• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMBAHASAN. untuk mengambil kesimpulan. Hasil dari analisis penelitian ini meliputi: pemanfaatan aspek-aspek

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PEMBAHASAN. untuk mengambil kesimpulan. Hasil dari analisis penelitian ini meliputi: pemanfaatan aspek-aspek"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II PEMBAHASAN

Analisis data merupakan hal yang paling pokok dalam sebuah penelitian. Dalam tahap ini penulis akan menganalisis data hasil penelitian menjadi suatu informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan. Hasil dari analisis penelitian ini meliputi: pemanfaatan aspek-aspek bunyi bahasa, aspek penanda morfologis dan diksi, serta penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam Sêrat Tripama berupa tembang dhandhanggula bait 1-7, karya Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV.

A. Pemanfaatan Aspek Bunyi dalam Sêrat Tripama Karya KGPAA Mangkunegara IV 1. Asonansi/ Purwakanthi Guru Swara

Asonansi/ purwakanthi guru swara merupakan perulangan bunyi vokal yang sama yang terdapat pada sebuah larik atau baris. Dalam penelitian ini ditemukan asonansi/ purwakanthi guru swara /O/, /a/, /i/, dan /u/. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1.1.Asonansi/ Purwakanthi Guru Swara /O/

Perulangan bunyi vokal /O/ (a jêjêg) dalam Sêrat Tripama karya Mangkunegara IV ini sangat mendominasi di antara bunyi vokal lainnya. Variasi bunyi vokal /O/ terdapat di: suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), suku kata ketiga dari belakang (antepaneultima), dan suku kata terakhir (ultima). Adapun uraian penggunaan asonansi /O/ adalah sebagai berikut.

(40) yogyanira kang para prajurit (ST/B1/L1) ‘seyogyanya para prajurit’

(2)

Penggunaan asonansi /O/ dengan realisasi yang berbeda pada data (40) menegaskan suatu harapan kepada para prajurit. Pada kata yogyanira ‘seyogyanya’, bunyi vokal /O/ terbuka terdapat pada suku kata terakhir (ultima). Penggunaan bunyi vokal /O/ terbuka ditemukan pada kata para ‘para’, yang berealisasi di suku kata pertama dan suku kata terakhir (ultima). Adanya asonansi /O/ terbuka pada data di atas menimbulkan variasi bunyi yang ritmis dan berselang-seling, yakni pada kata pertama berasonansi /O/, kata kedua berasonansi /a/, kata ketiga berasonansi /O/, dan kata keempat berasonansi /a/ sehingga tuturan menjadi lebih indah.

(41) lamun bisa samya anuladha (ST/B1/L2) ‘bila dapat semuanya meneladani’

Data (41) menunjukkan adanya asonansi /O/ sebagai bentuk penegasan kepada para prajurit agar bisa meneladani nilai-nilai keprajuritan terdahulu. Adapun bunyi vokal /O/ terdapat pada kata bisa ‘bisa’, samya ‘semuanya’, dan anuladha ‘meneladani’. Pada kata bisa ‘bisa’ dan kata samya ‘semuanya’ bunyi vokal /O/ terbuka terdapat di akhir suku kata (ultima). Kata anuladha ‘meneladani’ menunjukkan adanya bunyi vokal /O/ terbuka yang berealisasi pada suku kata kedua

dari belakang (paenultima) dan suku kata terakhir (ultima). Vokal /O/ pada data (41) menjadikan irama tuturan di atas lebih menarik dan merdu.

(42) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2) ‘pandai dalam segala pekerjaan’

Data (42) menunjukkan pemanfaatan bunyi vokal /O/ terbuka pada kata guna ‘pandai’, bisa ‘mampu’, dan karya ‘pekerjaan’ yang berealisasi di akhir suku kata (ultima). Pemanfaatan asonansi /O/ terbuka di akhir suku kata dalam ketiga kata tersebut dimanfaatkan pengarang untuk memberikan kesan yang merdu di setiap tuturannya.

(3)

‘Suwanda mati dalam perang’

Data (43) terdapat bunyi vokal /O/ tertutup konsonan /n/ yang berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan bunyi vokal /O/ terbuka yang berealisasi di akhir suku kata (ultima) yaitu pada kata Suwanda ‘Suwanda’. Adapun pada kata ngrana ‘perang’ menunjukkan bunyi vokal /O/ terbuka pada suku kata pertama dan pada suku kata terakhir (ultima). Pemanfaatan asonansi vokal /O/ yang distribusinya bervariasi tersebut membuat tuturan pada data (43) terasa lebih merdu

dan berirama.

(44) mring kang raka sira tan lênggana (ST/B4/L2) ‘oleh kakandanya ia tidak menolak’

Data (44) ditemukan asonansi /O/ terbuka yang bervariatif pada suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), dan suku kata terakhir (ultima). Tuturan raka ‘kakak’ menunjukkan pemanfaatan vokal /O/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama dan suku kata

terakhir (ultima). Kata sira ‘ia’ menunjukkan adanya vokal /O/ yang berealisasi di suku kata terakhir (ultima). Adapun vokal /O/ terbuka pada kata lênggana ‘menolak’ berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan suku kata terakhir (ultima). Asonansi vokal /O/ terbuka pada tuturan mring kang raka sira tan lênggana ‘kepada kakaknya ia tidak menolak’ memberikan kesan bahwa tuturan tersebut memiliki tekanan ritmis yang kuat, sehingga tuturan di atas memiliki unsur keestetisan suatu bahasa.

(45) Suryaputra Narpati Ngawangga (ST/B5/L2) ‘suryaputra raja di Ngawangga’

Data (45) mengandung asonansi /O/ terbuka pada kata Suryaputra ‘Suryaputra’ di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima) dan suku kata terakhir (ultima). Realisasi bunyi vokal /O/ yang tertutup konsonan /G/ pada kata Ngawangga ‘Ngawangga’ berada di suku kata kedua dari

(4)

belakang, sedangkan bunyi vokal /O/ terbuka berealisasi di suku kata terakhir (ultima). Bunyi asonansi /O/ pada tuturan Suryaputra Narpati Ngawangga ‘Suryaputra raja di Ngawangga’ tersebut bersifat terbuka dan mencerminkan sesuatu yang luas. Vokal /a/ pada tuturan di atas memberikan tekanan ritmis, sehingga menimbulkan kemerduan bunyi.

(46) bratayuda ingadêgkên sênapati (ST/B5/L9) ‘diangkat sebagai senapati di perang bratayuda’

Data (46) menunjukkan kata bratayuda ‘bratayuda’ terdapat bunyi vokal /O/ berealisasi

pada suku kata pertama, suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima), dan di suku kata terakhir (ultima). Adapun kata senapati ‘senapati’ bunyi vokal /O/ berealisasi pada suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Asonansi /O/ pada data (46) memunculkan bunyi yang ritmis pada setiap katanya.

(47) ngalaga ing Korawa (ST/B5/L10) ‘berperang di pihak Korawa’

Data (47) menunjukkan asonansi vokal /O/ terbuka pada suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan suku kata terakhir (ultima), yang terdapat pada kata ngalaga ‘berperang’ dan korawa ‘Korawa’. Realisasi asonansi vokal /O/ pada suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan pada suku kata terakhir (ultima) tersebut terasa berat. Asonansi tersebut memberikan keindahan dan kemerduan liriknya.

(48) marga dènnya arsa males-sih (ST/B6/L5) ‘dia dapat membalas cinta kasih’

Data (48) memanfaatkan asonansi vokal /O/ terbuka di akhir suku kata (ultima), yang dibuktikan pada kata marga ‘karena’, dènnya ‘dirinya’, dan arsa ‘ingin’. Realisasi vokal /O/ terbuka di setiap akhir suku kata tersebut memberikan irama yang padu pada setiap katanya. (49) ira sang Duryudana (ST/B6/L6)

(5)

‘dia sang Duryudana’

Data (49) asonansi /O/ terbuka di akhir suku kata (ultima) yaitu pada kata ira ‘dia’, sedangkan kata Duryudana ‘Duryudana’ asonansi vokal /O/ terbuka berada di suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan suku kata terakhir (ultima). Variasi vokal /O/ pada tuturan ira sang Duryudana ‘ia sang Duryudana’ merupakan lanjutan dan jawaban dari tuturan sebelumnya, yaitu marga dènnya arsa males-sih ‘dia dapat membalas cinta kasih’. Tuturan di atas menimbulkan kesan estetis dan irama yang ritmis di setiap kata yang mengandung asonansi /O/.

(50) sumbaga wirotama (ST/B6/L10) ‘termahsyur sebagai perwira utama’

Data (50) terdapat asonansi /O/ terbuka yang berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan di suku kata terakhir (ultima), yakni pada kata sumbaga ‘termahsyur’ dan wirotama ‘perwira utama’. Adanya asonansi /O/ pada tuturan sumbaga wirotama ‘termahsyur sebagai perwira utama’ menunjukkan bahwa kata-kata tersebut memiliki kedekatan dan kepaduan makna. Di samping itu, asonansi /O/ juga memberikan tekanan bunyi dalam liriknya sehingga tuturan di atas menjadi berirama.

(51) manawa tibèng nistha (ST/B7/L6) ‘Jikalau jatuh dalam kehinaan’

Data (51) menunjukkan adanya asonansi /O/ terbuka pada kata manawa ‘jikalau’ yang berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan di suku kata terakhir (ultima); pada kata nistha ‘nista’ bunyi vokal /O/ tersebut berealisasi di suku kata terakhir (ultima). Adanya variasi letak asonansi /O/ tersebut dimanfaatkan pengarang untuk memberikan tuturan yang indah pada seiap katanya.

