• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Institut Teknologi Sepuluh Nopember"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ESTIMASI STOK KARBON PADA TEGAKAN POHON Rhizophora stylosa DI PANTAI CAMPLONG, SAMPANG-MADURA

AUFA IMILIYANA*), MUKMAMMAD MURYONO1), HERY PURNOBASUKI Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK

Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis yang sangat penting sebagai penyimpan karbon. Hutan mangrove menyimpan karbon empat kali lebih cepat dari hutan tropis lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stok karbon pada batang, akar, seresah dan nekromassa mangrove Rhizophora stylosa pada zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah di pantai Camplong, Sampang-Madura. Penelitian dilakukan dengan membuat plot berukuran 5m x 40m pada masing-masing zona. Perhitungan stok karbon dengan menggunakan metode allometri Kusmana (1997) dengan mengukur diameter setinggi dada pada pohon sampel. Stok karbon di estimasi dengan mengalikan total biomassa per satuan luas dengan konstanta 0,46. Hasil penelitian ini stok karbon pada zona pasang tertinggi berturut-turut adalah 232.59 ton/ha pada batang, 0.4658 ton/ha pada akar, 0.0049 ton/ha pada serasah dan 0 ton/ha pada nekromassa berkayu. Sedangkan stok karbon pada zona pasang terendah berturut-turut adalah 111.91 ton/ha pada batang, 0.21492 ton/ha pada akar, 0.0031 ton/ha pada serasah dan 48.521 ton/ha pada nekromassa berkayu. Stok karbon rata-rata pada kedua zona sebesar 196.8549 ton/ha dengan penyerapan CO2 sebesar 721.5822 ton/ha. Kata kunci: Biomassa, Rhizophora stylosa, Stok karbon, Zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah

ABSTRACT

Mangrove forest has a very important ecological function as carbon storage. Mangrove forests storing carbon four times faster than other tropical forests. The objectives of this research were knowing carbon stock of steem, root, litterfall and necromassa at the highest tidal zone and the lowest tidal zone. Research done by creating a plot 5 m x 40 m in each zone. Calculating of carboun stock by using the allometry method of Kusmana (1997) by measuring diameter at breast height on tree sample. Carbon stock estimation by multiplying the total biomass of areas. Research results showed that carbon stock on highest tidal zone were 232.59 ton/ha at steem, 0.4658 ton/ha at root, 0.0049 ton/ha at litterfall and 0 ton/ha at necromassa. While carbon stock on the lowest tidal zone were 111.91 ton/ha at steem, 0.21492 ton/ha at root, 0.0031 ton/ha at litterfall and 48.521 ton/ha at necromassa. Carbon stock average on both zone were 196.8549 ton/ha and CO2

sequestration were 721.5822 ton/ha

Key words: Biomass, Carbon stock , Rhizophora stylosa, The highest tidal zone and the lowest tidal zone

_________________________________________________________________________

*

Corresponding Author Phone: 081939293357

1

Alamat sekarang: Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember

I. PENDAHULUAN

Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Kontributor terbesar pemanasan global saat ini adalah karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4) yang

dihasilkan pertanian dan peternakan (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari pupuk, dan gas-gas

yang digunakan untuk kulkas dan pendingin ruangan (CFC). Rusaknya hutan-hutan yang seharusnya berfungsi sebagai penyimpan CO2

juga makin memperparah keadaan ini karena pohon-pohon yang mati akan melepaskan CO2

yang tersimpan di dalam jaringannya ke atmosfer. Selama dekade terakhir ini emisi CO2

meningkat dua kali lipat dari 1400 juta ton per tahun menjadi 2900 juta ton per tahun. Sementara itu, konsentrasi CO2 di atmosfer

(2)

pada tahun 1998 adalah 360 parts per million by

volume (ppmv) dengan laju peningkatan per

tahun 1.5 ppmv. Indonesia sendiri saat ini berada dalam urutan ketiga negara penghasil emisi CO2 terbesar di dunia. Indonesia berada di

bawah Amerika Serikat dan China, dengan jumlah emisi yang dihasilkan mencapai dua miliar ton CO2 per tahunnya atau menyumbang

10% dari emisi CO2 di dunia (Anonim, 2006).

Hutan mangrove memiliki fungsi ekologis yang sangat penting terutama bagi wilayah pesisir. Salah satu fungsi ekologis mangrove yang saat ini tengah diperbincangkan adalah mangrove sebagai penyimpan karbon. Mangrove menyimpan karbon lebih dari hampir semua hutan lainnya di bumi, sebuah penelitian yang dilakukan tim peneliti dari US Forest Service Pasifik Barat Daya dan stasiun penelitian Utara, Universitas Helsinki dan Pusat Penelitian Kehutanan Internasional meneliti kandungan karbon dari 25 hutan mangrove di wilayah Indo-Pasifik dan menemukan bahwa hutan mangrove per hektar menyimpan sampai empat kali lebih banyak karbon daripada kebanyakan hutan tropis lainnya di seluruh dunia. (Daniel et al, 2011). Penelitian lain yang dilakukan oleh ilmuan Gail Chmura ahli pembersih karbon dari Universitas McGill menyatakan bahwa hutan mangrove memiliki tingkat penyerapan lima kali lebih cepat terhadap unsur karbon di udara jika dibandingkan dengan hutan di daratan. Tiap tahun hutan mangrove dapat menyerap 42 juta ton karbon di udara atau setara dengan emisi gas karbon dari 25 juta mobil (Ardianto, 2011).

Ekosistem mangrove berperan dalam mitigasi perubahan iklim akibat pemanasan global karena mampu mereduksi CO2 melalui

mekanisme “sekuestrasi”, yaitu penyerapan karbon dari atmosfer dan penyimpanannya dalam beberapa kompartemen seperti tumbuhan, serasah dan materi organik tanah (Hairiah dan Rahayu., 2007). Karbon yang diserap tumbuhan selama fotosintesis, bersama-sama dengan nutrien yang diambil dari tanah, menghasilkan bahan baku untuk pertumbuhan (Setyawan et al., 2002). Dalam proses fotosintesis, CO2 dari atmosfer diikat oleh

vegetasi dan disimpan dalam bentuk biomassa.

Carbon sink berhubungan erat dengan

biomassa tegakan. Jumlah biomassa suatu kawasan diperoleh dari produksi dan kerapatan

biomassa yang diduga dari pengukuran diameter, tinggi, dan berat jenis pohon. Biomassa dan carbon sink pada hutan tropis merupakan jasa hutan diluar potensi biofisik lainnya, dimana potensi biomassa hutan yang besar adalah menyerap dan menyimpan karbon guna pengurangan CO2 di udara. Manfaat

langsung dari pengolahan hutan berupa hasil kayu hanya 4,1%, sedangkan fungsi optimal hutan dalam penyerapan karbon mencapai 77,9% (Darusman, 2006).

