• Tidak ada hasil yang ditemukan

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

RINGKASAN EKSEKUTIF

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KABUPATEN BANYUWANGI

PENGEMBANGAN PROGRAM DESA WISATA DAN EKOWISATA

BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT

DI DESA KEMIREN KABUPATEN BANYUWANGI

Tim Peneliti:

Wiwin Indiarti, S.S., M.Hum.

drh. Arya Mahdi

Tri Mulyati, M.Pd.

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT

UNIVERSITAS PGRI BANYUWANGI

2013

Bidang Ilmu Pariwisata Tipe penelitian Inovatif

(2)

2

RINGKASAN EKSEKUTIF

I. PENDAHULUAN

Pelaksanaan pembangunan pada masa lalu menempatkan pemerintah seolah-olah sebagai agen tunggal pembangunan, sedang masyarakat desa dianggap tidak memiliki kemampuan dan masih tertinggal (Wastutiningsih, 2004: 12). Pembangunan yang bersifat top down tersebut menyebabkan masyarakat desa seringkali diposisikan sebagai objek, bukan sebagai subjek pembangunan. Menempatkan masyarakat desa sebagai subjek pembanguan merupakan hal yang penting. Apalagi sebagian besar wilayah Indonesia adalah wilayah pedesaan dengan jumlah penduduk yang amat besar. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya untuk memberdayakan masyarakat dan menggali sumber-sumber produksi dan potensi desa untuk menghela kemajuan bangsa.

Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat. Perkembangan pembangunan dunia kepariwisataan dewasa ini mulai menumbuhkan kecenderungan untuk mengolah potensi daerah, terutama desa beserta strategi pemberdayaan yang melibatkan partisipasi masyarakatnya. Seperti dinyatakan Fandeli (2002: 45) bahwa kebijakan pengembangan pariwisata daerah harus didasarkan pada paradigma yang berkembang di daerah. Untuk itulah perlu adanya kesadaran dalam pengembangan kepariwisataan untuk menempatkan desa yang berpotensi dan memiliki sumber-sumber produksi sebagai pilar utamanya dan masyarakat desa sebagai motor penggeraknya.

Salah satu pengembangan wisata alternatif dalam dunia kepariwisataan adalah desa wisata. Konsep desa wisata merupakan salah satu bentuk pembangunan wilayah pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata. Pengembangan menjadi desa wisata didasarkan atas potensi dan ciri khas yang dimiliki masing-masing desa, antara lain: flora, fauna, rumah adat, pemandangan alam, iklim, makanan tradisional, kerajinan tangan, seni tradisional, dan sebagainya (Sutiyono, 2007). Pemanfaatan potensi desa dalam pengembangan desa wisata harus didasarkan pada partisipasi dan pemberdayaan masyarakat desa itu sendiri untuk menjadi desa wisata yang produktif.

Berkembangnya pembangunan pariwisata selain mendatangkan banyak manfaat bagi masyarakat secara ekonomi, sosial dan budaya, juga bisa menimbulkan dampak

(3)

3

merugikan jika pengembangannya tidak dipersiapkan dan dikelola dengan baik. Berbeda dengan pariwisata konvensional, ekowisata merupakan kegiatan wisata yang memberikan dampak langsung terhadap konservasi kawasan, berperan dalam usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, serta mendorong pembangunan berkelanjutan (Hakim, 2004). Secara garis besar, ekowisata merupakan konsep wisata ramah lingkungan yang mampu meminimalisir dampak negatif terhadap alam, sosial, budaya dan kehidupan masyarakat lokal. Konsep desa wisata dan ekowisata memiliki kesamaan mendasar dalam hal konservasi kawasan, pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.

Pariwisata merupakan salah satu potensi unggulan dan basis pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi. Oleh karena itu, pengembangan pariwisata menjadi salah satu prioritas unggulan pembangunan daerah yang tertuang dalam RPJMD Kabupaten Banyuwangi tahun 2010-2015. Visi Pembangunan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi yang dituangkan dalam Renstra SKPD Pariwisata sebagai Penjabaran RPJMD Kabupaten Banyuwangi Tahun 2010-2015 adalah Mewujudkan Banyuwangi sebagai Daerah Tujuan Wisata Nasional yang Berbasis Kebudayaan dan Potensi Alam serta Lingkungan.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kemiren dengan pertimbangan desa tersebut sejak tahun 1995 telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur menjadi kawasan wisata desa adat Using (Kompas, 2011). Selama hampir 15 tahun sejak penetapannya menjadi kawasan desa wisata, di samping keberhasilan, tentu ada banyak masalah yang dihadapi, utamanya dalam partisipasi masyarakat.

