• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VII RENCANA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

VII-1

BAB VII

RENCANA PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR CIPTA KARYA

Bagian ini menjabarkan kondisi infrastruktur bidang Cipta Karya di kabupaten Timor Tengah Utara yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, pengembangan air minum, serta pengembangan penyehatan lingkungan permukiman yang terdiri dari air limbah, persampahan, dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis untuk tiap-tiap sektor dimulai dari pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan tantangan yang harus diantisipasi.

7.1. Pengembangan Permukiman.

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman khususnya kawasan RSH dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman pada perdesaan potensial / kawasan pusat pertumbuhan (agropolitan dan minapolitan), Perdesaan tertinggal dan kawasan perbatasan maupun permukiman pada pulau kecil terluar.

7.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan 7.1.1.1. Arahan Kebijakan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain

(2)

VII-2 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

6. Permen PUPR No. 13 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementrian PUPR Bidang Cipta Karya

Terkait dengan tugas dan wewenang pemerintah dalam pengembangan permukiman maka UU No. 1/2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut:

Tugas

1. Pemerintah Pusat

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan Kasiba dan Lisiba.

(3)

VII-3 c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan

kawasan permukiman.

d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman.

e. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.

2. Pemerintah Provinsi

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional. b. Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan Kasiba dan Lisiba lintas

kabupaten/kota.

c. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

d. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan provinsi penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

e. Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota.

f. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

g. Memfasilitasipenyediaanperumahandankawasanpermukimanbagimasyarakat,terutama bagi MBR.

h. Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi.

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman.

(4)

VII-4 d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan

perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Wewenang

1. Pemerintah Pusat

a. Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan criteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman.

b. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman. c. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang undangan bidang perumahan

dan kawasan permukiman.

d. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.

e. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman.

f. Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional.

g. Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

h. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.

(5)

VII-5 i. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman.

j. Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

2. Pemerintah Provinsi

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

d. Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

e. Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi.

f. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi.

g. Mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi.

h. Menetapkan kebijakan dan strategi daerah provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

(6)

VII-6 e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan

permukiman bagi MBR.

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota.

g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

7.1.1.2. Lingkup Kegiatan

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik, serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.

Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah :

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan ;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial; c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatankualitaspermukiman

kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana; d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman

di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

7.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

(7)

VII-7 A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Adapun kebijakan pembangunan dan pengembangan permukiman serta strategi implementasinya adalah sebagai berikut:

Kebijakan 1: Penyusunan dan penyiapan landasan penyelenggaraan kawasan permukiman. Strategi pelaksanaan kebijakan ini adalah: Menyiapkan peraturan perundang-undangan (PP,

Peraturan Menteri, dan lain sebagainya) dan Pedoman Pembangunan dan Pengembangan Permukiman (NSPK) sebagai landasan penyelenggaraan kawasan permukiman.

Landasan penyelenggaraan kawasan permukiman ini antara lain meliputi:

1. Regulasi dan aturan main yang harus tersedia sebagai acuan bagi Pemerintah dan terutama pemerintah daerah dalam penyelenggaraan kawasan permukiman;

2. Landasan kebijakan jangka panjang daerah sebagai dasar bagi pemerintah daerah dalam menyelenggarakan peningkatan kualitas permukiman kumuh, yaitu RPJPD, RTRW, dan RP3KP serta RKP Kumuh Perkotaan;

3. SK Kepala Daerah mengenai penetapan lokasi kumuh

4. Menyusun Pedoman Teknis Penanganan Kawasan Permukiman.

Kebijakan 2: Peningkatan kapasitas kelembagaan untuk penanganan permukiman.

Strategi pelaksanaan kebijakan ini adalah: Melakukan peningkatan dan penguatan kelembagaan dan SDM penyelenggara dan pengelola permukiman (pemerintah, lembaga masyarakat, dan masyarakat/individu) melalui pelatihan, pendampingan, bimbingan/ bantuan teknis.

1. Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman membutuhkan dukungan seluruh pelaku yang berjalan dalam sistem yang disepakati bersama. Terkait aspek kelembagaan ini, maka akan dibutuhkan:

2. Kesepahaman bersama antarpelaku;

3. Komitmen dari seluruh pelaku;

4. Kemitraan antar pelaku: antar bidang pembangunan, kemitraan antara pemerintah pusat dengan daerah, kemitraan antara pemerintah – dunia usaha – masyarakat, kemitraan dengan lembaga donor, kemitraan dengan praktisi, dan kemitraan dengan pelaku lainnya.

5. Dalam hal ini, upaya membangun & memperkuat kapasitas pemerintah daerah dilakukan agar pemerintah daerah mampu menjalankan perannya sebagai nakhoda yang menentukan keberhasilan pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman. Peningkatan kapasitas Pemda dilakukan kepada:

(8)

VII-8 6. Kepala daerah yang memiliki visi dan kemampuan menjalankan visinya;

7. Seluruh SKPD terkait dalam penyelenggaraan kawasan permukiman yang memiliki pengetahuan dan mampu berinovasi.

Upaya membangun kesadaran masyarakat serta memperkuat kapasitas dan peran masyarakat juga diperlukan agar terjadi keberlanjutan hasil dari pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman.

Kebijakan 3: Pengelolaan sistem informasi nasional yang terintegrasi dengan sistem informasi daerah.

Strategi pelaksanaan kebijakan ini adalah: Membangun dan mengelola sistem informasi nasional yang terintegrasi dengan sistem informasi daerah dan dimutakhirkan secara berkala. Sistem informasi ini akan dimanfaatkan untuk:

1. Mengukur perkembangan pencapaian target setiap tahun;

2. Pertukaran informasi yang dapat digunakan oleh seluruh pelaku, baik di tingkat pusat maupun daerah;

3. Menjadi sistem informasi komunikasi sebagai alat pengembangan pengetahuan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan pemerintah daerah, serta sebagai sarana berbagi informasi ketersediaan sumberdaya di antara pelaku.

Kebijakan 4: Pengawasan secara berkala penyelenggaraan kawasan permukiman di pusat dan daerah.

Strategi untuk melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pengendalian perencanaan melalui monitoring perencanaan dan pemrograman;

2. Melakukan pengawasan (pemantauan, evaluasi, pelaporan) pembangunan untuk menjamin tercapainya target RPJMN;

3. Memfasilitasi daerah dalam melaksanakan pengendalian pemanfaatan hasil pembangunan.

Kebijakan 5: Penanganan permukiman kumuh perkotaan terkait dengan upaya penurunan kumuh perkotaan menjadi 0% melalui upaya peningkatan kualitas lingkungan dan pelayanan prasarana dan sarana dasar permukiman dengan pendekatan kegiatan fisik maupun non- fisik.

Strategi untuk melaksanakan kebijakan ini adalah:

(9)

VII-9 best practice penanganan permukiman kumuh yang diharapkan menjadi model

penanganan komprehensif yang dapat direplikasi dan diterapkan di kota-kota lainnya.

2. Penanganan permukiman kumuh terhadap kabupaten/kota lainnya dengan tujuan pemenuhan standar pelayanan perkotaan disesuaikan dengan kebutuhan yang diajukan oleh kabupaten/kota.