Stok karbon diestimasi dari biomassanya dengan mengikuti aturan 46% biomassa adalah karbon (Hairiah dan Rahayu, 2007), Adapun metode estimasi biomassa salah satunya adalah metode alometrik. Estimasi dilakukan dengan cara mengukur diameter batang pohon setinggi dada (diameter at breast height, DBH), yang terdapat pada plot penelitian. Kemudian DBH digunakan sebagai variabel bebas dari persamaan alometrik yang menghubungkan biomassa sebagai variabel terikat dan DBH sebagai variabel bebas. Metode ini telah banyak diaplikasikan untuk estimasi stok karbon pada berbagai tipe vegetasi di Indonesia (van Noordwijk et al., 2002; Roshetko et al., 2002; Hairiah et al., 2001). Namun sejauh ini belum ada penelitian untuk mengukur besarnya stok karbon pada mangrove Rhizophora stylosa terutama di pulau Madura.

Pantai Camplong merupakan pantai terpanjang kedua di pulau Madura setelah pantai Slopeng. Pantai Camplong terletak di kabupaten Sampang dengan panjang garis pantai ± 14,07 km. Pantai Camplong sendiri menjadi kawasan wisata yang sangat diminati oleh masyarakat, baik oleh masyarakat Madura maupun luar Madura karena keindahan pantainya serta hamparan pasir putih yang luas sepanjang garis pantai. Selain itu pantai Camplong juga memiliki kawasan hutan mangrove yang salah satunya berada di desa Taddan kecamatan Camplong dengan luas hutan mangrove ± 15,05 Ha dan menurut data AMDAL 2003 spesies mangrove yang mendominasi adalah Rhizophora stylosa pada kategori pohon.

Penelitian tentang estimasi stok karbon pada tegakan mangrove dirasa penting karena dengan mengetahui jumlah karbon yang mampu diserap oleh mangrove, kita akan lebih memahami manfaat ekologi mangrove sebagai

(3)

penyerap karbon sehingga usaha konservasi mangrove dalam rangka mengurangi pemanasan global serta sebagai usaha perdagangan karbon dapat lebih ditingkatkan.

II. METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2012 di kawasan hutan mangrove pantai Camplong, Sampang Madura. Lokasi penelitian terletak di desa Taddan, kecamatan Camplong kabupaten Sampang dengan luasan hutan mangrove ± 90 Ha. Secara geografis desa Taddan terletak diantara 07’12’53” Lintang selatan dan 133’20’26” Bujur Timur.

Cara Kerja

Pengukuran Biomassa Pohon

Membagi area hutan mangrove menjadi 2 zona; zona pasang terendah dan pasang tertinggi. Membuat plot berukuran 5 m x 40 m = 200 (Hairiah dan Rahayu, 2007). plot dipasang pada zona yang telah ditentukan. Pemilihan plot pada lokasi dengan vegetasi mangrove seragam serta tidak terlalu rapat dan jarang. Kemudian pada setiap sudut plot diberi tanda dengan tali.

Membagi plot menjadi 2 bagian, dengan memasang tali di bagian tengah sehingga terdapat sub plot, masing-masing berukuran 2.5 m x 40 m. Pada setiap subplot dibagi lagi menjadi 3, sehingga dalam 1 plot berukuran 5 m x 40 m terdapat 6 buah sub plot. Pembagian sub plot pengamatan terlihat pada Gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Pembagian sub plot pengamatan (Dokumen pribadi,2012).

Mengukur diameter batang setinggi dada (DBH = diameter at breast height = 1.3 m dari permukaan tanah) pohon yang masuk dalam sub plot. Pengukuran DBH dilakukan hanya pada pohon berdiameter > 5 cm. Tongkat kayu ukuran panjang 1.3m, diletakkan tegak lurus permukaan tanah di dekat pohon yang akan

diukur. Menurut MacDicken 1997, penentuan biomassa dapat disusun minimal menggunakan 30 pohon contoh terpilih untuk tiap spesies, namun untuk penelitian hanya pada satu lokasi, 12 pohon saja sudah memadai.

Melilitkan pita pengukur pada batang pohon, dengan posisi pita sejajar untuk semua arah, sehingga data yang diperoleh adalah lingkar/keliling batang bukan diameter.

Mengukur semua diameter semua cabang khusus untuk pohon-pohon yang batangnya rendah dan bercabang banyak. Di lapangan

kadang-kadang dijumpai beberapa

penyimpangan kondisi percabangan pohon atau permukaan batang pohon yang bergelombang atau adanya banir pohon, sehingga penentuan

DBH dapat dilakukan seperti Gambar 2.

Gambar 2. Skematis cara menentukan ketinggian pengukuran dbh batang pohon yang tidak beraturan bentuknya (Weyerhaeuser dan Tennigkeit, 2000). (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Pengukuran biomassa akar dilakukan dengan cara mengukur diameter semua akar yang terdapat pada pohon sampel terpilih, kemudian dilakukan perhitungan biomassa akar menggunakan rumus alometrik akar yang telah dikembangkan oleh Kusmana (1997)

Pengukuran Nekromasa Berkayu

Nekromassa berkayu adalah pohon mati yang masih berdiri maupun yang roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang dan ranting yang masih utuh yang berdiameter > 5cm dan panjang 0,5m. Langkah kerja mengukur nekromassa berkayu adalah mengukur diameter (lingkar batang) dan panjang (tinggi) semua pohon mati yang berdiri maupun yang roboh, tunggul tanaman mati, cabang dan ranting.

Menghitung massa jenis dari nekromassa berkayu dengan cara mengambil sedikit contoh kayu ukuran ±10 cm, diukur panjang, diameter dan ditimbang berat basahnya dengan memasukkan dalam oven pada suhu 100oC selama 48 jam dan ditimbang berat keringnya. Perhitungan volume dan BJ kayu dengan rumus:

(4)

Volume (cm3) = ρ R2 T Dimana :

R = jari-jari potongan kayu = ½ x Diameter (cm) T = panjang kayu (cm)

(Rifyunando, 2011)

(Rifyunando, 2011) Pengukuran Nekromasa Tidak Berkayu

Nekromasa tidak berkayu adalah seresah daun yang masih utuh (seresah kasar), dan bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian dan berukuran > 2 mm (seresah halus). Langkah kerja mengukur nekromassa berkayu adalah sebagai berikut:

Menempatkan kuadran bambu, kayu atau aluminium berukuran 0,5 m x 0,5 m di dalam SUB PLOT (5 m x 40 m) secara acak. Mengambil semua sisa-sisa bagian tanaman mati, daun-daun dan ranting-ranting gugur yang terdapat dalam tiap-tiap subplot, masukkan ke dalam kantong kertas dan diberi label sesuai dengan kode subplot.

