• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : Yanita Mawarni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh : Yanita Mawarni"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

DAN DUKUH MERBUNG, DESA MERBUNG, KECAMATAN KLATEN SELATAN, KABUPATEN KLATEN

Karya Tulis Ilmiah

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Islam Indonesia

Oleh : Yanita Mawarni

09711136

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA 2013

(2)

i

IN MERBUNG KULON AND MERBUNG, KLATEN SELATAN, KLATEN

Scientific Paper

Submitted in Partial Fulfilment of Requirements For The Medical Schoolar Degree

By : Yanita Mawarni

09711136

MEDICAL FACULTY

ISLAMIC UNIVERSITY OF INDONESIA YOGYAKARTA

(3)
(4)

iii

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Januari 2013

(5)

iv

pernah tahu akan hasil atas apa yang telah kita usahakan di hari esok. Karena keadaan tak akan berubah tanpa kita yang merubahnya”

(QS Ar-Ra’du : 11 mix Luqman : 34)

“Kalau tidak merasakan keterbatasan, mungkin tidak akan mennghargai kelebihan. Bila tidak mearsakan penderitaan, bagaimana mungkin menghargai dan mensyukuri kenikmatan”

(Ustadz Jefry)

Tugas kita bukanlah untuk berhasil.

Tugas kita adalah untuk mencoba, karena di dalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil

(Mario Teguh)

Where there’s a will, there’s a way

Di mana di situ terdapat suatu keinginan, maka akan ada jalan untuk meraihnya (Anonim)

Jer Basuki Mawa Beya

Semua keberhasilan membutuhkan pengorbanan atau usaha (Anonim)

(6)

v

Allah SWT, Ya Rohman Ya Rohiim

Alhamdulillahirrobbilalamin, sujud terdalam yang hamba berikan padaMu ya Allah, atas segala, kemudahan,kelancaran, kasih sayang, kesempatan yang tidak

terkira, rencana yang terindah yang pernah hamba temui, Segala puji bagi Engkau Dzat yang Maha Sempurna

Rosullullah, Muhammad SAW

Rinduku padamu ya Rasul, sholawat dan salamku tercurah,

Allahuma Sholi ‘ala sayyidina Muhammad, Wa’ala alihi sayyidina Muhammad Kedua orang tua tercinta

Ayahanda H. Noto Sri Sunaryo dan Ibunda Hj. Sri Warni terima kasih atas semua cinta dan kasih sayangnya yang dengan sabar mendidik, membesarkan dan merawat adinda dengan penuh hati dan keikhlasan. Terima kasih atas doa, dukungan dan motivasinya. Senang sekali adinda mampu menyelesaikan KTI ini

yang adinda persembahkan untuk beliau, semoga selanjutanya adinda dapat menjadi yang terbaik dan mampu membahagiakan beliau. Bapak dan ibu adalah

orang tua terhebat dalam hidupku, semangat hidupku untuk terus belajar dan belajar.

Kakak-kakaku tersayang

Mas Ridwan Yunanto dan Mas Iwan Aji Winata, kakak-kakaku tersayang, my super brothers, terimakasih atas dukungan, doa dan kelapangan hatinya untuk

adikmu ini. Terima kasih selalu ada saat adik membutuhakan dan selalu membantu adik dalam kesulitan. Terima kasih juga untuk calon kakak iparku,

Mbak Rizka, terima kasih atas bimbingan, saran dan nasehatnya. Semoga kesuksesan selalu mengiringi langkah hidup kita. Amin.

(7)

vi

Farida Sulvia, Septiana Widya Sari, Giniani Hilsa, Alfita Nur Candra Sekar, Pita Pertiwi, Aci Dwi Lestari, Rialita Nilasari, Anita Kusumawati. ADREAN – Aditya Faredisto, Daniel Kusuma, Rahmat Harisono, Rian Faredisto. KKN Unit 204 –

Tony, Uut, Rena, Romi, Dodik, Rikho. Angel Suhaimi, Budi Aji, Muhammad Luthfi, teman-teman seperjuangan FK UII angkatan 2009 dan yang tidak bisa

saya sebutkan satu persatu. Terimakasih atas segala doa, dukungan dan semangatnya, semoga sukses untuk semuanya. Glad to have you all

Almamater dan FK UII tercinta

Penuh dengan cerita suka, duka dan perjuangan 3,5 tahun. Tempat saya menimba ilmu, menjadi kampus yang kelak akan membawa saya menjadi dokter yang

(8)

vii Assalamualaikum, Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun Karya Tulis Ilmiah yang berjudul ”Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu-Ibu yang Memiliki Balita tentang Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di Dukuh Merbung Kulon dan Dukuh Merbung, Desa Merbung, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten” dengan baik dan lancar. Karya tulis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Universitas Islam Indonesia.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini banyak sekali pihak yang terlibat untuk membantu penulis. Bimbingan dan arahan yang tulus dan penuh kesabaran dari pembimbing Karya Tulis Ilmiah, yaitu drg. Punik Mumpuni Wijayanti, M.Kes selaku pembimbing yang sangat membantu kelancaran penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Kepada beliau penulis mengucapkan terima kasih, semoga kebaikan beliau dibalas oleh Allah SWT dengan pahala yang berlimpah.

Pada kesempatan ini penulis juga menghaturkan penghargaan tinggi dan mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Isnatin Miladiyah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia,

2. dr. Titik Kuntari, MPH selaku penguji yang telah memberi banyak saran yang sangat bermanfaat dan telah meluangkan waktunya ditengah-tengah kesibukan,

3. Seluruh dosen Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang sangat berharga selama penulis menempuh pendidikan,

(9)

viii

6. Semua pegawai akademik yang telah membantu kelancaran penelitian ini, 7. Semua teman-teman telah tiada henti-hentinya menghibur segala duka dan

lara serta pemberian support yang luar biasa. Sukses adalah milik kita sahabat-sahabatku,

8. Responden yang telah bersedia turut serta dalam penelitian ini.

Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan guna bekal dimasa yang akan datang.

Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, dan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Januari 2013

(10)

ix

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

INTISARI ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I Pendahuluan ... 1

1.1.Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 4

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan umum penelitian ... 4

1.3.2. Tujuan khusus penelitian ... 4

1.4.Keaslian Penelitian ... 5

1.5.Manfaat Penelitian …... 6

BAB II Tinjauan Pustaka ... 7

2.1. Pengetahuan ... 7

2.1.1. Definisi pengetahuan ... 7

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 7

2.1.3. Tingkat pengetahuan ... 8

2.1.4. Pengukuran pengetahuan ... 9

(11)

x 2.2.4. Karakteristik sikap ... 11 2.2.5. Tingkat sikap ... 11 2.2.6. Pengukuran sikap ... 12 2.3. Perilaku ... 12 2.3.1. Definisi perilaku ... 12