Kebijakan 6: Pengembangan permukiman baru dan perkotaan layak huni terkait dengan upaya pemenuhan Standar Pelayanan Perkotaan (SPP) dan perwujudan Kota Berkelanjutan.

Strategi untuk melaksanakan kebijakan ini adalah:

1. Pemenuhan SPP bagi kawasan permukiman perkotaan yang mengacu pada rencana kawasan permukiman;

2. Perintisan/inkubasi Kota Baru sebagai best practice kota publik berkelanjutan, meliputi kegiatan pemenuhan SPP, penerapan pendekatan Kota Hijau, dan penerapan Kota Cerdas Berdaya Saing.

Kebijakan 7: Percepatan peningkatan pelayanan sarana dan prasarana dasar permukiman perdesaan.

Adapun strategi dalam mengimplementasikan kebijakan ini adalah: Menyediakan sarana dan prasarana permukiman sesuai dengan SPM Perdesaan. Sarana dan prasarana dasar permukiman ini meliputi penyediaan air minum, pembangunan jalan lingkungan dan drainase lingkungan, penyediaan pelayanan pengeolaan persampahan serta peningkatan akses sanitasi yang layak bagi masyarakat di kawasan perdesaan. Penyediaan ini dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat dan dilakukan berdasarkan rencana aksi yang telah disusun sebelumnya.

Kebijakan 8: Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman yang berkualitas yang mendukung peningkatan produktivitas kawasan perdesaan.

Strategi untuk melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan sarana, prasarana dan fasilitas umum permukiman yang memenuhi SPM, baik melalui pengembangan dan pembangunan kawasan transmigrasi maupun kawasan non-transmigrasi.

2. Menyediakan sarana dan prasarana pendukung kegiatan produksi di kawasan perdesaan sesuai dengan komoditas unggulannya. Sarana dan prasarana pendukung

(10)

VII-10

kegiatan produksi ini antara lain berupa terminal agro, pasar agro untuk kawasan agropolitan, atau dermaga, tambatan perahu dan tempat pelelangan ikan (TPI) pada kawasan permukiman pesisir/minapolitan.

3. Menyediakan sarana dan prasarana pendukung peningkatan konektivitas kegiatan antar desa maupun antar desa-kota. Sarana dan prasarana ini antara lain berupa jalan usaha tani dan jalan poros desa.

Kebijakan 9: Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman yang berkualitas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan.

Strategi untuk melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan sarana dan prasarana pendukung meningkatnya produktivitas kawasan perbatasan berbasis komoditi unggulan, terutama di 10 PKSN.

Sarana dan prasarana pendukung kegiatan produksi ini untuk PKSN non-perkotaan antara lain berupa terminal agro, pasar agro untuk kawasan agropolitan, atau dermaga, tambatan perahu dan tempat pelelangan ikan (TPI) pada kawasan permukiman pesisir/minapolitan. Selain itu disediakan pula sarana dan prasarana pendukung peningkatan konektivitas kegiatan antardesa dalam kecamatan, berupa jalan usaha tani dan jalan poros desa. Sementara untuk PKSN Perkotaan seperti Sabang dan Jayapura, sarana dan prasarana yang disediakan memenuhi Standar Pelayanan Perkotaan dan sesuai dengan sektor yang dikembangkan di kota tersebut. 2. Menyediakan sarana prasarana pendukung kegiatan perbatasan seperti pos perbatasan

negara yang memenuhi standar internasional di PKSN.

Ketentuan mengenai sarana prasarana pendukung kegiatan perbatasan mengacu pada Permendagri No. 18 Tahun 2007 tentang Standardisasi Sarana, Prasarana, dan Pelayanan Lintas Batas Antar Negara.

Kebijakan 10: Percepatan penyediaan sarana dan prasarana permukiman perbatasan memenuhi SPM.

Strategi untuk melaksanakan kebijakan ini adalah menyediakan sarana dan prasarana permukiman sesuai dengan SPM dan karakteristik permukiman (daratan dan pesisir). Sarana dan prasarana dasar permukiman ini meliputi penyediaan air minum, pembangunan jalan lingkungan dan drainase lingkungan, penyediaan pelayanan pengelolaan persampahan serta peningkatan akses sanitasi yang layak bagi masyarakat.

(11)

VII-11 Kebijakan 11: Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman yang memiliki ketahanan terhadap bencana.

Strategi untuk melaksanakan kebijakan ini adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi ancaman bencana melalui pembangunan dan pengembangan permukiman pada lokasi yang aman sesuai RTRW dan mitigasi. Dalam hal ini pembangunan dan pengembangan permukiman dilakukan dengan didasarkan pada analisis risiko bencana dan melakukan mitigasi yang diperlukan.

2. Mengurangi kerentanan fisik (bangunan dan PSU). Langkah yang dilakukan adalah dengan menerapkan standar bangunan dan lingkungan yang sesuai dengan tipe bahaya; melakukan penataan bangunan dan lingkungan untuk memperkecil ancaman dan meningkatkan ketahanan; atau melakukan pemindahan lokasi permukiman yang berisiko tinggi ke kawasan yang aman dari bencana.

3. Meningkatkan kapasitas (peraturan, masyarakat, lembaga). Langkah yang dilakukan adalah menyediakan NSPK untuk berbagai tipe bencana sesuai karakteristik ancaman bencana; meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pemerintah daerah mengenai pembangunan tanggap bencana serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar menjadi masyarakat tangguh bencana.

4. Meningkatkan kualitas/rehabilitasi permukiman di kawasan pasca bencana. Pelaksanaan penanganan pasca bencana dimulai dari masa tanggap darurat melalui pemulihan kondisi serta rehabilitasi dan rekonstruksi.

Isu-isu strategis di atas merupakan isu terkait pengembangan permukiman yang terangkum secara nasional.

Adapun usaha pemerintah, dalam hal ini dinas PU cipta karya Kabupaten TTU telah membuat usulan program sub bidang pengembangan permukiman perkotaan dan perdesaan pada periode sebelumnya yang telah terealisasi sesuai tujuan utamanya antara lain :

1. Pembangunan jalan akses kecamatan Miomaffo kawasan kampung BTN desa Naiola terealisasi pada tahun 2010.

2. Supervisi / pengawasan pelaksanaan rumah sederhana Kabupaten TTU.

Pemerintah kabupaten TTU mengeluarkan kebijakan sektoral sebagaimana tertera dalam rencana tata ruang wilayah dengan menitikberatkan pada pengembangan sektor dan subsektor. Tentunya memperhatikan permasalahan wilayah dan potensi-potensi ekonomi kawasan. Perkembangan jumlah penduduk yang terus meningkat, penyediaan sarana dan

(12)

VII-12 prasarana dasar yang masih terbatas dan belum tergali beberapa potensi ekonomi, maka diperlukan suatu upaya untuk memecahkan persoalan diatas. Sektor-sektor yang dianggap layak dan strategis ini perlu dikembangkan untuk menjadikan kawasan yang mandiri dan berkembang. Strategi yang perlu dilakukan dengan melakukan pengembangan kawasan permukiman perdesaan yang akan dijelaskan pada sub bab berikut ini :

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

Pengembangan kawasan permukiman perdesaan lebih ditekankan pada kegiatan primer atau pertanian secara menyeluruh, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Kegiatan pengembangan permukiman perdesaan yang menjadi prioritas pemerintah kabupaten TTU pada periode sebelumnya dan periode akan datang dari segi program dan pelaksanaanya terbagi menajdi dua bagian yakni:

Untuk pengembangan permukiman perdesaan pada tahun 2008 hingga tahun 2010 tidak terprogramkan pada hal kawasan ini perlu mendapatkan perhatian. Sehingga dapat memecahkan permasalahan diatas dan beberapa potensi ekonomi yang perlu dikembangkan untuk pertumbuhan kawasan.