(6)

Perulangan bunyi vokal /a/ (a miring) dalam Sêrat Tripama karya Mangkunegara IV ini sangat mendominasi di antara bunyi vokal lainnya. Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), suku kata ketiga dari belakang (antepaneultima), dan suku kata terakhir (ultima). Adapun penggunaan asonansi /a/ pada data (52) sampai dengan data (83) akan diuraikan sebagai berikut.

(52) yogyanira kang para prajurit (ST/B1/L1) ‘seyogyanya para prajurit’

Penggunaan asonansi /a/ dengan realisasi yang berbeda pada data (52) menunjukkan vokal /a/ yang bersifat terbuka dan ringan. Pada kata yogyanira ‘seyogyanya’ bunyi vokal /a/ terbuka berealisasi di suku kata ketiga dari belakang (paenultima). Kata kang ‘kepada’ menunjukkan adanya bunyi vokal /a/ tertutup dan kata prajurit ‘prajurit’ menunjukkan adanya bunyi vokal /a/ terbuka yang masing-masing berealisasi di suku kata pertama. Asonansi /a/ dimanfaatkan pengarang untuk memberikan kesan bahwa tuturan di atas menghasilkan bunyi yang ritmis pada setiap katanya.

(53) lamun bisa samya anuladha (ST/B1/L2) ‘bila dapat semuanya meneladani’

Data (53) menunjukkan asonansi /a/ di awal suku kata pertama terdapat pada kata lamun ‘bila’, samya ‘semuanya’, dan anuladha ‘meneladani’. Ketiga bunyi vokal /a/ di awal suku kata pertama tersebut merupakan bunyi vokal /a/ terbuka yang difungsikan untuk memunculkan kepaduan bunyi dalam setiap tuturannya.

(54) kadya nguni caritané (ST/B1/L3) ‘seperti cerita pada masa dahulu’

Data (54) berisi tentang suatu pengharapan mewarisi dan meneladani sikap keprajuritan seperti para prajurit zaman dahulu. Kata kadya ‘seperti’ menunjukkan adanya bunyi vokal /a/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama; dan kata caritané ‘ceritanya’ menunjukkan bunyi

(7)

vokal /a/ di suku kata pertama dan di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Asonansi /a/ pada tuturan kadya nguni caritané ‘seperti cerita pada masa dahulu’ memiliki kepaduan bunyi, sehingga tuturan menjadi indah jika dilafalkan.

(55) andêlira sang Prabu (ST/B1/L4) ‘andalannya sang prabu’

Data (55) menjelaskan tentang salah satu sikap prajurit, yaitu sebaiknya bisa menjadi andalan bagi sang raja. Pada data tersebut terdapat asonansi vokal /a/ yang semuanya berealisasi di suku kata pertama, yakni pada kata andêlira ‘andalannya’; kata sang ‘sang’ yang; dan kata prabu ‘Prabu’. Kata andêlira ‘andalan’ menunjukkan bunyi vokal /a/ yang tertutup konsonan /n/ berfungsi memberikan penekanan bahwa yang dijadikan andalan adalah Patih Suwanda. Kata sang ‘sang’ menunjukkan bunyi vokal /a/ yang tertutup konsonan /G/ difungsikan sebagai sebutan bagi Prabu Harjunasasrabahu. Adanya pemanfatan asonansi /a/ yang terletak di suku kata pertama menjadikan tuturan di atas lebih padu dan merdu.

(56) sasrabau ing Maéspati (ST/B1/L5) ‘sasrabau di Maespati’

Data (56) menceritakan tentang seorang prajurit yang patut diteladani yang mengabdi di negara Maèspati. Pada data (56) ditemukan adanya asonansi vokal /a/ terbuka yakni kata sasrabau ‘sasrabau’ yang berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Adapun vokal /a/ terbuka pada kata Maéspati ‘Maèspati’ berealisasi di suku kata pertama dan suku kata kedua dari belakang (paenultima). Pemanfaatan asonansi /a/ tersebut merupakan bunyi /a/ yang muncul secara linier, sehinga tuturan di atas menjadi indah.

(57) lêlabuhanipun (ST/B1/L7) ‘jasa-jasanya’

Kata lêlabuhanipun ‘jasa-jasanya’ yakni pada data (57) menunjukkan asonansi vokal /a/ terbuka terbuka yang berealisasi di suku kata kedua dari depan dan vokal /a/ tertutup konsonan /n/

(8)

yang berealisasi di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Asonansi /a/ tersebut menjadikan lirik yang ritmis dan berirama.

(58) lire lêlabuhan tri prakawis (ST/B2/L1) ‘arti jasa bakti yang tiga macam’

Adapun data (58) juga menunjukkan asonansi vokal /a/ terbuka pada kata lêlabuhan ‘jasa-jasa’ yang berealisasi di suku kata pertama, di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima), dan di suku kata terakhir (ultima). Kata prakawis ‘macam’ menunjukkan bunyi vokal /a/ yang berealisasi di suku kata pertama dan di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Variasi letak asonansi /a/ pada tuturan lire lêlabuhan tri prakawis ‘arti jasa bakti yang tiga macam’ tersebut menimbulkan kesan ritmis dalam setiap katanya, sehingga menimbulkan kemerduan bunyi. (59) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2)

‘pandai dalam segala pekerjaan’

Data (59) berisi tentang penegasan bahwa sebagai prajurit seyogyanya memiliki kepandaian dan kemampuan dalam mengatasi segala pekerjaanya. Hal itu ditunjukkan dalam tuturan guna bisa saniskarèng karya ‘pandai dalam segala pekerjaan’. Pada kata saniskarèng terdapat bunyi vokal /a/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama dan pada suku kata kedua dari belakang (paenultima), sedangkan pada kata karya ‘pekerjaan’ terdapat bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /r/ di suku kata pertama. Variasi letak asonansi /a/ pada data di atas menimbulkan lirik yang indah dalam tuturan.

(60) duk bantu prang Manggada nagri (ST/B2/L5) ‘ketika membantu perang negeri Manggada’

Data (60) menampilkan penerapan asonansi vokal /a/ yang masing-masing berealisasi di suku kata pertama. Hal tersebut ditunjukkan pada kata bantu ‘membantu’ yang menunjukkan vokal /a/ tertutup konsonan /n/; kata prang ‘perang’ menunjukkan vokal /a/ tertutup konsonan /G/; kata

(9)

menunjukkan vokal /a/ terbuka. Adanya variasi penggunaan asonansi /a/ terbuka dan tertutup menjadikan tuturan tersebut memiliki tekanan ritmis yang kuat.

(61) aprang tandhing lan ditya Ngalêngka aji (ST/B2/L9) ‘perang tanding melawan raja raksasa Ngalêngka’

Penerapan asonansi vokal /a/ dalam data (61) ditunjukkan pada kata aprang ‘perang’ menunjukkan adanya bunyi vokal /a/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama dan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /G/ berealisasi di suku kata terakhir (ultima). Kata tandhing ‘tanding’ dan lan ‘dan’ terdapat bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /n/ yang berealisasi di suku kata pertama. Adapun pada kata Ngalêngka ‘Ngalengka’ dan kata aji ‘raja’ bunyi vokal /a/ terbuka terletak di suku kata pertama. Rentetan bunyi /a/ yang terdapat di suku kata pertama tersebut menimbulkan keindahan bunyi dalam liriknya.

(62) wontên malih tuladhan prayogi (ST/B3/L1) ‘ada lagi teladan yang baik’

Data (62) menunjukkan penggunaan asonansi /a/ terbuka, yakni pada kata malih ‘lagi’ yang berealisasi di suku kata pertama. Kata tuladhan ‘teladan’ terdapat bunyi vokal /a/ di suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan di suku kata terakhir (ultima). Kata prayogi ‘baik’ menunjukkan pemanfaatan vokal /a/ yang berealisasi di suku kata pertama. Adanya asonansi /a/ dalam setiap kata pada tuturan di atas menimbulkan irama yang indah dan merdu.

(63) satriya gung nagari Ngalêngka (ST/B3/L2) ‘satriya agung negeri Ngalengka’

Data (63) menunjukkan pemanfaatan asonansi /a/ pada kata satriya ‘satria’ yang berealisasi di suku kata pertama. Pada kata nagari ‘negeri’ bunyi vokal /a/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama dan suku kata kedua dari belakang (paenultima). Kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ juga menunjukkan adanya bunyi vokal /a/ terbuka pada suku kata pertama. Asonansi /a/ pada data tersebut menimbulkan kepaduan dalam setiap katanya, sekaligus untuk mempertegas makna.

(10)

(64) sang Kumbakarna namané (ST/B3/L3) ‘sang Kumbakarna namanya’

Data (64) terdapat penggunaan asonansi /a/ terbuka dan /a/ tertutup. Kata sang ‘sang’ menunjukkan adanya bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /G/ yang terdapat di suku kata pertama. Adanya bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /r/ terdapat pada kata Kumbakarna ‘Kumbakarna’ yang berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima), sedangkan bunyi vokal /a/ terbuka terdapat pada kata namané ‘namanya’ yang berealisasi di suku kata pertama dan suku kata terakhir (ultima). Adanya bunyi vokal /a/ pada kata namané ‘namanya’ di suku kata terakhir dikarenakan kata tersebut memperoleh akhiran atau sufiks né. Penggunaan asonansi /a/ yang bervariasi tersebut berfungsi untuk menghadirkan tuturan yang memiliki kepaduan bunyi pada setiap katanya, sehingga tuturan menjadi lebih merdu.

(65) duk awit prang Ngalêngka (ST/B3/L6) ‘sejak perang melawan Ngalêngka’

Adapun asonansi /a/ dalam data (65) yakni pada kata awit ‘sejak’, prang ‘perang’, dan kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ mencerminkan adanya bunyi vokal /a/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama. Kata prang ‘perang’ menunjukkan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /G/ di suku kata pertama. Adanya asonansi /a/ pada tuturan duk awit prang Ngalêngka ‘sejak perang melawan Ngalêngka’ dapat mendekatkan kata-kata dan menunjukkan kepaduan bunyi antarkata dalam satu baris.

