• Tidak ada hasil yang ditemukan

BBP4BKP. Bubuk Kalsium dari Tulang Ikan. Unit Eselon I Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BBP4BKP. Bubuk Kalsium dari Tulang Ikan. Unit Eselon I Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Kontak Person

Ir. Murniyati

moerniyati@gmail.com Fera Roswita Dewi feraokca@gmail.com

Unit Eselon I

Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan

Satuan Kerja

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Alamat

Jl. Petamburan VI, KS. Tubun, Slipi Jakarta Kategori Teknologi Pengolahan Sifat Teknologi Inovasi Masa Pembuatan 2010-2012 Tim Penemu Ir. Murniyati Fera Roswita Dewi, SStPi, MSi

Nurhayati, SSi Drs. Tazwir Prof.Dr. Rosmawaty Peranginangin

BBP4BKP

(2)

5. Grinder, dishmill atau hammer mill untuk menggiling tulang menjadi partikel ukuran kecil/bubuk

o 6. Oven/alat pengering mekanis yang minimal mampu mencapai suhu 50 C 7. Saringan bertingkat dengan ukuran 100 mesh, 200 mesh, dan 500 mesh Di samping itu diperlukan bahan-bahan sebagai berikut:

1. Tulang ikan (dapat berasal dari semua jenis ikan, merupakan limbah dari pengolahan fillet atau pengolahan ikan lain)

2. NaOH (teknis) 3. HCl (teknis) Rincian teknologi

1. Pembersihan tulang ikan dari kotoran atau sisa daging yang melekat dilakukan dengan pencucian dan penyiangan. Tulang pada bagian kepala dan ekor ikan dibuang.

2. Tulang ikan kemudian direbus dalam wadah perebusan atau panci aluminium selama 30 menit pada suhu sekitar 1.000oC. Proses pemasakan atau perebusan dilakukan untuk

mempermudah pembersihan tulang dari daging, lemak dan darah yang menempel ada tulang. Untuk mendapatkan tulang ikan yang bersih dan hasil akhir dengan nilai derajat putih yang tinggi, perebusan dapat dilakukan berulang-ulang.

3. Tulang ikan yang telah direbus ditiriskan di para-para atau tampah kemudian didinginkan. Untuk mempercepat proses pendinginan dapat digunakan kipas angin atau diangin-anginkan di udara luar.

4. Sisa daging yang masih menempel dibersihkan menggunakan sikat dan dicuci kembali hingga bersih.

5. Setelah bersih, tulang dikeringkan di bawah sinar matahari hingga kering (sekitar 1 hari) menggunakan para-para atau tampah sebagai wadah tulang ikan.

6. Tulang ikan yang sudah kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan alat penepung, dishmill atau hammer mill.

7. Tahapan selanjutnya adalah proses ekstraksi tepung tulang ikan yang dilakukan pada suhu o

100 C dalam waterbath menggunakan larutan NaOH (konsentrasi 4%) selama 1 jam dengan perbandingan antara tepung dan larutan NaOH 1 : 2.

8. Untuk memisahkan filtrat dan residunya, dilakukan 2 kali penyaringan. Penyaringan pertama dilakukan menggunakan kain blacu dan penyaringan kedua dilakukan dengan menggunakan kertas saring whatman. Tujuan dari penyaringan 2 tahap ini adalah untuk mendapatkan residu yang lebih banyak sekaligus meminimalkan biaya. Jika menggunakan kertas saring whatman saja untuk penyaringan makan biaya yang dikeluarkan akan lebih banyak dibanding penyaringan dilakukan dengan menggunakan kain blacu, tetapi bila hanya menggunakan kain blacu saja, hasilnya tidak sebagus jika penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas saring whatman karena pori-pori kain blacu lebih besar dari pori-pori kertas saring whatman.

9. Pencucian ulang kemudian dilakukan dengan akuades agar residu mempunyai pH yang mendekati netral (pH 7). Pengecekan pH dapat menggunakan kertas pH.

DESKRIPSI TEKNOLOGI

Tujuan penerapan teknologi ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari limbah hasil perikanan khususnya tulang ikan yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal.

