• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI ETIS PENGGELAPAN PAJAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI ETIS PENGGELAPAN PAJAK"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

41

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI ETIS

PENGGELAPAN PAJAK

1Zainuddin 2Suriana Ar Mahdi 3Amelia Abriani Ismail

1,2,3Universitas Khairun, Maluku Utara, Indonesia zainudin@unkhair.ac.id

Abstract

This study aims to determine and analyze the influence of machiavellian, love of money, tax systems, tax rates, tax audits, tax discrimination, technology and tax information on ethical perceptions of tax evasion. The population in this study were all corporate taxpayers registered at KPP Pratama Ternate. The research sample was randomly selected using random sampling method. The number of samples is 347 corporate taxpayers who are registered at KPP Pratama Ternate. This survey research instrument using a questionnaire. Data were analyzed by Smart-PLS. The results of hypothesis testing concluded that: love of money and tax discrimination have a positive effect on tax evasion ethics, while machiavellian, tax systems, tax rates, tax audits, and taxation technology and information have no effect on tax evasion ethics.

Keywords : Ethics on Tax Evasion; Machiavellian, Love Of Money; Taxation System;

Tax Rates.

JEL Classification : G41, H26

(2)

1. PENDAHULUAN

Untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri, pemerintah memberikan pajak terhadap para wajib pajak yang bertujuan untuk pembangunan nasional dan menyeimbangkan pengeluaran negara dengan pendapatan negara. Seluruh pengeluaran yang bersifat umum, termasuk dalam mensejahterakan rakyat dalam penerapannya Indonesia merupakan negara berkembang yang pemasukannya dalam membiayai pembangunan negara dipungut dari pajak. Pajak merupakan kontribusi wajib baik dari wajib pajak badan maupun dari wajib pajak orang pribadi yang diatur dalam undang-undang, dapat dipaksakan serta tidak mendapatkan imbalan secara langsung yang dimaksudkan untuk dipergunakan sebesar-besarnya untuk keperluan negara demi kemakmuran rakyat (Halim et al., 2020).

Tabel 1

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2015-2018 Tahun Target Penerimaan Pajak

(Triliunan Rupiah)

Realisasi Penerimaan Pajak (Triliunan Rupiah) % Realisasi Penerimaan Pajak 2015 1.489 1.240 83,3% 2016 1.539 1.284 83,4% 2017 1.498 1.343 89,6% 2018 1.424 1.315 92,4% Sumber: www.kemenkeu.go.id

Tabel 1 menunjukkan bahwa target atas penerimaan pajak belum sepenuhnya terealisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya ketidakpatuhan dalam membayar pajak. Ketidakpatuhan ini disebabkan karena masih rendahnya kesadaran dan kemauan membayar pajak (Zainuddin, 2017). Menurut Chaironisyah (2018) perilaku yang mengarah pada penggelapan pajak (tax evasion) tergolong perilaku yang melanggar aturan dan undang-undang perpajakan. Dalam klasifikasinya terdapat beberapa bentuk penggelapan pajak seperti wajib pajak yang tidak melaporkan pendapatannya (non-Reproting of income) atau melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan yang sebenarnya.

Moralitas dalam menghindari tindakan-tindakan yang menyimpang memiliki kaitan yang erat dengan etika. Hal yang mempengaruhi tindakan etis dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dan lingkungan. Salah satu faktor penyebab terjadinya Tax Evasion yaitu bagaimana sikap seseorang dalam berperilaku terhadap uang. Faktor internal atau karakteristik individual yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam melakukan penggelapan pajak yaitu machiavellian yang diartikan sebagai rencana perilaku sosial untuk memanipulasi orang demi keuntungan pribadi, serta bertolak belakang dengan kepentingan yang lain (Budiarto et al., 2017).

Pada dasarnya sifat machiavellian merupakan sikap yang negatif yang ada pada seseorang. Sikap negatif yang muncul pada seseorang dapat berupa keinginan melakukan manipulasi, tipu daya, dengan mengabaikan rasa kepercayaan, kehormatan,

(3)

dan kesopanan. Individu yang mempunyai sifat machiavellian cenderung akan mementingkan diri pribadi serta memilki sikap yang agresif demi melaksanakan kepentingan pribadinya (Budiarto et al., 2017). Penelitian Shafer & Simmons (2008) dan Supriyati (2017) menemukan menemukan adanya pengaruh positif machiavellian terhadap persepsi etis wajib pajak atas penggelapan pajak. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Aziz & Taman (2015) dan Asih & Dwiyanti (2019) yang menyatakan machiavellian berpengaruh negatif terhadap persepsi etis penggelapan pajak.

Selain machiavellian kecintaanya atas uang yang tinggi menjadi faktor lain yang mempengaruhi persepsi etis penggelapan pajak. Keserakahan atau keinginan seseorang kepada uang merupakan definisi dari kecintaan terhadap uang atau sering dikatakan “the love of money”. Wajib pajak akan lebih sering melakukan penggelapan pajak karena tingginya sifat dari love of money yang merupakan sifat dari wajib pajak, hal ini dikarenakan wajib pajak mengganggap tindaknnya merupakan perilaku yang etis karena uang tersebut merupakan miliknya (Asih & Dwiyanti, 2019). Penelitian serupa tentang hubungan love of money dengan persepsi etis penggelapan pajak pernah diteliti oleh Asih & Dwiyanti (2019) dan Aziz & Taman (2015) dimana dikemukakan bahwa love of money memiliki pengaruh yang negatif terhadap penggelapan pajak.

Sistem perpajakan merupakan salah satu dari faktor penentu keberhasilan dalam pemungutan pajak. Dalam pembuatan sistem perpajakan haruslah didasarkan kepada keadilan dan transparansi. Jika sistem perpajakan yang tidak adil dan tidak adanya transparansi akan mengakibatkan kecenderungan wajib pajak dalam melakukan perilaku tidak etis yang tinggi (Prisantama & Muqodim, 2016). Penelitian serupa tentang pengaruh sistem perpajakan atas persepsi etis penggelapan pajak telah dilakukan oleh Suminarsasi & Supriyadi (2012), Ardian & Pratomo (2015), Prisantama & Muqodim (2016) menunjukan adanya pengaruh negatif dari sistem perpajakan terhadap persepsi etis penggelapan pajak. Namun pada penelitian Ismarita (2018) menunjukan sistem perpajakan tidak memiliki pengaruh terhadap etika penggelapan pajak.

Tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak yang menjadi tanggungan oleh wajib pajak. Untuk mengurangi dampak dari Tax Evasion maka pengurangan tarif pajak yang tinggi diperlukan. Penelitian mengenai pengaruh tarif pajak dengan persepsi etis Tax Evasion sebelumnya telah dilakukan oleh Pohan (2009), Modugu & Omoye (2014) dan Prisantama & Muqodim (2016) menunjukan bahwa tarif pajak berpengaruh positif terhadap persepsi etis penggelapan pajak, namun Ervana (2019) juga Ardyaksa & Kiswanto (2014) mengungkapkan bahwa tarif pajak tidak berpengaruh terhadap persepsi etis penggelapan pajak.

Pemeriksaan pajak (tax audit) merupakan salah satu cara dalam mencegah Tax Evasion (penggelapan pajak). Tax audit sendiri merupakan langkah-langka dalam pengumpulan informasi dan pengolahan data, mengenai bukti atau keterangan yang dilakukan secara profesional dan objektif dengan standar dan aturan yang telah diatur dalam perundang-undangan. Penelitian tentang hubungan Tax Audit terhadap penggelapan pajak pernah diteliti oleh Gumus & Oz Yalama (2013), Ardian & Pratomo

(4)

(2015) dan Prisantama & Muqodim (2016) mengungkapkan bahwa tax audit berpengaruh negatif terhadap persepsi etis penggelapan pajak. Namun, Mira & Khalid (2016) mengungkapkan bahwa pemeriksaan pajak tidak berpengaruh dengan persepsi etis penggelapan pajak. Sedangkan Purwanto, Sulaeha, & Safira (2018) mengemukakan adanya hubungan antara Tax Audit dengan persepsi etis penggelapan pajak.