(66) mring raka amrih raharja (ST/B3/L8) ‘kepada kakandanya agar selamat’

Data (66) menunjukkan adanya bunyi vokal /a/ yakni pada kata amrih ‘agar’ di suku kata pertama, dan kata raharja ‘selamat’ di suku kata pertama dan terakhir (ultima). Pemanfaatan asonansi /a/ pada kata amrih ‘agar’ dan raharja ‘selamat’ merupakan salah satu cara pengarang untuk menghadirkan kesan penggunaan bahasa yang bersifat estetis dan padu.

(11)

(67) ing tékad datan purun (ST/B4/L4) ‘dalam tekadnya tidak ingin’

Data (67) menunjukkan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /d/ pada kata tékad ‘tekad’ berealisasi di suku kata terakhir (ultima). Kata datan ‘tidak’ menunjukkan bunyi vokal /a/ terbuka di suku kata pertama, dan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /n/ di suku kata terakhir (ultima). Adanya vokal /a/ pada data tersebut memberikan tekanan ritmis sebuah kata dalam lariknya, sehingga menimbulkan tuturan yang merdu.

(68) amung cipta labih nagari (ST/B4/L5) ‘hanya demi membela negara’

Data (68) terdapat asonansi /a/ terbuka di suku kata pertama, yakni pada kata amung ‘hanya’ dan kata labih ‘membela’, sedangkan kata nagari ‘negara’ menunjukkan bunyi vokal /a/ di suku kata pertama dan di suku kata terakhir (ultima). Perulangan bunyi vokal /a/ pada data di atas memberi tekanan bunyi dan makna pada kata-kata yang mengandung pola bunyi /a/.

(69) wontên malih kinarya palupi (ST/B5/L1) ‘ada lagi yang dijadikan teladan’

Pemanfaatan asonansi /a/ terdapat pada data (69), yakni kata malih ‘lagi’ dan palupi ‘teladan’ mencerminkan adanya bunyi vokal /a/ terbuka di suku kata pertama, sedangkan kata kinarya ‘pekerjaan’ menunjukkan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /r/ pada suku kata kedua dari belakang (paenultima). Letak vokal /a/ yang bervariasi memberikan kesan keindahan pada tuturan tersebut.

(70) lan pandhawa tur kadangé (ST/B5/L3) ‘dan pandhawa serta saudaranya’

Data (70) menunjukkan asonansi vokal /a/ tertutup konsonan /n/ yang terdapat pada kata lan ‘dan’ dan kata pandhawa ‘Pandhawa’ yang berealisasi di suku kata pertama. Kata kadangé ‘saudaranya’ menampilkan adanya bunyi vokal /a/ terbuka di suku kata pertama dan bunyi vokal

(12)

/a/ tertutup konsonan /G/ di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Penggunaan asonansi /a/ memberikan tekanan ritmis pada kata-katanya, sehingga tuturan di atas menjadi berirama.

(71) anèng nagri Ngastina (ST/B5/L6) ‘di negeri Ngastina’

Asonansi /a/ yang berealisasi pada suku kata pertama juga terdapat pada data (71), yakni pada kata anèng ‘di’ dan kata nagri ‘negeri’. Kata Ngastina ‘Ngastina’ menunjukkan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /s/ di suku kata pertama. Realisasi vokal /a/ pada setiap suku kata pertama tersebut bersifat terbuka, berfungsi untuk memberikan kesan ritmis pada tuturan tersebut.

(72) manggala golonganing prang (ST/B5/L8) ‘panglima di dalam perang’

Data (72) menunjukkan asonansi vokal /a/ tertutup konsonan /G/ di suku kata pertama yakni pada kata manggala ‘panglima’ dan kata prang ‘perang’, sedangkan yang menunjukkan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /n/ terdapat pada suku kata kedua dari belakang (paenultima) pada kata golonganing ‘di dalam golongan’. Variasi vokal /a/ tersebut berfungsi untuk memberi penekanan ritmis dan kemeruduan bunyi pada setiap kata-katanya.

(73) minungsuhkên kadangé pribadi (ST/B6/L1) ‘berlawankan saudaranya sendiri’

Kata kadangé ‘saudaranya’ pada data (73) menunjukkan asonansi /a/ yang berupa bunyi vokal /a/ terbuka dan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /G/ yang berada di suku kata pertama dan suku kata kedua dari belakang (paenultima). Kata pribadi ‘pribadi’ menunjukkan bunyi vokal /a/ di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Adanya variasi letak vokal /a/ pada tuturan kadange pribadi ‘saudaranya sendiri’ dimanfaatkan pengarang untuk menjadikan tuturan di atas memiliki kepaduan bunyi.

(74) aprang tandhing lan sang Dananjaya (ST/B6/L2) ‘perang tanding melawan sang Dananjaya’

(13)

Data (74) terjadi asonansi /a/ yang berupa perulangan bunyi vokal /a/ di suku kata pertama, yaitu pada kata aprang ‘perang; kata tandhing ‘tanding’; kata lan ‘dan’; kata sang ‘sang; dan kata Dananjaya ‘Dananjaya’. Vokal /a/ pada kata aprang ‘perang’ menunjukkan adanya bunyi yang tertutup konsonan /G/ di suku kata terakhir (ultima). Adapun kata sang ‘sang’ juga menunjukkan

adanya bunyi /a/ tertutup konsonan /G/ di suku kata terakhir (ultima). Kata tandhing ‘tanding’, lan ‘dan’, dan Dananjaya ‘Dananjaya’ menunjukkan adanya bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /n/ yang pada kata tandhing dan kata lan berealisasi di suku kata pertama. Namun demikian, dalam kata Dananjaya terdapat di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Penggunaan asonansi /a/ yang bervariasi pada tuturan aprang tandhing lan sang Dananjaya ‘perang tanding melawan sang Dananjaya’ menimbulkan kepaduan bunyi pada setiap katanya, sehingga tuturan tersebut menjadi merdu.

(75) marga dènnya arsa males-sih (ST/B6/L5) ‘karenanya dia dapat membalas cinta kasih’

Kata marga ‘karena’, arsa ‘membalas’, dan males-sih ‘cinta kasih’ pada data (75) menunjukkan pemanfaatan asonansi /a/ di awal suku kata pertama. Realisasi asonansi /a/ di suku kata pertama menjadikan tuturan marga dènnya arsa males-sih ‘karenanya dia dapat membalas cinta kasih’ berfungsi untuk memberikan tekanan ritmis dan nilai keindahan sebuah kata dalam lariknya.

(76) marmanta kalangkung (ST/B6/L7) ‘maka ia dengan sangat’

Data (76) pada kata marmanta ‘maka ia’ dapat diketahui asonansi vokal /a/ yang tertutup konsonan /r/ berealisasi di awal kata, dan bunyi vokal /a/ yang tertutup konsonan /n/ berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Adapun bunyi vokal /a/ terbuka pada kata kalangkung ‘dengan sangat’ berealisasi di suku kata pertama, dan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /G/

(14)

berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Realisasi bunyi vokal /a/ di suku kata pertama dan suku kata kedua dari belakang pada tuturan marmanta kalangkung ‘maka ia dengan sangat’ berfungsi untuk memberikan tekanan bunyi dan makna pada kata-kata yang mengandung pola bunyi vokal /a/.

(77) aprang ramé Karna mati jinêmparing (ST/B6/L9) ‘dalam perang Karna gugur dipanah’

Data (77) menunjukkan asonansi /a/ di suku kata pertama, yaitu pada kata aprang ‘perang’, ramé ‘ramai’, Karna ‘Karna’, dan kata mati ‘mati.’ Keseluruhan asonansi /a/ di suku kata pertama tersebut merupakan suku kata /a/ terbuka, kecuali pada kata Karna ‘Karna’ yang tertutup konsonan /r/. Pada kata jinêmparing ‘dipanah’ bunyi vokal /a/ terbuka berada di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Asonansi /a/ yang timbul pada data (77) dapat mendekatkan kata-kata dan menunjukkan kepaduan makna antarkata dalam larik.

(78) katri mangka sudarsanèng Jawi (ST/B7/L1) ‘ketiganya sebagai teladan bagi orang Jawa’

Data (78) menunjukkan bunyi vokal /a/ terbuka di suku kata pertama, yakni pada kata katri ‘ketiga’ dan kata Jawi ‘Jawa’. Selanjutnya, kata sudarsanèng ‘teladan bagi’ bunyi vokal /a/ berealisasi di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima) dan di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Adanya variasi letak asonansi /a/ pada data di atas menambah kesan yang penggunaan vokal /a/ yang tidak monoton, namun demikian tetap memberikan kesan estetis dalam liriknya.

(79) pantês lamun sagung pra prawira (ST/B7/L2) ‘sepantasnyalah semua para perwira’

Asonansi /a/ pada data (79) berealisasi di suku kata pertama. Kata pantês ‘pantas’ menunjukkan bunyi vokal /a/ yang tertutup konsonan /n/; kata lamun ‘jika’, sagung ‘semua’, dan prawira ‘perwira’ menunjukkan bunyi vokal /a/ terbuka di suku kata pertama. Adanya asonansi

(15)

/a/ yang terletak di suku kata pertama tersebut menunjukkan kemerduan bunyi dan memberikan tekanan ritmis sebuah kata dalam lariknya.