Secara lebih rinci, tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini ditetapkan sebagai berikut, yaitu: 1) mengkaji aktivitas pengelolaan Kemiren sebagai desa wisata dan ekowisata terkait dengan partisipasi masyarakat; 2) memetakan faktor pendukung dan penghambat pengembangan program desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat di Desa Kemiren; 3) mengkaji bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Kemiren sebagai desa wisata dan ekowisata; serta 4) merancang model pengembangan desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat di Desa Kemiren.

(4)

4 II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menerapkan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Artinya data yang dikumpulkan bukan merupakan angka-angka, namun data tersebut diperoleh dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, memo dan dokumen resmi lainnya. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin menggambarkan realitas empirik secara rinci, mendalam dan tuntas.

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti langsung turun ke lapangan untuk melakukan observasi dan wawancara dengan para informan. Penentuan informan atau subyek penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan memilih orang yang mengetahui secara jelas tentang pengelolaan program desa wisata. Hal ini ditempuh dengan menggunakan cara snowball sampling. Peneliti mencari key informan untuk menjadi sumber data utama. Para informan awal yang diusulkan dalam penelitian ini antara lain: Kepala Desa, Sekretaris Desa, Ketua RW, Ketua RT, sesepuh desa, tokoh masyarakat, dan para anggota masyarakat yang secara langsung terlibat dalam pengelolaan program desa wisata. Setelah melalui beberapa tahap penjajagan untuk mencari key informan yang relevan dengan penelitian ini maka ditetapkan 14 (empat belas) key informan yaitu: Dariharto S.H., M.M (Kabid Pariwisata Disbudpar Banyuwangi), Ahmad Abdul Takhrim S.Ag (Kepala Desa Kemiren), Suwandi (Kaur Kesra Desa Kemiren), Djuhadi Timbul (Modin dan sesepuh Desa Kemiren), Niptah (Kadus Krajan), Serad (Sesepuh Desa Kemiren), Uripno (Pemilik Sanggar Pelangi Sutera), Temu Misti (Pemilik Sanggar Gandrung Sopo Ngiro), Sucipto (Pemilik Sanggar Barong Sapu Jagad), Purwadi (Korwil AMAN Jawa bagian Timur), Samsul (Pemilik Sanggar Laroswangi), Harsono (Ketua RW/tokoh masyarakat), Haidy (Ketua Paguyuban Tholek Kemiren), dan Andi Supandi (Pemilik Warung Angklung).

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun cara pengumpulan data dapat diperinci sebagai berikut: (1) Observasi, yakni cara yang dipergunakan peneliti untuk melihat dan mengetahui aktivitas pengelolaan desa wisata dan ekowisata dengan memberdayakan masyarakat desa di wilayahnya. (2) Wawancara, yakni cara yang dipergunakan peneliti untuk mengungkap bagaimanakah para subjek penelitian memberi makna terhadap aktivitas pengelolaan desa wisata dan ekowisata di wilayahnya. (3) Dokumentasi, yakni cara yang dipergunakan peneliti untuk meramu dan menempatkan

(5)

5

terminologi dan sumber-sumber teori dalam penelitian ini yaitu teori yang menyangkut pemberdayaan dan partisipasi masyarakat pedesaan dalam bidang pariwisata.

Teknik yang dipergunakan untuk menganalisis data penelitian adalah teknik analisis deskriptif interpretatif dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) Memilih dokumen/data yang relevan dan memberi kode. (2) Membuat catatan objektif, dalam hal ini sekaligus melakukan klasifikasi dan mengedit (mereduksi) jawaban. (3) Membuat catatan reflektif, yaitu menuliskan apa yang sedang dipikirkan peneliti sebagai interpretasi dalam sangkut pautnya dengan catatan objektif. (4) Menyimpulkan data dengan membuat format berdasarkan teknik analisis data yang dikendaki peneliti. (5) Melakukan triangulasi yaitu mengecek kebenaran data dengan cara menyimpulkan data ganda yang diperoleh melalui tiga cara: (1) memperpanjang waktu observasi di lapangan dengan tujuan untuk mencocokkan data yang telah ditulis dengan data lapangan, (2) mencocokkan data yang telah ditulis dengan bertanya kembali kepada informan, dan (3) mencocokkan data yang telah ditulis dengan sumber pustaka.