Menurut Indriyani, Nurlaela, & Wahyuningsih (2016) diskriminasi dalam perpajakan terjadi apabila kebijakan perpajakan hanya menguntungkan satu pihak dengan merugikan pihak yang lain. Salah satu contoh adalah pemberian kebijakan tax amnesty yang banyak mendapat penolakan dari masyarakat. Ayu & Sari (2017) mengatakan tax amnesty berlawanan dengan UU 1945 pasal 27 ayat 1 karena ini memberikan hak khusus kepada para pelaku pajak yang tidak taat dengan membebasakan dari sanksi pidana dan administartif serta dari proses pemeriksaan sehingga dinilai telah mendiskriminasi pelaku pajak yang lain. Suminarsasi & Supriyadi (2012); Ekaningtyas, (2020), dan Prisantama & Muqodim (2016) mengemukakan bahwa terdapat pengaruh positif antara diskriminasi dengan persepsi etis penggelapan pajak, sedangkan Pratiwi & Prabowo (2019) mengungkapkan bahwa tidak ada pengaruh antara dikriminasi dengan persepsi etis penggelapan pajak.

Dalam reformasi dan modernisasi perpajakan Ditjen Pajak telah menerapkan 4 aplikasi untuk pelayanan perpajakan antara lain, registration, s-SPT, billing, e-Filling dan online payment. Dengan diluncurkannya aplikasi ini diharapkan mempermudah wajib pajak dalam bidang pelayanan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, untuk kedepannya diaharapkan tingkat penggelapan pajak akan menurun. Permatasari & Laksito (2013), Ardyaksa & Kiswanto (2014), Silaen, Basri, & Azhari, (2015), Fitriyanti, Fauzi, & Armeliza (2017) dan Lenggono (2019) dalam penelitiaanya menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara teknologi informasi dengan tax evasion namun Ismarita (2018) menyatakan sebaliknya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Machiavellian, love of money, sistem perpajakan, tarif pajak, pemeriksaan pajak, diskriminasi pajak, dan teknologi informasi terhadap etika penggelapan pajak. Adapun kebaharuan penelitian ini adalah menguji variabel Machiavellian dan Love of Money secara bersama terhadap etika penggelapan pajak pada wajib pajak badan yang belum pernah dilakukan di Indonesia utamanya pada wajib pajak badan di Indonesia Timur.

2. TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori

Terdapat konsep teori yang mendasar dalam penelitian ini sebagai pengembangan hipotesis yaitu teori atribusi, theory of planned behavior, dan theory acceptance model. Atribusi theory atau dikenal dengan Teori atribusi merupakan teori yang mejelaskan pengaruh motivasi dan perilaku dari individu tersebut yang dikenalkan oleh Heider (1958). Atribusi merupakan metode mengamati dan memprediksi maksud, motif, dan perilaku individu yang terlihat pada dirinya. Robbins & Judge (2018: 97) mengatakan

(5)

pada dasarnya, teori atribusi menjelaskan apabila seseorang mengamati karakter seseorang, mereka memprediksi apakah perilaku tersebut timbul atas pengaruh secara eksternal atau internal. Theory of planned behavior (TPB) merupakan peningkatan dari theory of reasoned action (TRA) yang terdiri atas variabel minat berperilaku, sikap, dan norma subjektif. Teori ini dikembangkan oleh (Ajzen, 1991) dengan penambahan pengukuran persepsi kontrol atas perilaku (perceived behavioral control) yang belum ada di TRA. Penambahan pengukuran pada TPB bertujuan mengawasi perilaku individu berdasarkan kekurangannya dan keterbatasan dalam penggunaan sumber daya tersebut. Theory of Reasoned Action (TRA) adalah pengembangan dari Model TAM dimana model TRA membuat satu kesimpulan bahwa persepsi dan reaksi individu kepada suatu hal, akan menentukan perilaku serta sikap individu tersebut. TAM menjelaskan karakter individu sebagai sarana dalam berperilaku (King & He, 2006)

Terjadinya Penggelapan pajak dikarenakan minimnya informasi yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat, tidak adanya transparansi serta pemahaman pajak dan penerimaan pajak yang didapat setiap tahunnya sehingga timbulnya perbedaan pandangan pemerintah terhadap pajak dengan masyarakat (Richardson, 2006).

Halim et al., (2020) mengungkapkan bahwa Penggelapan Pajak merupakan kecurangan ilegal terhadap peraturan perpajakan untuk menghindari pembayaran pajak. Penghindaran pajak merupakan Penggelapan pajak dipisahkan menurut resiko dari resiko secara non materil atau materil. Dari segi materil, apabila penggelapan pajak terungkap maka wajib pajak akan mendapatkan denda dan kurungan ditambah apabila wajib pajak tidak memiliki dana yang cukup maka harta benda akan disita oleh petugas yang mengakibatkan kebangkrutan.

Perumusan Hipotesis

Pengaruh Machiavellian terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Machiavellianisme menurut Moss (2005) merupakan sebuah langkah dimana orang yang memanipulasi memperoleh penghargaan lebih banyak dibanding ketika tidak melakukan tindakan manipulatif. Dalam penelitian tersebut juga mendeskripsikan kepribadian Machiavellian sebagai kecenderungan untuk memanipulasi individu lain yang mempunyai kepribadian yang kurang baik seperti pengabaian moralitas serta komitmen ideolgi yang rendah (Asih & Dwiyanti, 2019). Dalam Theory of planned behavior, apabila individu menganggap objek itu bermanfaat terhadap dirinya, pastinya akan ditanggapi dengan positif, begitu juga sebaliknya individu tersebut akan memberi respon yang negatif apabila informasi tersebut tidak menguntungkannya. Selaras dengan penjelasan tersebut seseorang yang memiliki sikap machiavellian akan lebih mementingkan diri pribadi dan mempunyai sikap yang agresif untuk menjalankan kepentingannya.

Menurut Farhan, Helmy, & Afriyenti (2019) seseorang yang menganggap penggelapan pajak itu merupakan perbuatan yang etis menggambarkan orang tersebut memiliki sifar machiavellian yang tinggi. Penelitian ini selaras dengan penelitian Supriyati (2017) yang mengatakan adanya hubungan yang positif antara sifat

(6)

Machiavellian dengan pengambilan keputusan etis terhadap penghindaran pajak. Pengaruh positif artinya tindakan penggelapan pajak yang dianggap etis dilakukan menggambarkan tingginya sifat machiavellian yang dimiliki sehingga dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Machiavellian Berpengaruh Positif terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak Pengaruh Love of Money terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Love of money merupakan orang yang cenderung menganggap uang sebagai prioritas dalam hidup, menurutnya dengan adanya uang maka kebahagiaan akan datang, karena baginya itu akan menjadi motivasi dalam bekerja, menjadi sebuah ukuran kesuksesan sera merasa dihormati dikalangan masyarakat. Setiap orang akan berbeda-beda tentang perilaku love of money, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecintaan terhadap uang, misalnya tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, faktor demografi, latar belakang etnis dan status sosial (Asih & Dwiyanti, 2019). Penelitian ini memiliki keterkaitan dengan Theory of planned behavior dimana seseorang akan memberikan respon yang positif atau negatif tentang hal yang berkaitan dengan sesuatu yang disukainya dalam hal ini adalah kecenderungan mencintai uang sehingga seseorang akan merespon negatif tentang kewajiban perpajakannya, sehingga individu tersebut akan melakukan penggelapan pajak.