(80) amirita sakadaré (ST/B7/L3)

‘mengambil sebagai teladan seperlunya’

Data (80) terdapat asonansi /a/ di suku kata pertama, pada kata amirita ‘mengambil’, sedangkan pada kata sakadare ‘seperlunya’ asonansi /a/ tersebut berealisasi di suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), dan di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Asonansi /a/ yang letaknya bervariasi menjadikan tuturan di atas lebih berirama. (81) sanadyan tékading buta (ST/B7/L8)

‘meskipun tekadnya raksasa’

Asonansi /a/ terbuka pada data (81) yakni pada kata sanadyan ‘meskipun’ menunjukkan bunyi vokal /a/ terbuka di suku kata pertama dan suku kata kedua dari belakang (paenultima); dan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /n/ di suku kata terakhir (ultima). Kata tékading ‘tekadnya’ menunjukkan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /d/ berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Variasi asonansi /a/ data (81) memiliki tekanan ritmis dikarenakan bunyi /a/ yang muncul secara linier.

(82) tan prabéda budi panduming dumadi (ST/B7/L9)

‘tidaklah berbeda usaha menurut takdirnya sebagai makhluk’

Data (82) juga menunjukkan adanya asonansi /a/ tertutup konsonan /n/ yang berealisasi di suku kata pertama, yakni dalam kata tan ‘tidak’. Kata prabéda ‘berbeda’ menampilkan vokal /a/ terbuka di suku kata pertama. Adapun kata panduming ‘pembagian (takdir)’ bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /n/ terdapat pada suku kata pertama; dan pada kata dumadi ‘makhluk’ bunyi vokal /a/ terbuka berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Vokal /a/ pada data di atas mampu menimbulkan irama ritmis yang indah.

(16)

‘berusaha meraih keutamaan’

Data (83) memperlihatkan asonansi /a/ tertutup konsonan /r/ yang berealisasi di suku kata pertama ditunjukkan pada kata marsudi ‘berusaha’. Kata kotaman ‘keutamaan’ bunyi vokal /a/ terbuka berdistribusi di suku kata kedua dari belakang (paenultima), sedangkan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /n/ berdistribusi di suku kata terakhir (ultima). Variasi letak vokal /a/ bertujuan untuk mendekatkan makna antarkata dalam satu larik dan menimbulkan kemerduan bunyi. 1.3. Asonansi/ Purwakanthi Guru Swara /i/

Pemakaian asonansi /i/ pada Sêrat Tripama dapat dijumpai di suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima), dan di suku kata terakhir (ultima). Realisasi penggunaan asonansi /i/ akan diuraikan pada data (84) sampai dengan data (91) yang tertera di bawah ini.

(84) binudi dadi unggulé (ST/B2/L3) ‘diusahakan menjadi yang unggul’

Data (84) menunjukkan adanya asonansi vokal /i/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama dan di suku kata terakhir (ultima) yakni pada kata binudi ‘diusahakan’, sedangkan pada kata dadi ‘menjadi’ asonansi /i/ berealisasi di suku kata terakhir (ultima). Pemanfaatan vokal /i/ pada tuturan binudi dadi unggulé ‘diusahakan menjadi yang unggul’ menunjukkan adanya kepaduan dalam setiap lirik katanya.

(85) tur iku warna diyu (ST/B3/L4) ‘padahal ia berwujud raksasa’

Data (85) menunjukkan asonansi vokal /i/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama, yakni pada kata iku ‘itu’ dan kata diyu ‘raksasa’. Realisasi vokal /i/ pada suku kata pertama tersebut memberikan kesan ritmis dan menunjukkan kepaduan makna antarkata dalam liriknya.

(86) nglungguhi kasatriyané (ST/B4/L3) ‘menduduki sifat ksatriannya’

(17)

Data (86) terdapat asonansi /i/ terbuka juga terdapat pada kata nglungguhi ‘menduduki’ terdapat pada suku kata terakhir (ultima); sedangkan pada kata kasatriyané ‘ksatriaannya’ asonansi /i/ terbuka terdapat pada suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Pemanfaatan vokal /i/ pada data di atas dapat menunjukkan kepaduan makna antarkata, dan kesan ritmis, karena pelafalan vokal /i/ jatuh pada suku kata ketiga dalam setiap katanya.

(87) punagi mati ngrana (ST/B4/L10) ‘bersumpah mati dalam perang’

Data (87) memperlihatkan bahwa asonansi /i/ terbuka berdistribusi di suku kata terakhir (ultima), yakni pada kata punagi ‘bersumpah’ dan kata mati ‘mati’. Adanya asonansi /i/ tersebut menimbulkan kesan kesungguh-sungguhan dalam bersumpah. Vokal /i/ juga berfungsi memberikan tekanan bunyi yang padu pada kata tersebut.

(88) suwita mring Sri Kurupati (ST/B5/L5) ‘mengabdi kepada Sri Kurupati’

Penggunaan asonansi /i/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama pada data (88) ditunjukkan oleh kata Sri ‘sri’; suku kata kedua dari belakang (paenultima) ditunjukkan oleh kata suwita ‘mengabdi’; dan di suku kata terakhir (ultima) ditunjukkan oleh kata Kurupati ‘Kurupati’. Vokal /i/ pada tuturan di atas menimbulkan kesan ritmis dan kepaduan bunyi antarkatanya. (89) anèng nagri Ngastina (ST/B5/L6)

‘di negeri Ngastina’

Data (89) memperlihatkan asonansi vokal /i/ terbuka di suku kata terakhir yaitu pada kata nagri ‘negeri’, dan di suku kata kedua dari belakang (paenultima) yaitu pada kata Ngastina ‘Ngastina’. Asonansi /i/ pada tuturan di atas dapat mendekatkan kata-kata dan menunjukkan kepaduan bunyi antarkata dalam larik-lariknya.

(90) déné sira pikantuk (ST/B6/L4) ‘demikian ia mendapat’

(18)

Asonansi vokal /i/ yang berealisasi di suku kata pertama pada data (90) yakni pada kata sira ‘dia’ dan kata pikantuk ‘mendapat. Vokal /i/ pada tuturan tersebut membantu menciptakan rimik pada kata sira ‘ia’ dengan kata pikantuk ‘mendapat’, sehingga menimbulkan bunyi yang indah.

(91) ina esthinipun (ST/B7/L7) ‘rendah cita-citanya’

Data (91) menunjukkan penggunaan asonansi /i/ di suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), dan suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Bunyi /i/ di suku kata pertama terdapat pada kata ina ‘rendah’; di suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima) ditunjukkan oleh kata esthinipun ‘cita-citanya’. Pemanfaatan bunyi /i/ pada tuturan di atas sesuai untuk memberikan penekanan terhadap rendahnya cita-cita, dan vokal /i/ tersebut menimbulkan kepaduan bunyi.

1.4. Asonansi/ Purwakanthi Swara /u/

Realisasi penggunaan asonansi /u/ dalam Sêrat Tripama terdapat di suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), dan suku kata terakhir (ultima). Penggunaan asonansi /u/ akan diuraikan sebagai berikut.

(92) guna kaya puruné kang dènantêpi (ST/B1/L9) ‘pandai dan kemampuannya itulah yang ditekuni’

Asonansi /u/ terbuka pada data (92) ditunjukkan pada kata guna ‘pandai’ dan puruné ‘pandai’ yang berealisasi di suku kata pertama; sedangkan asonansi /u/ tertutup konsonan /n/ yakni pada kata puruné ‘kepandaiannya’ yang berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Pemanfaatan asonansi /u/ pada data di atas mendekatkan kata-kata dan menghadirkan bunyi yang berirama.

(93) nuhoni trah utama (ST/B1/L10) ‘menaati sifat keturunan orang utama’

(19)

Asonansi /u/ terbuka yang berdistribusi di suku kata pertama ditunjukkan data (93) yaitu pada kata nuhoni ‘menaati’ dan pada kata utama ‘utama’. Realisasi penggunaan asonansi /u/ di suku kata pertama pada data di atas menunjukkan bahwa vokal /u/ dimanfaatkan untuk memperoleh kemerduan bunyi.

(94) binudi dadi unggulé (ST/B2/L3) ‘diusahakan menjadi yang unggul’

Data (94), menunjukkan asonansi /u/ terbuka yang berdistribusi di suku kata kedua dari belakang (paenultima) yakni pada kata binudi ‘diusahakan’; sedangkan pada kata unggulé ‘pemenangnya’ terdapat bunyi vokal /u/ terbuka di suku kata pertama, dan bunyi vokal /u/ tertutup konsonan /l/ di suku kata terakhir (ultima). Vokal /u/ pada tuturan di atas berfungsi memberikan kesan bunyi yang indah.

(95) tur iku warna diyu (ST/B3/L4) ‘padahal itu berwujud raksasa’

Adapun data (95) menunjukkan adanya asonansi /u/ terbuka yang berealisasi di akhir suku kata (ultima), yakni pada kata iku ‘itu’ dan kata diyu ‘raksasa’. Pemanfaatan vokal /u/ yang berealisasi di suku kata terakhir untuk memperoleh paduan bunyi dan memberi penekanan makna bahwa prajurit yang dimaksud berwujud raksasa.

(96) suwita mring Sri Kurupati (ST/B5/L5) ‘mengabdi kepada Sri Kurupati’

Pada data (96) juga penggunaan asonansi /u/ secara urut akan dijelaskan sebagai berikut: pada kata suwita ‘mengabdi’ bunyi vokal /u/ terbuka berealisasi di suku kata pertama, sedangkan pada kata Kurupati ‘Kurupati’ bunyi vokal /u/ terbuka berealisasi di suku kata pertama dan suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Adanya asonansi /u/ pada tuturan di atas mampu menciptakan kesan keindahan dan menunjukkan kepaduan bunyi.

