9 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya (State of The Art)
Penelitian sebelumnya merupakan teori yang telah melalui proses penelitian sebelum yang dilakukan sebagai dasar atau acuan penelitian ini sebagai data pendukung. Penelitian sebelumnya akan memperlihatkan persamaan dan perbedaan yang ada dengan penelitian setelahnya. Persamaan dan perbedaan tersebut dapat dilihat dari obyek yang diteliti, metode penelitiannya, dan teori yang digunakan. Berdasarkan judul penelitian “Pengaruh Aliran Informasi dan Iklim Komunikasi terhadap Citra Perusahaan di Mata Karyawan PT. Bank Central Asia, Tbk Kantor Cabang Utama Kedoya Permai” , maka akan dibandingkan dengan penelitian yang terkait dengan judul diatas. Berikut adalah hasil penelitian sebelumnya yang disajikan dalam bentuk tabel :
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya
No Nama / Tahun Judul Variabel
1 Dewi Suryani Susanto / 2013
Downward Communication di PT. Commonwealth Life Cabang
Surabaya
- Aliran Komunikasi ke Bawah
2 Abdul Khalik Azhari/ 2013
Public Relations dan Citra Perusahaan (Studi Korelasional tentang Pengaruh Internal Public
Relations terhadap Citra PT. Perkebunan Nusantara IV Persero
Medan) - Internal Public Relations - Citra Perusahaan 3 Dewi Winarni Susyanti / 2012
Corporate Social Responsibility dan Internal Media sebagai Pembentuk Citra Perusahaan di
Bidang Public Relations
- CSR - Media Internal - Citra Perusahaan 4 Dr. Priti Verma / 2013 Relationship between Organisational Communication Flow and Communication Climate
- Aliran Informasi - Iklim Komunikasi
5 Shahrina Md Nordin, etc/ 2013
Organizational Communication Climate and Conflict Management: Communications Management in an Oil and Gas
Company
- Iklim Komunikasi Organisasi - Manajemen
Berikut adalah keterangan lebih lanjut mengenai tabel penelitian sebelumnya :
1. Dewi Suryani Susanto dari Universitas Kristen Petra Surabaya yang merampungkan jurnalnya pada tahun 2013, dengan judul “Downward Communication di PT. Commonwealth Life Cabang Surabaya”. Jurnal ini menjelaskan mengenai aliran komunikasi yang berfokus pada aliran komunikasi ke bawah. Jurnal ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif yang tidak bermaksud untuk membuat kesimpulan untuk umum, penelitian terdahulu ini hanya dimaksudkan untuk mengetahui masalah aliran komunikasi ke bawah yang ada di PT. Commonwealth Life Cabang Surabaya. Hasil temuannya adalah aliran komunikasi ke bawah dalam perusahaan ini belum berjalan seperti yang diharapkan. Atasan lebih sering berkomunikasi dengan lisan, seperti rapat dan kontak interpersonal. Atasan diharapkan lebih meluangkan waktu untuk berkomunikasi secara personal dengan bawahannya. Perbedaannya adalah penelitian terdahulu ini meneliti satu variabel yaitu aliran komunikasi ke bawah dengan metode penelitian kuantitatif deskriptif, sedangkan penelitian sekarang meneliti keseluruhan aliran komunikasi dalam perusahaan dan menggunakan metode penelitian kuantitatif inferensial di mana hasil penelitian dapat digeneralisasikan untuk umum. Persamaannya dengan penelitian sekarang adalah sama – sama meneliti aliran komunikasi ke bawah pada suatu perusahaan.
2. Abdul Khalik Azhari dari Univeristas Sumatera Utara merampungkan jurnalnya pada tahun 2013, yang berjudul “Public Relations dan Citra Perusahaan (Studi Korelasional tentang Pengaruh Internal Public Relations Terhadap Citra PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Medan)”. Hasil temuan penelitian ini adalah hubungan antara internal public relations dan citra perusahaan PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Medan sangat kecil, yaitu 2% dihitung dengan koefisien determinasi dan 98% lainnya dipengaruhi oleh faktor yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Namun, walaupun koefisien determinasinya terbilang sangat kecil, tetapi internal public relations tetap memiliki pengaruh terhadap citra perusahaan PT. Perkebunan Nusantara IV Persero Medan. Persamaan dari penelitian ini adalah meneliti mengenai citra perusahaan dan meneliti hal yang berkaitan dengan komunikasi dalam
perusahaan yang dijalankan oleh public relations tersebut. Perbedaannya adalah penelitian terdahulu ini cenderung meneliti event yang diadakan oleh internal public relations perusahaan daripada suasana komunikasi dalam perusahaannya.