2.3.2. Prosedur pembentukan perilaku ... 13

2.3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ... 13

2.3.4. Bentuk perilaku ... 14

2.4. Perilaku kesehatan ... 14

2.4.1. Definisi perilaku kesehatan ... 14

2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan …... 16

2.5. Cuci tangan pakai sabun ... 16

2.5.1. Definisi cuci tangan pakai sabun ... 16

2.5.2. Manfaat cuci tangan pakai sabun ... 16

2.5.3. Syarat melakukan cuci tangan pakai sabun ... 18

2.5.4. Sasaran utama perubahan perilaku cuci tangan pakai sabun ... 18

2.5.5. Tata cara cuci tangan pakai sabun ... 19

2.5.6. Waktu penting cuci tangan pakai sabun ... 21

2.6. Landasan Teori ... 21

2.7. Kerangka Konsep ... 23

2.8. Hipotesis ... 23

BAB III Metode Penelitian ... 24

3.1. Rancangan Penelitian ... 24

3.2. Populasi dan Sampel ... 24

3.2.1. Populasi ... 24

3.2.2. Sampel ... 25

(12)

xi

3.5.2. Instrumen sikap ... 28

3.5.3. Instrumen perilaku ... 29

3.6. Tahap Penelitian ... 29

3.7. Rencana Analisis Data ... 29

3.8. Etika Penelitian ... 30

3.9. Jadwal Penelitian ... 30

BAB IV Hasil dan Pembahasan ... 31

4.1. Hasil Penelitian ... 31

4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian ... 31

4.1.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner ... 32

4.1.2.1. Hasil Uji Validitas ... 32

4.1.2.2. Hasil Uji Reliabilitas ... 35

4.1.3. Analisis Univariat ... 36

4.1.4. Analisis Bivariat ... 38

4.1.5. Analisis Multivariat ... 39

4.2. Pembahasan ………... 40

4.3. Keterbatasan Penelitian ... 41

BAB V Kesimpulan dan Saran ... 42

5.1. Kesimpulan ……... 42

5.2. Saran ... 42

Daftar Pustaka ... 43

(13)

xii

Gambar 1. Cara mencuci tangan menurut WHO ... 20 Gambar 2. Kerangka konsep hubungan tingkat pengetahuan , sikap dan

(14)

xiii

Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan usia ... 31

Tabel 2. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan pekerjaan ... 32

Tabel 3. Hasil uji validitas instrumen pengetahuan ... 33

Tabel 4. Hasil uji validitas instrumen sikap …... 34

Tabel 5. Hasil uji validitas instrumen perilaku ... 35

Tabel 6. Hasil uji reliabilitas ... 36

Tabel 7. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang CTPS... 37

Tabel 8. Distribusi frekuensi sikap CTPS …... 37

Tabel 9. Distribusi frekuensi perilaku CTPS ... 38

Tabel 10. Hubungan antara pengetahuan dan perilaku CTPS ... 38

(15)

xiv

Lampiran 1. Identitas responden ... 46

Lampiran 2.Rekap jawaban kuisioner pengetahuan CTPS ... 48

Lampiran 3. Rekap jawaban kuisioner sikap CTPS ... 50

Lampiran 4. Rekap jawaban kuisioner perilaku CTPS ... 52

Lampiran 5. Uji validitas dan reliabilitas ... 56

Lampiran 6. Uji frekuensi (deskriptif) ... 62

Lampiran 7. Uji crosstab dan chi square ... 64

(16)

xv

KECAMATAN KLATEN SELATAN, KABUPATEN KLATEN INTISARI

Latar belakang : Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) merupakan perilaku sehat yang mudah, murah namun efektif secara klinis dapat mencegah penyebaran penyakit-penyakit menular. Anak balita mempunyai resiko menderita penyakit menular karena infeksi kuman yang lebih tinggi dibanding dewasa, sistem imun mereka masih lemah. Oleh sebab itu sebagai orang tua terutama ibu diharapkan mampu turut berperan dalam menjaga kebersihan anak balitanya, salah satunya dengan melakukan CTPS.

Tujuan : Untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu-ibu yang memiliki balita tentang CTPS.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode penelitian cross sectional. Pengambilan sampel menggunkan total sampling ibu-ibu yang memiliki balita 0-5 tahun yang tinggal di Dukuh Merbung Kulon dan Dukuh Merbung serta bersedia menjadi responden sebanyak 46 orang. Pengambilan data dilakukan dengan mengggunakan kuisioner.

Hasil : Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan CTPS dengan perilaku CTPS dengan nilai p χ2 = 0,000 atau p< 0,05. Terdapat pula hubungan antara

sikap CTPS dengan perilaku CTPS dengan nilai p χ2= 0,000 atau p< 0,05.

Simpulan : Pengetahuan CTPS mempunyai hubungan yang bermakna secara statistik dengan perilaku CTPS, begitu pula hubungan yang bermakna antara sikap CTPS dan perilaku CTPS.

(17)

xvi

ABSTRACT

Background : Hand hygiene is a health behavior that is easy, inexpensive yet effective clinically to prevent the spread of infectious diseases. Children under five are at risk of infectious disease because of higher bacterial infection than adults, their immune system is still weak. Therefore, as mothers are expected to play a role in keeping the toddler, one by hand hygiene.

Objective : To determine the correlation between level of knowledge, attitudes and behaviors of hand higiene of mothers who have children under five years.

Methods :This study was a descriptive cross sectional study method. Using total sampling, the sample are mothers who have children 0-5 years living in Merbung Kulon and Merbung. There are 46 people who ready to be respondents. Data retrieval is done by use questionnaires.

Results :There is a correlation between level of knowledge and behavior of hand hygiene with p value χ2= 0.000 or p <0.05. There is also a correlation between attitudes and behavior of hand hygiene with p value χ2 = 0.000 or p <0.05.

Conclusion : Knowledge and attitudes of hand hygiene have a statistically significant correlation with the behavior of hand hygiene.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Entjang (1974), usaha kesehatan pribadi adalah daya upaya dari seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri. Salah satu usaha itu adalah memelihara kebersihan yang meliputi: a). Badan seperti mandi, gosok gigim cuci tangan; b). Pakaian seperti dicuci, disetrika; c). Jumah dan lingkungannya seperti disapu, buang sampah, buang kotoran dan air limbah pada tempatnya.

Hal penting yang seringkali diabaikan orang dalam menjaga kebersihan adalah mencuci tangan. Meskipun mencuci tangan adalah kebiasaan kecil, tetapi jika dilakukan secara benar dan berlanjutan hasilnya akan jauh lebih baik. Tangan merupakan alat gerak yang aktif yang sering digunakan dalam beraktifitas dan bekerja. Tangan sering melakukan kontak yang memungkinkan menempelnya banyak kuman.

Mencuci tangan dengan air saja ternyata tidak cukup untuk melindungi seseorang dari kuman penyebab penyakit yang menempel pada tangan. Kuman penyebab penyakit yang terdapat pada tangan ukurannya sangat kecil yang mungkin tidak akan terlihat dengan mata tanpa bantuan alat. Sehingga perlu dilakukan cuci tangan yang mampu membersihkan kuman dan menjauhkan dari penyakit menular.

Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) merupakan perilaku sehat yang mudah, murah namun efektif secara klinis dapat mencegah penyebaran penyakit-penyakit menular seperti diare, ISPA, dan flu burung. Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyakit yang sering kita jumpai di masyarakat yang sebenarnya dapat kita cegah dengan membiasakan perilaku hidup bersih. Namun meskipun sudah diketahui efek baiknya dalam menjaga kesehatan, masyarakat belum sepenuhnya memahami dan menerapkan CTPS ini dalam kehidupan sehari-hari (Depkes, 2009).

Mencuci tangan dengan sabun telah menempati ranking teratas paling hemat biaya untuk intervensi kontrol penyakit di seluruh dunia. Hal ini dapat

(19)

mencegah lebih dari satu juta jiwa per tahun dari penyakit diare dan mencegah infeksi saluran pernapasan, di mana kedua penyakit tersebut merupakan penyebab kematian terbesar anak di negara berkembang. Di negara maju, mencuci tangan penting dalam mencegah penyebaran virus infeksi, termasuk norovirus, rotavirus, dan influenza, juga mencegah penyebaran yang didapat di rumah sakit infeksi seperti Staphylococcus aureus dan Clostridium difficile (Judah et.al., 2009).

Penyakit diare merupakan salah satu penyebab utama kematian anak di seluruh dunia. World Health Organisation (WHO) mengakui penyebaran penyakit diare sebagai global yang serius masalah dan memperkirakan bahwa setiap tahun ada lebih dari 2,2 juta jiwa hilang karena ini infeksi, melebihi dari malaria, HIV / AIDS dan campak. Sebagian besar kematian adalah pada anak di bawah usia 5 tahun. Ia telah mengemukakan bahwa mencuci tangan mungkin secara substansial mengurangi risiko penyakit diare (Burton et.al., 2011).