Semua sampel yang didapat dikeringkan di bawah sinar matahari, bila sudah kering sampel digoyang-goyangkan agar tanah yang menempel pada sampel terpisah.

Mengambil sub-contoh sampel sebanyak 100 g untuk dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC sampai beratnya konstan. Bila sampel yang didapat hanya sedikit (< 100 g), maka ditimbang semuanya dan dijadikan sebagai sub contoh.

Estimasi BK seresah kasar per kuadran melalui perhitungan sebagai berikut:

Dimana, BK = berat kering BB = berat basah

(Rifyunando, 2011)

Pengolahan Data

Pengolahan data meliputi penghitungan biomassa dan stok karbon pada seluruh komponen yang ada di atas permukaan tanah. Biomassa dan stok karbon pada masing-masing komponen dihitung dengan cara berbeda, yaitu: Penentuan biomassa pohon menggunakan persamaan alometrik yang telah dikembangkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya yang pengukurannya diawali dengan penebangan dan penimbangan beberapa pohon. Persamaan alometrik yang digunakan adalah menurut Kusmana (1997).

Nekromassa berkayu dihitung dengan persamaan yang dikembangkan oleh Hairiah dan Rahayu (2007), yaitu : menggunakan rumus alometrik seperti pohon hidup. Biasanya kerapatan kayu mati sekitar 0.4 g cm-3, namun dapat juga bervariasi tergantung pada pelapukannya. Semakin lanjut tingkat pelapukan kayu, maka kerapatannya semakin rendah. Bk (kg) = π ρ H D2/40 Keterangan: H = Panjang/Tinggi Nekromassa (cm) D = Diameter Nekromassa (cm) ρ = BJ kayu (g cm-3) (Rifyunando, 2011)

Konsentrasi karbon dalam bahan organik biasanya sekitar 46 % (Hairiah dan Rahayu, 2007), oleh karena itu estimasi jumlah karbon tersimpan per komponen dapat dihitung dengan mengalikan total berat biomassanya dengan konsentrasi karbon. Jadi berat kering komponen penyimpan karbon dalam suatu luasan tertentu kemudian dikonversi ke nilai karbonnya dengan perhitungan:

Stok karbon = Biomassa per satuan luas x 0,46 (Rifyunando, 2011) Dari hasil perhitungan stok karbon akan diperoleh besarnya penyerapan CO2 oleh

tanaman mangrove dengan menggunakan rumus:

Ket : Mr CO2 = Berat molekul senyawa (44)

Ar C = Berat molekul relatif atom C (12) Berat kering (g) BJ (g cm-3) = Volume (cm3) BK sub contoh Total BK = X Total BB BB sub contoh Mr CO2 Serapan CO2 = X Kandungan C Ar.C

(5)

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian menggunakan RAK (Rancangan Acak Kelompok) dengan membagi lokasi penelitian menjadi 2 zona, yaitu zona pasang tertinggi dan pasang terendah. Pada setiap zona dibuat plot berukuran 5m x 40m, dan pada setiap plot dibagi lagi menjadi 6 sub plot. Kandungan biomassa pohon dihitung menggunakan rumus alometrik yang telah dikembangkan oleh Kusmana pada tahun 1997. Dilakukan juga perhitungan biomassa pada nekromasa berkayu dan tidak berkayu untuk mendapatkan perhitungan stok karbon yang lebih akurat. Perhitungan stok karbon menggunakan perhitungan yang telah dikembangkan oleh Hairiyah dan Rahayu 2007 yaitu dengan mengalikan total biomassa per satuan luas dengan 0,46. Kemudian dari jumlah stok karbon tersebut akan diketahui serapan CO2 oleh tanaman mangrove dengan

menggunakan rumus Mr. CO2 dibagi Ar C dan

dikalikan dengan jumlah stok karbon yang telah didapatkan dari perhitungan sebelumnya. Semua data kuantitatif berupa stok karbon yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa

menggunakan ANOVA dengan taraf

kepercayaan 95%.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil dari penelitian ini didapatkan total nilai biomassa, stok karbon dan penyerapan CO2 pada batang, akar, seresah dan nekromassa

berkayu tegakan pohon Rhizophora stylosa pada masing-masing zona di pantai Camplong, Sampang-Madura seperti yang ditunjukkan pada tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Perbandingan total nilai biomassa (ton/ha), stok karbon (ton/ha) dan penyerapan CO2 (ton/ha) pada zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah

Tabel 1 menunjukkan total nilai biomassa, stok karbon dan penyerapan CO2 pada tegakan

pohon Rhizophora stylosa pada zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah, dimana nilai biomassa, stok karbon dan penyerapan CO2 terbesar berturut-turut terdapat pada

batang, nekromassa, akar dan seresah. Hasil uji statistik perbandingan stok karbon pada masing-masing organ batang, akar, seresah dan nekromassa di zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah dapat terlihat pada tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2. Uji statistik perbandingan stok karbon batang, akar, seresah dan nekromassa di zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan bahwa stok karbon berbeda secara nyata pada uji tukey taraf signifikansi α=5%.

Tabel 2 menjelaskan Uji statistik perbandingan stok karbon batang, akar, seresah dan nekromassa di zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah menggunakan uji tukey taraf signifikansi α=5%. Pada tabel 2 di dapatkan hasil bahwa pada batang, akar dan seresah terdapat perbedaan nyata nilai stok karbon antara kedua zona dengan nilai stok karbon yang paling signifikan terdapat pada zona pasang tertinggi. Stok karbon pada nekromassa nilai paling signifikan terdapat pada zona pasang terendah.

