TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajad sarjana S-1
Disusun oleh:
KRISTIAN EDDY WIBOWO 025214021
Kepada:
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
Final Project
Presented as particial fulfillment of the requirement As to the Sarjana Teknik Degree
In Mechanical Engineering
by:
KRISTIAN EDDY WIBOWO 025214021
To:
Mechanical Engineering Department
Sains And Technology Faculty
Sanata Dharma University
Yogyakarta
Tugas Akhir
Disusun oleh :
DENGAN MODIFIKASI SISTEM PENGAPIAN
Dipersiapkan dan disusun oleh:Nama : Kristian Eddy Wibowo NIM : 025214021
Bahwa di dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 25 Oktober 2007
Pada penelitian ini digunakan sistem pengapian CDI sebagai sumber tegangan yang digunakan sebagai sarana pembakaran bahan bakar pada mesin bensin empat langkah 70cc.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang terjadi jika penggantian sistem pengapian dilakukan. Yang meliputi : perbandingan konsumsi bahan bakar tiap mesin dan unjuk kerja mesin dari motor standar dan motor modifikasi.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa Dengan menggunakan sistem pengapian CDI kecepatan akselerasi dan konsumsi bahan bakar menjadi lebih baik daripada sistem pengapian platina. Dengan sistem pengapian platina pada kecepatan 20 Km/jam motor dapat menempuh jarak rata-rata 3269,2 m, pada kecepatan 30 Km/jam motor dapat menempuh jarak rata-rata 2939,3 m, dan pada kecepatan 40 Km/jam motor dapat menempuh jarak rata-rata 2656,7 m. Sedangkan pada motor yang menggunakan sistem pengapian CDI pada kecepatan 20 Km/jam dapat menempuh jarak rata-rata 3430,6 m, pada kecepatan 30 Km/jam motor dapat menempuh jarak rata-rata 3236,7 m, dan pada kecepatan rata-rata 40 Km/jam motor dapat menempuh jarak rata-rata 3180,7 m. Dari hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa motor yang menggunakan sistem pengapian CDI, konsumsi bahan bakar menjadi lebih irit sebesar 11,59 % daripada motor yang menggunakan sistem pengapian platina.
Pada pengujian akselerasi antara motor yang menggunakan sistem pengapian platina dan motor yang menggunakan sistem pengapian CDI, dapat dilihat bahwa kecepatan akselerasi pada motor yang menggunakan sistem pengapian CDI mempunyai catatan waktu yang lebih baik daripada motor yang menggunakan sistem pengapian platina. Pada motor yang menggunakan sistem pengapian platina, motor dapat menempuh jarak 201m pada waktu rata-rata 18,31 detik menggunakan sistem CDI menempuh jarak 201m diperlukan waktu rata-rata 17,51 detik. Sehingga motor yang telah dimodifikasi dengan sistem pengapian CDI mengalami peningkatan waktu 4,4 % lebih cepat daripada motor yang sebelum dimodifikasi.
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : KRISTIAN EDDY WIBOWO
Nomor Mahasiswa : 025214021
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
“MOTOR BENSIN 4 LANGKAH 70cc DENGAN MODIFIKASI SISTEM PENGAPIAN”
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 1 Mei 2008
Yang menyatakan
Puji syukur kepada Tuhanku Yesus Kristus atas berkat rahmat dan kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Motor Bensin 4 Langkah 70 cc Dengan Modifikasi Sistem Pengapian”
Penulisan Tugas Akhir ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik yang terlihat secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih secara khusus kepada:
1. Dekan Fakultas Teknik Universitas Sanata Dharma Bapak Ir. Greg. Heliarko, SJ., SS., B.ST., MA., M.SC yang telah mendukung pembuatan tugas akhir ini dan membimbing saya hingga dapat menyelesaikan studi. 2. Bapak Raden Benedictus Dwiseno Wihadi S.T., M.T., yang telah bersedia
menjadi pembimbing akademik saya selama ini.
3. Dosen pembimbing pertama tugas akhir, Bapak Yosef Agung Cahyanta S.T., M.T. yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
4. Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Bapak Ir. FX. Agus Unggul Santoso yang telah memberikan bimbingan, arahan, masukan dan perbaikan sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.
membantu dan memberi kemudahan.
7. Bapak dan Ibu, tanpa bapak dan ibu saya tidak bisa menyelesaikan tugas akhir ini, doa dan dukungan bapak dan ibu sudah membuahkan hasil. 8. Semua temanku yang tak dapat kusebut namanya khususnya seluruh
teman Teknik Mesin angkatan’02. Thanks for all…..
Saya merasa penelitian ini jauh dari sempurna. Karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi peningkatan dalam penelitian selanjutnya. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih.
HALAMAN JUDUL ………. i
TITLE PAGE ……...……….………... ii
HALAMAN PENGESAHAN ……….. ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... iii
HALAMAN MOTTO………... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……….. v
KATA PENGANTAR………. vi
INTISARI……….. viii
DAFTAR ISI………. ix
DAFTAR GAMBAR ……… x
DAFTAR TABEL………. xi
BAB I PENDAHULUAN……….... 1
1.1 Latar Belakang Masalah……….... 1
1.2 Permasalahan………. 2
1.3 Batasan Masalah………. 2
1.4 Tujuan Penelitian...………... 3
BAB II DASAR TEORI………... 4
2.1 Landasan Teori………... 5
2.2 Klasifikasi Motor Bensin………... 5
2.2.1 Susunan dan Jumlah Silinder..………... 5
2.2.2 Sistem Pendinginan... 7
2.2.3 Sistem Penyalaan... 7
2.2.4 Susunan Katup... 8
2.2.5 Letak Poros Nok... 9
2.2.6 Jumlah Langkah Tiap Proses... 10
2.3.2.1 Langkah Isap... 14
2.3.2.2 Langkah Kompresi... 19
2.3.2.3 Langkah Usaha... 26
2.3.2.4 Langkah Ekspansi... 26
2.3.2.5 Langkah Buang... 27
2.3.3 Siklus Sebenarnya Motor Otto 4 Langkah... 27
2.3.3.1 Siklus Kerja Mesin Bensin... 30
2.4 Komponen Mesin Bensin………... 31
2.4.1 Silinder dan Blok Silinder... 31
2.4.2 Piston dan Perlengkapannya... 32
2.4.2.1 Pegas Piston... 32
2.4.2.2 Pena Piston... 33
2.4.3 Batang Piston... 34
2.5 Sistem Pengapian...………... 35
2.5.1 Pengapian Konvensional dan Elektronik... 35
2.5.1.1 Pengapian Platina... 35
2.5.1.2 Pengapian CDI... 36
2.5.2 Koil Penyalaan... 38
2.5.3 Busi... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PERHITUNGAN... 40
3.1 Diagram Alur Penelitian………... 40
3.2 Lokasi Penelitian……….. 41
3.3 Alat pengujian...………. 41
3.4 Jalannya Penelitian……….….. 41
3.4.1 Keterangan Penelitian... 41
3.4.2 Penyetelan Mesin... 43
3.5 Kesulitan Selama Penelitian.……….... 44
3.6 Data kendaraan……….… 45
3.7 Perhitungan... 45
BAB IV PEMBAHASAN...…………. 60
4.1 Pembahasan... 60
4.1.1 Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar... 60
4.1.2 Hasil Pengujian Akselerasi... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 63
5.1 Kesimpulan………... 63
5.1.1 Hasil Perhitungan Siklus... 63
5.1.2 Kesimpulan Pengujian... 64
5.2 Saran……….. 64
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mekanisme Torak dan Engkol...……….. 4Gambar 2.2 Susunan Silinder...……….. 6
Gambar 2.3 Pendinginan Motor...……… 7
Gambar 2.4 Macam-macam Susunan Katup...……… 9
Gambar 2.5 Letak Poros Nok pada Blok Silinder...……… 10
Gambar 2.6 Letak Poros Nok pada Overhead Cam... 10
Gambar 2.7 Diagram P vs V Siklus Volume Konstan... 12
Gambar 2.8 Prinsip Kerja Mesin 4 Langkah... 14
Gambar 2.10 Hubungan Antara Diagram Pengatur Katup Dengan Grafik Tekanan Vs Volume Untuk Motor 4 Langkah... 29
Gambar 2.13 Pegas Piston... 33
Gambar 2.14 Pena Piston... 34
Gambar 2.15 Batang Piston... 34
Gambar 2.16 Skema Sistem Platina AC... 35
Gambar 2.17 Skema Sistem Platina DC... 36
Gambar 2.18 Skema Sistem Rangkaian CDI AC... 37
Gambar 2.19 Skema Sistem Rangkaian CDI DC... 37
Gambar 2.20 Koil Penyalaan... 38
Gambar 2.23 Busi... 39
Gambar 3.1 Komponen-komponen Modifikasi... 42
Gambar 3.2 Pemasangan fulser... 42
Gambar 3.3 Lilitan kumparan generator CDI... 43
Gambar 3.4 Koil 12V Honda Astrea Grand... 43
Gambar 4.1 Konsumsi bahan bakar... 61
Gambar 4.2 Kecepatam akselerasi pada jarak 201 m... 62
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sifat-sifat udara pada tekanan atmosfir... 47Tabel 3.2 Komposisi elementari dan karakteristik dari bensin dan solar... 50
Tabel 3.3 Kapasitas panas jenis molar dan gas... 52
Tabel 3.4 Energi internal hasil pembakaran... 54
Tabel 3.5 Faktor rugi-rugi mekanis... 57
Tabel 4.1 Pengujian dengan sistem pengapian CDI... 61
Tabel 4.2 Pengujian dengan sistem pengapian platina... 61
Vin : kecepatan udara pada saluran masuk (m/s)
Vis : kecepatan rata – rata udara selama proses isap pada katup isap (m/s)
Hin dan Ha : permukaan referensi ( nol ) dari sumbu saluran isap dan sumbu
katup isap
Β :
Vis Vcyl
Vcyl adalah kecepatan udara didalam silinder pada potongan
melintang berdasar pertimbangan.