Manfaat dari penerapan teknologi ini adalah untuk memanfaatkan tulang ikan yang masih sering dianggap sebagai limbah, dengan demikian dapat mengurangi dampak lingkungan dari limbah hasil perikanan. Hal ini sangat mendukung konsep zero waste dan blue economy, selain juga dapat menjadi peluang kerja baru bagi masyarakat kelautan dan perikanan Indonesia.

Bubuk kalsium tulang ikan dapat ditambahkan pada produk kering seperti kerupuk, mi, tik-tik ikan, biskuit dan berbagai produk kering lainnya. Di samping itu dapat digunakan juga pada produk basah seperti nuget, kaki naga, burger, bakso, brownis dan lainnya. Bubuk kalsium tulang ikan dapat juga dapat digunakan sebagai sumber kalsium pada pakan ternak dan pakan ikan.

Pembuatan tepung tulang ikan sudah dilakukan secara tradisional dengan menggiling tulang ikan yang sudah dikeringkan, tanpa melalui proses ekstraksi. Inovasi dari teknologi ini adalah dilakukannya proses ekstraksi menggunakan NaOH an HCl sehingga dapat diperoleh bubuk kalsium tulang ikan yang lebih murni dengan ukuran yang lebih halus, bahkan dapat mencapai ukuran nano, sehingga mudah diserap oleh tubuh bila dikonsumsi.

PENGERTIAN

Kalsium: Logam putih, menyerupai kristal; unsur dengan nomor atom 20, berlambang Ca, dan bobot atom 40,08

RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS

Persyaratan Teknis

Pembuatan bubuk kalsium dari tulang ikan memerlukan peralatan sebagai berikut : 1. Panci perebus

2. Kompor

3. Waterbath (dapat dimodifikasi dari drum bekas, minimal mampu digunakan untuk merendam o

pada suhu 100 C)

4. Kertas saring Whatman ukuran 41 atau 42 dan kertas pH yang dapat diperoleh di toko bahan kimia

(3)

5. Grinder, dishmill atau hammer mill untuk menggiling tulang menjadi partikel ukuran kecil/bubuk

o 6. Oven/alat pengering mekanis yang minimal mampu mencapai suhu 50 C 7. Saringan bertingkat dengan ukuran 100 mesh, 200 mesh, dan 500 mesh Di samping itu diperlukan bahan-bahan sebagai berikut:

1. Tulang ikan (dapat berasal dari semua jenis ikan, merupakan limbah dari pengolahan fillet atau pengolahan ikan lain)

2. NaOH (teknis) 3. HCl (teknis) Rincian teknologi

1. Pembersihan tulang ikan dari kotoran atau sisa daging yang melekat dilakukan dengan pencucian dan penyiangan. Tulang pada bagian kepala dan ekor ikan dibuang.

2. Tulang ikan kemudian direbus dalam wadah perebusan atau panci aluminium selama 30 menit pada suhu sekitar 1.000oC. Proses pemasakan atau perebusan dilakukan untuk

mempermudah pembersihan tulang dari daging, lemak dan darah yang menempel ada tulang. Untuk mendapatkan tulang ikan yang bersih dan hasil akhir dengan nilai derajat putih yang tinggi, perebusan dapat dilakukan berulang-ulang.

3. Tulang ikan yang telah direbus ditiriskan di para-para atau tampah kemudian didinginkan. Untuk mempercepat proses pendinginan dapat digunakan kipas angin atau diangin-anginkan di udara luar.

4. Sisa daging yang masih menempel dibersihkan menggunakan sikat dan dicuci kembali hingga bersih.

5. Setelah bersih, tulang dikeringkan di bawah sinar matahari hingga kering (sekitar 1 hari) menggunakan para-para atau tampah sebagai wadah tulang ikan.

6. Tulang ikan yang sudah kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan alat penepung, dishmill atau hammer mill.

7. Tahapan selanjutnya adalah proses ekstraksi tepung tulang ikan yang dilakukan pada suhu o

100 C dalam waterbath menggunakan larutan NaOH (konsentrasi 4%) selama 1 jam dengan perbandingan antara tepung dan larutan NaOH 1 : 2.