Padae setiap tahunnya di Indonesia terdapat lebih dari 100.000 anak usia di bawah 5 tahun yang meninggal karena diare. Sekitar 80% kasus tersebut terjadi di darah yang memiliki sanitasi yang buruk dan perilaku sehari-hari yang tidak sehat. Di tahun 2007 saja sekitar 14% balita Indonesia menderita diare. Banyak penelitian menemukan bahwa CTPS dapat menurunkan insiden diare sebanyak 42-47%, pneumonia 50% dan Flu burung 50% (Sarasdyani, 2012).

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan tahun 2008 sebagai Tahun Sanitasi Internasional, dan menyerukan perlunya upaya untuk meningkatkan praktek higien dan sanitasi di seluruh dunia. Kegiatan “Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia” merupakan perwujudan dari seruan tersebut dan ditetapkan pelaksanaannya secara serentak pada tanggal 15 Oktober 2008 (Anonim, 2008).

Di Indonesia sendiri, CTPS masih tergolong rendah. Survei Health Service Program (2006) menemukan sabun telah ada di hampir setiap rumah tangga Indonesia. Namun, baru tiga persen yang menggunakan sabun untuk mencuci tangan. Dari semua responden, hanya 12 persen yang mencuci tangan setelah buang air besar, 9 persen setelah membersihkan kotoran bayi, 14 persen sebelum makan, 7 persen sebelum memberi makan bayi, dan 6 persen sebelum

(20)

memasak. Data Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan, penduduk 10 tahun ke atas hanya 23,2 persen yang berperilaku cuci tangan benar. Yang dimaksud mencuci tangan yang benar adalah bila penduduk mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar, setelah menceboki bayi/anak, dan setelah memegang unggas/binatang. Provinsi Sumatera Barat (8,4 persen), Sumatera Utara (14,5 persen) dan Riau (14,6 persen) adalah provinsi-provinsi yang perilaku cuci tangan benarnya rendah. DKI Jakarta menduduki tempat tertinggi untuk perilaku baik dalam hal BAB dan cuci tangan (Anonim, 2010).

Cuci tangan dengan menggunakan sabun selain membantu singkatnya waktu ketika mencuci tangan, ternyata dengan menggosokkan jemari dengan sabun mampu menghilangkan kotoran yang tidak tampak minyak/lemak/kotoran di permukaan kulit, serta meninggalkan bau wangi pada tangan. Gabungan antara kebersihan, bau segar dan bau wangi merupakan hal positif yang didapatkan setelah mencuci tangan menggunakan sabun (Depkes, 2009).

Anak balita sering kali bersikap acuh dengan kebersihan dirinya, mereka kurang memahami bahwa kebersihan juga akan berpengaruh terhadap kesehatannya sendiri. Anak balita mempunyai resiko menderita penyakit menular karena infeksi kuman yang lebih tinggi dibanding dewasa, sistem imun mereka masih lemah. Oleh sebab itu sebagai orang tua terutama ibu diharapkan mampu turut berperan dalam menjaga kebersihan anak balitanya. Salah satunya dengan melakukan CTPS ketika setelah pergi ke jamban, setelah membersihkan anak yang buang air besar (BAB), sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan dan setelah memegang/menyentuh hewan. Sehingga dengan melakukan CTPS secara benar dan berkelanjutan dapat memberikan dampak positif dalam menjaga kesehatan pribadi ibu, anak balitanya maupun keluarganya.

Dukuh Merbung Kulon dan Dukuh Merbung, Desa Merbung, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten dipilih menjadi lokasi penelitian karena beberapa pertimbangan, diantaranya berdasarkan letak geografis daerah ini terdapat area persawahan yang terhampar cukup luasdan terdapat sebuah sungai yang mengalir melewati daerah ini. Sungai ini berfungsi untuk mengairi sawah

(21)

dan digunakan oleh masyarakat untuk mandi, mencuci pakaian, mencuci tangan dan buang air. Selain itu terdapat cukup banyak balita yang ada pada daerah ini. Rata-rata pekerjaan ibu-ibu yang memiliki balita di daerah ini adalah ibu rumah tangga, petani, buruh, wiraswasta, dll. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu-ibu yang memiliki balita tentang CTPS ini diharapkan dapat menilai pelaksanaan CTPS sudah diterapkan dengan baik dan benar sehingga mampu meningkatkan derajat kesehatan anak balita, ibu maupun masyarakat yang ada di daerah ini. Selain itu, penelitian mengenai Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) belum pernah dilakukan di Dukuh Merbung Kulon dan Dukuh Merbung, Desa Merbung, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimanakah hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada ibu-ibu yang memiliki balita di Dukuh Merbung Kulon dan Dukuh Merbung, Desa Merbung, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten?

1.3 Tujuan Penelitian

1) Tujuan Umum :

Mengetahui gambaran Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) ibu-ibu yang memiliki balita di Desa Merbung.

2) Tujuan Khusus:

a.) Mengetahui tingkat pengetahuan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada ibu-ibu yang memiliki balita;

b.) Mengetahui sikap Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada ibu-ibu yang memiliki balita;

(22)

c.) Mengetahui perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada ibu-ibu yang memiliki balita;

d.) Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada ibu-ibu yang memuliki balita;

e.) Mengetahui hubungan sikap dan perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada ibu-ibu yang memuliki balita.

1.4 Keaslian Penelitian

Menurut sepengetahuan penulis, penelitian ini belum pernah dilakukan. Adapun beberapa penelitian yang terkait antara lain :

1) Penelitian yang dilakukan oleh Fitriani Wijayanti (2009) dengan judul “ Hubungan Paparan Televisi tentang Iklan Sabun dengan Perilaku Cuci Tangan Dengan Sabun (CTDS) pada Ibu-Ibu RW III Kelurahan Padangsari Kecamatan Banyumanik Semarang”. Penelitian tersebut berpendekatan croos sectional dengan uji chi-square. Kriteri inklusi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu di RW III Kelurahan Padangsari yang pernah menonton iklan yang dimaksud dan bersedia menjadi responden. Jumlah populasi ada 326 orang dan sampel 74 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara paparan televisi tentang iklan CTDS dengan pengetahuan CTDS, ada hubungan antara paparan televisi tentang iklan CTDS dengan sikap CTDS ibu, tidak ada hubungan antara paparan televisi tentang iklan CTDS dengan praktik ibu tentang CTDS. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu populasi yang digunakan adalah pada Ibu-Ibu RW III Kelurahan Padangsari Kecamatan Banyumanik Semarang.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2010) dengan judul “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial Dengan Perilaku Cuci Tangan Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta”. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional. Sampel

(23)

penelitian sebanyak 36 responden dan pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan tehnik simple random sampling. Teknik analisis dengan menggunakan uji Korelasi Kendall Tau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial sebagian besar dalam ketegori cukup, perilaku mencuci tangan perawat sebagian besar dalam kategori tinggi, dan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial dengan perilaku mencuci tangan perawat di Bangsal RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu populasi yang dugunakan adalah perawat di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi instansi kesehatan/puskesmas setempat

Memberikan masukan kepada petugas kesehatan agar lebih meningkatkan informasi/pengetahuan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) kepada masyarakat sebagai upaya promotif dan preventif terhadap penyakit.

1.5.2. Bagi masyarakat

Menilai dan mengevaluasi tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada ibu-ibu yang memiliki balita di Dukuh Merbung Kulon dan Dukuh Merbung, Desa Merbung, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten.