ζis : koefisien tahanan saluran isap berdasarkan pada potongan kecil. Ais : luasan lewat katup (m2)
Vpmax : kecepatan piston maksimum (m/s)
Ap : luasan piston (m2)
d : diameter throat katup isap (m) r : jari-jari piston (m)
max
h : tinggi angkat katup maksimum (m) h : tinggi angkat katup motor standar
α : sudut dudukan katup S : panjang langkah (m) N : putaran mesin (rpm) Tin : temperatur saluran isap
ε : perbandingan kompresi Tres : koefisien kapasitas residu
res
γ : Koefisien gas buang
th
A : Kebutuhan udara untuk membakar 1 kg bahan bakar dalam mol "
Z
U : Energi yang dikandung 1 kmol hasil pembakaran pada temperatur maksimum
Z
ξ : Koefisien pemakaian panas
λ : Rasio penambahan tekanan
Pz’ : Tekanan maksimum pada akhir langkah pembakaran
Tb : Temperatur akhir langkah ekspansi
Pi : Tekanan indikasi rata-rata actual
Wt : Tenaga yang dihasilkan
Ni : daya yang dihasilkan
h
V : volume kerja silinder (Liter)
P
V : kecepatan piston rata-rata (m/s)
mech
η : Efesiensi mekanis
gi : Pemakaian bahan bakar spesifik
gb : Konsumsi bahan bakar efektif pengereman
i
η : Efisiensi indikator
b
η : Efesiensi thermal efektif
1 1.1. Latar Belakang
Motor bensin adalah salah satu jenis motor pembakaran dalam yang banyak
digunakan sebagai penggerak kendaraan darat. Sejalan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi kendaraan bermotor, banyak dilakukan pengembangan dan
penyempurnaan baik dengan cara memodifikasi ataupun dengan cara menambah
komponen-komponen pendukung untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimum
dari hasil yang sudah pernah didapat sebelumnya.
Teknologi efisiensi dari sepeda motor merupakan salah satu pilihan inovasi
yang berkembang. Kebutuhan bahan bakar minyak bumi yang semakin menipis
dimuka bumi,merupakan alasan yang tepat mengapa efisiensi bahan bakar begitu
diutamakan di berbagai pabrik pembuat sepeda motor. Salah satu cara
meningkatkan efesiensi kebutuhan bahan bakar motor bakar adalah dengan
memaksimalkan pembakaran dalam ruang bakar. Dengan pengaturan waktu
pembakaran yang tepat maka motor bakar dapat lebih efisien.
Pada mesin bensin agar tenaga yang dihasilkan dapat optimal, ada syarat
yang harus dipenuhi :
1. Kompresi yang tinggi.
2. Waktu pengapian yang tepat dan percikan bunga api dari busi yang kuat.
Dengan berkembangannya ilmu dan teknologi banyak penelitian dan
pengembangan motor bensin yang telah dilakukan untuk mendapatkan mesin
dengan efisiensi yang tinggi. Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi suatu
mesin adalah dengan cara mengganti sistem pengapian konvensional platina
menjadi sistem pengapian elektronik CDI.
Fungsi sistem pengapian adalah untuk menghasilkan tegangan tinggi yang
diperlukan untuk membuat percikan api diantara elektroda busi, sehingga
campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar walaupun dengan kecepatan yang
berubah-ubah. Dengan pengapian yang tepat, maka semua campuran bahan bakar
dan udara dapat terbakar dengan sempurna. Pembakaran yang sempurna dapat
meningkatakan waktu tempuh dan efisiensi yang dihasilkan mesin.
1.2. Permasalahan
Dari latar belakang diatas, maka penulis ingin mengetahui seberapa besar
pangaruh penggantian sistem pengapian standar platina menjadi sistem pengapian
modifikasi CDI terhadap motor bensin 4 langkah 70cc.
1.3. Batasan Masalah
Penulis membatasi permasalahan yang dibahas pada konsumsi bahan bakar
dan waktu tempuh motor akibat perubahan sistem pengapian platina menjadi
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan / penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Konsumsi bahan bakar dari mesin yang menggunakan pengapian standar dan
mesin yang pengapiannya sudah dimodifikasi.
2. Waktu tempuh motor yang menggunakan sistem pengapian platina dan motor
yang menggunakan sistem pengapian CDI.
2.1. Landasan Teori
Motor/mesin adalah bagian utama dari suatu alat atau kendaraan yang menggunakan mesin penggerak. Motor tersebut merubah suatu jenis tenaga menjadi tenaga mekanik. Karena tenaga yang dihasilkan inilah alat/kendaraan dapat bergerak serta dapat mengatasi keadaan, jalan, udara, dan sebagainya.
Motor bensin bekerja karena adanya energi panas yang diperoleh dari pembakaran campuran udara dan bensin. Gambar 2.1 menggambarkan mekanisme torak dan engkol pada motor bensin.
Silinder
Torak
Batang torak
Poros engkol
Gambar 2.1. Mekanisme Torak Dan Engkol
terdoronglah torak ke bawah, menekan batang torak, dan menggerakkan poros engkol. Gerakan turun-naik (bolak-balik) dari torak diubah menjadi gerak putar oleh poros engkol. Poros engkol dihubungkan dengan roda belakang melalui system pemindah daya, sehingga pada saat poros engkol berputar, roda belakang juga berputar dan kendaraan bergerak.
2.2. Klasifikasi Motor Bensin
Motor bakar diklasifikasikan berdasarkan: susunan dan jumlah silinder, sistem pendinginan, sistem penyalaan, letak katup, letak poros nok, dan jumlah langkah tiap proses.
2.2.1. Susunan dan Jumlah Silinder
Pada umumnya motor penggerak yang digunakan pada kendaraan (mobil) mempunyai silinder lebih dari satu, misalnya 2, 3, 4, 6, dan 8. Semakin banyak silinder yang dipakai maka getaran yang ditimbulkan motor akan lebih kecil dibandingkan dengan yang bersilinder sedikit. Hal ini disebabkan karena motor yang bersilinder banyak pembagian tenaganya lebih merata dibanding yang bersilinder sedikit.
Silinder-silinder dari motor tersebut diatur dengan bermacam posisi atau bentuk, yang pada umumnya terdiri dari empat susunan, yaitu :
1. Motor dengan susunan silinder segaris atau sering disebut dengan inline engine.
3. Motor dengan susunan silinder miring (slant engine).
4. Motor dengan susunan silinder berlawanan/horisontal yang sering disebut pancake engine.
5. Motor dengan susunan silinder radial.
Susunan silinder motor segaris membentuk garis lurus satu arah dan sejajar dengan poros engkol. Motor dengan susunan silinder V, susunan silindernya membentuk huruf V yang merupakan dua barisan silinder di sisi kiri dan kanan, dari poros engkol membentuk sudut dari 60 derajat sampai 90 derajat. Jenis yang ketiga adalah motor dengan susunan silinder miring (slant engine). Sesuai dengan namanya maka susunan silinder motor ini miring, baik kekiri maupun kekanan. Jenis yang keempat adalah motor dengan susunan silinder berlawanan arah (pancake) adalah motor dimana susunan silindernya saling belawanan arah satu sama lain. Motor jenis ini dibuat apabila ruangan vertikal yang ada sempit. Pada motor dengan susunan silinder radial, sumbu silindernya terletak radial terhadap sumbu poros engkol. Gambar 2.2 menunjukkan macam-macam susunan silinder.