8. Untuk memisahkan filtrat dan residunya, dilakukan 2 kali penyaringan. Penyaringan pertama dilakukan menggunakan kain blacu dan penyaringan kedua dilakukan dengan menggunakan kertas saring whatman. Tujuan dari penyaringan 2 tahap ini adalah untuk mendapatkan residu yang lebih banyak sekaligus meminimalkan biaya. Jika menggunakan kertas saring whatman saja untuk penyaringan makan biaya yang dikeluarkan akan lebih banyak dibanding penyaringan dilakukan dengan menggunakan kain blacu, tetapi bila hanya menggunakan kain blacu saja, hasilnya tidak sebagus jika penyaringan dilakukan dengan menggunakan kertas saring whatman karena pori-pori kain blacu lebih besar dari pori-pori kertas saring whatman.

9. Pencucian ulang kemudian dilakukan dengan akuades agar residu mempunyai pH yang mendekati netral (pH 7). Pengecekan pH dapat menggunakan kertas pH.

(4)

Tulungagung, Kupang (Nusa tenggara Timur), Tegal, Samarinda, Pemangkat dan Kayong Utara (Kalimantan Barat).

Teknologi ini direkomendasikan untuk daerah yang banyak terdapat unit pengolah ikan baik skala UKM maupun industri yang pada proses produksinya menghasilkan hasil samping tulang ikan.

KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF

Teknologi ini tidak akan berdampak negatif pada lingkungan bila dilengkapi dengan instalasi pengolahan limbah (IPAL), karena menggunakan bahan kimia pada prosesnya.

TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI

Komponen yang digunakan dalam teknologi ini seluruhnya menggunakan material produksi dalam negeri.

KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISIS USAHA

Diasumsikan bahwa modal usaha Rp 50.000.000 merupakan pinjaman Bank yang diberikan melalui KUMK dengan Bunga 12% per tahun, maka pinjaman yang diajukan ke bank maka perhitungannya dapat dilihat pada tabel di halaman berikut:

No Uraian Satuan Jumlah Harga

satuan Jumlah Jumlah/ bulan 1 Tulang ikan (ekstraksisetiap 3 hari sekali) Kg 50 1.000 50.000 500.000 2 NaOH (teknis) Kg 5 15.000 75.000 750.000 3 HCl (teknis) liter 2 15.000 30.000 300.000 4 Gas tabung 0,3 15.000 4.500 45.000 5 Pengemas Kg 10 15.000 150.000 1.500.000 JUMLAH 309.500 3.095.000 Biaya tetap

1 Tenaga Kerja Orang 4 25.000 100.000 2.500.000

2 Listrik Paket 1 150.000 150.000 150.000

3 Air Paket 1 100.000 100.000 100.000

JUMLAH 350.000 2.750.000

Modal Usaha = Biaya Investasi + Biaya Opresional + Biaya Tetap Biaya Investasi 96.530.000 Biaya Operasional 3.095.000 Biaya Tetap 2.750.000 102.375.000 0

Tabel 1. Rincian Biaya operasional Ekstraksi tulang ikan 10. Residu yang sudah netral kemudian dihidrolisis dengan cara merendamnya dalam HCl 3,6%

dengan perbandingan 1 : 3 selama 24 jam, selanjutnya residu berikut HCl tersebut dimasukkan ke dalam waterbath untuk dipanaskan pada suhu 100oC selama 1 jam.

11. Setelah diekstraksi, dilakukan penyaringan dengan cara yang sama dengan penyaringan sebelum pencucian pada proses ekstraksi pertama.

12. Pencucian ulang hingga pH netral dilakukan menggunakan akudes seperti pada penetralan sebelumnya.

o

13. Pengeringan residu dilakukan menggunakan oven pada suhu 50 C selama 24 jam atau hingga kadar air residu maksimal 3%.

14. Residu yang telah kering digiling kembali untuk menyeragamkan ukuran. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan alat penepung/hammer mill/dishmill.

15. Tepung yang dihasilkan kemudian disaring menggunakan saringan bertingkat 100 mesh, 200 mesh dan 500 mesh. Penyaringan bertingkat ini dimaksudkan untuk mendapatkan bubuk kalsium dengan ukuran yang berbeda-beda. Pembedaan kelompok ini berguna untuk menentukan segmen pasar karena setiap segmen mempunyai harga yang berbeda. Kalsium dengan ukuran yang lebih kecil dapat dijual untuk segmen pasar yang dengan nilai jual lebih tinggi dibandingkan kalsium dengan ukuran lebih besar.