1.5.3 Bagi penulis

Melatih berfikir kritis dan melatih penulis melakukan penelitian dengan melihat keadaan yang sebenarnya terjai di lapangan

1.5.4 Bagi peneliti lain

Dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.

(24)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari mengetahui sesuatu dan ini diketahui setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi dapat melalui pancaindra manusia, yaitu : indra penglihatan, indra pendengaran, penciuman, indra peraba dan indra perasa. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).

Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran ini dapat dipengaruhi berbagai faktor dari dalam diri seperti motivasi dan faktor dari luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003).

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2007), beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu: a). Pendidikan. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan; b). Mass media/informasi. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan; c). Sosial budaya dan ekonomi. Kebiasaan dan tradisi orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk akan menambah pengetahuannya. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga akan mempengaruhi pengetahuan seseorang; d). Lingkungan. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut; e). Pengalaman. Pengalaman sebagai sumber

(25)

pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu; f). Usia. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik.

2.1.3. Tingkat Pengetahuan

Notoatmodjo (2003), mengatakan bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a). Tahu (know). Tahu diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima juga termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini. Oleh sebab itu. “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang dapat digunakan untuk mengukur bahwa orang tahu dengan apa yang telah dipelajari antara lain, menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.; b). Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan dalam menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut dengan benar. Sehingga orang tersebut harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajarinya; c). Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya); d). Analisis (analysis). Analisis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Sehingga tingkat pengetahuan ini ini dapat terlihat dari kemampuannnya dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya; e). Sintesis (synthesis). Sintesis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain

(26)

sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang baru dari formulasi-formulasi yang ada; f). Evaluasi (evaluation). Evaluasi dikaitkan dengan suatu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang sudah ada.

2.1.4. Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat dilakukan pengukuran dengan wawancara atau dengan menggunakan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Selanjutnya, kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau yang telah diukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat pengetahuan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003).

2.2. Sikap 2.2.1. Definisi Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003), Sikap merupakan suatu reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Dalam kehidupan sehari-hari, sikap merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sehingga bisa disimpulkan bahwa sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi masih merupakam predisposisi dari suatu tindakan atau perilaku. Jadi sikap masih berupa reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka.

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap objek sikap yaitu: a). Pengalaman pribadi. Pengalaman pribadi yang meninggalkan kesan kuat dapat menjadi dasar dalam pembentukan sikap. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional; b). Pengaruh orang lain yang dianggap penting. Individu pada umumnya akan cenderung untuk memiliki sikap yang

(27)

konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini dapat dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut; c). Pengaruh kebudayaan. Tanpa disadari kebudayaan mempunyai pengaruh menanamkan garis pengarah sikap seseorang terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya karena telah memberi corak pengalaman kepada masyarakat asuhannya; d). Media massa. Pemberitaan surat kabar maupun radio atau media massa lainnya seharusnya faktual disampaikan secara obyektif justru cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, sehingga berakibat terhadap sikap konsumennya; e). Lembaga pendidikan dan lembaga agama. Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi sikap; 6). Faktor emosional. Sikap bisa merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.2.3. Komponen Sikap

Menurut Azwar (2007), menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu : a). Komponen kognitif. Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi keyakinan seseorang mengenai apa yang yang telah dilihat atau diketahuinya, yang memberinya ide tentang karakteristik objek. Komponen kognitif berisi persepsi, keyakinan, ide dan konsep dalam diri seseorang mengenai objek sikap; b). Komponen afektif. Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Sehingga secara umum, komponen afektif ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu; c). Komponen perilaku. Komponen perilaku atau komponen konatif merupakan sutu komponen yang menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada pada diri seseorang mengenai objek sikap yang dihadapinya.

(28)

2.2.4. Karakteristik Sikap

Menurut Brigham (dalam Dayakisni dan Hudiah, 2003) ada beberapa ciri atau karakteristik dasar dari sikap, yaitu : a). Sikap disimpulkan dari cara-cara seseorang bertingkah laku; b). Sikap ditujukan mengarah kepada objek psikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki seseorang akan menentukan bagaimana orang tersebut mengkategorisasikan objek target dimana sikap diarahkan; c). Sikap dipelajari; d). Sikap mempengaruhi perilaku. Bila seseorang memegang teguh suatu sikap yang mengarah pada suatu objek maka memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada objek itu dengan suatu cara tertentu.

2.2.5. Tingkat Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003), sikap memiliki beberapa tingkatan, yaitu: a). Menerima (receiving). Menerima dapat diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan kepadanya (objek). Misalnya sikap orang terhadap tumbuh kembang anaknya dapat dilihat dari kemauan atau kediaan dan perhatiannya terhadap ceramah tentang tumbuh kembang anak; b). Merespons (responding). Merespons diartikan bahwa orang mau memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan bila diberi tugas. Karena dengan menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas tersebut dapat diartikan bahwa orang mau menerima ide tersebut; c). Menghargai (valuing). Menghargai diartikan bahwa orang sudah mau mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. Misalnya seorang ibu mengajak tetangga, saudara atau orang lain untuk memeriksakan tumbuh kembang anak balitanya ke Posyandu; d). Bertanggung jawab (responsible). Tingkat sikap yang paling tinggi adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah menjadi pilihannya. Misalnya seorang ibu yang tetap memeriksakan anaknya ke Posyandu untuk menilai tumbuh kembang anaknya setiap bulan meskipun sedang sesibuk apapun pekerjaannya.

(29)

2.2.6. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang, yaitu suatu rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap dapat berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap, yaitu kalimatnya memiliki sifat untuk mendukung atau memihak pada objek sikap yang disebut dengan pernyataan

favourable. Sedangkan pernyataan sikap yang berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap, yaitu yang kalimatnya bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap objek sikap disebut dengan pernyataan yang tidak favourabel. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri dari pernyataan favorable

dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali objek sikap (Azwar, 2005).

Pengukuran sikap dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Bila dilakukan secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Sedangakn pengukuran sikap secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003).

2.3 Perilaku 2.3.1. Definisi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003), menurut pandangan biologis perilaku adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi bisa disimpulkan bahwa suatu perilaku pada hakikatnya adalah aktivitas dari manusia itu sendiri. Perilaku mempunyai cakupan yang luas, yaitu : berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Kegiatan internal misalnya berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Jadi secara keseluruhan perilaku merupakan aktivitas dari suatu organisme baik yang dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.

(30)

2.3.2. Prosedur Pembentukan Perilaku

Menurut Skinner (dalam Notoatmodjo 2003), menyatakan bahwa untuk membentuk jenis respons atau perilaku maka perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut dengan operant conditioning, yaitu: a). Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang menjadi penguat berupa hadiah bagi perilaku yang akan dibentuk; b). Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang kemudian komponen-komponen tersebut disusun ke dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud; c). Selanjutnya dengan menggunakan komponen-komponen kecil yang sudah diurutkan tersebut dilakukan identifikasi hadiah untuk masing-masing komponen tersebut; d). Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah dibuat. Apabila komponen pertama seudah dilakukan maka hadiah akan didapatkan. Sehingga dengan hal ini komponen perilaku akan cenderung sering dilakukan. Setelah perilaku ini terbentuk, komponen urutan yang kedua dilakuakn dan diberi hadiah, begitu pula dengan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk.

