• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMILU REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO: INDIKATOR MASIH BERJALANNYA GELOMBANG DEMOKRATISASI KETIGA Oleh Tine Ratnapoerwantika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMILU REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO: INDIKATOR MASIH BERJALANNYA GELOMBANG DEMOKRATISASI KETIGA Oleh Tine Ratnapoerwantika"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 194

PEMILU REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO: INDIKATOR MASIH BERJALANNYA GELOMBANG DEMOKRATISASI KETIGA

Oleh Tine Ratnapoerwantika

Abstrak

Republik Demokratik Kongo adalah sebuah Negara yang memiliki wilayah cukup luas, hampir sebanding dengan luas Eropa Barat. Namun Negara tersebut sangat minim infrastruktur utama, disebabkan karena gejolak politik yang menyeret Negara tersebut kedalam konflik berdarah yang berlangsung selama 40 tahun. Disamping itu, sejak dikuasai oleh Raja Belgia Leopold II sejak tahun 1885 dan menjadi bagian dari koloni Belgia tahun 1908, kekayaan mineral RD Kongo, seperti intan, selalu dijarah orang-orang asing dan pendatang. Selama perangpun, kekayaan intan dan emas negeri itu dijarah berbagai pihak, hal ini menyebabkan rakyat Kongo jatuh dalam kemiskinan.

Kata Kunci: Pemilu di Kongo, Gelombang Demokratisasi Pendahuluan

Satu dasawarsa sebelum Christopher Columbus mengadakan perjalanannya yang terkenal ke Benua Amerika pada tahun 1492, para pelaut Portugis di bawah Diogo Cão tiba di muara Sungai Kongo di Afrika bagian tengah. Mereka tidak tahu bahwa air sungai yang memerciki kapal mereka telah menempuh jarak ribuan kilometer sebelum sampai ke samudra.

Orang-orang Portugis itu bertemu dengan orang-orang setempat, penduduk kerajaan Kongo yang berkembang pesat. Selama beberapa ratus tahun kemudian, orang Portugis dan pedagang lain asal Eropa membeli gading dan budak dari orang Afrika yang tinggal di sepanjang pesisir. Baru pada pengujung tahun 1800-an, orang Eropa berani masuk ke pedalaman. Salah satu pria yang paling terkenal dalam menjelajahi kawasan ini adalah Pierre Savorgnan de Brazza, seorang perwira dalam angkatan laut Prancis. Pada tahun 1880, Brazza menandatangani traktat dengan seorang raja setempat, menjadikan daerah di bagian utara Sungai Kongo itu berada di bawah perlindungan Prancis.

(2)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 195 Belakangan, kawasan itu menjadi Afrika Ekuatorial Prancis. Ibu kotanya adalah Brazzaville.

Dewasa ini, Brazzaville adalah ibu kota dan kota terbesar di wilayah yang sekarang disebut Republik Kongo. Kota itu terletak di tepi Sungai Kongo. Di hilir, sungai itu mengalir deras melewati batu-batu besar dan tebing sejauh 400 kilometer menuju laut, tempat Cão melabuhkan kapalnya dalam pelayaran penjelajahannya. Dari Brazzaville, Saudara dapat melihat ke seberang sungai ke gedung-gedung pencakar langit di Kinshasa, ibu kota Republik Demokratik Kongo. Karena kedua negara itu mengambil namanya dari sungai tersebut, masing-masing biasa disebut Kongo (Brazzaville) dan Kongo (Kinshasa).

Jeram dan air terjun di hilir Brazzaville membuat sungai itu tidak mungkin dilayari hingga Samudra Atlantik. Namun, sebuah jalur kereta api menghubungkan Brazzaville dengan kota Pointe-Noire di pesisir. Kebanyakan penduduk Kongo tinggal di kedua kota ini dan sekitarnya. Meskipun beberapa kota pesisir terletak lebih jauh di utara, sebagian besar dari negeri yang panas dan berhutan lebat ini jarang penduduknya.