3. Dewi Winami Susyanti dari Universitas Politeknik Negeri Jakarta merampungkan jurnal yang berjudul “Corporate Social Responsibility dan Internal Media sebagai Pembentuk Citra Perusahaan di Bidang Public Relations” pada tahun 2012 dengan melakukan pengamatan di PT. Energizer Indonesia, PT. Trakindo Utama, dan PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk. Hasil temuannya adalah Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan di PT. Energizer Indonesia dengan mengadakan Waste Water Treatment meningkatkan perhatian warga dan dapat membentuk citra perusahaan. Kegiatan media internal di PT. Trakindo Utama dikelola oleh bagian komunikasi internal yang berada di bawah divisi Corporate Communication (CorComm) yang berfungsi sebagai jembatan komunikasi antara atasan dengan bawahan dan sesama karyawan. Tugas utamanya adalah membuat kegiatan yang dapat mempererat hubungan dalam internal perusahaan, terutama dalam mengelola media internal perusahaan. Dan kegiatan komunikasi dengan publik internal di PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk dikelola melalui media. Media di Indofood diterbitkan khusus hanya untuk internal perusahaan sebagai sarana komunikasi dengan publik internalnya. Peran media internal ini sangat penting, baik untuk komunikasi vertikal maupun horisontal. Komunikasi vertikal terjadi manakala pihak manajemen menyampaikan kebijakan baru, pencapaian yang diraih, serta informasi yang dapat membuat karyawan well inform. Sedangkan komunikasi horizontal terjadi manakala setiap karyawan pada masing-masing divisi atau unit anak perusahaan memiliki sebuah kegiatan atau informasi yang dapat diinformasikan kepada karyawan lain. Dalam jurnal ini dikatakan bahwa CSR dan media internal merupakan alat untuk membentuk citra. Menyesuaikan dengan penelitian sekarang, maka akan lebih difokuskan kepada media internal yang digunakan untuk membentuk citra di hadapan internal perusahaan. Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah jurnal penellitian terdahulu ini menggunakan metode kuantitatif untuk menjelaskan instrumen pembentukan citra perusahaan, dan jurnal ini juga meneliti mengenai CSR.
Bentuk komunikasi internal yang diteliti dalam jurnal ini lebih mengarah pada media komunikasinya. Persamaannya adalah penelitian ini meneliti bagaimana cara membentuk citra perusahaan di mata internal perusahaan. 4. Dr. Priti Verma merupakanAssistant Professor di Universitas Sharda, India.
Ia merampungkan jurnalnya yang berjudul “Relationship between Organisational Communication Flow and Communication Climate” pada tahun 2013 dengan menggunakan beberapa studi kasus. Penelitian ini mengangkat hubungan antara aliran informasi dan iklim komunikasi. Hasil penelitian ini adalah komunikasi berperan penting dalam kontribusi suatu organisasi. Iklim komunikasi yang ideal diperlukan dalam perusahaan. Iklim komunikasi sendiri dipengaruhi oleh pola atau aliran informasi dalam organisasi. Fokus utama penelitan ini terdapat pada aliran informasi vertikal, terutama vertikal ke bawah, namun penelitian aliran informasi vertikal ke atas dan horisontal juga tetap dibahas dengan beberapa studi kasus pada penelitian ini. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk menghindari pola informasi yang tidak produktif. Persamaan penelitian kali ini adalah menggunakan variabel yang sama yaitu variabel aliran informasi dan iklim komunikasi. Bedanya, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan penelitian sekarang menggunakan metode penelitian kuantitatif.
5. Shahrina Md Nordin, Subarna Sivapalan, Ena Bhattacharyya, Hezlina Hashim Wan Fatimah Wan Ahmad, Azrai Abdullah dari Universitas Teknologi Petronas, Malaysia menulis jurnal yang berjudul “Organizational Communication Climate and Conflict Management: Communications Management in an Oil and Gas Company” pada tahun 2013. Dalam jurnal ini dinyatakan bahwa iklim komunikasi penting dalam suatu perusahaan, karena dapat mendukung maupun menghambat aliran komunikasi dalam perusahaan, baik aliran komunikasi ke bawah, ke atas, dan sesama karyawannya. Hasil temuannya membahas dampak dari berbagai strategi komunikatif yang digunakan dalam manajemen konflik terhadap iklim komunikasi organisasi. Temuan menunjukkan bahwa secara keseluruhan manajemen konflik terkait dengan peran personil dalam organisasi. Perbedaan dengan penelitian sekarang adalah jurnal ini meneliti mengenai pengaruh terhadap manajemen konflik, dan penelitian sekarang meneliti pengaruh terhadap citra perusahaan. Persamaannya adalah sama – sama meneliti iklim komunikasi dalam
perusahaan, dan jurnal ini juga membahas keterkaitan iklim komunikasi dengan aliran komunikasi. Jurnal ini menggunakan metode penelitian kuantitatif untuk mendapatkan hasil pembahasannya.
2.2 Landasan Teori
Di sini akan dibahas mengenai teori – teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian beserta penjelasannya. Teori yang dibahas yaitu teori komunikasi, teori komunikasi internal berupa aliran informasi dan iklim komunikasi, dan teori citra perusahaan.
2.2.1 Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang – lambang, tanda – tanda, atau tingkah laku. (Harun, 2008 : 3)
Harold Lasswell (Pakaya, 2009 : 3 - 4), mengatakan bahwa cara terbaik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : “Who says, What in, Which channel, to Whom, with What Effect?”. Pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban, yaitu komunikator (sumber), pesan, media, komunikan, efek/dampak.