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003), proses pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat berasal dari dalam atau dari luar indivuidu tersebut. Faktor-faktor tersebut, yaitu: a). Susunan syaraf pusat. Susunan syaraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku individu. Hal ini dikarenakan perilaku merupakan sutu bentuk perpindahan yang dilakukan oleh sistem syaraf pusat dengan unit dasarnya yaitu neuron dari rangsangan yang masuk menjadi suatu perbuatan atau tondakan; b). Persepsi. Persepsi merupakan suatu pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera di mana setiap individu memiliki persepsi yang berbeda untuk objek yang sama; c). Motivasi, merupakan suatu dorongan untuk bertindak sesuai dengan tujuan yang terwujud dalam bentuk perilaku; d). Emosi, yang secara psikologis dapat dipengaruhi oleh keadaan jasmani; e). Proses belajar, suatu perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh

(31)

pembelajaran terhadap perilaku terdahulu yang pernah dilakukan; f). Lingkungan, hal ini dikarenakan perilaku dapat terbentuk melalui proses yang berlangsung antara interaksi manusia dengan lingkungannya.

2.3.4.Bentuk perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku merupakan respons suatu organisme terhadap rangsangan dari luar, sehingga nantinya akan terdapat 2 bentuk respons perilaku, yaitu: a). Bentuk pasif. Bentuk pasif merupakan respon internal yang terjadi di dalam diri manusia yang tidak dapat terlihat secara langsung oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Sebagai contohnya ada seorang ibu yang mengerti bahwa pemberian ASI sebaiknya eksklusif selama 6 bulan, meskipun ibu tersebut tidak menerapkannya kepada anakya. Dari contoh tersebut ibu tersebut sudah mempunyai sikap yang mendukukng pemberian ASI eksklusif, meskipun belum dilakukan secara konkret. Oleh sebab itu perilaku mereka masih terselubung (covert behaviour); b). Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku organisme tersebut bisa dilihat secara langsung. Sebagai contohnya ibu yang sudah melakukan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan penuh tanpa dosertai makanan tambahan. Maka dari perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata (overt behaviour).

2.4. Perilaku Kesehatan 2.4.1 Definisi Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan merupakan respons seseorang atau organisme terhadap terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Secara lebih rinci perilaku kesehatan mencakup:

a) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia merespon baik secara pasif maupun aktif sehubungan dengan sakit dan

(32)

penyakit. Perilaku ini dengan sendirinya berhubungan dengan tingkat pencegahan penyakit yaitu:

i. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan misalnya makan makanan bergizi, dan olahraga.

ii. Perilaku pencegahan penyakit misalnya memakai kelambu untuk mencegah malaria, pemberian imunisasi. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.

iii. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan misalnya usaha mengobati penyakitnya sendiri, pengobatan di fasilitas kesehatan atau pengobatan ke fasilitas kesehatan tradisional.

iv. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan setelah sembuh dari penyakit misalnya melakukan diet, melakukan anjuran dokter selama masa pemulihan.

b) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan. Perilaku ini mencakup respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obat. c) Perilaku terhadap makanan. Perilaku ini mencakup pengetahuan, persepsi,

sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya., pengelolaan makanan dan lain sebagainya sehubungan dengan tubuh kita.

d) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai salah satu determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan.itu sendiri.

i. Perilaku sehubungan dengan air bersih ii. Perilaku sehubungan dengan air kotor

iii. Perilaku sehubungan dengan limbah baik padat maupun cair iv. Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat

v. Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor) dan sebagainya.

(33)

2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: a). Faktor predisposisi (predisposing factors), merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang antaral lain pengetahuan , sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi; b). Faktor pemungkin (enabling factors), merupakan faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan; c). Faktor penguat (reinforcing factors) adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.

2.5. Cuci Tangan Pakai Sabun 2.5.1. Definisi Cuci Tangan Pakai Sabun

Cuci tangan pakai sabun adalah suatu proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan nmenggunakan sabun (baik yang mengandung antimikroba atau yang tidak mengandung antimikroba) dan air. Cuci tangan pakai sabun merupakan perilaku sehat yang mudah, murah dan sederhana yang secara ilmiah dapat mencegah penyebaran penyakit-penyakit menular seperti diare, ISPA dan Flu burung (Depkes, 2009).

Mencuci tangan dengan menggunakan air saja tidak cukup untuk membersihkan kuman penyebab penyakit yang terdapat di tangan. Terlebih bila mencuci tangan tidak dibawah air mengalir. Berbagi kobokan sama saja saling berbagi kuman sehingga kebiasaan itu harus ditinggalkan.

2.5.2. Manfaat Cuci Tangan Pakai Sabun

Menurut Dainur (1992), pencegahan terhadap suatu penyakit dibagi menjadi 3 yaitu: a). Pencegahan primer adalah tindakan-tindakan untuk menghindari fase prepatogenesis, misalnya menjaga keseimbangan hidup unsur penyebab penyakit (host, agent dan lingkungan), salah satunya adalah dengan meningkatkan higiene perorangan dan perlindungan terhadap lingkungan yang

(34)

tidak menguntungkan. Sebagai contohnya dapat dengan melukan CTPS sehingga dapat meningkatkan kebersihan seseorang sebagai upaya pencegahan primer terhadap suatu penyakit; b). Pencegahan sekunder yaitu seluruh tindakan pada fase patogenesis atau tindakan yang bertujuan mencegah stimulus yang terlanjur terjadi agar tidak menahun, tidak berpotensi sebagai karier dan mencegah kematian atau kecacatan; c). Pencegahan tersier yaitu pencegahan terjadinya komplikasi penyakit yang lebih parah.

Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung (menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk, gelas). Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus, dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditularkan. Mencuci tangan dengan air dan sabun akan banyak mengurangi jumlah mikroorganisme dari kulit dan tangan, menghilangkan kotoran dari kuli, dan memutus mata rantai penularan infeksi.

Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan sabun sebagai contohnya yaitu: a). Diare, data World Health Organization (WHO) pada tahun 2004 dalam WHO (2009), menunjukkan diare merupakan penyebab kedua kematian anak di dunia dengan 1,5 juta anak meninggal setiap tahunnya karena penyakit ini. Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan keadaan air, namun harus diperhatikan juga penanganan kotoran manusia seperti tinja dan air kencing, karena kuman-kuman penyakit penyebab diare berasal dari kotoran-kotoran ini. Kuman-kuman nantinya akan masuk mulut melalui tangan yang telah berkontak dengan tinja, air minum yang terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang sebelumnya telah terkontaminasi dengan kuman penyebab diare. Burton et al. (2009) mengatakan bahwa mencuci tangan menggunakan sabun non antibakteri dan air lebih efektif untuk menghilangkan bakteri pada tangan yang mungkin berasal dari kontaminasi terhadap feses dibandingkan

(35)

mencuci tangan dengan air saja dan karena itu bisa berguna untuk pencegahan penularan penyakit diare; b). Infeksi Saluran Pernafasan Atas. Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa ISPA dan diare masih ditemukan paling sering pada anak usia di bawah lima tahun yaitu 46% dan 16% (Depkes, 2009); c). Infeksi cacing, infeksi mata dan penyakit kulit, selain diare dan infeksi saluran pernafasan penggunaan sabun dalam mencuci tangan mengurangi kejadian penyakit kulit; infeksi mata seperti trakoma, dan cacingan khususnya untuk ascariasis dan trichuriasis.

Selain untuk upaya pencegahan penyakit menular seperti diare, ISPA dan Flu burung, CTPS juga disarankan dalam pencegahan penularan virus H1N1. Dengan merebaknya virus H1N1 pada beberapa tahun terakhir ini di Indonesia, maka perilaku sehat cuci tangan pakai sabun ini penting untuk disampaikan ke masyarakat untuk mencegah terjadinya pebyebaran yang lebih luas (Depkes, 2009).

2.5.3. Syarat Melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun

Syarat melakukan cuci tangan pakai sabun yaitu, mencuci dengan kedua tangan, memakai sabun, dengan air mengalir atau dituang, air berasal dari sumber air yang aman, dan tersedia sistem pembuangan air limbah (SPAL). Ketiadaan sabun bukan merupakan penghalang praktik cuci tangan pakai sabun di rumah karena dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sabun telah dapat dijangkau oleh lebih dari 90% rumah tangga di Indonesia (Depkes, 2009).

