• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER 2016; GRHA SABHA PRAMANA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

462

ANALISIS SAYATAN MINERAGRAFI DALAM PENENTUAN MINERALISASI

EMAS DI DAERAH OSU WOTUILA, KECAMATAN ULUIWOI, KABUPATEN

KOLAKA TIMUR, PROPINSI SULAWESI TENGGARA

Jabal Noor1 Laode Jonas Tugo2

1Jurusan Teknik Geologi FITK - UHO, Kendari, Indonesia

2Magister Teknik Pertambangan, FTM – UPN “Veteran” Yogyakarta, Indonesia

Email : geosjabal@gmail.com; jonastugolaode@yahoo.co.id

SARI

Penelitian ini terletak di daerah Osu Wotuila, Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten Kolaka Timur, Propinsi Sulawesi Tenggara. Di mana secara geologi regional daerah terletak pada sabuk metamorfik pompangeo (Tmp). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mineralisasi yang ada di daerah Osu Wotuila khususnya mineralisasi Emas (Au) dengan menggunakan analisis mineragrafi. Mineralisasi yang berkembang pada daerah penelitian yaitu Emas (Au), serta mineral – mineral sulfida yaitu Pirit (FeS2), Kalkopirit (CuFeS2), dan Sfalerit (ZnS) sebagai mineral ikutan yang dijumpai pada Host Rock batuan metamorf yaitu sekis dalam bentuk vein kuarsa, ini merupakan endapan emas mesotermal. Vein kuarsa pada daerah penelitian berkembang pada dua fase dimana vein fase pertama memiliki tekstur sigmoidal dengan mengikuti arah foliasi batuan, sedangkan vein fase kedua memiliki tekstur masif yang memotong foliasi batuan.

Kata Kunci : mineralisasi, host rock, vein hidrotermal, emas mesotermal, foliasi.

I.

PENDAHULUAN

Groves., dkk (2003) endapan emas orogenik berasosiasi dengan prisma agresi pada seluruh evolusi orogenik. Engstrong (2013) endapan emas orogenik menempati kompleks metamorfik seluruh dunia dan seiring waktu mewakili 25% sumber produksi emas dunia.

Salah satu kemungkinan potensi bahan galian di daerah penelitian adalah emas. Hal ini didasarkan pada kesamaan kondisi geologi regional daerah penelitian menurut Peta Geologi Regional Lembar Lasusua oleh Rusmana dkk (1993) dengan kondisi geologi regional daerah Bombana, yakni sama-sama berada pada kompleks metamorfik Pompangeo (Mtpm). Daerah Bombana merupakan salah satu daerah di Sulawesi Tenggara, tempat ditemukannya emas placer

dan paleoplacer (Yusnandar, Harian

Kompas diterbitkan online pada 18 September 2008). Daerah tersebut juga terdapat potensi mineralisasi emas primer (Fadlin, 2010 dan Idrus, 2011).

Berdasarkan data lapangan sebelumnya yang dikemukakan oleh Idrus dkk., (2011) endapan emas placer tersebut berhubungan dengan urat/uratan kuarsa dalam batuan metamorf khususnya sekis mika dan metasedimen di daerah tersebut. Urat/uratan kuarsa sekarang ditemukan di Pegunungan Wumbubangka, pada sayap utara rangkaian Pegunungan Rumbia. Urat/uratan kuarsa yang tergerus dan tersegmentasi tersebut memiliki ketebalan dari 2 cm sampai 2 m dengan kadar emas antara 2 sampai 61 g/t. Idrus dkk., (2011) membagi mineralisasi emas dua generasi urat, yaitu generasi pertama yang parallel foliasi dengan orientasi N 3000 E/60 dan generasi kedua

memotong urat/uratan generasi pertama dan foliasi batuan. Urat/uratan generasi pertama umumnya tergerus/terdeformasi, terbreksiasi, dan kadang – kadang sigmoidal, sedangkan urat/uratan generasi kedua relatif massif. Tipe urat/uratan yang sama kemungkinan juga hadir di Pegunungan Mendoke di sebelah utara daratan Langkowala.

(2)

463

II.