16. Pengemasan dilakukan untuk mencegah kalsium ditumbuhi jamur akibat kelembaban (RH) yang tinggi di udara sekitar. Pengemasan dapat menggunakan plastik atau botol. Ukuran kemasan dan bobot kalsium pada kemasan ditentukan oleh pengusaha berdasarkan segmen dan permintaan pasar. Pasar potensial adalah industri makanan kecil dan pakan ternak/ikan. 17. Kalsium dapat digunakan pada makanan kecil/snack kering dengan takaran tidak lebih dari

2% dari total adonan. Penambahan kalsium dari tulang ikan ini dapat dilakukan pada proses pencapuran bahan makanan (pengadonan).

KEUNGGULAN TEKNOLOGI

Selain meningkatkan nilai tambah, teknologi ini dapat mengurangi masalah pencemaran lingkungan oleh limbah perikanan.

Bubuk kalsium tulang ikan mengandung kalsium yang lebih murni dan ukuran bubuk yang lebih kecil dibandingkan tepung ikan yang dibuat secara tradisional, karena menggunakan proses ekstraksi dengan NaOH dan HCl. Dengan demikian diharapkan kalsium akan dapat diserap dengan lebih baik oleh tubuh.

Mudah disubtitusikan pada produk makanan olahan karena berbentuk tepung dan tidak berbau amis.

Mempunyai pangsa pasar pada industri pakan sebagai sumber mineral dalam formulasi pakan.

WAKTU DAN LOKASI REKOMENDASI

Penelitian dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBP4BKP) Jakarta pada tahun 2010 – 2012, diteruskan dengan kaji terap penggunaan bubuk kalsium tulang ikan pada berbagai jenis makanan misalnya tik-tik, kerupuk, kue, roti, brownis dan lain-lain makanan camilan. Kaji terap dilakukan di

(5)

Tulungagung, Kupang (Nusa tenggara Timur), Tegal, Samarinda, Pemangkat dan Kayong Utara (Kalimantan Barat).

Teknologi ini direkomendasikan untuk daerah yang banyak terdapat unit pengolah ikan baik skala UKM maupun industri yang pada proses produksinya menghasilkan hasil samping tulang ikan.

KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF

Teknologi ini tidak akan berdampak negatif pada lingkungan bila dilengkapi dengan instalasi pengolahan limbah (IPAL), karena menggunakan bahan kimia pada prosesnya.

TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI

Komponen yang digunakan dalam teknologi ini seluruhnya menggunakan material produksi dalam negeri.

KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISIS USAHA

Diasumsikan bahwa modal usaha Rp 50.000.000 merupakan pinjaman Bank yang diberikan melalui KUMK dengan Bunga 12% per tahun, maka pinjaman yang diajukan ke bank maka perhitungannya dapat dilihat pada tabel di halaman berikut:

No Uraian Satuan Jumlah Harga

satuan Jumlah Jumlah/ bulan 1 Tulang ikan (ekstraksisetiap 3 hari sekali) Kg 50 1.000 50.000 500.000 2 NaOH (teknis) Kg 5 15.000 75.000 750.000 3 HCl (teknis) liter 2 15.000 30.000 300.000 4 Gas tabung 0,3 15.000 4.500 45.000 5 Pengemas Kg 10 15.000 150.000 1.500.000 JUMLAH 309.500 3.095.000 Biaya tetap

1 Tenaga Kerja Orang 4 25.000 100.000 2.500.000

2 Listrik Paket 1 150.000 150.000 150.000

3 Air Paket 1 100.000 100.000 100.000

JUMLAH 350.000 2.750.000

Modal Usaha = Biaya Investasi + Biaya Opresional + Biaya Tetap Biaya Investasi 96.530.000 Biaya Operasional 3.095.000 Biaya Tetap 2.750.000 102.375.000 0

(6)

Gambar 1. Tulang ikan setelah dibersihkan dari kotoran, lemak dan daging yang melekat

Gambar 2. Tulang ikan setelah pengeringan

Gambar 3. Tulang ikan yang telah selesai proses perendaman dalam NaOH

Gambar 4. Penepungan

tulang ikan Gambar 5. Produk tepungtulang ikan

Spesifikasi

Bubuk kalsium tulang ikan mempunyai kadar kalsium 22,6%, rasio kalsium dengan fosfor sebesar 1,87. Mempunyai kadar air 2,33%, kadar abu 92,74%, kadar protein 0,61%, ukuran 145 nm - 2 µm dan derajat putih 93,72%.