Rakyat RD Kongo berhasil mempraktekkan demokrasi dalam bentuk penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) dengan lancer dan aman. Dan alangkah naifnya apabila kandidat presiden dan anggota parlemen tidak menghormati hasil akhir pemilu, selayaknya mereka mampu menahan diri untuk tidak kembali angkat senjata. Keberhasilan RD Kongo dalam melaksanakan pemilu yang aman dan lancer, dalam pandangan berbagai pihak akan bisa menjadi contoh untuk Negara lain di Afrika, sekaligus menguatkan asumsi Samuel P. Hungtington bahwa gelombang demokratisasi ketiga masih berlangsung, meskipun dikawasan Amerika Latin sedang mengarah pada arus balik demokrasi.

Gelombang demokratisasi ketiga sendiri dimulai di Portugal, ketika sekompok Perwira Muda berhasil menumbangkan rezim otoriter (1974) diikuti di Yunani rezim militer ditumbangkan oleh pemerintahan sipil dibawah pimpinan Constantin Karamanlis (1974). Pada akhir dasawarsa 1970 gelombang demokrasi bergerak di Amerika Latin. Pada tahun1977 pemimpin militer di Ekuador mengundurkan diri dari arena politik, berlanjut ke Peru (1978), Bolivia (1978), Argentina (1983), Uruguay (1984), Brazil (1985). Gerakan ini juga mengarah ke Asia, yaitu India (1977), Filipina (1986), Korea Selatan (1987), Pakistan (1988). Sementara di Afrika diawali oleh Nigeria (1980), kemudian Senegal, Tunisia, Aljajair, Mesir, Yordania (1990-an).

(3)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 196 Secara keseluruhan, gerakan menuju demokrasi merupakan gerakan yang bersifat global. Dalam waktu 15 tahun gelombang demokratrisasi bergerak melintasi Eropa Selatan, Amerika Latin, Asia, Afrika dan menghancurkan sebagian besar rezim diktator blok Soviet.

Perkembangan rezim demokratis, mulai dari awal tahun 1950-an sampai dengan 1980-an. Dalam masing-masing periode ini terdapat suatu kecenderungan yang sangat dominan baik kearah perluasan demokrasi (1820-1920 dan 1942-1953) ataupun kearah berkurangnya demokrasi (1920-1942). Dalam masing-masing periode ini sedikit sekali, kalau memang ada, pergeseran rezim yang signifikan melawan kecenderungan yang dominan ini.

Tetapi masa tiga puluh tahun dari awal 1950-an sampai awal tahun 1980-an, tidak ditandai oleh suatu arah yang kuat ke kiri atau ke kanan. Justru terjadi campuran. Sebagaimana telah kita lihat, jumlah rezim demokratis tampak meluas pada tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an, menyusul pada pertengahan 1960-an dan awal 1970-an, dan kemudian meluas lagi pada akhir 1970-an dan awal tahun 1980-an.

Pergeseran atau pasang surut dalam tahap ini, dapat kita amati dari kasus-kasus berikut: Bergerak kearah demokrasi: Spanyol, Portugal, Kolombia, Venezuela, Yunani dan Dominika; Dari Demokrasi kearah otoriter-birokratis (pemerintahan militer yang terus bertahan): Cili, Uruguay, Brazil dan Argentina. Tetapi setelah tahun 1980-an negera-negara tersebut kembali bergeser kearah demokrasi; Terombang-ambing antara demokrasi dan non-demokrasi: Peru, Equador, Ghana dan Turki; Menjadi kurang demokratis di Asia Timur: Singapura, Indonesia, Filipina dan Taiwan. Sekarang tinggal Singapura sebagai negara yang masih kurang demokratis; Tunduk kepada Totalitarianisme Vietnam: Negara-negara Indocina (Kamboja, Laos). Kamboja sekarang menjadi negara yang demokratis, tetapi peran Vietnam masih kuat; Tetap demokrasi secara partial: Thailand dan Malaysia; Gagal menggerakan demokrasi (dibawah penguasaan Soviet): Hongaria, Cekoslovakia dan Polandia. Sekarang semuanya sudah menjadi negara yang demokratis, Ceko dan Slovakia telah menjadi negara terpisah.

