 27,58 %. Menurut Legler et al. (1997), nilai efisiensi pakan tertinggi diperoleh dari pakan dengan perlakuan nilai konversi 3,45 yang menghasilkan pertambahan relatif 72,55%. Menurut Yuwono (2001), anggaran energi yang tersimpan sebagai cadangan untuk proses pertumbuhan hanya sebagian kecil yaitu sekitar 9,5%, sedangkan sisanya habis untuk proses lain dalam tubuh, pakan yang diberikan tersebut akan mengalami proses digesti dan kemudian diabsorbsi dalam bentuk molekul-molekul kecil seperti glukosa (monosakarida), asam lemak dan asam amino.

Perbedaan ikan herbivor dengan ikan karnivor menurut Yuwono (2001) ialah pada ikan herbivor pada umunya memiliki usus yang menggulung dan panjang. Contoh ikan herbivor adalah ikan koan (Ctenopharyngodon idella) dan ikan gurami

(6)

(Osphronemus gouramy). Sekitar 26% ikan teleostei adalah ikan herbivor. Ikan herbivor mengkonsumsi alga dan tumbuhan air. Ikan karnivor memangsa ikan yang berukuran lebih kecil dan umumnya adalah predator.

(7)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Besarnya nilai retensi energi ikan Nilem yang diberi pakan adalah 27,58 % 2. Bertambahnya energi tubuh terhadap jumlah energi pakan yang dikonsumsi

mencerminkan tingkat energi pakan

3. Faktor yang mempengaruhi retensi energi adalah kualitas pakan, umur, ukuran tubuh, stress fisiologis, frekuensi pemberian pakan serta temperatur.

(8)

Alfred, B. 1989. Budidaya Air. Yayasan Obor, Jakarta.

Buwono, I. D. 2000. Kebutuhan Asam Amino Essensial Dalam Ransum Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Catdown, I. G. 1981. Eartwoon a New Source of Protein. W. B. Sounders Co., London.

Djajasewaka, H. 1990. Pakan Ikan. CV. Yasaguna, Jakarta.

Giri, N. A., Suwirya, K. Marzuqi, M. 1999. Kebutuhan Protein, Lemak, dan Vitamin C Untuk Yuwana Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis). 3 : 38-45

Goddrad, S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Campinan and Hall, Canada.

Halver, J. A. 1989. Fish Nutrition. Academic Press, New York.

Handayani, A. D. 2000. Efisiensi Pakan dan Pertumbuhan Ikan Nila Gift yang Diberi Pakan Buatan Dengan Proporsi Berbeda Bahan Hewani dan Nabati. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.

Legler J dan Brush W. 1997. Ichtyology. John Willey and Sons, Canada.

Makoginta, I. Suprayudi, Setiawati, M., dan Affandi, R. 1994. Kebutuhan Nutrisi Ikan Gurame (Osphronemus gouramy Lac.) Untuk Pertumbuhan Dan Reproduksi. Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan IPB, Bogor. Marnani, S. 2003. Budidaya Ikan. Program Sarjana Perikanan dan Kelautan

UNSOED, Purwokerto.

Mujiman, A. 1989. Makanan Ikan. PT. Penebar Swadaya, Bogor.

Sahwan, F. 1999. Pakan Ikan dan udang. Formulasi, pembuatan, dan Analisis Ekonomi. Swadaya, Bogor.

Susanto, H. 1987. Budidaya Ikan di Pekarangan. Swadaya, Jakarta.

Swenson, M. J. 1975. Dukes Physiology of Domestic Animals 8th Edition. Comstock Publishing Assosiate, Ithaca.

Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto. Zonneveld, N., Huisman, E. A., Boon, J. H. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan diatas, maka penulis mengemukakan proposisi sebagai berikut: “Efektivitas Pelayanan Pembuatan Akta Kelahiran

Dalam praktik mengajar terbimbing ini, guru pembimbing di SMK Muh. 2 Klaten Utara mendampingi pada saat proses pembelajaran di kelas. Guru pembimbing melakukan

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah

ANALISIS POSTUR KERJA DENGAN PENDEKATAN BIOMEKANIKA PADA AKTIVITAS PENGUKIRAN KIPAS BAMBU DI UKM ALIFA

Heat–moisture treatment (HMT) merupakan proses pemberian kondisi panas terhadap pati pada suhu tinggi (di atas suhu gelatinisasi) dalam kondisi semi kering (kandungan

Perilaku yang tidak berpedoman pada institusi yang terdapat dalam masyarakat dalam sosiologi dinamakan perilaku koloktif, yaitu perilaku yang (1) dilakukan bersama

Hal ini diketahui bahwa murid yang konsumsi fast food nya berada pada kategori sering, mempunyai risiko 3,667 kali lebih besar untuk mengalami obesitas, bila

Pelaksanaan penelitian yang dilakukan adalah pembuatan media buatan, isolasi daun gulma C.odorata yang terinfeksi penyakit, pembiakan murni koloni jamur, identifikasi