2.2.2. Sistem Pendinginan
Ada dua macam motor dengan klasifikasi sistem pendinginan ini, yaitu pendinginan dengan cairan (gambar 2.3A) dan pendinginan dengan udara (gambar 2.3B). Pada motor dengan pendingin cairan, bagian-bagian yang didinginkan dikelilingi cairan pendingin. Cairan pendingin ini kemudian menyerap sebagian panas akibat pembakaran. Untuk motor berpendingin udara, bagian-bagian yang didinginkan hanya dilewati udara dan udara ini akan akan mengambil sebagian panas. Bagian-bagian yang didinginkan biasa dilengkapi dengan sirip-sirip untuk memperluas penampang yang bersinggungan dengan udara sehingga memperbaiki proses pendinginan.
Gambar 2.3. Pendinginan Motor (Sumber : Suyanto, W, 1989, Hal: 12)
2.2.3. Sistem Penyalaan
loncatan bunga api yang dihasilkan oleh busi untuk membakar bahan bakar yang ada dalam ruang bakar. Motor dengan penyalaan udara panas memanfaatkan panas udara yang dimampatkan oleh piston pada saat kompresi. Udara yang dimampatkan didalam silinder cukup panas untuk memulai pembakaran bahan bakar, sehingga tidak perlu lagi peralatan pembantu untuk menyalakan bahan bakar.
2.2.4. Susunan Katup
Ada beberapa jenis susunan katup yang dipakai untuk mengklasifikasikan motor bakar, yaitu: jenis F, I, L ,T (gambar 2.4) dan Over Head Cam. Jenis F adalah susunan katup mirip dengan bentuk huruf F, dimana satu katup terletak dibawah dan satu katup yang lain terletak diatas. Jenis I mempunyai ciri-ciri kedua katupnya berada diatas silinder. Jenis I biasa dipakai untuk motor dengan kompresi yang tinggi dan digerakkan dengan satu poros nok. Jenis L mempunyai ciri-ciri susunan letak katup membentuk huruf L, dengan susunan katup masuk dan keluar saling berdampingan pada blok silinder dan hanya pada satu sisi silinder. Konstruksi katup jenis L sangat sederhana namun tidak bisa dipakai pada motor dengan kompresi yang tinggi. Jenis T mempunyai ciri-ciri mirip dengan jenis L, tetapi katupnya berada di dua sisi silinder.
Gambar 2.4. Macam-Macam Susunan Katup (Sumber : Suyanto, W, 1989, Hal: 16)
2.2.5. Letak Poros Nok
Gambar 2.5. Letak Poros Nok pada Blok Silinder (Sumber : Suyanto, W, 1989, Hal: 18)
Gambar 2.6. Letak Poros Nok Overhead Cam (Sumber : Suyanto, W, 1989, Hal: 18)
2.2.6. Jumlah Langkah Tiap Proses
keseluruhan motor empat langkah lebih ekonomis dalam penggunaan bahan bakar dibanding motor dua langkah, sehingga motor empat langkah lebih banyak digunakan.
2.3. Motor Otto Empat Langkah
2.3.1. Siklus Ideal Motor Otto Empat Langkah
Proses termodinamika yang terjadi di dalam motor bakar sangat kompleks untuk dianalisis menurut teori. Untuk memudahkan teori tersebut di asumsikan suatu keadaan yang ideal. Tetapi makin ideal suatu keadaan maka akan semakin jauh menyimpang dari keadaan sebenarnya. Pada umumnya untuk menganalisis motor bakar digunakan siklus udara sebagai siklus yang ideal. Siklus udara menggunakan beberapa keadaan yang sama dengan siklus sebenarnya, misalnya mengenai :
• Urutan proses
• Perbandingan kompresi
• Pemilihan temperatur dan tekanan pada suatu keadaan
• Penambahan kalor yang sama per satuan berat udara
Pada mesin yang ideal proses pembakaran yang dapat menghasilkan gas bertekanan dan bertemperatur tinggi itu dimisalkan sebagai proses pemasukan panas ke dalam fluida kerja di dalam silinder.
Gambar 2.7. Diagram P vs V Siklus Volume Konstan (Sumber : Arismunandar, W, 2002, Hal:15)
Keterangan:
P = Tekanan fluida kerja (kg/cm2)
L
V = Volume langkah torak (m3atau cm3) v = volume spesifik (m3/kg)
s
V = Volume sisa (m3atau cm3)
m
q = Jumlah kalor masuk (kcal/kg)
k
q = Jumlah kalor keluar (kcal/kg) TMA = Titik mati atas
TMB = Titik mati bawah
Sifat ideal yang digunakan serta keterangan mengenai proses siklusnya adalah sebagai berikut :
3. Langkah kompresi (1-2) ialah proses isentropik
4. Proses pembakaran pada volume konstan (2-3) dianggap sebagai proses pemasukan kalor pada volume konstan.
5. Langkah kerja (3-4) ialah proses isentropik.
6. Proses pembuangan (4-1) dianggap sebagai proses pengeluaran kalor pada volume konstan.
7. Langkah buang (1-0) ialah proses tekanan konstan.
Siklus dianggap tertutup, artinya siklus ini berlangsung dengan fluida kerja yang sama.
2.3.2. Prinsip Kerja Motor Empat Langkah
Motor Otto empat langkah menghisap campuran udara dan bensin sebagai bahan bakar pada saat terjadi langkah isap. Terjadi perubahan tekanan pada proses kerja di dalam ruang di atas piston. Bila piston berada di TMB, volume ruang ini adalah yang terbesar yaitu VL+Vs, dengan :
L
V = Volume langkah
s
V = Volume ruang sisa
Bila piston berada di TMA, volume ruang di atas piston adalah yang terkecil yaitu . Mesin bensin empat langkah menjalani satu siklus yang tersusun atas empat tahap atau langkah seperti gambar 2.8 berikut:
s
Gambar 2.8. Prinsip Kerja Mesin 4 Langkah
(Sumber : Arismunandar, W, 2002, Hal: 8)
Keterangan:
KI = Katup isap KB = Katup buang TMB = Titik mati bawah TMA = Titik mati atas
Kecepatan piston maksimum dihitung dengan menggunakan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 89)
Vp=
30 .n S
...(2.1)
2.3.2.1. Langkah Isap
saat langkah hisap. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara udara luar ( tekanan atmosfer ) dengan tekanan dalam silinder.
Efisiensi pengisian silinder adalah perbandingan antara jumlah muatan segar aktual We yang dikompresi di dalam silinder dengan jumlah muatan luar Wo yang
akan diisikan di dalam volume kerja silinder Vd pada tekanan dan suhu udara luar
(Po dan To). Pada mesin tanpa supercarger, Po dan To menyatakan tekanan dan
suhu udara luar. Temperatur campuran muatan segar dan gas-gas residu (Ta) pada
akhir proses isap, lebih tinggi dibanding temperatur pada saluran isap (Tin), tetapi
lebih rendah dibanding temperatur gas-gas residu.
Faktor yang mempengaruhi besarnya muatan yang masuk ke dalam silinder:
1. Adanya sisa hasil pembakaran didalam silinder yang mendiami sebagian volume silinder.
2. Pemanasan campuran udara-bahan bakar oleh permukaan dinding saluran hisap dan ruang diluar silinder sebesar ∆T yang akan mengurangi kerapatan campuran.
Adanya tahanan atau gesekan di dalam saluran isap akan mengurangi jumlah muatan segar yang terhisap ke dalam silinder karena kerapatan muatan berkurang. Pengaruh tahanan hidraulik muatan dapat dicari bila diketahui rugi–rugi tekanan ∆Pa dalam sistem hisap atau tekanan Pa pada saat proses penghisapan berakhir.
