• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh vestibular apparatus menuju vomiting centre di medula dan memicu mual

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh vestibular apparatus menuju vomiting centre di medula dan memicu mual"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Motion sickness merupakan mual muntah sindrom yang terjadi pada orang sehat akibat gerakan selama perjalanan melalui darat, laut, maupun udara. Pergerakan yang terjadi menyebabkan nuerotransmiter berupa histamin dilepaskan oleh vestibular apparatus menuju vomiting centre di medula dan memicu mual muntah. Untuk mengatasi hal ini antihistamin adalah obat yang paling efektif (Schmal, 2013). Promethazine-HCl merupakan antihistamin generasi pertama anatagonis reseptor H1 turunan Phenotiazine. Promethazine-HCl dapat meringankan gejala motion sickness seperti mual, muntah, sakit kepala, dan keringat dingin (Cantisani dkk., 2013).

Promethazine-HCl umumnya tersedia dalam bentuk tablet konvensional. Kelemahan bentuk sediaan ini adalah aksi obat lambat, bioavalabilitas rendah, serta pada kebanyakan pasien pediatric mengalami kesulitan dalam menelan tablet konvensional. Dimana, anak-anak pada usia antara 2-12 tahun lebih rentan terhadap motion sickness (Schmal, 2013), sehingga perlu di buat suatu bentuk sediaan sediaan yang memiliki aksi cepat, nyaman digunakan, dan sesuai untuk kondisi motion sickness seperti Fast Disintegrating Tablet.

Fast Disintegrating Tablet (FDT) merupakan sediaan padat yang mampu hancur dan terlarut seketika dalam sedikit cairan pada rongga mulut dan partikel yang ditelan menunjukkan karakteristik pelepasan segera tanpa membutuhkan tambahan air (Deepak dkk., 2012). FDT dapat melepaskan obatnya dengan segera

(2)

sehingga dapat mempercepat onset dan meningkatkan bioavailatilitas obat. FDT

harus memiliki rasa yang menyenangkan karena akan terdisintegrasi dan terabsorbsi dimulut. Dengan adanya sediaan FDT diharapkan efek terapi obat yang optimal dapat dirasakan pasien.

Kecepatan disintegrasi FDT dipengaruhi oleh adanya superdisintegrant.

Pada penelitian ini digunakan kombinasi superdisintegrant Sodium Starch Glycolate (SSG) dan Crospovidone. SSG dan Crospovidone merupakan kombinasi

superdisintegrant dengan mekanisme yang sinergis. Dimana, Crospovidone

memiliki sifat yang sangat berpori yang dapat memfasilitasi penyerapan air (wicking) ke dalam tablet dengan sangat cepat. Sedangkan, ketika kontak dengan air SSG akan mengembang (swelling) dengan tetap mempertahankan bentuk tablet sehingga air mudah masuk dan melemahkan ikatan antar partikel dalam tablet (Mangal dkk., 2012). Kombinasi keduanya diharapkan dapat meningkatkan kecepatan disintegrasi FDTPromethazine-HCl.

Promethazine-HCl memiliki rasa yang sangat pahit. Rasa pahit tersebut harus ditutupi agar FDT yang dihasilkan memenuhi aspek acceptable. Dilakukan

taste-masking terhadap Promethazine-HCl dengan metode kneading

menggunakan senyawa pembentuk kompleks inklusi β-siklodekstrin.

Penelitian ini dilakukan untuk mengoptimasi formula FDT Promethazine-HCl terinklusi β-siklodekstrin dengan kombinasi superdisintegrant SSG dan

Crospovidone untuk mendapatkan FDT Promethazine-HCl yang memiliki sifat fisik paling optimum.

(3)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh kombinasi superdisintegrant SSG dan Crospovidone

terhadap kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, dan rasio absorbsi air FDTPromethazine-HCl terinklusi β-siklodekstrin?

2. Berapakah proporsi superdisintegrant SSG dan Crospovidone yang memberikan sifat kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, dan rasio absorbsi air FDT Promethazine-HCl terinklusi β-siklodekstrin paling optimum?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan formula FDT Promethazine-HCl yang memberikan sifat kekerasan, kerapuhan, waktu pembasahan, waktu disintegrasi, rasio absorbsi air, dan disolusi yang paling optimum.

2. Mengetahui proporsi kombinasi superdisintegrant SSG dan Crospovidone

terhadap sifat kekerasan, kerapuhan, waktu pembasahan, waktu disintegrasi, rasio absorbsi air, dan disolusi FDTPromethazine-HCl yang paling optimum.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan usaha untuk mendapatkan formula FDT Promethazine-HCl terinklusi β-siklodekstrin yang optimum, sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif bentuk sediaan antiemetik untuk pasien pediatric yang sukar menelan tablet konvensional, dengan onset yang cepat dan rasa yang menyenangkan.