Penelitian Yusra & Utami (2018) menguji hubungan sikap love of money yang menunjukkan hubungan positif sikap love of money dengan etika seseorang. Hal ini didukung oleh Lenggono (2019) yang berpendapat bahwa love of money seseorang yang berperilaku tidak etis memiliki dampak yang signifikan. Ini terjadi karena semakin tinggi kecintaan uang atau love of money yang dimiliki seseorang, maka tindakan penggelapan pajak dianggap etis untuk dilakukan. Ini dikarenakan individu tersebut berusaha agar memenuhi kebutuhan dirinya meskipun itu bertentangan dengan etika perpajakan sehingga menggambarkan tingginya kecintaan uang pada dirinya. Individu yang memiliki sifat love of money yang tinggi, pastinya menganggap wajar untuk melakukan perbuatan yang tidak etis salah satunya tindakan penggelapan pajak. Dari gambaran tersebut, maka dapat dihipotesiskan sebagai berikut :

H2 : Love Of Money Berpengaruh Positif terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Pengaruh Sistem Perpajakan terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Sistem perpajakan harus didasarkan pada keadilan. Wajib pajak membutuhkan kepastian dari sistem perpajakan Ardian & Pratomo (2015). Theory of planned behavior sejalan dengan variabel ini, dimana dijelaskan bahwa dimana seseorang akan memberikan respon yang positif atau negatif tentang hal yang berkaitan dengan sesuatu yang disukainya dalam hal ini adalah jika sistem dalam perpajakan itu baik maka seseorang akan merespon dengan positif, kebalikannya buruknya sistem perpajakan maka wajib pajak akan lebih sering memberikan respon negatif dengan begitu perilaku penggelapan pajak dianggap etis. Dalam penelitian Permatasari & Laksito (2013)

(7)

menemukan adanya pertanda yang negatif terhadap sistim perpajakan. Sistem perpajakan dapat memberikan informasi terkait manfaat pajak, transparansi, dasar pengenaan pajakk, serta ketentuan perundang-undangan, sehingga dapat mengurangi terjadinya penggelapan pajak. Hasil penelitian oleh Handyani & Cahyonowati (2014), Ardian & Pratomo (2015); dan Suminarsasi & Supriyadi (2012) juga menyatakan adanya hubungan yang negatif antara sistem pajak terhadap penggelapan pajak. Sehingga hipotesis yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

H3 : Sistem Perpajakan Berpengaruh Negatif terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Pengaruh Tarif Pajak Terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Jumlah pajak yang terutang seringkali dianggap sebagai dasar dalam perhitungan Tarif pajak. Ada 4 macam perhitungan tarif pajak di Indonesia antara lain tarif degresif (menurun) tarif tetap, tarif progresif, dan tarif sebanding (proposional). Theory Planned Behavior menjelaskan mengenai Perceived Behavioral Control, dimana kepercayaan atas hal yang menghambat atau mendukung perilaku serta seberapa kuat persepsi yang menghambat atau mendukungnya. Hal ini berarti persepsi seseorang terkait rendah/tingginya tarif pajak mempengaruhi perilaku wajib pajak tersebut untuk melaksanakan kewajibannya. Dalam penelitian Permatasari & Laksito (2013) menyatakan tinggi tarif pajak berbanding lurus dengan tingat penggelapan pajak. Hal ini konsisten dengan penelitian Ardyaksa & Kiswanto (2014), Prisantama & Muqodim (2016) dan Ayu & Sari (2017) yang menemukan tarif pajak positif berpengaruh terhadap penggelapan pajak. Atas dasar argumentasi tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Tarif Pajak Berpengaruh Positif terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Untuk mengetahui ada atau tidaknya penggelapan pajak (tax evasion) maka diperlukan audit pajak atas dugaan fraud oleh wajib pajak. Dalam atribusi theory menjelaskan terdapat 2 faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu faktor Internal dan Eksternal. Pada konteksnya, pemeriksaan pajak dikategorikan sebagai perilaku yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dimana control atas kepatuhan dalam memenuhi kewajiban perpajakan maka dibutuhkan yang namanya Tax Audit. Wajib pajak biasanya cenderung untuk tidak melakukan pengelapan pajak apabila pada saat pemeriksaan berlangsung, dia merasa kecurangan yang dilakukannya akan terdeteksi. Hal ini menandakan apabila pemeriksaan pajak itu ketat maka wajib pajak akan berhati-hati atau bahkan tidak melakukan penggelapan pajak, begitupun sebaliknya. Hal ini didukung dengan hasil riset dari Ardian & Pratomo (2015), Prisantama & Muqodim (2016) dan Gumus & Oz Yalama, (2013). Dari gambaran di atas maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:

H5 : Pemeriksaan Pajak Berpengaruh Negatif terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

(8)

Pengaruh Diskriminasi Pajak terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Diskriminasi adalah setiap larangan, pelecehan yang didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, kelompok, ras atau suku, kelas sosial atau sesuatu yang bersifat berbeda. Pada saat wajib pajak merasa terdiskriminasi oleh aparatur pajak, hal ini akan menimbulkan pikiran yang buruk tehadap aparatur pajak sehingga adanya rasa diskriminatif oleh aparatur pajak yang membuat mereka merasa tindakan penggelapan pajak merupakan hal wajar untuk dilakukan (Widjaja, Lambey, & Walandouw, 2017).

Terkait dengan Theory of Planned Behavior, menjelaskan bahwa, kontrol perilaku merupakan faktor penting yang mendasari tindakan wajib pajak yang didasarkan persepsi, dimana kepercayaan atas keberadaan hal-hal yang menghambat atau mendukung kelakuan yang diperlihatkan serta seberapa kuat persepsi yang menghambat atau mendukungnya. Sebagai contoh apabila otoritas pajak melakukan diskriminasi pajak, maka hal tersebut akan membentuk presepsi buruk yang kemudian mengakibatkan wajib pajak menganggap sehingga penggelapan pajak wajar untuk dilakukan. Hasil penelitian dari Prisantama & Muqodim (2016) serta Suminarsasi & Supriyadi (2012) menunjukan bahwa diskriminasi pajak berpengaruh positif terhadap perilaku penggelapan pajak. Tingginya tingkat diskriminasi menandakan adanya pandangan atas perilaku penggelapan pajak pantas untuk dilakukan, sebaliknya rendahnya tingkat diskriminasi menggambarkan penggelapan pajak merupakan perilaku yang tidak pantas, maka hipotesis dapat dirumuskan:

H6 : Diskriminasi Pajak Berpengaruh Positif terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Pengaruh Teknologi dan Informasi Perpajakan terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Teknologi dan informasi perpajakan merupakan penggunaan fasilitas demi peningkatan kualitas pelayanan pada bidang perpajakan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan kepada wajib pajak untuk memenuhi kewajiban dalam perpajakan. Dengan pesatnya perkembangan Teknologi dan infomasi pada bidang perpajakan, penggunaan waktu yang untuk wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan semakin efesien dan efektif. Selain itu media elektronik, media internet dan media cetak menjadi sarana dalam pemenuhan Teknologi dan informasi perpajakan (Silaen et al., 2015).

Theory Acceptance Model menjelaskan persepsi dan reaksi user teknologi informasi dapat memengaruhi sikap dalam persepsi pengguna sebagai suatu tindakan atas kegunaan dan kemudahan penggunaan teknologi informasi, sehingga dapat menjadi alasan seseorang dalam melihat kemudahan serta manfaat penggunaan teknologi informasi, sehingga tindakan dari wajib pajak tersebut dapat menerima penggunaan teknologi informasi. Dengan diterimanya penggunaan teknologi informasi, maka diharapkan dapat mempermudah penyelesaian kewajiban perpajakan serta meminimalisasi penggelapan pajak. Penelitian Paramita & Budiasih (2016) menemukan semakin tinggi tingkat teknologi dan informasi perpajakan akan berdampak kepada

(9)

perilaku tidak etis terhadap perilaku penggelapan pajak, sebaliknya apabila rendahnya tingkat teknologi dan informasi perpajakan yang ada maka akan berdampak terhadap perilaku penggelapan pajak yang dianggap baik atau etis. Pernyataan ini juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Permatasari & Laksito (2013) serta Ardyaksa & Kiswanto (2014). Berdasarkan uaraian dan penelitian terdahulu, maka dapat dirumuskan:

H7 : Teknologi dan Informasi Perpajakan Berpengaruh Negatif terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

3. METODOLOGI Populasi dan Sampel

Penggunaan populasi dari penelitian ini merupakan Wajib Pajak badan yang telah terdaftar di KPP Pratama Ternate. Dari data yang diambil pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Ternate, didapat jumlah 5.760 perusahaan yang memiliki NPWP Wajib Pajak badan yang terdaftar pada KPP Pratama Kota Ternate. Penelitian ini memberikan kontribusi yang pertama di Kota Ternate mengenai machiavellian, love of money, sistem perpajakan, tarif pajak, pemeriksaan pajak, discrimination tax, technology and information tax terhadap persepsi etis penggelapan pajak yang terfokus pada wajib pajak badan di kota ternate. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah proporsional random sampling, yakni pengambilan sampel jika populasi mempunyai unsur atau anggota yang tidak homogeny serta berstrata secara proporsional (Sujarweni, 2015).