(20)

‘tidaklah berbeda usaha menurut takdirnya sebagai makhluk’

Data terakhir yang memuat asonansi /u/ yaitu data (97), berikut penjelasannya: pada kata budi ‘usaha’ bunyi vokal /u/ terbuka berdistribusi di suku kata pertama, pada kata panduming ‘pembagian (takdir)’ bunyi vokal /u/ tertutup konsonan /m/ berdistribusi di suku kata kedua dari belakang (paenultima), dan pada kata dumadi ‘makhluk’ bunyi vokal /u/ berdistribusi di suku kata pertama. Bunyi /u/ pada kata dumadi ‘makhluk’ tersebut pada dasarnya merupakan sebuah infiks atau imbuhan yang berada di tengah kata, dalam morfologi bahasa Jawa disebut dengan sêsêlan um. Penggunaan asonansi /u/ yang bervariasi pada data di atas menjadikan tuturan lebih berirama dan merdu.

2. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra

Menurut Padmosoekotjo (1955: 18), aliterasi atau purwakanthi guru swara adalah bentuk perulangan konsonan yang sama pada setiap baris atau lariknya. Realisasi perulangan kosonan atau aliterasi dimanfaatkan untuk memberikan fungsi keindaham (Nurgiyantoro, 2014: 156). Aliterasi dalam tembang dhandhanggula Sêrat Tripama akan dijelaskan sebagai berikut.

2.1. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /d/

Bunyi /d/ merupakan konsonan apiko-dental, yaitu konsonan yang dihasilkan oleh ujung lidah sebagai artikulator dan daerah antar gigi (dents) sebagai titik artikulasi. Pemanfaatan aliterasi konsonan /d/ dapat dilihat pada data berikut.

(98) binudi dadi unggulé (ST/B2/L3) ‘diusahakan menjadi yang unggul’

Data (98) menunjukkan perulangan konsonan /d/ yang diikuti dengan bunyi vokal /i/ terbuka di suku kata terakhir pada kata binudi ‘diusahakan’ dan pada kata dadi ‘menjadi’. Adapun konsonan /d/ yang diikuti bunyi vokal /a/ terbuka terdapat pada kata dadi ‘menjadi’ di suku kata pertama. Pemanfaatan bunyi /d/ memberikan kemerduan bunyi pada tuturan tersebut.

(21)

(99) ing tékad datan purun (ST/B4/L4) ‘dalam tekad tidak ingin’

Data (99) menunjukkan konsonan /d/ pada kata ‘tékad’ di akhir suku kata bertemu dengan konsonan /d/ di suku kata pertama, yakni pada kata datan ‘tidak’. Bunyi /d/ menggambarkan tentang suatu pertentangan dalam tekad atau hati kecil yang tidak ingin melakukan sesuatu hal, tetapi pada kenyataannya hal tersebut harus dilakukan. Aliterasi /d/ pada tuturan ing tékad datan purun ‘dalam tekad tidak ingin’ menciptakan lirik yang indah karena realisasi konsonan /d/ letaknya berdekatan.

(100) tan prabéda budi panduming dumadi (ST/B7/L9)

‘tidaklah berbeda usaha menurut takdirnya sebagai makhluk’

Konsonan /d/ pada data (100) yang terletak di suku kata pertama yaitu kata dumadi ‘makhluk’, sedangkan konsonan /d/ yang terletak di tengah suku kata ditunjukkan oleh kata panduming ‘pembagian (takdir)’. Pada kata prabéda ‘berbeda’, budi ‘usaha’, dan dumadi ‘makhluk’ konsonan /d/ berealisasi di suku kata terakhir. Adanya bunyi /d/ pada tuturan di atas berfungsi untuk mendekatkan makna antarkata dalam larik, sehingga tercipta kemerduan bunyi. 2.1. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /k/

Bunyi /k/ sebagai konsonan hambat letup dorso-velar atau konsonan keras

tak bersuara menciptakan ritmis pada kata satu dengan kata berikutnya. Bunyi /k/ juga memberi pengaruh terhadap pembaca bahwa suasana yang dihadirkan pengarang melalui sebuah kata merupakan suatu perintah atau tugas yang amat berat.

(101) Kumbakarna kinèn mangsah jurit (ST/B4/L1) ‘Kumbakarna diperintah maju berperang’

Perulangan konsonan /k/ pada data di atas berealisasi di suku kata pertama, yakni pada kata Kumbakarna ‘Kumbakarna’ merupakan kata yang menerangkan subjek, dan pada kata kinèn ‘diperintah’ merupakan kata yang menerangkan kata kerja (verba) pasif. Adapun konsonan /k/

(22)

yang berealisasi di tengah suku kata juga pada kata Kumbakarna ‘Kumbakarna‘merupakan kata yang menerangkan subjek. Konsonan /k/ pada tuturan di atas dimanfaatkan pengarang untuk memperoleh lirik yang ritmis.

2.2. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /l/

Perulangan bunyi konsonan /l/ sebagai konsonan likuida (lateral), yaitu konsonan yang dihasilkan denan menaikkan lidah ke langit-langit sehina udara terpaksa diaduk dan dikeluarkan melalui kedua sisi lidah. Data yang mengandung aliterasi /l/ dalam Sêrat Tripama adalah sebagai berikut.

(102) lire lêlabuhan tri prakawis (ST/B1/L1) ‘arti jasa yang tiga macam itu’

Perulangan konsonan /l/ pada data di atas terletak di suku kata pertama yaitu pada kata lire ‘arti’. Adapun pada kata lêlabuhan ‘jasa’ terletak di suku kata pertama dan suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Variasi letak aliterasi /l/ yang berdekatan tersebut menciptakan kepaduan bunyi.

2.3. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /n/

Perulangan bunyi konsonan /n/ sebagai konsonan nasal apiko-alveolar merupakan salah satu bentuk kreativitas Mangkunegara IV dalam memperindah lirik tembang dhandhanggula Sêrat Tripama. Letak aliterasi /n/ bervariasi, yaitu: di suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima) dan suku kata terakhir (ultima) yang akan diuraikan pada data (103) sampai dengan data (106) berikut.

(103) guna kaya puruné kang dènantêpi (ST/B1/L9) ‘pandai dan kemampuannya itulah yang ditekuni’

Data (103) pada kata guna ‘pandai’ dan kata puruné menunjukkan realisasi konsonan /n/ di suku kata terahir (ultima). Kata dènantêpi ‘ditekuninya’ menunjukkan realisasi konsonan /n/ di

(23)

suku kata pertama dan suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Realisasi konsonan /n/ tersebut menciptakan kepaduan dan keindahan bunyi antarkata.

(104) sang Kumbakarna namané (ST/B3/L3) ‘sang Kumbakarna namanya’

Data (104) menunjukkan aliterasi /n/ pada suku kata pertama dan suku kata terakhir (ultima). Aliterasi /n/ pada suku kata pertama dalam kata namane ‘namanya’, sedangkan aliterasi /n/ pada suku kata terakhir yaitu dalam kata namané ‘namanya’ dan Kumbakarna ‘Kumbakarna’. Adanya variasi letak aliterasi /n/ menjadikan tuturan sang Kumbakarna namané ‘sang Kumbakarna namanya’ menciptakan kedekatan makna antarkata, yaitu kata Kumbakarna ‘Kumbakarna’ yang menerangkan nama tokoh yang dimaksud. Di sampan itu, adanya aliterasi /n/ memberikan irama pada tuturan di atas.

(105) anèng nagri Ngastina (ST/B5/L6) ‘di negeri Ngastina’

Aliterasi /n/ pada data (105) berealisasi di suku kata pertama, yaitu pada kata anèng ‘di’ dan kata nagri ‘negeri’. Adapun yang berealisasi di suku kata terakhir (ultima) yaitu pada kata Ngastina ‘Ngastina’. Adanya variasi aliterasi /n/ tersebut menciptakan irama ritmis pada setiap katanya.

(106) ina esthinipun (ST/B7/L7) ‘rendah cita-citanya’

Data (106) menunjukkan aliterasi /n/ yang berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan suku kata terakhir (ultima). Konsonan /n/ pada suku kata terakhir (ultima) terdapat pada kata ina ‘rendah’. Pada kata esthinipun ‘cita-citanya’ terdapat konsonan /n/ pada suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan suku kata terakhir (ultima). Variasi letak konsonan /n/ tersebut menunjukkan kedekatan makna antarkata dan membuat tuturan terkesan indah. 2.4. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /r/

(24)

Bunyi konsonan /r/ merupakan konsonan liquida getar. Pola aliterasi /r/ dalam Sêrat Tripama bervariatif. Adapun realisasi penggunaan bunyi /r/ yang dapat menciptakan kemerduan bunyi pada tembang dhandhanggula terdapat di: suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima), dan di suku kata terakhir (ultima). Adapun uraiannya terdapat pada data (107) sampai dengan data (118) berikut.

(107) yogyanira kang para prajurit (ST/B1/L1) ‘seyogyanya para prajurit’

Data (107) menunjukkan aliterasi /r/ pada suku kata pertama dan suku kata terakhir (ultima). Kata prajurit ‘prajurit’ menunjukkan aliterasi /r/ di suku kata pertama, sedangkan aliterasi /r/ di suku kata terakhir (ultima) ditunjukkan kata yogyanira ‘seyogyanya, kata para ‘para’, dan kata prajurit ‘prajurit’. Selain untuk memberikan kesan estetis, variasi letak aliterasi /r/ yang sifatnya keras atau lantang dimanfaatkan pengarang untuk menyerukan harapannya kepada para prajurit.