Luasan piston dihitung dengan menggunakan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 165)
2
r
Ap =π ……….……..……….…...(2.2)
Kecepatan rata-rata udara selama proses isap pada katup isap dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 89)
is p p is A A V
V = × ...(2.3)
Tekanan akhir proses pengisapan dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 596)
[
(
)
6]
2 2 10 2 − × × + −
= is is o
o a
V P
P β ξ ρ ...(2.4)
Untuk mesin 4-langkah tanpa supercharging, Pin = Po dan ρin =ρo. 1. Pin =Po =0,1013Mpa
2. ρin =ρo udara pada To = 32 oC = 305 K 3
159 ,
1 kg m o =
ρ (tabel A-5 Hollman, Hal 589)
3.
(
β2 +ξis)
=2,5−4,[
(
)
6]
2 2 10 2 − × × + −
= is is o
o a
V P
P β ξ ρ
4. Drop pressure yang terjadi (∆Pa):
a in
a P P
P = −
Temperatur akhir langkah isap dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 93)
Ta =
res res res in γ 1 T ∆T T + + + ϕγ (K)...(2.6) res a res res o res P P P T T T − × ∆ + = ε
γ ... (Kovakh, 1979, Hal 97)
(
ores P
P = 1,1−1,25
)
... (Kovakh, 1979, Hal 93)Dengan;
Tin : temperatur saluran isap
∆T : penambahan suhu campuran segar karena melewati saluran isap 15 ≈ oC : 15 oC = 288 K
ϕ : koefisien kapasitas gas panas residu = 1
ε : perbandingan kompresi = 8,8:1
Tres : koefisien kapasitas residu = (750 → 1000) K...(Kovakh, 1979, Hal 92)
res
γ : koefisien gas buang (0,06→0,10)...(Kovakh, 1979, Hal 91)
Ta : (310 → 350) K...(Kovakh, 1979, Hal 94)
Efisiensi pengisian langkah hisap dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 96) ) γ (1 T T . P P . 1 ε ε η res a in in a 1
Pada mesin 4 langkah saat mencapai kecepatan dan daya rata-rata Pa, tekanan
akhir langkah hisap dihitung dengan persamaan (Kovach, 1979, Hal 88)
a 2 is is 2 is 2 a a in 2 in in in g.H 2 ) (V ξ 2 ) (V β ρ P g.H 2 ) (V ρ
P = + = + + +
Dengan;
a in dan ρ
ρ : kerapatan muatan pada saluran isap dan di dalam silinder.
Vin : kecepatan udara pada saluran masuk (m/s)
Vis : kecepatan rata-rata udara selama proses isap pada katup isap (m/s)
Hin dan Ha : permukaan referensi (nol) dari sumbu saluran dan sumbu katup isap
β :
Vis Vcyl
, Vcyl adalah kecepatan udara didalam silinder pada potongan
melintang berdasar pertimbangan.
ζis : koefisien tahanan saluran isap berdasarkan pada potongan kecil.
Diasumsikan Vin = 0, ketinggian Hin = Ha, dan rapat muatan segar ketika melewati
saluran hisap diabaikan
(
ρin =ρa)
, maka persamaan diatas menjadi:(
+)
×⎜⎜⎝⎛ ⎟⎟⎠⎞ + = 2 V 2 a a in in 2 is ρ P ρ P is ξ βPersamaan kontinuitas untuk potongan melintang dari saluran isap dan bagian silinder dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 89)
Dengan;
Ais : luasan lewat katup (m2)
Vpmax : kecepatan piston maksimum (m/s)
Ap : luasan piston (m2)
Untuk mesin 4-langkah tanpa supercharging, Pin =Po dan ρin =ρo. Mpa
P
Pin = o =0,1013
α
πdh Cos
Ais = max ...(2.8)
α πdhCos Ais =
Ais : luasan lewat katup (m2)
d : diameter throat katup isap (m) r : jari-jari piston (m)
max
h : tinggi angkat katup maksimum (m) h : tinggi angkat katup motor standar (m)
α : sudut dudukan katup = 32o S : panjang langkah (m) n : putaran mesin (rpm)
2.3.2.2. Langkah Kompresi
mengawali pembakaran didalam silinder maka sering disebut spark ignition engine.
Temperatur dan tekanan pada akhir langkah kompresi menggunakan eksponen polytropik (n1), ekponen ini konstan selama proses berlangsung.
n1 = ( 1,3 – 1,37 )
Tekanan akhir langkah kompresi dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 111)
1
n a com P
P = ×ε (Mpa)...(2.9)
Temperatur akhir langkah kompresi dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 111)
1
1−
× = n
a com T
T ε ...(2.10)
Kebutuhan udara untuk membakar 1 kg bahan bakar dalam massa secara teoritis dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 51)
⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎝
⎛ + −
= o f
th C H O
a 8
3 8 23 , 0
1
………...…………..….………...….(2.11)
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + = 32 4 12 209 , 0 1 f th O H C A …………..……...………...…………(2.12)
Jumlah udara aktual di dalam pembakaran dari 1 kg bahan bakar untuk (α =1−1.3)dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 52)
th a
a
=
α ………...………..………...……...(2.13)
Koefisien teoritis dari perubahan molekul dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 595)
2 1 M M th = µ …...………...………....(2.14)
Koefisien molar aktual dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 596)
res res th γ γ µ µ + + = 1 ...……….…...………(2.15)
Energi internal dari 1 mol hasil pembakaran pada akhir langkah kompresi dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 597)
(
V)
com comcom c t
U" = µ " ...(2.16)
Dengan; " V c
Panas jenis campuran adalah jumlah hasil pembakaran komponen individual dibagi jumlah total hasil pembakaran.
Untuk komposisi elementary bahan bakar telah diasumsikan diatas. Untuk α =1,
maka
2
M M
r i
i = dapat kita hitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 596)
2
M M
r i
i = ………...………...……….….(2.17)
1. rCO =0
2. rCO2 =0,129 3. 0,131
2O =
H r
4. 0,74 2 = N r 5. 0 2 = H r
Energi yang dikandung 1 kmol hasil pembakaran pada temperatur maksimum yang tercapai (U "z) dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 51)
(
)
µ µ µ Z Z V Z U T c U " " = = ………...……….………..(2.18)Tekanan akhir pada akhir langkah pembakaran dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 598)
com com Z Z P T T
Rasio penambahan tekanan ditentukan dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 598) com Z P P = λ ……...………...………..…………(2.20)
Tekanan maksimum pada akhir langkah pembakaran ditentukan dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 598)
Z
Z P
P '=0,85× ………..……….……..….(2.21)
Untuk menentukan tekanan akhir langkah ekspansi ditentukan dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 598)
2 n Z b P P ε
= ……...………...……….…...… (2.22)
Temperatur akhir langkah ekspansi ditentukan dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 598)
1
2−
= nZ b
T T
ε ………...………...……….………..(2.23)
Tekanan rata-rata untukρ =1 ditentukan dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 598)
( )
⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − −= − −1
1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1
1 n n
Tekanan indikasi rata-rata aktual dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 598)
untuk ϕi =
(
0,92−0,97)
(Kovakh, 1979, Hal 164)id i
i P
P =ϕ × ………..………..………..……(2.25)
Tenaga yang dihasilkan dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 165)
h i t P V
W = × ………..………..……….….(2.26)
Dengan;
= i
P tekanan indikasi rata-rata (Pa)
= h
V volume kerja silinder (m3)
Untuk mesin 4-langkah, daya yang dihasilkan ditentukan dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 166)
120 n V i P
Ni = i h ...(2.27)
Dengan;
= i
P tekanan indikasi rata-rata (MPa)
= h
Untuk menghitung rugi-rugi mekanis relatif digunakanlah efisiensi mekanis. Efisiensi mekanis menyatakan perbandingan daya kuda rem dan daya indikasi. Efesiensi mekanis dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 598)
i be mech
P P
=
η ...(2.28)
P mech A B V
P = + × …...……….……....….(2.29)
Dengan;
=
B dan
A diperolah dari tabel 3.5 (faktor rugi-rugi mekanis)
=
P
V kecepatan piston rata-rata (m/s)
Tekanan efektif rata-rata dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 589)
mech i
be P P
P = − ………...………....(2.30)
Pemakaian bahan bakar spesifik dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 599)
th i
o V i
a P g
α ρ η
×
=3600 ...(2.31)
Konsumsi bahan bakar efektif pengereman dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 599)
mech i b
g g
η
Efisiensi indikator dapat dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 599)
l i i
H g 3600
=
η ...(2.33)
Efesiensi thermal efektif ditentukan dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 599)
mech i b η η
η = × ...(2.34)
Konsumsi bahan bakar perjam dihitung dengan persamaan (Kovakh, 1979, Hal 598)
i i
f g N
g = × ...(2.35)
2.3.2.3. Langkah Usaha
Setelah mencapai TMA, piston akan didorong oleh gas bertekanan tinggi menuju TMB. Tekanan mekanis ini diteruskan ke poros engkol. Penghentian pembakaran gas terjadi pada TMA atau sedikit sesudahnya. Ini disebabkan oleh pengembangan gas terbesar akibat suhu tertinggi terjadi pada volume terkecil ( ), sehingga piston mendapatkan tekanan terbesar. Sesaat sebelum mencapai TMB, katup terbuka, gas hasil pembakaran mengalir keluar dan tekanan dalam ruang bakar turun dengan cepat.
c
V
2.3.2.4. Langkah Ekspansi
ini adalah proses perubahan energi panas menjadi energi mekanik. Karena gerakan piston dari TMA ke TMB, maka volume silinder akan menjadi besar dan tekanan udara dalam silinder akan menurun. Proses ekspansi merupakan proses politropik dengan eksponen politropik (n2). Setelah langkah ekspansi dilanjutkan
dengan proses pembuangan, yang diawali saat katup buang mulai terbuka, eksponen politropik untuk langkah ekspansi yaitu, n2 = 1,23 – 1,30 (Kovakh,
1979, Hal 155).