Pembahasan

Di Afrika dewasa ini, tak terkecuali di RD Kongo, kebebasan (terhindar) dari kemiskinan merupakan suatu tujuan yang universal. Jutaan nyawa terancam akibat

(4)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 197 kemiskinan, pengangguran, kurang gizi, penyakit yang tak kunjung sembuh dan pendidikan yang kurang memadai.

Hampir di semua negara para pemimpin politik mencurahkan perhatian mereka pada masalah pembangunan sosial dan ekonomi. Sebagian besar pemimpin juga mengklaim, prinsip pertanggungjawaban kepada rakyat harus dihormati. Tetapi tuntutan terhadap pembangunan jauh lebih mendesak dari tuntutan demokrasi.

Mengingat kondisi manusia dan pemborosan sumber daya di Afrika dan daerah-daerah non-industri lainnya, banyak cendikiawan mengatakan bahwa gagasan anti-demokrasi adalah sah. Dan istilah yang tepat untuk ide ini adalah development dictatorship (diktator pembangunan). Namun demikian, kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan diktator pembangunan cukup luas konsekuensinya, antara lain: Penindasan kebebasan; Eksploitasi tenaga kerja; dan Pembatasan kebebasan bergerak: pilihan pribadi yang ketat.

Periode diktator pembangunan ini kemudian disebut transisi menuju demokrasi. Suatu upaya menuju tatanan sosial baru. Pemilu di RD Kongo kali ini adalah pemilu multipartai pertama yang digelar setelah selama 45 tahun hidup dibawah kepemimpinan dictator. Meski kerap didera pertikaian etnis, regional, dan politik, seusai pelaksanaan pemilu, pemerintah RD Kongo meyakinkan masyarakatnya bahwa demokrasi adalah pilihan terbaik untuk menyelesaikan berbagai perbedaan. Apapun hasil pemilu, rakyat berharap stabilitas keamanan dan

perdamaian akan terwujud.122

Keberhasilan menyelenggarakan pemilu dengan aman bukan hanya pemerintah RD Kongo yang bergembira, namun juga komunitas masyarakat internasional, bahkan PBB menganggapnya sebagai mukjijat, mengingat sangat sulit menyelenggarakan pemilu disuatu Negara besar dengan infrastruktur yang kurang memadai. Pemerintah RD Kongo berharap stabilitas keamanan yang saat ini kondusif, bisa dipertahankan agar Negara RD Kongo dapat segera bangkit dari keterpurukan selama ini. Pemilu ini menurut Ketua Komite Pemilu Joaquim Chissano, menjadi contoh untuk Negara lain di Afrika. Komunitas internasionalpun ada di Kongo untuk membantu dan ikut menyumbang 450 juta dollar AS untuk biaya

122

(5)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 198 pelaksanaan pemilu, karena perdamaian di Kongo adalah juga perdamaian di

seluruh Afrika.123

Bentuk-bentuk demokrasi di Afrika adalah sebanyak bentuk pemerintahan yang terus mengalami perubahan dalam lebih dari 50 negara berdaulat. Demokrasi di Afrika adalah suatu proses eksperimen dalam suatu generasi beberapa negara baru. Proses ini harus kita pelajari bukan semata-mata untuk mempelajari Afrika, tetapi juga untuk menyegarkan pengetahuan kita mengenai pengertian demokrasi itu sendiri.