(4)

E. Tinjauan Pustaka

1. Fast Disintegrating Tablet (FDT)

Fast Disintegrating Tablet merupakan sediaan padat yang mampu hancur dan terlarut seketika dalam sedikit cairan pada rongga mulut dan partikel yang ditelan menunjukkan karakteristik pelepasan segera tanpa membutuhkan tambahan air. Tablet FDT merupakan alternatif sediaan yang memiliki onset cepat dan dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat (Deepak dkk., 2012). Kentungan dan kerugian fast disintegrating tabet, yaitu:

Keuntungan :

a. Tidak membutuhkan air dalam jumlah yang banyak untuk terintegrasi. b. Semua komponen dapat terlarut dalam air (tidak meninggalkan residu). c. Memiliki rasa yang menyenangkan.

d. Bioavailabilitas yang lebih baik dibandingkan tablet konvensional. e. Mudah digunakan untuk pasien yang memiliki kesulitan menelan obat. f. Sangat bermanfaat untuk penyakit yang membutuhkan penangan cepat. Kelemahan :

a. Stabilitas fisik dari FDT sering menjadi masalah.

b. FDT dapat memberikan rasa yang tidak menyenangkan dan meninggalkan residu di mulut bila tidak diformulasi dengan baik.

(5)

Metode pembuatan fast disintegrating tablet antara lain : a. Freeze Drying / lyophilization

Freeze drying merupakan metode pembuatan tablet dimana air disublimasikan dari produk setelah didinginkan. Pada metode ini dilakukan pengeringan tanpa menggunakan panas, sehingga sangat cocok untuk bahan yang tidak tahan panas. Tablet yang dihasilkan dari proses ini memiliki porositas yang sangat tinggi, sehingga dapat mempercepat waktu disintegrasi. Metode freeze drying dapat mempercepat absorbsi dan bioavailabilitas obat. Kerugian metode ini adalah biaya pembuatannya mahal, waktu pembuatan lama, dan stabilitas tablet buruk (Bhowmik dkk., 2009).

b. Moulding

Pada metode ini tablet dibuat dengan menggunakan bahan-bahan yang larut air, sehingga tablet akan mudah terdisintegrasi ketika kontak dengan air. Semua bahan tablet dibasahi dengan solven hidrokarbon dan dicetak dengan tekanan rendah menghasilkan masa yang basah. Solven tersebut kemudian dihilangkan dengan pengeringan menggunakan udara. Tablet yang dihasilkan dengan metode ini memiliki stuktur berpori yang menyebabkan tablet mudah terdisintegrasi (Parkash dkk., 2011).

c. Spray Drying

Metode pengeringan semprot menghasilkan bubuk yang berpori dan dapat larut dengan cepat. Formula terdiri dari gabungan antara gelatin, manitol, dan superdisintegrant. Bubuk kering yang dihasilkan

(6)

kemudian dikempa membentuk tablet. Tablet hasil spray-drying dapat terdisintegrasi dalam waktu 20 detik ketika kontak dengan air (Bhowmik dkk., 2009).

d. Sublimation

Pada metode ini digunakan bahan-bahan yang mudah menguap. Bahan tersebut kemudian dikempa menjadi tablet. Bahan-bahan yang mudah menguap tersebut dihilangkan dengan proses sublimasi sehingga menghasilkan struktur tablet yang sangat berpori. Tablet yang dihasilkan dengan metode ini dapat terdisintegrasi dalam waktu 10-20 detik dalam air (Bhowmik dkk., 2009).

e. Kempa langsung (Direct compression)

Merupakan metode yang sangat sederhana karena dilakukan dengan alat, bahan, dan proses konvensional. Kecepatan disintegrasi dan disolusi produk tergantung dari disintegran dan eksipien yang digunakan. Dibutuhkan bahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik (Ashish dkk, 2011).

f. Penambahan Bahan Penghancur (Superdisintegrant)

Metode pembuatan FDT dengan penambahan bahan penghancur merupakan metode yang paling popular karena mudah diimplementasikan dan biayanya murah. Prinsip dasar teknik ini adalah menambahkan bahan penghancur pada konsentrasi yang optimum untuk memperoleh waktu disintegrasi tablet yang cepat (Ashish dkk., 2011)

(7)

2. Kompleks Inklusi

Kompleks inklusi merupakan hubungan antara molekul pengompleks (host) yang memiliki rongga dengan molekul obat (guest) yang dapat masuk dan terperangkan dalam rongga tersebut. Kompleks inklusi utamanya terjadi karena adanya gaya van der walls. Molekul pengompleks mampu menutupi rasa pahit dari obat dengan cara menurunkan kontak molekul obat dengan reseptor perasa di lidah (Sharma & Lewis, 2010).