Pembahasan

Deskripsi umum lokasi penelitian

Pada penelitian ini, lokasi hutan mangrove pantai Camplong, Sampang-Madura dibagi menjadi 2 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona pertama merupakan zona pasang tertinggi, yaitu daerah hutan mangrove pantai Camplong yang mendapatkan genangan air laut hanya pada saat pasang tertinggi atau dengan kata lain daerah hutan mangrove yang langsung berbatasan dengan daratan. Zona kedua merupakan zona pasang terendah, yaitu daerah hutan mangrove pantai Camplong yang

(6)

langsung berbatasan dengan bibir pantai, dimana daerah tersebut mendapatkan genangan air laut pada saat pasang. Pemilihan zona pada lokasi penelitian dilakukan pada lokasi yang dianggap representatif mewakili kedua zona. Zona pasang tertinggi di lokasi penelitian terletak pada 07’12’93” Lintang selatan dan 133’16’92” Bujur Timur, sedangkan zona pasang terendah terletak pada 07’12’95” Lintang Selatan dan 133’16’83” Bujur Timur dengan jarak antara kedua zona ± 6 meter tegak lurus garis pantai.

Pada lokasi penelitian juga dilakukan pengukuran parameter lingkungan meliputi suhu, salinitas, pH air dan pH sedimen, serta jenis substrat seperti yang ditunjukkan pada tabel 3 di bawah ini :

Tabel 3. Perbandingan parameter lingkungan pada zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah Parameter zona Pasang tertinggi Pasang terendah Suhu 30oC 31oC Salinitas 29 ‰ 30 ‰ pH air 7 8 pH sedimen 6 5.2 Kondisi substrat Lumpur berkarang Lumpur berpasir Berdasarkan tabel 3 dapat di lihat bahwa kondisi lingkungan pada zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah tidak jauh berbeda, baik pada suhu, salinitas, pH air dan pH sedimen.

Terdapat perbedaan kondisi subsrat pada zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah di pantai Camplong, Sampang-Madura. Pada zona pasang tertinggi kondisi substrat berupa lumpur berkarang serta terdapat adanya tumpukan seresah halus, sedangkan kondisi substrat pada zona pasang terendah berupa lumpur berpasir. Menurut Nybakken dan Bertness (2005) bahwa sedimen berpasir umumnya mempunyai kandungan bahan organik lebih sedikit dibandingkan dengan sedimen berlumpur, sehingga dapat disimpulkan bahwa substrat pada zona pasang tertinggi mempunyai kandungan bahan organik yang lebih tinggi daripada substrat pada zona

pasang terendah. Buckman & Brady (1982) menyatakan bahwa bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun substrat dasar perairan yang terdiri dari timbunan sisa-sisa tumbuhan dan hewan. Sedangkan menurut Fauchald dan Jumars (1979) kandungan bahan organik yang tinggi dalam sedimen akan berdampak pada rendahnya oksigen dalam sedimen. Perbedaan kondisi substrat pada zona pasang tertinggi dan pasang terendah dapat terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. (A) Kondisi substrat pada zona pasang tertinggi berupa substrat lumpur berkarang. (B) Kondisi substrat pada zona pasang terendah berupa substrat lumpur berpasir.

Biomassa tegakan pohon Rhizophora stylosa Kandungan biomassa pohon merupakan penjumlahan dari kandungan biomassa tiap organ pohon yang merupakan gambaran total material organik hasil dari fotosintesis. Melalui proses fotosintesis, CO di udara diserap oleh tanaman dengan bantuan sinar matahari kemudian diubah menjadi karbohidrat, selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh tanaman dan ditimbun dalam bentuk daun, batang, cabang, buah dan bunga (Hairiah dan Rahayu,2007).

Berdasarkan tabel 1 diperoleh hasil bahwa potensi biomassa tegakan Rhizophora stylosa berbeda antara zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah, begitu pula pada masing-masing bagian organ pohon Rhizophora stylosa. Total potensi biomassa tegakan pohon pada zona pasang tertinggi sebesar 505.6016 ton/ha sedangkan total potensi biomassa pada zona pasang terendah sebesar 245.418 ton/ha.

Kandungan biomassa di zona pasang tertinggi lebih besar dari zona pasang terendah, hal ini diduga disebabkan karena pola pertumbuhan mangrove cenderung dari arah darat menuju laut, dimana propagul mangrove yang telah matang akan jatuh dan terbawa arus

(7)

menuju laut sampai menemukan substrat yang cocok untuk tumbuh sehingga tegakan mangrove di darat akan memiliki umur yang lebih tua dibandingkan tegakan mangrove di daerah laut. Umur tegakan mangrove berbanding lurus dengan kandungan biomassanya, dimana menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prasty (2011) yang meneliti kandungan biomassa pada beberapa kelas umur tanaman mangrove

Rhizophora apiculata di kabupaten Kubu Raya,

Kalimantan Barat menemukan bahwa kandungan biomassa mangrove akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya usia tanaman. Menurut Sjostrom (1998) makin besar potensi biomassa tegakan diakibatkan oleh makin tua umur tegakan tersebut. Hal ini disebabkan karena diameter

pohon mengalami pertumbuhan melalui

pembelahan sel yang berlangsung secara terus menerus dan akan semakin lambat pada umur tertentu. Pertumbuhan tersebut terjadi di dalam kambium arah radial sehingga terbentuk sel-sel baru yang akan menambah diameter batang.

Tingginya kandungan biomassa pada zona pasang tertinggi juga disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan pada ke dua zona, dimana pada zona pasang tertinggi terdapat banyak sekali tumpukan seresah halus yang berasal dari guguran daun, ranting maupun cabang tegakan mangrove. Tumpukan seresah pada zona pasang tertinggi terjadi akibat adanya aktivitas pasang surut air laut, dimana seresah mangrove yang berasal dari laut (zona pasang terendah) akan terbawa oleh air pasang yang menuju darat (zona pasang tertinggi) sehingga terjadi penumpukan seresah. Menurut Arif (2003) seresah merupakan bahan organik yang mengalami beberapa tahap proses dekomposisi yang menghasilkan zat yang penting bagi kehidupan dan produktivitas perairan terutama dalam peristiwa rantai makanan. Proses dekomposisi seresah mangrove menghasilkan unsur hara yang diserap kembali oleh tumbuhan dan sebagian larut terbawa oleh air surut ke perairan sekitarnya. Penguraian seresah mangrove di perairan salah satunya di bantu oleh aktivitas mikroorganisme bakteri dan fungi, dalam proses dekomposisi seresah, mikroorganisme mengurai komponen penyusun dinding sel sehingga dihasilkan bahan-bahan organik dan unsur hara yang diperlukan pada

suatu ekosistem. Alasan ini juga diperkuat oleh pendapat Deacon (1984) dimana fungi memproduksi beberapa enzim pemecah selulosa dan lignin yang menghasilkan beberapa polimer yang kompleks dan bersifat resisten Komponen yang dihasilkan berupa bahan utama pembentuk humus yakni asam humus yang dapat menyuburkan tanah. Tumpukan seresah pada zona pasang tertinggi di pantai Camplong, Sampang-Madura dapat terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Seresah pada zona pasang tertinggi di pantai Camplong, Sampang-Madura

Kandungan biomassa juga mengalami perbedaan pada masing-masing organ tanaman (batang, akar, seresah dan nekromassa) mangrove Rhizophora stylosa pada masing-masing zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah seperti yang terlihat pada Gambar 5 di bawah ini :

Gambar 5. Prosentase perbandingan biomassa pada batang, akar, seresah dan nekromassa pada zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah.