2.2.1.1 Proses Komunikasi
Paradigma Lasswell (Pakaya, 2009 : 50 – 58) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:
a. Proses Komunikasi secara Primer
Yaitu proses penyampaian pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah pesan verbal dan non verbal yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan. Prosesnya adalah komunikator menyandi (encode) pesan yang akan
disampaikan kepada komunikan dengan memformulasikan pikiran dan perasaan ke dalam bahasa yang diperkirakan akan dimengerti oleh komunikan. Kemudian komunikan menerjemahkan (decode) pesan dari komunikator dengan menafsirkan lambang tersebut sehingga mendapatkan kesamaan makna.
b. Proses Komunikasi Sekunder
Yaitu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Komunikator menggunakan media kedua dalam menyampaikan pesan karena komunikan berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Media kedua tersebut dapat berupa media cetak dan media elektronik, baik media massa maupun nirmassa.
2.2.1.2 Konsep Komunikasi
Riswandi (2009 : 7 - 9) mengemukakan komunikasi dalam tiga konseptual yaitu:
a. Komunikasi sebagai tindakan satu arah.
Yaitu penyampaian pesan searah dari komunikator kepada komunikan. Dalam pemahaman ini komunikasi bertujuan untuk menyampaikan pesan dan merangsang/membujuk komunikan untuk melakukan sesuatu. Contoh : Pidato yang tidak melibatkan tanya jawab, iklan, dan lainnya.
b. Komunikasi sebagai interaksi.
Komunikasi mememiliki proses sebab - akibat atau aksi - reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan dan penerima pesan bereaksi dengan memberikan jawaban, kemudian orang pertama yang menyampaikan pesan bereaksi lagi setelah menerima respon atau reaksi dari orang kedua, dan seterusnya.
c. Komunikasi sebagai transaksi.
Komunikasi dalam pandangan ini adalah proses yang dinamis dan berkesinambungan mengubah pihak yang berkomunikasi. Orang - orang yang berkomunikasi dianggap sebagai komunikator yang secara aktif mengirim dan menafsirkan pesan.
2.2.1.3 Tingkatan Komunikasi
Menurut Denis McQuail (Riswandi, 2009 : 9 - 10), secara umum proses komunikasi berlangsung dalam tingkatan sebagai berikut:
a. Komunikasi Intrapribadi (Intrapersonal Communication)
Yaitu komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang yang berupa proses pengolahan informasi melalui panca indera dan sistem syaraf manusia. Misalnya berpikir, merenung, menggambar, dan lainnya.
b. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)
Yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak komunikasi yang lebih bersifat pribadi. Dalam komunikasi ini jumlah perilaku yang terlibat pada dasarnya bisa lebih dari dua orang selama pesan/informasi yang disampaikan bersifat pribadi.
c. Komunikasi Kelompok (Group Communication)
Yaitu komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu kelompok guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri, atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya. Misalnya diskusi guru dan murid di dalam kelas mengenai topik bahasan.
d. Komunikasi Antarkelompok
Yaitu komunikasi yang berlangsung antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Jumlah pelaku yang terlibat bisa jadi hanya dua atau lebih, tetapi masing – masing membawa peran dan kedudukannya sebagai wakil dari kelompok masing – masing.
e. Komunikasi Organisasi (Organization Communication)
Yaitu pengiriman dan penerimaan berbagai pesan di dalam organisasi dan antar organisasi. Komunikasi organisasi lebih bersifat formal dan lebih mengutamakan prinsip – prinsip efisiensi dalam melakukan kegiatan komunikasinya.
f. Komunikasi Massa (Mass Communication)
Yaitu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media massa (media cetak maupun elektronik) sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
2.2.1.4 Fungsi Komunikasi
Berikut adalah penjelasan mengenai fungsi komunikasi yang meliputi fungsi komunikasi sosial, ekspresif, ritual, dan instrumental (Riswandi, 2009 : 13 – 23), yaitu:
a) Komunikasi Sosial
Komunikasi penting untuk membangun konsep diri (pandangan mengenai diri kita melalui informasi yang diberikan oleh orang lain), aktualisasi diri (eksitansi diri), dan untuk kelangsungan hidup (memperoleh kebahagiaan dan memupuk hubungan dengan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan emosional dan mental)
b) Komunikasi Ekspresif
Komunikasi ekspresif merupakan fungsi menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) melalui pesan yang berbentuk non verbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku non verbal. Contohnya menggambarkan perasaan sayang dengan memeluk.
c) Komunikasi Ritual
Komunikasi ritual berfungsi untuk memberikan komitmen mereka kepada tradisi keluarga, komunitas, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama mereka. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara atau komunikasi ritual berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebaga rites of passage, mulai dari perayaan agama, upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik.
d) Komunikasi Instrumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga menghibur.