Analisis SWOT digunakan untuk merumuskan berbagai rekomendasi guna menghasilkan model atau strategi yang tepat bagi pengembangan kawasan desa wisata Kemiren. Analisis SWOT yakni dengan mencari faktor-faktor Kekuatan (Strenghts), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity) dan Ancaman (Threat) dari Desa Kemiren yang kemudian dianalisis sedemikian rupa yang hasilnya dijabarkan secara deskriptif dan digunakan untuk menentukan langkah-langkah serta model pengembangan desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat di Desa Kemiren. Sementara untuk mengetahui posisi pengembangan pariwisata di Desa Kemiren pada kuadran SWOT dilakukan dengan cara mencari selisih total skor kekuatan (S) dan total skor kelemahan (W) serta selisih total skor peluang (O) dan total skor ancaman (T).

III. HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kemiren adalah sebuah desa kecil yang secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur. Ditinjau dari letaknya dalam peta pulau Jawa, maka posisi Banyuwangi sangat strategis karena terletak di ujung paling timur pulau Jawa dan berbatasan langsung dengan pulau Bali yang

(6)

6

dihubungkan dengan selat di sebelah timurnya. Desa Kemiren berada sekitar 5 km arah barat dari pusat kota Banyuwangi sehingga dekat dengan pusat ekonomi dan pemerintahan. Jarak tempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor ke pusat kota hanya berkisar 10-15 menit perjalanan. Sementara itu jarak dengan pusat moda transportasi darat utama, yaitu stasiun kereta api dan terminal bus, juga relatif dekat. Stasiun kereta api Karangasem yang merupakan stasiun kereta api terdekat dengan kota Banyuwangi hanya berjarak sekitar 2,5 km ke arah timur dari desa Kemiren. Terminal bus Brawijaya (Karangente) yang berada di pinggiran kota Banyuwangi berjarak sekitar 4 km dari desa ini.

Desa Kemiren oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur ditetapkan sebagai desa wisata adat Using pada tahun 1995 karena penduduknya masih memegang teguh adat dan budaya Using. Using merupakan sebutan bagi suku yang diyakini sebagai puak pribumi Banyuwangi, yang merupakan sisa masyarakat Blambangan lama. Kini suku Using menempati tak lebih 9 kecamatan dari 24 kecamatan di Banyuwangi. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Banyuwangi (Kota), Giri, Kabat, Rogojampi, Songgon, Singojuruh, Cluring dan Genteng (Sari, 1994: 23). Desa-desa yang menjadi kantong-kantong kebudayaan Using dan tetap mempertahankan budaya, adat istiadat dan seni tradisional Using juga semakin berkurang dan mengecil. Oleh karena itulah, maka konservasi budaya Using, utamanya di Desa Kemiren, dipandang penting untuk dilakukan.

B. Potensi Dan Sumberdaya Wisata Di Kemiren

Berdasarkan jenisnya, daya tarik wisata di Kemiren terbagi dalam lima daya tarik wisata utama yang potensial untuk dikembangkan. Kelima daya tarik wisata itu adalah: 1) Seni tradisional; 2) Ritual adat; 3) Arsitektur tradisional; 4) Suasana alam pedesaan dan tradisi budidaya padi; dan 5) Anjungan wisata dan kolam renang. Selain kelima daya tarik wisata utama tersebut di atas, terdapat juga daya tarik lain yang perlu pengembangan lebih lanjut yaitu museum barang-barang kuno dan kuliner tradisional Using.

C. Aktifitas Pengelolaan Ekowisata Dan Desa Wisata Kemiren C.1. Peran dan Keterlibatan Pemerintah

Peran dan tanggung jawab pemerintah dalam implementasi kebijakan pariwisata mencakup beberapa hal seperti: pembangunan dan pengembangan infrastruktur, aktifitas

(7)

7

pemasaran dan promosi, peningkatan kualitas budaya dan lingkungan serta pengembangan sumber daya manusia (Pitana, 2009: 114). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pemerintah telah menghasilkan beberapa produk kebijakan yang berkaitan dengan pariwisata daerah; yaitu 1) RPJMD th. 2010-2015 yang dijabarkan dalam Renstra SKPD Pariwisata, 2) Perda no.13 tahun 2012 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan, dan 3) Perda no.08 th. 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah th. 2012-2032 yang pada pasal 64 mengatur tentang kawasan Peruntukan Pariwisata. Seluruh kebijakan pemerintah daerah yang berhubungan dengan pariwisata tersebut menjadi arah dan pedoman dalam pembangunan dan pengembangan sektor kepariwisataan di Banyuwangi, termasuk di antaranya di Kemiren.