Pada tahun 2001 pemeritah kabupaten TTU melalui dinas PU/cipta karya meyusun program/kegiatan pengembangan kawasan perdesaan melalui pengembangan kawasan Agropolitan dan kawasan Minapolitan yang akan dibahas sebagai berikut: a. Pengembangan Kawasan Agropolitan

Salah satu strategi pengembangan kawasan perdesaan adalah Kawasan Agropolitan (agropolitan district). Secara spasial (tata ruang) batasan wilayah kawasan agropolitan biasanya lebih besar dari batas administrasi desa, karena kawasan ini merupakan gabungan dari berbagai pusat-pusat kegiatan di desa sebagai suatu sistem produksi pertanian sesuai fungsi kawasan. Pengembangan kawasan ini memerlukan prasarana dan sarana dasar pertanian misalnya jaringan irigasi, jaringan air bersih, tempat pengolahan hasil pertanian, jaringan jalan, sarana pemasaran hasil pertanian serta dukungan sumber daya manusia yang mandiri dan kelembagaan yang berakar dari kelompok masyarakat petani.

Kawasan Agropolitan ini tentunya tidak berdiri sendiri atau menumbuhkembagkan kawasan bersangkutan saja, akan tetapi dapat memberikan pengaruh dalam intensitas interkasi yang terus dipertahankan terhadap aktivitas sektor-sektor lain baik kedepan (forward linkage) maupun kebelakang (backward linkage). Dukungan

(13)

VII-13 infrastruktur dasar dan suprastruktur beserta interaksi aktivias sektor sekitar dapat membentuk suatu sistem kawasan Agropolitan.

Program-program pengembangan kawasan perdesaan kabupaten TTU yang akan terprogramkan pada periode berikutnya sebagai barikut:

 Pembangunan kawasan Agropolitan yang berbasis sektor pertanian dengan metikberatkan pada komoditas unggulan. Sub sektor pertanian unggulan ini berupa komoditas: Buah-buahan, sayur-sayuran (holtikultura), dan tanaman pangan. Penetapan lokasi pengembangan Agropolitan berada di Kawasan Miomaffo barat dan Miomaffo Timur.

Tujuan utama pengembangan kawasan agropolitan kabupaten TTU yang perlu dicapai dengan memperhatikan dasar-dasar pertimbangan yaitu :

 Mengurangi tingkat kemiskinan, dimana penduduk di kecamatan Miomaffo Barat menempati urutan pertama keluarga miskin tertinggi sebanyak 2.428 KK, dan kecamatan Miomaffo Timur 1.425 KK.

 Mengembangkan potensi yang ada, berupa komoditas unggulan berbasis pertanian sub sektor tanaman pangan dan holtikultura.

 Meningkatkan kesejahteraan rakyat, dimana masih terdapat keluarga pra sejatera kecamatan Miomaffo barat tercatat 2.507 KK sedangkan kecamatan Miomaffo Timur tercatat 1.472 KK. Dengan adanya pengembangan kawasan agopolitan ini dapat menyumbangkan pendapatan masyarakat kedua kecamatan dan masyarakat sekitarnya,

 Mengurangi tingkat pengganguran terutama penduduk umur produktif di perdesaan, sehingga dapat menyerap tenga kerja ke sektor pertanian. Selain itu mengurangi tingkat migrasi penduduk dari desa ke

kota karena ketertarikan lapangan pekerjaan di kota lebih besar.

Pencegahan ini dilakukan untuk mengurangi ketidakteraturan perkembangan wilayah kota.

 Meningkatkan produksi pertanian komoditas unggulan yang mempunyai kontribusi besar terhadap nilai produksi bruto (PDRB), diman sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 46,5 % artinya telah memenuhi persayaratan. Dampak dari penambahan nilai riil PDRB terakumulasi dengan sumber PDRB yang lain mampu mengambarkan perkembangan dan pertumbuhan wilayah kabupaten TTU.

(14)

VII-14  Dapat mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah perdesaan melalui

pengembangan potensi wilayah terutama di bidang usaha pertanian dengan sistem agribisnis yang berdaya saing tinggi, berbasis kerakyatan dan berkelanjutan

 Untuk menunjang kegiatan kawasan agropolitan memerlukan prasarana dan sarana dasar terurai dalam usulan kegiatan yang akan dijelaskan pada usulan program prioritas.

 Pengembangan kawasan agropolitan kecamatan Miomaffo barat dan Miomaffo Timur merupakan perpaduan antara desa-desa pusat pertumbuhan (DPP) yang berbasis sektor pertanian unggulan. Desa pusat pertumbuhan menjalankan fungsinya masing-masing dari pengumpul hasil pertanian, pengumpul bahan baku, sentra produksi, kota kecil dan kota sedang secara hirarkis saling berkaitan dan saling mendukung sistem kawasan agropolitan.

b. Pengembangan Kawasan Minapolitan

Pengembangan kawasan Minapolitan merupakan bagian dari pengembangan infrastrutkur permukiman perdesaan (PPIP) yang belum ini digagas untuk mendukung daerah tertinggal untuk lebih berkembang dan mandiri. Hubungan antara RPIJM dengan kawasan Minapolitan ini muncul dengan adanya Kepmen No.18 Tahun 2011 tentang pengembangan kawasan Minapolitan. Maka atas dasar itulah RPIJM Cipta Karya perlu mencantumkan program kawasan minapolitan dimana kebutuhan prasarana dan sarana dasarnya merupakan tugas dan tanggung jawab dari PU/Cipta karya.

Kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem produksi pertanian (perikanan) dan pengelolaan sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis. Kawasan sentra perikanan budidaya (minapolitan) merupakan kota perikanan yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha minabisnis serta mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan perikanan di wilayah sekitarnya.

Kawasan sentra perikanan terdiri dari kota perikanan dan desa-desa sentra produksi perikanan yang ada disekitarnya dengan batasan yang tidak ditentukan oleh

(15)

VII-15

batasan administratif pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi kawasan yang ada.

Pengelolaan ruang diartikan sebagai kegiatan pengaturan, pengendalian, pengawasan, evaluasi, penertiban dan peninjauan kembali atas pemanfaatan ruang kawasan sentra perikanan.

Program pengembangan kawasan sentra perikanan adalah pembangunan ekonomi berbasis perikanan yang dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada, utuh dan menyeluruh, berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah.

Tujuan utama pengembangan kawasan Minapolitan di Kecamtan Biboki Selatan perlu memperhatiakan dasar-dasar pertimbangan yang diilihat dari berbagai aspek antara lain:

1. Meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas ekonomi serta sosial masyarakat pedesaan dengan memperhatikan keluarga prasejatera kecamatan Biboki Selatan sebanyak 1.266 KK, dan rumah tangga miskin 916 KK dari jumlah rumah tangga penduduk kabupaten TTU 55.203 KK.