Pada Gambar 5 dapat terlihat bahwa batang memiliki kandungan biomassa terbesar, baik pada zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rifyunando (2011) pada kawasan hutan mangrove kawasan Leuweung Sancang kab Garut. Distribusi biomassa pada tiap komponen pohon menggambarkan besaran distribusi hasil fotosintesis pohon yang disimpan oleh tanaman. Melalui proses fotosintesis, CO2 di udara diserap oleh tanaman

(8)

dan dengan bantuan sinar matahari kemudian diubah menjadi karbohidrat untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh tanaman dan ditimbun dalam bentuk daun, batang, cabang, buah dan bunga (Hairiah dan Rahayu 2007). Walaupun aktifitas fotosintesis terjadi di daun, namun distribusi hasil fotosintesis terbesar digunakan untuk pertumbuhan batang. Batang umumnya memiliki zat penyusun kayu yang lebih baik dibandingkan dengan bagian pohon lainnya. Zat penyusun kayu tersebut menyebabkan bagian rongga sel pada batang banyak tersusun oleh komponen penyusun kayu dibanding air, sehingga bobot biomassa batang akan menjadi lebih besar.

Hal ini sejalan dengan pendapat Walpone (1993) bahwa terdapat hubungan erat antara dimensi pohon (diameter dan tinggi) dengan biomasanya. Penelitian yang dilakukan oleh Catur dan Sidiyasa (2001) juga mendukung pendapat ini, dimana biomassa pada setiap bagian pohon meningkat secara proporsional dengan semakin besarnya diameter pohon sehingga biomassa pada setiap bagian pohon mempunyai hubungan dengan diameter pohon.

Pada penelitian ini, kandungan biomassa paling rendah terdapat pada seresah. Hal ini dikarenakan seresah yang terdapat pada lokasi penelitian lebih banyak berasal dari guguran daun mangrove di lokasi penelitian. Daun memiliki kandungan biomassa yang rendah dikarenakan daun lebih banyak menyimpan kandungan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Amira (2008) dimana daun memiliki kadar air yang tinggi karena merupakan unit fotosintesis yang pada umumnya memiliki banyak rongga sel yang diisi oleh air dan unsur hara mineral. Pendapat lain juga di sampaikan oleh Hilmi (2003) dimana daun memiliki jumlah stomata yang lebih banyak daripada lentisel yang terdapat pada batang, sehingga menyebabkan banyaknya air dari lingkungan yang diserap oleh daun dan rongga yang ada pada daun akan banyak terisi air.

Perbandingan stok karbon tegakan pohon Rhizophora stylosa pada batang, akar, seresah dan nekromassa pada zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah.

Prosentase stok karbon meningkat sejalan dengan peningkatan biomassa. Stok karbon berbanding lurus dengan kandungan

biomassanya. Semakin besar kandungan biomassa, maka stok karbon juga akan semakin besar. Menurut Hairiyah dan Rahayu (2007) konsentrasi karbon dalam bahan organik biasanya 46% oleh karena itu potensi simpanan karbon yang dimiliki tegakan Rhizophora

stylosa pada batang, akar, seresah dan

nekromassa adalah 46% dari potensi biomassanya. Hal ini berarti peningkatan jumlah biomassa pada akhirnya akan meningkatkan kandungan karbon yang dapat diserap dari atmosfer. Ketika mangrove mengalami pertumbuhan, terjadi penyerapan CO2 dari atmosfer melalui proses fotosintesis

dan hasilnya berupa biomassa yang dialokasikan ke ranting, daun, batang dan akar. Pada penelitian ini juga dilakukan perbandingan stok karbon pada batang, akar, seresah, dan nekromassa berkayu pada zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah, kemudian hasil stok karbon dari masing-masing organ di bandingkan pada kedua zona dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan taraf signifikansi α=95 %.

Dari tabel 1 dapat terlihat bahwa total stok karbon pada batang di zona pasang tertinggi sebesar 232.59 ton/ha, sedangkan stok karbon batang pada zona pasang terendah sebesar 111.91 ton/ha. Dari hasil tersebut kemudian dilakukan perhitungan anova one way pada taraf signifikansi α= 95% dengan menggunakan minitab dan di dapatkan hasil bahwa stok karbon batang pada kedua zona tersebut berbeda secara nyata, hal ini ditunjukkan dengan nilai uji anova one way dimana P-value menunjukkan angka 0.013 (P<0.05). Dari hasil uji anova one way dilanjutkan dengan uji tukey untuk mengetahui pada zona manakah yang menghasilkan nilai stok karbon batang yang paling signifikan dan di dapatkan bahwa pada zona pasang tertinggi memiliki kandungan karbon yang lebih besar daripada zona pasang terendah.

Hal ini disebabkan karena kandungan biomassa batang pada zona pasang tertinggi lebih besar daripada biomassa batang pada zona pasang terendah. Dimana salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya stok karbon adalah kandungan biomassa. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan pendapat Hairiah dan Rahayu (2007) yang menyatakan bahwa potensi stok karbon dapat dilihat dari biomassa tegakan yang

(9)

ada. Besarnya stok karbon tiap bagian pohon dipengaruhi oleh biomassa. Oleh karena itu setiap peningkatan terhadap biomassa akan diikuti oleh peningkatan stok karbon. Hal ini menunjukkan besarnya biomassa berpengaruh terhadap stok karbon.

Perhitungan stok karbon juga dilakukan pada akar di zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah dimana hasil yang didapatkan adalah stok karbon akar pada zona pasang tertinggi sebesar 0.03626 ton/ha dan pada zona pasang terendah sebesar 0.01644 ton/ha. Pada uji anova one way menggunakan minitab didapatkan hasil bahwa stok karbon akar pada kedua zona terdapat perbedaan nyata dimana P-value menunjukkan angka 0.009 (P>0.05). Dari uji tukey di dapatkan stok karbon paling signifikan pada zona pasang tertinggi.