Meskipun penetapan Kemiren sebagai kawasan peruntukan pariwisata desa wisata Using ini telah diatur oleh pemerintah daerah, tetapi di tingkat pemerintahan desa Kemiren belum ada peraturan desa yang khusus mengatur masalah pariwisata desa atau desa wisata. Beberapa hal yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengembangan pariwisata di Kemiren antara lain: 1) Pembangunan Anjungan Wisata Using dengan dana dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang pengelolaannya saat ini masih diserahkan kepada pihak swasta, 2) Pembangunan dan peningkatan sarana dan prasarana penunjang pariwisata melalui peningkatan mutu jalan utama Kemiren, pembangunan 6 toilet berstandar internasional, bantuan dana stimulus untuk rumah adat Using, dll, 3) Peningkatan SDM melalui beragam pelatihan kepariwisataan, ketrampilan, industri kreatif, studi banding desa wisata, dll. serta pembinaan seni-budaya, 4) Bantuan dana dan promosi untuk kegiatan-kegiatan adat yang telah masuk dalam Kalender Wisata Tahunan Banyuwangi tahun 2013 seperti Ider Bumi dan Tumpeng Sewu, 5) Bantuan dana pengembangan wisata melalui PNPM Mandiri Pariwisata, 6) Bantuan dana melalui BPNB (Balai Pelestarian Nilai-Nilai Budaya) Yogyakarta untuk pelestarian seni tradisi, adat dan nilai budaya, dan 7) Bantuan dana melalui dana Kesmas DPRD Kabupaten Banyuwangi, dan lain-lain.

C.2. Peran dan Keterlibatan Pihak Swasta

Peran dan keterlibatan pihak swasta sebagai salah satu pilar pembangunan pariwisata di Desa Kemiren salah satunya terlihat pada pengelolaan Anjungan Wisata Using. Keberadaan Anjungan Wisata Using tersebut pada awalnya bertujuan untuk

(8)

8

memperkuat dan menunjang keberadaan Desa Wisata Using Kemiren, tetapi harapan akan sinergi dan hubungan yang saling menguntungkan antara pihak pengelola dengan masyarakat Kemiren tidak terjalin dengan baik.

Peran pihak swasta juga terlihat pada acara Cultural Trip (Jalan-Jalan jelajah Budaya) yang diselenggarakan oleh Gelar, salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang pengembangan program berbasis konten lokal, tradisi dan kontemporer yang berpusat di Jakarta, bekerjasama dengan Majalah National Geographic Indonesia. Pada acara tersebut, salah satu destinasi yang ditawarkan adalah mengunjungi desa adat Using di Kemiren. Keterlibatan pihak swasta yang berfungsi sebagai tour operator seperti kegiatan ini perlu dijalin dan dikembangkan lebih luas sebagai salah satu motor penggerak pengembangan wisata desa di Kemiren.

Pada acara Tumpeng Sewu dan Ider Bumi, pihak swasta juga turut berperan dalam pendanaan acara dengan kontrapretasi berupa pemasangan umbul-umbul atau baliho iklan produk perusahaan yang mendanai kegiatan tersebut. Peran dan keterlibatan pihak swasta juga terlihat pada promosi dan liputan acara-acara seni, budaya dan tradisi Using di Kemiren. Beberapa media massa cetak dan elektronik baik lokal maupun nasional telah sering melakukan liputan budaya yang merupakan daya tarik wisata utama di Kemiren. Peran media massa ini sangat penting sebagai media pemasaran daya tarik wisata Kemiren untuk menjangkau khalayak yang lebih luas.

Salah satu unsur dari pemangku kepentingan yang penting juga untuk dilihat keterlibatannya dalam pengembangan desa wisata di Kemiren adalah perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pemberi bantuan dana (lembaga donor) dalam bidang pelestarian tradisi, seni dan budaya serta pemberdayaan masyarakat. Sementara kegiatan pengabdian kepada masyarakat lebih banyak dilakukan oleh perguruan tinggi lokal yang ada di Banyuwangi dalam bentuk penyelenggaraan kuliah kerja nyata (KKN) mahasiswa. Keberadaan para peneliti dan institusi perguruan tinggi yang selama ini melakukan penelitian dan PPM (pengabdian kepada masyarakat) semestinya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Kemiren untuk menjalin kerjasama dengan mereka dalam pengembangan pariwisata di Kemiren. Hal ini penting dilakukan karena perguruan tinggi memiliki sumberdaya manusia, kapasitas keilmuan yang memadai serta jaringan luas yang memungkinkan membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam pengembangan pariwisata di Kemiren. Selama ini peran perguruan tinggi dalam program-program yang

(9)

9

bersentuhan langsung dengan masyarakat Kemiren sebatas pada pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk KKN yang inipun biasanya tidak memiliki dampak yang maksimal bagi masyarakat. Peran dan keterlibatan lembaga donor atau lembaga pemberi bantuan juga cukup penting untuk ikut dalam pengembangan pariwisata di Kemiren. Dengan adanya kebudayaan Using yang khas di Kemiren maka masyarakat kemiren sebenarnya memiliki potensi untuk bekerjasama dengan berbagai lembaga donor yang berhubungan dengan pelestarian dan apresiasi seni, tradisi dan budaya masyarakat lokal.