2. Meningkatkan ikatan komunitas masyarakat sekitar kawasan yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keamanan. Untuk kawasan Minapolitan Kecamatan Biboki Selatan perlu membangun lembaga masyarakat khususnya petani/nelayan. Lembaga masyarakat nelayan yang ada diwadahi dalam bentuk Gerakan Masuk Laut (GEMALA).

3. Meningkatkan mutu, produktivitas dan keamanan kawasan

4. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan pendapatan negara serta pendapatan masyarakat. Perlu diperhatikan penduduk Kecamatan Biboki Selatan angka pengangguran masih tinggi, dan pendapatan masyarakat masih rendah.

5. Mendorong dan mempercepat pengembangan wilayah demi mencapai kemajuan serta kemandirian daerah. Wilayah kecamatan Biboki Selatan masih kurangan prasarana dan sarana dasar sehingga perkembangannya agak lambat.

Adapun syarat-syarat yang perlu dipenuhi untuk pengembangan kawasan Minapolitan kecamatan Biboki Selatan berikut :

(16)

VII-16

1. Memiliki sumber daya lahan dan perairan yang sesuai untuk mengembangkan komoditi perikanan budidaya, yang dapat dipasarkan atau telah mempunyai pasar (selanjutnya disebut komoditi unggulan);

2. Memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha perikanan, seperti misalnya: jalan, sarana irigasi/pengairan, sumber air baku, pasar, terminal, jaringan telekomunikasi, fasilitas perbankan, sarana produksi pengolahan hasil perikanan, dan fasilitas umum serta fasilitas sosial lainnya. Penempatan infrastruktur kawasan minapolitan terbagi kedalam zona-zona kawasan yang memiliki fungsi-fungsi dan saling mendukung selain itu memberikan pelayanan dalam sistem kawasan minapolitan.

3. Memiliki sumber daya manusia yang mau dan berpotensi untuk mengembangkan kawasan perikanan budidaya secara mandiri.

Dari syarat-syarat yang haurs terpenuhi seperti yang dijelaskan diatas, ada dua syarat yang sudah terpenuhi. Namun dalam perjalanan pengembangan kawasan Minapolitan kecamatan Biboki Selatan membutuhkan prasarana dan sarana dasar. Mengingat kawasan ini sebelumnya belum pernah terjamah oleh kegiatan pembangunan. Maka dari itu untuk pengembangan kawasan ini diperlukan upaya untuk ditindaklanjuti dengan membangun Prasarana dan sarana dasar kawasan Minapolitan.

Pengembangan kawasan Minapolitan Kecamatan Biboki Selatan memerlukan strategi agar keberlanjutan sebagai suatu sistem kawasan Minapolitan tetap dipertahankan dan memberikan konstribusi terhadap sumber pendapatan masyarakat, pendapatan kabupaten TTU dan pendapatan nasional. Strategi yang perlu dilakukan antara lain:

 Pembangunan sistem dan usaha minabisnis berorientasi pada kekuatan pasar. Dengan ini diharapkan dapat menembus batas kawasan, kabupaten/kota, provinsi, dan negara untuk menjangkau pasar global.

 Pengembangan dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat agar mampu mengembangkan usaha komoditas unggulan. Tentunya berdasarkan kesesuaian lahan/perairan dan kondisi sosial, ekonomi, serta budaya setempat.

 Peningkatan produksi dan produktivitas komoditas perikanan yang diiringi dengan pengembangan usaha berbasis sistem minabisnis yang terintegrasi, mulai

(17)

VII-17 dari sektor hulu, hilir (pemasaran, pengolahan hasil, dan sebagainya), termasuk sektor jasa perbankan dan pendukung lainnya.

c. Pengembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Perbatasan

Kawasan perbatasan memiliki dua bentuk fisik yaitu berupa kawasan darat dan kawasan laut. Wilayah perbatasan kabupaten TTU mengarah pada kawasan perbatasan darat oleh karena kabupaten TTU dengan Negara Timor Leste berada pada satu gugusan pulau Timor. Jika dilihat tapal batasnya wilayah darat antara Indonesia dan Timor Leste membentang sepanjang 150 km mencakup Kabupaten Belu, Kabupaten Kupang. Untuk ka bupaten TTU sendiri langsung berbatasan dengan distrik Timor Leste yang paling terdekat yakni: Maliana, Kovalima, dan Oecusse. Distrik Oecusse, menjadi daerah enclave yang terjepit antara Kabupaten Belu dan Timor Tengah Utara.

Pentingnya pengembangan kawasan perbatasan dipengaruhi oleh aspek ekonomi, aspek pertahanan dan keamanan, dan aspek politis. Penanganan kawasan perbatasan selama ini dianggap belum optimal, kurang terpadu serta konflik penentuan kebijakan secara vertical, sektoral dan horizontal antara pemerintah pusat dan daerah. Pada era otonomi yang sudah berjalan selama ini, sudah menjadi kewenangan daerah dalam hal ini kabupaten TTU sebagai wilayah yang berhadapan langsung dengan Negara Timor Leste.

Dalam penyusunan RPIJM cipta karya kabupaten TTU perlu memasukan program pengembangan kawasan perbatasan. Komponen-komponen program prioritas pengembangan kawasan perbatasan meliputi:

1) Pengembangan pusat-pusat permukiman potensial termasuk permukiman transmigrasi di daerah perbatasan.

2) Peningkatan pelayanan prasarana transportasi dan komunikasi untuk membuka keterisolasian daerah dan pemasaran produksi.

3) Peningkatan pelayanan sosial dasar khususnya pendidikan dan kesehatan, penataan wilayah administratif dan tapal batas.

4) Pengembangan partisipasi swasta dalam pemanfaatan potensi wilayah khususnya pertambangan dan kehutanan.

5) Peningkatan kerjasama dan kesepakatan dengan negara tetangga di bidang keamanan, ekonomi, serta pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan

(18)

VII-18 daerah perbatasan.

Arahan Pengembangan Prasarana dan sarana kawasan perbatasan kabupaten TTU lebih memprioritaskan pada:

 Pengembangan prasarana dan sarana dasar kawasan perbatasan

Kebutuhan pengembangan prasarana dan sarana dasar kawasan perbatasan yang belum terprogramkan pada periode sebelumnya dan periode akan datang sebagai berikut:

1. Pusat pelayanan utama atau dibawahnya yang memiliki fungsi sebagai pusat utama kawasan perbatasan.

 Memberikan prasarana dan sarana penunjang kegiatan pertanian.

 Pengembangan pertanian lahan basah (wini), perkebunan, pertanian lahan kering, serta pengembangan permukiman perkotaan (wini) dan perdesaan.  Pengembangan pertanian lahan basah, perkebunan pertanian lahan kering

serta pengembangan permukiman perkotaan dan perdesaan.