2.2.2 Komunikasi Organisasi
Perusahaan merupakan suatu organisasi yang terdiri dari suatu kumpulan atau sistem individu – individu yang pada umumnya berusaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui hierarki kepangkatan dan pembagian kerja. (Suprapto, 2009 : 109)
Komunikasi organisasi dibagi menjadi dua dimensi (Effendy, 2007 : 122), yaitu komunikasi internal (komunikasi yang berjalan di dalam perusahaan) dan komunikasi eksternal (komunikasi yang berjalan ke khalayak di luar perusahaan). Penelitian ini akan berfokus mengenai komunikasi internal.
2.2.3 Komunikasi Internal
Komunikasi internal adalah komunikasi antara bagian manajemen perusahaan dengan para karyawannya. Komunikasi internal telah berkembang karena perusahaan mengakui bahwa komunikasi yang baik diantara keduanya memberi kontribusi bagi peningkatan kinerja dan membantu memecahkan berbagai persoalan yang mungkin dapat memunculkan konflik. Komunikasi internal yang baik pada akhirnya bermanfaat bagi perusahaan. Komunikasi internal membantu karyawan memahami visi organisasi, nilai – nilai dan budaya, serta menyertakan anggota staf dalam isu yang mempengaruhi kehidupan kerja mereka, dengan demikian staf selalu memperoleh informasi mengenai keputusan penting yang diambil perusahaan. Komunikasi internal dioperasikan dengan menggunakan kode etik yang jelas dan menjadi transparan, jelas, singkat, informatif, dan independen. (Butterick, 2011 : 118 – 120)
Perusahaan perlu menjalankan komunikasi internal karena karyawan yang terinformasi dan terhubung memberikan hasil yang lebih baik bagi perusahaan. Hal ini karena karyawan yang memiliki informasi dan terhubung satu sama lain, akan memiliki perasaan memiliki, pengertian, dan jelas akan tujuan perusahaan. Sehingga mereka dapat berjalan seirama dan memberikan hasil yang lebih maksimal bagi perusahaan. (Smith, 2008 : 2)
Ini adalah mengenai bagaimana perusahaan berpikir siapa karyawan tersebut, modal manusia atau brand ambassador. Bagaimana mereka diperlakukan dan bagaimana mereka berkomunikasi secara langsung akan mempengaruhi persepsi mereka
tentang nilai dan kontribusi kepada organisasi mereka. (Gilis, 2010 : 240)
Komunikasi internal yang berjalan dengan baik di dalam suatu perusahaan akan meningkatkan kinerja karyawan perusahaan tersebut. Karyawan akan merasa dihargai dan dihormati oleh perusahaan sehingga kinerja mereka meningkat.
2.2.4 Aliran Informasi Formal
Pace dan Faules (2005 : 183 - 199), mengatakan dalam struktur organisasi sebuah perusahaan garis, fungsional, maupun matriks, akan tampak berbagai macam posisi atau kedudukan masing – masing sesuai dengan batas tanggung jawab dan wewenangnya. Informasi dalam perusahaan berpindah secara formal dari seseorang yang otoritasnya lebih tinggi kepada yang otoritasnya lebih rendah (komunikasi ke bawah), informasi yang bergerak dari suatu jabatan yang otoritasnya lebih rendah kepada otoritas lebih tinggi (komunikasi ke atas), informasi yang bergerak di antara jabatan yang sama tingkat otoritasnya (komunikasi horisontal), atau informasi yang bergerak di antara jabatan yang tidak menjadi atasan ataupun bawahan satu dengan yang lainnya dan menempati bagian fungsional yang berbeda (komunikasi lintas saluran).
2.2.4.1 Komunikasi dari Atas ke Bawah
Informasi pada aliran ini mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada jabatan otoritas lebih rendah. Menurut Katz dan Kahn (Pace dan Faules, 2005 : 185), terdapat lima jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan, yaitu informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan, informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan, informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi, informasi mengenai kinerja pegawai, informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission).
Aliran komunikasi ke bawah dipengaruhi oleh berbagai faktor (Muhammad, 2011 : 110 – 112), antara lain sebagai berikut :
a. Keterbukaan
Kurangnya sifat terbuka akan menyebabkan gangguan dalam pesan. Umumnya pimpinan tidak begitu memperhatikan arus komunikasi ke bawah. Pimpinan mau memberikan informasi ke bawah bila mereka merasa bahwa pesan tersebut penting bagi penyelesaian tugas. Misalnya seorang pimpinan akan mengirimkan pesan untuk memotivasi karyawan guna penyempurnaan produksi, tetapi tidak mau mendiskusikan kebijaksanaan baru dalam mengatasi masalah perusahaan. Atasan hendaknya membagi informasi yang dibutuhkan karyawan dan membantu karyawan merasakan bahwa diberi informasi.