Siklodekstrin adalah oligosakarida siklis yang tersusun atas 6-8 atau lebih unit monomer α-D-Glukopiranosa yang terikat pada carbon 1 dan 4. Molekul siklodekstrin berbentuk seperti kerucut terpotong dengan permukaan luar bersifat hidrofilik dan rongga dalam bersifat hidrofobik. Rongganya memiliki kecocokan dengan cincin aromatik pada kebanyakan molekul obat karena kepolarannya, sehingga mampu membentuk kompleks inklusi dengan berbagai macam substrat (Valle, 2003).

β-siklodekstrin merupakan zat pengompleks yang paling banyak digunakan karena rasanya sedikit manis dan inert (Sharma & Lewis, 2010). Molekul obat yang terinklusi β-siklodekstrin menunjukkan peningkatan stabilitas, laju disolusi, dan rasa pahit obat tertutupi (Patel & Vavia, 2008).

3. FTIR (Fourier Transform Infra Red)

FTIR (Fourier Transform Infra Red) merupakan perkembangan dari spektrofotometer infra red yang paling modern. FTIR dapat dipakai untuk karakterisasi polimer dan analisis gugus fungsi. Setiap gugus dalam molekul umumnya memiliki karakteristik tersendiri layaknya sidik jari (fingerprint),

(8)

sehingga spektroskopi FTIR dapat digunakan untuk mendeteksi gugus yang spesifik pada polimer. Metode ini didasarkan pada interaksi antara radiasi infra merah dengan materi (interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik). Keunggulan metode FTIR antara lain: cepat, sensitif, mudah dilakukan, dan dapat menganalisis sampel padat, cair, gas. Hasilnya berupa spektra yang dapat digunakan untuk analisis kuantitatif dan kualitatif.

Gambar 1. Prinsip Kerja FTIR (Stuart, 2004)

Prinsip FTIR adalah energi yang diserap sampel pada berbagai frekuensi sinar infra merah direkam, diteruskan ke inferomoter, kemudian diubah menjadi inferogram. Sedangkan, mekanisme kerja yang terjadi pada alat FTIR dapat dilihat seperti gambar berikut.

Gambar 2. Mekanisme kerja alat FTIR (Stuart, 2004)

Sinar yang datang dari sumber sinar akan diteruskan, kemudian dipecah oleh pemecah sinar menjadi dua bagian sinar yang saling tegak lurus. Sinar tersebut akan dipantulkan oleh dua cermin, yaitu cermin diam dan bergerak. Pantulan sinar dari kedua cermin tersebut akan dipantulkan kembali

(9)

ke pemecah sinar. Dari pemecah sinar, sinar diarahkan menuju sampel, dan selanjutnya diteruskan menuju detektor. Sinar yang sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal yang disebut inferogram. Inferogram akan diubah menjadi spektra IR dengan bantuan komputer (Stuart, 2004).

4. Superdisintegrant

Superdisintegrant bekerja sebagai bahan penghancur yang menyebabkan tablet cepat terdisintegrasi dengan mekanisme mengembang (swelling) atau penyerapan air (wicking). Superdisintegrant memiliki afinitas tinggi terhadap air yang menyebabkan permukaan tablet mudah terbasahi sehingga tablet dapat hancur walau dalam sedikit air (Kaur dkk., 2011).

Terdapat dua jenis superdisintegrant, yaitu alami dan sintetis.

Superdisintegrant alami disukai karena relatif murah, tidak mengiritasi, dan tidak toksik. Contoh superdisintegrant alami adalah Gum Karaya dan Guar Gum. Sedangkan superdisintegrant sintetis sering digunakan dalam formulasi tablet untuk memperbaiki laju disolusi dan meningkatkan luas permukaan disintegrasi. Contoh superdisintegrant sintetis adalah SSG dan

Croscarmellose. Keuntungan superdisintegrant sintetis antara lain konsentrasi yang dibutuhkan lebih rendah, tidak berpengaruh pada kompresibilitas dan sifat alir (Khairnar dkk., 2014).

Peningkatan kadar superdisintegrant akan berpengaruh pada kerapuhan dan kerapuhan tablet yang dihasilkan, sehingga umumnya

superdisintegrant digunakan pada kadar 1-10% bobot/bobot dihitung terhadap bobot total satu unit tablet. Superdisintegrant merupakan bahan

(10)

yang sensitif terhadap air. Oleh karena itu, pembuatan tablet yang mengandung superdisintegrant terbatas hanya pada metode yang tidak melibatkan air, seperti kempa langsung atau granulasi kering (Priyanka & Vandana, 2013).

Superdisintegrant bekerja dengan beberapa mekanisme, meliputi: a. Mengembang (Swelling)

Mengembang merupakan mekanisme yang umum terjadi pada

superdisintegrant jenis pati (starch). Ketika kontak dengan air,

superdisintegrant mengalami pengembangan yang menyebabkan kohesi antar partikel di dalam tablet melemah, sehingga tablet mudah terdisintegrasi (Priyanka & Vandana, 2013).