Pengembangan prasarana dan sarana dasar kawasan permukiman kawasan perbatasan kabupaten TTU tahun 2012 menyangkut kawasan-kawasan strategis sektor pertanian sudah dibahas pada pengembangan kawasan agropolitan dan minapolitan. Karena kawasan yang akan diekambangkan ini berada pada wilayah perbatasan NKRI dengan Negara Timor leste di bagian selatan. Kajian tata ruang wilayah mengarahkan program kegiatan menurut fungsi kawasan yang menjadi bagian dari lingkup kerja PU/ ciptakarya Kabupaten TTU yaitu pengembangan pusat utama atau dibawahnya untuk kawasan perbatasan. Program/kegiatan prioritas pengembangan prasarna dan sarana kawasan perbatasan sebagian belum terusulkan. Adapun program prioritas antara lain

 Peningkatan pelayanan prasarana transportasi dan komunikasi untuk membuka keterisolasian daerah dan pemasaran produksi.

 Peningkatan kerjasama dan kesepakatan dengan negara tetangga di bidang keamanan, ekonomi, serta pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan daerah perbatasan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan

Pengembangan permukiman perkotaan diarahkan dan diatur untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut :

(19)

VII-19 Pembentukan struktur permukiman kota yang mandiri dalam penyediaan lapangan pekerjaan, dalam pemberian pelayanan umum, dalam mencari/menggali sumber pembiayaan pembangunan, dan dalam penyediaan/penciptaan lingkungan hidup sesuai asas Aman, Tertib, Lancar, Sejahtera (ATLAS).

Pengembangan kawasan permukiman perkotaan di kabupaten TTU lebih diarahkan pada :

a. Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar bagi kawasan rumah sederhana RSH. b. Penataan dan Peremajaan Kawasan

c. Peningkatan Kualitas Permukiman

Tabel 7.1.

Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten TTU

No Isu Strategis Keterangan

1

Penyediaan perumahan yang layak huni sesuai dengan penataan ruang kota secara proporsional

 Pembangunan kawasan permukiman baru (New development)

 Penanganan rumah tidak layak huni

 Penanggulangan terhadap kawasan permukiman yang rawan bencana (banjir, kekeringan, longsor dan kebakaran)

2 Peningkatan kualitas permukiman yang cenderung kumuh dan padat

 Penanganan terhadap permukiman padat dan kumuh

 Penyiapan lingkungan perumahan yang bersih dan sehat terhindar dari penyakit akibat sanitasi buruk

3 Peningkatan kemampuan masyarakat akan kepemilikan rumah layak huni

Penanganan dan penyediaan permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah

4 Penerbitan regulasi mengenai permukiman di perkotaan TTU

Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

Kondisi eksisting pengembangan permukiman hingga tahun 2012 pada tingkat nasional mencakup 180 dokumen SPPIP, 108 dokumen RPKPP, untuk di perkotaan meliputi 500 kawasan kumuh di perkotaan yang tertangani, 385 unit RSH yang terbangun, 158 TB unit Rusunawa terbangun. Sedangkan di perdesaan adalah 416 kawasan perdesaan potensial yang terbangun infrastrukturnya, 29 kawasan rawan bencana di perdesaan yang terbangun infrastrukturnya, 108 kawasan perbatasan dan pulau kecil di perdesaan yang terbangun

(20)

VII-20 infrastrukturnya, 237 desa dengan komoditas unggulan yang tertangani infrastrukturnya, dan 15.362 desa tertinggal yang tertangani infrastrukturnya.

Kondisi eksisting pengembangan permukiman terkait dengan capaian suatu kabupaten dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni. Terlebih dahulu perlu diketahui peraturan perundangan di tingkat kabupaten/kota (meliputi peraturan daerah, peraturan gubernur, peraturan walikota/bupati, maupun peraturan lainya) yang mendukung seluruh tahapan proses perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan pembangunan permukiman. Kondisi perumahan dan permukiman kabupaten TTU secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan. Diantara keduanya selalu dihadapkan pada permasalahan berupa sarana dan prasarna dasar dari segi kualitas dan kuantitas yang mendukung kualitas dari lingkungan permukiman.

Kebutuhan akan perumahan pada kawasan perkotaam menunjukan trend perkembangan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Wilayah-wilayah permukiman yang mengalami perkembangan yakni Kota Kefamenanu sebagai ibukota kabupaten TTU, Miomaffo Barat, Miomaffo Timur dan beberapa kota-kota lainnya. Penyediaan prasarana dan sarana dasar sebagian kota-kota tersebut terpenuhi dari fasilitas dan utilitas, ditambah pula kualitas dan kuantitasnya belum terpenuhi secara optimal.

Melihat perkembangan permukiman perkotaan Kabupaten TTU yang terus meningkat dan berbagai permasalahan sebagai akibat dari tingginya kebutuhuhan hunian yang memenuhi rumah sehat layak huni. Sebagian penduduk yang bermukim diwilayah perkotaan menempati hunian yang kondisi kualitas bangunannya tidak layak huni, dan masih rendahnya pelayanan prasarana dan sarana permukiman seperti air bersih, air limbah, persampahan, drainase dan penanggulangan masalah banjir pada musim hujan, jaringan jalan yang menghubungkan antar blok-blok permukiman, pasar, sarana sosial dan jalur hijau pada wilayah perkotaan. Diharapkan pemenuhan kebutuhan perumahan tidak menimbulkan permasalahan baru dan penyediaan prasarana dan sarana dasar bisa mengimbangi.

Apa yang telah terjadi selama ini belum menunjukan adanya upaya pemerintah kabupaten TTU melalui kebijakan ataupun program-program pengembangan kawasan permukiman perkotaan seperti :

 Menyediakan sarana hunian yang mantap bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat miskin

 Meningkatkan penyediaan Prasarana dan sarana dasar permukiman perkotaan

Program penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman perlu dimasukan dalam usulan program bidang PU/cipta karya. Diharapkan pada masa mendatang pemerintah setidaknya

(21)

VII-21 mengambil sikap melalui kebijakan dan program-program kegiatan yang dapat mengatasi berbagai permasalahan pengembangan permukiman perkotaan dan perdesaan. Data kondisi kualitas bangunan hunian kabupaten TTU dan banyaknya rumah hasil proyeksi dari tahun 2013 hingga 2028 menunjukan adanya suatu permasalahan menyangkut kualitas di lain pihak dari segi kuantitas hasil proyeksi memperlihatkan adanya kebutuhan akan hunian yang terus bertambah.

Untuk kabupaten Timor Tengah Utara dokumen perencanaan yang mendukung pembangunan permukiman yang sudah mempunyai kekuatan hukum seperti pada tabel 7.2. di bawah ini :

Tabel 7.2.

Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan Bupati/Peraturan Lainnya yang terkait Pengembangan Permukiman

Selain itu data yang dibutuhkan untuk kondisi eksisting adalah mengenai kawasan kumuh, jumlah RSH terbangun, dan Rusunawa terbangun di perkotaan, maupun dukungan infrastruktur dalam program-program perdesaan seperti PISEW (RISE), PPIP, serta kawasan potensial, rawan bencana, perbatasan, dan pulau terpencil. Data yang dibutuhkan adalah data untuk kondisi eksisting lima tahun terakhir. Untuk Kawasan Kumuh pada tahun 2014 telah dibuat DED khusus penanganan kawasan kumuh seperti yang sudah ditetapkan dalam SPPIP, beradasarkan hasil DED tersebut kawasan kumuh di Kota Kefamenanu telah ditetapkan berdasarkan SK Bupati Nomor : 352 Tahun 2014 tanggal 18 Agustus 2014, dengan luasan seperti tabel 7.3

No

PERDA/Peraturan Gubernur/Peraturan/Peraturan Lainnya

Amanat Kebijakan Daerah Jenis Produk Pengaturan Nomor/ Tahun Perihal 1 Perda Nomor 19/ Tahun 2008 RTRW Kab. TTU 2008-2028 Meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan sarana permukiman perkotaan dan perdesaan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada seluruh lapisan

masyarakat. 2 Perda Nomor 4/ Tahun 2011 RPJMD Kab. TTU 2011-2015 Mengembangkan perumahan layak huni dan sanitasi yang memadai. 3 SK Bupati Nomor 352/ Tahun 2014 Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Kab. TTU

Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh Kab. TTU ditetapkan berada di 9 kelurahan dengan total luas 99,16 Ha

(22)

VII-22 Tabel 7.3

Data Kawasan Kumuh di Kabupaten Timor Tengah Utara

No Nama Kawasan Kumuh Luas Kawasan (Ha) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kelurahan Kecamatan

1 Kawasan Beba 2,56 276 Oelami Bikomi Selatan 2 Kawasan Sasi 21,06 1.459 Sasi Kota Kefamenanu 3 Kawasan Maubeli 33,58 1.381 Maubeli Kota Kefamenanu 4 Kawasan Tubuhue 7,18 845 Tubuhue Kota Kefamenanu 5 Kawasan Pasar Baru 17,65 700 Benpasi Kota Kefamenanu 6 Kawasan Papin 4,68 237 Tubuhue Kota Kefamenanu 7 Kawasan Maumolo 2,98 215 Bansone Kota Kefamenanu 8 Kawasan Tanah Putih 1,12 636 Kefa Tengah Kota Kefamenanu 9 Kawasan Nefomasi 1,29 225 Aplasi Kota Kefamenanu 10 Kawasan Nekmatanik 7,06 398 Kefa Selatan Kota Kefamenanu

(23)

VII-23 Tabel 7.4

Data Kondisi Infrastruktur Perdesaan di Kabupaten TTU

No Program/Kegiatan Lokasi Volume/

Satuan Status Kondisi Infrastruktur 1 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa Maonsasi, Kec.

1/Desa Selesai Baik 2 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Noenasi, Kec.

Miomaffo Tengah 1/Desa Selesai Baik 3 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Jak, Kec. Miomaffo

Timur 1/Desa Selesai Baik

4 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Popnam, Kec.

Noemuti 1/Desa Selesai Baik

5 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Maurisu, Kec.

Bikomi Selatan 1/Desa Selesai Baik 6 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Tubu, Kec. Bikomi

Nilulat 1/Desa Selesai Baik

7 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Baas, Kec. Bikomi

Utara 1/Desa Selesai Baik

8 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Manamas, Kec.

Naibenu 1/Desa Selesai Baik

9 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Biloe, Kec. Biboki

Utars 1/Desa Selesai Baik

10 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Buk, Kec. Bikomi

Tengah 1/Desa Selesai Baik

11 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Motadik, Kec.

Biboki Anleu 1/Desa Selesai Baik 12 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Kotafon, Kec. Biboki

Anleu 1/Desa Selesai Baik

13 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Tuamese, Kec.

Biboki Anleu 1/Desa Selesai Baik 14 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Oemanu, Kec.

Biboki Anleu 1/Desa Selesai Baik 15 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Tunbaen, Kec.

Biboki Selatan 1/Desa Selesai Baik 16 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Tokbesi, Kec. Biboki

Selatan 1/Desa Selesai Baik

17 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Faenake, Kec.

Bikomi Utara 1/Desa Selesai Baik 18 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Nimasi, Kec. Bikomi

Tengah 1/Desa Selesai Baik

19 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Taunbaen, Kec.

Biboki Utara 1/Desa Selesai Baik 20 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Sapaen, Kec. Biboki

Utara 1/Desa Selesai Baik

21 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Tualene, Kec. Biboki

Utara 1/Desa Selesai Baik

22 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Letneo, Kec. Insana

Barat 1/Desa Selesai Baik

23 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Fatuana, Kec.

1/Desa Selesai Baik 24 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Oenbit, Kec. Insana

1/Desa Selesai Baik 25 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Nansean, Kec.

(24)

VII-24 26 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Susulaku, Kec.

Insana 1/Desa Selesai Baik

27 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Susulaku B, Kec.

Insana 1/Desa Selesai Baik

28 Pembangunan Infrastruktur Irigasi Sederhana

Tainsala, Kec. Insana

Tengah 1/Desa Selesai Baik

29 Pembangunan Infrastruktur WC Sehat

Oesoko, Kec. Insana

Utara 1/Desa Selesai Baik

30 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Benus, Kec. Bikomi

Utara 1/Desa Selesai Baik

31 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Fatuneno, Kec.

Miomaffo Barat 1/Desa Selesai Baik 32 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Noepesu, Kec.

Miomaffo Barat 1/Desa Selesai Baik 33 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Saenam, Kec.

Miomaffo Barat 1/Desa Selesai Baik 34 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Suanae, Kec.

Miomaffo Barat 1/Desa Selesai Baik 35 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Haulasi, Kec.

Miomaffo Barat 1/Desa Selesai Baik 36 Pembangunan Infrastruktur

Jalan Desa

Kiusili, Kec. Bikomi

Selatan 1/Desa Selesai Baik

37 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Naiola, Kec. Bikomi

Selatan 1/Desa Selesai Baik

38 Pembangunan Infrastruktur Jalan Desa

Nian, Kec.

Miomaffo Tengah 1/Desa Selesai Baik

C. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

Permasalahan Pengembangan Permukiman

1) Masih luasnya kawasan kumuh sebagai permukiman tidak layak huni sehingga dapat menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan, dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas.

2) Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal, pulau kecil, daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.

3) Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

Tantangan Pengembangan Permukiman

1) Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat

2) Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman.

3) Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program- Program Pro Rakyat (Direktif Presiden)

4) Perhatian pemerintah daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya kegiatan Pengembangan Permukiman yang masih rendah

(25)

VII-25 5) Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan

infrastruktur permukiman yang saat ini sudah menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

6) Penguatan Sinergi SPPIP/RPKPP dalam Penyusunan RPIJM Kab./Kota

Permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di atas adalah yang terangkum secara nasional. Namun sebagaimana isu strategis, di masing-masing kabupaten/kota terdapat permasalahan dan tantangan pengembangan yang bersifat lokal dan spesifik. Penjabaran permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang bersifat lokal perlu dijabarkan sebagai informasi awal dalam perencanaan.Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman di Kabupaten Belu serta merumuskan alternatif pemecahan dan rekomendasi dari permasalahan dan tantangan pengembangan permukiman yang ada diwilayah Kabupaten Belu.

Tabel 7.5

Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Kabupaten Timor Tengah Utara

No Permasalahan Pengembangan

Permukiman Tantangan Pengembangan Alternatif Solusi

1 Aspek Teknis

 Kondisi kualitas bahan bangunan hunian warga yang bermukim diwilayah

perkotaan dan perdesaan belum memenuhi persayaratan sebagai hunian yang layak.  Sebagian pemukiman warga

wilayah perkotaan dan perdesaan belum menerapkan lingkungan hunian yang memenuhi standart kesehatan seperti penyediaan air bersih, tempat persampahan, tempat pembuangan limbah dan drainase.