(108) lire lêlabuhan tri prakawis (ST/B2/L1) ‘arti jasa bakti yang tiga macam’

Aliterasi /r/ pada data (108) terdapat di suku kata pertama, yaitu pada kata tri ‘tiga’ dan kata prakawis ‘perkara’. Adapun yang terdapat pada suku kata terakhir ditunjukkan oleh kata lire ‘arti’. Variasi letak aliterasi /r/ tersebut sebagai penekanan terhadap arti jasa yang dimanifestasikan ke dalam tiga hal. Di samping itu, aliterasi /r/ juga menambah nilai ritmis pada tuturan di atas. (109) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2)

‘pandai dalam segala pekerjaan’

Data (109) menunjukkan aliterasi /r/ terdapat pada suku kata pertama dan suku kata terakhir (ultima). Kata karya ‘pekerjaan’ terdapat konsonan /r/ yang berealisasi di suku kata pertama. Konsonan /r/ pada kata saniskarêng ‘dalam segala’ berealisasi di suku kata terakhir (ultima). Konsonan /r/ pada tuturan tersebut memberikan kesan ritmis dan kepaduan bunyi.

(25)

(110) katur ratunipun (ST/B2/L7)

‘mempersembahkan kepada rajanya’

Kata katur ‘mempersembahkan’ menunjukkan aliterasi /r/ di suku kata terakhir (ultima), dan kata ratunipun ‘rajanya’ menunjukkan adanya aliterasi /r/ di suku kata pertama. Pemanfaatan aliterasi /r/ di suku kata terakhir yang disambung di suku kata pertama pada kata berikutnya tersebut berfungsi menciptakan kemerduan bunyi.

(111) mring raka amrih raharja (ST/B3/L8) ‘kepada kakandanya agar selamat’

Data (111) terdapat aliterasi /r/ yang leraknya bervariasi, yaitu: di suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), dan suku kata terakhir (ultima). Pada kata mring ‘kepada, raka ‘kakak’, dan raharja ‘selamat’ terdapat aliterasi /r/ yang berealisasi di suku kata pertama. Kata amrih ‘agar’ menunjukkan aliterasi /r/ di suku kata terakhir (ultima). Adapun aliterasi /r/ di suku kata kedua dari belakang ditunjukkan oleh kata raharja ‘selamat’. Pemanfaatan aliterasi /r/ yang bervariasi pada tuturan (111) menimbulkan kepaduan dan kemerduan bunyi.

(112) mangké arsa rinusak ing bala kapi (ST/B4/L9) ‘yang sekarang akan dirusak oleh barisan kera’

Aliterasi /r/ pada data (112) terletak di suku kata pertama, pada kata arsa ‘sekarang’ dan kata rinusak ‘dirusak’. Bunyi /r/ yang berdekatan pada tuturan tersebut berfungsi untuk menimbulkan unsur yang ritmis, sehingga tuturan menjadi indah.

(113) suryaputra narpati Ngawangga (ST/B5/L2) ‘suryaputra raja di Ngawangga’

Data (113) menunjukkan aliterasi /r/ di suku kata pertama dan di suku kata terakhir (ultima). Konsonan /r/ pada kata suryaputra ‘suryaputra’ terdapat di suku kata pertama dan suku kata terakhir (ultima), sedangkan kata narpati ‘raja’ terdapat konsonan /r/ di suku kata pertama.

(26)

Penggunaan aliterasi /r/ pada tuturan (113) menjadikan bunyi tuturan tersebut menjadi merdu dan padu.

(114) suwita mring Sri Kurupati (ST/B5/L5) ‘mengabdi kepada Sri Kurupati’

Data (114) menunjukkan penggunnan aliterasi /r/ di suku kata pertama pada kata mring ‘kepada’ dan kata Sri ‘Sri’, dan di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima) pada kata Kurupati ‘Kurupati’. Adanya aliterasi /r/ tersebut memberikan menciptakan bunyi ritmis dan menekankan suatu pengabdian seorang prajurit kepada raja yang bernama Sri Kurupati (Duryudana).

(115) Sri Karna suka manahé (ST/B6/L3) ‘Sri Karna bahagia hatinya’

Kata Sri ‘Sri’ dan kata Karna ‘Karna’ pada data (115) menunjukkan adanya aliterasi /r/ di suku kata pertama. Konsonan /r/ yang letaknya berdekatan menimbulkan bunyi yang padu antara kedua kata tersebut.

(116) ira sang Duryudana (ST/B6/L6) ‘dia sang Duryudana’

Aliterasi /r/ terdapat di suku kata pertama pada data (116), ditunjukkan oleh kata ira ‘ia’ dan kata Duryudana ‘Duryudana’. Pemanfaatan konsonan /r/ di suku kata pertama menimbulkan kepaduan bunyi, dan juga menunjukkan adanya kedekatan makna antara kata ira ‘ia’ yang mengacu kepada kata Duryudana ‘Duryudana’.

(117) aprang ramé Karna mati jinêmparing (ST/B6/L9) ‘dalam perang Karna gugur dipanah’

Aliterasi /r/ pada tuturan (117) menciptakan kepaduan bunyi pada setiap katanya, sehingga tuturan tersebut merdu jika dilafalkan. Letak aliterasi /r/ pada data di atas juga bervariasi, yaitu di suku kata pertama dan suku kata terakhir (ultima). Konsonan /r/ yang letaknya di suku kata pertama

(27)

terdapat pada kata ramé ‘perang’ dan kata Karna ‘Karna’, sedangkan konsonan /r/ yang letaknya di suku kata terakhir (ultima) terdapat pada kata aprang ‘dalam perang’ dan kata jinêmparing ‘dipanah’.

(118) pantês lamun sagung pra prawira (ST/B7/L2) ‘sepantasnyalah semua para perwira’

Data (118) terdapat aliterasi /r/ yang letaknya di suku kata pertama yaitu pada kata pra ‘para’. Kata prawira ‘perwira’ menunjukkan aliterasi /r/ yang terletak di suku kata pertama dan terakhir (ultima). Pemanfaatan aliterasi /r/ yang letaknya berdekatan tersebut untuk memperoleh bunyi yang ritmis, sehingga tuturan menjadi lebih padu.

2.5. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /s/

Bunyi /s/ termasuk konsonan geseran lamino-alveolar, yaitu konsonan keras tak bersuara dengan hambatan yang lebih panjang. Bunyi /s/ terjadi jika artikulator aktifnya ialah daun lidah, sedangkan artikulator pasifnya ialah gusi. Berikut perulangan bunyi /s/ dalam tembang dhandhanggula Sêrat Tripama.

(119) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2) ‘pandai dan mampu dalam segala pekerjaan’

Data (119) menunjukkan aliterasi /s/ pada kata bisa ‘bisa’ yang berealisasi sebagai ultima terbuka atau bukan penutup suku kata terakhir.Data saniskarèng ‘dalam segala’ berealisasi di suku kata ketiga dari akhir (antepaenultima) dan merupakan aliterasi /s/ sebagai penutup suku kata kedua. Penggunaan aliterasi /s/ pada tuturan di atas menimbulkan bunyi yang berirama dan menimbulkan kesan keindahan.

(120) mangké arsa rinusak ing bala kapi (ST/B4/L9) ‘yang sekarang akan dirusak oleh barisan kera’

Kata yang mengandung aliterasi /s/ pada (120) terdapat pada kata arsa ‘sekarang’ berealisasi sebagai ultima yang terbuka atau bukan penutup suku kata terakhir. Adapun data

(28)

rinusak ‘dirusak’ merupakan aliterasi /s/ yang bukan sebagai penutup di suku kata terakhir (ultima). Adanya aliterasi /s/ tersebut menimbulkan bunyi yang ritmis.

2.6. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /t/

Bunyi konsonan /t/ merupakan konsonan hambat letup apiko-dental, yaitu konsonan keras tak bersuara. Bunyi konsonan /t/ berfungsi memberikan tekanan struktur ritmis pada sebuah kata. Berikut data yang memanfaatkan bunyi konsonan /t/.

(121) katur ratunipun (ST/B2/L7)

‘mempersembahkan kepada rajanya’

Data tersebut menunjukkan aliterasi /t/ yang berdistribusi di tengah kata. Data katur ‘dipersembahkan’ berealisasi sebagai ultima, karena konsonan /t/ terletak di akhir suku kata. Data ratunipun ‘rajanya’ merupakan antepaenultima, karena konsonan /t/ terletak di suku kata ketiga dari belakang. Penggunaan aliterasi /t/ tersebut bertujuan untuk mempertegas arti lirik tembang. Aliterasi /t/ tersebut juga menimbulkan kesan keindahan, karena setelah konsonan /t/ pada kedua kata di atas diikuti dengan bunyi vokal /u/.

(29)

2.7. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /y/

Bunyi konsonan /y/ merupakan semivokal medio-palatal. Dalam tembang dhandhanggula Sêrat Tripama hanya ditemukan satu data yang menggunakan pola aliterasi /y/, yakni sebagai berikut.

(122) kaya sayêktinipun (ST/B2/L4) ‘seperti kenyataannya’

Aliterasi /y/ pada kata kaya ‘seperti’ merupakan ultima, dan pada kata sayêktinipun ‘kenyataannya’ berdistribusi di tengah kata. Aliterasi /y/ tersebut berfungsi sebagai penambah unsur ritmis dalam suatu lirik atau syair tembang.

2.8. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /ng/ atau konsonan /n/ sanding /g/

Adanya variasi aliterasi /G/ pada setiap kata ataupun suku kata menonjolkan unsur estetis bunyi sengau. Aliterasi /G/ atau aliterasi /n/ sanding /g/ yang dimanfaatkan dalam Sêrat Tripama akan diuraikan pada data (123) sampai dengan (130). Adapun realisasinya: di suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima), dan suku kata terakhir (ultima). Pemanfaatan aliterasi /G/ atau aliterasi /n/ sanding /g/ tersebut menimbulkan keindahan dalam tuturan.