(RP)

Modal 97.0 39.500

Pinjaman 50.000.000

Bunga BankPertahun 12 % Pinjaman 50.000.000 Bunga 12%/tahun 6.000.000 Bunga perbulan 500.000 Pengeluaran Penyusutan 583.83 Biaya operasional 3.095.000 Biaya tetap 2.750.000 Bunga Bank 500.000 6.928.833

Proyeksi Laba Rugi

Usaha Pendapatan

Rendemen

(KG) satuan harga per kg(RP) Jumlah(RP) jumlah/bulan(RP) Penjualan tepung tulang 40 kg 25.000 1.000.000 10.000.000 Total Pendapatan/bulan 10.000.000 Pengeluaran Biaya Produksi 3.095.000 Penyusutan 583.833 Biaya Tetap 2.750.000 Bunga Bank Perbulan 500.000 Total Pengeluaran 6.928.8 33

Laba Setelah Pajak 3.071.167

Pertimbangan Usaha

Pertimbangan usaha dihitung berdasarkan

BEP = Biaya tetap/1-Biaya tidak tetap/hasil penjualan

Biaya tetap 2.750.000 Variable Cost 3.095.000 Hasil Penjualan 10.000.000 Biaya operasional/Hasil Penjualan 0, 309 Penyebut 0,691 BEP 3.982.621,29

(7)

Gambar 1. Tulang ikan setelah dibersihkan dari kotoran, lemak dan daging yang melekat

Gambar 2. Tulang ikan setelah pengeringan

Gambar 3. Tulang ikan yang telah selesai proses perendaman dalam NaOH

Gambar 4. Penepungan

tulang ikan Gambar 5. Produk tepungtulang ikan

Spesifikasi

Bubuk kalsium tulang ikan mempunyai kadar kalsium 22,6%, rasio kalsium dengan fosfor sebesar 1,87. Mempunyai kadar air 2,33%, kadar abu 92,74%, kadar protein 0,61%, ukuran 145 nm - 2 µm dan derajat putih 93,72%.

Gambar

Tabel 1. Rincian Biaya operasional Ekstraksi tulang ikan
Gambar  1.  Tulang ikan setelah dibersihkan dari kotoran, lemak dan daging yang melekat
Gambar  1.  Tulang ikan setelah dibersihkan dari kotoran, lemak dan daging yang melekat

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga, mereka pun memandang bahwa negara adalah sebagai lembaga politik yang sama sekali terpisah dari agama, kepala negara karenanya hanya mempunyai

Biaya tata niaga, sebaran harga dan persentase margin pedagang pengolah beras organik yaitu lembaga kelompok dan beras anorganik yaitu pengolah lebih besar dibandingkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan pada daerah pinggiran Kota Watansoppeng dengan menggunakan metode

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pimer dan data sekunder yang berhubungan dengan fokus penelitian. Data primer berupa karakteristik sosial ekonomi

Begitu juga dengan karakteristik filsafat Barat yang berbeda dengan karakteristik filsafat India, filsafat Cina, atau filsafat Islam..

Secara garis besar konsep pendidikan menurut Tjokroaminoto, Ki Hadjar, Paulo Freire dengan Sisdiknas merupakan upaya mengembangkan potensi peserta didik dan sebagai alat

Desain sistem yang dihasilkan dari penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi masyarakat miskin dan penentuan program penanggulangan kemiskinan untuk wilayah

Hasil linier berganda terlihat nilai koefisien regresi dari jumlah EM-4 mempunyai hubungan positif terhadap produksi (Y) yang ditunjukkan dengan nilai koefisien