Penentuan sampel menggunakan rumus slovin. Berdasarkan data dari KPP Pratama Ternate Wajib Pajak Badan pada tahun 2019 tercatat sebanyak 5.760. Adapun sebelum mengisi kuesioner, badan usaha tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Umur badan/usaha lebih dari 1 tahun

2. Pernah menunggak atau terlambat melaporkan pajak 3. Bersedia mengisi kuesioner

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data kuesioner, dimana kuesioner yang diajukan akan secara langsung diberikan kepada masing-masing Wajib Pajak badan yang terdaftar di KPP Pratama Ternate. Pengukuran dalam kuesioner ini menggunakan pengukuran skala likert sebagai jawaban dan berisi daftar pertanyaan.

Model Analisis

Pengolahan data akan diolah dengan menggunakan pendekatan Partial Least Square (PLS) dengan menggunakan aplikasi Smart PLS Versi 3.0. pengujian Partial

(10)

Least Square (PLS) merupakan analisis multivariat yang menangani banyak variabel explanatori dan variabel respon. model struktural digunakan untuk uji kausalitas (pengujian hipotesis dengan model prediksi) sedangkan model pengukuran digunakan untuk uji validitas dan realibilitas.

Definisi Operasional Variabel 1. Etika Penggelapan Pajak (EP)

Penggelapan pajak (tax evasion) merupakan tindakan dalam mengelak dari kewajiban yang melanggar undang-undang perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak (Ardian & Pratomo, 2015). Tax evasion adalah perilaku ilegal yang melanggar perundang-undangan, namun pada pelaksanaannya Tax evasion akan menjadi wajar jika mengingat terdapat tindakan yang dilakukan oleh pimpinan untuk kepentingan pribadi ataupun kelompok serta adanya peraturan perpajakan yang pro kepada satu pihak. Instrumen penelitian menggunakan 5 item pernyataan yang diadopsi dari Bahari (2016). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert 5 poin.

2. Machiavellian (MC)

Machiavellian sendiri dikenalkan oleh Niccolo Machiavelli yang merupakan politikus dan diplomat serta seorang filsuf yang populer di Italia. Machiavellian dalam konteks langsung dimana orang yang melakukan tindakan manipulatif akan mendapatkan bayaran yang lebih tinggi ketika mereka melakukan tindakan manipulasi, sebaliknya orang yang tidak melakukan tindakan manipulatif akan mendapatkan imbalan yang lebih sedikit. Secara umum Machiavellian diartikan sebagai individu yang melakukan tindakan manipulatif untuk mencapai tujuannya yang biasanya akan bertindak agresif terkait tindakannya (Shafer & Simmons, 2008). Instrumen penelitian menggunakan 8 pernyataan yang diadopsi dari Shafer & Simmons (2008). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert 5 poin.

3. Love of Money (LM)

Love of Money merupakan orang yang cenderung menganggap uang sebagai suatu hal yang sangat penting, menurutnya dengan adanya uang maka kebahagiaan akan datang, karena baginya itu akan menjadi motivasi dalam bekerja, menjadi sebuah ukuran kesuksesan serta merasa dihormati dikalangan masyarakat. Sikap terhadap uang biasanya dipelihara dari kehidupan dewasa yang berasal dari didikan pada masa kanak-kanak (Tang & Chen, 2008). Instrumen penelitian menggunakan 8 pernyataan yang diadopsi dari Asih & Dwiyanti, (2019). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert 5 poin.

4. Sistem Perpajakan (SP)

Sistem perpajakan memiliki keterkaitan yang erat terhadap keadilan, artinya penerapan sistem perpajakan harus didasarkan pada keadilan (Ardian & Pratomo, 2015). Pemberian kepastian dalam pajak yang harus dibayar merupakan pemberlakuan atas sistem perpajakan, serta dibutuhkan transparansi untuk

(11)

menghindari kesewenangan dalam pengumpulan pajak. Instrumen penelitian menggunakan 4 pernyataan yang diadopsi dari Prisantama & Muqodim (2016). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert 5 poin.

5. Tarif Pajak (TP)

Tarif pajak merupakan pajak yang terutang yang diukur berdasarkan persentase. Sehingga dapat disimpulkan berdasarkan undang-undang besaran persentase harus berdasar pada pajak yang harus disetor, atau dibayar yang dipungut oleh wajib pajak (Ardyaksa & Kiswanto, 2014). Instrumen penelitian menggunakan 5 pernyataan yang diadopsi dari Prisantama & Muqodim (2016). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert 5 poin.

6. Pemeriksaan Pajak (PP)

Pemeriksaan pajak dilaksanakan pada rangka melaksanakan peraturan undang-undang perpajakan. Investigasi pajak dilakukan supaya bisa mendeteksi dugaan kecurangan yang dilakukan oleh wajib pajak sebagai akibatnya berpengaruh terhadap penggelapan pajak (tax evasion). Instrumen penelitian menggunakan 4 pernyataan yang diadopsi dari Prisantama & Muqodim (2016). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert 5 poin.

7. Diskriminasi Pajak (DP)

Discrimination adalah setiap larangan, pelecehan yang didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, kelompok, ras atau suku, kelas sosial atau sesuatu yang bersifat berbeda. Secara luas dapat terlihat adanya bentuk diksriminasi baik secara tidak langsung maupun secara langsung dalam hal ini termasuk bidang perpajakan di Indonesia. Instrumen penelitian menggunakan 4 pernyataan yang diadopsi dari Prisantama & Muqodim (2016). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert 5 poin.

8. Teknologi dan Informasi Perpajakan (TI)

Penggunaan fasilitas perpajakan dengan pemanfaatan teknologi informasi dan ilmu pengethuan demi peningkatan kualitas dari pelayanan pajak merupakan bentuk dari kemajuan Teknologi dan informasi pada bidang perpajakan, sehingga membuat wajib pajak mau menyanggupi kewajibannya (Silaen et al., 2015). Instrumen penelitian menggunakan 4 pernyataan yang diadopsi dari Ardyaksa & Kiswanto (2014). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala likert 5 poin.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Responden

Kuisioner disebar kepada 374 responden, dari jumlah penyebaran tersebut, sebanyak 7% kuisinoner tidak dikembalikan, dan sebanyak 93% atau 347 kuisioner yang dikembalikan yang selanjutnya digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini. Responden adalah wajib pajak yang terdaftar di KPP Kota Ternate dengan bentuk badan usaha yaitu PT (Perseroan Terbatas) sebanyak 92 dan Perseroan sebanyak 255

(12)

responden. Berikut penjabaran profil responden penelitian ini berdasarkan sektor usaha dan usia kegiatan usaha.

Tabel 2

Profil Responden Berdasarkan Sektor Usaha dan Usia Kegiatan Usaha Berdasarkan Sektor Usaha Berdasarkan Usia Kegiatan Usaha

Sektor usaha Jumlah Persentase Usia usaha Jumlah Persentase

Industri 6 2% 1 – 5 Tahun 113 33%

Jasa 116 33% 5 – 10 Tahun 158 46%

Konstruksi 178 51% 10 – 20 Tahun 64 18%

Perdagangan 47 14% di atas 20 Tahun 12 3%

Total 347 100% Total 347 100%

Sumber: Data primer diolah PLS v3.0 (2020)

Berdasarkan informasi pada tabel 2 diatas terlihat bahwa profil responden penelitian ini cukup bervariasi. Responden pada kelompok sektor usaha konstruksi merupakan kelompok yang paling banyak, yaitu 51% atau sejumlah 178 responden, sementara berdasarkan usia kegiatan usaha paling banyak merupakan kelompok dengan usaha pertumbuhan dengan usia 5 – 10 tahun yaitu berjumlah 46% atau 158 responden. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif dalam penelitian ini digambarkan pada tabel 3 berikut: Tabel 3

Statistik Deskriptif

Variabel Kisaran Teoritis Kisaran Aktual Standar Deviasi

Min Max Mean Min Max Mean

MC 8 40 24 23 40 32.88 3.17 LM 8 40 24 18 35 25.92 3.37 SP 4 20 12 6 20 13.08 3.08 TP 5 25 15 6 25 14.98 4.29 PP 4 20 12 4 17 12.25 3.26 DP 4 20 12 5 18 13.1 2.45 TI 4 20 12 5 20 14.48 2.39 EP 5 25 15 4 20 13.5 3.28

Sumber : Data primer diolah PLS v3.0 (2020)

Data yang ditampilkan dalam tabel menunjukan bahwa dari delapan variabel dalam penelitian ini, variabel tarif pajak (TP) adalah variabel dengan penyebaran data yang paling besar. Hasil ini bisa dilihat dari nilai standar deviasi untuk variabel ini yang merupakan nilai penyebaran data jika diukur dari nilai rata-ratanya. Hasil seperti ini disebabkan oleh bervariasinya jawaban responden terhadap lima item pernyataan yang mewakili variabel ini. Kisaran teoritis merupakan perkiraan nilai kisaran minimum dan maksimum. Makna nilai dari kisaran minimum dan teoritis dalam penelitian ini adalah

(13)

nilai teroritis dimaksud dengan prediksi nilai tertinggi atau terendah yang dikalikan dengan total pertanyaan. Sedangkan untuk nilai kisaran Aktual merupakan nilai minimum atau maksimum yang diperoleh dari penjumlahan jawaban atas pertanyaan dengan melakukan analisis statistik deskriptif.