 Dapat memenuhi kebutuhan prasarana dan sarana dasar permukiman perdesaan dan perkotaan.

 Terbangunnya perumahan dan permukiman yang layak huni.

 Penanganan rumah tidak layak huni  Penanggulangan terhadap kawasan permukiman yang rawan bencana (banjir, kekeringan, longsor dan kebakaran) 2 Aspek Kelembagaan

 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan

penyelenggaraan perumahan permukiman

 Belum teroganisir dengan benar lembaga-lembaga masyarakat diperkotaan dan perdesaan guna melakukan penggalangan dana sebagai

 Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat  Peningkatan kualitas

lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Penerbitan regulasi mengenai permukiman di perkotaan TTU

(26)

VII-26 7.1.3. Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi kondisi eksisting. Analisis kebutuhan mengaitkan kondisi eksisting dengan target kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya sektor pengembangan permukiman baik di tingkat Pusat maupun di tingkat

salah satu sumber pembiayaan pembangunan prasarana dan sarana dasar hunian.

3 Aspek Pembiayaan

Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerag untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM

Terpenuhinya kebutuhan perumahan bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan permukiman kumuh. Penanganan dan penyediaan permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah

4 Aspek Peran Serta Masyarakat/Swasta

 Pertumbuhan penduduk yang masih cukup tinggi khususnya di perkotaan dan kesadaran masyarakat yang masih rendah tentang kebersihan dan kelestarian lingkungan permukiman, sehingga terjadi kekumuhan dibeberapa lokasi khususnya di daerah sekitar permukiman nelayan (pantura) dan permukiman yang

berdekatan dengan pasar tradisional.

 Masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang kebersihan dan kelestarian lingkungan serta memelihara hasil pembangunan sarana-prasarana.

Mewujudkan kehidupan sosial, ekonomi, pertahanan kemanan wilayah perbatasan, dan terkelolanya potensi kawasan perbatasan

5 Aspek Lingkungan Permukiman  Adanya kawasan permukiman

yang cenderung kumuh dan padat di tengah kota Kefamenanu

Tertatanya lingkungan permukiman kumuh menjadi lingkungan sehat, indah, nyaman dan adanya

peningkatan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat.

 Peremajaan kawasan kumuh dan padat  Perbaikan kualitas lingkungan permukiman  Pembangunan kawasan permukiman baru (New development)

(27)

VII-27 kabupaten/kota. Di tingkat Pusat acuan kebijakan meliputi RPJMN 2015-2019, MDGs 2015 (target tahun 2020 untuk pengurangan proporsi rumah tangga kumuh), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan kawasan kumuh tahun 2019, arahan Direktif Presiden untuk program pro-rakyat, serta Renstra Ditjen Cipta Karya 2015-2019.

Sedangkan di tingkat kabupaten/kota meliputi target RPJMD, RTRW Kabupaten Timor Tengah Utara, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan pengembangan permukiman.

Analisis kebutuhan dan target pencapaian daerah pengembangan permukiman dapat diuraikan pada tabel berikut.

Tabel 7.6.

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman Di Perkotaan untuk 5 Tahun

No Uraian Unit Tahun I Tahun

II Tahun III Tahun IV Tahun V Ket

1 Jumlah Penduduk Jiwa 39.190 40.151 40.765 41.389 42.022 Kepadatan Penduduk Jiwa/Km2 530 543 551 559 568 Proyeksi Persebaran

Penduduk Jiwa/Km2 - - - - -

Proyeksi Persebaran

Penduduk Miskin Jiwa/Km2 - - - - -

2 Sasaran Penurunan Kawasan Kumuh Ha 19,83 19,83 19,83 19,83 19,83 3 Kebutuhan Rusunawa TB - 1 - - 1 4 Kebutuhan RSH Unit 10 40 - 40 - 5 Kebutuhan Pengembangan Permukiman Baru Kawasan - - 1 - 1 Tabel 7.7.

Perkiraan Kebutuhan Program Pengembangan Permukiman Di Perdesaan Yang Membutuhkan Penanganan untuk 5 Tahun

No Uraian Unit Tahun I Tahun

II

Tahun III

Tahun

IV Tahun V Ket

1 Jumlah Penduduk Jiwa 195.455 197.784 200.810 203.882 207.002

Kepadatan Penduduk Jiwa/Km2 75 76 77 78 80

Proyeksi Persebaran

Penduduk Jiwa/Km2

Proyeksi Persebaran

Penduduk Miskin Jiwa/Km 2

2 Desa Potensial untuk

Agropolitan Desa 2 1 2 1 1

3 Desa Potensial untuk

Minapolitan Desa 1 1 - 1 1

4 Kawasan Rawan

Bencana Kawasan - - - - -

5 Kawasan Perbatasan Kawasan 1 1 1 - -

(28)

VII-28 Pulau-Pulau Kecil

7 Desa Kategori Miskin Desa - - - - -

8 Kawasan dengan

Komoditas Unggulan Kawasan - - - - -

7.1.4. Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari:

1) Pengembangan kawasan permukiman baru dalam bentuk pembangunan Rusunawa. 2) Peningkatan kualitas permukiman kumuh dan RSH

Sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari:

1) Pengembangan kawasan permukiman perdesaan untuk kawasan potensial (Agropolitan dan Minapolitan), rawan bencana, serta perbatasan dan pulau kecil, 2) Pengembangan kawasan pusat pertumbuhan dengan program PISEW (RISE), 3) Desa tertinggal dengan program PPIP dan RIS PNPM.

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan SPPIP dan RPKPP ataupun review bilamana diperlukan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan  Infrastruktur kawasan permukiman kumuh  Infrastruktur permukiman RSH

 Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

 Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial (Agropolitan/ Minapolitan)  Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

 Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil  Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)  Infrastruktur perdesaan PPIP

 Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

(29)

VII-29 Gambar 7.1.

Alur Program Pengembangan Permukiman

Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.  Kesiapan lahan (sudah tersedia).

 Sudah tersedia DED.

 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (SPPIP, RPKPP, Masterplan Kws. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.

 Ada unit pelaksana kegiatan.

 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

Khusus Rusunawa

(30)

VII-30  Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA

 Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum,dan PSD lainnya  Ada calon penghuni

RIS PNPM

 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.  Tingkat kemiskinan desa >25%.

 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.

PPIP

Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya

Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik Tingkat kemiskinan desa >25%

PISEW

 Berbasis pengembangan wilayah

 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan

 Mendukung komoditas unggulan kawasan

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh di perkotaan. Mengacu pada UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman kumuh memiliki ciri (1) ketidak teraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2) ketidak lengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

Lebih lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu oleh Ditjen. Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

(31)

VII-31 1. Vitalitas Non Ekonomi

a. Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas kawasan dalam ruang kota.

b. Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya.

c. Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan penduduk.

2. Vitalitas Ekonomi Kawasan

a. Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang strategis.

b. Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun, pertokoan, atau fungsi lainnya

c. Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.

3. Status Kepemilikan Tanah

a. Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman. b. Status sertifikat tanah yang ada.

4. Keadaan Prasarana dan Sarana a. Kondisi Jalan

b. Drainase c. Air bersih d. Air limbah

5. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

a. Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan penanganannya.

b. Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana induk (master plan) kawasan dan lainnya.