C. 3. Peran dan Keterlibatan Masyarakat (Partisipasi Masyarakat)

Berdasarkan potensi sumber daya wisata, lingkungan, sosial dan budaya masyarakatnya, maka konsep ekowisata yang berbasis partisipasi masyarakat adalah konsep pengembangan pariwisata yang tepat untuk desa wisata Kemiren karena konsep yang dikenal juga dengan istilah Community-Based Ecotourism (CBE) ini menurut Muallissin (dalam Untari, 2009: 24) merupakan pariwisata yang menyadari kelangsungan budaya, sosial dan lingkungan. Bentuk pariwisata ini dikelola dan dimiliki oleh masyarakat setempat guna membantu para wisatawan untuk meningkatkan kesadaran mereka dan belajar tentang tata cara hidup masyarakat lokal (local way of life). CBE merupakan model pengembangan pariwisata yang berasumsi bahwa pariwisata harus berangkat dari kesadaran nilai-nilai kebutuhan masyarakat sebagai upaya membangun pariwisata yang lebih bermanfaat bagi kebutuhan, inisiatif dan peluang bagi masyarakat lokal. Dengan tanpa mengesampingkan peran para stakeholders yang lain, CBE terutama berkait dengan dampak pariwisata bagi masyarakat dan sumber daya lingkungan (environmental resources) dan merupakan strategi pengembangan masyarakat dengan menggunakan pariwisata sebagai alat untuk memperkuat kemampuan organisasi masyarakat lokal.

Berkaitan dengan tipologi atau bentuk partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata, Pretty (dalam Aref, 2011: 23-24) membaginya dalam 7 tipe partisipasi, yaitu: partisipasi pasif, partisipasi dalam pemberian informasi, partisipasi dengan konsultasi, partisipasi untuk mendapatkan insentif materi, partisipasi fungsional, partisipasi interaktif dan mobilisasi diri. Berdasarkan hasil observasi, wawancara, dan FGD maka dapat dirumuskan bahwa bentuk partisipasi masyarakat Kemiren dalam pengembangan pariwisata terbagi dalam 5 tipologi, yaitu 1) partisipasi pasif, 2) partisipasi dalam

(10)

10

pemberian informasi, 3) partisipasi dengan konsultasi, 4) partisipasi untuk mendapatkan insentif materi, dan 5) partisipasi fungsional. Sementara itu, dua jenis partisipasi yang belum ditemukan di Kemiren adalah partisipasi interaktif dan mobilisasi diri. Partisipasi interaktif dan mobilisasi diri ini secara umum bercirikan kemandirian dalam pengorganisasian masyarakat dalam melakukan analisis bersama, pengembangan dan pembuatan atau penguatan institusi. Dua tipe partisipasi tertinggi ini memandang partisipasi sebagai suatu hak dan tak hanya sebagai alat mencapai tujuan proyek. Partisipasi jenis ini juga memiliki kecenderungan untuk melibatkan metodologi interdisipliner dan memanfaatkan proses pembelajaran yang terstruktur dan sistematis. Selain itu, kelompok lokal secara mandiri mampu mengontrol pembuatan keputusan lokal dan menentukan cara memanfaatkan sumberdaya dan masyarakat mampu mengambil inisatif yang terpisah dari institusi luar. Salah satu hal yang bisa menjadi penilaian ada atau tidaknya bentuk partisipasi ini adalah keberadaan seperangkat aturan beserta lembaga/ organisasi masyarakat. Selama penelitian berlangsung tidak ditemukan adanya Perdes tentang pariwisata dan lembaga pengelola pariwisata desa di Kemiren.

D. Strategi Pengembangan Ekowisata dan Desa Wisata Kemiren

D.1. Faktor Pendukung dan Penghambat Pengembangan Program Desa Wisata dan Ekowisata di Kemiren

Dalam menyusun strategi pengembangan desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat di Desa Kemiren, terlebih dahulu harus dilakukan identifikasi berbagai kekuatan, kelemahan dan peluang yang dimiliki serta ancaman yang mungkin muncul melalui analisis SWOT. Terdapat dua lingkungan strategis yang sangat berpengaruh di Desa Kemiren, yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Di dalam lingkungan internal terdapat dua faktor penting yang berpengaruh, yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan. Sementara itu, di dalam lingkungan eksternal terdapat dua faktor penting yang berpengaruh, yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan ancaman dan peluang.