DAERAH PENELITIAN

Daerah penelitian terletak di daerah Osu Wotuwila Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten Kolaka Timur, Propinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan geomorfologi regional Di daerah penelitian terletak pada Lengan Tenggara, menurut Rusmana dkk., (1993) dalam Geologi Lembar Lasusua – Kendari morfologi daerah dapat dibedakan menjadi empat satuan yaitu pegunungan, perbukitan, karst dan dataran rendah.

Dalam Surono dkk., (2013) stratigrafi regional pada daerah penelitian dijelaskan dalam kompleks malihan Mekongga. Penyebaran kompleks malihan ini dipetakan dalam peta Geologi Lembar Lasusua – Kendari (Rusmana dkk., 1993) dan lembar Kolaka, Sulawesi (Simandjuntak dkk., 1993). Dalam Surono dkk., (2013) dinyatakan bahwa kompleks malihan tersebut berumur Karbon yang terdiri dari sekis mika, sekis kuarsa, sekis klorit, sekis mika grafit, batusabak, dan gneis.

III.

METODE PENELITIAN

Secara umum, tahapan dan metoda penelitian dapat dijelaskan secara sistematik pada diagram alir di bawah ini :

1. Tahapan Persiapan

Tahap ini merupakan tahapan pendahuluan atau merupakan tahap awal dari suatu kegiatan penelitian sebelum melakukan pengambilan data-data lapangan. Tahap ini terbagi atas : studi pustaka, pembuatan proposal, pengurusan administrasi, dan persiapan perlengkapan.

2. Tahap penelitian dan pengambilan data lapangan

Tahap penelitian lapangan dengan pengamatan singkapan batuan/vein terhadap gejala mineralisasi emas.

Pengambilan conto/sampel batuan/vein dengan menggunakan metode sampling yang sesuai/tepat dengan kondisi daerah penelitian.

3. Tahap analisa laboratorium

Analisis laboratorium yang digunakan adalah analisis mineragrafi dengan analisis

menggunakan sayatan poles dibawah mikroskop polarisasi mengetahui keberadaan mineralisasi emas di daerah penelitian serta analisis data orientasi vein untuk mengetahui arah mineralisasi emas pada daerah penelitian.

4. Tahap Pengolahan Data

Adapun tahapan pengolahan data pada penelitian ini terdiri dari:

5. Pengolahan data mineralisasi

Pengolahan data mineralisasi dilakukan dengan cara menentukan tipe mineralisasi emas berdasarkan ciri kenampakannya (mineral gangue, mineral bijih, tekstur vein) di lapangan.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mineralisasi Emas (Au)

Secara umum proses pembentukan ore atau mineralisasi bijih pada endapan jenis hidrotermal dipengaruhi oleh beberapa faktor pengontrol, meliputi: larutan hidrotermal yang berfungsi sebagai larutan pembawa mineral, zona lemah yang berfungsi sebagai saluran untuk larutan hidrotermal, tersedianya ruang untuk pengendapan larutan hidrotermal, terjadinya reaksi kimia dari batuan induk/host rock dengan larutan hidrotermal yang memungkinkan terjadinya pengendapan mineral bijih (ore), dan adanya konsentrasi larutan yang cukup tinggi untuk mengendapkan mineral bijih (ore) (Bateman 1981).

Berdasarkan pengamatan lapangan, mineralisasi yang berkembang pada daerah osu wotuila dijumpai dalam bentuk urat/vein kuarsa hidrotermal pada singkapan batuan metamorf (Host Rock) Sekis dimana berdasarkan pengamatan secara megaskopik batuan memiliki warna segar putih keabu – abuan, warna lapuk kuning kecoklatan, memiliki tekstur lepidoblastik, dengan struktur berfoliasi (Schistose) dan tersusun oleh mineral – mineral muskovit, biotit, kuarsa, dan plagioklas. Singkapan batuan ini dijumpai di sepanjang anak sungai non-permanen Sungai Aalaa Sanggona dan Sungai Aalaa Tawanga pada daerah penelitian (gambar 2).