2.3.2.5. Langkah Buang
Piston bergerak dari TMB menuju TMA serta mendorong gas di dalam silinder ke saluran buang lewat katup buang. Tidak semua gas bekas dapat dikeluarkan. Ruang bakar yang kecil ( ) atau perbandingan pemampatan yang besar akan memperbaiki keadaan tersebut. Di samping itu periode overlapping mempunyai peranan penting. Periode overlapping adalah periode dimana katup isap dan katup buang terbuka secara bersamaan yang dikarenakan perpanjangan pembukaan katup selama proses pengisapan dan pembuangan.
c
V
2.3.3. Siklus Sebenarnya Motor Otto Empat Langkah
Dalam kenyataannya terjadi penyimpangan dari siklus udara (ideal) karena terjadi kerugian antara lain disebabkan oleh hal berikut :
2. Pembukaan dan penutupan katup tidak tepat di TMA dan TMB karena pertimbangan dinamika mekanisme katup dan kelembaman fluida kerja. Kerugian tersebut dapat diperkecil bila saat pembukaan dan penutupan katup disesuaikan dengan besarnya beban dan kecepatan torak.
3. Fluida kerja bukanlah udara yang dianggap sebagai gas ideal dengan kalor spesifik yang konstan selama proses siklus berlangsung.
4. Pada motor bakar torak yang sebenarnya, waktu torak berada di TMA, tidak terdapat proses pemasukan kalor seperti pada siklus udara, kenaikan tekanan dan temperatur fluida kerja disebabkan oleh proses pembakaran bahan bakar dan udara di dalam silinder.
5. Proses pembakaran memerlukan waktu, dengan demikian proses pembakaran harus sudah dimulai beberapa derajat sudut engkol sebelum torak mencapai TMA dan berakhir beberapa derajat sudut engkol sesudah torak bergerak kembali ke TMB. Jadi proses pembakaran tidak berlangsung pada volume konstan. Disamping itu pada kenyataannya tidak pernah terjadi pembakaran sempurna, sehingga daya dan efisiensinya sangat tergantung pada perbandingan campuran bahan bakar dan udara, kesempurnaan campuran bahan bakar dan udara, dan timing penyalaan.
7. Terdapat kerugian energi kalor yang dibawa oleh gas buang dari dalam silinder ke udara luar. Energi tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk melakukan kerja mekanik.
8. Terdapat kerugian karena gesekan antara fluida kerja dengan dinding salurannya. Berdasarkan hal-hal diatas, bentuk diagram PV dari siklus sebenarnya tidak sama dengan bentuk diagram siklus ideal. Siklus yang sebenarnya tidak pernah merupakan siklus volume konstan (untuk motor bensin). Gambar 2.10 menunjukkan bentuk diagram PV dari sebuah motor torak 4 langkah yang sebenarnya.
Gambar 2.10. Hubungan Antara Diagram Pengatur Katup dengan Grafik Tekanan Vs
2.3.3.1. Siklus Kerja Motor Bensin
Pada umumnya pada siklus ideal untuk menganalisis motor bakar dipergunakan siklus udara sebagai siklus ideal. Dalam analisis siklus udara, khususnya pada motor bakar torak ada tiga macam analisis, yaitu:
1. Siklus udara volume-konstan (siklus Otto) 2. Siklus udara tekanan-konstan (siklus Diesel) 3. Siklus udara tekanan-terbatas (siklus gabungan)
Untuk menjelaskan makna dari diagram p-v pada motor torak terlebih dahulu perlu kita pakai beberapa idealisasi, sehingga prosesnya dapat dipahami secara lebih mudah. Proses yang sebenarnya (aktual) berbeda dengan proses yang ideal tersebut, dimana perbedaan tersebut menjadi semakin besar jika idealisasi yang digunakan itu terlalu jauh menyimpang dari keadaan yang sebenarnya, proses siklus yang ideal itu biasa disebut dengan siklus udara, dengan beberapa idealisasi sebagai berikut:
1. Fluida kerja dalam silinder adalah udara, dimana udara dianggap sebagai gas ideal dengan konstanta kalor yang konstan.
2. Proses ekspansi dan kompresi berlangsung secara isentropik. 3. Proses pembakaran dianggap proses pemanasan fluida kerja.
4. Pada akhir proses ekspansi, yaitu saat piston mencapai TMB, fluida kerja didinginkan sehingga tekanan dan suhunya turun mencapai tekanan dan suhu udara luar (atmosfer).
2.4. Komponen Mesin Bensin 2.4.1. Silinder dan Blok Silinder
Blok silinder merupakan bentuk dasar dari mesin, yang berfungsi sebagai tempat untuk membuat energi panas yang dihasilkan dari proses pembakaran. Blok silinder terbuat dari besi tuang dan paduan alumunium. Blok silinder dilengkapi rangka pada bagian dinding luar untuk memberikan kekuatan pada mesin dan membantu meradiasikan panas.
Blok silinder terdiri dari beberapa lubang tabung silinder, yang didalamnya terdapat torak yang bergerak naik-turun. Silinder-silinder ditutup bagian atasnya oleh kepala silinder yang dijamin oleh gasket kepala silinder yang letaknya antara blok silinder dan kepala silinder. Silinder berfungsi sebagai tempat untuk menghasilkan energi panas dari proses pembakaran.
Dilihat dari sistem pendinginannya, blok silinder dibagi menjadi dua macam, yaitu: blok silinder dengan sistem pendingin radiator (gambar 2.11 A) dan blok silinder dengan sistem pendingin sirip (2.11 B)
Gambar 2.11 B. Blok Silinder dengan Sistem Pendingin Sirip (Sumber: Buku Pedoman Reparasi Honda Super Cup C700, Hal: 27 )
2.4.2. Piston dan Perlengkapannya
Piston (gambar 2.12) berfungsi untuk memindahkan tenaga yang diperoleh dari pembakaran campuran bahan bakar dan udara ke poros engkol melalui batang torak.
Gambar 2.12. Konstruksi Piston (Sumber: Astra Izusu Training Center)
2.4.2.1. Pegas Piston
Gambar 2.13 Pegas Piston (Sumber: Astra Izusu Training Center)
Secara umum ring piston berfungsi untuk:
1. Mencegah kebocoran selama langkah kompresi dan usaha.
2. Mencegah oli yang melumasi piston dan silinder masuk ke ruang bakar. 3. Memindahkan panas dari piston ke dinding silinder.
2.4.2.2. Pena Piston
Pena piston (gambar 2.14) menghubungkan dengan bagian ujung yang kecil dari connecting rod. Dan meneruskan tekanan pembakaran yang berlaku pada torak ke connecting rod. Pena piston berlubang di dalamnya untuk mengurangi berat yang berlebihan. Dalam pemasangan, pena piston dilengkapi dengan bushing pena torak (Piston pin boss) yang berfungsi untuk menahan pena piston
Gambar 2.14. Pena Piston (Sumber: Astra Izusu Training Center)
2.4.3. Batang Piston
Batang piston (gambar 2.15) berfungsi untuk meneruskan tenaga yang dihasilkan oleh piston ke crankshaft. Bagian ujung connecting rod yang berhubungan dengan piston pin disebut small end, dan bagian yang berhubungan dengan poros engkol disebut big end. Pada connecting rod terdapat oil hole yang berfungsi untuk memercikkan oli untuk melumasi piston.