Model Pengukuran (Outer Model)

Convergent Validity

Convergent validity dilihat dari besarnya loading factor untuk masing-masing konstruk penelitian >0.70. Namun demikian pada riset tahap pengembangan skala, loading 0,50 sampai 0,60 masih dapat diterima. Setelah dilakukan eliminasi pada indikator MC.1, MC.2, MC.4, MC.8, LM.1, LM.2, LM.5, LM.6, LM.7, SP.4, DP.1 dan EP.5 hasil dari diagram menunjukkan bahwa semua indikator menunjukkan nilai >0.50. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semua konstruk mempunyai convergent validity yang baik.

Gambar 2

Diagram Jalur Hubungan disertai Nilai Outher Loading Setelah Eliminasi (Sumber : Data diolah PLS v3.0, 2020)

(14)

Discriminant Validity

Tabel 4

Korelasi antar Konstruk dan Akar AVE

MC LM SP TP PP DP TI EP MC 0.69 LM -0.072 0.78 SP -0.412 0.091 0.87 TP -0.296 0.077 0.676 0.808 PP -0.381 0.026 0.636 0.711 0.811 DP -0.213 0.137 0.605 0.597 0.544 0.734 TI -0.114 0.088 0.163 0.209 0.34 0.296 0.63 EP -0.273 0.291 0.549 0.543 0.519 0.545 0.197 0.797

Sumber : Data primer diolah PLS v3.0 (2020)

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa nilai √AVE lebih tinggi daripada nilai korelasi di antara variabel laten. Hal ini menunjukkan bahwa konstruk memiliki discriminant validity yang tinggi.

Composite Realiability

Tabel 5

Composite Reliabillity

Variabel Reliabilitas Komposit

MC 0.782 LM 0.747 SP 0.903 TP 0.903 PP 0.884 DP 0.775 TI 0.722 EP 0.870

Sumber : Data primer diolah PLS v3.0 (2020)

Uji reliabilitas diapakai untuk menguji tingkat keakuratan dan ketepatan responden dalam menjawab item pertanyaan pada kuesioner. Variabel yang laten atau baik merupakan variabel yang mempunyai tingkat reliabilitas atau nilai dari composite reliability ialah >0.70. Berdasarkan tabel 5 diatas memperlihatkan bahwa nilai composite reliability dari keseluruhan variabel menujukkan nilai >0.70 sehingga konstruk dikatakan reliabel.

Inner Model

Tabel 5 menyajikan hasil uji inner model yang terdiri dari Uji R-square, Estimasi koefisien jalur dan hasil pengujian hipotesis

(15)

Tabel 6

Path Coefficient dan R-Square

Sampel Asli (O) Rata-rata Sampel (M) Standar Deviasi (STDEV) T Statistik (O/STDEV) P Values Keterangan MC -> EP -0.03 -0.05 0.084 0.361 0.718 Ditolak LM -> EP 0.227 0.231 0.087 2.607 0.009 Diterima SP -> EP 0.176 0.152 0.133 1.326 0.185 Ditolak TP -> EP 0.146 0.16 0.143 1.020 0.308 Ditolak PP -> EP 0.166 0.181 0.125 1.327 0.185 Ditolak DP -> EP 0.226 0.216 0.112 2.022 0.044 Diterima TI -> EP -0.01 0.019 0.100 0.098 0.922 Ditolak R Square 0.458 Adjusted R Square 0.422

Sumber : Data primer diolah PLS v3.0 (2020) Uji R Square

Dari hasil Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa nilai R Square Variabel Y (EP) sebesar 0.458 atau 45.8% yang berarti kontribusi machiavellian, love of money, sistem perpajakan, tarif pajak, pemeriksaan pajak, diskriminasi pajak, serta teknologi dan informasi perpajakan terhadap persepsi etis penggelapan pajaksebesar 45,8%. Sedangkan sisanya 54,2% dijelaskan oleh variabel yang tidak dimasukkan pada penelitian ini.

Estimasi Koefisien Jalur

Dari hasil tabel 6 diatas maka dapat diketahui bahwa nilai signifikansi dari variabel love of money (LM) ditunjukkan oleh nilai t statistik sebesar 32.607 (> 1.98) yang berarti bahwa love of money (LM) berpengaruh positif terhadap persepsi etis penggelapan pajak (EP). Selain itu, variabel diskriminasi (DP) ditunjukan oleh nilai t statistic sebesar 2.022 (>1.98) yang berarti bahwa diskriminasi (DP) berpengaruh positif terhadap persepsi etis penggelapan pajak (EP).Sedangkan variabel machiavellian (MC), sistem perpajakan (SP), tarif pajak (TP), pemeriksaan pajak (PP) serta teknologi dan informasi perpajakan (TI) dengan nilai t statistik masing-masing sebesar 0.361, 1.326, 1.02, 1.327 dan 0.098 (< 1.98) berarti bahwa machiavellian (MC), sistem perpajakan (SP), tarif pajak (TP), pemeriksaan pajak (PP) serta teknologi dan informasi perpajakan (TI) tidak berpengaruh terhadap persepsi etis penggelapan pajak (EP). Pembahasan Hasil Penelitian

Machiavellian terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Hasil pengujian hipotesis pertama (H1) machiavellian terhadap persepsi etis penggelapan pajak ditolak. Hal ini menunjukan bahwa sifat machiavellian ternyata tidak mempengaruhi presepsi wajib pajak terhadap persepsi etis penggelapan pajak. Tidak berpengaruhnya machiavellian terhadap persepsi etis penggelapan pajak karena tindakan tidak etis yang dilakukan dapat didasari oleh faktor eksternal. Hal ini sejalan

(16)

dengan teori atribusi yang menerangkan tindakan seseorang dipengaruhi dari dalam dan dari luar, yang menandakan biasany orang akan berperilaku bukan karena keinginan sendiri tapi adanya desakan yang tidak bisa dikontrol oleh seseorang. Tindakan penggelapan pajak yang berasal dari luar biasanya terjadi karena adanya desakaan dan tekanan yang menjadi dasar perilaku tidak etis, seperti halnya kenaikan tarif pajak yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan ketidakmampuan dalam pembayaran pajak, pemeriksaan pajak dan lain sebagainya (McGee, 2006). Penelitian ini konsisten dengan penelitian Farhan et al., (2019) yang menunjukan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara Machiavellian terhadap persepsi etis penggelapan pajak. Hasil ini berbanding terbalik dengan yang ditemukan oleh Asih & Dwiyanti (2019) dan Shafer & Simmons (2008), dan Shafer & Wang (2018) yang mengemukakan bahwa adanya pengaruh negatif Machiavellian terhadap penggelapan pajak.

Love of Money terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Hasil pengujian hipotesis kedua (H2) love of money terhadap persepsi etis penggelapan pajak diterima namun pada arah Positif yang yang mengindikasikan sejalan dengan hipotesis yang dirumuskan. Seseorang yang memiliki sifat love of money maka tingkat kecenderung menganggap uang sebagai suatu hal yang sangat penting, ini dikarenakan dengan adanya uang maka kebahagiaan akan datang, karena baginya itu akan menjadi motivasi dalam bekerja, menjadi sebuah ukuran kesuksesan sera merasa dihormati dikalangan masyarakat. Setiap orang akan berbeda-beda tentang perilaku love of money, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kecintaan terhadap uang, misalnya tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, faktor demografi, latar belakang etnis dan status sosial (Asih & Dwiyanti, 2019).