(3)

464 Hal ini berdasarkan kondisi geologi regional

pada daerah penelitian yang merupakan bagian dari kompleks malihan mekongga di mana penyebaran kompleks malihan ini di petakan dalam peta Geologi Lembar Lasusua – Kendari (Rusmana dkk, 1993) dan lembar Kolaka, Sulawesi (Simandjuntak dkk., 1993). Dalam Surono dkk., (2013) di nyatakan bahwa kompleks malihan tersebut berumur Karbon yang terdiri dari sekis mika, sekis kuarsa, sekis klorit, sekis mika grafit, batusabak, dan gneis.

Mineralisasi yang berkembang pada daerah osu wotuila yaitu terdiri dari logam mulia (precious metal) Emas Primer yang berupa

Native Gold dan mineral logam terdiri dari

Pirit, Kalkopirit, dan Sfalerit. Hal ini dapat diketahui berdasarkan hasil pengamatan terhadap conto sampel sayatan poles yang berupa vein kuarsa di setiap stasiun pengamatan daearah penelitian.

Berdasarkan pengamatan mikroskopis yaitu pengamatan mineragrafi (sayatan poles) dari 5 titik stasiun pengambilan conto sampel mineralisasi. Mineralisasi Emas (Au) dijumpai disetiap conto sayatan poles dimana mineral Emas (Au) berasosiasi dengan mineral – mineral sulfida seperti Pirit (FeS2), Kalkopirit (CuFeS2), dan

Sfalerit (ZnS) (gambar 3). Dimana pada pengamatan secara mikroskopis (mineragrafi) mineral Emas (Au) pada daerah penelitian dijumpai dalam bentuk free grain atau butiran bebas berwarna kuning terang atau kuning keemasan dengan bentuk anhedral, bersifat isotropik dan memiliki internal reflection yang lebih terang di bandingkan dengan mineral – mineral yang lain sehingga mineral emas memiliki kenampakan yang berbeda dan lebih mudah dikenali.

Tipe Mineralisasi Emas

Mineralisasi di daerah penelitian sangat erat hubungannya dengan vein/urat kuarsa yang berkembang pada daerah penelitian guna utuk mengetahui tipe endapan. Di mana tekstur dan struktur vein yang berkembang di daerah osu wotuila sangat jelas terlihat pada singkapan batuan dan conto setangan. Tekstur dan struktur vein/urat kuarsa yang berkembang pada daerah penelitian

umumnya berupa tekstur sigmoidal, di mana sigmoidal merupakan tekstur vein yang terkena deformasi simple shear sehingga bentuknya bengkok menyerupai huruf ‘S’ di kedua ujungnya. Selain sigmoidal vein tekstur lainnya yang teramati yaitu tekstur masif yang di mana pada daerah penelitan tekstur vein masif dan sigmoidal di jumpai di setiap stasiun pengamatan dengan memperlihatkan struktur breksiasi dan segmentasi pada percontoan vein/urat kuarsa pada daerah osu wotuila (gambar 4).

Berdasarkan karakteristik mineralisasi pada daerah penelitian di mana mineralisasi yang terjadi terdapat pada Host Rock batuan metamorf yaitu Sekis, hal ini berdasarkan hasil pengamatan mineragrafi di mana mineralisasi pada daerah penelitian berupa mineral bijih emas (Au) serta mineral – mineral sulfida pirit (FeS2), kalkopirit

(CuFeS2), dan sfalerit (ZnS). Tipe

mineralisasi emas di daerah Osu Wotuila, menunjukkan banyak kesamaan dengan tipe endapan mesothermal. Di mana emas mesotermal disebut juga sebagai lode gold merupakan salah satu tipe endapan hidrotermal yang terbentuk pada lingkungan batuan metamorf.

Mineral-mineral bijih yang biasa muncul pada model endapan ini antara lain kelompok mineral sulfida, mineral arsenida, mineral sulfantimonida dan mineral sulfarsenida (Lindgren, 1933 dalam evans 1993). Sedang mineral yang umum didapatkan pada model endapan ini meliputi pirit, kalkopirit, arsenopirit, galena, sfalerit, tetrahedrit-tenantit dan emas murni. Endapan ini dikelompokkan endapan mesothermal karena endapan ini berasosiasi dengan fasies sekis hijau dan umumnya pada kondisi 250-400oC, pada tekanan 1-3 kbar

(Sukandarrumidi, 2009).