2.5. Sistem Pengapian
Fungsi sistem pengapian adalah untuk menghasilkan tegangan tinggi yang diperlukan untuk mengadakan percikan api diantara elektoda busi, sehingga campuran bahan bakar dan udara dapat terbakar walaupun dengan kecepatan yang berubah-ubah. Sistem pengapian ada dua macam, yaitu pengapian konvensional menggunakan platina (contact breaker) dan sistem pengapian elektronik yang menggunakan CDI (capacitor discharge ignition).
2.5.1. Sistem Pengapian Konvensional dan Elektronik 2.5.1.1. Sistem Pengapian Konvensional (Platina)
Platina dibuka dan ditutup oleh kam platina (breaker cam) pada sumbu distributor. Ketika kontak ditutup arus mengalir melalui rangkaian rendah (low tension), kemagnetan timbul di koil pengapian, dari koil langsung disalurkan ke
busi. Breaker cam selanjutnya berputar kembali sehingga platina dalam keadaan terbuka dan demikianlah proses ini dilakukan berulang-ulang.
Sistem pengapian platina ada dua macam yaitu sistem AC (gambar 2.16) dan sistem DC (gambar 2.17). Perbedaan kedua sistem tersebut terdapat pada sumber arus yang dialirkan ke koil. Pada sistem pengapian platina AC arus dari generator langsung dialirkan ke platina dan koil, sedangkan pada sistem DC arus dari generator dialirkan ke aki melewati penyearah arus atau yang disebut dengan kiproks. Dari aki arus dialirkan ke kutub positip koil dan kutub negatif koil
dihubung ke rangkaian platina.
Gambar 2.17. Skema Sistem Pengapian Platina DC
2.5.1.2. Sistem Pengapian Elektronik (CDI)
Kerja dari CDI tidak berbeda jauh dengan kerja kam platina. Pada rangkaian CDI pembacaan sinyal pembakaran dibantu dengan rangkaian electromagnet atau yang disebut dengan fulser. Dilihat dari letaknya, fulser ada dua jenis, yaitu fulser kering dan fulser basah. Fulser kering digunakan mengikuti rangkaian generator kering (tidak terkena oli). Sedangkan fulser basah digunakan mengikuti rangkaian generator basah (tercelup dalam oli). Kedua fulser tersebut memiliki fungsi yang sama, perbedaannya terdapat pada pelapisan lilitan. Pada fulser kering hanya
Generator kiproks
Aki
+ Koil _ Busi
dilakukan satu kali pelapisan, sehingga lilitannya tidak begitu kuat. Sedangkan pada fulser basah, pelapisan dilakukan dua kali agar oli tidak masuk dalam lilitan.
Dilihat dari sumber arus yang digunakan, CDI dibagi menjadi dua jenis, yaitu CDI AC (gambar 2.18) dan CDI DC (gambar 2.19). Pada CDI AC, arus yang digunakan bersumber dari generator, sedangkan pada CDI DC arus yang digunakan bersumber dari aki. Pada rangkaian CDI DC, generator digunakan sebagai sumber arus pengisian aki.
Koil CDI AC
Gambar 2.18. Skema Rangkaian CDI AC
Gambar 2.19. Skema Rangkaian CDI DC Generator
CDI DC Koil
Busi
Aki
Pengisian
(kiproks) Fulser
Busi
2.5.2. Koil Penyalaan ( Ignition Coil )
Pada sistem pengapian, ignition coil (gambar 2.20) berfungsi sebagai alat untuk mempertinggi tegangan listrik dari 12 volt pada baterai menjadi 15.000 sampai 20.000 volt. Untuk dapat mempertinggi tegangan, pada ignition coil terdapat dua kumparan, yaitu:
1. Kumparan primer
Kumparan primer berfungsi untuk menciptakan medan magnet pada koil penyalaan agar timbul induksi pada kumparan-kumparannya. Ciri dari kumparan primer adalah kumparan yang memiliki penampang besar dan gulungan yang sedikit.
2. Kumparan sekunder
Kumparan ini berfungsi untuk merubah induksi menjadi tegangan tinggi yang selanjutnya dialirkan ke busi untuk dirubah menjadi percikan api. Ciri kumparan sekunder adalah kumparan memiliki penampang kecil dan jumlah lilitan jauh lebih banyak dibanding jumlah lilitan primer
2.5.3. Busi
Fungsi busi adalah menghantarkan arus pengapian ke ruang bakar, melalui sebuah elektroda untuk menghasilkan percikan api. Tekanan yang tinggi, temperatur tinggi, dan tegangan yang tinggi berpengaruh terhadap kinerja busi. Arus pengapian mengalir melalui elektroda pusat dimana api melompat ke sisi lain yang dihubungkan ke badan busi. Elektroda busi dibuat dari paduan nikel yang tahan terhadap temperatur tinggi. Jarak antar elektroda busi berpengaruh terhadap api yang dihasilkan. Konstruksi busi diperlihatkan pada gambar 2.21.
3.1. Diagram Alur Penelitian
Mulai
Perencanaaan
Survey bahan dan alat
Modifikasi mesin
Penyetelan mesin
Pengambilan data
Analisa data
Pembahasan
Kesimpulan
3.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di bengkel Rensa Motor yang berada di jalan Kenteng–Sentolo, Yogyakarta.
3.3. Alat Pengujian
Dalam penelitian ini alat yang digunakan adalah:
• Stopwatch
• Jangka Sorong
• Gelas Ukur
3.4. Jalannya penelitian 3.4.1. Keterangan penelitian
Modifikasi komponen motor bensin dilakukan dengan cara mengganti sistem pengapian, yaitu dari sistem pengapian platina menjadi sistem pengapian CDI. Dalam penelitian ini, CDI yang digunakan adalah CDI Honda Astrea Grand. CDI ini dipilih karena CDI tidak memiliki pembatas (limitter). Komponen-komponen modifikasi ditunjukkan pada gambar 3.1.
kabel dimasukan, lubang ditutup kembali dengan lem. Gambar 3.2 menunjukkan pemasangan fulser.
Fulser
Gambar 3.1. Komponen-komponen modifikasi CDI
Letak fulser
Generator CDI dibuat dengan cara mengganti generator pengisian dengan kawat yang lebih kecil (gambar 3.3). Koil dipilih dari sepeda motor Honda Astrea Grand (gambar 3.4), dengan tujuan agar sistem pengapian sesuai, yaitu 12V. Kemudian rangkaian disusun seperti pada skema rangkaian pengapian CDI AC.
Lilitan
Gambar 3.3. Lilitan kumparan generator CDI
Gambar 3.4. Koil 12V Honda Astrea Grand 3.4.2. Penyetelan mesin
Untuk melakukan pengambilan data, mesin diseting menggunakan sistem pengapian platina dan sistem pengapian CDI, dengan kondisi mesin lainnya sama.
3.4.3. Jalannya pengambilan data
Setelah penyetelan mesin selesai maka selanjutnya adalah pengambilan data dari mesin tersebut. Data yang diambil meliputi;
3.4.3.1. Waktu tempuh
Pengambilan data dilakukan dengan cara mengukur waktu yang diperlukan motor untuk menempuh jarak 201 meter. Agar data yang didapat lebih optimal, maka pengambilan data dilakukan sebanyak 3 kali pengujian dengan perlakuan motor yang sama dan jalan yang dipilih adalah jalanan yang datar dan lurus. 3.4.3.2. Konsumsi bahan bakar
Dalam pengujian konsumsi bahan bakar, rute yang ditempuh adalah jalan tidak terlalu banyak tikungan. Pengambilan data dilakukan dengan cara mengukur jarak yang ditempuh motor pada 3 variasi kecepatan: 20 km/jam, 30 km/jam, dan 40 km/jam. Tiap pengujian, motor hanya dibekali dengan 100 ml bahan bakar.
3.5. Kesulitan Selama Penelitian
Ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam melakukan penelitian ini, antara lain:
• Seharusnya dilakukan pengetesan dengan Dynotest. Karena terjadi kerusakan pada alat tersebut, maka hasil yang diperoleh hanya berdasarkan perhitungan teoritis dan praktek.