Paling tidak ada lima tipe apabila kita melihat pengembangan demokrasi di Afrika, antara lain: Demokrasi Liberal, Dimana kekuasaan pemerintah dibatasi oleh hukum, warga negara memiliki kebebasan berkumpul untuk bersaing merebut jabatan dalam Pemilu yang bebas, yang dilaksanakan dengan waktu yang reguler. Contoh negara: Nigeria, Botswana, Gambia, Mauritius dan Zimbabwe.

Demokrasi Terpimpin, Dimana penguasa harus bertanggungjawab kepada rakyatnya namun menolak metode persaingan Pemilu multipartai. Demokrasi terpimpin sebenarnya merupakan suatu bentuk diktator pembangunan; Ia dianalogikan tersendiri karena bentuk-bentuk diktator pembangunan lainnya hanya sedikit atau sama sekali tidak memberikan pertanggungjawaban kepada rakyat. Contoh negara: Kenya dibawah Jomo Kenyata, Zambia dan Libya.

Demokrasi Sosial, Konsep demokrasi meliputi bukan sekedar pertanggungjawaban pada keadilan sosial. Menurut perspektif demokrasi sosial, demokrasi mengandaikan pengejaran efektif suatu tatanan sosial yang egalitarian, disamping pemerintahan yang bertanggungjawab pada rakyat. Contoh negara: Tanzania.

Demokrasi Gotong Royong (Participatory Democracy), Demokrasi model ini menguatkan eksistensi hubungan timbal balik antara lembaga-lembaga politik demokratis dengan lembaga-lembaga sosial gotong royong, dengan penekanan khusus pada efek edukatif partisipasi demokrasi di tempat kerja. Contoh negara: Zambia dibawah Keneth D. Kaunda.

Demokrasi Konstitusional, Tipe demokrasi ini dijalankan sebagai pemecahan masalah jangka pendek atau jangka panjang terhadap masalah kebudayaan, yaitu konflik etnik, rasial atau agama, dalam masyarakat yang terpecah-pecah.

123

KOMPAS, 2 Agustus 2006, “Contoh, Demokrasi di RD Kongo, kandidat Presiden dan Anggota Parlemen Harus Hormati Hasil Pemilu” hal 11.

(6)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 199 Sebenarnya demokrasi ini adalah demokrasi liberal, dengan tambahan rencana khusus untuk melindungi kepentingan vital kelompok budaya. Contoh negara: Afrika Selatan pasca Apartheid.

Banyaknya jumlah pemilih yang dating ketempat pemungutan suara untuk memberikan suara itu menjadi indikasi rakyat ingin ada perdamaian di negeri yang merdeka dari Belgia 46 tahun yang lalu. Seluruh kandidat baik presiden (32 orang) maupun anggota parlemen (9.700 orang) diminta agar menghormati hasil pemilu yang menjadi ujian penting untuk perdamaian dan demokrasi.

Rakyat berbondong-bondong dating ke TPS untuk ikut memberikan suaranya. Mayoritas pemilih di berbagai daerah berpartisipasi dengan harapan pemilu tersebut bisa mengakhiri segala konflik peperangan dan kekacauan yang terjadi selama bertahun-tahun. Masyarakat mengatakan “kami ingin ada perdamaian”, ini adalah pemilu pertama setelah 40 tahun dibawah rezim otoriter. Meski antusias mengikuti pemilu dan ada sikitar 80.000 polisi yang menjaga proses pemungutan suara, namun para pemilih memiliki kekhawatiran akan keamanan dan keselamatan

selama pemilu.124

Berbagai bentuk serangan oleh kelompok bersenjata dan gerilyawan dikhawatirkan bisa terjadi setiap saat. Para pemilih mengatakan serangan bisa terjadi, terutama jika rival Kabila tidak bisa menerima hasil pemilu dan memilih untuk kembali angkat senjata, namun masyarakat proses pemilu berlangsung aman dan tertib.