Sehingga berdasarkan karakteristik mineralisasi daerah penelitian yaitu Osu Wotuila (Tabel 1) termasuk dalam tipe endapan mesotermal.

V.

KESIMPULAN

1. Mineralisasi yang terdapat pada daerah peneitian yaitu mineral emas (Au) serta mineral – mineral logam pengikutnya

(4)

465 yaitu pirit (FeS2), kalkopirit (CuFeS2),

dan sfalerit (ZnS).

2. Tipe mineralisasi emas di daerah penelitian merupakan endapan tipe hidrotermal yaitu endapan emas mesotermal dengan mineral – mineral yang terdapat pada endapan ini yaitu emas, pirit, kalkopirit, dan sfalerit pada

host rock batuan metamorf sekis mika

dan sekis klorit.

VI.

UCAPAN TERIMAKASIH

Kepada semua teman – teman yang telah membantu dalam pengambilan data lapangan, serta kepada orag tua yang selalu memberikan dorongan serta motifasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Bateman, A.M. dan Jansen, M.L., 1981, Economic Mineral Deposit 3rd Edition, John Wiley and Sons Inc., New York

Corbett, G.J. dan Leach, T.M., 1998, Southwest Pacific Rim Gold-Copper Systems: Structure,

Alteration, and Mineralization: SEG Special Publication No. 6.

Evans, Anthony M. 1993, Ore geology and industrial minerals/Anthony M-Evans,-3rd ed. P, cm – (Geoscience texts).

F. Pirajno 1992. Hydrothermal Mineral Deposits. Principles and Fundamental Concepts for the

Exploration Geologist. xviii + 709 pp. Berlin, Heidelberg, New York, London, Paris, Tokyo,

Hong Kong: Springer-Verlag.

Fadlin, 2010, Karakteristik Endapan Emas Orogenik Sebagai Sumber Emas Placer Di Daerah

Wumbubangka, Bombana, Sulawesi Tenggara, Jurusan Teknik Geologi FT-UGM, 3-4hal, 6

November 2014.

Gebre-Mariam, M., Hagemann, S.G., and Groves, D.I., 1995, A classification scheme for epigenetic

Archean lode-gold deposits: Mineralium Deposita, v.30, p. 408–410.

Guilbert, J.M. dan Park, C.F. Jr., 1986, The Geology of Ore Deposits. W.H. Freeman and Company, New York.

Groves, D.I., Goldfarb, R.J., Gebre-Mariam, M., Hagemann, S.G., and Robert, F., 1998, Orogenic

gold deposits: A proposed classification in the context of their crustal distribution and relationship to other gold deposit types: Ore Geology Reviews, v. 13, p. 7–27.

Groves, D. I., Goldfarb, R. J., and Robert, F., 2003, Gold deposit in metamorphic belts: Overview or

current understanding, outstanding problems, future research, and exploration significance.

Economic Geology 98: 1-29.

Hagemann, S.G., and Cassidy, K.F., 2000, Archean orogenic lode gold deposits : Reviews in Economic Geology, v. 13, p. 9–68.

Idrus, A., Nur, I., I W. Warmada, dan Fadlin, 2011, Metamorphic Rock-Hosted Orogenic Gold

Deposit Type As A Source of Langkowala Placer Gold, Bombana, Southeast Sulawesi, Jurnal

Geologi Indonesia Vol. 6. No.1 Maret 2011:43-49. 48hal, 16 November 2014.

Partington G. A. and Williams, P.J., 2000. Proterozoic lode gold and (iron)-copper-gold deposits: A

comparison of Australian and global examples. In Reviews In Economic Geology, eds.

Hagemann, S.G. and Brown, E.B., SEG Reviews, Vol. 13, pp 69-101.

Ridley, J.R., and Diamond, L.W., 2000, Fluid chemistry of orogenic lode-gold deposits and

(5)

466

Ridley, J.R., Groves, D.I., and Knight, J.T., 2000, Gold deposits in amphibolite and granulite facies

terranes of the Archean Yilgarn craton, Western Australia: Evidence and implications for synmetamorphic mineralization:Reviews in Economic Geology, v. 11, p. 265–290.