(32)

VII-32 7.1.5. Usulan Program dan Kegiatan

Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan pada hakekatnya adalah untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan perdesaan yang layak huni (livable), aman, nyaman, damai, dan sejahtera serta berlelanjutan.

Rencana program investasi PU/Cipta Karya merupakan perencanaan program secara detail yang dijabarkan dari segi pendanaan, teknis yang sesuai hasil studi kelayakan masing-masing sektor selama 5 tahun ke depan dengan didukung hasil analisis kelembagaan daerah dan kapasitas keuangan daerah. Pada sub bab ini akan dibahas rencana investasi jangka menengah bidang pengembangan permukiman dengan memperhatikan program kegiatan, target pencapainnya, keluaran (output), pemecahan permasalahan (problem solving), sehingga sasaran (goal) dapat tercapai.

Rencana program investasi Jankga menengah (RPIJM) Sub sektor pengembangan permukiman bidang PU/cipta karya bertujuan untuk mengembangkan wilayah perkotaan dan perdesaan agar lebih terarah dan bersinergi dengan kondisi lingkungan sekitar. Tujuan Pengembangan permukiman meliputi:

1. Memenuhi kebutuhan pengembangan permukiman (sarana dan prasarana dasar permukiman)

2. Terwujudnya permukiman yang layak dalam lingkungan sehat, aman, serasi, dan teratur

3. Mengarahkan pertumbuhan wilayah

4. Menunjang kegiatan ekonomi melalui kegiatan pengembangan

Komponen-komponen yang termasuk dalam program pengembangan permukiman perkotaan dan perdesan antara lain :

1. Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan meliputi:

a. Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar bagi kawasan RSH bagi kawasan rumah sederhana.

b. Penataan dan Peremajaan Kawasan c. Peningkatan Kualitas Permukiman

2. Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan meliputi:

a. Pengembangan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) b. Pengembangan Kawasan Agropolitan

(33)

VII-33 d. Pemgembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Perbatasan

e. Penyediaan Prasrana dan Sarana dalam rangka penanganan bencana

A. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

Jika meninjau kembali rencana tata ruang, dalam hal ini RTRW Kabupaten Timor Tengah Utara dan RTURK Kota Kefamenanu dan kajian kontekstual kondisi umum kabupaten Timor Tengah Utara. Maka ada beberapa program kegiatan prioritas menurut bidang dan sub bidang PU/cipta karya yang termuat dalam RPIJM. Program pengembangan permukiman ini terwujud dalam program pengembangan permukiman perkotaan dan program pengembangan permukiman perdesaan akan dibahas sebagai berikut :

Dalam pelaksanaanya program pengembangan mengikuti fungsi kawasan yang telah ditetapkan, seperti program pengembangan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan. Wujud-wujud dari program ini perlu ditindaklanjuti pada masa-masa yang akan datang dengan memperhatikan ukuran kelayakanya. Pengembangan kawasan permukiman yang dimaksud yakni:

a) Pengembangan kawasan permukiman perkotaan:

 Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar bagi kawasan RSH  Penataan dan Peremajaan Kawasan

 Peningkatan Kualitas Permukiman

b) Pengembangan Kawasan Permukiman perdesaan:

 Pengembangan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa  Pengembangan Kawasan Agropolitan

 Penyediaan prasarana dan sarana permukiman dipulau kecil dan terpencil  Pengembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Perbatasan

 Penyediaan Prasarana dan Sarana dalam rangka Penanganan Bencana

Dari program-program pengembangan permukiman perkotaan dan perdesaan diatas, ada beberapa yang menjadi program prioritas pemerintah kabupaten Timor Tengah Utara seperti penyediaan PSD bagi kawasan RSH, Peremajaan Kawasan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Perbatasan.

(34)

VII-34 Tabel 7.8.

Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten Timor Tengah Utara

Dalam Ribuan No Program/Kegiatan Volume/ Satuan Biaya (Rp) Lokasi Kriteria Kesiapan

1 Penyusunan DED Infrastruktur

Kawasan Kumuh Perkotaan 1 Paket 132.000 Kefamenanu 2 Pembangunan Infrastruktur Kawasan Permukiman Perkotaan (Kawasan Permukiman Kumuh) 1 Kws 1.600.000 Kab. Timor Tengah Utara 3

Rusunawa bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) 1 Kws 1.952.500 Kab. Timor Tengah Utara 4 Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan (Perdesaan Potensial Yang Mneingkat Kualitasnya)

1 Kws 2.632.000 Kawasan Bisain

5

Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan (Perdesaan Potensial Yang Mneingkat Kualitasnya) 1 Kws 2.500.000 Kawasan Biboki Munleu 6 Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan (Perdesaan Potensial Yang Mneingkat Kualitasnya) 1 Kws 2.650.000 Kawasan Biboki Anleu 7 Pembangunan/Peningkatan Infrastruktur Kws. Permukiman di Perbatasan dan Pulau Kecil Terluar

1 Kws 5.000.000 Kawasan Napan 8 Pembangunan/Peningkatan Infrastruktur Kws. Permukiman di Perbatasan dan Pulau Kecil Terluar

1 Kws 5.000.000 Kawasan Wini

9

Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan (Perdesaan Potensial Yang Meningkat Kualitasnya)

3 Kws 7.782.000 Kab. Timor Tengah Utara 10 Pembangunan Prasarana

Infrastruktur Perdesaan (PPIP) 10 Desa 2.500.000

Kab. Timor Tengah Utara B. Usulan Pembiayaan Pembangunan Permukiman

Adapun untuk usulan pembiayaan dapat dijabarkan usulan pembiayaan baik dari APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, APBN, maupun dari masyarakat dan swasta, sesuai dengan kemampuan pembiayaan pemerintah kabupaten Timor Tengah Utara

Gambar

Gambar diatas menunjukan pembagian peran antara pemerintah pusat dan pemerintah  kabupaten/kota  dalam  pembangunan  infrastruktur  pengolahan  air  limbah  sistem  setempat  (on-site)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kegiatan pengembangan BUM Desa Mitra Usaha Mulya tidak lepas dari peran dari masyrakat sebagai pemanfaat dari kegiatan program pemberdayaan masyarakat desa,

Kajian ini juga mengkaji kesan kaedah PBM dalam talian berbantukan persembahan masalah berbentuk grafik (PBM-G) dan kesan kaedah PBM dalam talian berbantukan

Abstrak — Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh penerapan e-modul berbasis metode pembelajaran problem based learning pada mata pelajaran pemrograman

Kelompok komoditas yang memberikan andil/sumbangan inflasi pada Januari 2016, yaitu: kelompok bahan makanan 1,50 persen; kelompok makanan jadi, minuman; rokok

Pengiriman ikan bawal putih ke pabrik oleh pedagang pengumpul tidak harus melalui pedagang besar, namun untuk pengiriman ke pabrik sesuai dengan kecocokan harga

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan

Pendekatan lainnya, di samping storyboard, adalah melengkapi dengan flowchart game yang akan menunjukkan gambaran umum alur game. Secara umum game ini memiliki tiga.. tahap,

Berdasarkan indikator menurut Badan Pusat Statistik tahun 2005 untuk mengetahui tingkat kesejahteraan nelayan di Desa Benua Baru Ilir menggunakan 8 pendekatan