2.5.4. Sasaran Utama Perubahan Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun

Di Indonesia, kelompok sasaran utama perubahan perilaku CTPS adalah ibu-ibu yang memiliki balita atau para pengasuh pengganti ibu seperti nenek, tante, saudara lain, baby sitter maupun pembantu. Sedangkan anak sekolah, suami, maupun ayah merupakan kelompok sekunder yang juga berperan dalam keberhasilan menyampaikan pesan CTPS (Depkes, 2009).

(36)

2.5.5. Tata Cara Cuci Tangan Pakai Sabun

Sebelum melakukan CTPS maka, hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu: a). Pastikan semua peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci tangan (air megalir, sabun, handuk) telah tersedia dan mudah dijangkau; b). Melepaskan perhiasan atau jam tangan dari jari dan pergelangan tangan; c). Ketika membuka kran air jika memungkinkan dapat dilakukan dengan menggunakan siku atau bagian tangan yang tidak terkontaminasi, tetapi bila tidak memungkinkan dapat meminta bantuan orang lain untuk membukanya.

Kemudian berikut ini adalah tata cara mencuci tangan memakai sabun dan air yang kira-kira membutuhkan waktu selama 40-60 detik menurut WHO (2009):

(37)
(38)

Keterangan

0. Basahi tangan menggunakan air

1. Ambil sabun secukupnya untuk diusapkan ke seluruh permukaan tangan 2. Gosokkan antar telapak tangan

3. Telapak tangan kanan berada di atas punggung tangan kiri dengan jari tangan kanan mengisi sela-sela jari tangan kiri, lalu digosokkan naik turun, dan sebaliknya

4. Telapak tangan kanan dan kiri bertemu lalu menggosokkan antar sela-sela jari

5. Punggung jari bertolak belakang dengan telapak tangan dan jari saling bertautan

6. Gosokkan secara memutar ibu jari kiri yang tergenggam oleh telapak tangan kanan dan sebaliknya

7. Gosok secara memutar dan maju mundur ujung-ujung jari tangan kanan pada telapak tangan kiri dan sebaliknya

8. Bilas tangan dengan air

9. Keringkan dengan menggunakan handuk sekali pakai 10. Gunakan handuk untuk mematikan kran

11. Dan sekarang tangan anda aman

2.5.6. Waktu Penting Cuci Tangan Pakai Sabun

Waktu-waktu penting yang penting untuk dilakukannya cuci tangan pakai sabun di Indonesia adalah saat-saat setelah pergi ke jamban, setelah membersihkan anak yang buang air besar (BAB), sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan, dan setelah memegang/menyentuh hewan (Depkes, 2009).

2.6 Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka dapat diketahui bahwa cuci tangan dengan menggunakan sabun selain membantu singkatnya waktu ketika mencuci tangan, ternyata dengan menggosokkan jemari dengan sabun mampu menghilangkan

(39)

kotoran yang tidak tampak minyak/lemak/kotoran di permukaan kulit, serta meninggalkan bau wangi pada tangan. Oleh sebab itu dengan melaksanakan CTPS dengan baik dan secara teratur dapat bermanfaat terhadap pencegahan penyakit-penyakit menular, seperti diare, ISPA, flu burung. Selain itu cuci tangan dengan menggunakan sabun merupakan upaya pencegahan penyakit menular yang sifatnya mudah, murah dan efektif untuk dilakukan.

Perilaku ibu-ibu yang memiliki balita dalam melaksanakan CTPS memerlukan perhatian khusus karena meraka merupakan orang tua yang bertanggung jawab dan turut berpengaruh dalam merawat anak-anaknya dan keluarga. Sehingga perawatan anak dan kebersihan lingkungan yang baik akan berpengaruh dalam derajat kesehatan anak dan keluarganya.

Dengan mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap seseorang yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan CTPS, maka setidaknya kita dapat melakukan berbagai upaya agar program CTPS dapat dilaksanakan dengan baik di kalangan ibu-ibu yang memiliki balita.

Sejauh ini belum banyak penelitian tentang CTPS dan penelitian tentang perilaku CTPS. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku dan sikap dengan perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada ibu-ibu yang memiliki balita di Dukuh Merbung Kulon dan Dukuh Merbung, Desa Merbung, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten.

(40)

2.7. Kerangka Konsep

Garis putus = Variabel indikator tidak diteliti Garis sambung = Variabel indikator yang diteliti

Gambar 2. Kerangka konsep hubungan tingkat pengetahuan , sikap dan perilaku.

2.8. Hipotesis

Hipotesis yang ingin diangkat adalah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap perilaku dan sikap terhadap perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada ibu-ibu yang memiliki balita di Dukuh Merbung Kulon dan Dukuh Merbung, Desa Merbung, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten.

Faktor Penguat (Reinforcing Factors) Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) Faktor Pemungkin (Enabling Factors) Pengetahuan Sikap Perilaku

(41)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan metode penelitian cross sectional untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan sikap dan perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada ibu-ibu yang memiliki balita di Dukuh Merbung Kulon dan Dukuh Merbung, Desa Merbung, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten.

Penelitian diskriptif merupakan suatu penelitian yang diarahkan untuk mendiskripsikan atau menguraikan suatu keadaan yang terjadi di masyarakat atau suatu komunitas (Notoatmodjo, 2010). Selain itu pengertian dari penelitian yang bersifat deskiptif yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan atau untuk mengetahui hal yang berhubungan dengan keadaan itu atau menggali secara luas hal-hal yang mempengaruhi sesuatu (Arikunto, 1998)

Pada penelitian cross sectional peneliti melakukan observasi atau pengukuran pada satu saat atau satu periode tertentu. Kata “satu saat” di sini bukan berarti semua objek diamati tepat pada saat yang sama, tetapi artinya tiap subjek hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuranvariabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut (Sastroasmoro, 1995).

3.2. Populasi dan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007).

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah para ibu-ibu yang tinggal di Dukuh Merbung Kulon dan Dukuh Merbung, Desa Merbung, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten. Berdasarkan data yang diperoleh terdapat 51 ibu yang memiliki balita di daerah tersebut.

(42)

3.2.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2007). Pengambilan sampel yang akan diambil pada penelitian ini dengan menggunakan sistem total sampling dari semua populasi yang ada. Adapun kriteria sampel yang akan diikutsertakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi meliputi:

a. Ibu yang memiliki balita usia 0-5 tahun b. Bersedia dijadikan responden

2. Kriteria eksklusi

Ibu yang memiliki balita usia 0-5 tahun tetapi tidak berada di tempat saat dilakukan pengambilan data

Menurut Saepudin (2011), penentuan besar sampel untuk penelitian deskriptif dapat diambil dengan rumus sebagai berikut:

n = 4 pq L2

n = jumlah sampel awal

p = sifat suatu keadaan dalam persen, jika tidak diketahui dianggap 50% q = 100% - p

L = derajat ketetapan yang dipergunakan lazimnya 5% n = 4.50.50

52 n = 10000 25 n = 400

Selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus: n1= n

1 + n N

(43)

n1 = jumlah sampel sebenarnya N = jumlah populasi n1= 400 1 + 400 51 n1= 45,23281596 n1= 45

Pada akhirnya jumlah sampel yang akan diambil pada penelitian ini dengan menggunakan total sampling dari semua populasi yang ada. Dengan jumlah minimal sebanyak 45 sampel sesuai dengan hitungan sampel di atas.