Rusmana, E., Sukido, Sukarna, D., Haryono, Simandjuntak, T.O., 1993, Geologi Lembar

Lausua-Kendari, Sulawesi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Simandjuntak, T.O., Surono, Sukido, 1993, Peta Geologi Lembar Kolaka, Sulawesi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Sukandarrumidi, 2009, Geologi Mineral Logam, Yogyakarta: UGM Press.

Surono, 2013, Geologi Lengan Tenggara Sulawesi, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandung.

Yusnandar, 2008, Bombana Diserbu Penambang Liar, Harian Kompas diterbitkan online pada 18 September 2008.

GAMBAR

(6)

467

Gambar 2. Foto Singkapan Batuan Sekis dengan arah foliasi N 345° E pada stasiun 5 di daerah penelitian dengan arah foto N 190° E.

Gambar 3. Foto Mineral Emas (Au) dalam sayatan poles vein pada kode sampel ST. 3. T.A-JN sebagai free grain serta mineral – mineral pengikutnya yaitu Pirit (Py), Kalkopirit (Cp), dan Sfalerit (Sph) dengan perbesaran 10x.

(7)

468

Gambar 4. A. Foto vein/urat kuarsa pada stasiun 3 memperlihatkan struktur segmetasi pada singkapan batuan. B. Tekstrur sigmoidal veint pada stasiun 1 yang memperlihatkan bentuk yang menyerupai huruf ‘S’. C. Conto setangan urat kuarsa pada daerah penelitian yang memperlihatkan teksur masif. D. Conto setangan urat kuarsa yang memperlihatkan struktur breksiasi.

TABEL

Tabel 1. Karakteristik Mineralisasi Emas Daearah Osu Wotuila

Keterangan Osu Wotuila

Host Rock Sekis Mika, dan Sekis Klorit

Kontrol Mineralisasi Litologi dan Struktur Geologi (Kekar) Mineral Bijih Emas, Pirit, Kalkopirit, Sfalerit Struktur Vein Breksiasi, Segmentasi

Gambar

Gambar  2.  Foto  Singkapan  Batuan  Sekis  dengan  arah  foliasi  N  345°  E  pada  stasiun  5  di  daerah  penelitian dengan arah foto N 190° E
Gambar  4.  A.  Foto  vein/urat  kuarsa  pada  stasiun  3  memperlihatkan  struktur  segmetasi  pada  singkapan  batuan

Referensi

Dokumen terkait

- pengolahan data dari hasil laporan tingkat Puskesmas dilakukan ati %% dan hasil entr* data dikirimkan ke Koordinator SP" ati %. - pengolahan data dari hasil laporan tingkat

Hasil segmentasi motion data yang didapatkan adalah hasil dari gerakkan mulut pada saat mengucapkan 5 kalimat yang terdiri dari “Saya suka baju boneka, mama beli

adalah diketahui efek fisik (tekanan darah, nadi dan nyeri) dan psikologis (nilai EPDS) pada ibu postpartum sectio caesarea dengan pemberian aromatherapy

Dari uraian dan pembahasan dapat di simpulkan : 1). Kewenangan tembak di tempat oleh anggota POLRI terhadap pelaku tindak pidana prinsipnya dapat diterapkan dalam rangka membela

Wanita yang telah menikah pada umumnya mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah dan biasanya mempunyai ke fisik dan mental yang lebih baik daripada wanita yang

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Metode Association Rule Algoritma Apriori tidak hanya dapat digunakan pada keranjang belanja, pada bisnis dan kesehatan saja,

Sedangkan paket pelatihan grooming adalah merupakan media layanan bimbingan konseling di instansi tertentu berisi seperangkat kegiatan dengan prosedur kerja yang

Setelah anda membuka tabungan / rekening, anda sudah dapat bertransaksi melalui ATM BRI, kemudian transfer uang ke-4 (empat) nomor rekening yang tertulis dalam KOLOM INVESTOR