3.6. Data Kendaraan
Jenis kendaraan : sepeda motor
Tipe mesin : mesin bensin 4 langkah Jumlah silinder : 1 silinder
Volume sillinder : 70 cc
Daya / rpm : 5,0 HP / 8500 rpm Diameter silinder : 47 mm
Panjang langkah : 41,4 mm Perbandingan kompresi : 8,8 : 1 Diameter Throat katup isap : 22 mm Diameter Throat katup buang : 20 mm Tinggi angkat katup : 7,2 mm
3.7. Perhitungan
Luasan lewat katup (Ais):
Luasan lewat katup dapat dihitung dengan persamaan 2.8 32
10 . 2 , 7 10 . 22 14 ,
3 3 3 Cos
Ais = × × ×
− −
Luasan piston (Ap)
Luasan piston dapat dihitung dengan persamaan 2.2 = 3,14 x (23,5.10 )
p
A −3 2
= 1,734 .10-3 (m2)
Kecepatan piston maksimum (Vpmax ):
Kecepatan piston maksimum dapat dihitung dengan persamaan 2.1
Vp =
30 .n S
=
30 8500 10
. 4 ,
41 −3×
= 11,73 (m/s)
Kecepatan rata – rata udara selama proses isap pada katup isap (Vis):
Kecepatan rata – rata udara selama proses isap pada katup isap dapat dihitung menggunakan persamaan 2.3
is p p is
A A V V = ×
Vis = 12,42 4 -3
10 . 22 , 4 1,734.10
−
×
= 51,03 (m/s) s m
Tekanan akhir proses pengisapan (Pa):
Tekanan akhir proses pengisapan dihitung menggunakan persamaan 2.4
[
(
)
6]
2 2 10 2 − × × + − = o is is o a V P
P β ξ ρ
[
(
)
6]
2 10 . 159 , 1 2 51,03 5 , 3 1013 ,
0 − × × −
=
a P
= 0,096 Mpa
Tabel 3.1 Sifat-sifat Udara Pada Tekanan Atmosfer (Sumber: Hollman, Jp, Hal 589)
Drop pressure yang terjadi (∆Pa):
Drop pressure yang terjadi dapat dihitung menggunakan persamaan 2.5
a in
a P P
P = −
∆ 096 , 0 1013 , 0 − = ∆Pa
Temperatur Akhir Proses Pengisapan
Temperatur akhir proses pengisapan dapat dihitung menggunakan persamaan 2.6
1013 , 0 2 , 1 0,096 8 , 8 1013 , 0 2 , 1 1000 15 305 × − × × × + = res γ = 0,0537
Ta =
0,0537 1 1000) 0537 , 0 1 ( 15 305 + × × + +
=354,74 K
Efisiensi pengisian untuk langkah hisap(ηv):
Efisiensi pengisian langkah hisap dapat dihitung menggunakan persamaan 2.7
) γ (1 T T . P P . 1 ε ε η res a in in a 1
v =ϕ − +
0,0537) (1 354,74 305 0,1013 0,096 1 8,8 8,8 1
ηv = − × × × +
=0,8724 = 87,24 %
Tekanan akhir langkah kompresi
Tekanan kompresi hisap dapat dihitung menggunakan persamaan 2.9 1
n a com P
P = ×ε (Mpa)
35 , 1 8 , 8 096 , 0 × = com P
Temperatur akhir langkah kompresi (Tcom):
Temperatur akhir langkah kompresi dapat dihitung menggunakan persamaan 2.10
1 1− × = n a com T T ε 1 35 , 1 8 , 8 74 ,
354 × −
=
com T
= 758,41 K
Kebutuhan udara
Kebutuhan udara untuk membakar 1 kg bahan bakar dalam massa secara teoritis dapat dihitung menggunakan persamaan 2.11
⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + −
= o f
th C H O
a 8 3 8 23 , 0 1 kg ath 96 , 14 145 , 0 8 885 , 0 3 8 23 , 0 1 = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + =
Kebutuhan udara untuk membakar 1 kg bahan bakar dalam mol secara teoritis dapat dihitung menggunakan persamaan 2.12
Koefisien Kelebihan Udara
( )
αJumlah udara aktual di dalam pembakaran dari 1 kg bahan bakar dapat dihitung menggunakan persamaan 2.13
th a a = α kg a a th 96 , 14 96 , 14 1 = × = × =α th A A = α kmol A A th 514 , 0 514 , 0 1 = × = × =α
Tabel 3.2 Komposisi Elementari dan Karakteristik Dari Bensin dan Solar (Sumber: Kovakh, M, Hal 64)
Koefisien teoritis dari perubahan molekul (µth):
05 , 1 523 , 0 549 , 0 = = th µ
Koefisien molar aktual (µ):
Koefisien molar aktual dapat dihitung menggunakan persamaan 2.15
res res th γ γ µ µ + + = 1 0472 , 1 0537 , 0 1 0537 , 0 05 , 1 = + + = µ
Energi yang dikandung 1 kmol hasil pembakaran pada temperatur maksimum yang tercapai (UZ") adalah:
(
)
[
]
(
)
rescom res com res chem l l Z Z U U M H H U γ γ γ ξ µ + + + + ∆ − = 1 " 1 " 1
(Kovakh, hal 596)
Koefisien pemakaian panas (ξZ) = 0,85(Kovakh, hal 596)
Energi internal dari 1 mol campuran segar pada langkah ahkir kompresi:
( )
V com comcom c t
U = µ
Panas jenis dari campuran segar udara dan bahan bakar ( µcV ) diasumsikan setara dengan udara pada temperatur (t = tcom). Dengan
menggunakan tabel 3.3, diasumsikan t oC. 300
Tabel 3.3 Kapasitas Panas Jenis Molar Gas (µcV) Pada Volume Konstan (Sumber: Kovakh, M, 1979, Hal 67)
V c
µ pada t = tcom = 21,206 kj kmol oC
maka: kmol kj Ucom 8 , 6361 300 206 , 21 = × =
Energi internal dari 1 mol hasil pembakaran pada akhir langkah kompresi: Energi internal dari 1 mol hasil pembakaran pada akhir langkah kompresi dapat dihitung menggunakan persamaan 2.16
(
V)
com comcom c t
U" = µ " .
Dengan menggunakan data dari tabel 3.3 untuk tcom =300 oC dapat dihitung:
(
)
kmol kj U com 6981 300 27 , 23 " = × =[
]
(
)
Kmol 704 , 75 0537 , 0 1 ) 6981 0537 , 0 ( 8 , 6361 0537 , 0 1 549 , 0 0 44000 85 , 0 " = + × + + + − = Z U µEnergi yang dikandung 1 kmol hasil pembakaran pada temperatur maksimum
Energi yang dikandung 1 kmol hasil pembakaran pada temperatur maksimum yang tercapai dapat dihitung menggunakan persamaan 2.18
(
)
µ µ µ Z Z V Z U T c U " " = = 291 , 72 0472 , 1 704 , 75 " = = Z UDari tabel 3.4 akan diperoleh nilai Tz (suhu akhir pembakaran) dengan
1
=
α maka nilai Tz adalah:
Tz =2420,75 oC
Tabel 3.4 Energi Internal Hasil Pembakaran (U)
(Sumber: Kovakh, M, Hal 70)
Tekanan akhir pada akhir langkah pembakaran (Pz) adalah;
Tekanan akhir pada akhir langkah pembakaran dapat dihitung menggunakan persamaan 2.19
com com
Z
Z P
T T P =µ
Mpa PZ
718 , 6
81 , 1 41 , 758
75 , 2693 045
, 1
=
× ×
=
Rasio penambahan tekanan (λ):
Rasio penambahan tekanan dapat dihitung menggunakan persamaan 2.20
com Z P
P
= λ
712 , 3
1,81 6,718
= =
Tekanan maksimum pada akhir langkah pembakaran (Pz’)
Tekanan maksimum pada akhir langkah pembakaran dapat dihitung menggunakan persamaan 2.21
Z
Z P
P '=0,85×
Mpa PZ 71 , 5 718 , 6 85 , 0 ' = × =
Tekanan akhir langkah ekspansi (Pb):
Tekanan akhir langkah ekspansi dapat dihitung menggunakan persamaan 2.22
2 n Z b P P ε = Mpa 443 , 0 8 , 8 718 , 6 25 , 1 = = b P
Temperatur akhir langkah ekspansi (Tb):
Temperatur akhir langkah ekspansi dapat dihitung menggunakan persamaan 2.23
1
2−
= nZ b T T ε K Tb 999 , 1563 8 , 8 75 , 2693 1 25 , 1 = = −
Tekanan rata-rata (Pi)id untukρ =1:
( )
⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − −= − −1
1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1