b. Kepercayaan pada Pesan Tulisan
Kebanyakan para pemimpin lebih percaya pada pesan tulisan dan metode difusi yang menggunakan alat – alat elektronik daripada pesan yang disampaikan secara lisan dengan tatap muka. Pimpinan lebih banyak menyampaikan pesan secara tertulis berupa buletin, manual yang mahal, dan lainnya sebagai kontak personal secara tatap muka antara atasan dan bawahan. Hasil penelitian Dahle (Muhammad, 2011 : 111) menunjukkan bahwa pesan akan lebih efektif bila dikirimkan dalam bentuk lisan dan tulisan. Jadi bukan hanya dalam bentuk tertulis saja. Komunikasi tatap muka lebih disenangi oleh karyawan daripada media cetak.
c. Pesan yang berlebihan
Karena banyaknya pesan yang dikirimkan secara tertulis maka karyawan dibebani dengan memo, buletin, surat pengumuman, majalah, dan pernyataan kebijaksanaan, sehingga banyak pesan yang harus dibaca oleh karyawan. Reaksi karyawan terhadap pesan tersebut biasanya cenderung tidak membacanya atau hanya membaca pesan tertentu yang dianggap penting bagi dirinya.
d. Timing
Ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi ke bawah. Pimpinan hendaknya mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak yang potensial terhadap tingkah laku karyawan. Pesan dikirim pada saat saling menguntungkan kepada kedua belah pihak, yaitu atasan dan bawahan. Bila pesan yang dikirimkan tidak pada saat dibutuhkan oleh karyawan maka dapat mempengaruhi efektivitasnya.
e. Penyaringan
Penyaringan pesan dapat disebabkan oleh bermacam – macam faktor diantaranya perbedaan persepsi, jumlah mata rantai dalam jaringan komunikasi, dan rasa kurang percaya kepada atasan. Untuk itu atasan harus membentuk kepercayaan dan mengurangi garis komunikasi menjadi sependek mungkin. Umumnya komunikasi personal lebih disukai oleh karyawan karena lebih cepat dan lebih jelas.
2.2.4.2 Komunikasi dari Bawah ke Atas
Dalam arah aliran ini, pesan mengalir dari bawahan ke atasan sesuai dengan struktur perusahaan. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk memberikan umpan balik, memberikan saran, keluhan, dan mengajukan pertanyaan.
Komunikasi ini memiliki efek pada penyempurnaan moral dan sikap karyawan. Dengan adanya komunikasi ini atasan dapat mengetahui kapan bawahannya siap diberi informasi, dapat memberikan informasi yang berharga bagi pembuatan keputusan, memperkuat apresiasi dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan, atasan dapat mengetahui apakah informasi yang disampaikan kepada bawahan jelas atau tidak, dan dapat membantu karyawan mengatasi pekerjaan serta memperkuat keterlibatan mereka dalam perusahaan. (Pace dan Faules, 2005 : 189 – 190).
Untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam perusahaan dan mengambil keputusan secara tepat, sudah sepantasnya bila pimpinan memperhatikan aspirasi yang berasal dari bawah. Agar tercapainya keberhasilan komunikasi ke atas, para pimpinan harus percaya penuh kepada bawahannya. (Purwanto, 2011 : 51)
Terdapat empat hal yang perlu dikomunikasikan bawahan kepada atasannya (Pace dan Faules, 2005 : 190), yaitu:
a. Memberitahukan apa yang dilakukan bawahan, seperti pekerjaan mereka, prestasi, kemajuan, dan rencana-rencana untuk waktu mendatang.
b. Menjelaskan persoalan - persoalan kerja yang belum dipecahkan bawahan yang mungkin memerlukan beberapa macam bantuan.
c. Memberikan saran atau gagasan untuk perbaikan dalam unit-unit mereka atau dalam organisasi sebagai suatu keseluruhan.
d. Mengungkapkan bagaimana pikiran dan perasaan bawahan tentang pekerjaan mereka, rekan kerja mereka, dan organisasi.
2.2.4.3 Komunikasi Horisontal
Komunikasi ini terdiri dari penyampaian informasi di antara rekan – rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individu – individu yang ditempatkan pada tingkat otoritas yang sama dalam perusahaan dan memiliki atasan yang sama. Konteks dari aliran komunikasi ini bersifat koordinasi, sehingga satu dengan yang lain saling memberikan informasi. Komunikasi horisontal memiliki tujuan tertentu (Muhammad, 2011 : 121 – 122), diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengkoordinasikan penugasan kerja. Kepala bagian dalam suatu perusahaan terkadang mengadakan rapat atau pertemuan untuk mendiskusikan bagaimana tiap bagian memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi.
b. Untuk berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan. Ide dari banyak orang biasanya akan lebih baik daripada ide satu orang. Komunikasi horisontal diperlukan untuk mencari ide yang lebih baik. Para karyawan perlu saling membagi informasi untuk membuat perencanaan apa yang akan mereka lakukan.
c. Untuk memecahkan masalah yang timbul di antara karyawan yang berada pada tingkatan yang sama. Dengan adanya keterlibatan dalam memecahkan masalah akan menambah kepercayaan dan moral dari karyawan.
d. Untuk memperoleh pemahaman bersama. Pertemuan dan pembicaraan di antara karyawan yang sederajat dalam tingkatan perusahaan sangat penting untuk memperoleh pemahaman bersama.