Penelitian ini mendukung theory of planned behavior yang mengatakan seseorang akan memberikan respon yang positif atau negatif tentang hal yang berkaitan dengan sesuatu yang disukainya dalam hal ini adalah kecenderungan mencintai uang sehingga seseorang akan merespon negatif tentang kewajiban perpajakannya, sehingga individu tersebut akan melakukan penggelapan pajak. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Lenggono (2019), Ariyanto, Andayani, & Putri (2020), dan Lau, Choe, & Tan (2013) yang menemukan adanya pengaruh yang positif dari love of money terhadap upaya tax evasion. Semakin tinggi kecintaan seseorang terhadap uang, maka orang itu akan semakin merasa tidak bersalah atas tindakan penggelapan pajak.

Sistem Perpajakan terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Hasil pengujian hipotesis ketiga (H3) sistem perpajakan terhadap persepsi etis penggelapan pajak ditolak. Ini mengindikasikan tidak ada keterkaitan antara sistem perpajakan persepsi wajib pajak terhadap persepsi etis penggelapan pajak yang berarti pengetahuan terhadap sistem perpajakan yang baik akan membuat wajib pajak memiliki kesadaran bahwa penghindaran pajak merupakan tindakan yang tidak etis, begitu juga sebaliknya semakin rendah pemahaman wajib pajak atas sistem perpajakan maka penggelapan pajak merupakan hal yang wajar untuk dilakukan.

(17)

Hal ini dijelaskan dalam theory of planned behaviour sebagus apappun penerapan dalam sistem perpajakan belum tentu dapat mempengaruhi wajib pajak untuk tidak melakukan penggelapan pajak, karena biasanya individu tersebut lebih mengutamakan kepentingan pribadinya. Hal ini juga dipengaruhi dengan adanya peran account representative yang disediakan oleh Negara sebagai konsultan yang mendampingi Wajib Pajak dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan dengan tujuan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya penggelapan pajak sehingga presepsi wajib pajak mengenai sistem perpajakan tidak berpengaruh terhadap tindakan etika penggelapan pajak. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Elmiza, dkk (2014) yang menunjukan bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan antara sistem perpajakan terhadap persepsi etis penggelapan pajak.

Tarif Pajak terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Hasil pengujian hipotesis keempat (H4) tarif pajak terhadap persepsi etis penggelapan pajak ditolak. Hasil ini menunjukan kalau tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara tarif pajak tehadap presepsi wajib pajak dengan persepsi etis penggelapan pajak. Ini mengindikasikan tinggi atau rendahnya tarif pajak yang diatur oleh pemerintah tidak akan mempengaruhi seseorang untuk tidak melakukan penggelapan pajak, berarti apabila wajib pajak ingin melakukan penggelapan pajak tidak peduli apakah tarif pajak tersebut sudah sesuai atau tidak wajib pajak tersebut tetap akan melakukan penggelapan pajak. Theory of planned behaviour menjelaskan tax evasion terjadi karena orang akan cendreung melakukan penggelapan pajak karena berdasar pada kepentingan pribadinya, meskipun tarif pajak yang ditetapkan sudah sesuai belum bisa membuat wajib pajak tidak melakukan penggelapan pajak karena terkadang dalam penerapanya sering terjadi human eror atau kesalahan dalam perhitungan tarif pajak. Hasil ini konsisten dengan penelitian Mira & Khalid (2016) dan Górecki & Letki (2020) yang menunjukan tidak ada pengaruh yang signifikan antara Tarif Pajak terhadap persepsi etis penggelapan pajak.

Pemeriksaan terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Hasil pengujian hipotesis kelima (H5) pemeriksaan pajak terhadap persepsi etis penggelapan pajak ditolak. Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pemeriksaan pajak terhadap presepsi wajib pajak dengan persepsi etis tax evasion. Audit tax kegiatan mengumpulkan data serta informasi dan kemudian mengolahnya, berdasarkan bukti atau keterangan yang dilakukan dengan profesional dan objektif yang diatur dalam peraturan dan undang-undang perpajakan. Hal ini berbeda dengan teori atribusi dimana audit tax dikategorikan sebagai perilaku yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dimana audit tax dilakukan sebagai bentuk kepatuhan perpajakan dibuat dengan maksud pengawasan (control) kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Apabila terdapat celah dalam pengawasan pemeriksaaan perpajakan maka orang akan cenderung melakukan penggelapan pajak. Namun pada kenyataannya, pengawasan yang dilaksanakan pemerintah tidak dapat membuat Wajib

(18)

Pajak untuk merasa takut atau jera terhadap tindakan penggelapan pajak. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Ardyaksa & Kiswanto (2014) menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara pemeriksaan pajak terhadap penggelapan pajak (tax evasion). Namun menolak penelitian Alm & Malézieux (2020), Ardian & Pratomo (2015), Prisantama & Muqodim (2016) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan anatara pemeriksaan pajak terhadap penggelapan pajak (tax evasion).

Diskriminasi Pajak terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Hasil pengujian hipotesis keenam (H6) diskriminasi pajak terhadap persepsi etis penggelapan pajak diterima. Hasil tersebut menunjukan hasil bahwa diskriminasi pajak adanya pengaruh persepsi wajib pajak dengan persepsi etis tax evasion. Berdasarkan hasil pengujian diskriminasi terhadap persepsi etis penggelapan pajak, memberikan bukti Tingginya tingkat diskriminasi menandakan adanya pandangan atas perilaku penggelapan pajak wajar untuk dilakukan, sebaliknya rendahnya tingkat diskriminasi menggambarkan penggelapan pajak merupakan tindakan yang tidak wajar.

Theory of Planned Behavior telah menjelaskan bahwa faktor penting yang mempengaruhi tindakan suatu wajib pajak yaitu kontrol perilaku yang didasarkan persepsi, dimana kepercayaan atas keberadaan hal-hal yang menghambat atau mendukung kelakuan yang diperlihatkan serta seberapa kuat persepsi yang menghambat atau mendukungnya. Sebagai contoh apabila otoritas pajak melakukan diskriminasi pajak, maka hal tersebut akan membentuk presepsi buruk yang kemudian mengakibatkan Wajib Pajak menganggap sehingga penggelapan pajak wajar untuk dilakukan. Penelitian ini konsisten dengan penelitian Silaen et al. (2015) dan Suminarsasi & Supriyadi (2012) yang memberikan kontribusi adanya hubungan yang positif antara persepsi wajib pajak dengan etika atas penggelapan pajak (tax evasion). Teknologi dan Informasi Perpajakan terhadap Persepsi Etis Penggelapan Pajak

Berdasarkan hasil pengujian ditemukan bahwa Teknologi & Informasi Perpajakan ternyata tidak mempengaruhi presepsi wajib pajak terhadap persepsi etis tax evasion. Ini memberikan bukti bahwa semakin mudah atau semakin modern teknologi informasi perpajakan belum tentu dapat mengurangi wajib pajak dalam melakukan penggelapan pajak, ini dikarenakan teknologi informasi perpajakan belum di manfaatkan secara baik oleh wajib pajak sehingga memungkinkan adanya tindakan tax evasion.

Penelitian ini bertolak belakang dengan theory acceptance model yang menjelaskan persepsi user dan reaksi user teknologi informasi akan mempengaruhi perilaku individu dikarenakan kemudahan atas kegunaan teknologi informasi yang merupakan tindakan yang beralasan sehingga tindakan tersebut diaanggap wajar dan dapat menerima teknologi informasi. Salah satu alasan yang dapat mendukung hasil penilitian ini yaitu adanya peran account representative yang disediakan oleh negara sebagai konsultan yang mendampingi wajib pajak untuk memperkecil kemungkinan tidak terlaksananya kewajiban dalam perpajakan wajib mengenai teknologi dan

(19)

Informasi perpajakan tidak mempengaruhi tindakan etika penggelapan pajak. Hasil ini sejalan dengan penelitian (Friskianti & Handayani, 2014) yang menunjukkan bahwa teknologi sistem perpajakan tidak memiliki pengaruh terhadap tax evasion. Hal ini tidak sejalan dengan Ardyaksa & Kiswanto (2014) yang menunjukkan bahwa teknologi sistem perpajakan memiliki pengaruh terhadap tax evasion.

5. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh machiavellian, love of money, sistem perpajakan, tarif pajak, pemeriksaan pajak, diskriminasi pajak, serta teknologi dan informasi perpajakan terhadap persepsi etis penggelapan pajak pada wajib pajak badan yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Ternate. Hasil kesimpulan yang didapat adalah sifat Machiavellian tidak berpengaruh terhadap persepsi etis penggelapan pajak, karena tindakan tidak etis yang dilakukan dapat didasari oleh faktor eksternal. Hal ini sejalan dengan teori atribusi yang menjelaskan bahwa perilaku seseorang bisa berasal dari internal dan eksternal, yang berarti seseorang berperilaku bukan karena keinginan sendiri tapi adanya desakan yang tidak bisa dikontrol oleh seseorang. Sifat love of money berpengaruh positif terhadap persepsi etis penggelapan pajak. Bagi seseorang yang menganggap kewajiban pajaknya sebagai sebuah tindakan yang tidak bermanfaat terhadap dirinya mengakibatkan kerugian akibat dari pengenaan pembayaran pajak merupakan bentuk tingkat kecintaan uang yang tinggi pada wajib pajak. Sistem perpajakan tidak berpengaruh terhadap persepsi etis penggelapan pajak. Menurut theory of planned behaviour sebagus apapun penerapan dalam sistem perpajakan belum tentu dapat mempengaruhi wajib pajak untuk tidak melakukan penggelapan pajak, karena biasanya individu tersebut lebih mengutamakan kepentingan pribadinya. Tarif pajak tidak berpengaruh terhadap persepsi etis penggelapan pajak. Artinya tinggi atau rendahnya tarif pajak yang diatur oleh pemerintah tidak akan mempengaruhi seseorang untuk tidak melakukan penggelapan pajak. Pemeriksaan pajak tidak berpengaruh terhadap persepsi etis penggelapan pajak. Hal ini dikarenakan pada kenyatannya, pengawasan yang dilakukan pemerintah tidak dapat membuat wajib pajak untuk merasa takut atau jerah terhadap tindakan penggelapan pajak. Diskriminasi pajak berpengaruh positif terhadap persepsi etis penggelapan pajak. Artinya semakin individu merasa terdiskriminasi maka inidividu tersebut akan cenderung melakukan tindakan penggelapan karena individu tersebut memandang sebagai perilaku yang wajar, begitupun sebaliknya. Teknologi dan informasi perpajakan tidak berpengaruh terhadap persepsi etis penggelapan pajak dikarenakan pemanfaatan teknologi informasi belum dimanfaatkan dengan baik oleh wajib pajak sehingga penggelapan pajak cenderung dilakukan.

(20)

Implikasi

Diharapkan dengan adanya penelitian ini penentu kebijakan, dalam hal ini adalah pemerintah dapat bekerjasama dengan organisasi terkait mengadakan seminar atau pelatihan terkait dengan pemahaman pajak. Sifat-sifat egoism individu yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi para wajib pajak dapat dikurangi melalui sosialisasi pajak sehingga dapat mengurangi penggelapan pajak,

Saran

Penelitian ini mengalami kendala dalam penyebaran kuisioner, sehingga beberapa saran dari peneliti sebagai pengembangan penelitian ke depan agar hasil penelitian dapat lebih baik adalah peneliti berikutnya disarankan dapat memperluas jangka waktu penelitian atau dapat menggantinya dengan wajib pajak orang pribadi serta menambah populasi penelitian bukan hanya Wajib Pajak yang terdaftar di Kota Ternate. Di samping itu untuk penelitian selanjutnya disarankan dapat menambah variabel independen lainnya yang dapat mempengaruhi persepsi penggelapan pajak, misalkan latar belakang keluarga dan pendidikan serta kompetensi dari para wajib pajak sebagai responden.

DAFTAR PUSTAKA

Ajzen, I. (1991). The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and

Human Decision Processes, 50, 179–211.

https://doi.org/10.1080/10410236.2018.1493416

Alm, J., & Malézieux, A. (2020). 40 Years of Tax Evasion Games: a Meta-Analysis. In Experimental Economics. https://doi.org/10.1007/s10683-020-09679-3

Ardian, R. D., & Pratomo, D. (2015). Pengaruh Sistem Perpajakan dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penggelapan Pajak (Tax Evasion) Oleh Wajib Pajak Badan (Studi Pada KPP Pratama Wilayah Kota Bandung). E-Proceeding of Management, 2(3),

1–10. Retrieved from

https://libraryeproceeding.telkomuniversity.ac.id/index.php/management/article/v iew/1903/1806

Ardyaksa, T. K., & Kiswanto. (2014). Pengaruh Keadilan, Tarif Pajak, Ketepatan Pengalokasian, Kecurangan, Teknologi Dan Informasi Perpajakan Terhadap Tax Evasion. Accounting Analysis Journal, 3(4), 475–484. https://doi.org/10.15294/aaj.v3i4.4209

Ariyanto, D., Andayani, G. A. P. W., & Putri, I. G. A. M. A. D. (2020). Influence of justice, culture and love of money towards ethical perception on tax evasion with gender as moderating variable. Journal of Money Laundering Control, 23(1), 245–266. https://doi.org/10.1108/JMLC-06-2019-0047

Asih, N. P. S. M., & Dwiyanti, K. T. (2019). Pengaruh Love Of Money, Machiavellian, dan Equity Sensitivity Terhadap Persepsi Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion). E-Jurnal Akuntansi, 26, 1412. https://doi.org/10.24843/eja.2019.v26.i02.p21

(21)

Ayu, V., & Sari, P. (2017). Pengaruh Tax Amnesty, Pengetahuan Perpajakan, dan Pelayanan Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya. 6(2).

Aziz, T. I., & Taman, A. (2015). Pengaruh Love Of Money dan Machiavellian Terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi. Jurnal Nominal, IV(2), 31–44. Budiarto, D. S., Nurmalisa, F., & Yennisa. (2017). Hubungan Antara Religiusitas Dan

Machiavellian Dengan Tax Evasion: Riset Berdasarkan Perspektif Gender. Telaah Bisnis, 17(2), 145–168. Retrieved from http://journal.stimykpn.ac.id/index.php/tb/article/view/54/42

Chaironisyah, R. W. (2018). Faktor - faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak orang pribadi mengenai etika atas penggelapan pajak (tax evasion). Universitas Islam Negri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang.

Ekaningtyas, R. M. (2020). Persaingan Dan Diskriminasi Upah Gender Di Industri. 17(2), 168–175.

Ervana, O. N. (2019). Pengaruh Pemeriksaan Pajak, Keadilan Pajak Dan Tarif Pajak Terhadap Etika Penggelapan Pajak (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Klaten). Akuntansi Pajak, 1(1), 80–92.

https://doi.org/10.24964/japd.v1i1.802

Farhan, M., Helmy, H., & Afriyenti, M. (2019). Pengaruh Machiavellian Dan Love Of Money Terhadap Persepsi Etika Penggelapan Pajak Dengan Religiusitas Sebagai Variabel Moderasi. Jurnal Eksplorasi Akuntansi, 1(1), 470–486.

Fitriyanti, I., Fauzi, A., & Armeliza, D. (2017). Pengaruh Ketepatan Pengalokasian, Teknologi dan Informasi Perpajakan, dan Diskriminasi Terhadap Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Ilmiah Wahana Akutansi, 12(01), 84–104.

Friskianti, Y., & Handayani, B. D. (2014). Pengaruh Self Assessment System, Keadilan, Teknologi Perpajakan, dan Ketidakpercayaan Kepada Pihak Fiskus Terhadap Tindakan Tax Evasion. Accounting Analysis Journal, 3(4), 457–465. Górecki, M. A., & Letki, N. (2020). Social Norms Moderate the Effect of Tax System

on Tax Evasion: Evidence from a Large-Scale Survey Experiment. Journal of Business Ethics, (2003). https://doi.org/10.1007/s10551-020-04502-8

Gumus, E., & Oz Yalama, G. (2013). Determinants of Tax Evasion Behavior: Empirical Evidence from Survey Data Open economy and fiscal policy View project Determinants of Tax Evasion Behavior: Empirical Evidence from Survey Data. International Business and Management.

Halim, A., Bawono, I. R., & Dara, A. (2020). Perpajakan (Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus) (3rd ed.). Jakarta: Salemba Empat.