3.3. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yakni variabel bebas dan variabel tergantung. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel tergantung atau dependent variabels, dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah tingkat pengetahuan dan sikap ibu-ibu yang memiliki balita. Variabel tergantung/terikat adalah variabel yang dipegaruhi oleh variabel bebas atau

independent variabels dalam penelitian ini adalah perilaku ibu-ibu yang memliki balita.

3.4. Definisi Operasional

1. Tingkat pengetahuan adalah pengetahuan mengenai CTPS meliputi definisi, manfaat, syarat melakukan CTPS, waktu kapan saja perlu melakukan CTPS dan tata cara CTPS yang benar. Pengukuran tingkat pengetahuan menggunakan kuesioner tertutup dengan skor 0 dan 1 dengan jumlah pertanyaan 20. Skala yang digunakan adalah skala ordinal. Dengan demikian minimal skor yang akan didapatkan yaitu 0 dan skor

(44)

maksimalnya 20, kemudian jumlah skor yang didapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok dengan batasan skor yaitu :

a. Kelompok 1 : Skor 0-6 dikategorikan pengetahuan rendah b. Kelompok 2 : Skor 7-13 dikategorikan pengetahuan sedang c. Kelompok 3 : Skor 14-20 dikategorikan pengetahuan tinggi

2. Sikap adalah pandangan, perasaan, penilaian, dukungan, dan kecenderungan ibu-ibu yang memiliki balita terhadap CTPS. Sehingga sikap di sini belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi masih merupakam predisposisi dari suatu tindakan atau perilaku. Pengukuran sikap menggunakan skala Likert dengan skor antara 1-4 dan ditetapkan dengan skala ordinal dengan jumlah pertanyaan 20. Dengan demikian minimal skor yang akan didapatkan yaitu 20 dan skor maksimalnya 80, kemudian jumlah skor yang didapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok dengan batasan skor diambil batas nilai tengahnya :

a. Kelompok 1 : Skor 20-50 dikategorikan sebagai sikap negatif b. Kelompok 2 : Skor 51-80 dikategorikan sebagai sikap positif

Sikap negatif adalah sikap individu yang cenderung menghindar, tidak suka dan tidak mendukung CTPS. Sikap positif adalah sikap individu yang cenderung mendekati, menyenangi dan mendukung CTPS.

3. Perilaku adalah suatu bentuk kegiatan atau aktivitas dari ibu-ibu yang memiliki balita untuk melakukan CTPS. Pengukuran perilaku menggunakan kuesioner dengan skor 0 dan 1 dengan jumlah pertanyaan 20. Skala yang digunakan adalah skala ordinal. Dengan demikian minimal skor yang akan didapatkan yaitu 0 dan skor maksimalnya 20, kemudian jumlah skor yang didapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok dengan batasan skor diambil batas nilai tengahnya :

a. Kelompok 1 : Skor 0-10 dikategorikan sebagai perilaku pasif b. Kelompok 2 : Skor 11-20 dikategorikan sebagai perilaku aktif

Perilaku pasif adalah perilaku individu yang masih terselubung atau belum melakukan CTPS dengan baik dan benar. Perilaku aktif adalah perilaku

(45)

individu yang sudah dapat dilihat secara nyata bahwa telah melakukan CTPS dengan baik dan benar.

4. Ibu adalah orang perempuan yang telah merawat balita secara penuh di rumah.

5. Balita adalah anak yang telah berumur dari lahir atau 0 sampai 5 tahun atau kepanjangannya adalah bawah 5 tahun.

3.5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang berisi meliputi instrumen tingkat pengetahuan, instrumen sikap, dan instrumen perilaku. Kuesioner mengenai hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku CTPS sebelumnya belum pernah dibuat. Sehingga peneliti akan membuat rancangan kuesioner yang kemudian akan di-uji validitas dan reliabilitasnya.

3.7.1 Instrumen Pengetahuan

Instrumen pengetahuan digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan responden tentang definisi, manfaat, syarat melakukan CTPS, waktu kapan saja perlu melakukan CTPS dan tata cara CTPS yang benar sampai pada taraf tahu (know). Kuesioner berupa 20 pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban “Iya” dan “Tidak”. Kuesioner diisi dengan memberikan tanda centang (√) pada kolom jawaban “Iya” atau “Tidak” sesuai dengan jawaban atau pengetahuan responden. Pada pertanyaan favorable, jawaban “Iya” diberi skor 1 dan jawaban “Tidak” diberi skor 0. Sedangkan untuk pertanyaan unfavorable, jawaban “Iya” diberi skor 0 dan jawaban “Tidak” diberi skor 1.

3.7.2. Instrumen Sikap

Instrumen ini digunakan untuk mengukur sikap responden tentang CTPS. Kuesioner terdiri dari pertanyaan favorable dan unfavorable yang disusun berdasarkan skala likert dengan skor berkisar antara 1-4. Responden diminta menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap 4 macam kategori

(46)

jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS) dengan memberikan tanda (√) pada setiap jawaban yang dipilih. Pada pertanyaan favorable, jawaban SS diberi skor 4, jawaban S diberi skor 3, jawaban TS diberi skor 2, jawaban STS diberi skor 1. Sebaliknya, pada pertanyaan unfavorable, jawaban SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 3, STS diberi skor 4.

3.7.3. Instrumen Perilaku

Instrumen ini digunakan untuk mengukur tingkat perilaku responden mengenai program CTPS. Kuesioner berupa 20 pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban “Iya” dan “Tidak”. Kuesioner diisi dengan memberikan tanda centang (√) pada kolom jawaban “Iya” atau “Tidak” sesuai dengan jawaban atau pengetahuan responden. Pada pertanyaan favorable, jawaban “Iya” diberi skor 1 dan jawaban “Tidak” diberi skor 0. Sedangkan untuk pertanyaan unfavorable, jawaban “Iya” diberi skor 0 dan jawaban “Tidak” diberi skor 1.

3.6. Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Tahap persiapan

Tahap persiapan dilaksanakan antara bulan April-Juli 2012. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah meliputi kegiatan menyusun proposal, pembuatan kuesioner, seminar proposal dan menyelesaikan revisi proposal. 2. Tahap pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 di Desa Merbung, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten.

3. Tahap pengolahan data

Pengolahan data mulai dilakukan bulan Oktober 2012. 4. Seminar hasil penelitian.

(47)

3.7. Rencana Analisis Data

Sebelum melakukan analisis lebih lanjut, peneliti memeriksa nama dan kelengkapan identitas responden terlebih dahulu. Kemudian peneliti memeriksa kelengkapan data atau memeriksa isi instrument pengumpulan data, termasuk kelengkapan lembar instrumen.

Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan menggunakan uji hipotesis Chi-square dengan program analisis SPSS 17,0 computer. Hal ini disebabkan karena bentuk hipotesis berupa assosiatif (hubungan). Dan skala pengukuran berupa kategorik (Dahlan, 2008).

3.8. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti akan selalu terikat dengan etika penelitian. Peneliti berusaha menghormati hak-hak subjek penelitian meliputi:

1. Informed consent (persetujuan setelah penjelasan). Peneliti memberikan informasi dan proses penelitian sehingga responden mengerti dan dapat berpartisipasi dalam penelitian.

2. Menjaga kerahasiaan responden. Peneliti melakukan sendiri dalam menyebarkan kuesioner, sehingga kerahasiaan data responden hanya peneliti yang mengetahui. 3.9. Jadwal Penelitian Tahap Penelitian 2012 2013 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 Penyusunan proposal √ √ √ Pengajuan dan seminar proposal √ √ Pengambilan data √ √ √

Pengolahan data dan penyusunan laporan

penelitian √ √

Seminar hasil

(48)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Subyek dalam penelitian ini diambil dari seluruh ibu yang memiliki balita di Dukuh Merbung Kulon dan Dukuh Merbung, Desa Merbung, Kecamatan Klaten Selatan, Kabupaten Klaten. Dalam penelitian ini data yang diambil merupakan data primer yang didapatkan dari hasil pengisian kuisioner. Subjek penelitian yang terkumpul yaitu sebanyak 46 dan seluruhnya memenuhi syarat untuk diikutsertakan dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2012.