e. Untuk mendamaikan, berdamai, dan berunding. Komunikasi horisontal di antara para karyawan unit kerja merupakan hal pokok dalam mendamaikan perbedaan. Hanya melalui komunikasi horisontal prioritas dapat disesuaikan dan konflik diselesaikan. Penyelesaian konflik akan menciptakan iklim organisasi yang baik.
f. Untuk menumbuhkan dukungan interpersonal. Kebanyakan komunikasi horisontal bertujuan untuk memperkuat ikatan dan hubungan antarpersona. Para karyawan sering makan siang bersama dan bertemu pada saat istirahat. Komunikasi horisontal memegang peranan penting dalam pembinaan hubungan di antara para karyawan dan mendorong terciptanya unit kerja yang padu, mengembangkan rasa sosial dan emosional karyawan.
2.2.4.4 Komunikasi Lintas Saluran / Diagonal
Aliran komunikasi ini dilakukan antar individu atau kelompok pada bagian berbeda dan tingkatan yang berbeda pula. Komunikasi diagonal banyak terjadi pada perusahaan berskala besar dimana ketergantungan antar departemen yang berbeda sangat besar. Kelebihan dari komunikasi ini dapat mempercepat penyebaran informasi dan memungkinkan individu dari berbagai bagian atau departemen ikut membantu menyelesaikan masalah dalam perusahaan. Kelemahan dari komunikasi ini yaitu penyebaran informasi tidak sesuai dengan jalur rutin dan struktur organisasi yang sudah ada. (Purwanto, 2011 : 53 - 54)
Fayol (Pace dan Faules, 2005 : 198 – 199) menunjukkan bahwa komunikasi lintas saluran merupakan hal yang pantas, bahkan perlu pada suatu saat. Ada dua kondisi yang harus dipenuhi dalam menggunakan jembatan Fayol, yaitu :
a. Setiap karyawan yang ingin berkomunikasi melintasi saluran harus meminta izin terlebih dahulu dari atasan langsungnya.
b. Setiap pegawai yang terlibat dalam komunikasi lintas saluran harus memberitahukan hasil pertemuannya kepada atasannya.
2.2.5 Iklim Komunikasi
Iklim komunikasi merupakan gabungan dari persepsi suatu evaluasi makro mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, tanggapan karyawan terhadap karyawan lainnya, harapan, konflik, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam perusahaan tersebut. Beberapa ahli dalam komunikasi organisasi berpendapat bahwa konsep iklim merupakan salah satu gagasan yang paling kaya dalam teori organisasi, karena iklim mendapat perhatian besar dalam literatur teoritis dan empiris. (Pace dan Faules, 2005 : 147 – 149).
Iklim komunikasi merupakan fungsi kegiatan yang terdapat dalam perusahaan untuk menunjukkan kepada anggota perusahaan bahwa perusahaan tersebut mempercayai mereka dan memberikan anggota perusahaan kebebasan dalam mengambil resiko, mendorong dan memberikan tanggung jawab dalam mengerjakan tugas, menyediakan informasi yang terbuka dan cukup tentang perusahaan, mendengarkan dengan penuh perhatian serta memperoleh informasi yang dapat dipercayai dan terus terang dari anggota perusahaan, secara aktif memberi penyuluhan kepada para anggota perusahaan sehingga mereka dapat melihat bahwa keterlibatan mereka penting bagi keputusan perusahaan, dan menaruh perhatian kepada pekerjaan yang bermutu tinggi dan memberi tantangan. (Pace dan Faules, 2005 : 154).
Iklim komunikasi dalam perusahan memiliki konsekuensi penting bagi pergantian dan masa kerja karyawan dalam perusahaan. Iklim komunikasi yang positif cenderung meningkatkan dan
mendukung komitmen pada perusahaan. (Pace dan Faules, 2005 : 156).
Faktor yang mempengaruhi iklim komunikasi perusahaan adalah sebagai berikut (Pace dan Faules, 2005 : 159 - 160) :
a. Kepercayaan
Karyawan di semua tingkat harus berusaha keras untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang di dalamnya terdapat kepercayaan, keyakinan, dan kredibilitas didukung oleh pernyataan dan tindakan.
b. Pembuatan Keputusan Bersama
Karyawan di semua tingkat dalam perusahaan harus diajak berkomunikasi dan berkonsultasi mengenai semua masalah dalam semua wilayah kebijakan perusahaan, yang relevan dengan kedudukan mereka. Karyawan di semua tingkat harus diberi kesempatan berkomunikasi dan berkonsultasi dengan manajemen di atas mereka agar berperan serta dalam proses pembuatan keputusan dan penentuan tujuan.
c. Kejujuran
Suasana umum yang diliputi kejujuran dan keterbukaan harus mewarnai hubungan dalam perusahaan, dan para karyawan mampu mengatakan pendapat dan gagasan mereka tanpa mengidahkan apakah mereka berbicara kepada teman sejawat, bawahan, atau atasan.