(123) duk bantu prang Manggada nagri (ST/B2/L5) ‘Ketika membantu perang negari Manggada’

Aliterasi /G/ pada data (123) terdapat di suku kata pertama, yaitu pada kata prang ‘perang’ dan kata Manggada ‘Manggada’. Pemanfaatan aliterasi /G/ pada dua kata tersebut memberikan unsur estetis berupa bunyi sengau yang berdekatan di tengah kalimat.

(124) aprang tandhing lan ditya Ngalêngka aji (ST/B2/L10) ‘Perang tanding melawan raja raksasa Ngalêngka’

(30)

Data (124) menunjukkan variasi aliterasi /G/ yang berfungsi untuk memberikan irama bunyi sengau yang ritmis pada setiap katanya. Aliterasi /G/ pada kata aprang ‘perang’ dan kata tandhing ‘tanding’ terletak di suku kata terakhir (ultima) yang memiliki kedekatan makna kata, sedangkan aliterasi /G/ pada kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ terletak di suku kata pertama dan suku kata kedua dari belakang (paenultima) menegaskan bahwa perang terjadi di negeri Ngalêngka.

(125) satriya gung nagari Ngalêngka (ST/B3/L2) ‘ksatria agung negeri Ngalêngka’

Aliterasi /G/ pada gung ‘agung’ dan kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ memberikan kesan tentang sesuatu yang sifatnya besar. Aliterasi /G/ pada kata gung ‘agung’ berealisasi di suku kata pertama, sedangkan aliterasi /G/ pada kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ berealisasi di suku kata pertama dan suku kata kedua dari belakang (paenultima). Pemanfaatan aliterasi /G/ pada tuturan di atas selain untuk menimbulkan bunyi yang ritmis juga untuk menegaskan bahwa kerajaan Ngalêngka merupakan kerajaan besar dan memiliki ksatria yang besar pula.

(126) duk awit prang Ngalêngka (ST/B3/L6) ‘sejak perang Ngalêngka’

Data (126) menunjukkan aliterasi /G/ pada kata prang ‘perang’ dan kata Ngalèngka ‘Ngalêngka’. Aliterasi /G/ pada tuturan di atas berfungsi untuk menghadirkan bunyi sengau yang

ritmis di tengah kalimat. Adapun realisasi aliterasi /G/ pada kata prang ‘perang’ terdapat di suku kata pertama, sedangkan aliterasi /G/ pada kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ terdapat di suku kata pertama dan suku kata kedua dari belakang (paenultima).

(127) wus mukti anèng Ngalêngka (ST/B4/L8) ‘telah hidup nikmat di Ngalêngka’

(31)

Data (127) menunjukkan aliterasi /G/ pada kata anèng ‘di dan kata Ngalèngka ‘Ngalêngka’. Aliterasi /G/ pada tuturan di atas menghadirkan bunyi sengau yang ritmis di tengah kalimat. Adapun realisasi aliterasi /G/ pada kata anéng ‘di’ terdapat di suku kata terakhir (ultima), sedangkan aliterasi /G/ pada kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ terdapat di suku kata pertama dan suku kata kedua dari belakang (paenultima).

(128) mring kang raka sira tan lênggana (ST/B4/L2) ‘oleh kakandanya ia tidak menolak’

Data (128) menunjukkan aliterasi /G/ pada kata mring ‘oleh’, kata kang ‘yang’, dan kata lênggana ‘menolak’. Aliterasi /G/ pada tuturan di atas memanfaatkan bunyi sengau untuk menimbulkan kesan ritmis di tengah kalimat. Adapun realisasi aliterasi /G/ pada kata mring ‘oleh’, kata kang ‘yang’, dan kata lênggana ‘menolak’ terdapat di suku kata pertama.

(129) manggala golonganing prang (ST/B5/L8) ‘panglima di dalam golongan perang’

Data (129) menunjukkan variasi aliterasi /G/ yang berfungsi untuk memberikan irama bunyi sengau yang ritmis pada setiap katanya. Aliterasi /G/ pada kata manggala ‘panglima’ dan kata prang ‘perang’ terletak di suku kata pertama. Kata golonganing ‘di dalam golongan’ terdapat aliterasi /G/ yang terletak di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima) dan di suku kata terakhir (ultima).

(130) aprang tandhing lan sang Dananjaya (ST/B6/L2) ‘perang tanding melawan sang Dananjaya’

Data (130) menunjukkan variasi aliterasi /G/ yang berfungsi untuk memberikan irama bunyi sengau yang ritmis pada setiap katanya. Aliterasi /G/ pada kata aprang ‘perang’ dan kata tandhing ‘tanding’ terletak di suku kata terakhir (ultima) yang memiliki kedekatan makna kata, sedangkan

(32)

aliterasi /G/ pada kata sang ‘sang’ terletak di suku kata sebagai penekanan terhadap tokoh Dananjaya.

3. Purwakanthi Lumaksita/ Purwakanthi Basa

Purwakanthi lumaksita disebut juga purwakanthi basa, yaitu pengulangan satuan lingual yang berupa suku kata, kata, frasa, klausa atau kalimat pada satuan lingual berikutnya. Contoh: (131) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2)

‘pandai dalam segala hal pekerjaan’

Data (131) menunjukkan adanya purwakanthi lumaksita yaitu berupa perulangan suku kata kar pada kata saniskarèng ‘segala hal’ dan pada kata karya ‘pekerjaan’. Perulangan suku kata kar menciptakan kesan ritmis dan berfungsi menimbulkan keindahan bunyi.

(132) dè mung mungsuh wanara (ST/B3/L10) ‘karena hanya melawan kera’

Perulangan suku kata mung pada data (132) terjadi pada kata mung ‘hanya’ dan pada suku kata mungsuh ‘melawan’. Adanya perulangan tersebut menekankan tentang hal yang dianggap mudah dan ringan, karena yang akan dilawan hanyalah barisan kera. Di samping itu, perulangan suku kata dan kata mung yang letaknya berdekatan memberikan kesan keindahan dalam tuturan tersebut.

(33)

TABEL 1. PEMANFAATAN ASPEK BUNYI

(ASONANSI, ALITERASI, DAN PURWAKANTHI LUMAKSITA) DALAM SERAT TRIPAMA BAIT 1-7

KARYA KGPAA MANGKUNEGARA IV

NO. ASPEK BUNYI

JUMLAH PERSENTASE (DALAM PERSEN) 1. PURWAKANTHI GURU SWARA (ASONANSI) a. Asonansi /O/ 12 21,05 b. Asonansi /a/ 31 54,39 c. Asonansi /i/ 8 14,03 d. Asonansi /u/ 6 10,53 JUMLAH 57 100 2. PURWAKANTHI GURU SASTRA (ALITERASI) a. Aliterasi /d/ 3 8,82 b. Aliterasi /k/ 1 2,94 c. Aliterasi /l/ 1 2,94 d. Aliterasi /n/ 4 11,77 e. Aliterasi /r/ 12 35,30 f. Aliterasi /s/ 2 5,88 g. Aliterasi /t/ 2 5,88 h. Aliterasi /y/ 1 2,94 i. Aliterasi /G/ 8 23,53 JUMLAH 34 100 4. PURWAKANTHI LUMAKSITA

a. Perulangan suku kata mung

1 50

b. Perulangan suku kata kar

1 50

JUMLAH 2 100

Berdasarkan informasi pada tabel di atas, dapat diketahui dominasi pemakaian asonansi dan aliterasi yang dimanfaatkan oleh KGPAA Mangkunegara IV dalam Sêrat Tripama bait 1-7. Tabel tersebut menunjukkan runtun bunyi apa saja yang dominan muncul dalam membentuk purwakanthi yang membangun struktur ritmis dan aspek musikalitas liriknya.

(34)

Melalui data tersebut terlihat bahwa asonansi /a/ merupakan perulangan bunyi yang paling dominan dalam membentuk asonansi dengan persentase 54,39%. Perulangan bunyi /a/ tersebut berealisasi di tengah kata. Runtun bunyi vokal yang tidak dominan dalam Sêrat Tripama adalah asonansi /u/ dengan persentase 10,53%. Adapun aliterasi yang dominan digunakan adalah aliterasi /r/ dengan persentase 35,30%. Aliterasi /k/, /t/, /dan /y/ sangat sedikit digunakan yaitu dengan persentase 2,94%.

Pemanfaatan purwakanthi lumaksita atau purwakanthi basa masing-masing memiliki persentase 50%, yaitu perulangan suku kata mung berjumlah satu data dengan persentase 50% dan perulangan suku kata kar berjumlah satu data dengan persentase 50%.

TABEL 2. REKAPITULASI PERBANDINGAN

ASONANSI, ALITERASI, DAN PURWAKANTHI LUMAKSITA DALAM SERAT TRIPAMA BAIT 1-7

KARYA KGPAA MANGKUNEGARA IV

NO. PEMANFAATAN BUNYI JUMLAH PERSENTASE (DALAM PERSEN) 1. Asonansi 57 61,29 2. Aliterasi 34 36,56 3. Purwakanthi Lumaksita 2 2,15 JUMLAH 93 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan bunyi bahasa yang mendominasi dalam Sêrat Tripama berupa penggunaan asonansi dengan persentase 61,29%. Penggunaan aliterasi berjumlah 36,56%. Adapun persentase penggunaan purwakanthi lumaksita paling rendah, yaitu 2,15%.

(35)

B. Pemanfaatan Aspek Penanda Morfologis dan Diksi dalam Sêrat Tripama Karya KGPAA Mangkunegara IV

1. Morfologi Literer

Aspek penanda morofologis yang terdapat dalam Sêrat Tripama yaitu berupa afiksasi dan reduplikasi. Afiksasi tersebut meliputi prefiks (atêr-atêr), sufiks (panambang), infiks (sêsêlan), konfiks (imbuhan bêbarêngan rumakêt), dan simulfiks (imbuhan bêbarêngan rênggang). Reduplikasi dalam Sêrat Tripama berupa dwipurwa dan dwilingga. Adapun uraiannya sebagai berikut.