Harapan Komite Pemilu RD Kongo agar proses pemilu berlangsung aman dan tertib menjadi kenyataan. Meskipun komite pemilu sempat dikejutkan oleh adanya terbakarnya 174 tempat pemungutan suara di kota pertambangan intan Mbuji-Mayi, provinsi East Kasai, yang diakibatkan oleh ledakan bom Molotov yang diduga dilakukan oleh mantan politisi Etienne Tshisekedi. Gangguan terhadap proses pemilu tak hanya itu, beberapa TPS juga dilempari sekelompok orang, sehingga pemilih berlarian, beberapa relawan pemilu dipukuli sampai babak belur. Namun meski terjadi berbagai aksi kekerasan, komite pemilu menilai secara

keseluruhan proses pemungutan suara berjalan lancer.125

124

KOMPAS, 31 Juli 2006, “Pemilu Bersejarah di RD Kongo, Pemilih Khawatirkan Keamanan dan Keselamatan”, hal 10.

125

(7)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 200 Harapan ini juga menjadi harapan semua warga RD Kongo, seperti yang disampaikan oleh Presiden Joseph Kabila yang juga mencalonkan lagi dan mantan gerilyawan yang kini menjadi politisi dan menjadi pesaing kuat Kabila, yaitu Jean-Pierre Bemba. Keduanya menatakan, tidak ada alasan untuk rebut-ribut tentang kecurangan dalam pemilu meski memang muncul kecurigaan kecurangan dan insiden kekerasan. Namun, kandidat-kandidat lain, termasuk anak mantan dictator Mobutu Sese Seko, menuding ada kecurangan yang serius dalam pemilu

tersebut.126

Komiti pemilu meminta kepada seluruh kandidat untuk menghormati hasil akhir pemilu. Segala perbedaan diminta untuk dibicarakan dan diselesaikan melalui dialog. Jika ada kandidat yang kalah, mereka diminta untuk tidak kembali angkat senjata dan mengganggu jalannya pemerintahan. Imbauan ini ditujukan karena diantara 32 kandidat preside nada mantan anggota kelompok gerilyawan yang masih memimpin kelompok milisi bersenjata. Kelompok seperti ini dikhawatirkan bisa mengancam perdamaian pasca pemilu.

Kekhawatiran akan pertikan pasca pemilu memang beralasan mengingat sebelumnya mantan gerilyawan Jean Pierre Bemba dan Azarias Ruberwa pernah menyatakan pihaknya tidak akan menerima hasil akhir pemilu jika mereka merasa ada kejanggalan atau ketidakadilan. Kekhawatiran semakin tampak ketika partai oposisi the Congolese Rally for Democracy (RCD) dan sebuah kelompok mantan gerilyawan mencurigai adanya kecurangan yang meluas pada pemilu. Kedua kelompok ini juga mengancam akan menolak hasil pemilu jika ada dugaan kecurangan.

RCD menyampaikan bahwa bentuk kecurangan itu antara lain berupa penambahan jumlah kartu suara dan petugas pemilu yang dinilai tidak objektif. Gerilyawan Rwanda Hutu juga dinilai telah ikut campur memilih presiden Kabila yang diperkirakan akan menang. RCD juga menyatakan adanya pemalsuan kartu suara

dan upaya ‘membeli suara’ dari pihak partai Kabila.127

Peranan pasukan bersenjata di RD Kongo, seperti juga di Negara-negara di lain di Afrika sangat mempengaruhi, bahkan merekalah yang telah merebut kekuasaan dari tangan pemerintah sipil. Hampir semua negara Afrika mendapatkan

126

KOMPAS, 2 Agustus 2006, “Contoh, Demokrasi di RD Kongo, kandidat Presiden dan Anggota Parlemen Harus Hormati Hasil Pemilu” hal 11.

127

(8)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 201 kemerdekaannya melalui perundingan konstitusionil daripada dengan pergolakan senjata. Penguasaan kolonial atas militer di Afrika diserahkan hanya setelah tercapainya pemerintahan sendiri dan kelihatannya militer tidak membahayakan stabilitas pemerintahan. Timbulnya militer secara tiba-tiba sebagai kekuatan politik dan pengaruhnya didalam modernisasi politik di Afrika adalah tema dari realitas yang ada di Afrika.