1 n n
n a id i n n P P ε ε λ ε ε
( )
Mpa 0908 , 1 8,8 1 1 1 1,35 1 8,8 1 1 1 1,25 3,712 1 8,8 8,8 0,096P 1,25 1 1,35 1
1,35 id i = ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − × − − ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − × − × − × = − −
Tekanan indikasi rata-rata aktual (Pi):
Tekanan indikasi rata-rata aktual dihitung menggunakan persamaan 2.25
id i
i P
P =ϕ ×
Mpa 06 , 1 0908 , 1 97 , 0 = × = i P
Tenaga yang dihasilkan (Wt):
Tenaga yang dihasilkan dapat dihitung menggunakan persamaan 2.26
h i t P V W = ×
(
)
(
)
Nm 098 , 76 0414 , 0 0235 , 0 14 , 3 1060000 2 = × × × = t WUntuk mesin 4-langkah, daya yang dihasilkan (Ni):
HP Ni 733 , 7 kW 4 , 5 120 8500 0718 , 0 06 , 1 = = × × = Efisiensi mekanis
Efisiensi mekanis dapat dihitung menggunakan persamaan 2.29
P mech A B V
P = + ×
Tabel 3.5 Faktor Rugi-Rugi Mekanis (Sumber: M.Kovakh, Motor Vehicle Engines, hal 203)
Maka dari tabel diperoleh untuk <1 D
S :
Dengan:
D = diameter piston (m) S = panjang langkah (m)
88 , 0 047 , 0 0414 , 0 = <1 Mpa Pmech 1984 , 0 73 , 11 0135 , 0 04 , 0 = × + =
Tekanan efektif rata-rata (Pbe):
mech i
be P P P = −
Mpa 862 , 0 1984 , 0 06 , 1 = − = be P
Efesiensi mekanis (ηmech):
Efesiensi mekanis dapat dihitung menggunakan persamaan 2.28
i be mech P P = η % 28 , 81 8128 , 0 06 , 1 862 , 0 = = = mech η
Pemakaian Bahan Bakar Spesifik
Pemakaian bahan bakar spesifik dihitung menggunakan persamaan 2.31
th i o V i a P g α ρ η × =3600 jam kW g gi . 54 , 299 96 , 14 1 06 , 1 159 , 1 8724 , 0 3600 = × × × × =
Konsumsi bahan bakar efektif pengereman (gb):
mech i b g g η = jam kW g gb . 406 , 282 8128 , 0 54 , 229 = =
Efisiensi indikator (ηi):
Efisiensi indikator dapat dihitung menggunakan persamaan 2.33
l i i H g 3600 = η 2731 , 0 44 54 , 299 3600 = × = i η
Efesiensi thermal efektif (ηb):
Efesiensi thermal efektif dapat dihitung menggunakan persamaan 2.34
mech i b η η
η = × 222 , 0 8128 , 0 2731 , 0 = × = b η
Konsumsi bahan bakar perjam (gf):
Konsumsi bahan bakar perjam dihitung menggunakan persamaan 2.35
i i
f g N
g = ×
4.1. Pembahasan
Dengan menggunakan sistem pengapian CDI, waktu tempuh dan konsumsi
bahan bakar menjadi lebih baik daripada sistem pengapian platina. Hal mendasar
yang menyebapkan CDI lebih baik daripada platina adalah karena sistem
pengapian CDI menggunakan voltase 12 V, sedangkan pada sistem pengapian
platina menggunakan voltase 6 V. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.1 dan
tabel 4.2.
4.1.1. Hasil Pengujian Konsumsi Bahan Bakar
Dengan sistem pengapian platina dan dibekali 100 ml bahan bakar, motor
yang melaju pada kecepatan 20 Km/jam dapat menempuh jarak rata-rata 3269,2
m, pada kecepatan 30 Km/jam motor dapat menempuh jarak rata-rata 2939,3 m,
dan pada kecepatan 40 Km/jam motor dapat menempuh jarak rata-rata 2656,7 m.
Sedangkan pada motor yang menggunakan sistem pengapian CDI pada kecepatan
20 Km/jam dapat menempuh jarak rata-rata 3430,6 m, pada kecepatan 30 Km/jam
motor dapat menempuh jarak rata-rata 3236,7 m, dan pada kecepatan rata-rata 40
Km/jam motor dapat menempuh jarak rata-rata 3180,7 m.
Dengan hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa motor yang
menggunakan sistem pengapian CDI, konsumsi bahan bakar menjadi lebih irit
sebesar 11,59 % daripada motor yang menggunakan sistem pengapian platina.
Tabel 4.1. Pengujian Dengan Sistem Pengapian CDI Kecepatan
Pengujian
20 Km/jam 30 Km/jam 40 Km/jam
1 3415 m 3208 m 3175 m
2 3470 m 3265 m 3152 m
3 3407 m 3237 m 3215 m
Rata-rata 3430,6 m 3236,7 m 3180,7 m
Tabel 4.2. Pengujian Dengan Sistem Pengapian CDI
Kecepatan Jarak Tempuh
Tiap Liter
Konsumsi Bahan Bakar Tiap Km
20 Km/jam 34,306 Km 29,5 ml
30 Km/jam 32,367 Km 30,9 ml
40 Km/jam 31,807 Km 31,5 ml
Tabel 4.3. Pengujian Dengan Sistem Pengapian Platina Kecepatan
Pengujian
20 Km/jam 30 Km/jam 40 Km/jam
1 3275 m 2908 m 2650 m
2 3287,5 m 2945 m 2675 m
3 3245 m 2965 m 2645 m
Rata-rata 3269,2 m 2939,3 m 2656,7 m
Tabel 4.4. Pengujian Dengan Sistem Pengapian Platina
Kecepatan Jarak Tempuh
Tiap Liter
Konsumsi Bahan Bakar Tiap Km
20 Km/jam 32,692 Km 30,5 ml
30 Km/jam 29,393 Km 34 ml
Konsumsi Bahan Bakar
2500 2600 2700 2800 2900 3000 3100 3200 3300 3400 3500
20 30 40
Kecepatan Rata-Rata (Km/Jam)
Ja
rak T
e
m
p
u
h
(
m
)
Platina CDI
Gambar 4.1. Konsumsi Bahan Bakar
4.1.2. Hasil Pengujian Waktu Tempuh
Setelah melakukan pengujian waktu tempuh antara motor yang
menggunakan sistem pengapian platina dan motor yang menggunakan sistem
pengapian CDI, kita dapat menarik kesimpulan bahwa kecepatan akselerasi pada
motor yang menggunakan sistem pengapian CDI mempunyai catatan waktu yang
lebih baik daripada motor yang menggunakan sistem pengapian platina.
Perbandingan hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.3 dan gambar 4.2.
Pada motor yang menggunakan sistem pengapian platina, motor dapat
menempuh jarak 201m pada waktu rata-rata 18,31 detik menggunakan sistem CDI
menempuh jarak 201m diperlukan waktu rata-rata 17,51 detik. Sehingga motor
yang telah dimodifikasi dengan sistem pengapian CDI mengalami peningkatan
Tabel 4.3. Waktu tempuh motor pada jarak 201 m
Waktu Tempuh Sistem
Pengapian
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3
Rata-rata Waktu Tempuh
Platina 18,04 18,64 18,27 18,31 detik
CDI 17,59 17,60 17,34 17,51 detik
Waktu Te mpuh (de ngan jarak te mpuh 201 m)
16.5 17 17.5 18 18.5 19
1 2 3
Pengujian
W
aktu
Platina CDI
5.1. Kesimpulan
5.1.1. Hasil Perhitungan Siklus
Hasil Perhitungan
Ais 4,22 . 10-4 m2
is
V 51,03 m/s
a P
∆ 0,0053 Mpa
res
γ 0,0537
a
T 354,74 K
v
η 87,24 %
com
P 1,81 Mpa
com
T 758,41 K
z
T 2693,75 K
z
P 6,718 MPa
i
P 1,06 MPa
t
W 76,098 Nm
i
N 5,4 kW (7,733 HP)
b
η 0,222
ηmech 81,28 %
f
5.1.2. Kesimpulan Pengujian Konsumsi Bahan Bakar dan Waktu Tempuh
• Konsumsi bahan bakar pada motor yang menggunakan sistem pengapian CDI lebih
irit 11,59 % daripada motor yang menggunakan sistem pengapian platina.
• Waktu tempuh untuk 201 meter pada motor yang menggunakan sistem pengapian
CDI lebih singkat 4,4 % daripada mesin yang menggunakan sistem pengapian
platina.
5.2. Saran
Untuk motor