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakteristik Subyek Penelitian

Karakteristik subyek penelitian yang dimaksudkan dalam penelitian ini meliputi usia dan jenis pekerjaan. Hasil pengolahan data terhadap karakteristik subjyk penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan usia.

Kategori Usia Jumlah (n) Prosentase (%)

20-25 tahun 15 32.60%

26-30 tahun 12 26.10%

>30 tahun 19 41.30%

Pada Tabel 1 di atas dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden dari penelitian ini berusia >30 tahun yaitu sebanyak 19 orang (41,3%).

(49)

Tabel 2. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan pekerjaan.

Kategori Pekerjaan Jumlah (n) Prosentase (%)

Ibu Rumah Tangga 23 50.00%

Swasta 4 8.70%

Wiraswasta 3 6.50%

Buruh 16 34.80%

Karakteristik subjek penelitian berdasarkan pekejaan sebagian besar adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 23 orang (50%). Adapun ibu yang sangat memungkinkan dari segi waktu dan tempat untuk selalu bersama dengan balitanya adalah pekerjaan sebagai ibu rumah tangga.

4.1.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner 4.1.3.1 Hasil Uji Validitas

Metode yang digunakan dalam uji validitas ini adalah menggunakan perhitungan korelasi product moment. Data dapat dikatakan valid atau sahih jika korelasi butir dengan faktor positif dan r hitung positif dan r hitung > r tabel. Apabila tidak memenuhi kedua hal tersebut maka butir tersebut digugurkan.

Nilai r tabel dihitung sebagai berikut, untuk df = n – 2 dengan n adalah jumlah responden (Ghozali, 2005) atau dalam penelitian ini df = 42 – 2 = 40. Tingkat signifikansi 5% di dapat angka 0,312. Hasil uji validitas kuisioner pendahuluan dengan hasil uji validitas kuisioner pendahuluan masing-masing 20 item pertanyan pengetahuan, sikap dan perilaku cuci tangan pakai sabun yang disebarkan kepada 42 responden target penelitin didapatkan bahwa pertanyaan kuisioner kesemuanya memiliki nilai r pearson product momen di atas r tabel, dengan kata lain kesemua item pertanyaan kuisioner valid. Perhitungan selengkapnya dapat di lihat pada lampiran (corrected item-total correlation).

Untuk lebih lengkapnya uji validitas kuisoner pendahuluan dapat dilihat pada tabel 3, 4 dan 5.

(50)

Tabel 3. Hasil uji validitas instrumen pengetahuan

Pertanyaan

Corrected Item-Total Correlation

(R hitung) R tabel Keterangan

Pgthn1 0.379 0.312 Valid Pgthn2 0.525 0.312 Valid Pgthn3 0.380 0.312 Valid Pgthn4 0.345 0.312 Valid Pgthn5 0.380 0.312 Valid Pgthn6 0.791 0.312 Valid Pgthn7 0.403 0.312 Valid Pgthn8 0.534 0.312 Valid Pgthn9 0.791 0.312 Valid Pgthn10 0.403 0.312 Valid Pgthn11 0.521 0.312 Valid Pgthn12 0.680 0.312 Valid Pgthn13 0.379 0.312 Valid Pgthn14 0.534 0.312 Valid Pgthn15 0.379 0.312 Valid Pgthn16 0.646 0.312 Valid Pgthn17 0.415 0.312 Valid Pgthn18 0.629 0.312 Valid Pgthn19 0.376 0.312 Valid Pgthn20 0.629 0.312 Valid

Pada tabel 3 didapatkan hasil bahwa ke 20 item kuesioner mengenai pengetahuan CTPS dikatakan valid karena memiliki R hitung positif dan R hitung > daripada R tabel.

(51)

Tabel 4. Hasil uji validitas instrumen sikap. Pertanyaan Corrected Item-Total Correlation (R hitung) R tabel Keterangan Skp1 0.349 0.312 Valid Skp2 0.329 0.312 Valid Skp3 0.468 0.312 Valid Skp4 0.465 0.312 Valid Skp5 0.493 0.312 Valid Skp6 0.597 0.312 Valid Skp7 0.407 0.312 Valid Skp8 0.439 0.312 Valid Skp9 0.393 0.312 Valid Skp10 0.492 0.312 Valid Skp11 0.348 0.312 Valid Skp12 0.515 0.312 Valid Skp13 0.557 0.312 Valid Skp14 0.476 0.312 Valid Skp15 0.420 0.312 Valid Skp16 0.415 0.312 Valid Skp17 0.469 0.312 Valid Skp18 0.513 0.312 Valid Skp19 0.525 0.312 Valid Skp20 0.395 0.312 Valid

Pada tabel 4 didapatkan hasil bahwa ke 20 item kuesioner mengenai sikap tentang CTPS dikatakan valid karena memiliki R hitung positif dan R hitung > daripada R tabel.

(52)

Tabel 5. Hasil uji validitas instrumen perilaku.

Pertanyaan Total Correlation Corrected Item-(R hitung) R tabel Keterangan Prlk1 0.583 0.312 Valid Prlk2 0.561 0.312 Valid Prlk3 0.469 0.312 Valid Prlk4 0.317 0.312 Valid Prlk5 0.426 0.312 Valid Prlk6 0.533 0.312 Valid Prlk7 0.445 0.312 Valid Prlk8 0.436 0.312 Valid Prlk9 0.495 0.312 Valid Prlk10 0.583 0.312 Valid Prlk11 0.501 0.312 Valid Prlk12 0.533 0.312 Valid Prlk13 0.470 0.312 Valid Prlk14 0.483 0.312 Valid Prlk15 0.582 0.312 Valid Prlk16 0.533 0.312 Valid Prlk17 0.470 0.312 Valid Prlk18 0.427 0.312 Valid Prlk19 0.595 0.312 Valid Prlk20 0.413 0.312 Valid

Pada tabel 5 didapatkan hasil bahwa ke 20 item kuesioner mengenai perilaku CTPS dikatakan valid karena memiliki R hitung positif dan R hitung > daripada R tabel.

4.1.3.2 Hasil Uji Reliabilitas

Setelah dilakukan uji validitas terhadap kuisioner yang terdiri dari instrumen pengetahuan, sikap dan perilaku yang telah disebarkan kepada responden kemudian dilakukan pengujian reliabilitas. Penelitian ini menggunakan metode Internal Consistency Cronbach’s Alpha untuk menguji reliabilitas instrument pengetahuan dan perilaku menggunakan teknik split half sedangkan

Gambar

Gambar 1. Cara mencuci tangan menurut WHO (2009)
Gambar 2. Kerangka konsep hubungan tingkat pengetahuan , sikap dan perilaku.
Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan usia.
Tabel 2. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan pekerjaan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

(3) bukti memilikiilmu pengetahuan dinilai dari keterampilannya, bukan dari sert ifikatnya, (4) biasanya tidak terlalu terikat dengan ketentuan yang ketat, (5) isi, staf

Penelitian yang dilakukan oleh (Ri- ta et al , 2014) memperoleh hasil terbaik dengan lama pengukusan 10 menit dan level penggunaan 10% dalam ransum ayam broiler,

GUNUNG PADANG, INDONESIA AND GOBEKLI TEPE,

Pada awal pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta keseimbangan ekonomi makro yang terkendali selalu diikuti oleh sumber daya manusia (SDM) yang semakin

Adapun permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana Peran Kepolisian Sektor Tampan dalam mengimplementasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi