SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 74
WHISPER RACE GAME DAN PENGEMBANGAN
KETERAMPILAN MENYIMAK BAHASA INGGRIS PADA ANAK USIA DINI
Oleh:
I Putu Andre Suhardiana
Fakultas Brahma Widya
Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Email: [email protected]
Abstract
The ability to speak English becomes important to be mastered by the young generation of Indonesia in this increasingly sophisticated modern era. The demand of globalization which in fact is based on English, is definitely inevitable to be well controlled by all young generation, considering the central role of this language as an international communication tool. In addition, to be able to operate various media communications and know the transformation of science proficiently and deeply, it is highly needed sufficient ability in the mastery of English. Students as the young generation of Indonesia who will take on the task of making progress of the nation, need to be equipped with good skills in English since an early age. If it is not, very likely they will lose the media in interacting with a developing civilization. Many smart options can be utilized as the first touch of introducing this language to students, one of them is Whisper Race Game. Through a game that matches their age, students will be more focused and make them able to slowly absorb the knowledge related to early English learning.
Keywords: Whisper Race Game, Listening Skills, English, Early Childhood
Abstrak
Kemampuan berbahasa Inggris menjadi penting untuk dikuasai oleh generasi muda Indonesia di era yang semakin canggih dan modern ini. Tuntutan globalisasi yang notabene berbasis bahasa Inggris sudah pasti tidak dapat dielakkan lagi untuk sedapat mungkin dikuasai dengan baik oleh segenap anak muda, mengingat peran sentral bahasa ini sebagai alat komunikasi internasional. Selain itu, untuk dapat mengoperasikan berbagai media komunikasi serta mengetahui transformasi ilmu pengetahuan secara mahir dan mendalam,
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017
75 diperlukan kemampuan yang cukup dalam penguasaan bahasa
Inggris. Siswa sebagai generasi muda Indonesia yang kelak akan memikul tugas memutar roda kemajuan bangsa, perlu dibekali dengan kemampuan yang baik dalam berbahasa Inggris sejak dini. Jika tidak, sangat mungkin mereka akan kehilangan media dalam berinteraksi dengan peradaban yang sedang berkembang. Banyak opsi cerdas yang dapat dimanfaatkan sebagai sentuhan pertama pengenalan bahasa ini kepada siswa, salah satunya adalah Whisper Race Game. Melalui permainan yang sesuai dengan usianya, siswa akan lebih fokus dan membuatnya dapat dengan perlahan menyerap pengetahuan terkait pembelajaran bahasa Inggris tahap awal.
Kata Kunci: Whisper Race Game, Keterampilan Menyimak, Bahasa Inggris, Anak Usia Dini
I. Pendahuluan
Pembahasan dalam tulisan ini difokuskan pada pendidikan bahasa Inggris untuk anak usia dini (English for Young Learners). Penggunaan bahasa Inggris yang baik oleh seseorang sangatlah diperlukan seiring dengan kemajuan sebuah negara. Pendidikan bahasa Inggris sebagai bahasa Internasional, oleh karena itu, mulai diperkenalkan sedini mungkin di Indonesia kepada anak didik saat ini. Akan sangat ideal jika pendidikan bahasa Inggris dimulai sejak usia dini, terutama sebelum seorang anak menginjak usia 12 tahun. Anak usia dini ada pada rentang usia antara 2-7 tahun. Periode emas perkembangan kemampuan berbahasa anak ada pada rentang usia tersebut. Bahasa apapun akan mampu mereka pelajari seperti penutur aslinya dan anak, oleh sebab itu, mesti memanfaatkan periode ini sebaik-baiknya. Akan tetapi, anak-anak pada usia dini masih pada kondisi perkembangan kognitif pra-operasional yaitu sifat egosentris yang cenderung masih tinggi, hanya mengerti pada simbol-simbol dan belum mengerti hal-hal abstrak, serta masih berpikiran pra-logis. Oleh sebab itu, English for Young Learners memerlukan proses dan metode pengajaran yang efektif dan tepat.
Berbagai pengembangan pendekatan, strategi, metode, serta media pun dilakukan secara besar-besaran. Peningkatan kualitas pembelajaran bahasa Inggris menjadi tujuan utamanya, khususnya untuk anak usia dini. Pemikiran bahwa pembelajaran bahasa Inggris tidak memiliki perbedaan dengan pembelajaran lain yang berorientasi pengetahuan membuat proses pembelajaran bahasa Inggris cenderung monoton, hanya terpusat pada penyampaian materi tanpa berpikir pengetahuan
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 76
tersebut akan dapat diserap dengan baik sehingga memiliki manfaat di kemudian hari atau tidak, dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari atau tidak. Hal ini sejalan dengan pendapat Brown (1980:76), yang menyatakan bahwa, “Bahasa digunakan sebagai sarana pergaulan sesama insan ataupun alat komunikasi” (Tarigan, 2009: 4). Agar siswa mampu menguasai bahasa Inggris dengan baik, maka bahasa ini mesti dipergunakan sebagai sarana pergaulan sehari-hari atau alat komunikasi, oleh karenanya, siswa perlu mendasarinya dengan keterampilan menyimak. Pengertian keterampilan menurut Dunnette (1976:33), adalah kapasitas yang dibutuhkan dalam menyelesaikan beberapa tugas yang merupakan pengembangan dari pengalaman yang didapat dan hasil training. Sedangkan keterampilan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah keterampilan berbahasa, yaitu menyimak. Menurut Tarigan (2009: 6), menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh pemahaman, perhatian, interpretasi, serta apresiasi, untuk mendapatkan informasi, memahami makna komunikasi, serta menangkap isi yang pembicara telah sampaikan melalui bahasa lisan atau ujaran. Dapat disimpulkan berdasarkan pengertian tersebut, bahwa keterampilan menyimak merupakan kecakapan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh pemahaman, perhatian, interpretasi, serta apresiasi untuk mendapatkan informasi.
Landasan pokok belajar bahasa adalah menyimak. Siswa dapat mengenal berbagai konsep, informasi, dan pengetahuan melalui menyimak. Sehingga keterampilan berbahasa yang satu ini sudah saatnya diperhatikan oleh guru dan siswa. Guru, dalam hal ini tidak hanya sekadar menyampaikan materi tetapi juga mesti memfokuskan pada bagaimana agar materi tersebut dapat diterima siswa dengan mudah. Guru perlu menggunakan metode yang sesuai dengan karakter siswa yang masih senang bermain agar materi dapat diterima siswa dengan mudah. Pemikiran seorang anak diyakini Piaget berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi sampai pada masa dewasa. Dalam hal ini Piaget melakukan pembagian tahapan perkembangan kognitif manusia menjadi empat tahap, yaitu: tahap sensori-motorik (sejak lahir sampai usia 2 tahun), tahap pra operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun), dan tahap konkret-operasional formal (usia 11 tahun ke atas) (Desmita, 2009: 101).
Merujuk pada tahapan perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget, menurut data keadaan siswa usia dini, dinyatakan bahwa usia tersebut adalah termasuk pada fase operasional. Anak mulai menyadari pada fase pra-operasional, bahwa pemahamannya tentang benda-benda di
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017
77 sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan
sensorimotor akan tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolik. Percakapan melaui telepon mainan, dalam hal ini, adalah termasuk kegiatan simbolik, atau berpura-pura menjadi bapak atau ibu, serta berbagai jenis kegiatan simbolik lainnya. Andil yang besar diberikan oleh fase ini bagi perkembangan kognitif anak. Anak, pada fase pra-operasional, berpikir dengan tidak operasional yaitu suatu proses berpikir dengan cara melakukan internalisasi terhadap suatu aktivitas yang kemudian memungkinkan anak untuk mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya sebelumnya. Sehingga dalam rangka meningkatkan keterampilan menyimak ini, alternatif penggunaan metode permainan Whisper Race (bisik berantai) dapat dipergunakan dalam proses belajar mengajar yang sesuai dengan karakter siswa usia dini, yang bagi anak, ini
merupakan masa permulaan untuk membangun
kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, pada fase ini, cara berpikir anak belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik. Fase pra operasional dapat dibagi ke dalam tiga sub-fase yaitu sub-fase fungsi simbolik, sub-fase berpikir secara egosentris dan intuitif.
Metode, menurut Sumantri dan Permana (2001:48), adalah cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi yang menyenangkan sehingga dapat mendukung kelancaran proses belajar dan pada akhirnya prestasi belajar siswa yang memuaskan dapat tercapai. Selanjutnya penjelasan diberikan oleh Sadiman (1996:28) bahwa “Permainan adalah setiap kontes antara para pemain yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan tertentu dengan mengikuti aturan-aturan tertentu pula”. Dapat disimpulkan dari penjelasan tersebut, bahwa permainan merupakan perbuatan atau kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan (bermain) serta untuk melatih keterampilan berbahasa dengan mengikuti aturan-aturan tertentu. Dalam melakukan permainan Whisper Race ini, siswa harus berdiri berbaris dan telah terbagi dalam satu tim. Siswa yang diberi daftar kosakata adalah yang berdiri di baris paling belakang. Siswa yang ada pada urutan paling belakang kemudian diberi waktu untuk membaca kata-kata yang ada di daftarnya, untuk kemudian berbisik kepada teman di depannya sesuai kosakata dalam daftar. Permainan berbisik dilakukan dengan berurutan hingga sampai pada siswa terakhir dalam tim, yaitu siswa yang berdiri di urutan paling depan. Selanjutnya, siswa yang dibisiki terakhir tersebut harus melingkari kata/kalimat dalam daftar yang diberikan oleh guru tadi sesuai dengan apa yang didengarnya. Daftar kata/kalimat yang telah dilingkari siswa kemudian dibandingkan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain. Bagi kelompok yang
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 78
paling tepat melingkari daftar kata tersebut akan diberikan reward sehingga siswa jadi lebih termotivasi.
II. Pembahasan
2.1 Pendidikan Bahasa Asing
Pendidikan tentang bahasa asing telah dilakukan sejak tahun lima puluhan oleh anak-anak di Eropa dan Amerika, kemudian menjadi terkenal pada tahun enam puluhan, akan tetapi agak menurun pada tahun tujuh puluhan. Dasar dari pendidikan dan pembelajaran bahasa Inggris adalah adanya pemikiran bahwa belajar bahasa asing atau bahasa kedua akan lebih baik bila dimulai lebih awal (Sumantri dan Permana, 2001:88). Terdapat berbagai asumsi tentang usia dan pembelajaran bahasa, antara lain pembelajaran bahasa asing di sekolah sebaiknya dimulai seawal mungkin, anak-anak belajar bahasa lebih baik dari pembelajar dewasa, serta lebih mudah menarik perhatian dan minat anak-anak daripada orang dewasa, persis seperti yang diungkapkan oleh Ur (1996: 296). Asumsi tersebut belum dikonfirmasi dengan penelitian, walaupun dari pengalaman kelihatannya pembelajar anak-anak lebih baik dan ternyata ada bukti bahwa lebih tua usia anak lebih efektif dia belajar bahasa (Ur: 1996:128).
2.2 Penguasaan Bahasa Inggris
Kita dituntut dalam era globalisasi untuk menguasai bahasa Inggris, baik secara lisan dan tulisan. Para orang tua dibuat berlomba-lomba oleh tuntutan tersebut untuk memasukkan anak mereka ke sekolah yang bertaraf internasional maupun nasional plus dimana media bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris. Tak peduli akan kemampuan psikologi bahasa anak, usia anak, pendidikan para pendidik serta metode yang diajarkan, yang penting jika ada lisensi internasional dan berbahasa Inggris maka para orang tua akan puas dan percaya pada pendidikan tersebut. Akibatnya, banyak anak yang frustrasi dan stress. Alih-alih bukannya penguasaan bahasa Inggris yang mereka dapatkan, malah menjadi anak karbitan yang terpaksa berbahasa Inggris. Dengan demikian, pelafalan bunyi dan struktur kalimat bahasa yang mereka ucapkan banyak yang salah dan nyeleneh. Sebenarnya, perlu adanya pertimbangan bagi para orang tua untuk memasukkan anak mereka pada pendidikan yang bermedia bahasa Inggris. Pertimbangan yang penting salah satunya adalah usia anak dalam pembelajaran bahasa Inggris (bahasa asing). Pada usia berapakah seorang anak seharusnya memperoleh pembelajaran bahasa asing (bahasa Inggris)? Serta metode dan kegiatan
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017
79 pengajaran yang seperti apakah yang tepat dan sesuai untuk
anak usia dini?
Bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional yang digunakan hampir di segala bidang kehidupan global. Bahasa ini juga telah menjadi bahasa dunia yang mendominasi era komunikasi untuk menghubungkan dan mentransfer ilmu ke seluruh dunia. Hal ini memberikan asumsi bahwa penguasaan bahasa Inggris merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat modern sekarang ini karena penguasaan terhadap bahasa Inggris memudahkan seseorang untuk memperluas pergaulannya di dunia internasional. Seperti yang dinyatakan oleh Fromkin (1993: 259), “English has been called ‘the lingua franca of the world”. Kedudukan Bahasa Inggris di Indonesia adalah sebagai bahasa asing pertama (the first foreign language). Kedudukan tersebut berbeda dengan bahasa kedua. Dalam hal ini, Mustafa (2008:24) menyatakan bahwa bahasa kedua adalah bahasa yang dipelajari anak dengan ciri bahasa tersebut digunakan dalam lingkungan masyarakat sekitar setelah bahasa ibunya. Sedangkan definisi bahasa asing adalah bahasa negara lain yang secara umum tidak digunakan dalam interaksi sosial. Di Indonesia, kedudukan bahasa Inggris tersebut mengakibatkan jarang digunakannya bahasa Inggris dalam interaksi sosial di lingkungan masyarakat sehingga bahasa Inggris merupakan bahasa yang sulit untuk dipelajari karena bahasa Inggris merupakan bahasa asing yang tidak digunakan sehari-hari dalam kehidupan masyarakat di Indonesia.
Penguasaan bahasa Inggris pada era informasi komunikasi saat ini, faktanya, merupakan keterampilan yang sangat penting. Bagaimana kita dapat berinteraksi secara global sangat ditentukan oleh hal ini. Isu globalisasi saat ini menuntut sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkomunikasi dalam berbagai bahasa asing terutama bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan memerlukan keahlian berbahasa asing, di samping itu, dengan penguasaan bahasa asing maka kita dapat memiliki pergaulan luas dan karier yang baik. Hal ini membuat semua orang dari berbagai kalangan termotivasi untuk mengusai bahasa Inggris. Kecenderungan masyarakat untuk menguasai bahasa asing tersebut, membuat mereka saling berlomba untuk memilihkan anak-anak mereka sekolah yang tepat sehingga maksimal dapat mempelajari bahasa Inggris sebagai salah satu keahlian yang dikembangkan. Karena pada dasarnya, anak lebih cepat mempelajari bahasa asing dari pada orang dewasa (Santrock, 2007:313). Johnson dan Newport (1991) dalam Santrock, (2007:313) melakukan sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa imigran asal Cina dan Korea yang mulai tinggal di Amerika pada usia 3 sampai 7 tahun memiliki
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 80
kemampuan bahasa Inggris yang lebih baik dari pada orang dewasa atau anak yang lebih tua.
Manfaat menguasai bahasa asing lebih dini, juga ditegaskan oleh penelitian lain yang dilakukan oleh Mustafa (2007:44), yang menyatakan bahwa anak yang menguasai bahasa asing memiliki kelebihan dalam hal keterampilan akademik, berbahasa, dan sosial serta intelektual yang fleksibel. Dalam hal lain, anak akan mempunyai kesiapan memasuki suatu konteks pergaulan dengan berbagai bahasa dan budaya. Sehingga anak akan mampu menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan bisa berprestasi ketika dewasa. Apresiasi dan pemahaman anak terhadap bahasa dan budayanya sendiri, ditambahkan oleh Mustafa (2007:45), juga akan berkembang jika anak mempelajari bahasa asing sejak dini. Hal ini dikarenakan mereka akan memiliki akses yang lebih besar terhadap bahasa dan budaya asing. Fenomena yang terjadi adalah, pengajaran bahasa Inggris di Indonesia berbeda dengan pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa kedua di negara di mana bahasa Inggris sebagai media komunikasi. Di Indonesia, posisi bahasa Inggris adalah sebagai bahasa asing pertama yang tentunya wajib diajarkan di SMP dan SMA, sedangkan di SD merupakan salah satu pelajaran muatan lokal yang sebenarnya bukan (atau) belum merupakan mata pelajaran wajib. Walaupun hingga kini bahasa Inggris memiliki posisi menjadi bahasa asing sebagai mata pelajaran, nantinya tidak menutup kemungkinan bahasa ini akan menjadi “media” dalam Bilingual Education (Suryabrata, 2002:54).
Tujuan pengajaran bahasa Inggris, seperti diketahui, mencakup semua kompetensi bahasa, yaitu menyimak (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Bahasa Inggris memiliki perbedaan signifikan dengan bahasa pertama anak-anak (bahasa Indonesia, Bali, Jawa, Sunda, dan bahasa daerah yang lain di Indonesia). Agar pembelajaran dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka perbedaan kebahasaan ini penting untuk dipahami. Perbedaan tersebut antara lain: ejaan, ucapan, tekanan, struktur bahasa, dan intonasi, kosakata, dan nilai kultur bahasa asing. Bahasa Inggris diketahui juga sebagai bahasa yang cermat terhadap waktu (tenses), cermat terhadap angka (singular-plural), dan cermat terhadap orang (feminine dan maskulin).
2.3 Perkembangan Kognitif Bahasa Anak Usia Dini
Sebenarnya, perkembangan bahasa anak telah dimulai sejak anak lahir dengan menggunakan bahasa atau pra-bicara yang paling sederhana yaitu ”menangis”, kemudian perkembangan lebih lanjut terjadi dalam bentuk
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017
81 ”celoteh/ocehan”, kata/kalimat sederhana disertai dengan
gerakan tubuh/syarat sebagai pelengkap bicara. Dalam psikologi pendidikan, dikenal adanya teori pembelajaran yang dapat dipergunakan sebagai landasan pengajaran. Model pembelajaran yang cukup populer adalah pendekatan perkembangan intelektual/kognitif yang dicetuskan oleh Suparno (2007: 60). Dalam model Piaget (Dahar, 1988: 78), tingkat-tingkat perkembangan intelektual dialami oleh setiap individu, sebagai berikut:
A. Tahap Sensori-Motorik (Usia 0-2 tahun)
Pada tahap ini anak mulai belajar serta mengendalikan lingkungannya melalui gerakannya dan kemampuan panca indera. Perilaku bayi pada tahap ini adalah semata-mata berdasarkan pada rangsangan yang diterimanya. Pada saat usia bayi sekitar 8 bulan, mereka memiliki pengetahuan object permanence yaitu walaupun objek pada suatu saat tak terlihat di depan matanya, tak berarti objek itu tidak ada. Sebelum usia 8 bulan bayi pada umumnya memiliki anggapan bahwa benda yang tak mereka lihat berarti tak ada. Pada tahap ini, bayi memiliki dunianya berdasarkan pengamatannya atas dasar gerakan/aktivitas yang dilakukan orang-orang di sekelilingnya. B. Tahap Pra-Operasional (Usia 2-7 Tahun)
Anak berusaha menguasai simbol-simbol (kata-kata) serta dapat mengungkapkan pengalamannya, meskipun tidak logis (pra-logis). Anak memiliki sifat egosentris, pada periode ini, yaitu perception centration atau melihat sesuatu dari dirinya, dengan melihat sesuatu dari satu ciri, sedangkan ciri lainnya diabaikan. Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan berpikirnya belum sampai pada tingkat kemampuan berpikir logis. Kehidupan anak pada periode usia 2-7 tahun, juga ditandai dengan munculnya sikap egosentris, di mana mereka tidak mampu melihat objektivitas pandangan orang lain atau berpikir secara subjektif, sehingga mereka sukar menerima pandangan orang lain. Ciri lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap preoperational adalah ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 objek yang sama memiliki masa, jumlah atau volume yang tetap walau bentuknya berubah-ubah. Anak-anak pada usia ini lebih mudah belajar apabila penggunaan benda yang konkrit dilibatkan oleh guru, daripada menggunakan hanya dengan kata-kata dikarenakan mereka belum dapat berpikir abstrak.
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 82
C. Tahap Operasional Konkret (Usia 7-11 Tahun)
Pada fase ini, anak berpikir dan mulai memahami hal yang bersifat konkret belum abstrak. Pada tahap ini, anak-anak umumnya sudah memiliki kemampuan memahami konsep konservasi (concept of conservation), yaitu masa, jumlah atau volume suatu benda adalah tetap walaupun benda berubah bentuknya. Kegiatan observasi pun telah mereka dapat lakukan, selain menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak se-egosentris sebelumnya. Pada tahap ini, kemampuan berpikir anak masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berpikir abstrak, sehingga mereka juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Dibandingkan penjelasan guru dalam bentuk verbal (kata-kata), aktivitas pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif.
D. Tahap Operasional Formal (Usia 11-15 Tahun ke Atas) Anak mampu berpikir abstrak pada tahap ini. Pada tahap ini pula, kemampuan mereka telah berada pada tahap berpikir abstrak. Hipotesa mampu mereka ajukan, demikian pula menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi serta menguji hipotesa yang mereka buat. Pada fase perkembangan formal operasional, jika siswa dihadapkan pada suatu persoalan, akan mampu memformulasikan semua kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan kemampuan berpikir analistis dan logis. 2.4 Karakteristik Belajar dan Pembelajaran Anak Usia Dini
Anak pada usia 2-7 tahun, menurut Piaget, sedang dalam tahap pra-operasional, yaitu tahap yang mempunyai ciri pokok perkembangannya menggunakan symbol/bahasa tanda dan konsep intuitif. Fase ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pra konseptual (2-4 tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan. Kedua, tahap intuitif (4-7 tahun). Representasi suatu objek, pada tahap ini didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran. Istilah “operasi” di sini adalah suatu proses berfikir logis, dan merupakan aktivitas sensorimotor. Anak memiliki sifat egosentris dalam tahap ini, mereka sulit menerima pendapat orang lain. Anak memiliki kepercayaan bahwa apa yang mereka pikirkan dan alami juga menjadi pikiran dan pengalaman orang lain. Mereka memiliki kepercayaan bahwa benda yang tidak bernyawa mempunyai sifat bernyawa.
Karakteristik anak pada tahap ini adalah sebagai berikut: a) Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017
83 menjadi egois. Anak memiliki ketidakrelaan apabila barang
miliknya dipegang oleh orang lain. b) Anak belum mempunyai kemampuan dalam hal pemecahan masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka masih bersifat irreversible. c) belum mampunya dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus dilihat oleh anak, dan belum mampu bernalar (reasoning) secara individu dan deduktif. d) Anak melakukan penalaran secara transduktif (dari khusus ke khusus). Perbedaan antara fakta dan fantasi juga masih sulit dilakukan oleh anak. Kadang-kadang anak seperti berbohong. Hal ini terjadi dikarenakan anak belum mampu memisahkan kejadian sebenarnya dengan imajinasi mereka. e) konsep kekekalan belum dimiliki oleh anak (kuantitas, materi, luas, berat dan isi). f) Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai. Pengklasifikasian objek untuk kemudian dimasukkan ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dapat dilakukan oleh anak dan mereka telah mulai mengerti konsep yang konkrit.
Jadi, apabila anak usia dini mempelajari bahasa Inggris mereka sedang dalam tahap pra-operational dan oleh karena itu, mereka memerlukan banyak ilustrasi, model, gambar, dan kegiatan-kegiatan lain. Rupanya Piaget kurang mempercayai bahwa penggunaan pembelajaran langsung sebenarnya sama pentingnya dalam pengembangan pengetahuan alam, logika, dan matematika (Wood, 2001:80). Hingga kini, terdapat berbagai penelitian, yang kemudian membuktikan serta lumayan meyakinkan bahwa sebenarnya manfaat pembelajaran verbal, interaksi sosial, dan kultur dapat meningkatkan pembelajaran secara optimal. Fenomena ini terlihat jelas dalam teori Zone of Proximal Development (ZPD) yang dikembangkan oleh Vygotsky (1978:46). Apakah ZPD itu?
“ZPD could be stated as the distance between the level of potential development as determined through problem solving and the actual development level as determined by independent problem solving under adult guidance or in collaboration with more capable peers”
Bila pemahaman seorang anak terhadap sesuatu masih kurang, maka menurut Piaget anak itu belum siap secara mental. Bagi Vygotsky, pelajaran itu diluar daerah perkembangan pengetahuannya. Pelajaran memiliki suatu nilai sosial, dalam hal ini, untuk pembelajaran bahasa Inggris interaksi sosial ini dapat terlaksana dalam bentuk tugas berpasangan atau kelompok. Lebih lanjut, Ur (1996:37), menyatakan bahwa terdapat tiga sumber perhatian untuk anak-anak di kelas, yaitu gambar, dongeng, dan permainan. Gambar, terutama yang menarik senang dilihat oleh anak-anak, jelas dan
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 84
berwarna. Demikian pula anak senang mendengar dongeng/cerita, kemudian suka bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak atau sering disebut sebagai recreational time out activities. Menurut Curtain dan Rahman (2009:28), pada hakikatnya, anak-anak akan belajar bahasa asing dengan baik apabila proses belajar terjadi dalam konteks yang komunikatif dan bermakna bagi mereka. Untuk anak-anak konteks ini meliputi situasi sosial, kultural, permainan, nyanyian, dongeng, dan pengalaman-pengalaman kesenian, kerajinan, serta olahraga.
Perkembangan psikologi ini, datang dari dua sudut pandang teori yang penting, yakni teori Piaget dan Vygotsky, dapat memberi informasi penting bagaimana kita memikirkan anak sebagai siswa/pembelajar bahasa terutama bahasa asing. Menurut Piaget, anak adalah pembelajar dan pemikir aktif. Secara terus menerus, mereka selalu melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya serta mencari jalan keluar terhadap persoalan yang mereka hadapi di lingkungan tersebut, sehingga proses belajar terjadi secara aktif. Anak sendiri yang menghasilkan hal ini, bukan dari hasil menirukan orang lain dan didapat sejak lahir. Donaldson (1998:42) menekankan implikasi pendapat Piaget bahwa anak selalu berusaha secara aktif mencari pengertian mengenai dunia, bertanya dan ingin mengetahui. Anak, sejak kecil, selalu mempunyai maksud dan tujuan; dia ingin menanyakan atau melakukan sesuatu.
Pendapat Vygotsky (1962:72) berbeda dengan Piaget mengenai bahasa dan orang-orang lain di dunia anak. Dia berpendapat bahwa anak merupakan bagian dari sosial. Pusat perkembangan dan belajar anak terjadi dalam konteks sosial di dunia yang penuh dengan orang lain, yang berhubungan dengan anak sejak lahir. Orang-orang tersebut memegang peranan penting untuk menolong anak belajar (bermain, membaca cerita, berbicara, memperlihatkan benda, ide-ide). Di sini, orang dewasa merupakan mediator dunia untuk anak-anak. Kemampuan belajar melalui media dan instruksi adalah karakteristik intelegensi manusia. Dengan pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa atau guru, anak akan dapat mengerjakan dan mengerti lebih banyak daripada mereka mengerjakan sendiri. Ini berarti juga belajar berpikir dan belajar mengerjakan sesuatu, keduanya ditolong oleh interaksi dengan orang dewasa. Ide dari Vygotsky banyak yang digunakan untuk menyusun kerangka pengajaran bahasa asing untuk anak.
2.5 Pendidikan Bahasa Inggris untuk Anak Usia Dini
Dalam kehidupan seseorang, periode paling sensitif terhadap bahasa adalah antara umur dua sampai tujuh tahun. Sebelum masa sensitif ini berakhir, segala macam aspek dalam
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017
85 berbahasa mesti diperkenalkan kepada anak. Adalah penting
untuk memperkenalkan cara menggunakan bahasa yang baik dan benar pada fase ini dikarenakan keahlian ini sangat berguna untuk berkomunikasi dengan lingkungannya (Hainstock, 2002:90). Adalah tepat jika bahasa Inggris, berdasarkan teori tersebut, mulai diperkenalkan kepada anak sedini mungkin. Proses pembelajaran bahasa Inggris harus dilakukan secara bertahap mengingat bahasa Inggris adalah bahasa asing pertama di Indonesia. Pemilihan materi yang efektif untuk perkembangan kognitif bahasa anak serta sesuai dengan usia anak dan juga situasi belajar yang menyenangkan, haruslah menjadi perhatian utama agar suatu proses pembelajaran dapat berhasil dengan baik. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini, antara lain: 1. Guru yang berkualitas, guru yang dapat menghidupkan proses kegiatan belajar mengajar. 2. Sumber dan fasilitas pembelajaran yang memadai dan memenuhi syarat (adekuat). 3. Kurikulum yang baik, sederhana, dan menarik (atraktif).
Perlu dipahami bahwa usia dini, di sisi lain, adalah usia bermain. Setiap anak adalah pribadi yang unik dan dunia bermain merupakan kegiatan yang serius namun mengasyikkan bagi mereka. Maka seorang pendidik mesti dapat menciptakan pendekatan yang tepat agar proses pembelajaran bahasa Inggris lebih menarik dan menyenangkan tanpa meninggalkan kaidah-kaidah bahasa yang benar. Pengenalan bahasa hendaknya disesuaikan dengan pendekatan yang digunakan. Tujuan tersebut adalah agar anak memiliki keberanian dalam mengungkapkan ide atau pendapatnya, dapat memahami cara berbahasa yang baik dan benar, serta dapat berkomunikasi dengan lingkungannya. Pemilihan dan penyesuaian metode dan teknik yang hendak digunakan sebaiknya dilakukan dengan kemampuan yang ingin dicapai. Agar proses belajar mengajar dapat berjalan lebih baik, profesionalisme seorang pendidik di dalam mengembangkan dan memanfaatkan metode dan teknik tersebut sangatlah dibutuhkan. Metode yang tepat diimplementasikan khususnya untuk anak usia dini adalah yang meliputi konteks kultural, sosial, permainan, musik dan nyanyian, pengalaman-pembacaan cerita, pengalaman kesenian, kerajinan dan mengutamakan gerakan fisik.
Kemampuan yang ingin dicapai sebaiknya disesuaikan dengan metode dan teknik yang hendak diimplementasikan. Dalam hal ini, sangatlah dibutuhkan profesionalisme seorang pendidik di dalam mengembangkan dan memanfaatkan metode dan teknik tersebut agar proses belajar mengajar dapat berjalan lebih baik. Metode dalam konteks yang komunikatif meliputi konteks situasi sosial, kultural, permainan, nyanyian dan
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 86
musik, pembacaan cerita, pengalaman-pengalaman kesenian, kerajinan dan mengutamakan gerakan fisik adalah metode yang tepat diimplementasikan khususnya untuk anak usia dini.
2.6 Whisper Race Game
Permainan іnі mengandalkan ingatan atau memori, sesuai dengan namanya. Dalam melakukan permainan Whisper Race ini, siswa yang telah terbagi dalam satu tim harus berdiri berbaris. Siswa yang berdiri di baris paling belakang diberi daftar kosakata. Siswa yang berdiri di urutan paling belakang kemudian diberi waktu untuk membaca kata-kata yang ada dalam daftar, untuk kemudian berbisik (whisper) kepada teman di depannya sesuai kosakata dalam daftar. Kegiatan berbisik ini berlangsung secara berurutan hingga sampai pada siswa terakhir dalam tim, yaitu siswa yang berdiri di urutan paling depan. Selanjutnya siswa yang terakhir dibisiki tersebut harus melingkari kata/kalimat dalam daftar yang diberikan oleh guru tadi sesuai dengan apa yang didengarnya. Daftar kata/kalimat yang telah dilingkari siswa kemudian dibandingkan antara kelompok satu dengan kelompok yang lain. Bagi kelompok yang paling tepat melingkari daftar kata tersebut akan diberikan reward sehingga siswa jadi lebih termotivasi.
III. Penutup
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut. Pertama, bahasa Inggris merupakan bahasa Internasional yang memiliki dominasi kuat di era komunikasi untuk menghubungkan dan mentransfer ilmu ke seluruh dunia. Dengan demikian, dalam era informasi dan komunikasi saat ini, penguasaan bahasa Inggris adalah keterampilan yang sangat penting. Keahlian berbahasa asing ini diperlukan untuk menguasai ilmu pengetahuan, memiliki pergaulan luas dan karier yang baik. Hal ini membuat semua orang dari berbagai kalangan termotivasi untuk mempelajari bahasa Inggris dari usia sedini mungkin. Kedua, pendidikan bahasa Inggris akan sangat ideal jika dimulai sejak usia dini, terutama sebelum mereka menginjak umur 12 tahun. Anak usia dini adalah anak pada rentang usia 2-7 tahun. Pada rentang usia tersebut merupakan periode emas perkembangan kemampuan berbahasa anak. Mereka mampu belajar bahasa apapun seperti penutur aslinya dan periode ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya Ketiga, anak usia dini menurut Piaget adalah anak yang mempunyai kondisi perkembangan kognitif pra-operasional yaitu memiliki egosentris yang tinggi, belum mengerti hal-hal abstrak, hanya mengerti pada simbol-simbol dan masih berpikiran pra-logis. Anak usia dini
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017
87 merupakan bagian dari sosial yang pusat perkembangan dan
belajarnya terjadi dalam konteks sosial, mereka masih sangat tergantung penuh dengan orang-orang dewasa yang berhubungan dengan si anak sejak lahir. Beberapa peranan penting dan sebagai mediator dunia untuk menolong anak tersebut belajar mengerjakan sesuatu dan belajar berpikir, dilakukan oleh orang dewasa. Keempat, pendidikan bahasa Inggris untuk anak usia dini membutuhkan metode dan proses pengajaran yang tepat dan efektif. Dalam proses pengajaran bahasa Inggris bagi anak usia dini, terdapat beberapa metode dan teknik yang sesuai antara lain dalam konteks yang komunikatif meliputi konteks situasi sosial, kultural, permainan, nyanyian dan musik, pembacaan cerita, pengalaman-pengalaman kesenian, kerajinan tangan dan mengutamakan gerakan fisik. Maka pendekatan dengan Whisper Race Game diantara teori, metode, dan teknik tersebut, adalah metode yang sangat sesuai dan menjanjikan keberhasilan tinggi dalam pendidikan bahasa Inggris untuk anak usia dini. Karena pada dasarnya anak suka bermain dan melakukan aktivitas fisik yang menyenangkan bagi mereka. Daftar Pustaka
Sadiman, A.S. dkk. 1996. Media Pendidikan: Pengertian,
Pengembangan, dan
Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raya Grafindo Persada. Brown, H.D. 1980. Principles of Language Learning and
Teaching. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Dahar, R.W. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Fromkin, Victoria and Robert Rodman. 1993. An Introduction to Language. Florida: Harcourt Brace College Publishers.
Hainstock, E. G. 2002. Montessori untuk Anak Prasekolah. Jakarta: Pustaka Delaprasta.
Mulyani Sumantri & Johar Permana. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Maulana.
Mustafa, Bacharudin. 2008. Dari Literasi Dini ke Literasi Teknologi. Jakarta: Yayasan CREST.
Ur, Penny. 1996. A Course in Language Teaching. Cambridge University Press.
Rahman, Ulfiani. 2009. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini. Jurnal Lentera Pendidikan, Vol 12 No 1: 46-57 http://ejurnal.uin-alauddin.ac.id (diakses tanggal 28 April 2017)
Santrock, J.W. 2007. Psikologi Pendidikan (Edisi Kedua). (Penerj. Tri Wibowo B.S). Jakarta: Kencana.
SEMADI 2 | PGPAUDH-FDA-IHDN DENPASAR 29 MEI 2017 88
Suparno, Paul. 2007. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Jogjakarta: Kanisius.
Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Grafindo Perkasa Rajawali.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengkajian Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Dunnette. 1976. Keterampilan Mengaktifkan Siswa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Vygotsky, L.S. 1962. Thought and Language. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Vygotsky, L.S. 1978. Mind in Society. Cambridge: Harvard University Press.
Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, and Osborn.
2001. Organizational
Behavior A Global Perspective. Australia: John Wiley & Sons.