Hal ini dapat disebabkan karena kondisi substrat pada zona pasang tertinggi berupa substrat berlumpur yang miskin oksigen yang berkaitan dengan bentuk adaptasi mangrove terhadap kondisi anoksik. Salah satu fungsi akar tunjang pada mangrove adalah untuk menyerap udara pada kondisi anoksik, semakin sedikit kandungan oksigen maka semakin tinggi akar tunjang. Hal ini sejalan dengan penelitian Halidah (2009) yang meneliti pertumbuhan

Rhizophora mucronata pada berbagai kondisi

substrat di kawasan rehabilitasi mangrove Sinjai Timur Sulawesi Selatan mendapatkan hasil bahwa semakin tebal kandungan lumpur, jumlah dan tinggi akar tunjang juga semakin besar. Tingginya akar tunjang akan berakibat pada tingginya kandungan biomassa, sehingga stok karbonnya juga akan semakin besar.

Perhitungan karbon pada seresah dilakukan dengan menggunakan kuadran bambu berukuran 0.5m x 0.5m pada setiap sub plot penelitian. Kemudian seresah ditimbang dan dikeringkan menggunakan oven hingga beratnya konstan dan dapat diketahui kandungan biomassa dan kandungan karbonnya. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa stok karbon akar pada zona pasang tertinggi sebesar 0.0049 ton/ha dan pada zona pasang terendah sebesar 0.0031 ton/ha. Perhitungan menggunakan anova one way dengan minitab memperoleh hasil bahwa pada kedua zona terdapat perbedaan nyata stok karbon pada seresah, dimana P-value yang dihasilkan sebesar 0.018 (P<0.05) sehingga

pada kedua zona terdapat perbedaan yang nyata. Berdasarkan uji tukey diperoleh hasil bahwa stok karbon terbanyak terdapat pada zona pasang tertinggi.

Stok karbon terbesar terdapat pada zona pasang tertinggi disebabkan karena pada zona pasang terendah sangat sedikit sekali ditemukan seresah, hal ini disebabkan karena adanya arus pasang surut air laut. Dimana arus pasang yang datang dari arah laut ke darat akan membawa seresah dari laut menuju daratan sehingga seresah dari laut akan terkumpul di daratan yang mengakibatkan seresah di darat lebih banyak daripada di laut. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rifyunando (2011) pada kawasan hutan mangrove kawasan Leuweung Sancang kab Garut, dimana pada penelitian tersebut juga memperoleh hasil bahwa stok karbon di darat juga lebih besar daripada stok karbon di laut.

Nekromassa merupakan pohon mati (baik yang masih berdiri maupun yang sudah roboh) yang terdapat pada plot penelitian. Perhitungan stok karbon nekromassa dilakukan dengan mengukur diameter pohon mati pada plot penelitian. Dari hasil penelitian di dapatkan bahwa stok karbon nekromassa pada zona pasang tertinggi sebesar 0 ton/ha dan pada zona pasang terendah sebesar 48.521 ton/ha. Dari hasil perhitungan menggunakan minitab memperoleh hasil dimana F-value yang dihasilkan sebesar 0.049 (F> 0.05) sehingga terdapat perbedaan yang nyata pada kedua zona. Hasil dari uji tukey menunjukkan bahwa zona pasang terendah memberikan hasil yang lebih signifikan.

Stok karbon nekromassa pada zona terendah memberikan hasil yang lebih tinggi daripada zona pasang tertinggi karena pada plot zona pasang tertinggi tidak ditemukan adanya nekromassa, sedangkan pada zona pasang terendah ditemukan nekromassa berjumlah 4. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh gelombang yang besar dari arah laut menuju daratan yang menghantam mangrove pada zona pasang terendah sehingga karena usia mangrove di zona pasang terendah lebih muda daripada zona pasang tertinggi dan mangrove pada kawasan tersebut tidak dapat menyesuaikan diri pada kondisi pasang yang ekstrim sehingga ditemukan adanya tegakan yang mati pada zona pasang terendah.

(10)

Keadaan lingkungan juga dapat mempengaruhi keberadaan nekromassa pada ke dua zona tersebut, dimana pada pasang tertinggi terdapat banyak sekali seresah yang dapat berfungsi sebagai kompos sehingga membuat mangrove pada zona tersebut tumbuh subur. Selain itu arus yang datang dari arah laut ke daratan membawa nutrisi yang mendukung pertumbuhan mangrove. Salah satu fungsi akar tunjang dari Rhizophora stylosa adalah sebagai peredam arus, semakin menuju darat arus tersebut akan semakin kecil sehingga arus di daratan tidak dapat kembali ke laut sehingga nutrisi yang dibawa oleh arus tadi lebih banyak terendap di daratan daripada di laut, sehingga mangrove pada zona pasang tertinggi tumbuh lebih baik daripada zona pasang terendah. Stok karbon total pada zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah

Pada penelitian ini di dapatkan hasil stok karbon total (tabel 1) pada zona pasang tertinggi berturut-turut adalah 232.59 ton/ha pada batang, 0.4658 ton/ha pada akar, 0.0049 ton/ha pada seresah dan 0 ton/ha pada nekromassa berkayu. Sedangkan stok karbon pada zona pasang terendah berturut-turut adalah 111.91 ton/ha pada batang, 0.21492 ton/ha pada akar, 0.0031 pada seresah dan 48.521 pada nekromassa berkayu.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa stok karbon pada batang memperoleh nilai yang paling besar baik pada zona pasang tertinggi dan zona pasang terendah. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rifyunando (2011) pada kawasan hutan mangrove kawasan leuweung Sancang kab Garut, dimana batang pada zona darat sebesar 145.76 ton/ha, dan pada zona laut sebesar 166.76 ton/ha. Hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda dengan penelitian ini, namun pada penelitian Rifyunando stok karbon batang terbesar terdapat pada zona laut di bandingkan zona darat. Hal ini terkait dengan faktor lingkungan yang berbeda antara hutan mangrove di Sancang dan di hutan mangrove Camplong.

Menurut Ahmadi (1990) dalam Aminudin (2008) batang merupakan kayu yang 40-45 % tersusun oleh selulosa. Selulosa merupakan molekul gula linear yang berantai panjang yang tersusun oleh karbon, sehingga makin tinggi

selulosa maka kandungan karbon akan makin tinggi. Makin besar diameter pohon diduga memiliki potensi selulosa dan zat penyusun kayu lainnya akan lebih besar. Lebih tingginya karbon pada bagian batang erat kaitannya dengan lebih tingginya biomassa bagian batang jika dibandingkan dengan bagian pohon lainnya. Faktor ini yang menyebabkan pada kelas diameter yang lebih besar kandungan karbonnya lebih besar.