Gambar 3. Swelling Action (Priyanka &Vandana, 2013)

b. Penyerapan air (Wicking)

Partikel superdisintegrant memiliki struktur yang berpori. Porositas tablet memberikan jalan penetrasi air ke dalam tablet dan menggantikan rongga-rongga udara dalam tablet. Air dengan mudah terabsorbsi oleh partikel superdisintegrant melalui mekanisme kapiler yang

(11)

mengakibatkan melemahnya ikatan antar partikel penyusun tablet, sehingga menyebabkan tablet hancur (Priyanka & Vandana, 2013).

Gambar 4. Wicking Action (Priyanka & Vandana, 2013)

c. Perubahan bentuk (Deformation)

Ketika proses kompresi tablet, partikel mengalami penekanan secara fisik yang menyebabkan partikel penyusun tablet hancur atau mendapatkan cacat. Pada saat partikel disintegrant kontak dengan air, maka partikel tersebut akan kembali ke bentuk semula, sehingga akan merubah bentuk (deformasi) dari tablet. Akibatnya tablet menjadi hancur (Priyanka & Vandana, 2013).

d. Peregangan (Electrostatic Repulsion)

Mekanisme electrostatic repulsion ditunjukkan oleh

superdisintegrant jenis “nonswellable” . Teori ini menyatakan bahwa terdapat gaya tolak-menolak antar partikel dalam tablet ketika tablet kontak dengan air. Air akan masuk melalui celah-celah kapiler tablet, yang menyebabkan partikel-partikel bermuatan dan saling tolak menolak. Partikel akan saling memisahkan diri lepas dari penyusunnya. Proses ini menyebabkan tablet terdisintegrasi (Priyanka & Vandana, 2013).

(12)

Gambar 5. Electrostatic Repulsion (Priyanka & Vandana, 2013)

5. Filler Binder

Filler binder merupakan eksipien yang bekerja sebagai bahan pengisi sekaligus bahan pengikat. Filler binder memiliki kemampuan meningkatkan daya alir dan kompaktibilitas masa tablet, sehingga digunakan untuk membuat tablet dengan metode kempa langsung. Molekul filler binder

umumnya adalah bahan pengisi yang memiliki sifat deformasi plastik, yaitu suatu bahan yang ketika dikempa partikel-partikel penyusunnya akan membentuk interlocking. Partikel filler binder akan mengikuti celah atau rongga dan tidak akan kembali ke bentuk semula, sehingga kompaktibilitas masa tablet meningkat (Gohel, 2005).

Penggunaan filler binder akan berpengaruh terhadap sifat fisik tablet yang dihasilkan, seperti kekerasan, kerapuhan, dan jumlah obat yang dilepaskan dari sediaan (Bastos dkk., 2008). Secara umumnya filler binder

juga akan berpengaruh pada waktu disintegrasi tablet karena sifat bahannya yang dapat menyerap air dengan cepat (Gohel,2005).

(13)

6. Parameter Sifat Fisik Fast Disintegrating Tablet a. Parameter Keseragaman Bobot

Uji bobot tablet dilakukan untuk mengetahui apakah tablet yang dihasilkan memiliki bobot yang seragam dan sesuai dengan yang dikehendaki. Tablet yang tidak bersalut harus memenuhi keseragaman bobot yang ditetapkan dengan cara menimbang 20 tablet satu per satu. Dihitung bobot rata-rata tablet, standar deviasinya (SD), dan koefisien variasinya (CV). Hasil penimbangan 20 tablet tidak boleh ada dua tablet yang menyimpang dari ketentuan A dan tidak boleh ada satu pun tablet yang menyimpang dari ketentuan B, dengan nilai koefisien variasi kurang dari 5%. Menurut Farmakope Indonesia (1979) persyaratan penyimpangan bobot tablet tidak bersalut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel I. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet (Depkes, 1979)

Bobot rata-rata tablet Penyimpangan bobot rata-rata dalam %

A B

25 mg atau kurang 15% 30%

25 mg- 150 mg 10% 20%

151 mg - 300 mg 7.50% 15%

Lebih dari 300 mg 5% 10%

b. Keseragaman Kandungan Tablet

Keseragaman kandungan tablet digunakan untuk menjamin konsistensi kandungan zat aktif dalam setiap tablet pada rentang yang ditentukan. Uji keseragaman kandungan dilakukan pada tablet dengan bobot zat aktif kurang dari 25 mg atau 25% dari bobot tablet. Tablet yang dibuat dianggap memenuhi persyaratan apabila memiliki nilai

(14)

penerimaan (NP) kurang dari 15 sesuai degan syarat yang ditentukan (Departemen Kesehatan RI, 2014).