Dari pertengahan tahun 1965 sampai akhir tahun 1969, lebih dari duabelas kudeta telah mengguncangkan negara-negara Afrika tropis. Kekuatan militer yang selama masa pergerakan menuju kemerdekaan tidak ikut aktif, tiba-tiba muncul sebagai penentu, yang telah siap untuk menumbangkan pemerintahan sipil. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perebutan kekuasaan ini. Dari sekian banyak faktor itu, delapan diantaranya yang dianggap paling penting, adalah: Kemerosotan legitimasi partai politik; Perpecahan diantara para politisi terkemuka; Terbatasnya kemungkinan-kemungkinan campurtangan fihak luar; Penularan; Keadaan sosial yang tidak stabil; Korupsi yang merajalela; Kemacetan ekonomi; Kesadaran militer akan kekuatannya.

Setelah pemerintah sipil dijatuhkan, pemimpin kudeta berusaha untuk membenarkan tindakannya dalam merebut kekuasaan dengan menonjolkan masalah-masalah ekonomi, politik dan sosial yang tidak dapat ditangani oleh para politisi. Penguasa-penguasa baru itu menyatakan bahwa pemerintahan militer dalam satu periode saja, cukup dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan sistem politik yang ada, dalam arti militer berusaha melakukan modernisasi politik.

Akan tetapi, retorika mereka belum tentu sesuai dengan tindakan-tindakan yang mungkin mereka lakukan. Negara yang berdasarkan kekutan militer belum tentu akan lebih berhasil dalam menangani kesukaran-kesukaran yang dihadapi oleh pemerintah sipil. Bahwa pemerintahan-pemerintahan di Afrika yang berdasarkan pada kekuatan militer pasti akan mengalami kesukaran besar untuk memperoleh legitimasi dan oleh karenanya harapan-harapan mereka untuk menjadi pemerintah yang berhasil tetap tidak menentu.Tiga aspek pokok dalam modernisasi politik adalah: satu, Peningkatan sentralisasi kekuasaan kedalam tangan negara, diikuti dengan melemahnya sumber-sumber kekuasaan tradisional; dua, Diferensiasi dan spesialisasi lembaga-lembaga politik; tiga, Peningkatan partisipasi masyarakat dalam politik dan identifikasi yang lebih besar dengan sistem politik sebagai suatu keseluruhan.

(9)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 202 Kongo adalah negara yang sistem pemerintahannya demokratis. Pemilu untuk pemilihan presiden di negara itu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Pemilu pertama sejak negara itu merubah namanya dari Zaire ke Republik Demokratik Kongo adalah Pemilu tahun 1997. Kemudian pemilu kedua pada tahun 2003, yaitu pemilu transisi PBB. Sementara pemilu berikutnya tahun 2006 dan pemilu terakhir adalah pemilu tahun 2011 yang merupakan pemilu ke 4 sejak Republik Demokratik Kongo berdiri.Pemilu itu juga memilih 500 orang di majelis nasional (parlemen).

Pada tahun 2011, Presiden Joseph Kabila dinyatakan sebagai pemenang pemilihan presiden Republik Demokratik Kongo, tapi penantang utama presiden menolak hasil itu dan menyatakan diri sebagai presiden negara itu. Komisi pemilihan Kongo menyatakan Kabila unggul dari penantangnya Etienne Tshisekedi dengan 49 banding 32 persen suara, sedangkan kandidat lain berada jauh di belakang. Partai yang berkuasa di Kongo mengatakan Presiden Kabila menang Pemilu secara adil.

Penutup

Para pengamat internasional memandang bahwa Pemilu Kongo dicemari berbagai penyimpangan selama pemilu dan dalam penghitungan suara. Tshisekedi menyebut hasil pemilu dicurangi dan menyatakan dirinya sebagai presiden. Amerika menyatakan kekecewaan mendalam atas keputusan Kongo mempertahankan hasil pemilu tanpa meninjau laporan-laporan mengenai penyimpangan.