d. Keterbukaan dalam Komunikasi ke Bawah
Anggota perusahaan harus relatif mudah memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka saat itu, yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengkoordinasi pekerjaan mereka dengan orang atau bagian lainnya, dan yang berhubungan luas
dengan perusahaan, organisasi, para memimpin, dan rencana – rencana. Terkecuali untuk keperluan informasi rahasia.
e. Mendengarkan dalam Komunikasi ke Atas
Karyawan di setiap tingkat dalam perusahaan harus mendengarkan saran atau laporan masalah yang dikemukakan karyawan di setiap tingkat bawahan dalam perusahaan, secara berkesinambungan dan dengan pikiran terbuka. Informasi dari bawahan harus dipandang cukup penting untuk dilaksanakan kecuali ada petunjuk yang berlawanan.
f. Perhatian pada Tujuan Berkinerja Tinggi
Karyawan di semua tingkat dalam perusahaan harus menunjukkan suatu komitmen terhadap tujuan berkinerja tinggi – produktivitas tinggi, kualitas tinggi, biaya rendah – demikian pula menunjukkan perhatian besar pada anggota perusahaan lainnya.
2.2.6 Citra
Citra merupakan cara bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan. Berbagai citra perusahaan datang dari pelanggan perusahaan, anggota internal perusahaan, pesaing, distributor, asosiasi, pemasok, dan lainnya. Terdapat banyak citra perusahaan, misalnya siap membantu, inovatif, sangat memperhatikan karyawan, bervariasi dalam produk, dan lainnya. Frank Jefkins, dalam bukunya Public Relations Technique, menyimpulkan bahwa citra diartikan sebagai kesan seseorang mengenai sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya. (Soemitrat dan Ardianto, 2010 : 113 - 114)
Citra perusahaan merupakan citra keseluruhan dari organisasi perusahaan yang dipandang dari kinerja internal. Membentuk citra perusahaan dibutuhkan waktu yang tidak singkat. Citra ini dapat terbentuk dari banyak hal, seperti sejarah, keberhasilan, kualitas produk, reputasi, tanggung jawab sosial, dan lainnya. Melalui hal
tersebut publik akan mengetahui gambaran pesan yang disampaikan dari perusahaan.
2.2.6.1 Publik Internal dan Citra Internal Perusahaan
Elvinaro Adrianto dalam bukunya yang berjudul Handbook of Public Relations (2011 : 66 - 67) menjelaskan bahwa, karyawan memiliki peran yang penting dalam membangun citra perusahaan di masyarakat, mengingat jabatan atau tugas karyawan bertindak sebagai duta perusahaan di masyarakat. Kelompok karyawan adalah manajer, eksekutif, karyawan pelaksana. Sikap bangga karyawan terhadap perusahaan membawa dampak yang menguntungkan.
Sutojo (2004 : 97) mengatakan sebelum ke publik eksternal, hendaknya citra tersebut dipasarkan pada publik internal perusahaan karena citra positif dikalangan karyawan dapat meningkatkan kinerja dan kesetiaan karyawan terhadap perusahaan. Supaya karyawan menghormati, mencintai perusahaan dan atasannya, pihak manajemen harus memperhatikan kebutuhan karyawan dengan memberikan kehidupan yang layak. Membalas jasa keuangan berbentuk gaji, tunjangan, uang lembur, penggantian pengobatan, dan bonus. Membalas jasa non-keuangan dengan menciptakan suasana kerja yang kondusif atau menyenangkan, dan terbentuk budaya perusahaan yang baik. Suasana yang kondusif dan budaya perusahaan yang baik akan merangsang karyawan untuk menghormati dan mencintai perusahaan dan atasannya. Memberikan perhatian dalam bentuk kontak berkala dan teratur, baik formal maupun informal. Memberikan kesempatan bagi karyawan yang berbakat mendapatkan pendidikan dan mengembangkan karir pekerjaan. Menciptakan rasa aman bagi karyawan dalam menyongsong masa depan kehidupan,
dalam bentuk asuransi hari tua, kesehatan, kecelakaan, dan dana pesangon. Menetapkan standar kinerja yang sesuai dengan kemampuan masing-masing karyawan. Memberikan teladan yang baik dari pemimpin perusahaan.
2.2.6.2 Jenis – Jenis Citra
Frank Jefkins (Soemitrat dan Ardianto, 2010 : 117) mengemukakan jenis – jenis citra menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Citra Bayangan (The Mirror Image)
Citra ini melekat pada publik internal suatu perusahaan. Biasanya merupakan pandangan dan pengalaman seseorang terhadap perusahaan. Citra ini timbul karena kurangnya informasi, pengetahuan, dan pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam perusahaan mengenai pendapat pihak luar / hanya berupa ilusi. Citra bayangan cenderung pada persepsi positif.
b. Citra yang Berlaku (The Current Image)
Kebalikan dari citra bayangan, citra ini merupakan pandangan dari publik eskternal perusahaan mengenai suatu perusahaan. Citra yang terbentuk di eksternal ditentukan dari informasi dan pengalaman yang mereka dapat mengenai perusahaan.