Tabel berikut ini memuat keempat unsur dalam lingkungan internal dan eksternal yang dirumuskan menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat pengembangan program pariwisata di Kemiren. Faktor pendukung merupakan gabungan dari kekuatan dan

(11)

11

peluang, sedangkan faktor penghambat merupakan gabungan dari kelemahan dan ancaman.

FAKTOR PENDUKUNG FAKTOR PENGHAMBAT

1. Sebagian besar masyarakat Kemiren merupakan penduduk asli dan memiliki hubungan

kekerabatan.

2. Posisisi strategis Desa Kemiren yang menjadi jalur penghubung antara kawasan wisata Kawah Ijen dengan Wisata Pemandian Tamansuruh dan Perkebunan Kalibendo serta letak Kemiren yang hanya 5 km dari pusat kota Banyuwangi. 3. Keterbukaan masyarakat Kemiren terhadap

pengunjung.

4. Kekayaan tradisi, seni dan budaya Using yang masih bertahan dan menyatu dalam gerak hidup masyarakat Kemiren.

5. Partisipasi masyarakat Kemiren yang tinggi terhadap aktifitas tradisi, seni dan budaya Using. 6. Adanya motivasi ekonomi bagi masyarakat

Kemiren terhadap pengembangan wisata berbasis partisipasi masyarakat.

7. Keberadaan tokoh-tokoh berpengaruh di Kemiren.

8. Ketrampilan masyarakat Kemiren dalam pembuatan produk kerajinan berbahan lokal. 9. Dukungan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

untuk pengembangan wisata.

10. Berkembangnya teknologi informasi sebagai media untuk memasarkan program-program wisata di Kemiren.

11. Lokasi desa Kemiren yang berdekatan dengan wilayah/desa lain yang mempunyai potensi wisata.

12. Kecenderungan perubahan tren dalam berpariwisata.

13. Keberadaan Perguruan Tinggi dengan dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat sebagai mitra masyarakat dan pemerintah.

14. Keberadaan lembaga-lembaga donor yang peduli terhadap pelestarian seni, tradisi dan budaya.

1. Koordinasi yang belum berjalan baik dalam

manajemen/pengelolaan kegiatan wisata di antara para

stakeholders.

2. Tidak tersedianya art

shop/souvenir shop sebagai

tempat memasarkan produk-produk kerajinan dan souvenir secara kontinyu.

3. Lemahnya daya saing dan manajemen usaha dalam produk-produk kerajinan/ souvenir sebagai penunjang industri pariwisata desa. 4. Sumber daya manusia yang

rendah dalam bidang pariwisata. 5. Informasi tentang ragam daya

tarik wisata yang belum memadai.

6. Belum adanya program-program wisata yang

berhubungan dengan sumber daya alam pedesaan.

7. Branding Image yang lemah sebagai desa wisata berbasis adat dan budaya.

8. Kecemburuan antar desa yang berhubungan dengan

pengembangan wisata. 9. Sarana transportasi (menuju)

desa yang tidak memadai. 10. Tingginya pembiayaan dalam

penyelenggaraan kegiatan wisata yang dirasakan

(12)

12 D.2. Analisis Strategi

Berdasarkan analisis SWOT, pengembangan program desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat di Desa Kemiren secara keseluruhan dijabarkan dalam 15 strategi prioritas pengembangan sebagai berikut:

1. Pembentukan dan penguatan wadah bagi pengelolaan pariwisata desa berbasis masyarakat.

2. Meningkatkan peran serta masyarakat yang dimotori oleh para tokoh di Kemiren dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat.

3. Meningkatkan pemahaman pada masyarakat tentang pentingnya konservasi alam dan nilai-nilai budaya Using sebagai aset penting dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan.

4. Mendorong tumbuh-kembangnya industri kreatif dan sarana pemasaran hasil industri kreatif di Kemiren berbasis kearifan lokal sebagai penunjang pengembangan wisata. 5. Meningkatkan kualitas SDM dalam manajemen pengelolaan wisata desa.

6. Membuat program-program wisata alam pedesaan berbasis masyarakat.

7. Memperkuat branding image Kemiren sebagai desa wisata adat dan budaya Using. 8. Meningkatkan kerjasama dengan Perguruan Tinggi terutama dengan Lembaga

Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat sebagai mitra dalam pengembangan pariwisata.