c. Parameter Kekerasan

Kekerasan tablet merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet terhadap gangguan mekanis. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan yang dibutuhkan untuk menghancurkan tablet. Kekerasan tablet perlu diketahui untuk menjamin kualitas dan stabilitas sediaan tablet. Kekerasan tablet diukur dengan menggunakan alat yang disebut hardness tester. Kekerasan FDT yang baik adalah 3-5kg/cm2 (Panigrahi & Behera, 2010)

d. Parameter Kerapuhan Tablet

Kerapuhan tablet menggambarkan ketahanan tablet terhadap abrasi akibat tekanan mekanik terutama karena goncangan dan pengikisan, yang dapat menimbulkan variasi pada keseragaman isi tablet. Ketahanan pada kehilangan bobot tablet menunjukkan tablet tersebut tahan terhadap kerusakan ketika pengemasan dan pendistribusian. Menurut Farmakope Indonesia (1995), angka kerapuhan tablet masih dapat diterima apabila nilainya kurang dari 1 %.

e. Parameter Waktu Disintegrasi

Waktu disintegrasi merupakan waktu yang diperlukan oleh matrik tablet untuk dapat terdisintegrasi menjadi bentuk fine particles. Pengujian waktu hancur dilakukan dengan menempatkan tablet FDT kedalam cawan petri berdiameter 5 cm yang berisi 20 ml aquades. Hal ini

(15)

merupakan simulasi dari jumlah cairan yang setara dengan volume sendok makan (Bhowmik dkk., 2009). Menurut British Pharmacopeia

(2014), waktu disintegrasi FDT yang baik adalah kurang dari 3 menit.

f. Parameter Waktu Pembasahan

Uji waktu pembasahan dilakukan untuk mengetahui seberapa cepat FDT dapat menyerap air. Semakin cepat waktu pembasahan suatu tablet, maka kemampuan disintegrasinya semakin cepat pula (Deepak, dkk, 2012). Pengujian dilakukan dengan meletakkan lima kertas saring ke dalam cawan petri berdimeter 10 cm. Dimasukkan aquadest sebanyak 10 ml yang telah mengandung zat warna FDC apple green. Diletakkan sebuah tablet FDT diatas kertas saring tersebut. Waktu yang diperlukan untuk menimbulkan warna hijau diseluruh permukaan tablet dihitng sebagai waktu pembasahan (Jain & Naruka, 2009).

g. Parameter Rasio Absorbsi Air

Rasio absorbsi air menunjukkan kemampuan tablet FDT dalam menyerap dan menampung air di dalam matriksnya. Rasio absorbsi air dinyatakan dengan persen massa air yang mampu diserap tablet dihitung terhadap masa tablet basah (Bhowmik dkk., 2009). Semakin besar rasio absorbsi air, maka semakin banyak jumlah air yang dibutuhkan untuk membuat tablet FDT terdisintegrasi (Panigrahi & Behera, 2009).

(16)

Gambar 6. Rangkaian Alat Uji Rasio Absorbsi Air

Uji dilakukan dengan menggunakan serangkaian alat seperti gambar diatas. Sebuah tablet diletakkan diatas kertas saring yang telah dijenuhkan pada bagian (A). Apabila tablet menyerap air maka air pada botol penampung diatas neraca analitik (B) akan berkurang. Bobot air yang berkurang dihitung sebagai air yang diserap tablet.

h. Uji Disolusi in-vitro

Uji disolusi dilakukan untuk mengetahui pelepasan obat dari sediaan menjadi bentuk terlarut. Pengujian dilakukan dengan USP

apparatus 2 atau paddle apparatus. Medium yang digunakan buffer phospat pH 6,8 sebanyak 900 ml (Bhowmik dkk, 2009). Tablet FDT

diletakkan pada media dengan temperature 37±0,5oC dan kecepatan putar pedal 50 rpm. Sebanyak 5 ml sampel diambil tiap interval waktu 1, 3, 5, 10, dan 15 menit. Setiap pengambilan sampel, medium disolusi diganti dengan medium disolusi baru dengan jumlah yang sama. Sampel yang diambil diukur absorbansinya.

A

(17)

7. Metode Simplex Lattice Design

Simplex Lattice Design (SLD) merupakan metode untuk menentukan proporsi relatif berbagai komposisi bahan yang berbeda agar memberikan formula yang optimum. Salah satu penggunaan SLD adalah untuk pengoptimasian kadar komponen suatu formula sediaan padat. Metode ini digunakan untuk menentukan proporsi relatif bahan-bahan yang menghasilkan formulasi dengan hasil yang paling baik atau optimal.

Dalam SLD, disiapkan berbagai macam formula dengan kombinasi bahan yang mengandung konsentrasi yang berbeda untuk memprediksi respon yang paling optimal. Konsentrasi komponen penyusunnya berbeda tetapi total akhir tiap formula harus sama atau satu bagian. Hasil dari eksperimen dinyatakan dalam sebuah persamaan yang digunakan untuk memprediksi respon dari tiap formula.