Secara keseluruhan total stok karbon pada zona pasang tertinggi sebesar 233.061 ton/ha dan total stok karbon pada zona pasang terendah sebesar 160.649 ton/ha. Jika di ambil rata-rata dari stok karbon pada kedua zona tersebut maka stok karbon di hutan mangrove pantai Camplong, Sampang-Madura sebesar 196.8549 ton/ha. Nilai stok karbon tersebut jika dikaitkan dengan kerapatan hutan, maka hutan mangrove di pantai Camplong, Sampang-Madura memiliki kerapatan hutan yang tinggi dimana menurut Golden Agri-Resources and

smart pada tahun 2012 bahwa hutan dengan

stok karbon rata-rata 192 ton/ha termasuk hutan dengan kerapatan tinggi, hutan dengan stok karbon 166 ton/ha termasuk hutan dengan kerapatan sedang dan hutan dengan stok karbon 107 ton/ha termasuk dalam hutan dengan kerapatan rendah.

Jika per 0.02 ha kawasan mangrove di pantai camplong mampu menyimpan karbon sebesar 196.8549 ton/ha, maka 1 ha mangrove di kawasan tersebut mampu menyimpan karbon sebesar 9842.743 ton. Hutan mangrove di pantai Camplong, Sampang-Madura mempunyai luasan sebesar 15.05 ha, sehingga dapat diasumsikan bahwa pada tahun 2012 saat ini hutan mangrove di lokasi tersebut mampu menyimpan karbon sebesar 148133.3 ton.

Rata-rata stok karbon mangrove

Rhizophora stylosa di pantai Camplong,

Sampang-Madura sebesar 196.8549 ton/ha dengan penyerapan CO2 rata-rata sebesar

721.5822 ton/ha. Hasil penelitian ini masih lebih besar bila dibandingkan dengan penelitian lain pada lokasi yang berbeda. Salah satunya Bismark, et al (2008) yang meneliti stok karbon di hutan mangrove Subelen Siberut, Sumatera Utara dimana stok karbon yang didapatkan sebesar 102.31 ton/ha dengan penyerapan CO2

sebesar 27.18 ton/ha. Penelitian lain yang dilakukan oleh Wayan dan Anwar pada tahun

(11)

2008 pada tegakan pohon Avicennia marina di Purwakarta memperoleh hasil stok karbon sebesar 182.5 ton/ha dengan penyerapan CO2

sebesar 669.0 ton/ha. Hal ini disebabkan karena ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai stok karbon, diantaranya faktor fisik kimia lingkungan, keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanah serta cara pengelolaannya.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa potensi stok karbon di pantai Camplong, Sampang-Madura tergolong tinggi, namun keberadaan pantai Camplong sebagai salah satu objek wisata di kabupaten Madura dapat mengganggu keberadaan ekosistem hutan mangrove tersebut, sehingga diperlukan usaha pemerintah dan masyarakat setempat untuk tetap menjaga dan melestarikan keberadaan hutan mangrove di pantai Camplong.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini di dapatkan hasil bahwa stok karbon pada zona pasang tertinggi berturut-turut adalah 232.59 ton/ha pada batang, 0.4658 ton/ha pada akar, 0.0049 ton/ha pada seresah dan 0 ton/ha pada nekromassa berkayu. Sedangkan stok karbon pada zona pasang terendah berturut-turut adalah 111.91 ton/ha pada batang, 0.21492 ton/ha pada akar, 0.0031 pada seresah dan 48.521 pada nekromassa berkayu. Dari uji statistik didapatkan hasil stok karbon batang, akar dan seresah signifikan pada zona pasang tertinggi sedangkan stok karbon nekromassa signifikan pada zona pasang terendah Stok karbon total pada kedua zona sebesar 196.8549 ton/ha dengan penyerapan CO2 rata-rata sebesar

721.5822 ton/ha. Saran

1. Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa stok karbon pada kawasan hutan mangrove di pantai Camplong, Sampang-Madura tergolong tinggi, sehingga diperlukan usaha pemerintah setempat untuk tetap melestarikan dan merawat kawasan hutan tersebut sehingga hutan mangrove di pantai Camplong dapat digunakan sebagai usaha perdagangan karbon di masa yang akan datang.

2. Pada penelitian ini hanya di fokuskan pada stok karbon di atas permukaan tanah (above

ground) pada hutan mangrove pantai

Camplong, Sampang-Madura, sehingga diperlukan penelitian lanjutan mengenai potensi stok karbon di bawah permukaan tanah (below ground) serta hubungan antara stok karbon pada tegakan pohon dengan kerapatan hutan.

V. DAFTAR PUSTAKA

1. Komposisi Arthropoda pada ekosistem padi sawah di inland area (39 famili, 68 morfospesies dan 795 individu) lebih tinggi dibandingkan di coastal area (36 famili, 55 morfospesies dan 372 individu) dengan jumlah ordo yang sama di kedua lokasi (9 ordo).

2. Keanekaragaman Arthropoda di inland area tergolong keanekaragaman tinggi (3,29) dengan indeks kemerataan sebesar 0,78 dibandingkan keanekaragaman Arthropoda di

coastal area yang tergolong sedang (2,96)

dengan indeks kemerataan sebesar 0,74. Sedangkan indeks dominansi lebih tinggi di

coastal area (0,13) dibandingkan di inland area (0,083).

3. Berdasarkan komposisi peran fungsionalnya Arthropoda yang paling banyak ditemukan di

inland area adalah Arthropoda herbivor yaitu

sebesar 35% (281 individu), sedangkan di

coastal area Arthropoda predator ditemukan

paling banyak yaitu sebesar 66% (244 individu).

4. Hasil uji Morisita-Horn didapatkan sebesar 0,486. Hal ini menunjukkan bahwa kesamaan komunitas Arthropoda di kedua lokasi adalah rendah.