9. Menjalin dan meningkatkan kerjasama dengan lembaga donor/lembaga terkait untuk penguatan pelestarian tradisi, seni dan budaya sebagai aset pengembangan pariwisata. 10. Menjalin koordinasi dan kerjasama dalam hal promosi dengan pengelola obyek wisata

di wilayah lain yang berdekatan.

11. Meningkatkan sinergi dan koordinasi antara pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengembangan wisata di Kemiren.

12. Meningkatkan promosi dan layanan informasi terpadu tentang program wisata di Kemiren bagi wisatawan.

13. Pengadaan akses transportasi serta sarana dan prasarana lain untuk mendukung pengembangan ekowisata dan desa wisata berbasis partisipasi masyarakat yang memperhatikan konsep pariwisata keberlanjutan.

14. Pengembangan desa-desa potensial lain di Kecamatan Glagah sebagai desa wisata berbasis kekayaan lokal masing-masing desa.

(13)

13

15. Meningkatkan kerjasama dengan desa-desa lain yang memiliki potensi wisata dalam pengembangan pariwisata.

Sebagai catatan, seluruh strategi yang berkaitan dengan pemberdayaan, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat tersebut di atas harus disertai dengan pendampingan untuk mengawal proses agar mencapai hasil yang maksimal dalam pengembangan ekowisata dan desa wisata di Kemiren. Berdasarkan analisis SWOT juga didapatkan hasil bahwa posisi Desa Kemiren berada pada kuadran I dalam pengembangan pariwisata; artinya Kemiren memiliki kekuatan dan peluang yang besar dalam pengembangan pariwisata desa. Hasil rekomendasi strategi yang diberikan adalah strategi progresif yang memungkinkan untuk pengembangan lebih lanjut dan memperbesar pertumbuhan desa wisata dan meraih kemajuan secara maksimal bagi pembangunan pariwisata berkelanjutan.

IV. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

1. Aktifitas pengelolaan Kemiren sebagai desa wisata dan ekowisata terbagi atas peran dan keterlibatan pemerintah, peran dan keterlibatan swasta, peran dan keterlibatan masyarakat (partisipasi masayarakat);

2. Bentuk partisipasi masyarakat Kemiren dalam pengembangan pariwisata terbagi dalam 5 tipologi, yaitu 1) partisipasi pasif, 2) partisipasi dalam pemberian informasi, 3) partisipasi dengan konsultasi, 4) partisipasi untuk mendapatkan insentif materi, dan 5) partisipasi fungsional. Sementara bentuk partisipasi interaktif dan mobilisasi diri tidak ditemukan di Kemiren;

3. Terdapat 14 faktor pendukung dan 10 faktor penghambat pengembangan pariwisata berbasis partisipasi masyarakat di Desa Kemiren; dan

4. Hasil penilaian faktor internal dan eksternal Desa Kemiren untuk pengembangan desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat secara keseluruhan dijabarkan dalam 15 strategi prioritas pengembangan.

(14)

14 B. Saran

B.1. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Banyuwangi

1. Disbudpar meningkatkan kegiatan-kegiatan terkait pengembangan SDM pariwisata desa, seperti pelatihan teknis dan manajerial kepariwisataan dan diiringi dengan pendampingan masyarakat untuk mengawal proses.

2. Dishub mengupayakan tersedianya transportasi umum dari pusat kota ke Desa Kemiren dan desa-desa wisata lain di sekitarnya; seperti Taman Suruh, Kalibendo, Olehsari, Bakungan, Ijen.

3. Disbudpar dan Dispenda bersama-sama dengan pemerintah desa Kemiren mengupayakan terjalinnya hubungan yang sinergis antara pengelola Anjungan Wisata Using dan pemerintah desa Kemiren sehingga kebutuhan yang mendesak akan sarana dan prasarana penunjang pariwisata desa terpenuhi; misalnya tempat pertunjukan yang representatif, lokasi yang memadai bagi pelaksanaan festival-festival kesenian yang diselenggarakan sebagai pendukung ritual adat, dan tempat penjualan souvenir khas Kemiren.

4. DPU mengupayakan pengadaan lampu penerangan di sepanjang jalan utama Kemiren. 5. Disbudpar dan BPMPD (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa) siap

mengawal Pemerintah Desa Kemiren dalam pembuatan Perdes pariwisata berbasis partisipasi masyarakat apabila pemerintahan yang bersangkutan membutuhkan bimbingan.

6. Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi membantu tata kelola museum benda-benda kuno di Kemiren dalam hal identifikasi jumlah dan sejarah masing-masing benda koleksi, pembuatan katalog benda-benda koleksi, dan perawatan yang tepat bagi masing-masing benda koleksi.

7. Mengalihkan pelaksanaan acara-acara dinas yang biasanya diselenggarakan di hotel-hotel atau gedung-gedung pemerintah di pusat kota ke Kemiren (Anjungan Wisata Using).

B.2. Bagi Pemerintah Desa Kemiren

1. Pemerintah Desa Kemiren perlu membuat Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur tentang pengelolaan desa wisata dan ekowisata berbasis partisipasi masyarakat untuk

(15)

15

memudahkan pengelolaan, koordinasi dan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak terkait.

2. Pemerintah desa bersama-sama dengan pihak terkait merintis pembuatan pusat data Kemiren yang berisi informasi dan dokumentasi kekayaan seni, tradisi dan budaya Using di Kemiren sebagai bentuk konservasi budaya dan daya tarik wisata khusus pendidikan.

3. Pemerintah desa secara aktif mengidentifikasi masalah yang muncul berkaitan dengan pengembangan pariwisata

4. Pemerintah desa secara aktif menjalin kerjasama dengan LPPM dari PTS/PTN dan lembaga-lembaga donor untuk membantu pengembangan pariwisata desa.

5. Pemerintah desa membuat program penguatan branding image Kemiren sebagai desa wisata adat Using. Sebagai contoh pembuatan paglak di sepanjang jalan Kemiren. Penguatan branding image ini merupakan nilai tambah yang dapat membedakan Kemiren dengan desa-desa lainnya.

6. Merancang program-program wisata alam pedesaan berbasis masyarakat. 7. Bekerjasama dengan desa-desa lain yang memiliki potensi wisata.

8. Bersama masyarakat dan pihak terkait lainnya mengusahakan adanya tempat penjualan souvenir/kerajinan bagi wisatawan.

B.3. Bagi Masyarakat

1. Bersama-sama dengan pemerintah desa mengupayakan pembentukan lembaga/organisasi masyarakat berpayung hukum yang menangani pariwisata desa untuk memudahkan koordinasi dan kerjasama pengembangan pariwisata dengan berbagai pihak terkait.

2. Aktif dalam perencanaan, pengelolaan dan kegiatan pariwisata desa 3. Meningkatkan pelayanan pada wisatawan.

4. Meningkatkan motivasi usaha ekonomi kreatif penunjang pariwisata.

B.4. Bagi Pengusaha Jasa Pariwisata

1. Menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat lokal

(16)

16

3. Menghormati nilai-nilai tradisi dan budaya masyarakat lokal dalam pengembangan usaha jasa pariwisata.

B.5. Bagi Perguruan Tinggi

1. Berperan serta dalam program pengembangan desa wisata di Kemiren lewat penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

B.6. Peneliti lain

1. Melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai pengembangan pariwisata dengan basis yang berbeda, misalnya komunikasi pemasaran dan lain-lain.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data dan hasil perhitungan yang telah diperoleh dalam penelitian ini, pada kelas eksperimen yang menggunakan metode praktikum aplikatif CEP memiliki

No Arah Regulasi Dan/Atau Kebutuhan Regulasi Urgensi Pembentukan Berdasarkan Evaluasi Regulasi Eksisting, Kajian Dan Penelitian Substansi Arahan Regulasi Unit

maka dari itu guru BK diharapkan untuk menata dirinya kembali dan memperkenalkan peran dirinya yang baru, yang sudah berbeda dengan sebelumnya dimana guru BK yang

Pelaksanaan pengukuran jarak dengan menggunakan theodolit sama persis dengan waterpass, hanya haja yang perlu diperhatikan dalam menggunakan theodolit untuk pengukuran jarak ini

Tujuan khusus penelitian adalah dapat diketahui partisipasi ibu menyusui pada Kelompok Pendukung ASI di wilayah kerja Puskesmas Kasihan II Bantul; dapat diketahui keber-

DESKRIPSI Mata kuliah ini membahas tentang Bagaimana Mempelajari Islam di Perguruan Tinggi, Bagaimana Manusia Bertuhan, Bagaimana Agama Menjamin Kebahagiaan, Bagaimana

Joseph Chinyong Liow seperti yang dikutip oleh Najamuddin Khairur Rijal 9 , menyebutkan bahwa penyebaran ideologi ISIS tidak hanya dilakukan di timur tengah saja,

Pine Ridge/Pine Hills Austin Dan Dunedin Pine Ridge/Pine Hills Chambers Don Pine Ridge Pine Ridge/Pine Hills Flaherty Artie Pine Ridge Pine Ridge/Pine Hills Grafmeyer Jim Pine