Persamaan simplex lattice design :

Y=a(A)+b(B)+ab(A)(B)……….(1) Keterangan :

Y : Respon atau efek yang dihasilkan

a, b, ab : koefisien yag dapat dihitung dari percobaan (A) dan (B) : kadar komponen, jumlah (A) dan (B) satu bagian

(18)

Hasil persamaan yang diperoleh dari tiap formula merupakan persamaan empiris yang dapat menggambarkan pola respon. Titik A menyatakakn suatu formula hanya mengandung komponen A, titik B menyatakan suatu formula hanya mengandung komponen B, sedangkan garis AB menyatakan suatu formula yang mengandung semua kemungkinan campuran komponen A dan B. Semakin banyak titik yang digunakan untuk menggambarkan kurva SLD, maka hasil dari prediksi yang diperoleh akan semakin aktual dan menggambarkan respon yang sebenarnya.

Gambar diatas menjelaskan bahwa pada kurva 1 terjadi interaksi positif (beneficial effects), yaitu masing-masing komponen dengan konsentrasi tertentu saling mendukung. Kurva 2 menunjukkan tidak ada interaksi, yaitu masing-masing komponen dengan konsentrasi tertentu tidak saling mempengaruhi. Sedangkan kurva 3 menunjukkan adanya interaksi negative (detrimental effect), yaitu masing-masing komponen saling meniadakan respon (Armstrong & James, 1996).

8. Monografi Bahan

a. Promethazine-HCl

Promethazine-HCl memiliki nama kimia 10-(2-dimethylamino-n-propyl-)phenothiazine-monohydrocloride. Mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak kurang dari 101,5% C17H20N2S.HCl (BM=320,88)

dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Memiliki karakteristik berupa serbuk hablur, berwarna putih sampai kuning lemah, praktis tidak berbau, jika dibiarkan lama diudara berwarna biru, dan sangat pahit.

(19)

Sangat mudah larut dalam air, dalam etanol mutlak panas dan dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter, dalam aseton, dan dalam etil asetat (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Gambar 8. Struktur Kimia Promethazine-HCl

Promethazine HCl merupakan generasi pertama antagonis reseptor H1 derivat dari Phenothiazine yang digunakan secara medis sebagai antihistamin, antiemetik, serta memberikan efek sedatif. Penggunaan oral pada kelompok pediatric untuk mengatasi motion sickness diberikan pada dosis 0,5mg/kg (Lacy dkk., 2001).

b. Sodium Starch Glycolate (SSG)

Sodium Starch Glycolate (SSG) merupakan superdisintegrant

sintetis yang efektif digunakan dalam pembuatan tablet secara kempa langsung. SSG efektif digunakan pada konsentrasi 2-8% dengan konsentrasi optimum 4% (Mangal dkk., 2012).

(20)

SSG merupakan hasil karboksimetilasi dan cross-lingking dari tepung kentang. Memiliki karakteristik berupa serbuk putih, free flowing, tidak berbau, dan tidak berasa. SSG mendisintegrasi tablet dengan mekanisme mengembang (swelling). Ketika kontak dengan air, SSG akan mengembang dan mendorong daerah disekitarnya untuk melemahkan ikatan antar partikel tablet. SSG dapat meningkatkan volume tablet hingga 200-300 % dalam air (Mangal dkk., 2012).

c. Crospovidone

Crospovidone memiliki nama kimia 1-Ethenyl-2-pyrolidine

homopolymer dengan rumus empiric (C6H9NO)n. Crospovidone berupa

serbuk putih, tidak berbau, free flowing, dan bersifat higroskopis.

Crospovidone efektif digunakan pada konsnetrasi 2-5% pada formula tablet yang dibuat secara kempa langsung.

Gambar 10. Struktur Kimia Crospovidone (Mangal dkk, 2012)

Crospovidone memiliki sifat higroskopis dan memiliki kompresibilitas yang baik. Crospovidone mendisintegrasi tablet dengan mekanisme utama wicking dan sedikit swelling. Bentuk partikel Crospovidone yang berpori dan higroskopis memfasilitasi penyerapan (wicking) air ke dalam

(21)

tablet dengan baik. Selain itu Crospovidone dapat mendisintegrasi tablet dengan cara swelling tanpa membentuk gel (Mangal dkk., 2012).

d. Pearlitol® 400DC

Pearlitol merupakan produk merk dagang dari Roquette-Pharma yang berfungsi sebagai filler binder dengan manitol sebagai komponen penyusun utama. Pearlitol® 400DC merupakan tipe Pearlitol® yang terdiri dari manitol yang tergranulasi dan terbagi dalam 3 tipe berdasarkan ukuran partikel, yaitu Pearlitol® 300DC, Pearlitol® 400DC, dan Pearlitol® 500DC. Pearlitol® 400DC merupakan tipe Pearlitol yang memiliki ukuran diameter partikel sebesar 360 µm berupa bubuk kristal putih, tidak berbau, dan sedikit manis.

Gambar 11. Struktur Kimia Mannitol (Armstrong, 2009)

Pearlitol® 400DC memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat digunakan sebagai filler binder pada metode kempa langsung. Pearlitol® 400DC digunakan pada konsentrasi 10-90% dalam formulasi tablet (Armstrong, 2009).

e. β-Siklodekstrin

Siklodekstrin berbentuk seperti cincin makro dengan permukaan luar bersifat hidrofilik dan rongga dalam bersifat hidrofobik untuk

(22)

menyediakan ruang bagi senyawa non-polar. Permukaan luar yang hidrofilik membuat siklodekstrin larut dalam air.

β-Siklodekstrin atau beta-cycloamilosa (C42H70O35) BM=1135,

merupakan senyawa oligosakarida siklik yang tersusun dari 7 unit monomer glukosa. Memiliki karakteristik berupa senyawa kristal berwarna putih, tidak berbau, non-higroskopis, dan memiliki rasa manis. rongga hidrofobik

Gambar 12. Struktur Kimia β-siklodekstrin (Valle, 2003)

Β-siklodekstrin merupakan tipe siklodekstrin yang paling umum dimanfaatkan dalam dunia kefarmasian. Bersifat kurang megiritasi jika dibandingkan dengan α-siklodekstrin. Setelah dikonsumsi hanya sebagian kecil (1-2 %) diserap usus bagian atas dan sisanya dimetabolisme oleh bakteri di usus buntu dan kolon. (Valle, 2003).

Tabel II. Sifat fisik Siklodekstrin Tipe Siklodekstrin Jumlah Unit Glukosa Diameter Rongga (Å) Tinggi Rongga (Å) Volume Rongga (Å3) Α 6 4,7 – 5,3 7,9 174 Β 7 6,0 – 6,5 7,9 262 ϒ 8 7,5 – 8,3 7,9 427 f. Aspartam

Aspartam atau N-L-α-Aspartyl-L-phenylalanine 1-methyl ester

(23)

kekuningan, tidak berbau, dan sangat manis. Aspartam digunakan secara luas sebagai pemanis yang kuat dalam industri makanan dan farmasi. Aspartam memiliki tingkat kemanisannya yang tinggi, yaitu 180-200 kali sukrosa. Aspartam dapat dimetabolisme dalam tubuh, 1 gram aspartam dapat menghasilkan energi sebanyak17 Kj (4 kkal).

Pada kondisi lembab dan terlalu panas aspartam mudah terdegradasi. Aspartam stabil dalam kondisi kering, sehingga harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dengan suhu sejuk ditempat kering (Cram, 2009).

Gambar 13. Struktur kimia Aspartam (Cram, 2009)

g. Polietilen Glikol 6000

Polietilen glikol (PEG) merupakan molekul hidrofilik berupa serbuk kristal berwarna putih yang mudah mengalir. Pada formulasi sediaan padat, PEG dengan bobot molekul ≥ 6000 digunakan sebagai bahan pelincin atau lubrikan terutama untuk tablet larut air. Akan tetapi aktifitasnya tidak sebaik magnesium stearat, dan pada kompresi tekanan tinggi PEG 6000 dapat mengembang dan menjadi lengket. PEG 4000 keatas memiliki karakter tidak higroskopis dan semua grade PEG larut dalam air (Wallick, 2009).

(24)

Gambar 14. Struktur kimia Polietilen Glikol (Wallick, 2009)

h. Cab-O-Sil®

Cab-O-Sil® merupakan bahan pengisi yang mengandung aerosil. Aerosil adalah uap silika submikroskopik dengan ukuran partikel sekitar 15 nm. Karakteristiknya berupa serbuk putih, amorf, tidak berbau, dan tidak berasa. Aerosil berfungsi untuk memperbaiki sifat alir serbuk kering pada konsentrasi 0,1-1% terhadap bobot tablet. Selain sebagai glidan, aerosil digunakan pula sebagai adsorben, penstabil emulsi,

suspending agent, dan tablet disintegrant. Aerosil bersifat higroskopis sehingga harus disimpan dalam wadah tertutup rapat pada tempat yang kering (Hapgood, 2009).

F. Landasan Teori

Promethazine-HCl merupakan antihistamin antagonis reseptor H1 yang efektif digunakan untuk mengatasi motion sickness. Anak-anak pada usia antara 2 hingga 12 tahun lebih rentan terhadap motion sickness (Schmal, 2013).

Promethazine-HCl umumnya tersedia dalam bentuk tablet konvensional, dimana pada kebanyakan pasien pediatric mengalami masalah fisiologis terkait dengan kesulitan dalam menelan tablet kovensional. Kondisi ini perlu diatasi dengan dibuatnya sediaan Promethazine-HCl dalam bentuk tablet FDT karena onsetnya cepat, praktis digunakan, dan memiliki rasa yang menyenangkan.

(25)

Pembuatan FDT Promethazine-HCl terinklusi β-siklodekstrin dilakukan dengan penambahan superdisintegrant SSG dan Crospovidone. SSG dan

Crospovidone merupakan kombinasi superdisintegrant dengan mekanisme aksi yang sinergis. Dimana, Crospovidone memiliki bentuk partikel yang sangat berpori yang dapat memfasilitasi penyerapan air (wicking) ke dalam tablet dengan sangat cepat. Sedangkan, ketika kontak dengan air SSG akan mengembang (swelling) mendesak daerah disekitarnya yang menyebabkan kohesifitas ikatan antar partikel dalam tablet melemah dan tablet pun hancur.

Crospovidone efektif digunakan pada konsentrasi 2-5%. Sedangkan, SSG

pada konsentrasi 2-8% dengan konsentrasi optimum 4% terhadap bobot total tablet (Mangal dkk., 2012). SSG memiliki bentuk partikel spherical dan tidak berongga (Balasubramaniam & Bee, 2009), peningkatan proporsi SSG dapat berpengaruh pada kekerasan tablet dan adanya kecenderungan SSG membentuk lapisan viskous di permukaan tablet.

Rasa pahit dari Promethazine-HCl ditutupi dengan pembentukan kompleks inklusi antara Promethazine-HCl dengan β-siklodekstrin. Perbandingan molar 1 (Promethazine-HCl) : 2 (β-siklodekstrin) menghasilkan senyawa yang memiliki bioavailabilitas lebih tinggi dengan tingkat kepahitan yang lebih rendah (Ganguly dkk., 2014). Hal ini membuat FDTPromethazine-HCl yang dihasilkan memenuhi aspek acceptable.

Kombinasi SSG dan Crospovidone yang optimum dapat diperoleh dengan metode Simplex Lattice Design (SLD) menggunakan software Design Expert® version 10.0.0 (trial) . SLD dapat menentukan proporsi relatif

(26)

komponen-komponen yang diformulasi sehingga diperoleh konsentrasi optimum SSG dan

Crospovidone untuk formulasi FDT Promethazine-HCl dengan sifat fisik seperti yang dipersyaratkan dalam Farmakope Indonesia.

G. Hipotesis

1. Kombinasi superdisintegrant SSG dan Crospovidone berpengaruh terhadap sifat fisik FDT Promethazine-HCl. Peningkatan proporsi SSG dapat meningkatkan kekerasan, memperlama waktu disintegrasi dan waktu pembasahan. Sedangkan, peningkatan proporsi Crospovidone dapat meningkatkan rasio absorbsi air dan memperbesar kerapuhan FDT Promethazine-HCl terinklusi β-siklodekstrin.

2. Kombinasi SSG dan Crospovidone dengan konsentrasi tertentu pada FDT Promethazine-HCl terinklusi β-siklodekstrimemberikan sifat fisik tablet yang paling optimum meliputi kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, dan rasio absorbsi air.

Gambar

Gambar 1. Prinsip Kerja FTIR (Stuart, 2004)
Gambar 3. Swelling Action (Priyanka &Vandana, 2013)
Gambar 4. Wicking Action (Priyanka & Vandana, 2013)
Gambar 5. Electrostatic Repulsion (Priyanka & Vandana, 2013)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsep Pieper tentang manusia dan masyarakat, sebagaimana dipaparkan dalam artikel ini, menjadi perspektif penulis untuk mengemukakan konsep tentang persahabatan yang disimpulkan

Struktur pasar monopolistik terjadi manakala jumlah produsen atau penjual banyak dengan produk yang serupa/sejenis, namun di mana konsumen produk tersebut

Tujuan dari isi paper ini adalah untuk menganalisa unjuk kerja sistem kompresi citra grayscale asli, apakah informasi data citra hasil rekonstruksi benar-benar dapat

Di Sulawesi Utara salah satu lokasi sumber agregat yang memenuhi syarat tersebut adalah dari Kema di Kabupaten Minahasa Utara; dan selanjutnya, karena metode Marshall

Mata kuliah ini membahas berbagai cara diagostika laboratorium penyakit-penyakit hewan yang tergolong dalam penyakit hewan karantina baik in vivo maupun in vitro,

Mengingat diabetes mellitus merupakan faktor kebahayaan untuk terjadi asidosis laktat, maka timbul pertanyaan apakah ada hubungan antara DM (yang terkendali/kontrol dan tidak)

Posted at the Zurich Open Repository and Archive, University of Zurich. Horunā, anbēru, soshite sonogo jinruigakuteki shiten ni okeru Suisu jin no Nihon zō. Nihon to Suisu no kōryū