Saran

Perlu dilakukan monitoring selanjutnya untuk mengetahui respon Arthropoda terhadap perubahan lingkungan khususnya yang diakibatkan oleh kenaikan muka air laut (Sea

Level Rise). Pengetahuan dan pengumpulan

data-data terkait dengan peru-bahan lingkungan akibat kenaikan muka air laut perlu dilakukan. Sehingga nantinya diharapkan Arthropoda

(12)

selanjutnya dapat digunakan sebagai bioindikator fenomena kenaikan muka air laut. VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Spesies mangrove. Diakses dari www.wetlands.or.id pada tanggal 7 Maret 2012

Amira S. 2008. Pendugaan Biomassa Jenis

Rhizophora apiculata Bl. di Hutan Mangrove Batu Ampar Kabupaten Kubu

Raya, Kalimantan Barat. Fakultas

Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Ardianto, Taufik. 2011. Mangrove sebagai

penangkap karbon, pendingin udara serta

penahan tsunami. Diakses dari

www.survey-pemetaan.blogspot.com pada tanggal 7 Maret 2012

Arief, A. 2003. Hutan mangrove, fungsi dan

manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.

Bismark M, Subiandono E, and Heriyanto N.M. 2008. Keragaman dan potensi jenis serta

kandungan karbon hutan mangrove di sungai Subelen Siberut, Sumatera Barat.

Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Catur Wahyu dan Sidiyasa Kade. 2001. Model

pendugaan biomassa pohon mahoni (swietenia macrophylla king) di atas permukaan tanah.

Daniel C. Donato, J. Boone Kauffman, Daniel Murdiyarso, Sofyan Kurnianto, Melanie Stidham and Markku Kanninen. 2011.

Mangroves among the most carbon-rich forests in the tropics. Nature Geoscience.

DOI: 10.1038

Darusman, D. 2006. Pengembangan potensi

nilai ekonomi hutan dalam restorasi ekosistem. Jakarta

Deacon, J.W. 1984. Introduction to modern

mycology. Second Edition. Blackwell

scientific publication. Oxford London edinburg. Boston palto alto melborn Hairiah, K. dan Rahayu, S. 2007. Pengukuran

‘karbon tersimpan’ di berbagai macam penggunaan lahan. World Agroforestry

Centre. ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Indonesia. Halidah. 2010. Pertumbuhan Rhizophora

Mucronata lamk pada berbagai kondisi substrat di kawasan rehabilitasi mangrove Sinjai Timur Sulawesi Selatan. Balai

Penelitian Kehutanan Manado.

Hilmi E. 2003. Model penduga kandungan

karbon pada pohon kelompok jenis Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. dalam tegakan hutan mangrove studi kasus di Indragiri Hilir Riau. Program

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kusmana C. 1997. An estimation of above and

below ground tree biomass of a mangrove forest in East Kalimantan, Indonesia.

Bogor Agricultural University. Bogor. Vol II no 1. Hal 24

MacDicken KG. 1997. A guide to monitoring

carbon storage in forestry and

agroforestry projects. Winrock

International Institute for Agriculture Development. USA.

Nybakken JW, dan MD Bertness, 2005. Marine

biology: An ecological approach, 6th ed.

Pearson Education Inc., San Fransisco Prasty, gilang.2011. Pendugaan biomassa

beberapa kelas umur tanaman jenis rhizophora apiculata bl. pada areal pt. bina ovivipari semesta kabupaten Kubu

Raya, Kalimantan Barat. Fakultas

Kehutanan. Institut Pertanian Bogor Rifyunando, Regi. 2011. Estimasi stok karbon

mangrove di kawasan cagar alam leuweung sancang kecamatan Cibalong kabupaten Garut. Universitas pendidikan

Indonesia.Bandung

Roshetko, J.M., M. Delaney, K. Hairiah, and P. Purnomosidhi, 2002. Carbon stocks in

Indonesia homegarden systems: Can smallholder systems be targeted for increased carbon storage?. American

Journal of Alternative Agriculture. Vol 17 No 2: 1-10.

Setyawan, A. D., Susilowati, and A., Sutarno. 2002. Biodiversitas genetik, spesies dan

ekosistem mangrove di jawa petunjuk praktikum biodiversitas; studi kasus mangrove. Jurusan Biologi FMIPA UNS.

Surakarta

Sjostrom E. 1998. Kimia Kayu: Dasar-dasar

dan Penggunaan. Edisi 2 Terjemahan

Wood Chemistry. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Van Noordwijk, M., S. Rahayu, K. Hairiah, Y.C. Wulan, A. Farida and B. Verbist, 2002. Carbon stock assessment for a

(13)

Sumber-Jaya (Lampung, Indonesia):

Science in China (series C). 45: 75-86 Walpole, Ronald E. 1993. Pengantar statistika.

Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Wayan, Susi dan Anwar, Chairil. 2008. Karbon

tanah dan pendugaan karbon tegakan Avicennia marina (Forsk) Vierh. di Ciasem, Purwakarta. Pusat Litbang Hutan

Gambar

Gambar  1.  Pembagian  sub  plot  pengamatan  (Dokumen pribadi,2012).
Tabel 1. Perbandingan total nilai biomassa (ton/ha),  stok  karbon  (ton/ha)  dan  penyerapan  CO 2   (ton/ha)  pada  zona  pasang  tertinggi  dan  zona  pasang  terendah
Tabel  3.  Perbandingan  parameter  lingkungan  pada  zona  pasang  tertinggi  dan  zona  pasang  terendah  Parameter  zona  Pasang  tertinggi  Pasang  terendah  Suhu  30 o C  31 o C  Salinitas  29 ‰ 30 ‰  pH air  7  8  pH sedimen  6  5.2  Kondisi  substra
Gambar  4.  Seresah  pada  zona  pasang  tertinggi  di  pantai Camplong, Sampang-Madura

Referensi

Dokumen terkait

Selain para bayi yang terbuang atau terlantar, di Ponpes Millinium juga ada santri dari yatim piatu yang diantar oleh keluarganya, ada juga santri yang dewasa yaitu

Pada tanaman centro, konsentrasi NaCl berpengaruh nyata menurunkan jumlah daun, luas daun, kadar klorofil, produksi bahan kering akar dan tajuk.. Kesimpulan

Pada tahap ini, dilakukan pemilihan citra master yang merupakan citra yang paling optimal, yakni citra yang memiliki panjang spatial ( perpendicular ) dan

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat melaksanakan Tugas Akhir dan menyelesaikan penyusunan Laporan Tugas

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti ingin mengembangkan variabel-variabel tersebut ke dalam uji model, sehingga

Pada motor bakar torak yang sebenarnya, waktu torak berada di TMA, tidak terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara, kenaikan tekanan dan temperatur fluida

diantara ketiga pria didalam gambar tersebut memiliki kesamaan, dapat kita lihat pada gambar mereka memiliki kesamaan dalam hal menyukai olahraga, pada gambar

Sementara itu, komponen pertama dan kedua dari semiotika komunikasi hadis adalah adalah transmitter (pengirim) dan channel (saluran). Dari penelusuran yang telah