1.1. Afiksasi (Imbuhan) a. Prefiks/ Awalan (Atêr-atêr)

Prefiks/ awalan dalam bahasa Jawa disebut sebagai atêr-atêr. Prefiks lazimnya berdistribusi di sebelah kiri atau di depan kata dasar. Adapun penulisan prefiks dirangkai dengan kata dasarnya. Prefiks yang ditemukan dalam Sêrat Tripama meliputi prefiks {pi-}, prefiks {ka-}, dan prefiks {pra-}. Adapun data-data yang menunjukkan penggunaan prefiks tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

(133) déné sira pikantuk (ST/B6/L5) ‘demikian ia mendapat

Prefiks {pi-} pada data (133) terdapat pada kata pikantuk ‘mendapat’. Kata pikantuk ‘mendapat’ berasal dari kata dasar antuk ‘dapat’, mendapat imbuhan berupa prefiks {pi-}. Munculnya konsonan /k/ di antara prefiks {pi-} dan kata dasar antuk ‘dapat’ berfungsi untuk mempermudah pengucapannya. Hadirnya imbuhan {pi-} pada kata pikantuk ‘mendapat’ tidak mengubah kelas katanya.

(134) katri mangka sudarsanèng Jawi (ST/B7/L1) ‘ketiganya sebagai teladan orang Jawa’

(36)

Data (134) menunjukkan penggunaan prefiks {ka-} pada kata katri ‘ketiga’. Prefiks {ka-} pada kata tersebut berfungsi sebagai penunjuk urutan bilangan, yakni menunjuk urutan bilangan yang ketiga.

(135) tan prabéda budi panduming dumadi (ST/B7/ L9)

‘tidaklah berbeda usaha menurut takdrinya sebagai makhluk’

Data (135) menunjukkan adanya prefiks {pra-} yang melekat pada kata béda ‘beda’, sehingga menjadi kata prabéda ‘berbeda’. Prefiks {pra-} tersebut berfungsi sebagai penegas kata dasar.

b. Sufiks/ Akhiran (Panambang)

Sufiks/akhiran dalam bahasa Jawa disebut dengan panambang, yaitu imbuhan yang berada di belakang kata dasar. Penulisan sufiks/ akhiran (panambang) harus dirangkai dengan kata dasarnya. Berikut akan diuraikan sufiks/ akhiran (panambang) yang terdapat dalam Sêrat Tripama, yaitu sufiks {-ira}, sufiks {-ipun}, sufiks {-nya}, dan sufiks {-ing}.

(136) yogyanira kang para prajurit (ST/B1/L1) ‘seyogyanya para rajurit’

Kata yogyanira ‘seyogyanya’ pada data (136) berasal dari kata dasar yogya ‘harus’ yang memilki vokal akhir /a/ terbuka. Kata yogya mendapatkan sufiks ira, sehingga menjadi yogyanira ‘seyogyanya’. Timbulnya konsonan /n/ pada kata yogyanira ‘seyogyanya’ berfungsi sebagai pelancar bunyi untuk memudahkan dalam pengucapannya. Pemanfaatan sufiks {-ira} terkesan lebih indah dibandingkan dengan sufiks {-é}.

(137) andêlira sang Prabu (ST/B1/L4) ‘andalannya sang Prabu’

Data (137) terdapat kata andêlira ‘andalannya’ yang berasal dari kata dasar andêl ‘andalan’ dan diberi imbuhan berupa sufiks ira, sehingga menjadi andêlira ‘andalannya’ kata andêl ‘andalan’ diakhir dengan konsonan /l/. Dengan demikian, sufiks ira tidak mengalami perubahan

(37)

menjadi nira jika bergabung dengan sebuah kata dasar yang huruf terakhirnya berupa konsonan. Pemanfaatan sufiks {-ira} terkesan lebih indah dibandingkan dengan sufiks {-é}.

(138) lêlabuhanipun (ST/B1/L7) ‘jasa-jasanya’

Pemanfaatan sufiks {-ipun} pada data (138) ditunjukkan oleh kata lêlabuhanipun ‘jasa-jasanya’ yang berasal dari kata dasar lêlabuhan+ipun. Sufiks {-ipun} merupakan imbuhan yang memiliki ragam krama. Kata lêlabuhan ‘jasa-jasa’ memiliki kata dasar yang berakhiran konsonan, sehingga dalam penulisan sufiks {-ipun} ditulis tetap. Penggunaan sufiks {-ipun} memberikan kesan lebih halus dibandingkan dengan penggunaan sufiks {-é}.

(139) katur ratunipun (ST/B2/L7)

‘mempersembahkan kepada rajanya’

Kata ratunipun ‘ratunya’ berasal dari kata dasar ratu+ipun. Kata ratunipun ‘ratunya’ memiliki kata dasar yang berakhiran vokal /i/, sehingga penulisan sufiks {-ipun} disisipi dengan konsonan /n/ untuk mempermudah dalam pelafalan. Penggunaan sufiks {-ipun} termasuk imbuhan yang memiliki ragam krama, sehingga memberikan kesan lebih halus dibandingkan dengan penggunaan sufiks {-né}.

(140) dènnya darbé atur (ST/B3/L7) ‘dia memiliki permintaan’

Data di atas menunjukkan adanya pemanfatan sufiks {-nya} pada kata dènnya ‘olehnya’. Adanya sufiks {-nya} tersebut mengacu kepada pronomina persona ketiga tunggal, sehingga penulisannya harus dirangkai dengan kata dasar yang melekat di sebelah kirinya.

(141) myang lêluhuripun (ST/B4/L7) ‘kepada leluhur-leluhurnya’

Pemanfaatan sufiks {-ipun} pada data tersebut ditunjukkan oleh kata lêluhuripun ‘leluhur-leluhurnya’ yang berasal dari kata dasar luhur (mengalami dwipurwa sehingga menjadi)

(38)

luluhur+ipun. Sufiks {-ipun} merupakan imbuhan yang memiliki ragam krama. Kata luluhur ‘leluhur-leluhur’ memiliki kata dasar yang berakhiran konsonan, sehingga penulisan sufiks {-ipun} ditulis tetap. Penggunaan sufiks {-{-ipun} memberikan kesan lebih halus dibandingkan dengan penggunaan sufiks {-é}.

(142) manggala golonganing prang (ST/B5/L8) ‘panglima di dalam golongan perang’

Kata golonganing ‘golongannya’ pada data di atas berasal dari kata dasar golongan+ing. Data tersebut menunjukkan pemanfaatan sufiks {-ing}. Kata golonganing ‘di dalam golongan’ memiliki kata dasar yang huruf akhirnya berupa konsonan, sehingga penulisan sufiks {-ing} tidak mengalami perubahan.

(143) marga dènnya arsa males-sih (ST/B6/L6) ‘dia dapat membalas cinta kasih’

Data di atas menunjukkan adanya pemanfatan sufiks {-nya} pada kata dènnya ‘olehnya’. Adanya sufiks {-nya} tersebut mengacu kepada pronomina persona ketiga tunggal, sehingga penulisannya harus dirangkai dengan kata dasar yang melekat di sebelah kirinya.

(144) ing lêlabuhanipun (ST/B7/L4) ‘pada jasa-jasanya’

Pemanfaatan sufiks {-ipun} pada data tersebut ditunjukkan oleh kata lêlabuhanipun ‘jasa-jasanya’ yang berasal dari kata dasar lêlabuhan+ipun. Sufiks {-ipun} merupakan imbuhan yang memiliki ragam krama. Kata lêlabuhan ‘jasa-jasa’ memiliki kata dasar yang berakhiran konsonan, sehingga penulisan imbuhan yang berupa sufiks {-ipun} ditulis tetap. Penggunaan sufiks {-ipun} memberikan kesan lebih halus dibandingkan dengan penggunaan sufiks {-é}.

(145) ina esthinipun (ST/B7/L7) ‘rendah cita-citanya’

Gambar

TABEL 1. PEMANFAATAN ASPEK BUNYI
TABEL 2. REKAPITULASI PERBANDINGAN
TABEL 4. REKAPITULASI PERBANDINGAN  AFIKSASI, REDUPLIKASI, DAN DIKSI
TABEL 5. PEMANFAATAN GAYA BAHASA  DALAM SERAT TRIPAMA BAIT 1-7  KARYA KGPAA MANGKUNEGARA IV

Referensi

Dokumen terkait

pengelolaan sampah yang mereka ketahui adalah teknologi konvensional yang berorientasi pada daur ulang secara mekanik yang masih sederhana (dirusak, diolah

Sektor perikanan merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara, mengingat konsumsi ikan di merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara,

Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana sebuah media alternatif dapat mempertahankan eksistensinya sebagai ruang informasi untuk suatu komunitas musik

Oh goddess who lives in the prosperous Thiru Kadavur, Which is full of Vedic chants said by Lord Vishnu and Lord Brahma, Oh goddess who holds the holy wheel, Whose names are famous,

Elemen struktur pada konstruksi selain secara mekanis memiliki fungsi sebagai penyalur beban (struktural) juga memiliki fungsi arsitektural yang dapat memengaruhi aktivitas dan

Berdasarkan tabel pengukuran kinerja kegiatan, menurut Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Pasuruan dapat diketahui bahwa kinerja badan lingkungan hidup kabupaten

Pada bab empat ini berisikan tentang hasil penelitian pada Satpol PP Kabupaten Bantul, Pengadilan Negeri Bantul, yang berupa data tindak pidana prostitusi di

Penelitian mengenai Partisipasi Pemuda dalam Pemilhan Umum 2014 dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Politik Wilayah Pondok Pesantren (Studi di Yayasan Pondok Pesantren