c. Citra yang Diharapkan (The Wish Image)
Citra ini merupakan citra yang ingin dicapai oleh manajemen perusahaan. Citra ini adalah suatu tujuan dari berbagai kegiatan pencitraan yang dilakukan. Citra yang diharapkan cenderung pada hal yang baik dan kesesuaian dengan publiknya, sehingga dapat menarik respon masyarakat yang lebih luas. Walaupun pencapaiannya
cukup sulit, perusahaan juga harus mengetahui bagaimana proses public relations mendapatkan informasi kenyataan tentang perusahaan sehingga tidak terjadi kesalahan komunikasi.
d. Citra Majemuk (The Multiple Image)
Banyaknya jumlah karyawan, cabang, atau perwalian dari perusahaan dapat memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra perusahaan keseluruhan. Banyaknya variasi citra harus dapat ditekan seminimal mungkin. Citra tersebut dapat dibentuk melalui tingkah laku, pakaian, seragam, warna, simbol, pelatihan staf, papan nama, dan lainnya.
2.2.6.3 Model Pembentukan Citra
Citra merupakan kesan yang diperoleh seseorang melalui pengetahuan dan pengertiannya berdasarkan fakta. Citra seseorang terhadap obyek dapat diketahui dari sikapnya terhadap obyek tersebut. (Soemirat dan Ardianto, 2010: 114).
Sikap bersumber pada organisasi kognitif, efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukan citra. Tidak akan ada teori atau aksi sosial yang tidak didasarkan pada penyelidikan tentang dasar – dasar kognitif. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan.
Citra digambarkan melalui persepsi, kognisi, motivasi, dan sikap. Arti dari keempat komponen dalam model pembentukan citra adalah sebagai berikut :
a. Kognisi, yang merupakan keyakinan diri pada individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu mengerti rangsangan tersebut, sehingga individu harus diberikan infomasi yang cukup yang dapat mempengaruhi perkembangan kognisinya.
b. Persepsi, merupakan hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Individu memberikan makna terhadap rangsangan berdasarkan pengalaman mengenai rangsangan.
c. Sikap, merupakan kecenderungan bertindak, berpikir, berpersepsi, dan merasa dalam mengahadapi obyek, ide, situasi, atau nilai.
d. Motivasi, adalah keadaan dalam diri individu yang mendorong keinginan untuk melakukan suatu kegiatan guna mencapai suatu tujuan.
Model pembentukan citra ini dijelaskan oleh John S. Nimpoeno yang dikutip Danasaputra, (Soemitrat dan Ardianto, 2010 : 115 - 116), sebagai berikut :
Model pembentukan citra tersebut menunjukkan bagaimana stimulus mempengaruhi respon. Stimulus yang diberikan dapat diterima atau ditolak. Jika stimulus ditolak, maka proses selanjutnya tidak akan ada. Artinya stimulus tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi individu. Jika stimulus diterima, maka proses selanjutnya akan berjalan.
Individu memberi makna terhadap stimulus berdasarkan pengalaman (persepsi). Kemampuan mempersepsi yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi akan positif apabila informasi stimulus dapat memenuhi kepercayaan individu (kognisi), sehingga individu harus diberikan informasi – informasi yang dapat mempengaruhi kognisinya. Motivasi menggerakkan respon yang diinginkan oleh pemberi stimulus. Kemudian sikap memiliki daya pendorong (kecendurungan berperilaku, bukan perilaku). Sikap menentukan seseorang setuju atau tidak setuju terhadap stimulus yang akhirnya mempengaruhi respon perilaku seseorang terhadap stimulus.
2.2.6.4 Peran Citra bagi Perusahaan
Setiap perusahaan membutuhkan citra untuk dapat bersaing dengan perusahaan lainnya, sehingga perusahaan dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Citra suatu perusahaan biasanya merupakan akumulasi dari citra produk, citra sumber daya manusia dan budaya, citra sistem, kinerja bisnis, dan peraturan perusahaan.
Goonroos (Nova, 2011: 303) menjelaskan empat peran citra yaitu:
a. Citra yang positif memudahkan perusahaan untuk berkomunikasi dengan publiknya. Selain itu citra yang positif membuat orang-orang untuk lebih mengerti dengan komunikasi dari mulut ke mulut. Sehingga penyebaran
mengenai citra positif tersebut juga akan semakin cepat dan efektif.
b. Citra sebagai penyaring yang mempengaruhi pandangan mengenai kegiatan perusahaan. Apabila perusahaan mempunyai citra yang positif, publik juga akan memandang kegiatan perusahaan sebagai hal yang positif juga.
c. Citra adalah gambaran dari pengalaman dan harapan. Publik mempunyai harapan dari pelayanan yang baik yang diberikan oleh perusahaan, sehingga pengalaman tersebut akan berdampak pada citra positif perusahaan.
d. Citra mempunyai pengaruh penting pada manajemen perusahaan. Tentunya orang akan merasa senang bekerja di tempat yang memiliki citra dan reputasi yang baik. Hal itu juga akan berdampak pada kinerja dan rasa memiliki karyawan terhadap perusahaan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Berikut adalah kerangka pemikiran penelitian :