Handyani, A., & Cahyonowati, N. (2014). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Wajib Pajak Mengenai Penggelapan Pajak. Diponegoro Journal Of Accounting, 3(3), 1–7.

Heider, F. (1958). The Psychology of Interpersonal Relations. New York: Wiley.

Indriyani, M., Nurlaela, S., & Wahyuningsih, E. M. (2016). Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Mengenai Perilaku Tax Evasion. Prosiding Seminar Nasional IENACO, 818–825.

Ismarita, G. (2018). Pengaruh Keadilan, Tarif Pajak, Teknologi dan Informasi, Diskriminasi dan Sistem Perpajakan Terhadap Penggelapan Pajak. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Ekonomi, 1(1), 1–15. Retrieved from https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFEKON/article/view/21090/20410

(22)

King, W. R., & He, J. (2006). A meta-analysis of the technology acceptance model.

Information and Management, 43(6), 740–755.

https://doi.org/10.1016/j.im.2006.05.003

Lau, T. C., Choe, K. L., & Tan, L. P. (2013). The moderating effect of religiosity in the relationship between money ethics and tax evasion. Asian Social Science, 9(11), 213–220. https://doi.org/10.5539/ass.v9n11p213

Lenggono, T. O. (2019). Pengaruh Tarif Pajak, Teknologi Dan Informasi Perpajakan, Terdeteksi Kecurangan, Dan Ketepatan Pengalokasian Pajak Terhada Tax Evasion. Jurnal Sosoq, 7(1), 43–50. Retrieved from https://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/akuntansi/article/view/13915

McGee, R. W. (2006). Three views on the ethics of tax evasion. Journal of Business Ethics, 67(1), 15–35. https://doi.org/10.1007/s10551-006-9002-z

Mira, & Khalid, A. (2016). Pengaruh Self Assessment System dan Pemeriksaan Terhadap Tax Evasion dengan Moralitas Pajak sebagai Variabel Moderat pada KPP Pratama Makassar Utara. Jurnal Ilmiah Akuntansi Peradaban, II(1), 89–107. Modugu, K. P., & Omoye, A. S. (2014). an Appraisal of Personal Income Tax Evasion

in Nigeria. Asian Economic and Financial Review, 4(1), 33–40.

Moss, J. (2005). Race Effects on the Employee Assessing Political Leadership: A Review of Christie and Geis’ (1970) Mach IV Measure of Machiavellianism. Journal of Leadership & Organizational Studies, 11(2), 26–33. https://doi.org/10.1177/107179190501100204

Paramita, A. . M. P., & Budiasih, I. G. A. N. (2016). Pengaruh Sistem Perpajakan, Keadilan, Dan Teknologi Perpajakan Pada Persepsi Wajib Pajak Mengenai Penggelapan Pajak. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udanaya, 17(2), 1030–1056. Permatasari, I., & Laksito, H. (2013). Minimalisasi Tax Evasion Melalui Tarif Pajak

(Studi Empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi di Wilayah KPP Pratama Pekanbaru Senapelan). Diponegoro Journal of Accounting, 2(2), 1–10.

Pohan, H. T. (2009). Analisis Pengaruh Kepemilikan Institusi, Rasio Tobin Q, Akrual Pilihan, Tarif Efektif Pajak, dan Biaya Pajak Ditunda Terhadap Penghindaran Pajak Pada Perusahaan Publik. Jurnal Informasi, Perpajakan, Akuntansi Dan Keuangan Publik, 4(2), 113–135.

Pratiwi, E., & Prabowo, R. (2019). Keadilan dan Diskriminasi Pajak Terhadap Penggelapan Pajak: Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi. AFRE (Accounting and Financial Review), 2(1), 8–15. https://doi.org/10.26905/afr.v2i1.3008

Prisantama, A., & Muqodim. (2016). The Influences of the Tax System, Tax Rate, Tax Audit and Tax Discrimination on Tax Evasion by Body Taxpayer. The Indonesian Journal of Accounting Research, 19(2), 161–184. Retrieved from http://www.ijar-iaikapd.or.id/index.php/ijar/article/view/408/76

Purwanto, Sulaeha, T., & Safira, H. (2018). Pengaruh Self Assessment System Dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Tax Evasion (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumedang). Ekspansi, 10(2), 139–146. Richardson, G. (2006). Determinants of tax evasion: A cross-country investigation.

Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 15(2), 150–169. https://doi.org/10.1016/j.intaccaudtax.2006.08.005

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2018). Essentials of Organizational Behavior (Fourteenth Edition). In Journal of Chemical Information and Modeling.

(23)

Shafer, W. E., & Simmons, R. S. (2008). Social responsibility, Machiavellianism and tax avoidance: A study of Hong Kong tax professionals. Accounting, Auditing

and Accountability Journal, 21(5), 695–720.

https://doi.org/10.1108/09513570810872978

Shafer, W. E., & Wang, Z. (2018). Machiavellianism, social norms, and taxpayer compliance. Business Ethics, 27(1), 42–55. https://doi.org/10.1111/beer.12166 Silaen, C., Basri, Y. M., & Azhari. (2015). Pengaruh Sistem Perpajakan, Diskriminasi,

Teknologi Dan Informasi Perpajakan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Jurnal Organisasi Dan Manajemen (JOM) Fekon, 2(2).

Sujarweni, W. (2015). Metodologi Penelitian - Bisnis dan Ekonomi. In Metodologi Penelitian. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.

Suminarsasi, W., & Supriyadi. (2012). Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, dan Diskriminasi terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion). Multiparadigma Lecture2.

Supriyati. (2017). Perspektif Mahasiswa STIE Perbanas Surabaya atas Tax Evasion. InFestasi, 13(2), 344–353. https://doi.org/10.21107/infestasi.v13i2.3513

Tang, T. L. P., & Chen, Y. J. (2008). Intelligence vs. wisdom: The love of money, machiavellianism, and unethical behavior across college major and gender. Journal of Business Ethics, 82(1), 1–26. https://doi.org/10.1007/s10551-007-9559-1

Widjaja, P. N. K., Lambey, L., & Walandouw, S. K. (2017). Pengaruh Diskriminasi dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Mengenai Penggelapan Pajak di Kota Bitung (Studi Kasus Pada WPOP yang ditemui di KPP Pratama Bitung). Going Concern : Jurnal Riset Akuntansi, 12(2), 541–552. https://doi.org/10.32400/gc.12.2.17961.2017

Yusra, M., & Utami, C. (2018). Pengaruh Love of Money dan machiavellian Terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi (Studi Empiris Pada Mahasiswa Prodi Akuntansi Universitas Malikussaleh). Akuntansi Dan Keuangan, 6(1), 11–24. https://doi.org/10.21831/nominal.v4i2.7998

Zainuddin, Z. (2017). Pengetahuan Dan Pemahaman Aturan Perpajakan, Kualitas Pelayanan Dan Persepsi Atas Efektifitas Sistem Perpajakan Terhadap Kemauan Membayar Pajak Dengan Kesadaran Membayar Pajak Sebagai Variabel

Intervening. Jurnal Riset Akuntansi Terpadu.

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Pemirsa merupakan aktor human yang memiliki kemampuan untuk memanfaatkan alat disekelilingnya (teknologi, gadget, komputer, internet, webiste, aplikasi, formuliar aduan) untuk

Oksigen akan bereaksi dengan sari makanan di dalam sel-sel tubuh manusia, kemudian menghasilkan energi yang digunakan untuk.. menghasilkan energi yang digunakan untuk

Menurut Anas (2011), bahan dominan yang terkandung dalam gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar adalah sisa methanol yang tidak bereaksi dan sabun

Based on the data of speech and thought representation, the third person narration uses speech and thought representation where the free direct discourse is

Sekarang ini perkembangan pelaku usaha dalam mendirikan jasa depot air isi ulang terus meningkat dikarenakan air isi ulang memudahkan konsumen dalam hal penyiapan

Rendahnya tingkat kepuasan konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk tertentu akan sangat merugikan produsen produk tersebut, karena dengan rendahnya tingkat kepuasan

Pembelajaran Berbasis Masalah ( Problem Based Learning) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk

1. Sudaryanti, M.Si selaku pembimbing skripsi yang telah dengan sabar meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau. Terimakasih atas waktu, arahan, bimbingan, serta ilmu