Pemimpin oposisi utama Kongo telah mengangkat dirinya sebagai presiden. Etienne Tshisekedi mengambil sumpah di kediamannya, di hadapan sejumlah rekan

(10)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 203 sejawatnya. Sebelumnya ratusan pendukung Etienne Tshisekedi mencoba berkumpul di Stadion Martir untuk apa yang disebut upacara “pengambilan sumpah” yang dilarang pihak berwenang. Polisi membubarkan kerumunan itu dengan gas air mata.

Seorang juru bicara oposisi mengatakan pasukan keamanan juga menggunakan gas air mata diluar kediaman Etienne Tshisekedi, yang tampaknya sebagai upaya untuk membubarkan pertemuan di sana. Seorang juru bicara Pemerintah Kongo Lambert Mande menggambarkan upacara pengambilan sumpah Etienne Tshisekedi sebagai “tindakan yang sangat disayangkan”.

Meskipun pihak oposisi menolak, namun Presiden Joseph Kabilla sudah dinyatakan sebagai pemenang oleh komisi pemilihan umum. Joseph Kabila dinyatakan sebagai pemenang pemilu bulan November, tetapi Etienne Tshisekedi menolak hasil pemilu itu dan menyatakan dirinya sebagai pemenang. Para pengamat internasional mengatakan pemilu itu cacat, khususnya proses penghitungan suara yang menurut para pengamat Amerika sangat kacau balau.

Daftar Bacaan:

1. KOMPAS, 1 Agustus, 2006, “Pemilu RD Kongo Terpaksa Diperpanjang”, hal 10.

2. KOMPAS, 2 Agustus 2006, “Contoh, Demokrasi di RD Kongo, kandidat Presiden dan Anggota Parlemen Harus Hormati Hasil Pemilu” hal 11. 3. KOMPAS, 31 Juli 2006, “Pemilu Bersejarah di RD Kongo, Pemilih

Khawatirkan Keamanan dan Keselamatan”, hal 10.

4. KOMPAS, 1 Agustus, 2006, “Pemilu RD Kongo Terpaksa Diperpanjang”, hal 10

5. KOMPAS, 2 Agustus 2006, “Contoh, Demokrasi di RD Kongo, kandidat Presiden dan Anggota Parlemen Harus Hormati Hasil Pemilu” hal 11. 6. http://m.voaindonesia.com/a/101860.html

7. http://m.voaindonesia.com/a/102401.html 8. http://m.voaindonesia.com/a/102526.html

Referensi

Dokumen terkait

Dapatan kajian menunjukkan persepsi ibu bapa Melayu muslim bandar terhadap pemilikan telefon bimbit dalam kalangan pelajar sekolah menengah pada tahap min yang

Ijazah Sarjana Muda Sains Komputer (Kejuruteraan Perisian). 03 - Pulau Pinang

GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA MADYA ( 13 – 15 TAHUN ) TENTANG DYSMENORRHEA DI SMPN 29 KOTA BANDUNG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

SMP Negeri 2 Bae Kudus ada 9 siswa yang mengalami penurunan prestasi belajar dikarenakan belajarnya rendah, apabila hal ini dibiarkan secara terus-menerus maka mempengaruhi

Penomoran pada bagian akhir tesis.dan disertasi, mulai dari halaman DAFTAR PUSTAKA sampai dengan RIWAYAT HIDUP, menggunakan angka Arab yang diketik pada pias

saudaraku, sesungguhnya engkau adalah bagian dari kami yang. engkau t elah ket ahui sendiri kedudukan mu didalam nasab

Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari, ditambah

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang memiliki perbedaan faktor yang mempengaruhi keinginan nasabah menabung di Bank Mandiri dan BCA dari aspek Fasilitas Bank,